Perkembangan Jumlah Rayap, Mortalitas, dan Kemampuan Makan Rayap pada Pengujian Laboratorium

PERKEMBANGAN JUMLAH RAYAP, MORTALITAS, DAN
KEMAMPUAN MAKAN RAYAP PADA PENGUJIAN
LABORATORIUM

ICHMA YELDHA RETMADHONA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perkembangan
Jumlah Rayap, Mortalitas, dan Kemampuan Makan Rayap pada Pengujian
Laboratorium adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013

Ichma Yeldha Retmadhona
NIM E24090074

ABSTRAK
ICHMA YELDHA RETMADONA. Perkembangan Jumlah Rayap, Mortalis, dan

Kemampuan Makan Rayap pada Pengujian Laboratorium. Dibimbing oleh
ARINANA dan EFFENDI TRI BAHTIAR.
Perkembangan kayu semakin lama semakin meningkat seiring dengan
perkembangan penduduk. Salah satu sifat yang penting pada kayu adalah
keawetan. Perlu dilakukan pengujian dengan standar tertentu di luar SNI 01.72072006 agar hasil yang didapatkan akurat. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendapatkan lama waktu pengujian keawetan kayu yang efisien; dan untuk
mengetahui perkembangan jumlah rayap tanah Coptotermes curvignathus
Holmgren, mortalitas, dan kemampuan makan. Dua metode yang digunakan pada
penelitian ini, yaitu metode A (Standar SNI 01.7207-2006) dengan ukuran contoh
uji disamakan, sedangkan pada metode B beratnya disamakan. Umpan kayu karet

(Metode B) memberikan hasil perkembangan jumlah rayap stabil pada estimasi 79
ekor setelah hari ke-36 sedangkan kayu sengon tidak terdapat koloni pada hari ke78. Kehilangan berat pada kayu sengon lebih rendah jika dibanding dengan kayu
karet. Dalam 1 minggu (Metode A) baik umpan kayu sengon dan karet rayap
mampu memakan kayu sebesar 0.36 g, sedangkan untuk metode B nilai kayu yang
dimakan pada umpan kayu karet lebih besar, yaitu 0.16 g. Penelitian ini telah
menunjukkan bahwa kayu karet lebih disukai oleh rayap tanah.
Kata kunci : Coptotermes curvignathus, Falcataria
brasiliensis, SNI 01.7207-2006

moluccana,

Hevea

ABSTRACT
ICHMA YELDHA RETMADHONA. Growth of Termites, Mortality, and Feeding
Rate in Laboratory Testing. Supervised by ARINANA and EFFENDI TRI
BAHTIAR.

The utilization of wood has been increases in accordance with population growth.
One of the imperative properties of wood is durability. It is needed a testing with

certain standard beside of SNI 01.7207-2006 so that the result will be accurate.
The objectives of this research were to understand the time of durability testing of
wood efficiently, and to understand the growth of subterranean termites
Coptotermes curvignathus Holmgren, mortality, and feeding rate. There were two
methods A method (SNI 01.7207-2006), the samples size was equalized whereas
in B method, samples weight equalized. In B method, the rubber wood samples
gave stable growth of termites at the estimation 79 termites after 36 days whereas
albizia wood, there were no colonies at 78th days. Weight loss which was had by
albizia wood was lowest than rubber wood. In a week, A method for albizia and
rubber woods, termites were able to feed wood as much as 0.36 g, whereas B
method the wood eaten for rubber wood was higher than albizia wood which was
0.16 g. The result of the research revealed that rubber wood was more favorable
by subterranead termites.
Key words : Coptotermes curvignathus, Falcataria
brasiliensis, SNI 01. 7207-2006

moluccana,

Hevea


PERKEMBANGAN JUMLAH RAYAP, MORTALITAS, DAN
KEMAMPUAN MAKAN RAYAP PADA PENGUJIAN
LABORATORIUM

ICHMA YELDHA RETMADHONA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Perkembangan Jumlah Rayap, Mortalitas, dan Kemampuan Makan
Rayap pada Pengujian Laboratorium

Nama
: Ichma Yeldha Retmadhona
NIM
: E24090074

Disetujui oleh

Arinana, SHut, MSi
Pembimbing I

Effendi Tri Bahtiar, SHut, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, atas
rahmat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul Perkembangan Jumlah Rayap, Mortalitas, dan Kemampuan
Makan Rayap pada Pengujian Laboratorium. Penulisan skripsi ini merupakan
salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Departemen Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Februari sampai dengan Juni 2013.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Arinana, SHut, MSi dan Bapak Effendi Tri Bahtiar, SHut, MSi yang
telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi mulai dari awal
hingga akhir penulisan.
2. Bapak Anhari yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian.
3. Ayah, bunda, serta kakak-kakak tercinta, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
4. Al Barokah Group, Feti, Tammy, Hikmah, Ari, Sari, Cucu, Solikin, dan
Andi Zaim atas segala bantuan dan motivasinya.
5. Rekan-rekan FAHUTAN khususnya THH 46 atas segala bantuan dan
motivasinya.
Serta pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah

membantu kelancaran pembuatan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, November 2013

Ichma Yeldha Retmadhona

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian

Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lingkungan Pengujian
Perkembangan Jumlah Rayap Hidup pada Pengujian Laboratorium
Perkembangan Jumlah Rayap Mati pada Pengujian Laboratorium
Jumlah Aktivitas Makan Rayap
Kemampuan Makan Rayap (Feeding Rate)
Bentuk Kerusakan Contoh Uji Kayu
Perbandingan Metode A dan Metode B
Kehilangan Berat dan Mortalitas
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
1

1
2
2
2
2
2
2
3
3
4
5
5
6
8
8
10
11
12
12
15

15
15
15
17
19

DAFTAR TABEL

1 Jumlah aktivitas makan rayap
2 Nilai kemampuan makan rayap (Feeding Rate)
3 Perbandingan metode A dan metode B

8
10
12

DAFTAR GAMBAR

Pengujian ketahanan kayu terhadap rayap tanah C. curvignathus berdasarkan
SNI 01.7207-2006

3
2 Kelembaban dan suhu ruangan pengujian di laboratorium selama
pengujian
5
3 Perkembangan jumlah rayap hidup pada hari ke-t (Nt) pada pengujian
laboratorium metode A
6
4 Perkembangan jumlah rayap hidup pada hari ke-t (Nt) pada pengujian
laboratorium metode B
7
5 Jumlah kayu yang dimakan rayap pada setiap minggu (y) metode A
9
6 Jumlah kayu yang dimakan rayap pada setiap minggu (y) metode B
10
7 Kondisi contoh uji kayu sebelum (1) dan setelah (2) pengumpanan
11
8 Kondisi contoh uji kayu sebelum (1) dan setelah (2) pengumpanan
11
9 Persentase kehilangan berat metode A
13
10 Persentase kehilangan berat metode B
13
11 Persentase mortalitas rayap metode A
14
12 Persentase mortalitas rayap metode B
14
1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak melihat penggunaan kayu
sebagai bahan konstruksi bangunan dan alat perlengkapan rumah tangga. Kayu
merupakan bahan organik yang terdiri dari unsur karbon (50%) dan sedikit unsurunsur lain, serta merupakan bagian dari kehidupan manusia. Kayu memilki
karakteristik yang tidak dijumpai pada bahan lain; yaitu (1) tersedia hampir
diseluruh bagian dunia, (2) mudah diperoleh dalam berbagai bentuk dan ukuran,
(3) relatif mudah dalam pengerjaannya, (4) sangat dekoratif dan alami
penampilannya, (5) relatif ringan, (Nandika et al. 1996). Sebagai bahan organik
kayu dapat terserang organisme perusak antara lain rayap tanah. Kondisi iklim
dan tanah di Indonesia termasuk banyaknya keanekaragaman tumbuhan sangat
mendukung dalam kehidupan rayap. Lebih dari 80% daratan indonesia merupakan
habitat yang baik bagi kehidupan berbagai jenis serangga ini (Nandika et al.
2003). Makanan utama serangga ini adalah selulosa yang banyak terkandung
dalam kayu, oleh karena itu masyarakat Indonesia lebih mengenal serangga ini
sebagai serangga perusak kayu.
Pengetahuan tentang keawetan kayu sangat penting sehingga perlu
dilakukan pengujian secara benar dan tepat. Oleh karena itu diperlukan standar
pengujian untuk mengetahui sifat-sifat dari kayu, SNI 01.7207-2006 merupakan
standar pengujian keawetan kayu yang dimiliki Indonesia. Pada metode tersebut
terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan dimulai dari persiapan bahan
hingga prosedur kerja. Dalam melakukan suatu kegiatan penelitian ketepatan
dalam melakukan prosedur kerja yang sesuai dengan tahapan pada standar
merupakan faktor yang penting untuk mendapatkan keakuratan data yang
dihasilkan. Apabila pada pelaksanaan pengujian terdapat kesalahan maka dapat
mengakibatkan data yang dihasilkan pun menjadi tidak benar. Tahapan prosedur
dalam proses pengujian meliputi bahan dan alat, persiapan contoh uji, prosedur
kerja, pernyataan hasil, dan validitas data. Selain keakuratan data hal lain yang
perlu diperhatikan adalah efisiensi dari suatu pelaksanaan pengujian. Apabila
dalam pelaksanaan pengujian, waktu dan prosedur yang diberikan efisien maka
akan menghasilkan data yang optimal dari segi pelaksanaan maupun biaya.
Namun pada standar SNI 01.7207-2006 terdapat beberapa prosedur yang
masih dianggap rancu, Pritasari (2011) menyampaikan bahwa waktu
pengumpanan dalam standar tersebut dianggap kurang efisien dan menyampaikan
rekomendasi waktu pengujian yang paling efisien adalah 4 minggu, disebutkan
juga bahwa kayu sengon dan karet berpotensi digunakan sebagai kontrol pada
pengujian keawetan kayu skala laboratorium terhadap serangan rayap tanah
(Coptotermes curvignathus Holmgren). Hal lain yang perlu dievaluasi pada
standar tersebut adalah bahwa contoh uji 2.5 cm x 2.5 cm x 0.5 cm yaitu ukuran
yang sama untuk semua jenis kayu yang akan diujikan, padahal setiap jenis kayu
memiliki berat jenis yang berbeda sehingga nilai kehilangan berat pada standar
perlu dikaji ulang dan dilakukan penelitian tentang pembuatan contoh uji yang
tepat guna memberikan hasil yang lebih akurat. Parameter yang berkaitan dalam

2
keawetan kayu seperti perkembangan jumlah rayap, mortalitas, dan kemampuan
makan (feeding rate) akan dibahas dalam penelitian ini.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, rumusan masalah yang akan
digunakan dalam penelitian ini yaitu, belum adanya penelitian yang melaporkan
tentang perkembangan jumlah rayap, mortalitas, dan kemampuan makan rayap
(feeding rate) pada pengujian laboratorium.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan jumlah rayap
tanah C. curvignathus, jumlah aktivitas makan rayap, dan kemampuan makan
rayap (feeding rate), mendapatkan lama waktu pengujian keawetan kayu yang
efisien pada skala laboratorium.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
perkembangan jumlah rayap tanah C. curvignathus, aktivitas makan rayap,
mortalitas, dan kemampuan makan (feeding rate), memberikan lamanya waktu
pengujian yang efisien pada skala laboratorium

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2013 di
Laboratorium Rayap (Termites Rearing Unit). Bagian Teknologi Peningkatan
Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain kayu karet (Hevea
brasiliensis) dan kayu sengon (Falcataria moluccana Miq.) pada bagian gubal,
rayap tanah C. curvignathus yang sehat dan aktif dengan kasta pekerja, pasir,
alkohol 70% digunakan untuk mensterilkan jampot/botol kaca, dan air mineral.

3
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain timbangan elektrik
untuk menimbang contoh uji dan pasir, oven, desikator, baskom, jampot/botol
kaca, alumunium foil sebagai penutup jampot/botol kaca, kapas, dry and wet
thermometer, kamera, dan alat tulis.
Prosedur Penelitian
Persiapan contoh uji dibuat untuk dua metode, yaitu metode A dan metode
B. Pada metode A contoh uji dipersiapkan berukuran 2.5 cm x 2.5 cm x 0.5 cm
baik kayu sengon maupun karet sesuai dengan standar SNI 01.7207-2006. Karena
berat jenis kayu sengon dan kayu karet berbeda maka pada perlakuan A kayu
karet lebih berat daripada kayu sengon. Pada metode B kayu sengon dipotong
berukuran 2.5 cm x 2.5 cm x 0.5 cm lalu ditimbang beratnya. Selanjutnya kayu
karet dipotong sedemikian rupa sehingga beratnya hampir sama dengan berat
kayu sengon. Dengan demikian diperoleh dimensi kayu karet dan kayu sengon
pada metode B berbeda tapi beratnya hampir sama.
Prosedur kerja dilakukan dengan metode pada standar SNI 01.7202-2006
yang dimodifikasi berdasarkan penelitian Arinana et al. (2012). Contoh uji dioven
selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2 °C untuk mendapatkan nilai berat kayu
sebelum pengujian (W1), serta dilakukan sterilisasi pada botol uji dan pasir yang
akan digunakan dengan pengovenan dan dijemur pada sinar matahari, sebelum di
oven botol uji dibilas dengan alkohol 70%. Contoh uji dimasukkan kedalam botol
uji kaca dengan posisi berdiri dan disandarkan sehingga salah satu bidang terlebar
menyentuh dinding botol uji. Ke dalam botol uji dimasukkan 200 gram pasir dan
ditambahkan air sebanyak 50 ml. Selanjutnya ke dalam botol uji dimasukkan 200
ekor rayap tanah C. curvignatus dari kasta pekerja, kemudian botol uji ditutup
dengan alumunium foil dan diletakkan di tempat gelap. Pengujian berdasar
standar SNI 01.7207-2006 tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Pembongkaran
botol uji dilakukan sesuai dengan perlakuan waktu, yaitu 1, 2, 3, 4, 5, dan 6
minggu pada botol uji yang tidak sama dengan ulangan sebanyak 3 kali.

Gambar 1 Pengujian ketahanan kayu terhadap rayap tanah C. curvignathus
berdasarkan SNI 01.7207-2006

4
Setiap harinya aktivitas rayap dalam botol uji diamati, apabila kadar air
mulai menurun, maka ke dalam botol uji ditambahkan air secukupnya sehingga
kadar airnya 25%. Jumlah rayap yang masih hidup dihitung dan contoh uji kayu
dibersihkan dari kotoran yang menempel. Kemudian dioven selama 48 jam
dengan suhu 60 ± 2 °C dan ditimbang untuk mendapatkan berat akhir contoh uji
(W2). Nilai kehilangan berat contoh uji akibat serangan rayap tanah dihitung
dengan persamaan berikut :


( %) =

× 100%

Keterangan :
WL = Penurunan berat (%)
W1
= Berat kering oven kayu sebelum pengumpanan (g)
W2
= Berat kering oven kayu setelah pengumpanan (g)
Dalam standar SNI 01. 7207-2006 tidak dilakukan pengamatan terhadap
mortalitas rayap. Namun pada penelitian ini dilakukan pengamatan mortalitas
rayap, dengan mengadopsi rumus yang ada di JIS K 1571-2004, yaitu:
=

100%

200

Keterangan :
MR = Mortalitas rayap
D
= Jumlah rayap mati
200
= Jumlah rayap awal pengujian

Selain mortalitas dilakukan juga perhitungan feeding rate, yang
menggambarkan kemampuan makan rayap per harinya. Hal ini dihitung dengan
menggunakan rumus :
=









Dengan keterangan:
FR
= feeding rate (µg/ekor/hari)
∆W = kehilangan berat kayu (µg)
R1
= jumlah rayap pekerja awal yang digunakan (ekor)
R2
= jumlah rayap pekerja pada akhir pengujian yang masih hidup (ekor)
T
= lama waktu pengujian (hari)

Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis
regresi pada Microsoft Excel 2007. Untuk mengetahui perkembangan jumlah
rayap pada skala laboratorium dilihat dengan menggunakan kurva sigmoid, kurva
sigmoid memiliki garis asimtot (K) yang merupakan ambang batas horisontal
dimana hasil fungsi hampir bernilai konstan. Jumlah rayap yang makan
merupakan integral dari kurva perkembangan jumlah rayap dari hari pertama

5
(minggu ke-1) hingga hari ke 43 (Minggu ke-6). Estimasi kehilangan berat
merupakan selisih kurva berat umpan pada minggu ke-6 dan minggu ke-1.
Feeding rate dihitung sebagai kehilangan berat dibagi dengan jumlah rayap yang
makan selama jangka waktu pengujian.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lingkungan Pengujian
Pengujian penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rayap (Termites
Rearing Unit) bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu. Pada laboratorium
memiliki tempat khusus untuk pengujian rayap, tempat tersebut berada dilantai 2
dengan kondisi gelap tanpa lampu penerangan dan tidak ada ventilasi. Keadaan
tersebut sengaja dibuat guna menyesuaikan habitat rayap di alam, yang tidak
menyukai cahaya dan keramaian. Pengamatan kelembaban ruangan pengujian
dilakukan dengan menggunakan wet and dry thermometer dalam kurun waktu
yang sesuai dengan lama pengujian (6 minggu). Perubahan kelembaban sangat
mempengaruhi aktivitas jelajah rayap, pada kelembaban yang yang rendah rayap
bergerak menuju daerah dengan suhu yang lebih rendah. Rayap tanah seperti
Coptotermes memerlukan kelembaban yang tinggi untuk kelangsungan hidupnya,
perkembangan optimumnya dicapai pada kisaran75-90%.
35

100

34
33
32

80

31
70

30
29

60

Suhu (°C)

Kelembaban (%)

90

28
27

50

26

26

25

40
1
Kelem baban

8
Suhu

15

22

29

36

43

Lama waktu (Hari)

Gambar 2 Kelembaban dan suhu ruangan pengujian di laboratorium selama
pengujian.
Berdasar hasil pengamatan sebagaimana terlihat pada Gambar 2,
kelembaban pada ruangan pengujian berkisar antara 84 % hingga 92 % dengan
rata-rata kelembaban sebesar 88% , sedangkan suhu ruang pengujian berkisar
antara 26 0C hingga 28 0C dengan rata-rata sebesar 27 0C. Dapat dikatakan bahwa
nilai rata-rata kelembaban yang diperoleh masuk ke dalam selang kelembaban
optimum yang dibutuhkan rayap tanah dalam perkembangannya. Saat pengujian
berlangsung hujan cukup sering terjadi. Curah hujan merupakan pemicu
perkembangan, namun curah hujan yang terlalu tinggi dapat juga menurunkan
aktivitas jelajah rayap (Nandika et al. 2003).

6
Perkembangan Jumlah Rayap Hidup pada Pengujian Laboratorium
Sifat-sifat khas yang dimiliki oleh suatu populasi adalah kerapatan
(densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), sebaran
(distribusi) umur, potensi biotik, sifat genetik, perilaku, dan pemencaran (dispersi)
(Tarumingkeng 1994). Pada dasarnya populasi rayap di alam dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti faktor lingkungan, ketersediaan air, dan predator, faktor
lingkungan terdiri dari curah hujan, suhu, dan kelembaban. Pengujian keawetan
kayu terhadap serangan rayap tanah C. curvignathus di laboratorium memiliki
keterbatasan karena variasi variabel lingkungan yang sesuai dengan habitat rayap
di alam tidak dapat sepenuhnya diakomodasi. Untuk itu banyak kemungkinan
terjadi kegagalan dalam proses pengujiannya. Menurut Tarumingkeng (1994)
pertumbuhan dari suatu populasi tergantung pada kerapatannya. Pada kerapatan
tertentu, makin padat populasi makin berkurang persediaan makanan dan ruangan
sehingga terjadi persaingan antar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan
terjadi kematian. Penurunan perkembangan jumlah rayap di dalam botol uji dapat
terjadi karena adanya seleksi alam, di mana rayap yang hidup adalah yang mampu
bertahan dalam kondisi lingkungan baru yang berbeda dengan habitat alaminya.
Sesuai dengan sifat kanibalismenya, rayap dapat memakan sesamanya yang lemah
dan telah mati, sehingga tidak ditemukan sisa-sisa tubuh rayap di dalam botol uji.
Pada serangga sosial, seperti rayap tanah, kelengkapan kasta dalam suatu
koloni merupakan salah satu syarat bagi perkembangan jumlah. Pengujian
laboratorium yang menggunakan kasta pekerja saja tidak memungkinkan
terjadinya proses perkembangbiakan generatif sehingga perkembangan jumlah
rayap tidak meningkat. Dari hari ke hari, jumlah rayap dalam botol uji akan selalu
berkurang atau tetap dan tidak mungkin bertambah. Berkurangnya jumlah rayap
dapat terjadi akibat kematian yang kuantitasnya dipengaruhi oleh umur rayap,
ketersediaan pakan, dan daya adaptasi terhadap kondisi lingkungan dalam botol
uji. Penelitian ini memperlihatkan perkembangan jumlah rayap yang terjadi dalam
botol uji selama jangka waktu pengujian (Gambar 3 dan 4).
Karet:

200

Sengon:

150
100
50

Nt (Sengon)

Nt (karet )

Hari ke- (t)
Nt (est im asi) (sengon)

141

134

127

120

113

-50

106

99

92

85

78

71

64

57

50

43

36

29

22

15

8

0
1

Jumlah rayap hidup (N)

250

Nt (est im asi) (karet )

Gambar 3 Perkembangan jumlah rayap hidup pada hari ke-t (Nt) pada pengujian
laboratorium metode A

7
Gambar 3 memperlihatkan perkembangan jumlah rayap pada botol uji
yang diberi umpan kayu karet dan kayu sengon masing-masing satu potong untuk
tiap botolnya. Sesuai dengan SNI 01.7207-2006 kayu karet dan kayu sengon
tersebut memiliki dimensi yang sama. Pada Gambar 3 terlihat bahwa pendugaan
kematian seluruh rayap terjadi pada hari ke-57 (minggu 8) baik pada botol yang
diberi umpan kayu sengon maupun kayu karet. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan dengan total waktu pengumpanan 43 hari dapat dilihat bahwa, pada
kayu sengon dengan metode A (volume yang sama, berat berbeda) perkembangan
jumlah rayap masih stabil hingga pengumpanan hari ke-8 dengan jumlah rayap
hidup sebanyak 200 ekor. Terjadi penurunan jumlah rayap saat pengumpanan
pada hari ke-15, penurunan tertinggi terjadi antara hari ke 29 dan 36. Untuk
umpan kayu karet perkembangan jumlah rayap masih stabil hingga pengumpanan
hari ke-22, terjadi penurunan ketika memasuki hari ke-29. Untuk hari ke-43 rayap
masih bisa bertahan namun dengan jumlah yang sangat sedikit.
Karet:

200
150
100

Sengon:

50

Nt (Sengon)

Nt (karet )

Hari ke- (t)
Nt (est im asi) (sengon)

120

113

99

92

106

-50

85

78

71

64

57

50

43

36

29

22

15

8

0
1

Jumlah rayap hidup (N)

250

Nt (est im asi) (karet )

Gambar 4 Perkembangan jumlah rayap hidup pada hari ke-t (Nt) pada pengujian
laboratorium metode B
Pada kurva perkembangan jumlah rayap dengan metode B (volume
berbeda, berat sama), jumlah rayap yang diberi umpan kayu sengon cenderung
selalu menurun sepanjang jangka waktu pengujian hingga kematian total diduga
terjadi pada hari ke 78 (minggu 11). Sementara itu rayap yang diberi umpan kayu
karet terlihat mampu bertahan meskipun jumlahnya menurun drastis setelah hari
ke-22 hingga hari ke-36. Namun setelah hari ke-36, jumlah rayap yang ada diduga
stabil pada angka 79 ekor, karena asymptote persamaan penduga yang diperoleh
adalah pada angka 79 tersebut. Hal ini bermakna bahwa rata-rata akan terdapat 79
ekor rayap yang mampu bertahan apabila 200 ekor rayap diberi umpan kayu karet
pada pengujian laboratorium. Berkaitan dengan hal tersebut dapat dikatakan
bahwa rayap lebih dapat bertahan dengan umpan kayu karet dibandingkan kayu
sengon.
Untuk mengetahui pengaruh lama waktu pengumpanan terhadap jumlah
rayap hidup maka dilakukan analisis regresi. Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa
nilai R2 yang didapatkan dari umpan kayu sengon dan karet tinggi, yaitu 99.85%
dan 93.21% sedangkan pada Gambar 4 sebesar 91.67% dan 90.49% sehingga

8
persamaan yang diperoleh dapat dipergunakan untuk menduga jumlah rayap yang
hidup pada hari tertentu. Faktor lama waktu pengumpanan berpengaruh terhadap
jumlah rayap yang hidup. Semakin lama waktu pengumpanan maka kekuatan
rayap akan semakin menurun sehingga dapat menyebabkan terjadinya kematian.
Dilihat dari hasil perkembangan jumlah rayap pada botol uji, jumlah rayap mulai
terlihat menurun setelah hari ke-29. Penurunan itu terus terjadi hingga hari ke-43,
sedangkan pada hari selanjutnya kematian total dominan terjadi.
Perkembangan Jumlah Rayap Mati pada Pengujian Laboratorium
Jumlah rayap hidup yang rendah setelah hari ke-43 pada Gambar 3
menunjukkan tingkat kematian tertinggi untuk metode A. Sampai hari ke-43 nilai
kematian rayap yang diberi umpan kayu sengon lebih besar daripada yang
diumpan kayu karet. Kematian rayap di laboratorium pada umpan kedua jenis
kayu (sengon dan karet) diprediksi akan terus meningkat hingga mencapai 100%
(rayap mati semua) di hari ke-57. Pada metode B (Gambar 4) walaupun di hari ke36 tingkat kematian rayap yang diumpan dengan kayu karet lebih besar daripada
umpan kayu sengon, namun rata-rata jumlah rayap yang hidup di akhir pengujian
(6 minggu) masih cukup tinggi. Total kematian rayap yang diumpan karet pada
minggu ke-6 adalah 168 ekor sedangkan pada umpan kayu sengon adalah 184
ekor. Sesuai dengan persamaan pada Gambar 4, diperkirakan rata-rata kematian
rayap setelah minggu ke-6 adalah 60% dan 100% berturut-turut pada umpan kayu
karet dan sengon. Pada kayu sengon diprediksi kematian rayap mencapai 100% di
hari ke-78, sedangkan pada kayu karet koloni rayap masih dapat bertahan. Kedua
jenis kayu (sengon dan karet) termasuk kayu tidak awet.
Jumlah Aktivitas Makan Rayap
Secara umum aktivitas makan rayap dicirikan oleh beberapa hal penting,
yaitu sumber makanan rayap adalah selulosa, terdapat hubungan antara rayap
dengan organisme simbion pada saluran pencernaannya, yaitu protozoa pada
rayap tingkat rendah dan bakteri pada rayap tingkat tinggi (famili Termitidae) dan
perilaku trofalaksis (Nandika et al. 2003). Jumlah aktivitas makan rayap pada
kayu sengon metode A (Tabel 1) menunjukkan bahwa dalam masa pengumpanan
43 hari aktivitas makan dilakukan sebanyak 5820 kali, sedangkan pada kayu karet
sebanyak 6635 kali. Untuk perlakuan B pada kayu sengon aktivitas makan rayap
terjadi sebanyak 5516 kali, dan kayu karet 5904 kali. Jika kedua jenis kayu
dibandingkan (metode A dan B) dapat dikatakan bahwa rayap lebih banyak
melakukan aktivitas makan dengan umpan kayu karet daripada sengon. Aktifitas
makan rayap dapat dipengaruhi oleh jenis pada umpan yang diberikan.
Tabel 1 Jumlah aktifitas makan rayap
Jenis
Sengon
Karet

Metode A (kali)
5 820
6 635

Metode B (Kali)
5 516
5 904

Untuk mengetahui kayu manakah yang lebih disukai oleh rayap, maka
perlu dihitung juga berat kayu yang dimakan. Berdasarkan hasil yang didapatkan

9
(Gambar 5) dalam masa pengumpanan 43 hari (6 minggu) rayap mampu
memakan kayu sengon sebanyak 0.355 g sedangkan untuk kayu karet sebanyak
0.363 g. Berat akhir kayu semakin menurun seiring dengan berjalannya waktu
pengujian. Penurunan ini mengikuti kurva logaritma yang diperoleh dari
persamaan regresi dengan koefisien determinasi yang tinggi (R2=97.16%).
Persamaan logaritma menunjukkan penurunan laju pengurangan dengan
berjalannya waktu. Berat akhir kayu semakin turun, tetapi laju penurunannya
semakin lambat. Artinya berat kayu yang dimakan pada minggu pertama lebih
banyak daripada minggu berikutnya.

Gambar 5 Jumlah kayu yang dimakan rayap pada setiap minggu (y) metode A
Pada metode B (Gambar 6) dalam masa pengumpanan 43 hari (6 minggu)
rayap mampu memakan kayu sengon sebanyak 0.100 g dan karet sebanyak 0.158
g, nilai berat kayu yang dimakan pada kayu sengon lebih kecil jika dibandingkan
kayu karet. Nilai berat kayu yang dimakan dihitung dari integral persamaan kurva
(Gambar 5 dan 6). Jika dilihat dari hasil banyaknya aktivitas makan dan jumlah
kayu yang dimakan, dapat diasumsikan bahwa kayu karet lebih rentan terserang
rayap, karena rayap lebih menyukai umpan kayu karet dibanding kayu sengon.
Menurut Fengel dan Wegener (1985) kayu karet mengandung senyawa amirin
dalam bentuk lateks (getah) yang bersifat mengundang organisme perusak
sehingga kayu ini sangat rawan diserang.

10

Gambar 6 Jumlah kayu yang dimakan rayap pada setiap minggu (y) metode B
Kemampuan Makan Rayap (Feeding Rate)
Menurut Supriana (1983), perilaku makan rayap di alam berbeda dengan
dilaboratorium. Di alam rayap bebas untuk memilih sendiri lingkungan yang
paling sesuai bagi hidupnya. Sedangkan dilaboratorium, rayap dipaksa makan
(forced feeding test). Dalam keadaan terpaksa, rayap akan memakan bahan
(umpan) yang diberikan. Menurut Sornnuwat (1996), parameter yang dapat
dijadikan sebagai dasar penentuan keefektifan aktivitas rayap adalah kehilangan
berat contoh uji kayu, mortalitas rayap, dan kemampuan makan (feeding rate).
Pada SNI 01.7207-2006 tidak terdapat perhitungan mengenai kemampuan makan
rayap.
Tabel 2 Nilai kemampuan makan rayap (feeding rate)
Jenis
Sengon
Karet

Metode A
(µg/ekor/hari)
61.03
54.77

Metode B
(µg/ekor/hari)
17.95
26.81

Berdasarkan Tabel 2 feeding rate tertinggi metode A terjadi pada kayu
sengon, yaitu 61.03 µg/ekor/hari sedangkan untuk metode B nilai tertinggi dicapai
dengan umpan kayu karet, yaitu 26.81 µg/ekor/hari. Feeding rate rayap tanah
lebih dipengaruhi oleh kondisi tubuh rayap daripada jenis kayu umpan. Hal ini
ditunjukkan oleh ketidakkonsistenan nilai feeding rate pada kedua jenis kayu yang
diumpankan. Pada metode A, kayu sengon lebih banyak dimakan oleh setiap ekor
rayap per harinya, sebaliknya pada perlakuan B kayu karet yang lebih banyak
dimakan. Pada dasarnya ke dua jenis kayu tersebut (sengon dan karet) rentan
tenserang organisme perusak seperti rayap dan jamur. Kayu karet sendiri memiliki
berat jenis berkisar antara 0.55-0.70 dan termasuk kelas awet V dan kelas kuat IIIII (Mandang dan Pandit 1997). Sedangkan kayu sengon berat jenisnya berkisar

11
antara 0.24-0.49 dengan kelas awet IV-V dan kelas kuat IV-V (Martawijaya dan
Kartasujana 1977).
Bentuk Kerusakan Contoh Uji Kayu
Secara visual kerusakan lebih banyak terjadi dengan umpan kayu karet
dibandingkan kayu sengon. Pada umpan kayu karet terdapat contoh uji yang
mengalami patah atau terbagi dalam beberapa bagian, sedangkan tidak terjadi
pada umpan kayu sengon. Dapat dilihat pada perlakuan A (Gambar 7) kedua jenis
kayu memiliki ukuran yang sama, karena contoh uji dibuat berdasarkan standar
SNI 01.7207-2006. Pada perlakuan B (Gambar 8) ukuran yang diberikan terlihat
berbeda, karena contoh uji disamakan berat jenisnya, sehingga ukuran umpan
kayu karet diperkecil. Sebagaimana terlihat pada Gambar 7 dan 8, bentuk
kerusakan contoh uji setelah diumpan berupa gerekan
rayap tanah C.
curvignathus. Sedangkan contoh uji sebelum diumpan tidak terdapat gerekan
rayap tanah C. curvignathus.

Karet

Sengon

Gambar 7 Kondisi contoh uji kayu sebelum (1) dan setelah (2) pengumpanan
pada metode A

Karet

Sengon

Gambar 8 Kondisi contoh uji kayu sebelum (1) dan setelah (2) pengumpanan
pada metode B

12
Perbandingan Metode A dan B
Pada penelitian yang telah dilakukan digunakan 2 metode yang berbeda
yaitu metode A yang mengacu pada standar SNI 01.7207-2006 dan B yaitu
metode yang dibuat sendiri. Perbandingan kedua metode tersebut dapat dilihat
pada tabel 3.
Tabel 3 Perbandingan metode A dan metode B
Perameter
Perkembangan jumlah
rayap tanah

Jumlah rayap yang
mati

Jumlah aktivitas
makan

Jumlah kayu yang
dimakan

Kemampuan makan
(feeding rate)

Metode A

Metode B

Perkembangan jumlah
rayap menurun untuk
umpan kayu sengon,
namun pada umpan kayu
karet rayap mampu
bertahan pada estimasi 79
ekor
Diduga mengalami
Diduga rayap mengalami
kematian seluruh koloni
kematian seluruhnya di
(mortalitas 100%) di hari hari ke 78 pada umpan
ke-57 untuk kedua jenis
kayu sengon, rayap
umpan (sengon dan karet) mampu bertahan pada
umpan kayu karet.
Jumlah aktivitas makan
Jumlah aktivitas makan
oleh rayap pada umpan
oleh rayap pada umpan
kayu karet lebih besar
kayu karet lebih besar
jika dibanding sengon.
jika dibanding sengon.
Nilai berat kayu yang
Memiliki nilai yang
dimakan dengan umpan
relatif sama baik umpan
kayu karet lebih besar
kayu karet maupun
sengon
daripada kayu sengon.
Feeding rate tertinggi
Feeding rate tertinggi
terjadi pada kayu sengon terjadi pada kayu karet.
Perkembangan jumlah
rayap tanah cenderung
menurun seiring lamanya
waktu pengujian pada
kedua jenis kayu

Jika diamati kembali pembuatan contoh uji dalam standar SNI 01.72072006 dengan menggunakan ukuran yang sama juga dirasa masih belum tepat,
mengingat berat jenis pada setiap jenis kayu berbeda sehingga berat awal pun
yang dimiliki juga tidak sama. Bisa saja kayu yang harusnya lebih awet menjadi
tidak awet jika menggunakan metode tersebut. Harusnya pada pengujian keawetan
kayu, apabila jenis umpan yang digunakan berbeda maka yang harus disamakan
adalah beratnya bukan ukuran, hal tersebut akan memberikan hasil data yang lebih
baik dan benar.
Kehilangan Berat dan Mortalitas
Persentase kehilangan berat merupakan parameter utama yang menjadi
acuan dalam standar SNI 01. 7207-2006 untuk menentukan kelas keawetan dari
suatu jenis kayu. Nilai persentase kehilangan berat sendiri diperoleh dari
pengurangan berat awal contoh uji (W1) dengan berat akhir (W2) contoh uji yang

13
kemudian dibagi dengan berat awal (W1) dan dikalikan dengan 100%. Hasil dari
penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata persentase kehilangan berat dengan
masa pengumpanan 6 minggu terbesar adalah pada umpan kayu sengon, yaitu
sebesar 24.99% pada metode A (Gambar 9). Hal tersebut serupa dengan metode B
(Gambar 10), yaitu nilai persentase kehilangan berat terbesar terjadi pada umpan
kayu sengon 24.70%. Kedua hasil yang diperoleh pada dua metode sangat berbeda
jika dibandingkan pada perhitungan berat akhir kayu (Gambar 5 dan 6). Jika
dilihat pada Gambar 9 dan 10 persentase kehilangan berat pada kedua jenis kayu
cenderung selalu meningkat seiring dengan lama waktu pengujian berlangsung.
Dapat dikatakan bahwa semakin lama waktu pengujian maka semakin banyak
contoh uji kayu yang dimakan oleh rayap.

Gambar 9 Persentase kehilangan berat metode A

Gambar 10 Persentase kehilangan berat metode B
Dalam standar SNI 01.7207-2006 nilai mortalitas tidak dihitung,
sehingga nilai mortalitas bukan menjadi salah satu parameter yang menentukan

14
kelas keawetan kayu. Namun Jika dilihat dari hasil nilai persentase mortalitas
yang tinggi maka nilai mortalitas menjadi penting untuk menentukan keberhasilan
dalam suatu pengujian keawetan kayu pada skala laboratorium. Efisiensi dari
lamanya waktu suatu pengujian juga sangat penting, guna mendapatkan hasil yang
lebih baik dan tepat, baik dari hasil data maupun biaya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rata-rata nilai mortalitas tertinggi baik metode A maupun B
(Gambar 11 dan 12) terjadi pada umpan kayu sengon. Jika dibandingkan pada
hasil kurva pertumbuhan rayap hasil tersebut berbanding lurus dimana pada
umpan kayu karet lebih banyak rayap yang mampu bertahan jika dibandingkan
pada umpan kayu sengon. Jika dilihat dari besarnya nilai persentase mortalitas
pada kedua jenis kayu, maka waktu yang efisien sebagai pengujian adalah 4
minggu, karena nilai mortalitas dari kedua jenis umpan (karet dan sengon) masih
dibawah 50%, dapat diasumsikan bahwa jumlah rayap yang hidup masih diatas
100 ekor.
120

M ortalitas (%)

100
80
60
40
20
0
1

2

3

4

5

6

Sengon

0

2,5

11,83

42,55

79,5

96

Karet

0

1

0

32,5

53

79,17

Gambar 11 Persentase mortalitas rayap metode A

120

M ortalitas (%)

100
80
60
40
20
0
Sengon
Karet

1

2

3

4

5

6

18,83

13,33

9,33

34,83

83,5

92,33

0

0

3,17

28,17

96

84

Gambar 12 Persentase mortalitas rayap metode B

15
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perkembangan jumlah rayap di laboratorium pada metode A dengan kayu
umpan sengon dan karet akan terus menurun seiring dengan lama waktu
pengujian, diduga bahwa kematian seluruh koloni terjadi pada hari ke-57
sedangkan pada metode B rayap mampu bertahan dengan umpan kayu karet
dengan estimasi 79 ekor. Nilai mortalitas terbesar baik metode A dan B terjadi di
pengumpanan minggu ke-5 dan 6 untuk kedua jenis kayu. Jumlah aktivitas makan
rayap terbesar terjadi pada umpan kayu karet untuk kedua metode (A dan B),
dapat dikatakan rayap lebih menyukai kayu karet dibanding kayu sengon.
Kemampuan makan rayap (feeding rate) untuk metode A nilai terbesar terjadi
pada umpan kayu sengon sebesar 61.03 µg/ekor/hari, sedangkan pada metode B
adalah umpan kayu karet 26.81 µg/ekor/hari. Waktu pengujian yang paling efisien
yang diperoleh adalah 4 minggu karena jumlah rayap yang hidup masih diatas 50
% atau lebih dari 100 ekor rayap.

Saran
Perlu adanya syarat nilai mortalitas untuk mengukur suatu keberhasilan
pengujian keawetan kayu skala laboratorium, dan perlu dilakukan perbaikan
pembuatan contoh uji dengan menyamakan berat contoh uji dalam pengujian
keawetan kayu terhadap serangan rayap tanah C. curvignathus pada standar SNI
01.7202-2006.

DAFTAR PUSTAKA
Arinana, Tsunoda K, Hadi YS, Herliyana EN. 2012. Termite Species-susceptible
of Wood for Inclusion as a Reference in Indonesian Standardized
Laboratory Testing. Insects 2012, 3, 396-401.
Fengel D, Wegener G. 1985. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.
Yogyakarta (ID): Fakultas Kehutanan Uniersitas Gadjah Mada Nandika
D, Soenaryo, Saragih A. 1996. Kayu dan Pengawetan Kayu. Jakarta (ID)
: Dinas Kehutanan DKI Jakarta.
[JIS] Japanese Industrial Standard. 2004. Tes Methods for Determining The
Effectiveness of Wood Preservatives and their Performance Requirement.
JIS K 1571-2004.
Nandika D, Soenaryo, Saragih A. 1996. Kayu dan Pengawetan Kayu. Jakarta (ID)
: Dinas Kehutanan DKI Jakarta.
Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya.
Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta Press Surakarta.
Pritasari WN. 2011. Pengujian Keawetan Empat Jenis Kayu Tanaman dengan
Standar SNI 01.7207-2006: Tinjauan terhadap Lama Waktu Pengujian
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

16
Mandang YI, Pandit IKN. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapang.
Bogor (ID): Yayasan Prosea, Bogor.
Martawijaya A, Kartasujana I. 1977. Ciri Umum, Sifat dan Kegunaan Jenis-jenis
Kayu Indonesia. Bogor (ID): Publikasi Khusus No. 41. LPHH, Bogor.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu
Terhadap Organisme Perusak Kayu. Jakarta (ID): Badan Standarisasi
Nasional. SNI 01. 7207-2006.
Sornnuwat Y. 1996. Studies of Damage of Construction Caused by Subterranean
Termites and Control in Thailand. [Kumpulan Tesis]
Supriana N. 1983. Hubungan antara Aktivitas Makan pada Rayap dengan Sifatsifat Kayu. Prosiding Pertemuan Ilmiah Pengawetan Kayu (Jakarta, 1213 Oktober 1983). Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hasil Hutan.
Tarumingkeng RC. 1994. Dinamika Populasi Kajian Ekologi Kuantitatif. Jakarta
(ID): Pustaka Sinar Harapan.

17

LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi kerusakan contoh uji pada metode A
Minggu

Jenis
Karet
Sebelum

1

2

3

4

5

6

Sengon
Sesudah

Sebelum

Sesudah

18
Lampiran 2 Dokumentasi kerusakan contoh uji pada metode B
Minggu

Jenis
Karet
Sebelum

1

2

3

4

5

6

Sengon
Sesudah

Sebelum

Sesudah

19
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tulungagung, Jawa Timur pada tanggal 14 Maret
1991 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Drs Suirmawan, Msi
dan Sri Astuti, SPd. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di Taman Kanakkanak Dharma Wanita dan melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri
Kepatihan III. Selanjutnya penulis diterima di SMP Negeri 1 Tulungagung dan
lulus pada tahun 2003. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA
Negeri 1 Boyolangu dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis
diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menuntut ilmu di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,
penulis aktif di organisasi mahasiswa, sebagai anggota divisi eksternal
HIMASILTAN (Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan) periode 2011-2012. Tahun
2012 penulis memilih TPMK (Teknologi Peningkatan Mutu Kayu) sebagai bidang
keahlian. Penulis pernah mengikuti kegiatan PKMK (Pekan Kreativitas
Mahasiswa-Kewirausahaan) dan lolos pada tahap seleksi IPB sebagai ketua.
Penulis juga mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di
Sancang Timur-Papandayan pada tahun 2011, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH)
di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) tahun 2012 serta Praktek Kerja
Lapang di PT. Kutai Timber Indonesia, Probolinggo pada tahun 2013. Sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan
menyelesaikan skripsi dengan judul “Perkembangan Jumlah Rayap,
Mortalitas, dan Kemampuan Makan Rayap pada Pengujian Laboratorium”
dibawah bimbingan Arinana, SHut, MSi dan Effendi Tri Bahtiar, SHut, MSi.