Aplikasi Ethepon untuk Meningkatkan Pembentukan Bunga dan Buah Mentimun (Cucumis sativus L.)
APLIKASI ETHEPON UNTUK MENINGKATKAN
PEMBENTUKAN BUNGA DAN BUAH MENTIMUN
(Cucumis sativus L.)
SITI FAIZAH AMALIA
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Ethepon untuk
Meningkatkan Pembentukan Bunga dan Buah Mentimun (Cucumis sativus L.)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Siti Faizah Amalia
NIM A24090077
ABSTRAK
SITI FAIZAH AMALIA. Aplikasi Ethepon untuk Meningkatkan Pembentukan
Bunga dan Buah Mentimun (Cucumis sativus L.). Dibimbing oleh TATIEK
KARTIKA SUHARSI.
Mentimun (Cucumis sativus L.) termasuk dalam famili Cucurbitaceae. Buah
mentimun banyak di konsumsi di Indonesia. Pembentukan buah mentimun
dipengaruhi oleh pembungaan. Ethepon merupakan salah satu zat pengatur
tumbuh yang berfungsi untuk menginduksi pembungaan. Penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari pengaruh aplikasi ethepon terhadap pembentukan bunga dan
buah pada tanaman mentimun. Penelitian menggunakan rancangan kelompok
lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor yakni konsentrasi ethepon. Terdapat
lima taraf konsentrasi ethepon yang digunakan yakni 0 ppm, 31.25 ppm, 62.50
ppm, 93.70 ppm, dan 125 ppm. Varietas yang digunakan adalah Venus. Perlakuan
ethepon cenderung menurunkan tinggi tanaman dan jumlah daun. Tanaman yang
diberi konsentrasi ethepon menghasilkan jumlah bunga jantan, jumlah bunga
betina, dan jumlah buah yang cenderung meningkat dibandingkan dengan
perlakuan kontrol. Aplikasi ethepon menghasilkan rasio bunga jantan dan betina,
dan rasio bunga betina buah yang berfluktiatif selama periode pengamatan.
Kata kunci: Cucurbitaceae, konsentrasi ethepon, pembungaan, zat pengatur
tumbuh.
ABSTRACT
SITI FAIZAH AMALIAEtheponApplicationto Increase The Flower Formation
and Cucumber Fruit (Cucumis sativus L.). Supervised by TATIEK KARTIKA
SUHARSI.
Cucumber (Cucumis sativusL.) is a vegetable under the family
Cucurbitaceae. The fruit is largely consumed in Indonesia. The formation of
cucumber fruit is influenced by the generative phase. Ethepon functions as a plant
growth regulators to induce flowering. The purpose of this research was to study
the effect of the ethepon application on flowering and fruit formation in
cucumbers. Randomized block design (RBD) was used for statistical analysis with
ethepon concentration as the main factor. There are five levels of ethepon
concentration used is 0 ppm, 31.25ppm, 62.50 ppm, 93.70ppm, and 125 ppm. The
variety of cucumber which was usedis Venus. Ethepon treatment tends to
preventthe plant from growing tall and the number of leaves.Ethepon
concentration tends to increase male and female flowers, and amount of fruit
compared with control. Ethepon application produces ratio of male and female
flowers, and the ratio of female flower and fruits which fluctuated during the
observation periode.
Keywords: Cucurbitaceae, ethepon concentration, flowering, growth regulators.
APLIKASIETHEPON UNTUK MENINGKATKAN
PEMBENTUKAN BUNGA DAN BUAH MENTIMUN
(Cucumis sativusL.)
SITI FAIZAH AMALIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
Judul Skripsi : Aplikasi Ethepon untuk Meningkatkan Pembentukan Bunga dan
Buah Mentimun (Cucumis sativus L.)
: Siti Faizah Amalia
Nama
: A24090077
NIM
Disetujui oleh
Dr Tatiek Kartika Suharsi. MS
Pembimbing
Diketahui oleh
"
Tanggallulus : · '2 t;
j ゥセ@ ::
2014
PRAKATA
Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsiyang berjudul
“Aplikasi Ethepon untuk Meningkatkan Pembentukan Bunga dan Buah Mentimun
(Cucumis sativus L.)”.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Mama, Papa, Teh Dhilah, Ka Gilang, Adi, Nida, Zein, keluarga besar H.
Bachruddin, dan Bani Syatibi atas dukungan baik moril maupun materil
serta doa yang tiada henti.
2. Dr. Tatiek Kartika Suharsi, MS selaku pembimbing skripsi yang telah
banyak membantu dan memberikan saran dan bimbingan selama penelitian
sampai denganpenyusunanskripsi.
3. Dr. Ir. Ni Made Armini W, MS selaku dosen pembimbing akademik.
4. Maryati Sari, SP, MSi dan Dr. Ir. Sudradjat, MS selaku dosen penguji dalam
ujian skripsi.
5. Suga Libran, Indah, Feni, Bita, Arinta, Winda, Nita, Ami, Gustia, Dita,
Bunga, Yusti, Tita, Amoy, Silmi, Selvi, Kantika, Elischa, Anin, Azmi,
Endro, Dira, Abu, Septi, Yanti, Nafi, Fatisa, Shinta, Fitri, Poetri, Nurul dan
Novi selaku sahabat yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan.
6. Teman-teman Socrates 46, teman-teman di Wisma Jelita, teman-teman di
Pondok Ar-Rahmah, dan teman-teman Freedomizer.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat dimanfaatkan sebaikbaiknya.
Bogor, Januari2014
Siti Faizah Amalia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABELviii
DAFTAR GAMBARviii
DAFTAR LAMPIRANviii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
Hipotesis
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.)
2
Zat Pengatur Tumbuh Ethepon
4
BAHAN DAN METODE
5
Bahan dan Peralatan Penelitian
5
Lokasi dan Waktu Penelitian
5
Prosedur Penelitian
6
Pengamatan
6
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Kondisi Umum
7
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam
8
Tinggi Tanaman
9
Jumlah Daun
10
Jumlah Bunga Jantan
11
Jumlah Bunga Betina
13
Rasio Bunga Jantan dan Betina
14
Jumlah Buah
16
Rasio Bunga Betina dan Buah
17
KESIMPULAN DAN SARAN18
Kesimpulan
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA18
RIWAYAT HIDUP27
DAFTAR TABEL
1. Suhu udara, curah hujan, dan intensitas penyinaran matahari di Dramaga,
Bogor pada bulan Februari Maret 2013
7
2. Rekapitulasi hasil uji Fperlakuan konsentrasi ethepon terhadap peubah
yang diamati
9
3. Pengaruh perlakuan ethepon terhadap tinggi tanaman
4. Pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah daun
9
11
5. Pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah bungajantan selama periode
pengamatan
12
6. Pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah bunga betina selama periode
pengamatan
13
7. Pengaruh perlakuan ethepon terhadap rasio bunga jantan dan betina
15
8. Pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah buah selama periode pengamatan 16
9. Pengaruh perlakuan ethepon terhadap rasio bunga betina dan buah
17
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1 Grafik pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlahbunga jantan
12
2. Gambar 2 Grafik pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlahbunga betina
14
3. Gambar 3 Grafik pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah buah
16
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi ethepon terhadap tinggi tanaman
mentimun
21
2. Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi ethepon terhadap jumlah daun mentimun 22
3. Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi ethepon terhadap jumlah bunga
jantantanaman mentimun
23
4. Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi ethepon terhadap jumlah bunga
betinatanaman mentimun
24
5.Hasil sidik ragam pengaruh aplikasiterhadap rasio bunga jantan dan betina
tanaman mentimun
25
6.Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi ethepon terhadap jumlah buah mentimun
7. Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi ethepon terhadap rasio bunga betina
danbuah mentimun
27
26
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu komoditas tanaman
sayuran yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Mentimun termasuk famili
Cucurbitaceae.Menurut Dalimartha dan Adrian (2011) mentimun memiliki
banyak khasiat yang sangat bermanfaat bagi pencernaan dan daya tahan
tubuh.Tanaman mentimun memiliki daya tarik budidaya yang cukup tinggi akan
tetapi terdapat beberapa kendala dalam budidaya mentimun, diantaranya adalah
serangan hama penyakit dan kegagalan dalam pembentukan bunga. Berdasarkan
data Badan Pusat StatistikIndonesia (2013) produksi mentimunpada tahun 2012
adalah sebesar 511 525 ton, menurun dari tahun 2011 yakni 521535 ton.
Penurunan produksi mentimun terkait erat dengan ketersediaan benih
mentimun, menurut data Dirjen Hortikulutra (2008)ketersediaan benih nasional
adalah sebesar 20 112 kg. Ketersediaan benih tersebut tidak sesuai dengan
kebutuhan benih mentimun yakni sebesar 62 370 kg. Ketersediaan benih dan
produksi buah mentimun dipengaruhi oleh pembungaan. Menurut Ashari (1995)
pembungaan mentimun sangat bergantung kepada kondisi lingkungan dan peran
zat pengatur tumbuh.Umumnya bunga jantan terbentuk lebih awal daripada bunga
betina sehingga tanaman mentimun memiliki rasio bunga yang tidak seimbang
yakni 10 : 1, oleh karena itu perlu dilakukan induksi pembungaan pada tanaman
mentimun. Salah satu tehnik yang dapat dilakukan adalah dengan aplikasi zat
pengatur tumbuh (ZPT).
Ethepon adalah zat pengatur tumbuh penghasil etilen. Etilen adalahgas yang
terbentuk pada pembakaran hidrokarbon tak sempurna. Etilen berfungsi untuk
mempengaruhi proses pemasakan buah, menyebabkan absisi daun dan
merangsang pembungaan (Tjondronegoro et al. 1989).
Penelitian mengenai aplikasi ethepon pada mentimun pernah dilakukan oleh
Rahmawaty (2009) dan Syarifet al. (2010). Rahmawaty (2009) melakukan
penelitian mengenai aplikasi ethepon dengan konsentrasi 150, 300, 450, dan 600
ppm pada mentimun dalam sistem hidroponik di Green housedengan
menggunakan dua varietas berbeda yakni varietas Soarer dan Purbaya. Hasil
penelitian Rahmawaty yakni pemberian ethepon pada varietas Soarer dapat
menekan tinggi tanaman mentimun, serta dapat meningkatkan rasio kelamin
bunga, dan jumlah buah. Sedangkan perlakuan konsentrasi ethepon pada varietas
Purbaya dapat meningkatkan total bunga betina.
Syarif et al. (2010) melakukan penelitian pada mentimun, menggunakan
konsentrasi ethepon 100, 200, 300, dan 400 ppm yang diaplikasikan pada dua
varietas berbeda yakni varietas Lokal dan varietas Antara. Hasil penelitian Syarif
et al.yaknipemberian konsentrasi ethepon200 ppm menghasilkan jumlah bunga
betina, jumlah buah, dan bobot buah paling baik dibandingkan dengan konsentrasi
ethepon lainnya, dan aplikasi ethepon pada varietas Lokalmenunjukkan produksi
buah yang lebih baik dibandingkan dengan varietas Antara.
2
Penelitian mengenai aplikasi ethepon untuk meningkatkan pembungaan juga
pernah dilakukan pada beberapa komoditas lainnya antara lain penelitian Putri
(2006) pada pepaya, dan Haryati (2003) padanenas.
Hasil daripenelitian Rahmawaty (2009) dan Sasmito (2010) menunjukkan
hasil yang berbeda, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mempelajari
pengaruh aplikasi beberapa taraf konsentrasi ethepon terhadap pembentukan
bunga dan buah mentimun dengan menggunakan varietas, konsentrasi ethepon
dan jumlah aplikasi ethepon berbeda dalam sistem budidaya sederhana di lapang.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh aplikasi ethepon
terhadap pembentukan bunga dan buah pada tanaman mentimun (Cucumis
sativusL.).
Hipotesis
Konsentrasi ethephon berpengaruh dalam menginduksi pembentukan bunga
dan pembentukan buah mentimun (Cucumis sativus L.).
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.)
Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan tanaman berumah satu
(monoecious), semusim dan tumbuh merambat.Mentimun termasuk dalam famili
Cucurbitaceae.Tanaman mentimun berakartunggang,berbatang berbulu dan
berbuku dengan panjang batang mentimun mencapai 50250 cm. Mentimun
memiliki daun berwarna hijau dan berbentuk bulat(Wijoyo 2012).
Bunga mentimun muncul pada ketiak daun dan batang atau cabang.Kubicki
dalam More et al (1998) menyebutkan bahwa mentimun memiliki tiga tipe bunga,
yakni bunga jantan, betina, dan hemaprodit. Bunga jantan tumbuh umumnya
sekitar 10 hari mendahului bunga betina. Rasioantara bunga jantan dan betina
berkisar antara 10:1. Rasiobunga jantan dan betina dapat berubah tergantung pada
kondisi lingkungan tumbuh tanaman mentimun dan peran zat pengatur
tumbuh(Ashari 1995). Perkembangan bunga jantan dan betina mentimun
tergantung pada tingkat keseimbangan zat pengatur tumbuh (ZPT) seperti auksin,
giberelin, dan etilen yang merangsang ovarium. Pemberian ZPT tingkat tinggi
menyebabkan perkembangan bunga betina, sedangkan pemberian ZPT dengan
tingkat rendah menyebabkan perkembangan bunga jantan. Bunga hemaprodit
muncul saat ZPT dalam tanaman tidak menentu. Fungsi dari berbagai gen yang
3
berhubungan dengan ekspresi seks dalam tanaman mentimun adalah untuk
mengatur tingkat ZPT.
Buah mentimun bertipe buahpepo (Williams et al. 1993).Buah mentimun
dapat dipanen pada waktu tanaman berumur 3050 hari setelah tanam
(HST).Buah mentimun berbentuk bulatpanjang, memiliki biji berwarna putih dan
berbentukelips.Bijimentimun dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan
tanaman(Wijoyo 2012).
Mentimun merupakan tanaman yang menyerbuk silang. Penanaman
mentimun untuk produksi benih mentimun harus diberi jarak isolasi untuk
menjaga kemurniaan benih. Jarak penanaman mentimun dengan famili
Cucurbitaceae lainnya adalah 1000 m, sedangkan jarak penanamanantar varietas
mentimun adalah 45 m. Penyerbukan umumnya dilakukan oleh serangga (George
2010). Umur panen mentimun untuk produksi benih adalah 100120hari setelah
tanam (HST) untuk budi daya di dataran rendah, dan 130 HST untuk budi daya di
dataran tinggi.Pengolahan benih mentimun tidak jauh berbeda dengan pengolahan
benih tanaman lainnya. Pengolahan benih dilakukan dengan cara mengestraksi biji
mentimun, biji yang telah diekstraksi dikeringkan dibawah sinar matahari.
Pengeringan benih mentimun dilakukan selama 23 hari dibawah sinar matahari
sampai kadar air 810 % (Deptan 2012). Viabilitas minimum benih mentimun
adalah sebesar 80 %.
Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman mentimun yakni 22ºC 30º C.
Tanaman mentimun kurang tahan terhadap curah hujan tinggi, karena akan
mengakibatkan bunga yang terbentuk berguguran sehingga gagal membentuk
buah. Tanah yang cocok untuk pertumbuhan mentimun adalah tanah remah,
mengandung bahan organik tinggi, dan drainase baik. Derajat keasaman (pH)
optimum untuk tanaman mentimun yakni 67. Tanah dengan sifat fisik, kimia,
dan biologi yang tidak baik dapat menghambat pertumbuhan mentimun. Curah
hujan optimum untuk pertumbuhan mentimun adalah 8001000 mm tahun1
(Ashari 1995).
Pengolahan tanah dilakukan sebelum penanaman mentimun. Tanah diolah
sedalam 3035 cm. Benih mentimun ditanam pada bedeng setinggi 40 cm dan
lebar bedeng 120 cm, dengan jarak tanam 100 cm x 50 cm (Susila 2006). Media
yang digunakan untuk penanaman benih mentimun adalah campuran tanah dan
pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Pemupukan pada tanaman mentimun
dilakukan saat penanaman dan pada 1, 2, dan 3 MST (minggu setelah tanam).
Dosis pemupukan pada saat penanaman yakni 75 kgha-1 Urea, 250 kgha-1SP-36,
dan 72 kgha-1 KCL.Sedangkan 75 kgha-1 Urea dan 36 kgha-1 KCL diberikan pada
saat 1, 2, dan 3 MST (Susila 2006).
Hama penting pada tanaman mentimun antara lain adalah oteng-oteng
(Aucophola similis O.), penggorok daun (Liriomyza huidobrensis), lalat buah
(Tridacus spp.), kutu timun, dan kutu daun (Aphis gossypii). Oteng-oteng
(kumbang daun) menyerang tanaman Cucurbitaceae seperti mentimun, melon, dan
semangka. Gejala serangannya adalah lubang besar pada daun sehingga jaringan
yang dilindunginya terbuka dan mudah terinfeksi cendawan, bakteri, atau virus.
Pengggorok daun adalah sejenis lalat yang berukuran 14 cm, gejala serangannya
adalah guratan putih tak beraturan pada permukaan daun. Lalat buah menyerang
4
tanaman mentimun dengan cara menusuk buah mentimun kemudian pada bagian
tanaman mentimun yang telah ditusuk diletakkan telur lalat buah. Larva lalat buah
memakan daging buah mentimun, sehingga menimbulkan gejala abnormal dan
busuk pada tanaman mentimun. Hama kutu daun menyerang tanaman mentimun
dengan cara menghisap cairan sel tanaman, gejala serangan kutu yakni daun
menjadi keriput dan menggulung karena kutu daun umumnya menyerang bagian
pucuk tanaman (Wijoyo 2012).
Penyakit umum yang terdapat pada tanaman mentimun yakni embun bulu,
antraknosa, penyakit layu, dan busuk buah.Embunbulu disebabkan oleh cendawan
Pseudopernospora cubensis, penyakit ini menyerang pada bagian daun
mentimun.Gejala penyakit embun bulu berupa bercak kuning bersudut pada daun.
Embun bulu disebarkan oleh air, angin, insekta, manusia dan benih yang terinfeksi
(Sutakaria dan Suseno1974).Penyakit antraknosa berkembang pada saat musim
hujan, penyebab penyakit ini adalah cendawan Colletotrichum lagenarium.
Antraknosa disebarkan oleh air, benih, dan melalui sisa-sisa makanan. Faktor
yang mempengaruhi perkembangan penyakit adalah kelembapan udara yang
tinggi. Serangan penyakit antraknosa menimbulkan bercak coklat bersudut pada
daun. Penyakit layu dapat disebabkan oleh cendawan, bakteri, dan nematoda.
Penyakit layu yang disebabkan oleh cendawan disebabkan oleh Fusarium
oxysporum dengan gejala berupa layu yang disertai dengan klorosis daun.
Penyakit layu bakteri disebarkan oleh kumbang Acalymma vittata gejala yang
ditimbulkan adalah daun layu secara mendadak dan tanaman mengalami
kematian, sedangkan layu yang disebabkan oleh nematoda menunjukkan gejala
berupa terdapat bintil bagian akar, tanaman menjadi kerdil, dan mengalami
klorosis. Busuk buah disebabkan oleh cendawan Phytium aphanidermatum
cendawan ini menyerang bagian buah mentimun. Gejala yang disebabkan oleh
cendawan Phytium aphanidermatum menyebabkan bagian buah yang terserang
menjadi busuk kebasah-basahan, lunak, dan bila ditekan akan mudah pecah
(Wijoyo 2012). Menurut Sutakaria dan Suseno(1974) busuk buah menyerang pada
kelembapan udara 8590 % pada saat curah hujan tinggi. Patogen Phytium sp.
menyebarkan penyakit melalui air, angin, burung, dan serangga.
Zat Pengatur Tumbuh Ethepon
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik yang dalam konsentrasi
rendah dapat mendorong, menghambat, atau secara kualitatif dapat mengubah
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.Salah satu zat pengatur tumbuh yang
terdapat pada tumbuhan adalah etilen.Etilen adalah suatu senyawa karbon
sederhana yang tidak jenuh dalam bentuk gas, memiliki sifat-sifat fisiologis yang
luas pada aspek pertumbuhan, perkembangan, dan senesen tanaman (Wattimena,
1988).
Penggunaan etilen untuk merangsang pembungaan berawal pada tahun
1930-an di Puerto Rico, yakni dilakukan pengasapan pada tanaman nenas untuk
mencegah kerusakan akibat embun beku. Asap yang menyebar dapat mengurangi
kerusakan embun beku yang menyerang tanaman dan juga dapat merangsang
pembungaan nenas (Harjadi2009). Berdasarkan hasil penelitian Bondad dalam
Haryati (2003),aplikasi ethepon konsentrasi 1000 ppm pada batang pokoktanaman
5
nenas yang berumur 14 bulan, menyebabkan 85% dari tanaman nenas berbunga
pada 80 hari setelah aplikasi ethepon.
Wattimena (1988) menyatakan bahwa proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang dikontrol oleh auksin juga dipengaruhi oleh etilen.
Auksin tidak dapat aktif dengan adanya etilen karena etilen merusak polaritas dan
transpor sel, yang menyebabkan auksin menyebar secara lateral ke luar floem.
Auksin secara umum memiliki sifat yang berlawanan dengan etilen, misalnya
auksin merangsang pemanjangan batang sedangkan etilen menghambat
pemanjangan batang.Auksin menghambat absisi sedangkan etilen mempercepat
absisi.
Etilen dapat dihasilkan dari persenyawaan 2-haloethane-phosphonic acid
atau ethepon. Ethephon adalah salah satu zat pengatur tumbuh sintetik penghasil
etilen (CH2=CH2)dengan rumus kimia CH-CH2-CH2-PO3H2 (Usman1997).
Menurut Wattimena (1988) penggunaan ethepon dan GA3 pada tanaman
monoecious dapat meningkatkan produksi bunga dan buah.Sasmito (2005) juga
menyatakan bahwa pemberian ethepon dan NAA konsentrasi 250 ppm dan 500
ppm dapat meningkatkan jumlah bunga betina dan hasil panen mentimun, namun
aplikasi ethepon dengan konsentrasi 750 ppm hingga 1000 ppm menyebabkan
pembungaan terhambat.
Hasil penelitian Rahmawaty (2009) yakni pemberian ethepon berpengaruh
secara linier terhadap total bunga betina tanaman mentimun varietas Purbaya dan
varietas Soarer dalam sistem hidroponik, dimana peningkatan konsentrasi ethepon
dapat meningkatkan jumlah bunga betina pada varietas Purbaya. Sasmito (2005)
juga menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada
tanaman mentimun, pemberian ethepon pada konsentrasi 250 ppm menyebabkan
rasio kelamin bunga jantan dan betina sebesar 10 : 3, dan pada konsentrasi
ethepon 500 ppm rasio kelamin bunga jantan dan betina sebesar 10 : 6.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan PeralatanPenelitian
Bahan yang digunakan adalah ethepon 480 SL, benih mentimun
varietaVenus, furadan 3G, pupuk Urea, SP-36, KCL, dan pupuk kandang.Alat-alat
yang digunakan antara lain handsprayer, ember, meteran, pisau, cangkul, kored,
ajir, timbangan digital, kamera, dan label.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor
pada bulan Februari–Maret2013.
6
Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian meliputi pengolahan lahan, penanaman, pemupukan,
pengajiran, aplikasi ethepon, pemeliharaan tanaman, pengendalian OPT
(organisme pengganggu tanaman), dan pengamatan. Pengolahan lahan dilakukan
secara manual, pada saat pengolahan lahan diberi pupuk kandang dengan dosis 20
ton ha-1. Lahan dibiarkan selama satu minggu sebelum ditanami. Lahan yang
digunakan untuk penanaman adalah 216 m² yang terdiri atas 15 bedengan. Setiap
bedengan berukuran 1 m x 5.5 m dengan tinggi bedengan 20 cm. Benih mentimun
ditanam pada bendengan dengan jarak tanam 100 cm x 50 cm. Setiap lubang
ditanami dua benih mentimun.
Pupuk KCL, dan SP-36 diaplikasikan pada 2 MST (minggu setelah tanam)
dengan dosis 72 kgha-1 KCL dan 250 kgha-1 SP-36, sedangkan pupuk Urea
diaplikasikan dua kali yakni pada saat penanaman dan 2 MST dengan dosis 75
kgha-1 setiap aplikasi. Pengajiran dilakukan pada 2 MST, setiap lubang tanaman
diberi ajir dengan ukuran 1 m. Ethephon diaplikasikan pada saat tanaman berumur
3 MST dengan cara menyemprotkan ethepon ke seluruh bagian tanaman dengan
volume 10 ml per tanaman. Konsentrasi ethepon yang digunakan adalah 0 ppm,
31.25 ppm, 62.50 ppm, 93.70 ppm, dan 125 ppm. Larutan ethepon dilarutkan
dalam 10 liter (l) air.
Pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian gulma selama dua minggu
sekali dan pengairan yang dilakukan setiap hari. Pengendalian OPT dilakukan
dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif deltrametrin dengan konsentrasi
2 cc l-1 pada 3 MST dan 5 MST. Pengamatan dilakukan setiap minggu yakni sejak
3 MST–7 MST.
Pengamatan
Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bunga
jantan, jumlah bunga betina, rasio bunga jantan dan betina, jumlah buah, dan rasio
bunga betina dan buah. Tinggi tanaman dihitung dari permukaan tanah hingga
titik tumbuh. Jumlah daun dihitung mulai dari daun yang telah membuka
sempurna. Jumlah bunga jantan dan betina yang dihitung adalah bunga yang
sudah mekar. Jumlah buah dihitung apabila buah mentimun sudah berukuran ≥ 2
cm. Peubah tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah bunga jantan diamati pada
37 MST, sedangkan peubah jumlah bunga betina, rasio bunga jantan dan betina,
jumlah buah, dan rasio jumlah bunga betina dan buah diamati pada 47 MST.
Seluruh peubah yang diamati pada 3 MST dilakukan dua hari setelah aplikasi
ethepon.
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalahrancangan kelompok lengkap
teracak (RKLT) dengan satu faktor yakni konsentrasi ethepon. Terdapat lima taraf
konsentrasi ethepon yakni 0 ppm (P0), 31.25 ppm (P1), 62.50 ppm (P2), 93.70
ppm (P3), dan 125 ppm (P4).
7
Terdapat lima perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali
sehingga terdapat 15 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 22
tanaman sehingga total keseluruhan tanaman adalah 330 tanaman. Model aditif
linear adalahsebagai berikut :
Keterangan :
i = 0 ppm, 31.25 ppm, 62.50 ppm, 93.70 ppm, dan 125 ppm
j = 1, 2, 3
= Respon tanaman terhadap perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
µ = nilai tengah umum
= pengaruh perlakuan konsentrasi ethepon ke-i
= pengaruh kelompok ulangan ke-j
= pengaruh galat percobaan perlakuan ethepon ke-i, kelompok waktu
aplikasi ke-j
Data di uji dengan Uji F dengan taraf 5%. Bila terdapat peubahyang
dipengaruhi oleh perlakuan maka akan di uji lanjut dengan menggunakan uji
DMRT (Duncan Multiple Range Test ).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Curah hujan rata-rata selama bulan Februari hingga Maret 2013 di Dramaga
adalah 289.8406.2 mm, dengan suhu rata-rata 25C 26°C. Suhu tersebut sesuai
dengan suhu optimum untuk pertumbuhan mentimun. Ashari (1995) menyatakan
bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan mentimun yakni 22º C30º C. Curah
hujanoptimum untuk pertumbuhan mentimun adalah 800 1000 mm tahun-1atau
sekitar 67 83 mm-1 yakni lebih rendah dibandingkan dengan curah hujan ratarata selama penelitian (289.8 406.2 mm). Data suhu, curah hujan, dan intensitas
penyinaran matahari selama bulan Februari hingga Maret 2013 tertera pada Tabel
1.
Tabel 1 Suhu udara, curah hujan, dan intensitas penyinaran matahari di Dramaga,
Bogor pada bulan Februari Maret 2013
Suhu
Intensitas
Curah Hujan
Penyinaran
Bulan
Max
Min
(mm)
matahari
(°C)
(°C)
(Cal cm-2)
Februari 2013
31.1
23.2
406.2
228
Maret 2013
32.4
23.0
289.8
294
Sumber : Stasiun klimatologi, Dramaga, Bogor
8
Pertumbuhan awal mentimun dilapang pada 1 MST cukup baik dengan
persentase 80 %. Jumlah tanaman mentimun yang hidup mengalami penurunan
pada 7 MST yakni menjadi 40 %. Kendala yang terjadi selama penelitian adalah
serangan hama dan penyakit. Hama yang menyerang lahan penelitian adalah
penggorok daun (Liriomyza huidobrensis)dan oteng-oteng (Aucophora similis O.).
Hama penggorok daun menyerang tanaman mentimun pada lahan penelitian
dengan intensitas serangan sebesar 20%. Tanaman mentimun yang terserang oleh
lalat penggorok daun menunjukkan gejala guratan putih tak beraturan pada daun
mentimun. Larva lalat penggorok daun memakan jaringan mesofil sehingga
mengurangi kapasitas fotosintesis, selain itu serangan hama lalat penggorok daun
juga menyebabkan tanaman mudah terserang penyakit dan tanaman mengalami
penguguran daun. Oteng-oteng menyerang daun mentimun pada lahan penelitian
dengan intensitas serangan sebesar 15%. Oteng-oteng memakan daun tanaman
mentimun yang menyebabkan daun menjadi berlubang sehingga proses
fotosintesis tanaman menjadi terganggu.
Penyakit yang menyerang adalah penyakit layu, embun bulu, dan busuk
buah. Penyakit layu disebabkan oleh bakteri Erwinia tracheiphila yang
disebarkanmelalui kumbang Acalymma vittata dengan intensitas serangan 75%.
Gejala serangan penyakit layu adalah kelayuan pada satu daun mentimun yang
kemudian menyebar keseluruh daun dan selanjutnya tanaman mengalami
kematian. Penyakit layu menyebabkan 60 % tanaman dari seluruh populasi
tanaman mentimun dalam penelitian ini mengalami kematian.Embun bulu
disebabkan oleh cendawanPseudonospora cubensis dengan intensitas serangan
sebesar 35% pada 7 MST. Gejala penyakit embun bulu berupa bercak kuning
bersudut pada daun. Embun bulu menyebabkan daun tanaman mentimun menjadi
kering.
Busuk
buah
disebabkan
oleh
cendawan
Phytium
aphanidermatum,cendawan ini menyerang bagian buah mentimun. Gejala yang
disebabkan oleh cendawan Phytium aphanidermatum menyebabkan bagian buah
yang terserang menjadi busuk kebasah-basahan, lunak, dan bila ditekan akan
mudah pecah. Intensitas serangan penyakit busuk buah adalah sebesar 100%
menjelang tanaman berumur 8 MST, yang menyebabkan buah mentimun gagal
panen.
Kondisi tanaman mentimun setelah diaplikasikan insektisida tidak berbeda
secara signifikan dengan sebelum diaplikasikan insektisida. Persentase tanaman
mentimun yang tumbuh normal pada 7 MST adalah 40 % dari populasi.
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam
Peubah yang diamati selama penelitian sebanyak tujuh yakni tinggi
tanaman, jumlah daun, jumlah bunga jantan, jumlah bunga betina, jumlah buah,
rasio bunga jantan dan betina, dan rasio bunga betina dan buah.Data hasil
pengamatan di uji dengan menggunakan uji F dengan taraf 5 %. Hasil sidik ragam
uji F terdapat pada Lampiran 1 7. Tabel 2 adalah Tabel rekapitulasi hasil uji F
pengaruh perlakuan konsentrasi ethepon terhadap peubah yang diamati pada
minggu pengamatan 3 7 MST (minggu setelah tanam).
9
Tabel 2Rekapitulasi hasil uji F pengaruh perlakuan konsentrasi ethepon terhadap
peubah yang diamati
Pengamatan minggu kePeubah
3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
Tinggi tanaman
*
tn
*
tn
*
Jumlah daun
*
tn
tn
tn
tn
Jumlah bunga jantan
tn
tn
tn
tn
tn
Jumlah bunga betina
tn
tn
tn
tn
Rasio bunga jantan dan betina
tn
tn
tn
tn
Jumlah buah
tn
tn
tn
tn
Rasio bunga betina dan buah
tn
tn
tn
tn
tn
tidak nyata, * nyata pada uji F taraf 5%
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa perlakuan konsentrasi ethepon
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 3, 5, dan 7 MST, dan jumlah
daun pada 3 MST. Aplikasi ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap peubah
lainnya yakni jumlah bunga jantan, jumlah bunga betina, rasio bunga jantan dan
bunga betina, jumlah buah, dan rasio bunga betina dan buah.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Rahmawaty (2009) yang
menyatakan bahwa pemberian ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman, jumlah ruas tanaman, jumlah bunga jantan, dan rasio kelamin bunga
tetapi perlakuan varietas yakni varietas Purbaya dan Soarer berpengaruh sangat
nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah bunga betina. Perbedaan hasil ini
mungkin disebabkan karena perbedaan konsentrasi ethepon, kondisi lingkungan,
dan sistem budidaya yang diterapkan.
Tinggi Tanaman
Ethepon merupakan salah satu zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dapat
mempengaruhi sifat fisiologis tanaman pada aspek pertumbuhan, perkembangan,
dan senesen (Wattimena 1988).Pernyataan Wattimena (1988) sesuai dengan hasil
penelitian ini. Pengaruh perlakuan ethepon terhadap tinggi tanaman mentimun
tertera pada Tabel 3.
Tabel 3 Pengaruh perlakuan ethepon terhadap tinggi tanaman
Tinggi tanaman (cm)a
Perlakuan
(konsentrasi ethepon)
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
0 ppm
5.8
28.3
5.1a
9.2a
19.4ab
31.25 ppm
4.2ab
5.7
4.9b
8.3
6.3b
62.50 ppm
6.1
13.3
2.8b
9.0a
10.6b
93.70 ppm
4.4
14.5
2.8b
6.6ab
30.6a
125 ppm
5.1
15.1
3.5b
7.2ab
15.4ab
KK (%)
21.86
65.83
19.47
19.81
39.69
a
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5 %.
10
Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan etheponberpengaruh nyataterhadap
tinggi tanaman pada 3, 5, dan 7 MST. Tinggi tanaman kontrol pada 3 MST nyata
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan ethepon konsentrasi 62.50 ppm,
93.70 ppm,dan 125 ppm, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan ethepon
konsentrasi 31.25 ppm. Perlakuan ethepon konsentrasi 31.25 ppm memiliki tinggi
tanaman yang berbeda nyata dengan perlakuan 62.50 ppm dan kontrol pada 5
MST, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 93.70 ppm dan 125 ppm.
Tinggi tanaman perlakuan ethepon konsentrasi 93.70 ppm nyata berbeda dengan
perlakuan konsentrasi ethepon 31.25 ppm, 62.50 ppm, dan kontrol tetapi tidak
berbeda nyata dengan perlakuan ethepon konsentrasi 125 ppm pada 7 MST.
Tinggi tanaman mentimun seluruh perlakuan ethepon tidak berpengaruh
nyata pada 4 MST dan 6 MST. Tinggi tanaman mentimun pada 4 MST berkisar
antara 4.4 6.1 cm dengan tinggi tanaman tertinggi diperoleh perlakuan ethepon
62.50 ppm (6.1 cm), sedangkan pada 6 MST tinggi tanaman mentimun berkisar
antara 8.3 28.3 cm dengan perlakuan kontrol sebagai tinggi tanaman tertinggi
(28.3 cm).
Perlakuan kontrol memperoleh tinggi tanaman tertinggi pada 3 MST dan 5
MST, dibandingkan dengan perlakuan ethepon lainnya, akan tetapi pada 7 MST
tanaman mentimun yang diberi perlakuan ethepon 93.70 ppm memperoleh tinggi
tanaman tertinggi dibandingkan dengan perlakuan ethepon lainnya dan kontrol.
Hal ini diduga disebabkan oleh serangan penyakit layu yang menyebabkan
kematian pada sebagian besar tanaman sehingga mempengaruhi data tinggi
tanaman.
Tanaman diserang oleh penyakit layu pada 7 MST dengan intensitas
serangan 75 %. Serangan penyakit layu menyebabkan kematian pada 60
%tanaman mentimun.Prabowo (2009) menyatakan bahwa penyakit layu umum
menyerang tanaman mentimun milik petani di Desa Ciherang, Cianjur. Intensitas
serangan dapat mencapai 4.48% atau sekitar 10 tanaman per lahan surveidan
menyebabkan kematian tanaman secara cepat, sehingga penyakit layu merupakan
permasalahan utama para petani di Desa Ciherang. Gejala layu per tanaman
mentimun pada umumnya ditemukan pada saat tanaman berumur 4 minggu.
Peubah tinggi tanaman hasil pengamatan dalam penelitian ini berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawaty (2009), berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Rahmawaty pemberian ethepon tidak
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman tetapi perlakuan varietas berpengaruh
sangat nyata terhadap tinggi tanaman. Perbedaan hasil tersebut mungkin karena
perbedaan konsentrasi ethepon yang digunakan sehingga hasil yang didapat
berbeda.
Jumlah Daun
Perlakuan ethepon berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada saat
tanaman berumur 3 MST. Aplikasi ethepon menurunkan jumlah daun. Semakin
tinggi konsentrasi ethepon mengakibatkan jumlah daun semakin sedikit.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuanethepon 31.25 ppm (5.7
daun) menghasilkan jumlah daun yang berbeda nyata dengan perlakuan
konsentrasi ethepon 62.50 ppm, 93.70 ppm, dan 125 ppm,tetapi tidak berbeda
11
nyata dengan perlakuan kontrolpada 3 MST.Perlakuan kontrol pada 3 MST
memperoleh jumlah daun terbanyak dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi
ethepon lainnya yakni sebanyak 6.7 daun.
Jumlah daun tertinggi didapatkan oleh perlakuan kontrol pada 4 MST (7.2
cm) dan 5 MST (6.9 cm) dibandingkan dengan perlakuan konsentasi ethepon
lainnya yakni semakin meningkatnya konsentrasi ethepon jumlah daun yang
dihasilkan cenderung semakin sedikit.Jumlah daun antar perlakuan konsentrasi
ethepon cenderung berfluktuatif pada minggu pengamatan 6 MST dan 7 MST
yakni berkisar antara 3.0 5.4 daun.
Curah hujan yang tinggi diduga menjadi penyebab larutan ethepon tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah daun tanaman mentimun. Data
pengaruh ethepon terhadap jumlah daun dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah daun
Jumlah daun a
Perlakuan
(konsentrasi ethepon)
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
0 ppm
6.7a
6.9
4.8
7.2
3.0
31.25 ppm
5.7ab
4.0
4.0
4.0
4.5
62.50 ppm
4.5c
4.5
4.9
4.1
3.0
93.70 ppm
4.8bc
6.3
5.4
4.8
4.7
125 ppm
4.8bc
5.2
4.6
4.3
4.4
KK (%)
10.60
24.16
18.99
31.39
30.57
a
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRTtaraf 5 %.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Wattimena (1998). Menurut
Wattimena (1988) ethepon dapat mempengaruhi senense tanaman, yang dalam
penelitian ini adalah pengguguran daun. Prawiranata et al.(1995) juga menyatakan
hal yang sama bahwa etilen dapat mempengaruhi pengguguran daun.
Jumlah Bunga Jantan
Menurut Ashari (1995) bunga jantan umumnya muncul satu minggu setelah
penanaman sedangkan bunga betina muncul 10 hari setelah bunga jantan muncul.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa bunga jantan muncul pada 1 MST
(minggu setelah tanam) sedangkan bunga betina muncul pada 3 MST yakni 4 hari
lebih lambat dibandingkan dengan tanaman mentimun secara umum. Curah hujan
yang tinggi dan intensitas cahaya yang rendah selama penelitian diduga menjadi
penyebab keterlambatan munculnya bunga betina.
Peubah jumlah bunga jantan tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan
konsentrasi ethepon selama periode pengamatan yakni 3 7 MST. Jumlah bunga
jantan dalam penelitian ini berkisar antara 1.1 3.3 bunga. Data pengaruh aplikasi
ethepon terhadap jumlah bunga jantan tertera pada Tabel 5.
12
Tabel 5 Pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah bunga jantan selama periode
pengamatan
Jumlah bunga jantan
Perlakuan
(konsentrasi ethepon)
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
0 ppm
3.3
3.2
2.6
1.6
2.0
31.25 ppm
1.5
1.9
2.0
2.2
1.1
62.50 ppm
1.1
3.0
3.2
2.3
2.3
93.70 ppm
1.5
3.1
3.0
3.1
2.2
125 ppm
1.1
2.3
2.0
2.5
2.9
KK (%)
49.42
29.50
33.73
38.52
25.11
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa perlakuan kontrol memperoleh
jumlah bunga jantan tertinggi pada 3 MST (3.3 bunga) dan 4 MST (3.2 bunga),
tetapi pada 5 7 MST jumlah bunga jantan pada tanaman kontrol cenderung lebih
rendah dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi ethepon lainnya. Grafik
pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah bunga jantan tertera pada Gambar 1.
Gambar 1 Grafik pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah bunga jantan
Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa jumlah bunga jantan pada
tanaman yang diberi perlakuan ethepon cenderung meningkat selama periode
pengamatan 3 7 MST. Jumlah bunga jantan perlakuan kontrol pada 3 MST
memiliki jumlah bunga jantan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan
konsentrasi ethepon lainnyayakni 33 bunga. Tanaman mentimun yang diberi
perlakuan ethepon pada 4 MST memiliki jumlah bunga jantan yang meningkat
yakni berkisar antara 1.9 3.2 bunga, sedangkan perlakuan kontrol pada 4 MST
menurun menjadi 3.2 bunga. Jumlah bunga jantan tertinggi pada 5 MST diperoleh
perlakuan 31.25 ppm dan diikuti oleh perlakuan konsentrasi ethepon lainnya dan
kontrol.
Perlakuan 93.70 ppm mendapatkan jumlah bunga jantan terbanyak (3.1
bunga) pada 6 MST dan diikuti oleh perlakuan konsentrasi ethepon lainnya dan
kontrol (1.6 bunga). Jumlah bunga jantan perlakuan 31.25 ppm dan 93.70 ppm
mengalami penurunan pada 7 MST, sedangkan peningkatan jumlah bunga jantan
13
terjadi oleh perlakuan ethepon lainnya dan kontrol. Curah hujan tinggi diduga
menyebabkan banyaknya bunga yang gugur selama penelitian.
Hasil pengamatan terhadap jumlah bunga jantan hampir serupa dengan hasil
penelitian Syarif et al (2010) yang menyatakan bahwa pemberian ethepon dapat
meningkatkan jumlah bunga jantan pada varietas Lokal dan varietas Antara, yakni
semakin tinggi konsentrasi ethepon maka jumlah bunga jantan yang dihasilkan
semakin meningkat.
Jumlah Bunga Betina
Jumlah bunga betina tidak dipengaruhi nyata oleh perlakuan konsentrasi
ethepon selama periode pengamatan yakni 4 7 MST. Pengaruh konsentrasi
ethepon terhadap jumlah bunga betina dicantumkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah bunga betina selama periode
pengamatan
Jumlah bunga betina
Perlakuan
(konsentrasi ethepon)
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
0 ppm
1.4
1.5
1.8
2.0
31.25 ppm
1.2
1.1
1.3
1.1
62.50 ppm
1.5
1.6
1.5
1.4
93.70 ppm
1.3
1.4
1.4
2.0
125 ppm
1.3
1.1
2.2
2.7
KK (%)
28.65
44.72
38.27
39.23
Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan ethepon menghasilkan jumlah bunga
betina \cenderung meningkat selama periode pengamatan yakni pada47 MST.
Jumlah bunga betina selamapengamatanberkisar antara 1.12.2 bunga. Perlakuan
konsentrasi ethepon 31.25 ppm memiliki jumlah bunga betina lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan konsentrasi ethepon lainnya pada 4
MST dan 5 MST, tetapi pada 6 MST dan 7 MST perlakuan ethepon konsentrasi
125 ppm memiliki jumlah bunga betina yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan
ethepon lainnya dan kontrol. Grafik pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah
bunga betina tertera pada Gambar 2.
14
Gambar 2 Grafik pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah bunga betina
Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa jumlah bunga betina pada
seluruh perlakuan konsentrasi ethepon cenderung mengalami peningkatan pada 5
7 MST. Seluruh perlakuan konsentrasi ethepon tidak berbeda secara signifikan
pada 4 MST yakni berkisar antara 1.3 1.5 bunga. Perlakuan ethepon konsentrasi
62.50 ppm, 93.70 ppm, dan kontrol mengalami peningkatan jumlah bunga betina
pada 5 MST, sedangkan perlakuan 31.25 ppm dan 125 ppm sedikit mengalami
penurunan jumlah bunga betina pada 5 MST yakni menurun 0.1 (31.25 ppm) dan
0.2 (125 ppm). Jumlah bunga betina terbanyak diperoleh perlakuan 125 ppm pada
6 MST (2.2 bunga ) dan 7 MST (2.7 bunga), diikuti oleh perlakuan kontrol dan
perlakuan konsentrasi ethepon lainnya.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rahmawaty (2009), yaitu konsentrasi ethepon tidak berpengaruh secara nyata
terhadap jumlah bunga betina, akan tetapi perlakuan varietas berpengaruh nyata
terhadap jumlah bunga betina dimana varietas Purbaya memperoleh total jumlah
bunga betinalebih besar dibandingkan dengan varietas Soarer.
Menurut Wattimena (1988) ethepon dapat mempengaruhi ekspresi seks pada
tanaman. Kusumaningsih (1989) juga menyatakan bahwa pemberian ethepon
menyebabkan meningkatnya jumlah bunga betina pada tanaman mentimun,
peningkatan jumlah bunga disebabkan oleh kandungan etilen dalam tanaman yang
tinggi sehingga tanaman dirangsang untuk membentuk bunga betina. Menurut
Syarif et al. (2010) bunga tanaman mentimun memiliki calon benang sari dan
calon putik rudimental. Timbulnya uniseksualitas merupakan hasil penekanan
salah satu jenis kelamin terhadap kelamin yang lain sehingga pemberian
etilenmampu menekan pembentukan jumlah jantan dan menghasilkan bunga
betina lebih banyak.
Rasio Bunga Jantan dan Betina
Menurut Ashari (1995) pemberian zat pengatur tumbuh dapat meningkatkan
rasio bunga jantan dan bunga betina. Rasio bunga pada tanaman mentimun
dipengaruhi oleh faktor lingkungan danjumlah zat pengatur tumbuh baik endogen,
15
maupun ZPT sintetik yang diaplikasikan pada tanaman (eksogen). Wattimena
(1988) menyatakan bahwa efektivitas pemberian zat pengatur tumbuh pada
tanaman dipengaruhi oleh konsentrasi, sehingga memberikan pengaruh berbeda
pada aktivitas metabolisme tanaman. Hera (2009) juga menyatakan bahwa
konsentrasi zat pengatur tumbuh akan menentukan respon yang ditimbulkan oleh
tanaman, sehingga untuk memperoleh keseimbangan yang optimum antara bunga
jantan dan betina perlu diketahui konsentrasi zat pengatur tumbuh yang tepat.
Rasio kelamin bunga (bunga jantan/bunga betina) adalah perbandingan
antara bunga jantan dan bunga betina. Rasio bunga jantan dan betina yang
tinggiberarti bahwa jumlah bunga jantan yang dihasilkan lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah bunga betina, sedangkan rasio bunga jantan dan
betinayang rendah berarti bahwa bunga betina yang dihasilkan lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah bunga jantan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ethepon tidak
berpengaruh nyata terhadap rasio bunga jantan dan betina. Rasio bunga jantan dan
betina pada penelitian ini tertera pada Tabel 7.
Tabel 7 Pengaruh ethepon terhadap rasio bunga jantan dan betina
Rasio bunga jantan dan betina
Perlakuan
(konsentrasi ethepon)
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
0 ppm
2.4
1.8
1.0
1.0
31.25 ppm
1.6
2.0
1.7
1.0
62.50 ppm
2.1
1.8
1.4
1.7
93.70 ppm
2.3
2.4
2.3
1.1
125 ppm
1.9
1.9
1.1
1.1
KK (%)
23.37
28.34
38.36
57.8
Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan kontrol pada 4 MST memperoleh
rasio tertinggi dibandingkan dengan perlakuan ethepon lainnya, namun menurun
pada 5 7 MST. Rasio menurun berarti bahwa bunga betina yang dihasilkan
tanaman kontrol menjadi meningkat pada 5 7 MST. Perlakuan ethepon 125 ppm
menghasilkan rasio yang cenderung seimbang, yakni rasio bernilai 1.9 pada 4
MST dan 5 MST, serta rasio bernilai 1.0 pada 6 MST dan 7 MST. Nilai rasio
seimbang berarti bahwa bunga jantan dan bunga betina pada tanaman yang diberi
perlakuan ethepon 125 ppm berjumlah sama. Rasio bunga jantan dan betina pada
seluruh perlakuan ethepon cenderung semakin menurun selama periode
pengamatan, hal ini berarti bahwa jumlah bunga betina yang dihasilkan cenderung
meningkat pada setiap minggu tanam.
Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian Sasmito (2005).
Menurut Sasmito pemberian ethepon berpengaruh nyata terhadap rasio bunga
jantan dan betina, semakin tinggi konsentrasi ethepon rasio bunga jantan dan
betina semakin kecil, yang berarti bahwa jumlah bunga betina yang dihasilkan
semakin banyak.
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Rahmawaty (2009), menurut
hasil penelitian Rahmawaty perlakuan ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap
16
rasio kelamin bunga baik pada varietas Soarer maupun varietas Purbaya. Faktor
lain yang menyebabkan perlakuan ethepon tidak berpengaruh dalam penelitian ini
adalah curah hujan yang tinggi yang menyebabkan banyaknya jumlah bunga yang
gugur, sehingga mempengaruhi data penelitian.
Jumlah Buah
Perlakuan ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah buah pada 47
MST. Pengaruh ethepon terhadap jumlah buah tertera pada Tabel 8.
Tabel 8 Pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah buah selama periode
pengamatan
Jumlah buah
Perlakuan
(konsentrasi ethepon)
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
0 ppm
0.9
1.0
1.6
1.3
31.25 ppm
1.2
1.1
1.1
1.1
62.50 ppm
1.1
1.2
1.5
1.4
93.70 ppm
1.1
1.1
1.2
1.2
125 ppm
1.1
1.3
1.1
1.5
KK (%)
15.41
43.57
48.63
42.03
Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah buah cenderung berfluktuatif selama
periode pengamatan 4 7 MST yakni berkisar antara 0.91.6 buah. Jumlah buah
pada seluruh perlakuan cenderung meningkat pada 5 MST dan 6 MST, akan tetapi
terjadi penurunan pada 7 MST. Grafik pengaruh perlakuan ethepon terhadap
jumlah buah tertera pada Gambar 3.
Gambar 3 Grafik pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah buah
Grafik diatas menunjukkan bahwa jumlah buah cenderung berfluktuatif
pada 4 – 7 MST. Perlakuan ethepon konsentrasi 31.25 ppm (1.2 buah)
memperoleh jumlah buah terbanyak dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan
17
konsentrasi ethepon lainnya pada 4 MST. Jumlah buah terbanyak didapatkan oleh
perlakuan 125 ppm pada 5 MST yakni 1.3 buah, dan diikuti oleh perlakuan
ethepon lainnya dan kontrol. Peningkatan jumlah buah terjadi pada perlakuan
kontrol, 62.50 ppm, dan 93.70 ppm pada 6 MST, sedangkan perlakuan 125 ppm
mengalami sedikit penurunan jumlah buah. Jumlah buah pada seluruh perlakuan
cenderung mengalami penurunan pada 7 MST, terkecuali pada perlakuan ethepon
konsentrasi 125 ppm.
Jumlah buah yang cenderung berfluktuatif selama periode pengamatan
diduga disebabkan oleh curah hujan yang tinggi yang menyebabkan penyerbukan
dan pembentukan buah terganggu. Selain itu serangan penyakit busuk buah yang
tinggi yang disebabkan oleh patogen Phytium sp., diduga mempengaruhi data
yang diperoleh. Serangan busuk buah juga menyebabkan buah mentimun pada
penelitian ini mengalami gagal panen menjelang tanaman berumur 8 MST.
Hasil ini serupa dengan hasil penelitian Rahmawaty (2009) yakni aplikasi
ethepon tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah buah, tetapi perlakuan
varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per tanaman dimana jumlah
buah varietas Soarer lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Purbaya.
Rasio Bunga Betina dan Buah
Aplikasi ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap rasio bunga betina dan
buah pada 4 7 MST. Pengaruh konsentrasi ethepon terhadap rasio bunga betina
dan buah dicantumkan pada Tabel 9.
Tabel 9Pengaruh ethepon terhadap rasio bunga betina dan buah
Rasio bunga jantan dan betina
Perlakuan
(konsentrasi ethepon)
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
0 ppm
1.6
1.4
1.1
1.5
31.25 ppm
1.0
1.0
1.2
1.0
62.50 ppm
1.4
1.4
1.0
1.0
93.70 ppm
1.3
1.3
1.2
1.7
125 ppm
1.2
0.9
2.1
1.8
KK (%)
30.30
54.11
43.88
46.62
Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa rasio bunga betina dan buah
cenderung berfluktuatif selama periode pengamatan 4 7 MST. Perlakuan kontrol
memperoleh rasio tertinggi pada 4 MST (1.6) dibandingkan dengan perlakuan
ethepon lainnya, namun menurun pada 5 7 MST. Hal tersebut berarti bahwa
pada 4 MST buah mentimun yang dihasilkan oleh tanaman kontrol cenderung
lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan ethepon lainnya, tetapi jumlah buah
mentimun tanaman kontrol cenderung mengalami peningkatan pada 5 7 MST.
Rasio bunga betina dan buah pada tanaman mentimun yang diberi perlakuan
ethepon 62.50 ppm cenderung seimbang yakni 1.3 pada 4 MST dan 5 MST, serta
1.0 pada 6 MST dan 7 MST. Hal itu berarti bahwa pada perlakuan ethepon 62.50
18
ppmbuah mentimun yang dihasilkan seimbangdengan bunga betina yang
dihasilkan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Aplikasi ethepon menekan pertumbuhan vegetatif tanaman mentimun yakni
tinggi tanaman dan jumlah daun. Tanaman yang diberi perlakuan konsentrasi
ethepon menghasilkan jumlah bunga jantan, jumlah bunga betina, dan jumlah
buah yang cenderung meningkat selama periode pengamatan dibandingkan
dengan perlakuan kontrol. Aplikasi ethepon menghasilkan rasio bunga jantan dan
betina, dan rasio bunga betina dan buah yang cenderung berfluktiatif selama
periode pengamatan.
Saran
Penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan ethepon konsentrasi 31.25
ppm, 62.50 ppm, 93.70 ppm, dan 125 ppm berpotensi meningkatkan jumlah
bunga jantan, jumlah bunga betina, dan jumlah buah. Curah hujan yang tinggi
menjadi salah satu faktor pembatas dalam penelitian ini, sehingga disarankan
untuk melakukan budi daya mentimun tidak pada musim hujan untuk mengurangi
serangan OPT dan mengoptimumkan pembentukan bunga dan buah mentimun.
DAFTAR PUSTAKA
Ashari S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta (ID): UI-Press.
Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Sayuran di Indonesia. [Internet]. [ diunduh
21Juli
2013].
Tersedia
pada
:
http://www.bps.go.id/tab_sub/
view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=55¬ab=20.
Dalimartha S,AdrianF. 2011. Khasiat Buah dan Sayur. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Departemen Pertanian. 2012. Budi daya Produksi Benih Timun Merah. [Internet].
[diunduh 14 Desember 2013]. Tersedia pada : http://hortikultura.litbang.
deptan.go.id/index.php?bawaan=teknologi/isi_teknologi&id_menu=4&id_s
ubmenu=19&id=33.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2008. Upaya Perbaikan Industri Benih
Hortikuktura untuk Meningkatkan Impor Benih serta Pengembangan Sentra
Produksi Hortikuktura. [Internet]. [diunduh 12 Desember 2013]. Tersedia
pada : http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node154.
Geor
PEMBENTUKAN BUNGA DAN BUAH MENTIMUN
(Cucumis sativus L.)
SITI FAIZAH AMALIA
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Ethepon untuk
Meningkatkan Pembentukan Bunga dan Buah Mentimun (Cucumis sativus L.)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Siti Faizah Amalia
NIM A24090077
ABSTRAK
SITI FAIZAH AMALIA. Aplikasi Ethepon untuk Meningkatkan Pembentukan
Bunga dan Buah Mentimun (Cucumis sativus L.). Dibimbing oleh TATIEK
KARTIKA SUHARSI.
Mentimun (Cucumis sativus L.) termasuk dalam famili Cucurbitaceae. Buah
mentimun banyak di konsumsi di Indonesia. Pembentukan buah mentimun
dipengaruhi oleh pembungaan. Ethepon merupakan salah satu zat pengatur
tumbuh yang berfungsi untuk menginduksi pembungaan. Penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari pengaruh aplikasi ethepon terhadap pembentukan bunga dan
buah pada tanaman mentimun. Penelitian menggunakan rancangan kelompok
lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor yakni konsentrasi ethepon. Terdapat
lima taraf konsentrasi ethepon yang digunakan yakni 0 ppm, 31.25 ppm, 62.50
ppm, 93.70 ppm, dan 125 ppm. Varietas yang digunakan adalah Venus. Perlakuan
ethepon cenderung menurunkan tinggi tanaman dan jumlah daun. Tanaman yang
diberi konsentrasi ethepon menghasilkan jumlah bunga jantan, jumlah bunga
betina, dan jumlah buah yang cenderung meningkat dibandingkan dengan
perlakuan kontrol. Aplikasi ethepon menghasilkan rasio bunga jantan dan betina,
dan rasio bunga betina buah yang berfluktiatif selama periode pengamatan.
Kata kunci: Cucurbitaceae, konsentrasi ethepon, pembungaan, zat pengatur
tumbuh.
ABSTRACT
SITI FAIZAH AMALIAEtheponApplicationto Increase The Flower Formation
and Cucumber Fruit (Cucumis sativus L.). Supervised by TATIEK KARTIKA
SUHARSI.
Cucumber (Cucumis sativusL.) is a vegetable under the family
Cucurbitaceae. The fruit is largely consumed in Indonesia. The formation of
cucumber fruit is influenced by the generative phase. Ethepon functions as a plant
growth regulators to induce flowering. The purpose of this research was to study
the effect of the ethepon application on flowering and fruit formation in
cucumbers. Randomized block design (RBD) was used for statistical analysis with
ethepon concentration as the main factor. There are five levels of ethepon
concentration used is 0 ppm, 31.25ppm, 62.50 ppm, 93.70ppm, and 125 ppm. The
variety of cucumber which was usedis Venus. Ethepon treatment tends to
preventthe plant from growing tall and the number of leaves.Ethepon
concentration tends to increase male and female flowers, and amount of fruit
compared with control. Ethepon application produces ratio of male and female
flowers, and the ratio of female flower and fruits which fluctuated during the
observation periode.
Keywords: Cucurbitaceae, ethepon concentration, flowering, growth regulators.
APLIKASIETHEPON UNTUK MENINGKATKAN
PEMBENTUKAN BUNGA DAN BUAH MENTIMUN
(Cucumis sativusL.)
SITI FAIZAH AMALIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
Judul Skripsi : Aplikasi Ethepon untuk Meningkatkan Pembentukan Bunga dan
Buah Mentimun (Cucumis sativus L.)
: Siti Faizah Amalia
Nama
: A24090077
NIM
Disetujui oleh
Dr Tatiek Kartika Suharsi. MS
Pembimbing
Diketahui oleh
"
Tanggallulus : · '2 t;
j ゥセ@ ::
2014
PRAKATA
Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsiyang berjudul
“Aplikasi Ethepon untuk Meningkatkan Pembentukan Bunga dan Buah Mentimun
(Cucumis sativus L.)”.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Mama, Papa, Teh Dhilah, Ka Gilang, Adi, Nida, Zein, keluarga besar H.
Bachruddin, dan Bani Syatibi atas dukungan baik moril maupun materil
serta doa yang tiada henti.
2. Dr. Tatiek Kartika Suharsi, MS selaku pembimbing skripsi yang telah
banyak membantu dan memberikan saran dan bimbingan selama penelitian
sampai denganpenyusunanskripsi.
3. Dr. Ir. Ni Made Armini W, MS selaku dosen pembimbing akademik.
4. Maryati Sari, SP, MSi dan Dr. Ir. Sudradjat, MS selaku dosen penguji dalam
ujian skripsi.
5. Suga Libran, Indah, Feni, Bita, Arinta, Winda, Nita, Ami, Gustia, Dita,
Bunga, Yusti, Tita, Amoy, Silmi, Selvi, Kantika, Elischa, Anin, Azmi,
Endro, Dira, Abu, Septi, Yanti, Nafi, Fatisa, Shinta, Fitri, Poetri, Nurul dan
Novi selaku sahabat yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan.
6. Teman-teman Socrates 46, teman-teman di Wisma Jelita, teman-teman di
Pondok Ar-Rahmah, dan teman-teman Freedomizer.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat dimanfaatkan sebaikbaiknya.
Bogor, Januari2014
Siti Faizah Amalia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABELviii
DAFTAR GAMBARviii
DAFTAR LAMPIRANviii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
Hipotesis
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.)
2
Zat Pengatur Tumbuh Ethepon
4
BAHAN DAN METODE
5
Bahan dan Peralatan Penelitian
5
Lokasi dan Waktu Penelitian
5
Prosedur Penelitian
6
Pengamatan
6
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Kondisi Umum
7
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam
8
Tinggi Tanaman
9
Jumlah Daun
10
Jumlah Bunga Jantan
11
Jumlah Bunga Betina
13
Rasio Bunga Jantan dan Betina
14
Jumlah Buah
16
Rasio Bunga Betina dan Buah
17
KESIMPULAN DAN SARAN18
Kesimpulan
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA18
RIWAYAT HIDUP27
DAFTAR TABEL
1. Suhu udara, curah hujan, dan intensitas penyinaran matahari di Dramaga,
Bogor pada bulan Februari Maret 2013
7
2. Rekapitulasi hasil uji Fperlakuan konsentrasi ethepon terhadap peubah
yang diamati
9
3. Pengaruh perlakuan ethepon terhadap tinggi tanaman
4. Pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah daun
9
11
5. Pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah bungajantan selama periode
pengamatan
12
6. Pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah bunga betina selama periode
pengamatan
13
7. Pengaruh perlakuan ethepon terhadap rasio bunga jantan dan betina
15
8. Pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah buah selama periode pengamatan 16
9. Pengaruh perlakuan ethepon terhadap rasio bunga betina dan buah
17
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1 Grafik pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlahbunga jantan
12
2. Gambar 2 Grafik pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlahbunga betina
14
3. Gambar 3 Grafik pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah buah
16
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi ethepon terhadap tinggi tanaman
mentimun
21
2. Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi ethepon terhadap jumlah daun mentimun 22
3. Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi ethepon terhadap jumlah bunga
jantantanaman mentimun
23
4. Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi ethepon terhadap jumlah bunga
betinatanaman mentimun
24
5.Hasil sidik ragam pengaruh aplikasiterhadap rasio bunga jantan dan betina
tanaman mentimun
25
6.Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi ethepon terhadap jumlah buah mentimun
7. Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi ethepon terhadap rasio bunga betina
danbuah mentimun
27
26
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu komoditas tanaman
sayuran yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Mentimun termasuk famili
Cucurbitaceae.Menurut Dalimartha dan Adrian (2011) mentimun memiliki
banyak khasiat yang sangat bermanfaat bagi pencernaan dan daya tahan
tubuh.Tanaman mentimun memiliki daya tarik budidaya yang cukup tinggi akan
tetapi terdapat beberapa kendala dalam budidaya mentimun, diantaranya adalah
serangan hama penyakit dan kegagalan dalam pembentukan bunga. Berdasarkan
data Badan Pusat StatistikIndonesia (2013) produksi mentimunpada tahun 2012
adalah sebesar 511 525 ton, menurun dari tahun 2011 yakni 521535 ton.
Penurunan produksi mentimun terkait erat dengan ketersediaan benih
mentimun, menurut data Dirjen Hortikulutra (2008)ketersediaan benih nasional
adalah sebesar 20 112 kg. Ketersediaan benih tersebut tidak sesuai dengan
kebutuhan benih mentimun yakni sebesar 62 370 kg. Ketersediaan benih dan
produksi buah mentimun dipengaruhi oleh pembungaan. Menurut Ashari (1995)
pembungaan mentimun sangat bergantung kepada kondisi lingkungan dan peran
zat pengatur tumbuh.Umumnya bunga jantan terbentuk lebih awal daripada bunga
betina sehingga tanaman mentimun memiliki rasio bunga yang tidak seimbang
yakni 10 : 1, oleh karena itu perlu dilakukan induksi pembungaan pada tanaman
mentimun. Salah satu tehnik yang dapat dilakukan adalah dengan aplikasi zat
pengatur tumbuh (ZPT).
Ethepon adalah zat pengatur tumbuh penghasil etilen. Etilen adalahgas yang
terbentuk pada pembakaran hidrokarbon tak sempurna. Etilen berfungsi untuk
mempengaruhi proses pemasakan buah, menyebabkan absisi daun dan
merangsang pembungaan (Tjondronegoro et al. 1989).
Penelitian mengenai aplikasi ethepon pada mentimun pernah dilakukan oleh
Rahmawaty (2009) dan Syarifet al. (2010). Rahmawaty (2009) melakukan
penelitian mengenai aplikasi ethepon dengan konsentrasi 150, 300, 450, dan 600
ppm pada mentimun dalam sistem hidroponik di Green housedengan
menggunakan dua varietas berbeda yakni varietas Soarer dan Purbaya. Hasil
penelitian Rahmawaty yakni pemberian ethepon pada varietas Soarer dapat
menekan tinggi tanaman mentimun, serta dapat meningkatkan rasio kelamin
bunga, dan jumlah buah. Sedangkan perlakuan konsentrasi ethepon pada varietas
Purbaya dapat meningkatkan total bunga betina.
Syarif et al. (2010) melakukan penelitian pada mentimun, menggunakan
konsentrasi ethepon 100, 200, 300, dan 400 ppm yang diaplikasikan pada dua
varietas berbeda yakni varietas Lokal dan varietas Antara. Hasil penelitian Syarif
et al.yaknipemberian konsentrasi ethepon200 ppm menghasilkan jumlah bunga
betina, jumlah buah, dan bobot buah paling baik dibandingkan dengan konsentrasi
ethepon lainnya, dan aplikasi ethepon pada varietas Lokalmenunjukkan produksi
buah yang lebih baik dibandingkan dengan varietas Antara.
2
Penelitian mengenai aplikasi ethepon untuk meningkatkan pembungaan juga
pernah dilakukan pada beberapa komoditas lainnya antara lain penelitian Putri
(2006) pada pepaya, dan Haryati (2003) padanenas.
Hasil daripenelitian Rahmawaty (2009) dan Sasmito (2010) menunjukkan
hasil yang berbeda, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mempelajari
pengaruh aplikasi beberapa taraf konsentrasi ethepon terhadap pembentukan
bunga dan buah mentimun dengan menggunakan varietas, konsentrasi ethepon
dan jumlah aplikasi ethepon berbeda dalam sistem budidaya sederhana di lapang.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh aplikasi ethepon
terhadap pembentukan bunga dan buah pada tanaman mentimun (Cucumis
sativusL.).
Hipotesis
Konsentrasi ethephon berpengaruh dalam menginduksi pembentukan bunga
dan pembentukan buah mentimun (Cucumis sativus L.).
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.)
Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan tanaman berumah satu
(monoecious), semusim dan tumbuh merambat.Mentimun termasuk dalam famili
Cucurbitaceae.Tanaman mentimun berakartunggang,berbatang berbulu dan
berbuku dengan panjang batang mentimun mencapai 50250 cm. Mentimun
memiliki daun berwarna hijau dan berbentuk bulat(Wijoyo 2012).
Bunga mentimun muncul pada ketiak daun dan batang atau cabang.Kubicki
dalam More et al (1998) menyebutkan bahwa mentimun memiliki tiga tipe bunga,
yakni bunga jantan, betina, dan hemaprodit. Bunga jantan tumbuh umumnya
sekitar 10 hari mendahului bunga betina. Rasioantara bunga jantan dan betina
berkisar antara 10:1. Rasiobunga jantan dan betina dapat berubah tergantung pada
kondisi lingkungan tumbuh tanaman mentimun dan peran zat pengatur
tumbuh(Ashari 1995). Perkembangan bunga jantan dan betina mentimun
tergantung pada tingkat keseimbangan zat pengatur tumbuh (ZPT) seperti auksin,
giberelin, dan etilen yang merangsang ovarium. Pemberian ZPT tingkat tinggi
menyebabkan perkembangan bunga betina, sedangkan pemberian ZPT dengan
tingkat rendah menyebabkan perkembangan bunga jantan. Bunga hemaprodit
muncul saat ZPT dalam tanaman tidak menentu. Fungsi dari berbagai gen yang
3
berhubungan dengan ekspresi seks dalam tanaman mentimun adalah untuk
mengatur tingkat ZPT.
Buah mentimun bertipe buahpepo (Williams et al. 1993).Buah mentimun
dapat dipanen pada waktu tanaman berumur 3050 hari setelah tanam
(HST).Buah mentimun berbentuk bulatpanjang, memiliki biji berwarna putih dan
berbentukelips.Bijimentimun dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan
tanaman(Wijoyo 2012).
Mentimun merupakan tanaman yang menyerbuk silang. Penanaman
mentimun untuk produksi benih mentimun harus diberi jarak isolasi untuk
menjaga kemurniaan benih. Jarak penanaman mentimun dengan famili
Cucurbitaceae lainnya adalah 1000 m, sedangkan jarak penanamanantar varietas
mentimun adalah 45 m. Penyerbukan umumnya dilakukan oleh serangga (George
2010). Umur panen mentimun untuk produksi benih adalah 100120hari setelah
tanam (HST) untuk budi daya di dataran rendah, dan 130 HST untuk budi daya di
dataran tinggi.Pengolahan benih mentimun tidak jauh berbeda dengan pengolahan
benih tanaman lainnya. Pengolahan benih dilakukan dengan cara mengestraksi biji
mentimun, biji yang telah diekstraksi dikeringkan dibawah sinar matahari.
Pengeringan benih mentimun dilakukan selama 23 hari dibawah sinar matahari
sampai kadar air 810 % (Deptan 2012). Viabilitas minimum benih mentimun
adalah sebesar 80 %.
Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman mentimun yakni 22ºC 30º C.
Tanaman mentimun kurang tahan terhadap curah hujan tinggi, karena akan
mengakibatkan bunga yang terbentuk berguguran sehingga gagal membentuk
buah. Tanah yang cocok untuk pertumbuhan mentimun adalah tanah remah,
mengandung bahan organik tinggi, dan drainase baik. Derajat keasaman (pH)
optimum untuk tanaman mentimun yakni 67. Tanah dengan sifat fisik, kimia,
dan biologi yang tidak baik dapat menghambat pertumbuhan mentimun. Curah
hujan optimum untuk pertumbuhan mentimun adalah 8001000 mm tahun1
(Ashari 1995).
Pengolahan tanah dilakukan sebelum penanaman mentimun. Tanah diolah
sedalam 3035 cm. Benih mentimun ditanam pada bedeng setinggi 40 cm dan
lebar bedeng 120 cm, dengan jarak tanam 100 cm x 50 cm (Susila 2006). Media
yang digunakan untuk penanaman benih mentimun adalah campuran tanah dan
pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Pemupukan pada tanaman mentimun
dilakukan saat penanaman dan pada 1, 2, dan 3 MST (minggu setelah tanam).
Dosis pemupukan pada saat penanaman yakni 75 kgha-1 Urea, 250 kgha-1SP-36,
dan 72 kgha-1 KCL.Sedangkan 75 kgha-1 Urea dan 36 kgha-1 KCL diberikan pada
saat 1, 2, dan 3 MST (Susila 2006).
Hama penting pada tanaman mentimun antara lain adalah oteng-oteng
(Aucophola similis O.), penggorok daun (Liriomyza huidobrensis), lalat buah
(Tridacus spp.), kutu timun, dan kutu daun (Aphis gossypii). Oteng-oteng
(kumbang daun) menyerang tanaman Cucurbitaceae seperti mentimun, melon, dan
semangka. Gejala serangannya adalah lubang besar pada daun sehingga jaringan
yang dilindunginya terbuka dan mudah terinfeksi cendawan, bakteri, atau virus.
Pengggorok daun adalah sejenis lalat yang berukuran 14 cm, gejala serangannya
adalah guratan putih tak beraturan pada permukaan daun. Lalat buah menyerang
4
tanaman mentimun dengan cara menusuk buah mentimun kemudian pada bagian
tanaman mentimun yang telah ditusuk diletakkan telur lalat buah. Larva lalat buah
memakan daging buah mentimun, sehingga menimbulkan gejala abnormal dan
busuk pada tanaman mentimun. Hama kutu daun menyerang tanaman mentimun
dengan cara menghisap cairan sel tanaman, gejala serangan kutu yakni daun
menjadi keriput dan menggulung karena kutu daun umumnya menyerang bagian
pucuk tanaman (Wijoyo 2012).
Penyakit umum yang terdapat pada tanaman mentimun yakni embun bulu,
antraknosa, penyakit layu, dan busuk buah.Embunbulu disebabkan oleh cendawan
Pseudopernospora cubensis, penyakit ini menyerang pada bagian daun
mentimun.Gejala penyakit embun bulu berupa bercak kuning bersudut pada daun.
Embun bulu disebarkan oleh air, angin, insekta, manusia dan benih yang terinfeksi
(Sutakaria dan Suseno1974).Penyakit antraknosa berkembang pada saat musim
hujan, penyebab penyakit ini adalah cendawan Colletotrichum lagenarium.
Antraknosa disebarkan oleh air, benih, dan melalui sisa-sisa makanan. Faktor
yang mempengaruhi perkembangan penyakit adalah kelembapan udara yang
tinggi. Serangan penyakit antraknosa menimbulkan bercak coklat bersudut pada
daun. Penyakit layu dapat disebabkan oleh cendawan, bakteri, dan nematoda.
Penyakit layu yang disebabkan oleh cendawan disebabkan oleh Fusarium
oxysporum dengan gejala berupa layu yang disertai dengan klorosis daun.
Penyakit layu bakteri disebarkan oleh kumbang Acalymma vittata gejala yang
ditimbulkan adalah daun layu secara mendadak dan tanaman mengalami
kematian, sedangkan layu yang disebabkan oleh nematoda menunjukkan gejala
berupa terdapat bintil bagian akar, tanaman menjadi kerdil, dan mengalami
klorosis. Busuk buah disebabkan oleh cendawan Phytium aphanidermatum
cendawan ini menyerang bagian buah mentimun. Gejala yang disebabkan oleh
cendawan Phytium aphanidermatum menyebabkan bagian buah yang terserang
menjadi busuk kebasah-basahan, lunak, dan bila ditekan akan mudah pecah
(Wijoyo 2012). Menurut Sutakaria dan Suseno(1974) busuk buah menyerang pada
kelembapan udara 8590 % pada saat curah hujan tinggi. Patogen Phytium sp.
menyebarkan penyakit melalui air, angin, burung, dan serangga.
Zat Pengatur Tumbuh Ethepon
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik yang dalam konsentrasi
rendah dapat mendorong, menghambat, atau secara kualitatif dapat mengubah
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.Salah satu zat pengatur tumbuh yang
terdapat pada tumbuhan adalah etilen.Etilen adalah suatu senyawa karbon
sederhana yang tidak jenuh dalam bentuk gas, memiliki sifat-sifat fisiologis yang
luas pada aspek pertumbuhan, perkembangan, dan senesen tanaman (Wattimena,
1988).
Penggunaan etilen untuk merangsang pembungaan berawal pada tahun
1930-an di Puerto Rico, yakni dilakukan pengasapan pada tanaman nenas untuk
mencegah kerusakan akibat embun beku. Asap yang menyebar dapat mengurangi
kerusakan embun beku yang menyerang tanaman dan juga dapat merangsang
pembungaan nenas (Harjadi2009). Berdasarkan hasil penelitian Bondad dalam
Haryati (2003),aplikasi ethepon konsentrasi 1000 ppm pada batang pokoktanaman
5
nenas yang berumur 14 bulan, menyebabkan 85% dari tanaman nenas berbunga
pada 80 hari setelah aplikasi ethepon.
Wattimena (1988) menyatakan bahwa proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang dikontrol oleh auksin juga dipengaruhi oleh etilen.
Auksin tidak dapat aktif dengan adanya etilen karena etilen merusak polaritas dan
transpor sel, yang menyebabkan auksin menyebar secara lateral ke luar floem.
Auksin secara umum memiliki sifat yang berlawanan dengan etilen, misalnya
auksin merangsang pemanjangan batang sedangkan etilen menghambat
pemanjangan batang.Auksin menghambat absisi sedangkan etilen mempercepat
absisi.
Etilen dapat dihasilkan dari persenyawaan 2-haloethane-phosphonic acid
atau ethepon. Ethephon adalah salah satu zat pengatur tumbuh sintetik penghasil
etilen (CH2=CH2)dengan rumus kimia CH-CH2-CH2-PO3H2 (Usman1997).
Menurut Wattimena (1988) penggunaan ethepon dan GA3 pada tanaman
monoecious dapat meningkatkan produksi bunga dan buah.Sasmito (2005) juga
menyatakan bahwa pemberian ethepon dan NAA konsentrasi 250 ppm dan 500
ppm dapat meningkatkan jumlah bunga betina dan hasil panen mentimun, namun
aplikasi ethepon dengan konsentrasi 750 ppm hingga 1000 ppm menyebabkan
pembungaan terhambat.
Hasil penelitian Rahmawaty (2009) yakni pemberian ethepon berpengaruh
secara linier terhadap total bunga betina tanaman mentimun varietas Purbaya dan
varietas Soarer dalam sistem hidroponik, dimana peningkatan konsentrasi ethepon
dapat meningkatkan jumlah bunga betina pada varietas Purbaya. Sasmito (2005)
juga menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada
tanaman mentimun, pemberian ethepon pada konsentrasi 250 ppm menyebabkan
rasio kelamin bunga jantan dan betina sebesar 10 : 3, dan pada konsentrasi
ethepon 500 ppm rasio kelamin bunga jantan dan betina sebesar 10 : 6.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan PeralatanPenelitian
Bahan yang digunakan adalah ethepon 480 SL, benih mentimun
varietaVenus, furadan 3G, pupuk Urea, SP-36, KCL, dan pupuk kandang.Alat-alat
yang digunakan antara lain handsprayer, ember, meteran, pisau, cangkul, kored,
ajir, timbangan digital, kamera, dan label.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor
pada bulan Februari–Maret2013.
6
Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian meliputi pengolahan lahan, penanaman, pemupukan,
pengajiran, aplikasi ethepon, pemeliharaan tanaman, pengendalian OPT
(organisme pengganggu tanaman), dan pengamatan. Pengolahan lahan dilakukan
secara manual, pada saat pengolahan lahan diberi pupuk kandang dengan dosis 20
ton ha-1. Lahan dibiarkan selama satu minggu sebelum ditanami. Lahan yang
digunakan untuk penanaman adalah 216 m² yang terdiri atas 15 bedengan. Setiap
bedengan berukuran 1 m x 5.5 m dengan tinggi bedengan 20 cm. Benih mentimun
ditanam pada bendengan dengan jarak tanam 100 cm x 50 cm. Setiap lubang
ditanami dua benih mentimun.
Pupuk KCL, dan SP-36 diaplikasikan pada 2 MST (minggu setelah tanam)
dengan dosis 72 kgha-1 KCL dan 250 kgha-1 SP-36, sedangkan pupuk Urea
diaplikasikan dua kali yakni pada saat penanaman dan 2 MST dengan dosis 75
kgha-1 setiap aplikasi. Pengajiran dilakukan pada 2 MST, setiap lubang tanaman
diberi ajir dengan ukuran 1 m. Ethephon diaplikasikan pada saat tanaman berumur
3 MST dengan cara menyemprotkan ethepon ke seluruh bagian tanaman dengan
volume 10 ml per tanaman. Konsentrasi ethepon yang digunakan adalah 0 ppm,
31.25 ppm, 62.50 ppm, 93.70 ppm, dan 125 ppm. Larutan ethepon dilarutkan
dalam 10 liter (l) air.
Pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian gulma selama dua minggu
sekali dan pengairan yang dilakukan setiap hari. Pengendalian OPT dilakukan
dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif deltrametrin dengan konsentrasi
2 cc l-1 pada 3 MST dan 5 MST. Pengamatan dilakukan setiap minggu yakni sejak
3 MST–7 MST.
Pengamatan
Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bunga
jantan, jumlah bunga betina, rasio bunga jantan dan betina, jumlah buah, dan rasio
bunga betina dan buah. Tinggi tanaman dihitung dari permukaan tanah hingga
titik tumbuh. Jumlah daun dihitung mulai dari daun yang telah membuka
sempurna. Jumlah bunga jantan dan betina yang dihitung adalah bunga yang
sudah mekar. Jumlah buah dihitung apabila buah mentimun sudah berukuran ≥ 2
cm. Peubah tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah bunga jantan diamati pada
37 MST, sedangkan peubah jumlah bunga betina, rasio bunga jantan dan betina,
jumlah buah, dan rasio jumlah bunga betina dan buah diamati pada 47 MST.
Seluruh peubah yang diamati pada 3 MST dilakukan dua hari setelah aplikasi
ethepon.
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalahrancangan kelompok lengkap
teracak (RKLT) dengan satu faktor yakni konsentrasi ethepon. Terdapat lima taraf
konsentrasi ethepon yakni 0 ppm (P0), 31.25 ppm (P1), 62.50 ppm (P2), 93.70
ppm (P3), dan 125 ppm (P4).
7
Terdapat lima perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali
sehingga terdapat 15 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 22
tanaman sehingga total keseluruhan tanaman adalah 330 tanaman. Model aditif
linear adalahsebagai berikut :
Keterangan :
i = 0 ppm, 31.25 ppm, 62.50 ppm, 93.70 ppm, dan 125 ppm
j = 1, 2, 3
= Respon tanaman terhadap perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
µ = nilai tengah umum
= pengaruh perlakuan konsentrasi ethepon ke-i
= pengaruh kelompok ulangan ke-j
= pengaruh galat percobaan perlakuan ethepon ke-i, kelompok waktu
aplikasi ke-j
Data di uji dengan Uji F dengan taraf 5%. Bila terdapat peubahyang
dipengaruhi oleh perlakuan maka akan di uji lanjut dengan menggunakan uji
DMRT (Duncan Multiple Range Test ).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Curah hujan rata-rata selama bulan Februari hingga Maret 2013 di Dramaga
adalah 289.8406.2 mm, dengan suhu rata-rata 25C 26°C. Suhu tersebut sesuai
dengan suhu optimum untuk pertumbuhan mentimun. Ashari (1995) menyatakan
bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan mentimun yakni 22º C30º C. Curah
hujanoptimum untuk pertumbuhan mentimun adalah 800 1000 mm tahun-1atau
sekitar 67 83 mm-1 yakni lebih rendah dibandingkan dengan curah hujan ratarata selama penelitian (289.8 406.2 mm). Data suhu, curah hujan, dan intensitas
penyinaran matahari selama bulan Februari hingga Maret 2013 tertera pada Tabel
1.
Tabel 1 Suhu udara, curah hujan, dan intensitas penyinaran matahari di Dramaga,
Bogor pada bulan Februari Maret 2013
Suhu
Intensitas
Curah Hujan
Penyinaran
Bulan
Max
Min
(mm)
matahari
(°C)
(°C)
(Cal cm-2)
Februari 2013
31.1
23.2
406.2
228
Maret 2013
32.4
23.0
289.8
294
Sumber : Stasiun klimatologi, Dramaga, Bogor
8
Pertumbuhan awal mentimun dilapang pada 1 MST cukup baik dengan
persentase 80 %. Jumlah tanaman mentimun yang hidup mengalami penurunan
pada 7 MST yakni menjadi 40 %. Kendala yang terjadi selama penelitian adalah
serangan hama dan penyakit. Hama yang menyerang lahan penelitian adalah
penggorok daun (Liriomyza huidobrensis)dan oteng-oteng (Aucophora similis O.).
Hama penggorok daun menyerang tanaman mentimun pada lahan penelitian
dengan intensitas serangan sebesar 20%. Tanaman mentimun yang terserang oleh
lalat penggorok daun menunjukkan gejala guratan putih tak beraturan pada daun
mentimun. Larva lalat penggorok daun memakan jaringan mesofil sehingga
mengurangi kapasitas fotosintesis, selain itu serangan hama lalat penggorok daun
juga menyebabkan tanaman mudah terserang penyakit dan tanaman mengalami
penguguran daun. Oteng-oteng menyerang daun mentimun pada lahan penelitian
dengan intensitas serangan sebesar 15%. Oteng-oteng memakan daun tanaman
mentimun yang menyebabkan daun menjadi berlubang sehingga proses
fotosintesis tanaman menjadi terganggu.
Penyakit yang menyerang adalah penyakit layu, embun bulu, dan busuk
buah. Penyakit layu disebabkan oleh bakteri Erwinia tracheiphila yang
disebarkanmelalui kumbang Acalymma vittata dengan intensitas serangan 75%.
Gejala serangan penyakit layu adalah kelayuan pada satu daun mentimun yang
kemudian menyebar keseluruh daun dan selanjutnya tanaman mengalami
kematian. Penyakit layu menyebabkan 60 % tanaman dari seluruh populasi
tanaman mentimun dalam penelitian ini mengalami kematian.Embun bulu
disebabkan oleh cendawanPseudonospora cubensis dengan intensitas serangan
sebesar 35% pada 7 MST. Gejala penyakit embun bulu berupa bercak kuning
bersudut pada daun. Embun bulu menyebabkan daun tanaman mentimun menjadi
kering.
Busuk
buah
disebabkan
oleh
cendawan
Phytium
aphanidermatum,cendawan ini menyerang bagian buah mentimun. Gejala yang
disebabkan oleh cendawan Phytium aphanidermatum menyebabkan bagian buah
yang terserang menjadi busuk kebasah-basahan, lunak, dan bila ditekan akan
mudah pecah. Intensitas serangan penyakit busuk buah adalah sebesar 100%
menjelang tanaman berumur 8 MST, yang menyebabkan buah mentimun gagal
panen.
Kondisi tanaman mentimun setelah diaplikasikan insektisida tidak berbeda
secara signifikan dengan sebelum diaplikasikan insektisida. Persentase tanaman
mentimun yang tumbuh normal pada 7 MST adalah 40 % dari populasi.
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam
Peubah yang diamati selama penelitian sebanyak tujuh yakni tinggi
tanaman, jumlah daun, jumlah bunga jantan, jumlah bunga betina, jumlah buah,
rasio bunga jantan dan betina, dan rasio bunga betina dan buah.Data hasil
pengamatan di uji dengan menggunakan uji F dengan taraf 5 %. Hasil sidik ragam
uji F terdapat pada Lampiran 1 7. Tabel 2 adalah Tabel rekapitulasi hasil uji F
pengaruh perlakuan konsentrasi ethepon terhadap peubah yang diamati pada
minggu pengamatan 3 7 MST (minggu setelah tanam).
9
Tabel 2Rekapitulasi hasil uji F pengaruh perlakuan konsentrasi ethepon terhadap
peubah yang diamati
Pengamatan minggu kePeubah
3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
Tinggi tanaman
*
tn
*
tn
*
Jumlah daun
*
tn
tn
tn
tn
Jumlah bunga jantan
tn
tn
tn
tn
tn
Jumlah bunga betina
tn
tn
tn
tn
Rasio bunga jantan dan betina
tn
tn
tn
tn
Jumlah buah
tn
tn
tn
tn
Rasio bunga betina dan buah
tn
tn
tn
tn
tn
tidak nyata, * nyata pada uji F taraf 5%
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa perlakuan konsentrasi ethepon
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 3, 5, dan 7 MST, dan jumlah
daun pada 3 MST. Aplikasi ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap peubah
lainnya yakni jumlah bunga jantan, jumlah bunga betina, rasio bunga jantan dan
bunga betina, jumlah buah, dan rasio bunga betina dan buah.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Rahmawaty (2009) yang
menyatakan bahwa pemberian ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman, jumlah ruas tanaman, jumlah bunga jantan, dan rasio kelamin bunga
tetapi perlakuan varietas yakni varietas Purbaya dan Soarer berpengaruh sangat
nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah bunga betina. Perbedaan hasil ini
mungkin disebabkan karena perbedaan konsentrasi ethepon, kondisi lingkungan,
dan sistem budidaya yang diterapkan.
Tinggi Tanaman
Ethepon merupakan salah satu zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dapat
mempengaruhi sifat fisiologis tanaman pada aspek pertumbuhan, perkembangan,
dan senesen (Wattimena 1988).Pernyataan Wattimena (1988) sesuai dengan hasil
penelitian ini. Pengaruh perlakuan ethepon terhadap tinggi tanaman mentimun
tertera pada Tabel 3.
Tabel 3 Pengaruh perlakuan ethepon terhadap tinggi tanaman
Tinggi tanaman (cm)a
Perlakuan
(konsentrasi ethepon)
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
0 ppm
5.8
28.3
5.1a
9.2a
19.4ab
31.25 ppm
4.2ab
5.7
4.9b
8.3
6.3b
62.50 ppm
6.1
13.3
2.8b
9.0a
10.6b
93.70 ppm
4.4
14.5
2.8b
6.6ab
30.6a
125 ppm
5.1
15.1
3.5b
7.2ab
15.4ab
KK (%)
21.86
65.83
19.47
19.81
39.69
a
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5 %.
10
Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan etheponberpengaruh nyataterhadap
tinggi tanaman pada 3, 5, dan 7 MST. Tinggi tanaman kontrol pada 3 MST nyata
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan ethepon konsentrasi 62.50 ppm,
93.70 ppm,dan 125 ppm, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan ethepon
konsentrasi 31.25 ppm. Perlakuan ethepon konsentrasi 31.25 ppm memiliki tinggi
tanaman yang berbeda nyata dengan perlakuan 62.50 ppm dan kontrol pada 5
MST, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 93.70 ppm dan 125 ppm.
Tinggi tanaman perlakuan ethepon konsentrasi 93.70 ppm nyata berbeda dengan
perlakuan konsentrasi ethepon 31.25 ppm, 62.50 ppm, dan kontrol tetapi tidak
berbeda nyata dengan perlakuan ethepon konsentrasi 125 ppm pada 7 MST.
Tinggi tanaman mentimun seluruh perlakuan ethepon tidak berpengaruh
nyata pada 4 MST dan 6 MST. Tinggi tanaman mentimun pada 4 MST berkisar
antara 4.4 6.1 cm dengan tinggi tanaman tertinggi diperoleh perlakuan ethepon
62.50 ppm (6.1 cm), sedangkan pada 6 MST tinggi tanaman mentimun berkisar
antara 8.3 28.3 cm dengan perlakuan kontrol sebagai tinggi tanaman tertinggi
(28.3 cm).
Perlakuan kontrol memperoleh tinggi tanaman tertinggi pada 3 MST dan 5
MST, dibandingkan dengan perlakuan ethepon lainnya, akan tetapi pada 7 MST
tanaman mentimun yang diberi perlakuan ethepon 93.70 ppm memperoleh tinggi
tanaman tertinggi dibandingkan dengan perlakuan ethepon lainnya dan kontrol.
Hal ini diduga disebabkan oleh serangan penyakit layu yang menyebabkan
kematian pada sebagian besar tanaman sehingga mempengaruhi data tinggi
tanaman.
Tanaman diserang oleh penyakit layu pada 7 MST dengan intensitas
serangan 75 %. Serangan penyakit layu menyebabkan kematian pada 60
%tanaman mentimun.Prabowo (2009) menyatakan bahwa penyakit layu umum
menyerang tanaman mentimun milik petani di Desa Ciherang, Cianjur. Intensitas
serangan dapat mencapai 4.48% atau sekitar 10 tanaman per lahan surveidan
menyebabkan kematian tanaman secara cepat, sehingga penyakit layu merupakan
permasalahan utama para petani di Desa Ciherang. Gejala layu per tanaman
mentimun pada umumnya ditemukan pada saat tanaman berumur 4 minggu.
Peubah tinggi tanaman hasil pengamatan dalam penelitian ini berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawaty (2009), berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Rahmawaty pemberian ethepon tidak
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman tetapi perlakuan varietas berpengaruh
sangat nyata terhadap tinggi tanaman. Perbedaan hasil tersebut mungkin karena
perbedaan konsentrasi ethepon yang digunakan sehingga hasil yang didapat
berbeda.
Jumlah Daun
Perlakuan ethepon berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada saat
tanaman berumur 3 MST. Aplikasi ethepon menurunkan jumlah daun. Semakin
tinggi konsentrasi ethepon mengakibatkan jumlah daun semakin sedikit.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuanethepon 31.25 ppm (5.7
daun) menghasilkan jumlah daun yang berbeda nyata dengan perlakuan
konsentrasi ethepon 62.50 ppm, 93.70 ppm, dan 125 ppm,tetapi tidak berbeda
11
nyata dengan perlakuan kontrolpada 3 MST.Perlakuan kontrol pada 3 MST
memperoleh jumlah daun terbanyak dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi
ethepon lainnya yakni sebanyak 6.7 daun.
Jumlah daun tertinggi didapatkan oleh perlakuan kontrol pada 4 MST (7.2
cm) dan 5 MST (6.9 cm) dibandingkan dengan perlakuan konsentasi ethepon
lainnya yakni semakin meningkatnya konsentrasi ethepon jumlah daun yang
dihasilkan cenderung semakin sedikit.Jumlah daun antar perlakuan konsentrasi
ethepon cenderung berfluktuatif pada minggu pengamatan 6 MST dan 7 MST
yakni berkisar antara 3.0 5.4 daun.
Curah hujan yang tinggi diduga menjadi penyebab larutan ethepon tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah daun tanaman mentimun. Data
pengaruh ethepon terhadap jumlah daun dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah daun
Jumlah daun a
Perlakuan
(konsentrasi ethepon)
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
0 ppm
6.7a
6.9
4.8
7.2
3.0
31.25 ppm
5.7ab
4.0
4.0
4.0
4.5
62.50 ppm
4.5c
4.5
4.9
4.1
3.0
93.70 ppm
4.8bc
6.3
5.4
4.8
4.7
125 ppm
4.8bc
5.2
4.6
4.3
4.4
KK (%)
10.60
24.16
18.99
31.39
30.57
a
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRTtaraf 5 %.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Wattimena (1998). Menurut
Wattimena (1988) ethepon dapat mempengaruhi senense tanaman, yang dalam
penelitian ini adalah pengguguran daun. Prawiranata et al.(1995) juga menyatakan
hal yang sama bahwa etilen dapat mempengaruhi pengguguran daun.
Jumlah Bunga Jantan
Menurut Ashari (1995) bunga jantan umumnya muncul satu minggu setelah
penanaman sedangkan bunga betina muncul 10 hari setelah bunga jantan muncul.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa bunga jantan muncul pada 1 MST
(minggu setelah tanam) sedangkan bunga betina muncul pada 3 MST yakni 4 hari
lebih lambat dibandingkan dengan tanaman mentimun secara umum. Curah hujan
yang tinggi dan intensitas cahaya yang rendah selama penelitian diduga menjadi
penyebab keterlambatan munculnya bunga betina.
Peubah jumlah bunga jantan tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan
konsentrasi ethepon selama periode pengamatan yakni 3 7 MST. Jumlah bunga
jantan dalam penelitian ini berkisar antara 1.1 3.3 bunga. Data pengaruh aplikasi
ethepon terhadap jumlah bunga jantan tertera pada Tabel 5.
12
Tabel 5 Pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah bunga jantan selama periode
pengamatan
Jumlah bunga jantan
Perlakuan
(konsentrasi ethepon)
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
0 ppm
3.3
3.2
2.6
1.6
2.0
31.25 ppm
1.5
1.9
2.0
2.2
1.1
62.50 ppm
1.1
3.0
3.2
2.3
2.3
93.70 ppm
1.5
3.1
3.0
3.1
2.2
125 ppm
1.1
2.3
2.0
2.5
2.9
KK (%)
49.42
29.50
33.73
38.52
25.11
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa perlakuan kontrol memperoleh
jumlah bunga jantan tertinggi pada 3 MST (3.3 bunga) dan 4 MST (3.2 bunga),
tetapi pada 5 7 MST jumlah bunga jantan pada tanaman kontrol cenderung lebih
rendah dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi ethepon lainnya. Grafik
pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah bunga jantan tertera pada Gambar 1.
Gambar 1 Grafik pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah bunga jantan
Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa jumlah bunga jantan pada
tanaman yang diberi perlakuan ethepon cenderung meningkat selama periode
pengamatan 3 7 MST. Jumlah bunga jantan perlakuan kontrol pada 3 MST
memiliki jumlah bunga jantan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan
konsentrasi ethepon lainnyayakni 33 bunga. Tanaman mentimun yang diberi
perlakuan ethepon pada 4 MST memiliki jumlah bunga jantan yang meningkat
yakni berkisar antara 1.9 3.2 bunga, sedangkan perlakuan kontrol pada 4 MST
menurun menjadi 3.2 bunga. Jumlah bunga jantan tertinggi pada 5 MST diperoleh
perlakuan 31.25 ppm dan diikuti oleh perlakuan konsentrasi ethepon lainnya dan
kontrol.
Perlakuan 93.70 ppm mendapatkan jumlah bunga jantan terbanyak (3.1
bunga) pada 6 MST dan diikuti oleh perlakuan konsentrasi ethepon lainnya dan
kontrol (1.6 bunga). Jumlah bunga jantan perlakuan 31.25 ppm dan 93.70 ppm
mengalami penurunan pada 7 MST, sedangkan peningkatan jumlah bunga jantan
13
terjadi oleh perlakuan ethepon lainnya dan kontrol. Curah hujan tinggi diduga
menyebabkan banyaknya bunga yang gugur selama penelitian.
Hasil pengamatan terhadap jumlah bunga jantan hampir serupa dengan hasil
penelitian Syarif et al (2010) yang menyatakan bahwa pemberian ethepon dapat
meningkatkan jumlah bunga jantan pada varietas Lokal dan varietas Antara, yakni
semakin tinggi konsentrasi ethepon maka jumlah bunga jantan yang dihasilkan
semakin meningkat.
Jumlah Bunga Betina
Jumlah bunga betina tidak dipengaruhi nyata oleh perlakuan konsentrasi
ethepon selama periode pengamatan yakni 4 7 MST. Pengaruh konsentrasi
ethepon terhadap jumlah bunga betina dicantumkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah bunga betina selama periode
pengamatan
Jumlah bunga betina
Perlakuan
(konsentrasi ethepon)
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
0 ppm
1.4
1.5
1.8
2.0
31.25 ppm
1.2
1.1
1.3
1.1
62.50 ppm
1.5
1.6
1.5
1.4
93.70 ppm
1.3
1.4
1.4
2.0
125 ppm
1.3
1.1
2.2
2.7
KK (%)
28.65
44.72
38.27
39.23
Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan ethepon menghasilkan jumlah bunga
betina \cenderung meningkat selama periode pengamatan yakni pada47 MST.
Jumlah bunga betina selamapengamatanberkisar antara 1.12.2 bunga. Perlakuan
konsentrasi ethepon 31.25 ppm memiliki jumlah bunga betina lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan konsentrasi ethepon lainnya pada 4
MST dan 5 MST, tetapi pada 6 MST dan 7 MST perlakuan ethepon konsentrasi
125 ppm memiliki jumlah bunga betina yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan
ethepon lainnya dan kontrol. Grafik pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah
bunga betina tertera pada Gambar 2.
14
Gambar 2 Grafik pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah bunga betina
Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa jumlah bunga betina pada
seluruh perlakuan konsentrasi ethepon cenderung mengalami peningkatan pada 5
7 MST. Seluruh perlakuan konsentrasi ethepon tidak berbeda secara signifikan
pada 4 MST yakni berkisar antara 1.3 1.5 bunga. Perlakuan ethepon konsentrasi
62.50 ppm, 93.70 ppm, dan kontrol mengalami peningkatan jumlah bunga betina
pada 5 MST, sedangkan perlakuan 31.25 ppm dan 125 ppm sedikit mengalami
penurunan jumlah bunga betina pada 5 MST yakni menurun 0.1 (31.25 ppm) dan
0.2 (125 ppm). Jumlah bunga betina terbanyak diperoleh perlakuan 125 ppm pada
6 MST (2.2 bunga ) dan 7 MST (2.7 bunga), diikuti oleh perlakuan kontrol dan
perlakuan konsentrasi ethepon lainnya.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rahmawaty (2009), yaitu konsentrasi ethepon tidak berpengaruh secara nyata
terhadap jumlah bunga betina, akan tetapi perlakuan varietas berpengaruh nyata
terhadap jumlah bunga betina dimana varietas Purbaya memperoleh total jumlah
bunga betinalebih besar dibandingkan dengan varietas Soarer.
Menurut Wattimena (1988) ethepon dapat mempengaruhi ekspresi seks pada
tanaman. Kusumaningsih (1989) juga menyatakan bahwa pemberian ethepon
menyebabkan meningkatnya jumlah bunga betina pada tanaman mentimun,
peningkatan jumlah bunga disebabkan oleh kandungan etilen dalam tanaman yang
tinggi sehingga tanaman dirangsang untuk membentuk bunga betina. Menurut
Syarif et al. (2010) bunga tanaman mentimun memiliki calon benang sari dan
calon putik rudimental. Timbulnya uniseksualitas merupakan hasil penekanan
salah satu jenis kelamin terhadap kelamin yang lain sehingga pemberian
etilenmampu menekan pembentukan jumlah jantan dan menghasilkan bunga
betina lebih banyak.
Rasio Bunga Jantan dan Betina
Menurut Ashari (1995) pemberian zat pengatur tumbuh dapat meningkatkan
rasio bunga jantan dan bunga betina. Rasio bunga pada tanaman mentimun
dipengaruhi oleh faktor lingkungan danjumlah zat pengatur tumbuh baik endogen,
15
maupun ZPT sintetik yang diaplikasikan pada tanaman (eksogen). Wattimena
(1988) menyatakan bahwa efektivitas pemberian zat pengatur tumbuh pada
tanaman dipengaruhi oleh konsentrasi, sehingga memberikan pengaruh berbeda
pada aktivitas metabolisme tanaman. Hera (2009) juga menyatakan bahwa
konsentrasi zat pengatur tumbuh akan menentukan respon yang ditimbulkan oleh
tanaman, sehingga untuk memperoleh keseimbangan yang optimum antara bunga
jantan dan betina perlu diketahui konsentrasi zat pengatur tumbuh yang tepat.
Rasio kelamin bunga (bunga jantan/bunga betina) adalah perbandingan
antara bunga jantan dan bunga betina. Rasio bunga jantan dan betina yang
tinggiberarti bahwa jumlah bunga jantan yang dihasilkan lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah bunga betina, sedangkan rasio bunga jantan dan
betinayang rendah berarti bahwa bunga betina yang dihasilkan lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah bunga jantan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ethepon tidak
berpengaruh nyata terhadap rasio bunga jantan dan betina. Rasio bunga jantan dan
betina pada penelitian ini tertera pada Tabel 7.
Tabel 7 Pengaruh ethepon terhadap rasio bunga jantan dan betina
Rasio bunga jantan dan betina
Perlakuan
(konsentrasi ethepon)
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
0 ppm
2.4
1.8
1.0
1.0
31.25 ppm
1.6
2.0
1.7
1.0
62.50 ppm
2.1
1.8
1.4
1.7
93.70 ppm
2.3
2.4
2.3
1.1
125 ppm
1.9
1.9
1.1
1.1
KK (%)
23.37
28.34
38.36
57.8
Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan kontrol pada 4 MST memperoleh
rasio tertinggi dibandingkan dengan perlakuan ethepon lainnya, namun menurun
pada 5 7 MST. Rasio menurun berarti bahwa bunga betina yang dihasilkan
tanaman kontrol menjadi meningkat pada 5 7 MST. Perlakuan ethepon 125 ppm
menghasilkan rasio yang cenderung seimbang, yakni rasio bernilai 1.9 pada 4
MST dan 5 MST, serta rasio bernilai 1.0 pada 6 MST dan 7 MST. Nilai rasio
seimbang berarti bahwa bunga jantan dan bunga betina pada tanaman yang diberi
perlakuan ethepon 125 ppm berjumlah sama. Rasio bunga jantan dan betina pada
seluruh perlakuan ethepon cenderung semakin menurun selama periode
pengamatan, hal ini berarti bahwa jumlah bunga betina yang dihasilkan cenderung
meningkat pada setiap minggu tanam.
Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian Sasmito (2005).
Menurut Sasmito pemberian ethepon berpengaruh nyata terhadap rasio bunga
jantan dan betina, semakin tinggi konsentrasi ethepon rasio bunga jantan dan
betina semakin kecil, yang berarti bahwa jumlah bunga betina yang dihasilkan
semakin banyak.
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Rahmawaty (2009), menurut
hasil penelitian Rahmawaty perlakuan ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap
16
rasio kelamin bunga baik pada varietas Soarer maupun varietas Purbaya. Faktor
lain yang menyebabkan perlakuan ethepon tidak berpengaruh dalam penelitian ini
adalah curah hujan yang tinggi yang menyebabkan banyaknya jumlah bunga yang
gugur, sehingga mempengaruhi data penelitian.
Jumlah Buah
Perlakuan ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah buah pada 47
MST. Pengaruh ethepon terhadap jumlah buah tertera pada Tabel 8.
Tabel 8 Pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah buah selama periode
pengamatan
Jumlah buah
Perlakuan
(konsentrasi ethepon)
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
0 ppm
0.9
1.0
1.6
1.3
31.25 ppm
1.2
1.1
1.1
1.1
62.50 ppm
1.1
1.2
1.5
1.4
93.70 ppm
1.1
1.1
1.2
1.2
125 ppm
1.1
1.3
1.1
1.5
KK (%)
15.41
43.57
48.63
42.03
Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah buah cenderung berfluktuatif selama
periode pengamatan 4 7 MST yakni berkisar antara 0.91.6 buah. Jumlah buah
pada seluruh perlakuan cenderung meningkat pada 5 MST dan 6 MST, akan tetapi
terjadi penurunan pada 7 MST. Grafik pengaruh perlakuan ethepon terhadap
jumlah buah tertera pada Gambar 3.
Gambar 3 Grafik pengaruh perlakuan ethepon terhadap jumlah buah
Grafik diatas menunjukkan bahwa jumlah buah cenderung berfluktuatif
pada 4 – 7 MST. Perlakuan ethepon konsentrasi 31.25 ppm (1.2 buah)
memperoleh jumlah buah terbanyak dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan
17
konsentrasi ethepon lainnya pada 4 MST. Jumlah buah terbanyak didapatkan oleh
perlakuan 125 ppm pada 5 MST yakni 1.3 buah, dan diikuti oleh perlakuan
ethepon lainnya dan kontrol. Peningkatan jumlah buah terjadi pada perlakuan
kontrol, 62.50 ppm, dan 93.70 ppm pada 6 MST, sedangkan perlakuan 125 ppm
mengalami sedikit penurunan jumlah buah. Jumlah buah pada seluruh perlakuan
cenderung mengalami penurunan pada 7 MST, terkecuali pada perlakuan ethepon
konsentrasi 125 ppm.
Jumlah buah yang cenderung berfluktuatif selama periode pengamatan
diduga disebabkan oleh curah hujan yang tinggi yang menyebabkan penyerbukan
dan pembentukan buah terganggu. Selain itu serangan penyakit busuk buah yang
tinggi yang disebabkan oleh patogen Phytium sp., diduga mempengaruhi data
yang diperoleh. Serangan busuk buah juga menyebabkan buah mentimun pada
penelitian ini mengalami gagal panen menjelang tanaman berumur 8 MST.
Hasil ini serupa dengan hasil penelitian Rahmawaty (2009) yakni aplikasi
ethepon tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah buah, tetapi perlakuan
varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per tanaman dimana jumlah
buah varietas Soarer lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Purbaya.
Rasio Bunga Betina dan Buah
Aplikasi ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap rasio bunga betina dan
buah pada 4 7 MST. Pengaruh konsentrasi ethepon terhadap rasio bunga betina
dan buah dicantumkan pada Tabel 9.
Tabel 9Pengaruh ethepon terhadap rasio bunga betina dan buah
Rasio bunga jantan dan betina
Perlakuan
(konsentrasi ethepon)
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
0 ppm
1.6
1.4
1.1
1.5
31.25 ppm
1.0
1.0
1.2
1.0
62.50 ppm
1.4
1.4
1.0
1.0
93.70 ppm
1.3
1.3
1.2
1.7
125 ppm
1.2
0.9
2.1
1.8
KK (%)
30.30
54.11
43.88
46.62
Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa rasio bunga betina dan buah
cenderung berfluktuatif selama periode pengamatan 4 7 MST. Perlakuan kontrol
memperoleh rasio tertinggi pada 4 MST (1.6) dibandingkan dengan perlakuan
ethepon lainnya, namun menurun pada 5 7 MST. Hal tersebut berarti bahwa
pada 4 MST buah mentimun yang dihasilkan oleh tanaman kontrol cenderung
lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan ethepon lainnya, tetapi jumlah buah
mentimun tanaman kontrol cenderung mengalami peningkatan pada 5 7 MST.
Rasio bunga betina dan buah pada tanaman mentimun yang diberi perlakuan
ethepon 62.50 ppm cenderung seimbang yakni 1.3 pada 4 MST dan 5 MST, serta
1.0 pada 6 MST dan 7 MST. Hal itu berarti bahwa pada perlakuan ethepon 62.50
18
ppmbuah mentimun yang dihasilkan seimbangdengan bunga betina yang
dihasilkan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Aplikasi ethepon menekan pertumbuhan vegetatif tanaman mentimun yakni
tinggi tanaman dan jumlah daun. Tanaman yang diberi perlakuan konsentrasi
ethepon menghasilkan jumlah bunga jantan, jumlah bunga betina, dan jumlah
buah yang cenderung meningkat selama periode pengamatan dibandingkan
dengan perlakuan kontrol. Aplikasi ethepon menghasilkan rasio bunga jantan dan
betina, dan rasio bunga betina dan buah yang cenderung berfluktiatif selama
periode pengamatan.
Saran
Penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan ethepon konsentrasi 31.25
ppm, 62.50 ppm, 93.70 ppm, dan 125 ppm berpotensi meningkatkan jumlah
bunga jantan, jumlah bunga betina, dan jumlah buah. Curah hujan yang tinggi
menjadi salah satu faktor pembatas dalam penelitian ini, sehingga disarankan
untuk melakukan budi daya mentimun tidak pada musim hujan untuk mengurangi
serangan OPT dan mengoptimumkan pembentukan bunga dan buah mentimun.
DAFTAR PUSTAKA
Ashari S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta (ID): UI-Press.
Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Sayuran di Indonesia. [Internet]. [ diunduh
21Juli
2013].
Tersedia
pada
:
http://www.bps.go.id/tab_sub/
view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=55¬ab=20.
Dalimartha S,AdrianF. 2011. Khasiat Buah dan Sayur. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Departemen Pertanian. 2012. Budi daya Produksi Benih Timun Merah. [Internet].
[diunduh 14 Desember 2013]. Tersedia pada : http://hortikultura.litbang.
deptan.go.id/index.php?bawaan=teknologi/isi_teknologi&id_menu=4&id_s
ubmenu=19&id=33.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2008. Upaya Perbaikan Industri Benih
Hortikuktura untuk Meningkatkan Impor Benih serta Pengembangan Sentra
Produksi Hortikuktura. [Internet]. [diunduh 12 Desember 2013]. Tersedia
pada : http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node154.
Geor