Dampak Peningkatan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri terhadap Distribusi Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja

DAMPAK PENINGKATAN INVESTASI DI SEKTOR
PERTANIAN DAN AGROINDUSTRI TERHADAP DISTRIBUSI
PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA

ANNISA MEIDIANTY

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Peningkatan
Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri terhadap Distribusi Pendapatan dan
Penyerapan Tenaga Kerja adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Annisa Meidianty
NIM H14110073

ABSTRAK
ANNISA MEIDIANTY. Dampak Peningkatan Investasi di Sektor Pertanian
dan Agroindustri terhadap Distribusi Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja.
Dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI.
Industrialisasi pertanian dianggap penting bagi perekonomian Indonesia,
karena dapat meningkatkan nilai tambah produk pertanian dan memperluas pasar
produk pertanian. Peningkatan nilai investasi pada sektor pertanian dan agroindustri
berperan dalam mencapai tujuan industrialisasi pertanian yaitu memperbaiki
distribusi pendapatan dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis peranan sektor pertanian dan agroindustri terhadap
perekonomian Indonesia dan menganalisis dampak peningkatan investasi di sektor
pertanian dan agroindustri terhadap distribusi pendapatan dan penyerapan tenaga
kerja dengan pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Hasil analisis
menunjukkan bahwa sektor pertanian dan agroindustri berperan penting dalam

perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Hasil analisis juga menunjukkan
bahwa peningkatan investasi pada sektor pertanian dan agroindustri secara
bersamaan lebih baik dalam memperbaiki distribusi pendapatan dan meningkatkan
penyerapan tenaga kerja dibandingkan peningkatan investasi pada sektor
agroindustri saja.
Kata kunci : agroindustri, investasi, pertanian, SNSE

ABSTRACT
ANNISA MEIDIANTY. The Impact of Increased Investment in Agricultural
and Agroindusty Sector on Income Distribution and Labor Absorption. Supervised
by WIWIEK RINDAYATI.
Agricultural industrialization is important for Indonesian economy, because
it can increase value-added and market size of agricultural products . An increased
investment in agriculture and agroindustry sector can play a part in achieving the
goal of agricultural industrialization which is improving income distribution and
increasing labor absorption . The objectives of this study are to analyze the role of
agricultural and agroindustry sector in Indonesian economy and to analyze the
impact of the increased investment in agricultural and agroindustry sector on
income distribution and labor absorption using Social Accounting Matrix (SAM)
approach. The result of this study shows that agriculture and agroindustry sector

have important role on Indonesian economy. It also shows that increased
investment in agriculture and agroindustry sector will have greater impact in
improving income distribution and increasing labor absorption compared to the
increased investment in agroindustry sector only.
Keywords : agriculture, agroindustry, investment, SAM

DAMPAK PENINGKATAN INVESTASI DI SEKTOR
PERTANIAN DAN AGROINDUSTRI TERHADAP DISTRIBUSI
PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul
Dampak Peningkatan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri terhadap
Distribusi Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ayah H. Ide Guswandi dan ibu Hj. Erni
Wilda atas kasih sayang, doa dan dukungan yang tidak pernah putus baik moril
maupun materil. Terima kasih untuk adik Farhan Dheni Aulia untuk semangat dan
doanya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan, masukan, kritik serta motivasi dengan sabar sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji utama dan Dr. Eka
Puspitawati selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik, saran dan
masukan yang membangun untuk perbaikan skripsi ini.
3. Para dosen dan staff akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB atas ilmu
dan bantuannya kepada penulis.
4. Teman-teman satu bimbingan : Khairunnisa, Oktavina Widya, Dian

Rahmadhani dan Selamet Widodo atas dukungan dan bantuannya kepada
penulis.
5. Sahabat-sahabat penulis : Agnes Eka, Ramadhian, Kurnia Sekar Negari, Ika
Fauziah dan Rusy Laytifah serta teman-teman ESP 48 dan Sharia Economics
Student Club (SES-C) atas semangat dan motivasinya kepada penulis.
6. Pihak-pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015
Annisa Meidianty

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix


DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

5


Manfaat Penelitian

6

Ruang Lingkup Penelitian

6

TINJAUAN PUSTAKA

6

Investasi

6

Konsep Pembangunan Ekonomi

7


Tahap Pembangunan Pertanian

7

Social Accounting Matrix (SAM)

8

Komponen Pendapatan Nasional

10

Penelitian Terdahulu

11

Kerangka Pemikiran

13


METODOLOGI PENILITIAN

14

Data dan Sumber Data

14

Metode Analisis

15

Analisis Multiplier

15

Analisis Simulasi Kebijakan

16


Asumsi dan keterbatasan model

18

GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA

18

Investasi Asing dan Investasi dalam Negeri

20

Ketenagakerjaan

21

Distribusi Pendapatan

22


HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran Sektor Agroindustri dalam Perekonomian Nasional
Pengganda nilai tambah (VAM)

23
23
23

Pengganda pendapatan institusi

25

Pengganda produksi

26

Pengganda total (GM)

28

Dampak Peningkatan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri
terhadap Distribusi Pendapatan

30

Dampak peningkatan investasi di sektor pertanian dan agroindustri
terhadap pendapatan faktor produksi

30

Dampak peningkatan investasi di sektor pertanian dan agroindustri
terhadap pendapatan institusi

31

Dampak peningkatan investasi di sektor pertanian dan agroindustri
terhadap pendapatan sektor produksi

32

Dampak peningkatan investasi di sektor pertanian dan agroindustri
terhadap penyerapan tenaga kerja

34

SIMPULAN DAN SARAN

35

Simpulan

35

Saran

36

DAFTAR PUSTAKA

37

LAMPIRAN

39

DAFTAR TABEL
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Laju pertumbuhan produk domestik bruto sektor pertanian dan
industri pengolahan non-migas atas dasar harga konstan 1993 1998 –
2001 (%)
Jumlah tenaga kerja menurut sektor ekonomi, 2010-2014
Realisasi investasi sektor pertanian dan agroindustri tahun 2012-2014
Kerangka dasar SNSE
Nilai investasi sektor pertanian dan agroindustri tahun 2013, 2014 dan
nilai injeksi pada tabel SNSE
Sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi, 2010-triwulan III 2014
sisi pengeluaran (%)
Sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi, 2010-triwulan III 2014
sisi produksi (%)
Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA), 2012-2014 (US$ juta)
Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), 2012-2014 (Rp
miliar)
Jumlah tenaga kerja berdasarkan sektor, 2010-2014
Pengganda nilai tambah berdasarkan SNSE 2008
Pengganda institusi berdasarkan SNSE 2008
Pengganda produksi berdasarkan SNSE 2008
Pengganda total berdasarkan SNSE 2008
Dampak kebijakan di sektor agroindustri terhadap pendapatan faktor
produksi
Dampak kebijakan di sektor agroindustri terhadap pendapatan
institusi
Dampak kebijakan di sektor agroindustri terhadap pendapatan faktor
produksi
Dampak kebijakan di sektor agroindustri terhadap penyerapan tenaga
kerja

1
2
5
9
17
19
19
20
21
22
24
26
28
29
31
32
33
35

DAFTAR GAMBAR
1 Kontribusi sektor perekonomian terhadap PDB (%), 1998 – 2014
2 Kerangka pemikiran
3 Distribusi pendapatan nasional Maret 2004 dan Maret 2013 (%)

2
14
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Nomor kode dan nama neraca pada SNSE 2008
Nilai pengganda faktor produksi dan institusi sektor pertanian dan
agroindustri berdasarkan SNSE 2008
Nilai injeksi investasi pada sektor agroindustri (simulasi 1)
Nilai injeksi investasi pada sektor pertanian dan agroindustri (simulasi
2)

39
42
43
45

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor perekonomian yang penting bagi negara
berkembang. Hal tersebut dapat dilihat dari peran sektor pertanian sebagai sumber
pendapatan utama masyarakat negara berkembang khususnya yang tinggal di
pedesaan. Selain itu, sektor pertanian juga menyerap banyak tenaga kerja. Johnston
dan Mellor (1961) mengemukakan lima peran pertanian dalam perekonomian
negara berkembang yaitu : 1) pertumbuhan sektor pertanian adalah salah satu
karakteristik pembangunan ekonomi, 2) pertumbuhan ekspor dari produk pertanian
meningkatkan pendapatan dan penerimaan devisa, 3) penyedia tenaga kerja bagi
sektor manufaktur dan sektor lanjutan lainnya, 4) sektor pertanian adalah
kontributor utama bagi kapital yang dibutuhkan untuk investasi industri sekunder,
dan 5) sektor pertanian menyediakan pasar bagi sektor industri karena banyaknya
penduduk di pedesaan.
Saat terjadi krisis moneter pada tahun 1998, sektor pertanian berhasil
menjadi sektor yang dapat bertahan dan menyelamatkan perekonomian nasional di
tengah terpuruknya sektor-sektor industri yang banyak menggunakan input impor
(tabel 1). Selain sektor pertanian primer, sektor agroindustri yang merupakan sektor
industri berbasis pertanian juga berhasil bertahan dari krisis karena kemampuan
sektor agroindustri dalam menggunakan bahan baku dari dalam negeri.
Tabel 1 Laju pertumbuhan produk domestik bruto sektor pertanian dan industri
pengolahan non-migas atas dasar harga konstan 1993 1998 – 2001 (%)
Jenis Industri
Pertanian, peternakan, kehutanan dan
perikanan
Makanan, minuman dan tembakau
Tekstil, barang kulit dan alas kaki
Barang kayu dan hasil hutan lain
Kertas dan barang cetakan
Pupuk, kimia dan barang dari karet
Semen dan barang galian bukan logam
Logam dasar besi dan baja
Alat angkutan, mesin dan peralatan
Barang lainnya

1998

1999

2000

2001

-1.13

2.16

1.88

0.98

2.41
10.83
6.72
5.87
10.45
6.38
13.11
42.90
15.67

0.85
7.48
-2.23
-5.05
17.34
16.96
-0.47
21.30
23.72

-0.23
4.65
-14.87 8.50
-25.48 -13.54
-4.04
2.29
-16.01 10.26
-29.75 5.24
-26.91 -0.21
-52.35 -10.27
-36.02 -1.51

Sumber : BPS, 2001

Selain keberhasilan untuk bertahan dari krisis, sektor pertanian juga menjadi
penyerap tenaga kerja terbesar, khususnya di daerah pedesaan. Meskipun tiap
tahunnya jumlah tenaga kerja sektor pertanian semakin menurun, tetapi proporsinya
tetap menjadi yang terbesar dibandingkan tenaga kerja pada sektor lainnya seperti
yang ditunjukkan pada tabel 2.

2
Tabel 2 Jumlah tenaga kerja menurut sektor ekonomi, 2010-2014
Jumlah tenaga kerja (juta orang)
2010
2011 2012 2013 2014
41.5
39.3
38.9 39.2 39.0
13.8
14.5
15.4 15.0 15.3
5.6
6.3
6.8
6.4
7.3
22.5
23.4
23.2 24.1 24.8
5.6
5.1
5.0
5.1
5.1
16.7
2.6
2.7
2.9
3.0
16.0
16.6
17.1 18.5 18.4
1.5
1.7
1.9
1.7
1.7

Sektor ekonomi
Pertanian
Industri pengolahan
Bangunan
Perdagangan, hotel dan restoran
Pengangkutan dan telekomunikasi
Keuangan
Jasa masyarakat
Lainnya

Ket : data diambil pada bulan Agustus setiap tahunnya
Sumber : BPS, diolah Bappenas (2015)

Besarnya jumlah tenaga kerja ternyata tidak sejalan dengan
pertumbuhan PDB sektor pertanian. Sejak tahun 1998 hingga 2014, kontribusi
sektor pertanian terhadap PDB nasional cenderung menurun seperti yang
diperlihatkan dalam gambar 1.

30

Pertanian, Peternakan,
Kehutanan dan Perikanan

25

Pertambangan dan
Penggalian
Industri Pengolahan

20
Listrik, Gas dan Air Bersih
15
Bangunan
10

2014

2013

2012

2011

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

0

Pengangkutan dan
Komunikasi
1999

5

Perdagangan, Hotel dan
Restoran

1998

PRESENTASE TERHADAP PDB (%)

35

Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan

TAHUN

Sumber : BPS (diolah)

Gambar 1 Kontribusi sektor perekonomian terhadap PDB (%), 1998 – 2014
Menurunnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB meskipun banyak
tenaga kerja yang terserap pada sektor tersebut menunjukkan bahwa produktivitas
tenaga kerja sektor pertanian relatif rendah. Kondisi ini akan berdampak pada
menurunnya kesejahteraan masyarakat pertanian dan memperlebar ketimpangan
distribusi pendapatan.
Bergesernya struktur perekonomian dari perekonomian berbasis pertanian
menjadi perekonomian berbasis industri menghendaki adanya keseimbangan
pembangunan antara keterkaitan yang kuat antara sektor pertanian dengan sektor

3
industri, karena sebagian besar masyarakat Indonesia masih menjadikan pertanian
sebagai lapangan pekerjaan utama. Karena pembangunan agroindustri dianggap
menjadi jalan keluar sehingga terjadi keseimbangan antara pembangunan sektor
pertanian dengan sektor industri.
Menurut Departemen Pertanian (2005) menyebutkan bahwa paling sedikit
terdapat lima alasan kenapa agroindustri penting untuk menjadi lokomotif
pertumbuhan ekonomi nasional masa depan, yaitu : (1) industri pengolahan mampu
mentransformasikan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif, yang
pada akhirnya akan memperkuat daya saing produk agribisnis Indonesia; (2)
produknya memiliki nilai tambah dan pangsa pasar yang besar sehingga kemajuan
yang dicapai dapat mempengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional secara
keseluruhan; (3) memiliki keterkaitan yang besar baik ke hulu maupun ke hilir
(forward and backward linkages), sehingga mampu menarik kemajuan sektorsektor lainnya; (4) memiliki basis bahan baku lokal (keunggulan komparatif) yang
dapat diperbaharui sehingga terjamin sustainabilitasnya; dan (5) memiliki peluang
untuk mentransformasikan struktur ekonomi nasional dari pertanian ke industri
dengan agroindustri sebagai motor penggeraknya.
Pembangunan agroindustri dengan daerah pedesaan sebagai wilayah
penunjang dan penyedia bahan baku telah menjadi program pemerintah sejak tahun
2005. Pembangunan agroindustri di pedesaan diharapkan dapat mengurangi gap
antara daerah perkotaan dan pedesaan, sehingga tercapai distribusi pendapatan yang
merata. Sementara beberapa tahun terakhir, industrialisasi produk pertanian pun
kembali menjadi prioritas utama pemerintah, di mana agroindustri ditetapkan
sebagai salah satu industri andalan masa depan. Sesuai dengan tujuan pembangunan
pemerintah yang dikenal dengan triple track strategy yaitu pro-growth, pro-job dan
pro-poor, maka industrialisasi pertanian diharapkan dapat berperan besar dalam
meningkatkan perekonomian nasional, menyediakan lapangan pekerjaan dan
mengurangi kemiskinan. Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya tenaga kerja
sektor pertanian dan meningkatnya tenaga kerja pada sektor industri. Dalam
pelaksanaannya, pelaksanaan industrialisasi pertanian memerlukan berbagai sarana
pendukung, di antaranya investasi baik investasi pemerintah maupun investasi dari
pihak swasta.
Investasi merupakan salah satu komponen dalam peningkatan pendapatan
nasional seperti dalam model ekonomi Keynes. Meskipun tidak banyak studi yang
membahas peranan investasi atau modal pada pembangunan negara berkembang,
namun studi yang ada menunjukkan bahwa pada tahun 1990-an, pertumbuhan
persediaan modal pada negara berpendapatan menengah menyumbang paling
banyak 0,5 dari pertumbuhan ekonomi di negara berkembang pada umumnya. Pada
pembangunan sektor agroindustri, investasi diperlukan baik dari sektor hulu dan
hilir agar pengembangan sektor agroindustri tersebut berjalan dengan baik dan
terintegrasi. Investasi pada sektor hulu diperlukan agar terdapat modal misalnya
berupa mesin dan teknologi untuk meningkatkan tingkat dan kualitas produksi
bahan baku yang akan digunakan dalam proses pengolahan pada sektor hilir.
Sedangkan investasi pada sektor hilir diperlukan untuk meningkatkan kuantitas
maupun kualitas kapital agar produk-produk agroindustri yang dihasilkan memiliki
kualitas dan daya saing yang tinggi. Selain itu, dengan adanya investasi diharapkan
dapat menyerap tenaga kerja, baik tenaga kerja terdidik maupun terlatih yang
dibutuhkan dalam proses produksi. Untuk meningkatkan nilai investasi khususnya

4
pada sektor agroindustri, pemerintah melakukan berbagai kebijakan sehingga
investor berminat untuk menanamkan modalnya. Kebijakan-kebijakan tersebut
antara lain dengan memberikan insentif pajak dan insentif investasi.
Rumusan Masalah
Pembangunan perekonomian bagi seluruh negara memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, di samping meningkatkan angka
pertumbuhan ekonomi. Suatu negara harus menghadapi berbagai kendala dalam
membangun perekonomiannya, di antaranya penyediaan lapangan kerja dan
distribusi pendapatan yang tidak merata.
Rendahnya daya saing produk pertanian Indonesia yang sebagian besar
masih berupa barang primer membuat produktivitas dan kontribusi sektor pertanian
terhadap perekonomian Indonesia semakin menurun. Penurunan kontribusi sektor
pertanian terhadap PDB membuat kesejahteraan tenaga kerja Indonesia yang
sebagian besar terserap pada sektor pertanian semakin menurun. Sementara sektor
industri yang menjadi andalan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi
membuat pembangunan ekonomi menjadi terpusat di kota-kota besar sehingga
memperparah ketimpangan pendapatan antara masyarakat kota dengan masyarakat
di pedesaan yang sebagian besar masih bergantung pada sektor pertanian.
Berdasarkan data dan latar belakang yang telah dipaparkan, pengembangan
agroindustri atau industri berbasis pertanian menjadi penting agar tidak terjadi
ketimpangan antara sektor pertanian dan sektor non-pertanian yang juga dapat
berdampak pada pengurangan kemiskinan dan ketimpangan. Studi oleh FAO dan
UNINDO (2009) menyebutkan bahwa agroindustri dapat menjadi faktor yang kuat
dalam pembangunan ekonomi, karena selain mampu menyerap banyak tenaga kerja,
dari sudut pandang investasi luar negeri dan perdagangan internasional, produkproduk agroindustri akan lebih berdaya saing dibandingkan dengan produk dari
pertanian kecil. Pemerintah sendiri sudah mencanangkan program industrialisasi
pertanian dengan tujuan agar produk-produk pertanian memiliki nilai tambah yang
besar sehingga dapat bersaing di pasar domestik maupun internasional. Selain itu,
industrialisasi pertanian juga diharapkan dapat membuka lapangan pekerjaan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan sehingga distribusi pendapatan
semakin merata.
Investasi sebagai salah satu komponen pertumbuhan perekonomian nasional
berperan penting dalam upaya industrialisasi pertanian, karena industrialisasi
pertanian membutuhkan modal baik pada sektor hulu maupun sektor hilir.
Berdasarkan strategi triple track yaitu pembangunan yang dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan,
kenaikan investasi pada sektor pertanian dan agroindustri dapat dikatakan mampu
membantu pencapaian tersebut, karena investasi pada sektor pertanian dan
agroindustri berpengaruh terhadap pertumbuhan pendapatan nasional, membuka
lapangan pekerjaan khususnya di pedesaan dan dengan sendirinya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pedesaan. Namun selama ini investasi pada sektor
pertanian primer dinilai kurang menarik, karena sektor pertanian dinilai memiliki
banyak risiko dan nilai tambahnya kecil bila dibandingkan dengan sektor industri.
Karena itulah pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan nilai
investasi sektor pertanian dan sektor agroindustri yang dapat dikatakan berhasil

5
karena terjadi kenaikan nilai investasi yang signifikan pada sektor pertanian dan
sektor agroindustri (tabel 3).
Tabel 3 Realisasi investasi sektor pertanian dan agroindustri tahun 2012-2014
Sektor
Tanaman
pangan dan
perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan
Industri
makanan
Industri kayu
Industri
kertas dan
pencetakan

PMA ( US$ juta)
2012
2013
2014

PMDN (Rp miliar)
2012
2013
2014

1 601.9

1 605.3

2 .206.7

9 631.5

6 589

12 707.3

19.8
26.9
29.0

11.3
28.8
10.0

30.8
53.3
35.3

97.4
144.5
14.7

361
0
4

650.7
0.3
21.7

1 782.9

2 117.7

3 139.6

11 166.7

15 081

19 596.4

76.3

39.5

63.7

57.0

391

585.1

1 306.6

1 168.9

706.5

7 561

6 849

4 093.7

Sumber : BPKM, 2015 (diolah)

Meskipun terdapat kenaikan nilai investasi, namun dapat terlihat bahwa
terdapat ketimpangan nilai investasi yang sangat jauh antara sektor tanaman pangan
dan perkebunan dan sektor industri makanan dengan sektor pertanian dan
agroindustri lainnya. Hal tersebut dikarenakan pengembangan industrialisasi
pertanian oleh pemerintah sebagian besar terfokus pada produk-produk di sektor
tanaman pangan dan perkebunan yang berbasis pengusaha besar seperti CPO,
sehingga investasi yang didorong pun adalah investasi pada sektor industri berbasis
pertanian pangan dan perkebunan. Padahal sektor pertanian dan agroindustri
mempunyai lingkup yang luas, sehingga menurut Direktur Eksekutif Institute for
Sustainable Agriculture and Rural Livelihood (Elsppat) Daniel Mangoting, banyak
tenaga kerja di sektor pertanian lainnya menjadi tidak terserap.
Berdasarkan paparan di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis
dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana peranan sektor pertanian dan agroindustri terhadap
perekonomian Indonesia?
2. Bagaimana dampak peningkatan investasi terhadap distribusi pendapatan
dan penyerapan tenaga kerja?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis peranan sektor pertanian dan agroindustri dalam perekonomian
Indonesia.
2. Menganalisis dampak peningkatan investasi pada sektor pertanian dan
agroindustri terhadap distribusi pendapatan dan penyerapan tenaga kerja.

6
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini bagi penulis, kalangan akademisi dan pelaku industri
antara lain :
1. Sebagai bahan studi komparatif bagi penelitian yang berkaitan dengan investasi
sektor pertanian dan agroindustri.
2. Sebagai bahan pertimbangan kebijakan untuk pengembangan sektor pertanian
dan agroindustri.
3. Pengaplikasian ilmu yang telah dipelajari selama rentang waktu perkuliahan
sebagai manfaat bagi penulis.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian akan menggunakan tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE)
Indonesia ukuran 105 x 105 yang diterbitkan BPS tahun 2008. Tabel SNSE 2008
adalah tabel SNSE terakhir yang dipublikasikan oleh BPS. Karena BPS belum
memperbaharui tabel SNSE hingga tahun 2015, maka dapat dikatakan bahwa tabel
SNSE tahun 2008 masih relevan untuk dianalisis. Data pendukung yang digunakan
adalah data-data terbaru yang didapatkan dari BPS.
Fokus dalam penelitian ini adalah sektor pertanian dan agroindustri di mana
pada tabel SNSE, sektor agroindustri yang akan diinjeksi adalah sektor dengan
dengan kode sektor 35 dan 37 yaitu industri makanan, minuman dan tembakau serta
industri kayu dan barang dari kayu. Sementara sektor pertanian primer yang akan
diberikan injeksi pada penelitian ini adalah sektor dengan kode sektor 28, 30, 31
dan 32 yaitu sektor pertanian tanaman pangan, sektor peternakan dan hasil-hasilnya,
sektor kehutanan dan perburuan dan sektor perikanan. Injeksi pada sektor-sektor
tersebut didasarkan pada ketersediaan data aktual yang didapatkan dan Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang akan digunakan pada penelitian ini.
Industri kertas dan pulp tidak dimasukkan dalam pengelompokkan karena industri
kertas dan pulp menjadi satu kelompok dengan industri alat angkutan, logam dan
industri lainnya. Penelitian ini tidak mendisagregasi tabel SNSE sesuai dengan
industri-industri pada sektor industri agro karena keterbatasan ilmu dari penulis.

TINJAUAN PUSTAKA
Investasi
Investasi merupakan barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa
depan. Menurut Bank Indonesia, investasi merupakan penanaman modal, biasanya
dalam jangka panjang untuk pengadaan aktiva tetap atau pembelian saham-saham
dan surat berharga lain untuk memperoleh keuntungan. Investasi terbagi menjadi
tiga sub-kelompok, yaitu investasi tetap bisnis, investasi tetap residensial, dan
investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan
baru oleh perusahaan. Investasi residensial adalah pembelian rumah baru oleh
rumah tangga oleh tuan tanah. Investasi persediaan adalah peningkatan dalam
persediaan barang perusahaan (Mankiw, 2007).

7
Sejumlah penelitian telah mengungkapkan bahwa sekitar setengah dari
pertumbuhan pendapatan agregat pada 9 negara maju sejak tahun 1975 lebih
disebabkan oleh adanya ekspansi input modal fisikal riil di negara tersebut. Banyak
studi yang mengungkapkan bahwa rendahnya tingkat investasi di AS pada tahun
1970-an (sebesar 18 persen dari GNP, terendah di antara negara-negara industri
pada masa itu) sebagai penyebab utama dari rendahnya tingkat pertumbuhan
pendapatan per kapita negara tersebut sejak tahun 1970-an, dibandingkan dengan
Jepang dan negara-negara di kawasan Eropa Barat (Arsyad, 2010). Pada penelitian
dengan pendekatan SNSE, pengeluaran investasi diartikan dengan investasi dari
pihak swasta, karena investasi yang dikeluarkan pemerintah seperti pembangunan
infrastruktur digolongkan dalam pengeluaran dari anggaran pemerintah.
Konsep Pembangunan Ekonomi
Todaro dan Smith (2010) mengemukakan tiga tujuan pembangunan
ekonomi yaitu : 1) meningkatkan ketersediaan dan perluasan distribusi barangbarang kebutuhan pokok, 2) meningkatkan kualitas kehidupan, termasuk di
dalamnya perluasan lapangan kerja dan perbaikan kualitas pendidikan, dan 3)
memperluas pilihan-pilihan ekonomi dan sosial masyarakat.
Pembangunan ekonomi dapat didefinisikan secara fisik maupun sikap
pandang masyarakat. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh proses sosial, ekonomi dan
institusi untuk mencapai kehidupan masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu
pembangunan ekonomi pada umumnya dapat didefinisikan sebagai suatu proses
yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara
dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad,
2010).
Tahap Pembangunan Pertanian
Pembangunan pertanian terdiri dari tiga tahap, yaitu pertanian tradisional,
tahap penakeragaman produk pertanian dan tahap pertanian modern. Pertanian
tradisional adalah tahap pembangunan pertanian di mana produksi pertanian
ditujukan untuk konsumsi sehingga jumlahnya hampir sama. Pertanian tradisional
memiliki tingkat produktivitas yang rendah karena masih menggunakan teknologi
yang sangat sederhana.
Tahap penakeragaman produk pertanian adalah tahap di mana produk
pertanian pokok tidak lagi mendominasi dan perlahan-lahan digantikan dengan
produk pertanian yang ditujukan untuk perdagangan seperti teh, kopi dan buahbuahan. Perubahan tersebut juga dikombinasikan dengan peternakan sederhana.
Pertanian modern adalah tahapan terakhir pembangunan pertanian adalah
produksi pertanian yang berorientasi pada kebutuhan pasar dan tidak lagi
berorientasi konsumsi. Pembangunannya berpengaruh pada sektor perekonomian
secara luas dan bergantung pada kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, sumber
daya manusia dan luas pasar domestik serta internasional. Produksi pada pertanian
modern sangat memperhatikan skala ekonomis yang efisien seperti produksi pada
sektor industri. Tahap pertanian modern dikenal juga dengan agribisnis dengan
agroindustri sebagai sub-sistemnya.

8
Social Accounting Matrix (SAM)
Social Accounting Matrix (SAM) atau yang dalam Bahasa Indonesia disebut
Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah teknik yang berhubungan dengan
penghitungan pendapatan ekonomi yang menyediakan konsep dasar untuk menilai
pertumbuhan ekonomi dan isu distribusi dengan satu kerangka kerja dalam
perekonomian (Huseyin, 1996).
Round (1981) mendefinisikan SAM sebagai sistem perhitungan tunggal di
mana masing-masing komponen makroekonomi diwakilkan oleh kolom untuk
pengeluaran, dan baris untuk pemasukan. BPS (2003) menyebutkan bahwa SNSE
merupakan suatu kerangka data yang disusun dalam bentuk matrik yang
merangkum berbagai variabel sosial dan ekonomi secara kompak dan terintegrasi
sehingga dapat memberikan gambaran umum mengenai perekonomian suatu
negara dan keterkaitan antar variabel-variabel ekonomi dan sosial pada suatu waktu
tertentu.
Kerangka dasar pembentukan SNSE adalah berbentuk matrik dengan
ukuran 4x4, yang berbasis pada neraca-neraca pelaku ekonomi (actors) yang telah
dikonsolidasikan. Pada kerangka SNSE terdapat 4 neraca utama, yaitu neraca faktor
produksi, neraca institusi, neraca sektor produksi, dan neraca lainnya (rest of the
world) (BPS, 2002). Kerangka dasar SNSE dapat dilihat pada tabel 4.

9
Tabel 4 Kerangka dasar SNSE
Pengeluaran

Neraca Endogen
Faktor
Institusi
1

2

Penerimaan
Faktor
Produks
i

Neraca Endogen

0

T21

Sektor
Produks
i

2

3

Alokasi
pendapatan
faktor ke
institusi

0

L1
Neraca
Eksogen

Jumlah

Jumlah

3

4

5

T13

X1
Y1

1

Institusi

Sektor

Neraca
Endogen

4

5

0

T22

Pendapatan
faktor
produksi
dari luar
negeri
X2

Transfer
antar
institusi

0

Transfer
dari luar
negeri

T32

T33

X3

Penerimaa
n domestik

Penerimaa
n antara

Ekspor dan
investasi

L2
L3

Y’1

Tabungan
pemerintah
swasta dan
rumah
tangga
Y’2

Distribusi
pengeluara
n faktor

Distribusi
pengeluara
n institusi

Alokasi
pendapatan
faktor ke
luar negeri

Alokasi
nilai
tambah ke
faktor
produksi

Impor dan
pajak tak
langsung
Y’3
Total input

Distribusi
pendapatan
faktorial
Y2
Distribusi
pendapatan
institusiona
l
Y3
Total
output
menurut
sektor
produksi
Y4

L4
Transfer
lainnya

Total
penerimaan
neraca
lainnya

Y’4
Total
pengeluara
n lainnya

Sumber : BPS, 2003

Tujuan menggunakan SNSE adalah untuk melihat kinerja sosial ekonomi
suatu wilayah secara makro, seperti (BPS, 2003) :
1. Kinerja pembangunan ekonomi suatu wilayah, seperti Produk Domestik
Bruto (PDB) pada tingkat nasional atau Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) pada tingkat regional/propinsi menurut sektor-sektor ekonomi
maupun pengeluaran, konsumsi, investasi dan tabungan masyarakat, hutang
dan piutang negara atau pemerintah daerah, dan leakages (kebocoran), yaitu
besarnya penerimaan suatu negara atau wilayah yang mengalir ke luar
negeri atau ke luar wilayah.

10
2. Distribusi pendapatan faktorial, yaitu distribusi pendapatan yang diterima
oleh faktor- faktor produksi tenaga kerja dan modal.
3. Distribusi pendapatan rumah tangga yang dirinci menurut berbagai
golongan rumah tangga.
4. Pola pengeluran rumah tangga.
5. Distribusi tenaga kerja menurut sektor atau lapangan usaha dimana mereka
bekerja termasuk distribusi pendapatan tenaga kerja yang mereka peroleh
sebagai balas jasa tenaga kerja yang mereka sumbangkan.
Melalui penggunaan SNSE, kinerja ekonomi dan sosial suatu negara atau
propinsi, seperti Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional atau Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional, termasuk masalahmasalah distribusi pendapatan, baik distribusi pendapatan rumah tangga maupun
distribusi pendapatan faktorial, dan juga pola pengeluaran rumah tangga, dapat
ditelaah. Data SNSE menggunakan kerangka keseimbangan umum, hal yang sama
pada tabel I-O. Tetapi cakupan SNSE lebih luas dari tabel I-O. Tabel I-O
menyajikan informasi mengenai distribusi pendapatan, konsumsi rumah tangga dan
tenaga kerja tetapi secara agregat sehingga perincian secara mendalam tidak dapat
dilakukan. Selama ini distribusi pendapatan dalam I-O hanya menurut sektor
ekonomi, tidak menurut golongan tenaga kerja/rumah tangga. Jumlah tenaga kerja
hanya dirinci menurut sektor ekonomi tanpa merinci apakah tenaga kerja tersebut
bekerja sebagai manajer, staf, dan sebagainya.
Sedangkan menurut Wagner (1999) dalam Daryanto dan Hafizrianda (2010),
ada tiga keuntungan menggunakan model SAM dalam suatu perencanaan ekonomi.
Pertama, SAM dapat menggambarkan struktur perekonomian, keterkaitan antara
aktivitas produksi, distribusi pendapatan, konsumsi barang dan jasa, tabungan dan
investasi, serta perdagangan luar negeri. Berarti model SAM dapat menjelaskan
keterkaitan antara permintaan, produksi, dan pendapatan di dalam suatu kawasan
perekonomian. Kedua, SAM mampu memberikan suatu kerangka kerja yang bisa
menyatukan dan menyajikan seluruh data perekonomian wilayah. Ketiga,
penghitungan multiplier dalam SAM mampu mengukur dampak dari suatu aktivitas
terhadap produksi, distribusi pendapatan dan permintaan, yang menggambarkan
struktur perekonomian.
Komponen Pendapatan Nasional
Teori makroekonomi membagi pendapatan nasional (PDB) ke dalam 4
komponen, yaitu konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G) dan
ekspor neto (NX). Apabila PDB dilambangkan dengan Y, maka :
Y = C + I + G + NX
Konsumsi terdiri dari barang dan jasa yang dibeli oleh rumah tangga.
Barang yang dikonsumsi oleh rumah tangga tersebut terdiri dari 3 subkategori, yaitu
barang yang tahan lama, barang yang tidak tahan lama, dan jasa. Investasi terdiri
dari barang-barang yang dibeli untuk digunakan di masa yang akan datang.
Investasi terdiri dari 3 subkategori, yaitu investasi bisnis, investasi tempat hunian
dan investasi inventori. Pengeluaran pemerintah merupakan barang dan jasa yang
dibeli oleh federal, negara, dan pemerintah daerah dalam bentuk peralatan militer,

11
jalan, dan lainnya. Sedangkan ekspor neto merupakan selisih antara nilai ekspor
dan nilai impor suatu negara.
Penelitian Terdahulu
Penelitian dengan pendekatan SAM atau SNSE telah dilakukan oleh
beberapa peneliti. Adelman dan Robinson (1986) menganalisis tentang dampak
kebijakan di sektor pertanian Amerika Serikat dengan menggunakan tabel SAM
Amerika Serikat tahun 1982. Adelman dan Robinson menganalisis nilai pengganda
(multiplier) dekomposisi (decomposed multiplier) yang kemudian diinjeksi dengan
shock berupa kebijakan. Kebijakan yang diinjeksikan pada tabel SAM oleh
Adelman dan Robinson adalah : 1) peningkatan ekspor sektor pertanian; 2)
peningkatan ekspor sektor industri pengolahan; 3) peningkatan nilai tambah sektor
pertanian; 4) peningkatan pendapatan rumah tangga akibat transfer dari pemerintah
dalam bentuk subsidi atau pengurangan pajak, sehingga pada penelitian Adelman
dan Robinson, neraca pemerintah dijadikan sebagai neraca eksogen. Hasil
penelitian menyebutkan bahwa peningkatan nilai tambah sektor pertanian akan
lebih banyak meningkatkan nilai tambah petani. Peningkatan ekspor sektor
pertanian akan lebih banyak meningkatkan nilai tambah sektor pertanian.
Peningkatan ekspor industri pengolahan akan lebih banyak meningkatkan nilai
tambah sektor non-pertanian. Sedangkan peningkatan transfer pemerintah kepada
rumah tanggaakan lebih banyak meningkatkan nilai tambah sektor non-pertanian.
Keuning dan Thorbecke (1989) menganalisis tentang dampak pengurangan
anggaran pemerintah terhadap distribusi pendapatan di Indonesia. Penelitian ini
menggunakan data SNSE Indonesia tahun 1980 berukuran 106 x 106 yang
didisagregasi menjadi SNSE berukuran 75 x 75. Peneliti melihat dampak
pengurangan anggaran pemerintah tersebut melalui 6 simulasi kebijakan dengan
hasil analisis yaitu pengurangan investasi pada sektor pertanian akan menurunkan
tingkat penyerapan tenaga kerja dan upah tenaga kerja pada sektor pengolahan.
Selain itu pengurangan anggaran untuk pendidikan dapat menurunkan pendapatan
tenaga kerja terlatih, dan secara tidak langsung akan menurunkan pendapatan
rumah tangga.
Townsend dan McDonald (1998) menganalisis tentang dampak perubahan
kebijakan pada sektor pertanian terhadap distribusi pendapatan di Afrika Selatan.
Penelitian Townsend dan McDonald menggunakan tabel SAM Afrika Selatan tahun
1988 berbentuk matriks ukuran 112 x 112. Peneliti menganalisis dampak kebijakan
pertanian di Afrika Selatan dengan menghitung multiplier keterkaitan ke depan dan
ke belakang, multiplier nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja, serta multiplier
pendapatan faktor dan pendapatan rumah tangga. Hasil penghitungan multiplier
tersebut digunakan untuk melakukan simulasi kebijakan. Hasil menelitian
Townsend dan McDonald yaitu kebijakan pertanian di Afrika Selatan dapat
menstimulasi pertumbuhan sektor perekonomian lainnya dan telah mencapai tujuan
pemerintah untuk mengurangi ketimpangan. Kebijakan yang direkomendasikan
untuk meningkatkan pemerataan distribusi pendapatan adalah mengurangi bantuan
baik dalam bentuk harga maupun non-harga.
Kalangi (2006) melakukan penelitian tentang dampak investasi di sektor
pertanian dan agroindustri terhadap penyerapan tenaga kerja dan distribusi
pendapatan. Kalangi menggunakan tabel SNSE tahun 2002 berukuran 120x120

12
yang diolah oleh Backe (2005) dengan penyederhanaan sehingga tabel SNSE yang
digunakan menjadi tabel SNSE dengan ukuran 29x29 dan penghitungan elastisitas
tenaga kerja terhadap PDB. Simulasi yang dilakukan adalah injeksi pada PMA dan
PMDN sebesar 1 triliun rupiah yang didistribusikan pada sektor pertanian, sektor
agroindustri dan sektor lainnya melalui 8 skenario kebijakan. Hasil analisis Kalangi
menyebutkan bahwa kenaikan PDB sebesar 1% akan meningkatkan jumlah
penyerapan tenaga kerja sebesar 66 ribu sampai 2.7 juta orang, dengan rata-rata
tenaga kerja yang terserap sebesar 917 ribu orang. Sementara melalui injeksi
investasi, skenario pemberian investasi pada sektor pertanian dan pemberian
investasi pada sektor pertanian dan agroindustri secara bersamaan akan memiliki
dampak yang lebih besar pada peningkatan rumah tangga pedesaan sehingga dapat
memperbaiki distribusi pendapatan.
Susilowati (2007) meneliti tentang dampak kebijakan ekonomi di sektor
agroindustri terhadap distribusi pendapatan dan kemiskinan di Indonesia dengan
pendekatan Social Accounting Matrix (SAM) tahun 1998 dan 2003 di mana sektor
agroindustri pada tabel SNSE dikelompokkan menjadi menjadi sektor agroindustri
makanan dan agroindustri non-makanan. Hasil analisis Susilowati adalah sektor
agroindustri non-makanan memiliki pengganda output lebih tinggi dibandingkan
sektor agroindustri makanan dan sektor pertanian primer. Sektor agroindustri nonmakanan juga meningkatkan PDB nasional melalui nilai tambah yang ditunjukkan
melalui pengganda keterkaitan sektor. Namun dalam penyerapan tenaga kerja,
sektor agroindustri makanan memiliki peran yang lebih besar dibandingkan sektor
agroindustri non-makanan dan sektor pertanian primer. Pengembangan sektor
agroindustri kurang dirasakan oleh golongan rumah tangga buruh dan petani,
melainkan lebih banyak manfaatnya terhadap rumah tangga non-pertanian di
perkotaan. Pengembangan sektor agroindustri makanan akan menghasilkan
pendapatan yang lebih besar bagi rumah tangga buruh dan rumah tangga pertanian,
sementara pengembangan sektor agroindustri non-makanan lebih meningkatkan
pendapatan rumah tangga non-pertanian. Agar pengembangan sektor agroindustri
dapat meningkatkan pertumbuhan pendapatan nasional, perlu diimbangi dengan
peningkatan produktivitas sektor pertanian primer dan pengembangan sektor
agroindustri, khususnya sektor agroindustri kecil dan menengah.
Sarmila (2013) menganalisis peranan investasi pada sektor peternakan
terhadap pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Data yang digunakan oleh
Sarmila adalah tabel SNSE tahun 2008 berbagai data pendukung. Sarmila
menginjeksikan dana pagu indikatif Kementerian Pertanian untuk program
swasembada daging sapi (PSDS) tahun 2014 sebesar 2.5 triliun rupiah sebagai
investasi pemerintah pada sektor produksi pertanian. Berdasarkan penelitian
Sarmila, dana PSDS tersebut dapat meningkatkan pendapatan tenaga kerja di
seluruh sektor yang terkait dengan peternakan sebesar 3 227.87 miliar rupiah dan
penyerapan tenaga kerja berdasarkan domisili mencapai 140 194 orang. Sarmila
menarik kesimpulan bahwa dengan dana tersebut, target jumlah penyerapan tenaga
kerja dengan adanya PSDS dapat tercapai.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada
penggunaan tabel SNSE tahun 2008 dan penggunaan data aktual berupa data PMA
dan PMDN yang didapatkan dari BKPM. Selain itu penelitian ini akan melihat
dampak dari perubahan output pada masing-masing simulasi terhadap peningkatan
jumlah tenaga kerja. Penelitian ini juga akan membahas hasil penghitungan nilai

13
pengganda yang merupakan dasar bagi analisis simulasi kebijakan melalui
pendekatan SNSE.
Kerangka Pemikiran
Pembangunan sektor pertanian melalui industrialisasi pertanian dengan
pengembangan agroindustri merupakan solusi pemerintah untuk meningkatkan
nilai tambah produk pertanian. Industrialisasi pertanian juga diharapkan dapat
membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga
pedesaan sehingga dapat memperbaiki distribusi pendapatan. Investasi merupakan
komponen yang penting dalam industrialisasi pertanian, karena modal diperlukan
baik pada sektor hulu maupun hilir. Penanaman investasi juga dapat meningkatkan
penyerapan tenaga kerja, sehingga kenaikan investasi dapat berperan dalam
pencapai tujuan industrialisasi pertanian.
Penelitian ini akan menggunakan pendekatan Sistem Neraca Sosial
Ekonomi (SNSE) untuk melihat peranan sektor pertanian dan agroindustri terhadap
perekonomian nasional dengan menghitung nilai pengganda. Nilai pengganda yang
akan dilihat meliputi pengganda nilai tambah, pengganda institusi, pengganda
produksi dan pengganda total. Pendekatan SNSE juga digunakan untuk melihat
dampak investasi pada sektor pertanian dan agroindustri terhadap distribusi
pendapatan, serta pengaruhnya terhadap penyerapan tenaga kerja pada analisis
lebih lanjut. Penelitian dengan SNSE dapat melihat bagaimana pendapatan akan
didistribusikan pada kelompok-kelompok tenaga kerja dan rumah tangga, sehingga
dapat terlihat apakah terjadi ketimpangan distribusi pendapatan antarkelompok.
Hasil analisis ini diharapkan akan menjadi bahan studi dalam pembangunan sektor
pertanian dan agroindustri di Indonesia. Kerangka pemikiran ini dapat dilihat pada
gambar 2.

14

Gambar 2 Kerangka pemikiran

METODOLOGI PENILITIAN

Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data
Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) tahun 2008. Selain itu, untuk menunjang
penelitian digunakan data lainnya yang berhubungan seperti data data realisasi
PMA dan PMDN berdasarkan sektor tahun 2013 dan 2014 serta data distribusi
jumlah tenaga kerja tahun 2008. Data-data tersebut didapatkan dari BPS serta dari
berita-berita yang terkait.

15
Metode Analisis
Analisis dalam penelitian ini menggunakan neraca SNSE berukuran
105x105. Neraca SNSE 2008 terdiri dari 101 neraca endogen dan 4 neraca eksogen.
Neraca endogen meliputi neraca faktor produksi (17 neraca), neraca institusi (10
neraca), neraca sektor produksi (24 neraca), neraca margin perdagangan dan margin
pengangkutan, neraca komoditas domestik (24 neraca) dan komoditas impor (24
neraca). Sedangkan neraca eksogen terdiri dari neraca kapital, pajak tidak langsung,
subsidi dan luar negeri. Pada analisis neraca SNSE digunakan analisis pengganda
neraca dan analisis simulasi kebijakan. Analisis ini dilakukan untuk melihat
dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap perekonomian Indonesia dan
penyerapan tenaga kerja sesuai dengan tujuan penelitian Perangkat lunak yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Microsoft Excel 2013.
Analisis Multiplier
Terdapat dua macam analisis multiplier dalam pengolahan model SAM,
yaitu accounting SAM (pengganda neraca) dan fixed price multiplier (pengganda
harga tetap). Analisis pengganda neraca pada SAM kurang lebih sama dengan
analisis pengganda neraca pada model Input-Output yang meliputi own multiplier,
other linkage multiplier dan total multiplier. Sedangkan analisis pengganda harga
tetap dihunakan untuk mengukur respons rumah tangga terhadap perubahan neraca
eksogen yang memperhitungkan expenditure propensity.
Matriks SAM sederhana dapat dituliskan dengan persamaan umum sebagai
berikut :
……..…………………………………………………….(1)

Y=T+X

dimana Y adalah pendapatan/pengeluaran, T adalah transaksi dan X adalah neraca
eksogen. Sedangkan matriks T dapat ditulis sebagai berikut :
0

�=(
0

0




0)


……...…………………………………….(2)

Jika besarnya kecenderungan rata-rata pengeluaran, Aij, dianggap sebagai
perbandingan antara pengeluaran sektor j untuk sektor ke-i dengan total
pengeluaran ke j (Yj), maka :
Aij = Tij / Yj

………………..………………………………………….(3)

dengan matriks Aij dapat disusun sebagai berikut :
0
�� = (�
0

0




0 )


…………………….…………………......(4)

Jika persamaan (1) dibagi dengan Y, maka :
Y/Y = T/Y + X/Y, karena A = T/Y maka
I = A + X/Y
(I - A) Y = X
Y = (I – A)-1 X

16
Y = Ma X

…………………………………………………………..(5)

dimana Ma = (I – A)-1 merupakan matriks pengganda neraca.
Berdasarkan nilai Ma dapat dilihat nilai pengganda neraca, sementara bila
nilai pengganda tersebut diberikan stimulus atau injeksi pada neraca eksogen (X),
dapat dilihat besaran perubahan nilai neraca tersebut yang akan dilihat melalui
analisis simulasi kebijakan. Nilai pengganda neraca sendiri terdiri dari :
1. Pengganda nilai tambah atau value-added multiplier (VAM) merupakan
pengaruh suatu sektor perekonomian terhadap pendapatan nasional (PDB) atau
pendapatan daerah (PDRB). Nilai pengganda nilai tambah didapatkan dengan
menjumlahkan nilai pengganda di neraca faktor produksi yang terdiri dari
neraca pendapatan tenaga kerja dan modal sepanjang kolom sektor ke-i. Karena
salah satu komponen VAM adalah pengganda tenaga kerja, maka dapat juga
dilihat pengaruh sektor produksi terhadap pendapatan tenaga kerja.
2. Pengganda institusi merupakan pengaruh suatu sektor perekonomian terhadap
pendapatan institusi. Nilai pengganda ini dihitung dari dari penjumlahan nilai
pengganda pendapatan rumah tangga atau household income multiplier (HIIM),
pengganda pendapatan perusahaan atau private income multiplier (PIM) dan
pengganda pendapatan pemerintah atau government income multiplier (GIM)
sepanjang kolom sektor ke-i. Nilai HIIM juga dapat digunakan untuk melihat
distribusi pendapatan kelompok-kelompok rumah tangga dalam suatu negara
atau daerah.
3. Pengganda produksi atau production multiplier (PROM) menunjukkan
pengaruh suatu sektor produksi terhadap perubahan produksi total dalam
perekonomian. Pengganda produksi didapatkan dengan menjumlahkan nilai
own multiplier dan pengganda keterkaitan sektor lainnya atau other-sector
linkage multiplier (OSLM). Komponen-komponen dalam PROM dapat
digunakan untuk melihat keterkaitan suatu sektor produksi dengan sektor
produksi lainnya dan sektor produksi itu sendiri.
4. Pengganda total menunjukkan pengaruh suatu sektor ekonomi terhadap output
perekonomian secara keseluruhan. Nilai pengganda total didapatkan dari
penjumlahan nilai pengganda nilai tambah, pengganda institusi dan pengganda
produksi.
Analisis Simulasi Kebijakan
Analisis dengan pendekatan SNSE juga dapat digunakan untuk melihat
skenario kebijakan yang dapat diterapkan di suatu wilayah. Pada penelitian ini akan
digunakan data aktual sebagai injeksi yaitu data realisasi investasi pada sektor
pertanian dan agroindustri tahun 2013 dan 2014. Nilai PMA dan PMDN pada
masing-masing tahun akan ditambahkan dan dilihat selisihnya sehingga didapatkan
nilai injeksi yang akan digunakan dalam penelitian. Konversi nilai PMA dilakukan
menggunakan nilai rata-rata kurs tahun 2013 yaitu 11 597 rupiah per US$ dan ratarata kurs tahun 2014 yaitu 12 057 rupiah per US$, sehingga nilai investasi sektor
pertanian dan agroindustri tahun 2013 dan 2014 dan nilai investasi yang akan
diinjeksi dapat dilihat pada tabel 5.

17
Tabel 5 Nilai investasi sektor pertanian dan agroindustri tahun 2013, 2014 dan
nilai injeksi pada tabel SNSE
Nama sektor
Tanaman pangan dan perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan
Industri makanan
Industri kayu
Industri kertas dan pencetakan

Nilai investasi (miliar rupiah)
2013

2014

Nilai injeksi

25 205.83
491.68
334.36
120.12
39 640.32
848.80
25 205.83

39 313.69
1 022.23
643.28
447.25
57 450.23
1 352.59
39 313.69

14 107.87
530.55
308.91
327.13
17 809.91
503.80
14 107.87

Sumber : BPKM (2015), diolah

Simulasi dengan data aktual tersebut akan dibagi menjadi dua skenario,
yaitu :
Skenario 1
: penginjeksian selisih nilai investasi sektor industri makanan dan
kayu pada sektor agroindustri.
Skenario 2
: penginjeksian selisih nilai investasi seluruh sektor pada tabel 5
pada sektor pertanian dan sektor agroindustri.
Berdasarkan penghitungan masing-masing nilai injeksi, dapat dilihat
perubahan dari pendapatan faktor produksi, pendapatan institusi dan pendapatan
sektor produksi. Perubahan pada pendapatan faktor produksi dan institusi untuk
penelitian ini akan dirinci menjadi pendapatan kelompok tenaga kerja dan
kelompok rumah tangga berdasarkan pengelompokkan dalam neraca SNSE tahun
2008.
Analisis lebih lanjut dapat memperlihatkan pengaruh sektor produksi
setelah diberi stimulus/injeksi terhadap penyerapan tenaga kerja dengan pendekatan
elastisitas penyerapan tenaga kerja. Analisis akan dilakukan dengan menghitung
rasio jumlah tenaga kerja pada tiap kelompok tenaga kerja di tabel SNSE dengan
nilai PDB atas dasar harga faktor produksi yang didapatkan pada SNSE tahun 2008.
Angka perubahan nilai pendapatan faktor produksi yang didapatkan pada masingmasing simulasi kebijakan dikalikan dengan rasio tersebut untuk mendapatkan
jumlah tambahan tenaga kerja yang akan terserap.
Angka perubahan sebagai dampak dari injeksi pada neraca rumah tangga
dapat menunjukkan kelompok rumah tangga mana yang akan menerima dampak
lebih besar dari suatu kebijakan. Pada neraca SNSE 105x105, rumah tangga dapat
dikelompokkan menjadi rumah tangga pertanian dan rumah tangga bukan pertanian.
Rumah tangga pertanian dapat dikelompokkan kembali menjadi