Evaluasi Kelayakan Investasi Hutan Rakyat Jabon di Desa Brebeg Kecamatan Jeruklegi Kabupaten Cilacap

EVALUASI KELAYAKAN INVESTASI HUTAN RAKYAT
JABON DI DESA BREBEG KECAMATAN JERUKLEGI
KABUPATEN CILACAP

NOVITA NURUL SIDDIQAH

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Kelayakan
Investasi Hutan Rakyat Jabon di Desa Brebeg Kecamatan Jeruklegi Kabupaten
Cilacap adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Novita Nurul Siddiqah
NIM H34100093

ABSTRAK
NOVITA NURUL SIDDIQAH. Evaluasi Kelayakan Investasi Hutan Rakyat
Jabon di Desa Brebeg Kecamatan Jeruklegi Kabupaten Cilacap. Dibimbing oleh
HARIANTO.
Hutan rakyat jabon pada lahan desa di Desa Brebeg, Kecamatan Jeruklegi,
Kabupaten Cilacap merupakan penanaman yang pertama kali dilakukan.
Pembangunan hutan rakyat tersebut membutuhkan suatu evaluasi kelayakan
investasi untuk melihat apakah usaha tersebut layak untuk dilanjutkan atau
memerlukan tinjauan ulang kembali. Evaluasi yang digunakan dalam penelitian
ini mencakup aspek nonfinansial dan finansial. Hasil dari evaluasi aspek
nonfinansial (aspek teknis, aspek pasar, aspek sosial, dan aspek lingkungan)
menunjukkan bahwa jabon lebih layak untuk dikembangkan daripada sengon dan
mahoni. Hasil dari evaluasi aspek finansial diperoleh NPV sebesar Rp19 517 832
pada strata I; Rp26 494 773 pada strata II; dan Rp84 494 319 pada strata III, BCR

diperoleh sebesar 2.81 pada strata I; 2.76 pada strata II; dan 4.09 pada strata III,
IRR diperoleh sebesar 43.14% pada strata I; 42.59% pada strata II; dan 56.53%
pada strata III. Berdasarkan hal tersebut, usaha hutan rakyat jabon pada lahan desa
di Desa Brebeg layak untuk dilakukan berdasarkan aspek nonfinansial dan
finansial. Selain itu analisis nilai pengganti menunjukkan bahwa baik penurunan
harga jual maupun kenaikan biaya variabel tidak berpengaruh terhadap sensitivitas
bisnis.
Kata kunci: hutan rakyat, jabon, kelayakan investasi, nilai pengganti

ABSTRACT
NOVITA NURUL SIDDIQAH. The Investment Feasibility Evaluation of Jabon
Community Forestry in Brebeg Village Jeruklegi District Cilacap Regency.
Supervised by HARIANTO.
Jabon community forest in rural land of Brebeg, Jeruklegi, Cilacap is the
first time for planting project accomplished. The development of this forest
requires an investment feasibility evaluation to see if the business is feasible to be
continued or requires more reviews. The evaluation consisted of nonfinancial and
financial aspects. The nonfinancial evaluation’s result (technical aspect, market
aspect, social aspect, and environment aspect) showed that jabon is more feasible
to be developed than sengon and mahogany. The result of financial evaluation

obtained NPV Rp19 517 832 in strata I; Rp26 494 773 in strata II; and Rp84 494
319 in strata III, obtained BCR 2.81 in strata I; 2.76 in strata II; and 4.09 in strata
III, obtained IRR 43.14% in strata I; 42.59% in strata II; and 56.53% in strata III.
As such, the community forest in rural land of Brebeg is feasible based on
financial and nonfinancial aspects. In addition, the switching value analysis
showed that neither output price decrease nor variable cost increase was not
affected the business sensitivity.
Keywords: community forest, jabon, investment feasibility, switching value

EVALUASI KELAYAKAN INVESTASI HUTAN RAKYAT
JABON DI DESA BREBEG KECAMATAN JERUKLEGI
KABUPATEN CILACAP

NOVITA NURUL SIDDIQAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Evaluasi Kelayakan Investasi Hutan Rakyat Jabon di Desa Brebeg
Kecamatan Jeruklegi Kabupaten Cilacap
Nama
: Novita Nurul Siddiqah
NIM
: H34100093

Disetujui oleh

Dr Ir Harianto, MS
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal lulus :

Judul Skrip si: EvaluasJ Kelayakan Investasi Hutan Rakyat Jabon di Desa Brebeg
Kecamatan JerukJegi Kabupaten Cilacap
Nama
: No ita urul Siddiqah
: H34100093
NIM

Disetujui oleh

Pembimbing

Diketahui oleh

Tanggallulus :


0 1 APR 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 ini berjudul Evaluasi Kelayakan
Investasi Hutan Rakyat Jabon di Desa Brebeg Kecamatan Jeruklegi Kabupaten
Cilacap.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Harianto, MS selaku dosen
pembimbing skripsi; Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama; Eva
Yolynda Aviny, SP MM selaku dosen penguji komisi pendidikan; serta Dra
Yusalina, MSi selaku dosen pembimbing akademik. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Bapak Achmad Zaenudin selaku Kepala Desa Brebeg,
Bapak Candra Nursanto selaku staf Bidang Pengembangan Usaha dan Pemasaran
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cilacap, Ibu Kisema selaku Kepala
Urusan Keuangan Desa Brebeg, serta para responden Desa Brebeg, yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih
sayangnya. Terakhir penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada teman-teman

bimbingan skripsi, Agribisnis 47, tim gladikarya Desa Tugu Utara Cisarua,
CCDD HIPMA IPB 2012-2013, serta teman-teman lainnya yang selalu memberi
dukungan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014
Novita Nurul Siddiqah

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN


x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian


4

TINJAUAN PUSTAKA

5

KERANGKA PEMIKIRAN

7

Kerangka Pemikiran Teoritis

7

Hutan Rakyat

7

Tanaman Jabon


7

Analisis Kelayakan Investasi

9

Konsep Time Value of Money

9

Aspek Nonfinansial

9

Aspek Finansial
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN

10
11

14

Lokasi dan Waktu Penelitian

14

Jenis dan Sumber Data

14

Metode Pengumpulan Data

14

Metode Pengolahan dan Analisis Data

14

Stratifikasi Lahan

15

Analisis Kelayakan Aspek Nonfinansial

15

Analisis Kelayakan Aspek Finansial

16

Asumsi yang Digunakan dalam Penelitian

18

GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Letak Geografis dan Kondisi Fisik Desa Brebeg

18
18
18

Kependudukan

19

Karakteristik Petani Responden

20

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Jabon

21

ASPEK NONFINANSIAL

23

Aspek Teknis

23

Aspek Pasar

28

Aspek Sosial

32

Aspek Lingkungan

34

ASPEK FINANSIAL

36

Arus Penerimaan (Inflow)

36

Arus Pengeluaran (Outflow)

37

Analisis Kriteria Kelayakan Investasi

40

Analisis Switching Value

41

SIMPULAN DAN SARAN

42

Simpulan

42

Saran

42

DAFTAR PUSTAKA

43

LAMPIRAN

45

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Kontribusi subsektor kehutanan terhadap produk domestik bruto atas
dasar harga berlaku tahun 2005-2011
Volume ekspor produk kayu olahan Indonesia tahun 2011
Keterkaitan antara jarak tanam, umur panen, dan kegunaan kayu
Luas wilayah dan tata guna lahan
Jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia
Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian
Karakteristik usia dan tingkat pendidikan responden pada berbagai
tingkat strata
Stratifikasi petani berdasarkan luas lahan yang digarap
Kategori tingkat kelayakan nonfinansial
Penilaian terhadap indikator aspek teknis
Penilaian terhadap indikator aspek pasar
Industri primer hasil hutan Kabupaten Cilacap
Penilaian terhadap indikator aspek sosial
Penilaian terhadap indikator aspek lingkungan
Penerimaan usaha hutan rakyat jabon pada lahan desa di Desa Brebeg
berdasarkan strata
Biaya investasi rata-rata usaha hutan rakyat jabon pada lahan desa di
Desa Brebeg berdasarkan strata
Biaya tetap rata-rata usaha hutan rakyat jabon pada lahan desa di Desa
Brebeg berdasarkan strata
Biaya tenaga kerja rata-rata usaha hutan rakyat jabon pada lahan desa di
Desa Brebeg berdasarkan strata
Biaya variabel rata-rata pupuk dan pestisida usaha hutan rakyat jabon
pada lahan desa di Desa Brebeg berdasarkan strata
Analisis kelayakan finansial usaha hutan rakyat jabon pada lahan desa
di Desa Brebeg berdasarkan strata
Analisis switching value usaha hutan rakyat jabon pada lahan desa di
Desa Brebeg berdasarkan strata

1
1
8
19
19
20
20
21
23
24
28
29
32
34
37
38
38
39
40
40
41

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Luas hutan di Indonesia tahun 2012 dan proporsinya
Kerangka pemikiran operasional evaluasi kelayakan investasi hutan
rakyat jabon di Desa Brebeg, Kecamatan Jeruklegi, Kabupaten Cilacap
Saluran pemasaran kayu hutan rakyat di Desa Brebeg

2
13
31

DAFTAR LAMPIRAN
1 Karakteristik petani responden hutan rakyat jabon pada lahan desa Desa
Brebeg
2 Penentuan stratifikasi berdasarkan luasan lahan
3 Luas lahan, biaya sewa lahan per tahun, dan hasil panen petani hutan
rakyat jabon pada lahan desa di Desa Brebeg berdasarkan strata
4 Jumlah komponen investasi petani responden hutan rakyat jabon pada
lahan desa di Desa Brebeg berdasarkan strata
5 Nilai sisa dan penyusutan dari biaya investasi rata-rata petani responden
hutan rakyat jabon pada lahan desa di Desa Brebeg berdasarkan strata
6 Jumlah tenaga kerja, hari kerja, dan jam kerja pada kegiatan pengolahan
tanah dan pemeliharaan hutan rakyat jabon pada lahan desa di Desa
Brebeg berdasarkan strata
7 Jumlah komponen variabel petani responden hutan rakyat jabon pada
lahan desa di Desa Brebeg berdasarkan strata
8 Cashflow usaha hutan rakyat jabon pada lahan desa di Desa Brebeg
pada strata I
9 Cashflow usaha hutan rakyat jabon pada lahan desa di Desa Brebeg
pada strata II
10 Cashflow usaha hutan rakyat jabon pada lahan desa di Desa Brebeg
pada strata III
11 Analisis switching value hutan rakyat jabon pada lahan desa di Desa
Brebeg pada strata I apabila terjadi penurunan harga jual sebesar
64.55%
12 Analisis switching value hutan rakyat jabon pada lahan desa di Desa
Brebeg pada strata II apabila terjadi penurunan harga jual sebesar
63.85%
13 Analisis switching value hutan rakyat jabon pada lahan desa di Desa
Brebeg pada strata III apabila terjadi penurunan harga jual sebesar
75.60%
14 Analisis switching value usaha hutan rakyat jabon pada lahan desa di
Desa Brebeg pada strata I apabila terjadi kenaikan biaya variabel
sebesar 219.50%
15 Analisis switching value usaha hutan rakyat jabon pada lahan desa di
Desa Brebeg pada strata II apabila terjadi kenaikan biaya variabel
sebesar 215.04%
16 Analisis switching value usaha hutan rakyat jabon pada lahan desa di
Desa Brebeg pada strata III apabila terjadi kenaikan biaya variabel
sebesar 389.10%

45
46
47
48
49

50
51
52
54
56

58

60

62

64

66

68

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting bagi pemenuhan
kebutuhan hidup manusia, salah satunya terdapat pada subsektor kehutanan.
Subsektor kehutanan ini dapat memberikan manfaat secara langsung maupun
tidak langsung. Manfaat langsung yang dapat dirasakan yaitu adanya hasil hutan
berupa kayu dan non kayu, sedangkan manfaat tidak langsung dari hutan yaitu
adanya perbaikan pada ekologi sekitar.
Di Indonesia subsektor kehutanan memiliki peran sebagai penggerak sektor
ekonomi, hal ini dapat terlihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor
kehutanan yang meningkat tiap tahunnya. Dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa PDB
atas dasar harga berlaku dalam subsektor kehutanan meningkat setiap tahunnya
pada tahun 2005-2011.
Tabel 1 Kontribusi subsektor kehutanan terhadap produk domestik bruto atas
dasar harga berlaku tahun 2005-2011a
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
a

PDB (milyar rupiah)
22 561.8
30 065.7
36 154.1
40 375.1
44 952.1
48 050.5
51 638.1

Sumber: Kementerian Kehutanan (2012).

Peningkatan PDB pada subsektor kehutanan salah satunya dipengaruhi
oleh adanya peningkatan devisa yang dihasilkan dari kegiatan ekspor produksi
hasil hutan. Ekspor produksi hasil hutan mencakup produk kayu bulat dan olahan
yang meliputi kayu gergajian, kayu lapis, bubur kertas/pulp, lembaran finir, papan
partikel, dan papan serat. Produk kayu bulat dan olahan dari Indonesia tersebut
diekspor ke berbagai negara terutama negara Asia seperti Jepang, Hongkong,
Cina, dan Korea Selatan, dan sebagian lagi ke negara-negara Eropa, Australia, dan
Amerika Serikat. Tabel 2 memperlihatkan volume ekspor dan pemasukan devisa
dari produk kayu bulat dan olahan yang diekspor ke berbagai negara pada tahun
2011.
Tabel 2 Volume ekspor produk kayu olahan Indonesia tahun 2011a
Produk kayu yang diekspor
Kayu gergajian
Kayu lapis
Bubur kertas/pulp
Lembaran finir
Papan partikel
Papan serat
a

Sumber: Kementerian Kehutanan (2012).

Volume (kg)
32 201 599
1 839 689 959
2 572 338 903
9 833 994
9 349 469
151 593 453

Nilai (US$)
30 893 501
1 638 695 231
1 465 940 915
26 285 962
2 842 147
43 719 087

2
Volume produksi subsektor kehutanan salah satunya dipengaruhi oleh seberapa
luas kawasan/lahan hutan yang dapat ditanami. Luas kawasan hutan alam di
Indonesia pada tahun 2012 mencapai 68.6% dari total luas daratan Indonesia atau
sekitar 130.61 juta ha. Kawasan tersebut diklasifikasi sesuai dengan fungsinya
menjadi kawasan konservasi (21.17 juta ha), kawasan lindung (32.06 juta ha),
kawasan produksi terbatas (22.82 juta ha), kawasan produksi (33.68 juta ha) dan
kawasan produksi yang dapat dikonversi (20.88 juta ha).

Kawasan Produksi

16%
26%
16%

Kawasan Lindung
Kawasan Produksi Terbatas

25%

17%

Kawasan Konservasi
Kawasan Produksi Terbatas
yang Dapat Dikonservasi

Gambar 1 Luas hutan di Indonesia tahun 2012 dan proporsinyaa
a

Sumber: Kementerian Kehutanan (2012).

Kawasan hutan yang luas tersebut menjadi salah satu potensi sumber daya alam
yang rawan terjadi kerusakan karena kepentingan manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Tingkat kerusakan hutan di Indonesia tahun 2012 mencapai
0.45% terbagi menjadi kerusakan kawasan hutan 0.32% dan di luar kawasan hutan
0.13% per tahun (Kemenhut 2012). Dalam beberapa tahun kedepan kerusakan yang
terjadi dikhawatirkan akan terus bertambah, oleh karena itu diperlukan langkahlangkah strategis agar dapat menstabilkan antara supply dan demand kayu. Salah
satu langkah strategis yang dapat dikembangkan adalah dengan melakukan
percepatan pembangunan hutan rakyat.
Arah pembangunan jangka panjang kehutanan (2006-2025), salah satunya
adalah mewujudkan kesejahteraan dan peran aktif masyarakat dalam pengelolaan
hutan yang adil dan bertanggung jawab. Program ini diupayakan melalui
peningkatan luasan hutan rakyat yang mandiri dan mendukung fungsi hutan
sebagai penyangga kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, yang ditempuh
melalui tahapan-tahapan: memberikan pengakuan hak pengelolaan hutan pada
lahan hutan yang menjadi hak ulayat, memberikan peningkatan kapasitas secara
reguler dalam pengelolaan hutan rakyat mulai dari perencanaan sampai dengan
pemanfaatan, mengembangkan industri dan pasar hasil hutan rakyat,
mengembangkan kebijakan yang mendorong tumbuhnya usaha hutan rakyat, dan
menciptakan regulasi yang menjamin pasar untuk usaha kecil dan menengah
(Balitbang 2007). Oleh karena itu pengembangan hutan rakyat merupakan
program nasional yang sangat strategis untuk dilakukan, baik ditinjau dari
kepentingan nasional maupun dari segi pandangan global, meliputi aspek
ekonomi, ekologi maupun sosial budaya. Perkembangan hutan rakyat saat ini
cukup pesat terutama setelah pasar kayu semakin baik dan didukung oleh minat
petani untuk menanam jenis kayu-kayuan sangat tinggi, sehingga terlihat adanya

3
sentra-sentra budi daya tanaman hutan rakyat yang telah berkembang baik di Jawa
maupun di luar Jawa.
Menurut Ditjen RLPS (2009) kebutuhan kayu nasional diperkirakan
mencapai 80 juta m3/tahun, sedangkan rata-rata jatah produksi yang ditetapkan
pemerintah sebesar 8 152 250 m3/tahun. Dengan demikian terjadi defisit
kebutuhan bahan baku kayu sebesar 71.85 juta m3/tahun. Berdasarkan hal itu
maka pembangunan hutan rakyat merupakan solusi untuk mengatasi defisit
kebutuhan kayu tersebut. Pembangunan hutan rakyat menuntut adanya produksi
yang cepat dan kontinu, oleh karena itu tanaman yang dianjurkan pemerintah pada
program tersebut adalah tanaman yang memiliki masa tebang singkat. Salah satu
tanaman kehutanann yang memiliki masa tebang singkat adalah jabon. Jabon
merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang pertumbuhannya
sangat cepat dan dapat tumbuh di hutan tropis. Saat ini jabon menjadi andalan
industri perkayuan karena memiliki keunggulan dengan masa tebang yang relatif
lebih cepat dibandingkan dengan tanaman hutan rakyat lainnya seperti sengon dan
mahoni. Selain itu tanaman jabon mudah untuk dikembangkan pada berbagai
daerah sehingga cukup banyak pengusaha yang tertarik bergerak di bidang
penanaman hutan rakyat jabon.
Salah satu lokasi hutan rakyat jabon saat ini berada di Desa Brebeg,
Kecamatan Jeruklegi, Kabupaten Cilacap. Penanaman jabon tersebut merupakan
kegiatan yang pertama kali dilakukan dan sedang berlangsung. Dengan demikian
perlu dilakukan evaluasi apakah hutan rakyat jabon tersebut dapat memberikan
manfaat atau tidak, baik untuk pengusaha itu sendiri maupun untuk negara dalam
hal pemenuhan kebutuhan akan industri perkayuan di Indonesia.

Perumusan Masalah
Kegiatan penanaman jabon pada hutan rakyat dalam rangka peningkatan
permintaan atas kebutuhan kayu nasional perlu dilakukan. Oleh karena itu
diperlukan sistem usaha secara terpadu. Sistem usaha ini diharapkan dapat
memenuhi permintaan kebutuhan kayu untuk industri maupun rumah tangga
dengan jumlah yang cukup, memiliki kualitas yang baik, serta adanya
keberlanjutan produksi secara konsisten dan berkesinambungan. Sehingga dapat
diharapkan dengan adanya usaha hutan rakyat jabon tersebut dapat memberikan
manfaat baik secara nonfinansial maupun finansial.
Lokasi hutan rakyat jabon di Desa Brebeg, Kecamatan Jeruklegi, Kabupaten
Cilacap berada pada lahan desa dan lahan milik. Hutan rakyat jabon pada lahan
milik yaitu berada pada lahan pribadi yang dimiliki petani, sedangkan hutan
rakyat jabon pada lahan desa berada pada lahan yang dimiliki oleh desa. Sebelum
diusahakan sebagai hutan rakyat jabon, lahan desa tersebut digunakan untuk
menanam tanaman jenis palawija dan buah. Pada lahan desa ini jabon digarap oleh
26 petani. Umumnya mereka mengikuti program desa dalam menanam jabon
untuk menambah penghasilan mereka, dan akan meninjau apakah menanam jabon
juga bisa memberikan keuntungan. Penelitian ini difokuskan pada hutan rakyat
jabon yang berada pada lahan desa untuk mengetahui apakah penanaman jabon
tersebut lebih layak dikembangkan daripada tanaman lainnya. Dengan begitu,
diperlukan suatu evaluasi kelayakan dari aspek nonfinansial maupun finansial

4
untuk memberikan keterangan apakah penanaman jabon yang dilakukan tersebut
layak untuk dilanjutkan atau tidak layak sehingga memerlukan tinjauan ulang
kembali terhadap aspek-aspek yang mempengaruhinya. Usaha kehutanan juga
kerap kali rentan terhadap risiko yang dapat terjadi di masa yang akan datang,
oleh karena itu selain aspek nonfinansial dan finansial tersebut juga diperlukan
suatu analisis sensitivitas untuk mengantisipasi hal yang dapat terjadi terutama
pada harga jual dan biaya variabel. Baik aspek nonfinansial dan finansial serta
analisis sensitivitas yang akan diteliti tersebut dapat dipakai sebagai ukuran
keberhasilan dalam pengelolaan hutan rakyat lebih lanjut untuk menentukan
langkah-langkah perbaikan dan peningkatan manfaat di masa yang akan datang
dan juga memberikan gambaran kepada proyek hutan rakyat lain yang ingin
mendirikan usaha. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana kelayakan investasi hutan rakyat jabon pada lahan desa di Desa
Brebeg jika dilihat dari aspek nonfinansial?
2. Bagaimana kelayakan investasi hutan rakyat jabon pada lahan desa di Desa
Brebeg jika dilihat dari aspek finansial pada berbagai tingkat strata?
3. Bagaimana sensitivitas dari perubahan harga jual dan biaya variabel terhadap
kelayakan investasi hutan rakyat jabon pada lahan desa di Desa Brebeg pada
berbagai tingkat strata?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijabarkan
diatas, maka tujuan dari penelitian yang ingin dicapai adalah:
1. Mengevaluasi kelayakan investasi hutan rakyat jabon pada lahan desa di Desa
Brebeg berdasarkan aspek nonfinansial.
2. Mengevaluasi kelayakan investasi hutan rakyat jabon pada lahan desa di Desa
Brebeg berdasarkan aspek finansial pada berbagai tingkat strata.
3. Mengevaluasi sensitivitas dari perubahan harga jual dan biaya variabel
terhadap kelayakan investasi hutan rakyat jabon pada lahan desa di Desa
Brebeg pada berbagai tingkat strata.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup usaha hutan rakyat jabon di Desa
Brebeg, Kecamatan Jeruklegi, Kabupaten Cilacap dalam periode satu kali tanam
yang telah ditetapkan desa yaitu selama 6 tahun. Penelitian ini dilakukan pada
hutan rakyat yang berada pada lahan desa. Penilaian kelayakan difokuskan
berdasarkan aspek nonfinansial dan aspek finansial. Kelayakan nonfinansial yang
dibahas dibatasi pada aspek teknis, aspek pasar, aspek sosial, serta aspek
lingkungan. Sedangkan kelayakan finansial yang dibahas dibatasi pada arus kas,
kriteria kelayakan investasi, dan analisis sensitivitas.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Hindra (2006) menyatakan hutan rakyat banyak dijumpai di Pulau Jawa, hal
ini dibuktikan bahwa sekitar 50% dari luas hutan rakyat di Indonesia berada di
Pulau Jawa, hal ini disebabkan karena hutan rakyat telah lama dikenal dan
dipraktikan oleh masyarakat secara tradisional dan turun temurun1. Petani hutan
rakyat umumnya telah melakukan kegiatan penanaman di lahan-lahan miliknya.
Meskipun luas kepemilikan lahan di Pulau Jawa relatif lebih sempit dibandingkan
dengan kepemilikan lahan di luar Pulau Jawa, pada kenyataannya kepemilikan
lahan rata-rata di Pulau Jawa berkisar 0.25-1 ha per kepala keluarga. Namun
demikian, hampir setiap KK di Pulau Jawa mempunyai hutan rakyat, hal ini
disebabkan karena lokasi penanaman hutan rakyat di Jawa dilakukan di lahanlahan pekarangan, kebun, talun, tegalan, dan lain-lain. Jenis tanaman hutan rakyat
yang umum dikembangkan adalah jenis tanaman yang berdaur pendek (5-8
tahun), seperti: sengon, mahoni, gmelina, dan lain-lain. Pengelolaan hutan rakyat
ini umumnya belum mengacu pada aspek-aspek manajemen hutan dimana
penanaman dapat dilakukan kapan saja meskipun tidak dilakukan penebangan,
dan sebaliknya penebangan dapat dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan, akan
tetapi diwajibkan untuk menanam kembali.
Penelitian Gadas (2008) di Kabupaten Ciamis menunjukkan bahwa jumlah
kayu yang diproduksi oleh Perum Perhutani lebih sedikit dibandingkan dengan
produksi kayu hutan rakyat di daerah tersebut. Di Kabupaten Ciamis, produksi
kayu hutan rakyat mencapai 300 ribu m3/tahun, sementara produksi kayu Perum
Perhutani di kabupaten tersebut hanya sekitar 30 ribu m3/tahun. Luas hutan rakyat
di seluruh Indonesia pada tahun 2008 ditaksir mencapai 1.5 juta hektar dengan
potensi kayu sekitar 40 juta m3, dengan jumlah 23 juta m3 berada di Jawa 2 .
Manfaat ekonomi dan manfaat sosial hutan rakyat baru mulai dirasakan saat ini
setelah permintaan (demand) atas bahan baku kayu untuk industri tidak lagi dapat
dipenuhi oleh pasokan (supply) kayu dari luar Jawa. Kayu yang dihasilkan dari
hutan rakyat, terutama di Jawa, sudah banyak dipergunakan untuk memenuhi
permintaan bahan baku industri pengolahan kayu maupun bahan bakar berbagai
industri rakyat di Jawa.
Penilaian kelayakan investasi hutan rakyat pada penelitian Trianggana
(2012) hanya difokuskan pada penilaian kelayakan secara finansial saja.
Penelitian pada sistem agroforesty sengon dan singkong dengan menggunakan
analisis kriteria kelayakan investasi menunjukkan pada strata I (0.63 ha) IRR sebesar 14.69% dengan tingkat discount rate (DR) sebesar 6.5%
yang berlandaskan pada suku bunga yang berlaku di Bank Indonesia pada saat
penelitian, maka didapatkan pada semua strata NPV>DR, yang berarti usaha
hutan rakyat tersebut layak secara finansial. Namun pada penelitian Trianggana
1

http//storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/Pot_Klbg_HR.pdf.
kelembagaan hutan rakyat” [diakses 30 September 2013]
2

“Potensi

dan

http//www.puslitsosekhut.web.id/download.php?page=publikasi&sub=warta_kebijakan&id=127
“Pengembangan hutan tanaman oleh rakyat” [diakses 30 September 2013]

6
(2012) tidak diteliti sejauh mana aspek nonfinansial berpengaruh terhadap status
kelayakan investasi hutan rakyat tersebut.
Berbeda dengan Trianggana (2012), penelitian Hisma (2012) pada hutan
rakyat tanaman jenis sengon, kelayakan investasi yang dianalisis dilihat dari aspek
finansial maupun aspek nonfinansial. Analisis finansial usaha menunjukkan
bahwa dalam hutan rakyat pada strata I (>1 ha) didapatkan IRR sebesar 46.9%,
strata II (0.6-1 ha) IRR sebesar 22.2%, strata III (0.1-0.5 ha) IRR sebesar 21.1%,
dan strata IV (DR). Untuk aspek nonfinansial yang dianalisis
pada penelitian ini meliputi aspek ekologi dan aspek sosial. Hasil penilaian aspek
ekologi hutan rakyat yaitu sebanyak 22.14% yang menyatakan baik, 29.29% yang
menyatakan cukup, dan 48.57% yang menyatakan buruk tehadap standar
kelestarian fungsi ekologis/lingkungan di daerah tersebut. Keadaan tersebut
menggambarkan masih perlunya peningkatan kapasitas masyarakat dalam
pengelolaan hutan yang meliputi aspek ekologi/lingkungan. Disisi lain hasil
penilaian dari analisis sosial hutan rakyat tersebut menunjukkan 87.95%
menyatakan baik, 12.05% menyatakan cukup, dan 0% menyatakan buruk terhadap
penilaian indikator-indikator aspek kelestarian fungsi sosial berdasarkan standar
dari Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI). Hal tersebut menunjukkan bahwa
pengelolaan hutan rakyat memberikan manfaat dan layak untuk dilaksanakan.
Penilaian kelayakan investasi hutan rakyat secara finansial dan nonfinansial
dilakukan oleh Pambudi (2013). Berbeda dengan Trianggana (2012) dan Hisma
(2012) yang menggunakan analisis kriteria kelayakan investasi sebagai penentuan
kelayakan investasi secara finansial, Pambudi (2013) menggunakan kriteria atau
konsep garis kemiskinan Sajogyo yang menyimpulkan bahwa 63.3% berada di
atas garis kemiskinan, sehingga dapat dinyatakan bahwa dari 30 responden
sebagian besar termasuk kategori sejahtera menurut teori Sajogyo. Untuk aspek
nonfinansial yang dianalisis meliputi aspek ekonomi, aspek ekologi, dan aspek
sosial. Penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan hutan rakyat di daerah tersebut
dengan komoditas sengon dan kayu afrika memiliki manfaat yang penting dari
segi ekonomi, ekologi maupun sosial, hal ini dibuktikan dengan persentase petani
sebanyak 38.18% menyatakan sangat setuju, 48.79% menyatakan setuju, dan
13.03% menyatakan tidak setuju. Dari aspek ekonomi pengelolaan hutan rakyat
memiliki manfaat ekonomi bagi keluarga dan keuntungan pendapatan,
pengelolaan hutan rakyat yang baik dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga,
hasil dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar, dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga, dan dapat memberikan investasi masa depan bagi
keluarga. Dari aspek ekologi hutan rakyat memberikan dampak positif
diantaranya dapat membantu kesuburan tanah serta membantu tanah dan air agar
tidak menimbulkan erosi, longsor, dan banjir. Dari aspek sosial keberadaan hutan
rakyat tersebut juga memberikan manfaat yaitu dengan membantu menyediakan
lapangan pekerjaan.

7

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Hutan Rakyat
Dirjen Dephut 1996 dalam (Puspijak 2010) menyatakan bahwa hutan
rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang
bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan
merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta lingkungannya yang
pemilikannya berada pada rakyat. Hutan rakyat memiliki ciri khas sebagai berikut
(Puspijak 2010):
1. Tidak merupakan suatu kawasan yang kompak, tetapi terpencar-pencar.
2. Bentuk usaha berupa usaha bercocok tanam pohon-pohonan atau kombinasi
dengan usaha tani lainnya, misalnya tanaman pangan/semusim, perkebunan,
perikanan, dan lain-lain.
3. Kelangsungan hutan rakyat tergantung pada kebutuhan lahan untuk keperluan
pemukiman usaha tani dan kesinambungan pengelolaan serta penanganannya,
misalnya pembudidayaan, pemeliharaan, pemungutan hasil, dan pemasaran.
Hutan rakyat berdasarkan jenis tanaman dan pola penanamannya
digolongkan ke dalam 3 kelompok (Puspijak 2010), yaitu:
1. Hutan rakyat murni adalah hutan rakyat yang terdiri dari satu jenis tanaman
pokok yang ditanam dan diusahakan secara homogen dan monokultur. Hutan
rakyat murni lebih mudah dalam pembuatan, pengelolaan dan pengawasannya,
namun dari segi silvikultur bentuk hutan rakyat murni mempunyai beberapa
kelemahan diantaranya mudah dan peka terhadap serangan hama penyakit dan
gangguan alam seperti angin.
2. Hutan rakyat campuran adalah hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis
pohon-pohonan yang ditanam secara campuran. Dari segi silvikultur bentuk
hutan rakyat ini lebih baik daripada hutan rakyat murni. Hutan rakyat
campuran lebih tahan terhadap serangan hama penyakit dan gangguan alam.
3. Hutan rakyat watani merupakan hutan rakyat yang mempunyai bentuk
kombinasi kehutanan dengan usaha tani lainnya seperti perkebunan, pertanian,
peternakan, dan lain-lain secara terpadu pada satu lokasi.
Tanaman Jabon
Jabon merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang
pertumbuhannya sangat cepat dan dapat tumbuh subur di hutan tropis. Saat ini
jabon menjadi andalan industri perkayuan karena jabon memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan tanaman kayu lainnya. Beberapa keunggulan
jabon menurut Mulyana et al. (2011), adalah sebagai berikut:
1. Tanaman jabon tergolong tanaman yang cepat tumbuh. Pertumbuhan diameter
batang per tahun sekitar 5-10 cm dan kenaikan tinggi pohon sekitar 3-6 meter
per tahun.
2. Kayu jabon sangat baik digunakan untuk lapisan depan dan belakang kayu
lapis (face and back). Hasil log kayu yang dimasukkan ke dalam mesin rotary
menghilangkan veneer basah yang memiliki kualitas lebih baik dibandingkan

8
dengan kayu sengon. Bahkan kedepannya, kayu jabon diproyeksikan untuk
menggantikan kayu meranti sebagai bahan baku kayu lapis.
3. Kayu jabon sangat bagus digunakan sebagai bahan kontruksi, seperti bahan
untuk membuat kusen rumah atau perlengkapan lainnya. Selain itu kayu jabon
dapat diukir untuk memperindah penampilannya. Pemanfaatan kayu jabon
sebagai bahan ukiran sudah digunakan oleh beberapa perusahaan mebel.
4. Limbah kayu jabon dapat digunakan sebagai bahan baku papan partikel (mdf)
atau bubur kertas. Sementara itu, kayu jabon berkualitas paling rendah dapat
dimanfaatkan untuk membuat balken, papan buah, peti, dan sumpit.
5. Tanaman jabon secara alami memiliki batang kayu yang lurus dan silindris.
Cabangnya berukuran kecil dan mendatar. Jabon memiliki kemampuan
pemangkasan alami yang tinggi sehingga batangnya bisa tumbuh dengan bebas
dan tinggi dibandingkan dengan tanaman lain seperti sengon.
6. Jabon termasuk tumbuhan pionir dan dapat tumbuh di lahan terbuka dan kritis,
seperti tanah liat, tanah lempung podsolik cokelat, dan tanah berbatu. Karena
itu jabon dapat digunakan untuk berbagai tujuan, diantaranya penghijauan,
reklamasi lahan bekas tambang, dan pohon peneduh.
7. Jabon relatif lebih tahan serangan hama dan penyakit dibandingkan dengan
tanaman sengon.
Untuk melakukan penanaman jabon dengan single cropping (tanaman
tunggal), jarak tanaman yang paling baik adalah 5x5 meter. Dengan jarak tanam
ini tiap hektar lahan dapat memuat sekitar 400 tanaman (Warsino dan Dahana
2011). Dengan bentuk tajuk mahkota sempit, tajuk masing-masing tanaman tidak
saling menutupi. Jarak tanam ini juga akan memperkecil peluang terjadinya
perebutan hara.
Tabel 3 Keterkaitan antara jarak tanam, umur panen, dan kegunaan kayua
Jarak Tanam (meter)
Umur Panen (tahun)
Kegunaan
3x3
3
Industri kertas (pulp)
4x4
4-5
Industi kertas (pulp)
Industri kayu lapis
Industri pensil
5x5
6-8
Industi kertas (pulp)
Industri kayu lapis
Industri pensil
Industri gergajian
Industri board
Industri mebelair
5x5
>8
Industi kertas (pulp)
6x6
Industri kayu lapis
Industri pensil
Industri gergajian
Industri board
Industri mebelair
Bahan bangunan
a

Sumber: Warsino dan Dahana (2011).

9
Tanaman jabon dapat ditebang setidaknya setelah 6 tahun dipelihara.
Namun untuk tujuan-tujuan tertentu masa tebang dapat dimajukan atau
dimundurkan. Pertumbuhan kayu jabon terbagi atas dua tahap. Tahap pertama
adalah tahap tumbuh cepat, biasanya berlangsung selama enam tahun. Tahap
kedua adalah tahap pengerasan, tahap ini mulai pada tahun ketujuh hingga
seterusnya. Kayu telah cukup keras saat berumur 12 tahun. Apabila jabon hendak
ditebang dalam umur muda, jarak tanam dapat lebih rapat. Dan sebaliknya apabila
akan dipanen pada umur yang lebih tua, sebaiknya ditanam lebih jarang.
Analisis Kelayakan Investasi
Analisis kelayakan investasi merupakan suatu kegiatan menganalisis secara
mendalam tentang suatu investasi bisnis yang akan dijalankan dalam rangka
menentukan keputusan layak tidaknya investasi yang dibiayai. Menurut Halim
(2012) investasi bisnis mempunyai 2 karakteristik utama:
1. Sebagian besar investasi bisnis mencakup suatu aset yang memiliki umur
panjang. Jadi setiap hasil yang diberikan oleh aset tersebut harus cukup untuk
memberikan keuntungan atas investasi awal, dan harus cukup untuk
mengembalikan jumlah total investasi mula-mula itu sendiri.
2. Keuntungan atas investasi bisnis terdistribusi dalam periode waktu yang
panjang. Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan perlu menggunakan
konsep yang mengakui nilai waktu dari uang (time value of money).
Konsep Time Value of Money
Konsep time value of money merupakan model pendekatan untuk
mengetahui apakah pengeluaran dana sekarang untuk suatu investasi dapat
dibenarkan dipandang dari penerimaan yang diharapkan dari investasi tersebut
selama beberapa periode mendatang. Menurut Halim (2012) ada 2 alasan
mengapa konsep ini penting dalam kelayakan investasi:
1. Satu juta rupiah yang diterima hari ini lebih berharga dibanding satu juta rupiah
yang akan diterima setahun kemudian, karena dapat segera diinvestasikan dan
menjelang berakhirnya masa investasi akan menghasilkan keuntungan.
Sehingga jumlah total yang tersedia di akhir masa investasi menjadi lebih besar
dibanding investasi mula-mula.
2. Masa depan mengandung risiko dan ketidakpastian. Lebih lama seseorang
harus menunggu menerima satu juta rupiah, lebih besar risiko dan
ketidakpastiannya bahwa ia akan pernah memperoleh satu juta rupiah yang ia
cari, karena waktu berlalu dan kondisi juga berubah.
Aspek Nonfinansial
Aspek-aspek nonfinansial yang dianalisis dalam kelayakan investasi ini
meliputi:
1. Aspek teknis
Gittinger (1986) analisa secara teknis menguji hubungan teknis yang ada
dalam satu proyek pertanian, seperti lokasi proyek dan potensinya bagi
pembangunan pertanian, ketersediaan air, varietas benih dan bibit yang cocok
dengan areal proyek, pengadaan produksi, potensi dan keinginan penggunaan
mekanisasi, pemupukan, dan alat-alat yang dibutuhkan dalam menjalankan
proyek. Analisis secara teknis juga menguji fasilitas-fasilitas pemasaran dan

10
penyimpanan yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan proyek dan
pengujian sistem pengolahan yang dibutuhkan. Analisis ini mengidentifikasi
perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam informasi yang harus dipenuhi,
caranya dengan melakukan survei mengenai keadaan proyek.
2. Aspek pasar
Aspek pasar adalah inti dari penyusunan studi kelayakan. Kendatipun
secara teknis telah menunjukkan hasil yang feasible untuk dilaksanakan, tapi
tidak ada artinya apabila tidak dibarengi dengan adanya pemasaran dari produk
yang dihasilkan. Oleh karenanya, dalam membicarakan aspek pemasaran harus
benar-benar diuraikan secara baik dan realistis, baik mengenai masa lalu
maupun prospeknya di masa yang akan datang, serta melihat bermacammacam peluang dan kendala yang mungkin akan dihadapi. Nurmalina et al.
(2010) aspek pasar mempelajari tentang permintaan total maupun terperinci,
penawaran dalam dan luar negeri, harga yang dibandingkan dengan barang
impor dan produksi dalam negeri lainnya, serta program pemasaran yang
mencakup bauran pemasaran dan siklus hidup produk.
3. Aspek sosial
Aspek sosial termasuk aspek yang penting dalam menganalisis kelayakan
suatu usaha, karena aspek ini langsung berhadapan dengan masyarakat sekitar
tempat usaha didirikan yang akan memberikan dampak positif maupun negatif.
Dampak sosial positif dapat berupa penyerapan tenaga kerja masyarakat
disekitar lokasi usaha, sehingga menimbulkan naiknya pendapatan masyarakat
sekitar. Dampak sosial negatif yang sering muncul yaitu adanya ketidakpuasan
masyarakat sekitar lokasi, baik mengenai kompensasi yang mereka terima
ataupun adanya kecemburuan kepada tenaga kerja asing yang datang. Dampak
lain, adanya sifat masyarakat yang acuh tak acuh terhadap proyek ini, jika
jumlah mereka banyak maka akan berbahaya untuk usaha dikemudian hari
(Umar 2009).
4. Aspek lingkungan
Aspek lingkungan disini menganalisis tentang bagaimana pengaruh usaha
terhadap lingkungan hidup tempat sekitar usaha, apakah dengan adanya usaha
tersebut lingkungan semakin menjadi baik atau malah semakin buruk. Studi
aspek lingkungan ini bertujuan untuk menentukan apakah secara lingkungan
hidup, misalnya dari sisi udara, air, dan tanah, rencana bisnis dapat
dilaksanakan secara layak atau sebaliknya (Umar 2009).
Aspek Finansial
Aspek finansial dari kelayakan investasi digunakan untuk menentukan
rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan
membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana,
biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam
waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah usaha akan berkembang terus.
Untuk menentukan suatu usaha layak atau tidak secara finansial, setidaknya harus
melakukan analisis terhadap laporan arus kas, kriteria kelayakan investasi, serta
sensitivitas.
Laporan arus kas disusun untuk menunjukkan perubahan kas selama satu
periode tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut

11
dengan menunjukkan darimana sumber-sumber kas dan penggunaannya. Sumber
penerimaan kas dapat berasal dari (Umar 2009):
1. Hasil penjualan investasi jangka panjang, aktiva tetap, atau adanya penurunan
aktiva tidak lancar yang diimbangi dengan penambahan kas.
2. Adanya emisi saham maupun penambahan modal oleh pemilik dalam bentuk
kas.
3. Pengeluaran surat tanda bukti utang serta bertambahnya utang yang diimbangi
dengan penerimaan kas
4. Berkurangnya aktiva lancar selain kas yang diimbangi dengan adanya
penerimaan kas, misalnya berkurangnya persediaan barang dagangan karena
adanya penjualan secara tunai.
5. Adanya penerimaan kas misalnya karena sewa, bunga, atau dividen.
Sedangkan pengeluaran kas dapat disebabkan oleh transaksi-transaksi
sebagai berikut:
1. Pembelian saham atau obligasi dan aktiva tetap lainnya.
2. Penarikan kembali saham yang beredar dan pengembalian kas perusahaan oleh
pemilik perusahaan.
3. Pembayaran angsuran atau pelunasan utang.
4. Pembelian barang dagangan secara tunai.
5. Pengeluaran kas untuk membayar dividen, pajak, denda, dan lain sebagainya.
Pendekatan yang digunakan dalam menilai kelayakan suatu usaha yaitu
dengan menggunakan analisis kriteria kelayakan investasi. Hasil perhitungan
kriteria kelayakan investasi merupakan indikator dari modal yang diinvestasikan,
yaitu perbandingan antara total benefit yang diterima dengan total cost yang
dikeluarkan dalam bentuk present value selama umur ekonomis proyek. Kriteria
kelayakan investasi yang digunakan dalam evaluasi ini meliputi Net Present Value
(NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR).
Hasil suatu analisis kelayakan dapat diuji sensitivitasnya untuk melihat
dampak yang terjadi dari suatu kegiatan yang berubah-ubah. Analisis sensitivitas
bertujuan untuk mengetahui seberapa peka kelayakan usaha terhadap perubahan
pada tiap-tiap bagian dari tahapan analisis usaha. Untuk mengukur perubahan
yang terjadi maka perlu diasumsikan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi itu
hanya pada satu bagian (variabelnya) saja, sedangkan yang lain dianggap tetap
(Sofyan 2003). Berdasarkan Gittinger JP (1986), pada bidang pertanian, proyekproyek sensitif berubah-ubah akibat 4 masalah utama, yaitu harga, keterlambatan
pelaksanaan, kenaikan biaya, serta hasil. Variasi untuk mengukur sensitivitas
dapat menggunakan analisis nilai pengganti (switching value). Perhitungan
dengan menggunakan analisis ini yaitu dengan menanyakan berapa banyak
elemen yang kurang baik dalam analisa proyek yang akan diganti agar proyek
dapat memenuhi tingkat minimum yang diterimanya.

Kerangka Pemikiran Operasional
Indonesia mengalami defisit kebutuhan kayu nasional. Kebutuhan kayu
nasional diperkirakan mencapai 80 juta m3/tahun, sedangkan rata-rata jatah
produksi yang ditetapkan pemerintah sebesar 8 152 250 m3/tahun. Dengan
demikian terjadi defisit kebutuhan bahan baku kayu sebesar 71.85 juta m3/tahun

12
(Ditjen RLPS 2009). Berkaitan dengan hal tersebut, dibutuhkan solusi dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pasokan kayu nasional. Berdasarkan arah
pembangunan jangka panjang kehutanan (2006-2025), salah satu solusi yang
dibutuhkan untuk menangani masalah tersebut yaitu melalui kegiatan dalam
peningkatan luasan hutan rakyat. Pembangunan hutan rakyat bertujuan agar
produksi yang dihasilkan dapat diperoleh dengan cepat dan kontinu. Dengan
begitu tanaman yang memang direkomendasikan untuk diusahakan pada hutan
rakyat yaitu tanaman yang memiliki waktu panen singkat serta memiliki
perawatan yang relatif mudah. Salah satu jenis tanaman yang masuk ke dalam
kriteria tersebut adalah jabon.
Usaha hutan rakyat jabon di Desa Bebeg, Kecamatan Jeruklegi, Kabupaten
Cilacap ini merupakan penanaman yang pertama kali dilakukan dimulai sejak
tahun 2011. Pembangunan hutan rakyat ini salah satunya memanfaatkan lahan
yang dimiliki desa. Sebelum diusahakan tanaman jabon, lahan desa tersebut
dimanfaatkan untuk menanam tanaman jenis palawija dan buah. Pemilihan
penanaman jabon dilakukan untuk mengikuti program nasional tentang
pembentukan hutan rakyat yang mengusahakan tanaman yang memiliki masa
tebang relatif singkat. Dengan begitu dibutuhkan suatu evaluasi kelayakan
investasi untuk melihat apakah jabon yang diusahakan tersebut lebih memiliki
manfaat jika dibandingkan dengan tanaman sebelumnya.
Budi daya jabon yang berbasis hutan rakyat pada lahan desa di Desa Brebeg
ini memerlukan suatu evaluasi kelayakan investasi. Evaluasi dilakukan
berdasarkan penilaian pada aspek nonfinansial maupun finansial, yang dapat
membantu memproyeksikan apakah usaha tersebut memiliki manfaat yang lebih
apabila dijalankan. Selain aspek nonfinasial dan finansial tersebut juga dibutuhkan
suatu analisis untuk melihat sensitivitas dari suatu komponen jika terjadi
perubahan pada komponen yang berpengaruh, hal ini bertujuan agar dapat
dilakukan antisipasi pada usaha tersebut di masa yang akan datang. Aspek
nonfinansial yang diteliti di sini terdiri dari aspek teknis, aspek pasar, aspek
sosial, serta aspek lingkungan. Aspek nonfinansial ini bersifat kualitatif dengan
melihat kelayakannya berdasarkan beberapa indikator, serta membandingkannya
dengan tanaman kayu kehutanan potensial di lokasi penelitan, yaitu sengon dan
mahoni. Aspek finansial yang diteliti di sini berdasarkan arus kas, kriteria
kelayakan investasi, serta sensitivitas dengan menggunakan teknik analisis nilai
pengganti (switching value). Aspek finansial ini bersifat kuantitatif dengan
melihat kelayakan suatu usaha dengan menggunakan perhitungan NPV, BCR,
IRR, serta sensitivitas usaha jika dipengaruhi oleh harga jual dan biaya variabel.
Berdasarkan kesimpulan dari aspek nonfinansial dan interpretasi perhitungan
aspek finansial pada berbagai tingkat strata tersebut nantinya dapat diambil
sebuah keputusan apakah usaha hutan rakyat jabon pada lahan desa di Desa
Brebeg tersebut layak untuk dilanjutkan atau memerlukan tinjauan ulang kembali
pada berbagai aspek yang mempengaruhinya untuk mencapai manfaat apabila
usaha tersebut akan dilanjutkan nantinya. Kerangka pemikiran operasional
penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

13
Peningkatan jumlah kebutuhan kayu nasional tidak sebanding dengan produksi
yang dihasilkan oleh hutan alam

Arah pembangunan jangka panjang kehutanan (2006-2025), melalui program
peningkatan luasan hutan rakyat

Pemanfaatan lahan desa untuk pembangunan hutan rakyat melalui usaha
penanaman jabon

Evaluasi kelayakan investasi hutan rakyat jabon

Aspek nonfinansial
1. Aspek teknis
2. Aspek pasar
3. Aspek sosial
4. Aspek lingkungan

Layak
Dilanjutkan

Aspek finansial
1. Arus kas
2. Kriteria
kelayakan
investasi
3. Sensitivitas

Tidak layak
Tinjauan ulang

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional evaluasi kelayakan investasi hutan
rakyat jabon di Desa Brebeg, Kecamatan Jeruklegi, Kabupaten
Cilacap

14

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada hutan rakyat jabon di Desa Brebeg,
Kecamatan Jeruklegi, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah yang diusahakan pada
lahan yang dimiliki desa. Tempat penelitian tersebut dipilih dengan pertimbangan
lokasi tersebut memanfaatkan lahan desa untuk lokasi penanaman kayu jabon
dalam upaya mengikuti program nasional peningkatan luasan hutan rakyat.
Penelitian ini dilakukan bulan Desember 2013 untuk pengumpulan data.

Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data
sekunder. Data primer untuk aspek nonfinansial berasal dari informasi pihakpihak expert diantaranya staf Bidang Pengembangan Usaha dan Pemasaran Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cilacap, Kepala Urusan Keuangan Desa
Brebeg, serta petani yang menanam ketiga jenis tanaman perbandingan (jabon,
sengon, dan mahoni). Data primer untuk finansial berasal dari informasi petani
Desa Brebeg yang menanam jabon pada lahan desa meliputi data umum petani,
biaya awal dan produksi jabon, biaya perawatan, serta pendapatan yang diperoleh
dari penjualan kayu jabon tersebut. Data sekunder berasal dari informasi yang
dipublikasikan baik melalui media elektronik maupun media cetak, seperti
internet, jurnal, buku, artikel, penelitian terkait, dan data yang telah diolah lebih
lanjut yang diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti, Kementerian
Kehutanan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cilacap, kantor Desa
Brebeg, dan sebagainya.

Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data primer untuk analisis nonfinansial yaitu dengan
membuat indikator-indikator kelayakan yang ada pada aspek teknis, aspek pasar,
aspek sosial, serta aspek lingkungan dari ketiga jenis tanaman perbandingan,
kemudian melakukan wawancara kepada pihak expert. Pengumpulan data primer
untuk analisis finansial yaitu dengan wawancara langsung secara mendalam
kepada para petani yang menanam jabon di lahan desa yaitu dengan populasi
sebanyak 26 petani. Sedangkan untuk data sekunder, teknik pengumpulan data
dilakukan melalui penelusuran pustaka dan studi literatur baik melalui media
cetak maupun elektronik seperti pencarian di internet.

Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif dianalisis

15
untuk mengkaji aspek nonfinansial yang meliputi aspek teknis, aspek pasar, aspek
sosial, serta aspek lingkungan. Data yang bersifat kuantitatif dianalisis untuk
mengkaji aspek finansial berupa arus kas, penilaian kriteria kelayakan investasi,
yaitu: analisis nilai bersih sekarang (Net Present Value atau NPV), Benefit Cost
Ratio atau BCR, tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of Return atau
IRR), serta analisis sensitivitas dengan menggunakan teknik analisis nilai
pengganti (switching value). Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan
Microsoft Excel 2013 dan kalkulator
Stratifikasi Lahan
Stratifikasi lahan merupakan pembagian lahan yang digarap petani
berdasarkan luasan. Hal tersebut dapat dicari dengan menggunakan formula
pendugaan selang. Stratifikasi luasan lahan yang digarap petani yang dijadikan
sampel, terbagi menjadi tiga strata:
Strata 1 : kepemilikan lahan µ 2 ha
Adapun cara untuk mengetahui nilai dari µ berdasarkan (Walpole 1992) yaitu:
σ
̅±z∝/ .
μ=X
√N
dimana:
̅
X=[ ∑ Xi /N]; nilai tengah
σ=√σ ; simpangan baku
σ = [∑ Xi - ∑ Xi /N]⁄N; ragam variasi
Selang kepercayaan yang digunakan 95%
Analisis Kelayakan Aspek Nonfinansial
Penilaian kelayakan aspek nonfinansial berdasarkan hasil scoring dari
indikator masing-masing aspek yang telah dibuat. Penilaian tersebut didapat dari
hasil wawancara terhadap pihak yang mengerti benar tentang komponen per aspek
nonfinansial. Selain tanaman jabon, aspek nonfinansial ini juga membandingkan
dengan tanaman potensial lain di Desa Brebeg yaitu sengon dan mahoni. Sehingga
dapat diperbandingkan tingkat kelayakan nonfinansial antar tanaman tersebut.
1. Aspek teknis
Aspek teknis dalam penelitian ini digunakan untuk melihat tingkat
kelayakan secara operasional mulai dari perolehan input utama, peralatan yang
digunakan, sampai pada pasca panen. A