Pengaruh Dosis Pupuk Urea dan SP-36 terhadap Dekomposisi Bahan Gambut

PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN SP-36 TERHADAP
DEKOMPOSISI BAHAN GAMBUT

HANA MUKHLISATUN NISA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Dosis Pupuk
Urea dan SP-36 terhadap Dekomposisi Bahan Gambut adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Hana Mukhlisatun Nisa
NIM A14090087

ABSTRAK
HANA MUKHLISATUN NISA. Pengaruh Dosis Pupuk Urea dan SP-36 terhadap
Dekomposisi Bahan Gambut. Dibimbing oleh GUNAWAN DJAJAKIRANA dan
BASUKI SUMAWINATA.
Pemanfaatan lahan gambut di Indonesia saat ini meningkat seiring dengan
semakin berkurangnya lahan produktif untuk kegiatan pertanian. Namun
perkembangan kegiatan tersebut terhambat karena isu pembukaan dan
pemanfaatan lahan gambut dapat meningkatkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Penurunan muka air tanah dan pemberian pupuk pada lahan gambut seringkali
dikorelasikan langsung dengan kehilangan gambut akibat peningkatan
dekomposisi gambut yang melepaskan CO2 ke atmosfer. Disamping itu,
pentingnya peranan mikrob seringkali tidak dipertimbangkan padahal peranan
mikrob dalam dekomposisi bahan gambut sangat vital dalam hal total
aktivitasnya. Aktivitas mikrob dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti nutrisi,
pH, kelembaban, dan kandungan senyawa beracun pada lahan gambut. Penelitian

ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh unsur hara N dan P terhadap aktivitas
mikrob dan dekomposisi bahan gambut berkaitan dengan emisi CO2 yang
dihasilkan. Aktivitas mikrob dicerminkan dari populasi bakteri dan fungi (metode
cawan tuang) dan serta kaitannya dengan respirasi tanah (metode stoples).
Hasil penelitian menunjukkan respirasi tertinggi berasal dari serasah. Hal ini
disebabkan pada serasah daun Acacia crassicarpa masih terdapat banyak nutrisi
dan sumber energi yang dapat dimanfaatkan oleh mikrob sehingga aktivitas
mikrob pun meningkat. Hal ini menandakan bahwa kontribusi CO2 yang tinggi
dihasilkan dari dekomposisi serasah dibandingkan dengan yang dihasilkan dari
dekomposisi bahan gambut. Aktivitas mikrob dan dekomposisi bahan gambut
tertinggi ditunjukkan pada penambahan pupuk N yang dilihat dari populasi
mikrob dan respirasi yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan pupuk N dengan
pupuk P. Hasil ini menunjukkan unsur hara N yang menjadi faktor pembatas dari
aktivitas mikrob (tanpa mengabaikan peran unsur hara N dan P untuk mikrob)
sebagai sumber hara dan pertumbuhannya.
Kata kunci : aktivitas mikrob, dekomposisi bahan gambut, pupuk, respirasi

ABSTRACT
HANA MUKHLISATUN NISA. The Effect of Urea and SP-36 fertilizer on Peat
Material Decomposition. Supervised by GUNAWAN DJAJAKIRANA and

BASUKI SUMAWINATA.
Recently, reclamation of peatlands in Indonesia increase as the decreasing
of arable land. However, the development of these activities are obstructed by the
increasing of GHG emission’s issue on peatland. The decreasing of ground water
levels and addition of fertilizer on peatland is often simply interpreted as peat loss
due to increase of decomposition on peat which release CO2 to atmosphere.
Besides that, the role of microbes are rarely considered regardless their
importance role in the process with respect to their activity. Microbes activity
were affected by various factors such as nutrients, pH, moisture, and toxic
compounds in peatland. This research was done to find out the effect of nitrogen
and phosphor compound on microbes activity and peat material decomposition in
relation with its carbon dioxide’s emission. Soil Microbes activity were reflected
by population of bacteria and fungi (Plate count method) and their relation with
soil respiration (Jar method).
The results of this research showed that highest respiration value of peat
was due to litter decomposition. This because of litter from Acacia crassicarpa
leaves were still contain a lot of nutrients and energy source that can still be
utilized by microbes, so that microbes activity increased. This indicates that great
contribution of CO2 being released by litter decomposition as compared with that
produced by peat material decomposition. The highest microbes activity and peat

material decomposition were shown in nitrogen fertilizer’s application and it was
observed by higher microbes population and soil respiration than nitrogen plus
phosphorus fertilizer’s applications. This result showed that the limiting factor of
microbes activity is nitrogen (without omitting the role of nitrogen and
phosphorus nutrient for microbes) as its nutrient source and growth.
Key words : fertilizer, microbes activity, peat material decomposition,
respiration

PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN SP-36 TERHADAP
DEKOMPOSISI BAHAN GAMBUT

HANA MUKHLISATUN NISA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi :Pengaruh Dosis Pupuk Urea dan SP-36 terhadap Dekomposisi
Bahan Gambut
Nama
:Hana Mukhlisatun Nisa
NIM
:A14090087

Disetujui oleh

Dr Ir Gunawan Djajakirana, MSc
Pembimbing I

Dr Ir Basuki Sumawinata, M.Agr
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kasih dan
karunia-Nya kepada kita semua. Berkat rahmat dan kemudahan-Nya penulis dapat
menyelesaikan perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi ini. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah
Pengaruh Dosis Pupuk Urea dan SP-36 terhadap Dekomposisi Bahan Gambut.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada :
1. Dr Ir Gunawan Djajakirana, MSc dan Dr Ir Basuki Sumawinata, M.Agr
selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan
bimbingan, saran, dan fasilitas selama penelitian dan penyusunan
skripsi;
2. Dr Ir Suwardi, M.Agr selaku penguji dalam sidang skripsi yang telah
memberikan masukan dan saran;

3. Dr Ir Suwardi, M.Agr bersama Dr Ir Gunawan Djajakirana, MSc, dan Dr
Ir Basuki Sumawinata, M.Agr yang telah membantu dalam pengambilan
contoh tanah gambut;
4. Bapak Iwan Gustiawan dan Ibu Ety Suhaeti yang selalu memberikan
dukungan, semangat, dan kasih sayang serta do’a yang tak henti untuk
keberhasilan penulis;
5. Laboran yang telah membantu penelitian;
6. Seluruh pihak yang telah membantu penulis saat penelitian yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat dijadikan
bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.
Bogor, Agustus 2014
Hana Mukhlisatun Nisa

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR


xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

1

Hipotesis


2

METODE PENELITIAN

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Bahan dan Alat

2

Pelaksanaan Penelitian

2

HASIL DAN PEMBAHASAN


4

Respirasi Tanah Berdasarkan Bahan Penyusun Gambut

4

Respirasi Tanah Berdasarkan Variasi Dosis Pupuk Urea dan SP-36

6

Korelasi Bahan Penyusun Gambut dengan Pupuk Urea dan SP-36 terhadap
Respirasi Tanah

9

Dekomposisi Bahan Gambut

11


KESIMPULAN DAN SARAN

13

Kesimpulan

13

Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

19

xii

DAFTAR TABEL
1. Dosis Perlakuan Pupuk Urea dan SP-36
2. Jenis dan Metode Analisis
3. Data Sifat Kimia dan Biologi Perlakuan Variasi Bahan Penyusun
Gambut
4. Data Sifat Biologi Perlakuan Variasi Dosis Pupuk Urea dan SP-36
5. Nilai Respirasi (H+50) Perlakuan Pupuk Tunggal dan Kombinasi
Pupuk SP-36
6. Nilai Respirasi (H+50) Perlakuan Kombinasi Dosis Pupuk Urea dan
SP-36
7. Data Pengukuran Sifat Kimia Variasi Dosis Pupuk Urea dan SP-36

3
4
5
8
9
10
11

DAFTAR GAMBAR
1. Pengaruh Berbagai Bahan Penyusun Gambut terhadap Respirasinya
2. Pengaruh Penambahan Pupuk Urea dan SP-36 terhadap Respirasi
Bahan Gambut
3. Pengaruh Penambahan Dosis SP-36 terhadap Respirasi Bahan Gambut
4. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk Urea dan SP-36 terhadap
Respirasi Bahan Gambut
5. Respirasi Kumulatif Perlakuan Dosis Pupuk dan Bahan Penyusun
Gambut

5
6
7
7
12

DAFTAR LAMPIRAN
1. Data Rataan Pengukuran Respirasi Variasi Bahan Penyusun Gambut
2. Data Rataan Pengukuran Respirasi Perlakuan Pupuk Urea dan SP-36
3. Data Rataan Pengukuran Analisis Kimia Bahan Gambut Berdasarkan
Perlakuan Dosis Pupuk Urea dan SP-36
4. Data Pengukuran Analisis Kimia dan Biologi Tanah Gambut, Bahan
Gambut Kasar, Serasah, Pupuk Urea dan Pupuk SP-36
5. Data Pengukuran Sifat Kimia Bahan Gambut Berdasarkan Perlakuan
Dosis Pupuk Urea dan SP-36
6. Data Pengukuran Sifat Kimia Bahan Gambut Berdasarkan Perlakuan
Pupuk Urea dan SP-36
7. Data Pengukuran Sifat Kimia Bahan Gambut Berdasarkan Perlakuan
Dosis Pupuk SP-36
8. Gambar (a) Bahan Gambut Halus Ayakan 5 mm, (b) Bahan Gambut
Kasar, (c) Serasah
9. Pengamatan Populasi Mikrob (Pengenceran 10-4)

15
15
15
16
16
17
17
18
18

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanfaatan lahan gambut untuk kegiatan pertanian dan perkebunan skala
besar meningkat disertai perkembangan teknologi pemanfaatannya. Namun
teknologi pemanfaatan lahan gambut seperti pengelolaan air dan manajemen
pemupukan diduga dapat meningkatkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Banyak
ahli berpendapat penurunan muka air tanah pada lahan gambut akan
meningkatkan emisi CO2, semakin dalam air tanah diturunkan (didrainase) maka
emisi semakin besar (Hooijer et al. 2010, Jauhianen et al. 2011). Para ahli juga
mengungkapkan bahwa kegiatan pemupukan akan memacu terjadinya
dekomposisi bahan gambut yang akan melepaskan emisi CO2 dalam jumlah besar
(Maswar 2011).
Seiring dengan adanya anggapan tersebut, telah banyak penelitian skala
lapang mengenai emisi CO2 pada lahan gambut. Penelitian Hooijer et al. (2010)
yang mengungkapkan penurunan air tanah 100 cm menghasilkan emisi sebesar 91
ton CO2/ha/tahun. Hal sama terlihat dalam penelitian Maswar (2011)
menunjukkan emisi yang dihasilkan pada lahan gambut yang didrainase dan diberi
pupuk sebesar 84-180 ton CO2/ha/tahun (hutan, kelapa sawit, dan Hutan Tanaman
Industri). Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan emisi CO2 yang tinggi
akibat penurunan muka air tanah (drainase) dan manajemen pemupukan.
Sebagian besar penelitian mengenai emisi gambut ini lebih memfokuskan
proses dekomposisi dilihat dari reaksi kimia dan fisika saja. Padahal proses
dekomposisi merupakan proses biokimia yang melibatkan beberapa faktor, seperti
faktor fisik (kedalaman, pH, iklim, temperatur, dan kelembaban); faktor kimia
dari bahan organik; dan faktor biologi. Faktor biologi berkaitan dengan
keanekaragaman fauna tanah dan aktivitas mikrob. Adanya peran aktivitas mikrob
(bakteri dan fungi) pada proses dekomposisi ini kurang mendapat perhatian pada
penelitian-penelitian sebelumnya. Sehingga pada penelitian ini lebih difokuskan
pada proses dekomposisi yang dilihat dari faktor biologinya.
Penelitian laboratorium ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
pemberian nutrisi dan kondisi kadar air optimum terhadap tingkat dekomposisi
bahan gambut. Dilihat dari aktivitas mikrob terkait dengan emisi CO2 yang
dihasilkan. Tingginya aktivitas mikrob dapat diindikasikan dari populasi mikrob
yang dikaitkan dengan nilai respirasinya. Semakin banyak jumlah mikrob dalam
tanah maka semakin besar nilai respirasinya. Kehilangan CO2 akibat proses
respirasi menjadi indikasi terjadinya dekomposisi bahan organik dalam
memperoleh energi yang dibutuhkan.
Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh penambahan bahan penyusun gambut dan pupuk
(urea dan SP-36) terhadap nilai respirasi pada kondisi kadar air optimum.
2. Mengetahui faktor pembatas dari aktivitas mikrob bahan gambut.
3. Menentukan C/N dan C/P rasio sebagai acuan tunggal untuk melihat
dekomposisi bahan gambut dan penyusunnya.

2

Hipotesis
1. Penambahan unsur hara makro (N dan P) mempengaruhi aktivitas mikrob
bahan gambut (nilai respirasi dan populasi mikrob).
2. Penambahan unsur hara makro (N dan P) mempengaruhi dekomposisi bahan
gambut.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni 2013 sampai Januari 2014 di
Laboratorium Bioteknologi Tanah, Laboratorium Pengembangan Sumberdaya
Fisik lahan, dan Laboratorium Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Contoh bahan
tanah berasal dari areal perkebunan Hutan Tanaman Industri (HTI) Acacia
crassicarpa PT Bukit Batu Hutani Alam (BBHA), Provinsi Riau.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah contoh bahan tanah gambut
tanpa diayak, bahan tanah gambut terganggu yang lolos saringan 5 mm, serasah,
bahan gambut kasar, KOH 1N, dan HCl 1N untuk respirasi tanah. Bahan tanah
gambut 5 mm, serasah, dan bahan gambut kasar untuk analisis mikrob. Bahan
tanah gambut 2 mm untuk analisis Basa-basa (Ca, Mg, Na, K). Bahan tanah
gambut 0.5 mm untuk analisis C-organik, P total, N total. Peralatan yang
digunakan meliputi alat pengambilan contoh tanah, Jar tertutup untuk respirasi
dan peralatan pendukung lain seperti autoklaf, laminar air flow, cawan petri,
erlenmeyer, pipet, tabung reaksi, jarum ose, bunsen, timbangan digital, AAS,
Flamefotometer, dan Spektrofotometer UV-VIS.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu, pengambilan contoh
bahan tanah, persiapan contoh bahan tanah, perlakuan contoh bahan tanah,
pengukuran respirasi, analisis kimia, dan analisis biologi. Parameter yang diamati
pada penelitian ini adalah laju respirasi yang dihasilkan pada tahap inkubasi.
Pengambilan Contoh Bahan Tanah. Contoh bahan tanah diambil
menggunakan sekop (cangkul). Bahan tanah gambut diambil secara komposit
pada kedalaman 0-20 cm. Kemudian bahan tanah dimasukkan ke dalam karung.
Pengambilan contoh tanah disertai pengambilan contoh serasah.
Persiapan Contoh Bahan Tanah. Contoh bahan tanah yang digunakan
adalah contoh bahan tanah terganggu yang lolos saringan 5 mm. Bahan tanah
gambut diayak menggunakan ayakan 5 mm untuk memisahkan gambut halus
dengan bahan gambut kasar. Bahan gambut halus dikeringudarakan sampai
mendapatkan kadar air yang diinginkan. Lalu bahan gambut kasar dan serasah
berukuran besar dipotong-potong menjadi lebih kecil. Hal ini dimaksudkan agar
ukuran bahan gambut kasar dan serasah sesuai dengan ukuran stoples pada saat
respirasi.

3

Perlakuan Contoh Bahan Tanah. Perlakuan kombinasi bahan gambut dan
penyusunnya terdiri dari empat perlakuan utama, yaitu 100% Gambut (G); 90%
Gambut halus dan 10% Bahan gambut kasar (GB); 90% Gambut halus dan 10%
Serasah (GS); 80% Gambut halus, 10% Bahan gambut kasar, dan 10% Serasah
(GBS). Setiap perlakuan ini ditambahkan tiga perlakuan utama yaitu, perlakuan
pupuk urea dan SP-36 (secara tunggal), perlakuan satu level dosis pupuk urea
dengan tiga level dosis pupuk SP-36, dan perlakuan empat level dosis pupuk urea
dan SP-36 (Tabel 1).
Tabel 1. Dosis Perlakuan Pupuk Urea dan SP-36
Perlakuan

100% G

90% G : 10% B

90% G : 10% S

80% G : 10% B :
10%S

N0P0

0% N; 0% P

0% N; 0% P

0% N; 0% P

0% N; 0% P

N0P1

0% N; 0.20 % P

0% N; 0.20 % P

0% N; 0.20 % P

0.0% N; 0.20 % P

N1P0

0.50 % N; 0%P
0.50% N;
0.20% P
0% N; 0% P
0.50 % N;
0.10 % P

0.50 % N; 0%P
0.50% N;
0.20% P
0% N; 0% P
0.50 % N;
0.10 % P

0.50 % N; 0%P
0.50% N;
0.20% P
0% N; 0% P
0.50 % N;
0.10 % P

0.50 % N; 0.0% P

0.50 % N;
0.20 % P
0.50 % N;
0.30 % P
0% N; 0% P
0.12 % N;
0.05% P
0.25 % N;
0.10 % P
0.50 % N;
0.20 % P
0.75 % N;
0.30 % P

0.50 % N;
0.20 % P
0.50 % N;
0.30 % P
0% N; 0% P
0.12 % N;
0.05% P
0.25 % N;
0.10 % P
0.50 % N;
0.20 % P
0.75 % N;
0.30 % P

0.50 % N;
0.20 % P
0.50 % N;
0.30 % P
0% N; 0% P
0.12 % N;
0.05% P
0.25 % N;
0.10 % P
0.50 % N;
0.20 % P
0.75 % N;
0.30% P

N1P1
N0P0
N1P0.5
N1P1
N1P1.5
N0P0
0.25[N1P1]
0.5[N1P1]
1.0[N1P1]
1.5[N1P1]

0.50 % N; 0.20 % P
0% N; 0% P
0.50 % N; 0.10 % P
0.50 % N; 0.20 % P
0.50 % N; 0.30 % P
0% N; 0% P
0.12 % N;0.05 % P
0.25 % N;0.10 % P
0.50 % N;0.20 % P
0.75 % N; 0.30% P

Pengukuran Respirasi. Respirasi tanah diukur dengan metode Jar (stoples).
Metode ini merupakan salah satu cara mengetahui tingkat aktivitas mikrob tanah.
Bahan tanah dimasukkan ke dalam wadah kedap udara (stoples tertutup). Lalu
ditambahkan air destilasi sesuai kadar air yang diinginkan (85% dari Kadar air
kapasitas lapang) dan ditambahkan mikrob tanah ke dalam perlakuan. Hal ini
perlu dilakukan untuk menjaga jumlah populasi mikrob bahan tanah gambut
karena sebelum diberi perlakuan bahan tanah dikeringudarakan terlebih dahulu
untuk mendapatkan kadar air yang diinginkan. Wadah tertutup tersebut telah
dilengkapi 10 ml KOH 1 N dan 25 ml air destilasi (H2O). Penetapan respirasi
didasarkan pada jumlah CO2 yang dihasilkan mikroorganisme selama masa
inkubasi, kemudian CO2 diikat oleh larutan KOH. Setiap perlakuan diinkubasi
selama 10 hari sekali sampai konstan. Lalu dititrasi menggunakan HCl dengan
indikator PP dan Mo.
Analisis Kimia. Analisis kandungan C organik total menggunakan metode
Walkley dan Black. Nitrogen total diukur dengan metode Kjeldahl. P-tersedia
diekstrak dengan larutan Bray-1, kemudian diukur dengan Spektrofotometer

4

dengan panjang gelombang 660 nm. Analisis kimia awal meliputi, C-organik,
N-total, P-tersedia, P total, dan Basa-basa (Ca, Mg, Na dan K) diekstrak dengan
Amonium Asetat pH 7.0, lalu unsur Ca dan Mg diukur menggunakan AAS dan
unsur Na dan K diukur menggunakan Flamefotometer. Analisis Kimia akhir
meliputi, C-organik, N total, P total. Contoh tanah yang dipakai adalah contoh
bahan tanah kering udara yang lolos saringan 0.5 mesh (500 mikron).
Tabel 2. Jenis dan Metode Analisis
Analisis

Metode

C-organik

Walkley and Black

N total
P tersedia

Kjeldahl
Bray 1

P total

Ekstrak HCl 25 %

Basa-basa (Ca, Mg, K, Na)
Populasi Mikrob

Ekstrak NH4OAc pH 7.0
Plate Count

Analisis biologi. Pengukuran ini dilakukan menggunakan contoh bahan
tanah terganggu pada awal analisis (sebelum perlakuan) dan contoh bahan tanah
yang telah diberi perlakuan dosis pupuk dan kadar air (85% Kadar air kapasitas
lapang) pada minggu ketiga (H + 30) dan terakhir setelah diukur respirasinya (H +
50-80). Perhitungan populasi mikrob menggunakan metode cawan tuang. Populasi
mikrob dihitung jumlah koloni yang tumbuh pada media SEA (Soil Extract Agar)
untuk bakteri dan media PDA (Potato Dextros Agar) untuk fungi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Respirasi Tanah Berdasarkan Bahan Penyusun Gambut
Hasil pengukuran respirasi tanah pada berbagai komposisi bahan gambut
disajikan pada Gambar 1. Nilai respirasi tiap perlakuan cenderung menurun
seiring dengan lamanya waktu inkubasi hingga mencapai kondisi konstan. Nilai
respirasi tertinggi pada inkubasi pertama ditunjukkan oleh perlakuan GBS sebesar
446.8 mg C CO2/kg/hari, lalu diikuti perlakuan GS 399.9 mg C CO2/kg/hari,
perlakuan G 195.4 mg C CO2/kg/hari, kemudian perlakuan GB 166.1 mg C
CO2/kg/hari (Lampiran 1). Tingginya respirasi GBS dikarenakan adanya peran
kombinasi serasah dan bahan gambut kasar dalam proses respirasi. Berdasarkan
Gambar 1 dapat diketahui material utama penyumbang respirasi CO2 bukan
berasal dari bahan gambut halus, namun dari serasah dan bahan gambut kasar. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian Vien et al. (2010) menyatakan pelepasan CO2
tertinggi dari lahan gambut berasal dari dekomposisi dan aktivitas fauna pada
serasah.
Pada Gambar 1 ditunjukkan nilai respirasi GS yang tidak berbeda jauh
dengan GBS. Nilai respirasi berangsur menurun pada perlakuan GS dan GBS. Hal
ini menunjukkan laju penurunan respirasi yang lebih cepat dibandingkan kedua
perlakuan lain (dilihat dari kemiringan grafiknya). Dikarenakan material yang
mudah terdekomposisi (glukosa, selulosa, dan hemiselulosa) pada awal inkubasi
masih cukup banyak hingga akhirnya berkurang dan habis, yang tersisa hanya
senyawa yang resisten terhadap dekomposisi. Hal tersebut juga menunjukkan

5

bahwa dalam proses dekomposisi bahan gambut, peran serta serasah sangatlah
penting.

Gambar 1 Pengaruh Berbagai Bahan Penyusun Gambut terhadap
Respirasinya
Pada respirasi G dan GB tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
(Gambar 1). Hal ini disebabkan bahan gambut kasar tidak terlalu berpengaruh
terhadap proses respirasi. Bahan gambut kasar pada penelitian ini didefinisikan
sebagai bahan penyusun gambut berupa kayu yang hampir atau sudah melapuk
tetapi masih terlihat strukturnya (Lampiran 8).
Perbedaan bahan gambut kasar dengan serasah terlihat dari bentuk karbon
yang terdapat dalam komponen tersebut. Walau kandungan C-organik tidak
berbeda jauh antara serasah dan bahan gambut kasar (Lampiran 4), namun bentuk
karbon yang mudah didekomposisi lebih banyak pada serasah. Serasah dapat
dikatakan jauh lebih segar dibandingkan bahan gambut kasar, sehingga masih
banyak karbon dan nutrisi lain dalam serasah yang dapat dirombak dan
dimanfaatkan oleh mikrob.
Berdasarkan Tabel 3 perbandingan jumlah mikrob dan fungi pada inkubasi
hari ke-30 ditunjukkan aktivitas mikrob yang tinggi pada keadaan cukup hara
(GS).
Tabel 3 Data Sifat Kimia dan Biologi Perlakuan Variasi Bahan Penyusun Gambut
Sampel
C-organik*
N Total*
P Total*
C/N Rasio
C/P Rasio
Total
mikrob
Fungi
Total
Mikrob*
Fungi*

G

GB

GS

GBS

%
%
%

36.73
1.28
0.23
31.9
867.7

37.40
0.87
0.38
47.0
262.5

37.77
0.91
0.39
47.8
198.0

37.97
0.92
0.37
54.7
197.7

Cfu 106 / g
(H+30)

9.37

8.57

11.12

9.07

2.95

3.32

3.87

2.38

Cfu 106 / g
(H+50)

8.93

1.98

4.98

3.26

2.44

1.13

2.49

1.00

* Analisis kimia dan biologi akhir perlakuan GS dan GBS dilakukan pada hari ke-80

6

Serasah daun A. crassicarpa mengandung unsur hara yang cukup tinggi
(Lampiran 4), sehingga aktivitas dekomposisi dan aktivitas fauna sebagian besar
berada pada lapisan serasah dengan tujuan untuk mengkonversi bahan organik
menjadi energi dan senyawa sederhana seperti karbon, nitrogen, fosfor, belerang,
kalium dan lain-lain. Perbandingan analisis biologi pada akhir inkubasi
menunjukkan penurunan jumlah total mikrob dan fungi dibandingkan dengan
analisis biologi saat H+30 (Tabel 3). Penurunan jumlah total mikrob dan fungi
berkorelasi dengan nilai respirasi yang semakin menurun.
Respirasi Tanah Berdasarkan Variasi Dosis Pupuk Urea dan SP-36
Hasil pengukuran respirasi tanah berdasarkan perlakuan pupuk (urea dan
SP-36) disajikan pada Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4. Perlakuan
penambahan pupuk secara tunggal menunjukkan peningkatan laju respirasi pada
perlakuan penambahan pupuk urea dibandingkan dengan N0P0 (kontrol), N0P1,
dan N1P1. Pada Gambar 2 ditunjukkan pengaruh pupuk urea sangat signifikan
dalam meningkatkan nilai respirasi dibandingkan dengan perlakuan N0P1 dan
N1P1. Kebutuhan mikrob akan unsur N diduga lebih besar dibandingkan
kebutuhan mikrob akan unsur P. Bila membandingkan respirasi mikrob perlakuan
N1P1 lebih besar dibandingkan dengan N0P0 (kontrol) dan N0P1. Hal ini
dikarenakan ada pengaruh penambahan pupuk urea pada perlakuan N1P1.
Sedangkan pada perlakuan respirasi N0P1 menunjukkan nilai respirasi yang
cenderung seragam dengan respirasi N0P0 yaitu, sebesar 177.2 mg C-CO2/kg/hari
dan 160.4 mg C-CO2/kg/hari (Lampiran 2). Hasil ini menunjukkan aplikasi pupuk
P (N0P1) tidak begitu berpengaruh meningkatkan nilai respirasi mikrob sejak awal
inkubasi. Hal ini diduga karena pada perlakuan N1P0 kebutuhan mikrob akan
unsur P sudah cukup tanpa adanya penambahan pupuk P. Sedangkan pada
perlakuan N0P1, mikrob kekurangan unsur hara N (tidak ada sumber nitrogen
lain).

Gambar 2 Pengaruh Penambahan Pupuk Urea dan SP-36 terhadap
Respirasi Bahan Gambut
Hasil respirasi perlakuan kombinasi pupuk urea dengan pupuk SP-36
menunjukkan dosis pupuk SP-36 yang paling rendah memberikan hasil respirasi
yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain. Gambar 3 menunjukkan hasil
respirasi perlakuan N1P0.5 lebih tinggi dibandingkan perlakuan N1P1dan N1P1.5.
Penggunaan sedikit pupuk SP-36 berperan dalam meningkatkan hasil respirasi.
Menurut Stevenson (1994), perbandingan kebutuhan C:N:P mikroorganisme yang

7

optimum adalah 100:10:1. Mikroorganisme membutuhkan lebih banyak nitrogen
untuk kelangsungan hidupnya dibandingkan fosfor. Walaupun jumlah kebutuhan
mikroorganisme akan unsur P lebih sedikit, namun peran unsur tersebut tidak
dapat diabaikan begitu saja. Unsur P berperan dalam pembentukan asam nukleat
dan fosfolipid sedangkan unsur N memiliki peranan yang sangat penting dalam
pembentukan asam nukleat, asam amino dan enzim-enzim.

Gambar 3 Pengaruh Penambahan Dosis SP-36 terhadap Respirasi Bahan
Gambut
Pada Gambar 4 ditunjukkan nilai respirasi semakin besar (awal inkubasi)
pada perlakuan tertinggi dosis pupuk urea dan SP-36 yaitu perlakuan 1.5[N1P1]
sebesar 281.5 mg C CO2/kg/hari dibandingkan dengan perlakuan N0P0 (kontrol)
sebesar 160.4 mg C CO2/kg/hari (Lampiran 2). Respirasi N0P0 (kontrol)
membuktikan bahwa bahan tanah gambut miskin unsur hara, karena mikrob
membutuhkan cukup unsur hara sebagai sumber energi. Pada Gambar 4 terlihat
grafik penurunan nilai respirasi yang tidak stabil. Hal ini diakibatkan terurainya
senyawa lignin menjadi bahan yang mudah di dekomposisi oleh fungi. Lalu hasil
dekomposisi lignin diurai kembali oleh bakteri. Pada kondisi di alam, lignin
sangat resisten terhadap degradasi mikrob (Arora et al. 2002). Fungi merupakan
salah satu mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin (Singh 2006).

Gambar 4 Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk Urea dan SP-36 terhadap
Respirasi Bahan Gambut
Pada Tabel 4 terlihat populasi mikrob berkorelasi positif terhadap tingginya
respirasi. Pada penambahan pupuk N dan P secara tunggal, jumlah total mikrob
dan fungi tertinggi ditunjukkan pada perlakuan N1P0. Tingginya populasi mikrob

8

pada perlakuan N1P0 erat hubungannya dengan jumlah kebutuhan N bagi mikrob
tanah. Perlakuan N0P1 menunjukkan jumlah total mikrob dan fungi terendah
dibandingkan N0P0 (kontrol) dan perlakuan N0P1 (Tabel 4). Hal tersebut makin
menguatkan pendapat bahwa penambahan unsur hara makro N meningkatkan
aktivitas mikrob yang dilihat dari populasi mikrob dan nilai respirasinya.
Tabel 4 Data Sifat Biologi Perlakuan Variasi Dosis Pupuk Urea dan SP-36
Perlakuan

Total mikrob

Fungi

6

Pupuk
Tunggal

SP-36

Urea dan
SP-36

Fungi *

6

Cfu 10 / g (H+30)
N0P0

Total Mikrob*

Cfu 10 / g (akhir)

9.02

5.17

5.63

2.81

N0P1

9.02

2.42

5.05

1.50

N1P0

22.53

4.01

9.02

3.97

N1P1

5.52

1.63

3.36

1.16

N0P0

9.02

5.17

5.63

2.81

N1P0.5

9.63

1.56

5.95

1.31

N1P1

5.52

1.63

3.36

1.16

N1P1.5

9.13

2.56

1.82

0.97

N0P0

9.02

5.17

5.63

2.81

0.25[N1P1]

2.65

3.13

3.29

0.66

0.5[N1P1]

4.86

3.32

3.34

1.53

1.0[N1P1]

5.52

1.63

3.36

1.16

1.5[N1P1]

6.50

3.38

3.93

1.95

* Analisis biologi (akhir) perlakuan 1.0[N1P1] dan 1.5[N1P1] dilakukan pada hari ke-70 dan N1P0 , N1P0.5 dan
N1P1.5 pada hari ke-80

Jumlah total mikrob pada perlakuan empat level dosis urea dan SP-36 serta
perlakuan N1 dengan tiga level dosis SP-36 menunjukkan hasil yang berbeda
dibandingkan perlakuan pupuk tunggal. Hal ini dilihat pada Tabel 4 jumlah total
mikrob dan fungi (H+30) perlakuan 1.5[N1P1] menunjukkan nilai lebih rendah
dibandingkan perlakuan N0P0 (kontrol). Hal yang sama terjadi pada jumlah total
mikrob perlakuan N1P1 lebih rendah dibandingkan perlakuan N1P0.5 dan N1P1.5.
Hal ini disebabkan karena pengamatan yang dilakukan memiliki selang waktu
sedangkan masa pertumbuhan tiap mikrob berbeda (fluktuatif). Sehingga
pengamatan mikrob tidak selalu mengambarkan aktivitas yang terjadi selama
selang waktu tersebut. Perlu dilakukan pengamatan berkala untuk mengetahui
aktivitas mikrob secara pasti. Dugaan lain karena adanya interaksi negatif antar
jenis mikrob yang berbeda yang menyebabkan populasi mikrob berkurang saat
dilakukan pengamatan jumlah mikrob.
Faktor lain seperti pengaruh kekurangan unsur hara mikro juga dapat
menyebabkan menurunnya jumlah total mikrob. Namun dikarenakan penelitian ini
hanya memfokuskan pengaruh unsur hara makro (N dan P), perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh unsur hara mikro terhadap
aktivitas mikrob bahan tanah gambut. Pada pengamatan jumlah total fungi
menunjukkan nilai yang semakin tinggi dengan penambahan dosis pupuk SP-36
(H+30). Namun jumlah total fungi yang tinggi tidak menunjukkan nilai respirasi
mikrob yang tinggi. Hal ini dikarenakan respirasi fungi lebih efisien dibandingkan
respirasi mikrob bakteri (Sumawinata et al. 2012).

9

Korelasi Bahan Penyusun Gambut dengan Pupuk Urea dan SP-36 terhadap
Respirasi Tanah
Terdapat korelasi antara perlakuan pupuk secara tunggal dan perlakuan
dosis SP-36 dengan perlakuan G, GB, GS dan GBS (Tabel 5). Korelasi positif
ditunjukkan pada perlakuan pupuk urea N1P0 dengan komposisi perlakuan G, GB,
GS dan GBS terlihat dari respirasinya yang meningkat rata-rata 3.0-7.0 kali lebih
besar dibandingkan kontrol. Penambahan pupuk SP-36 tidak menunjukkan
korelasi positif dengan perlakuan G, GB, GS dan GBS bila dibandingkan
perlakuan tanpa pupuk N0P0 (nilai respirasi tidak berbeda jauh).
Tabel 5 Nilai Respirasi (H+50) Perlakuan Pupuk Tunggal dan Kombinasi Dosis
Pupuk SP-36
mg C CO2/kg/hari

Perlakuan
hari ke-10

N0P0

N1P0

N0P1

N1P1

N1P0.5

N1P1

N1P1.5

hari ke-20

hari ke-30

hari ke-40

hari ke-50

G

90.8

65.6

81.3

76.3

76.3

GB

87.8

80.5

78.1

82.9

82.9

GS

201.4

188.5

179.9

149.7

71.5

GBS

261.4

226.6

217.8

179.4

79.5

G

631.8

351.1

236.7

174.8

146.8

GB

614.7

392.7

213.4

175.8

154.4

GS

848.4

550.6

394.2

325.9

218.7

GBS

760.6

519.2

397.5

349.6

218.0

G

108.7

54.1

58.3

48.2

48.9

GB

87.8

54.9

48.8

52.8

52.8

GS

250.6

137.1

145.7

89.3

53.6

GBS

261.6

139.5

124.3

111.6

50.1

G

142.0

73.7

89.9

79.9

82.0

GB

108.5

90.2

67.1

64.1

64.1

GS

423.9

312.6

312.6

254.7

218.9

GBS

389.4

287.8

305.2

245.7

232.0

G

153.5

81.7

94.2

80.6

82.0

GB

117.0

73.2

70.7

67.9

64.1

GS

459.8

470.5

509.0

394.4

245.1

GBS

579.4

533.7

511.9

463.3

272.5

G

142.0

73.7

89.9

79.9

82.0

GB

108.5

90.2

67.1

64.1

64.1

GS

423.9

312.6

312.6

254.7

218.9

GBS

389.4

287.8

305.2

245.7

232.0

G

193.1

145.0

150.4

118.7

125.2

GB
GS
GBS

120.7
344.9
483.3

80.5
188.5
352.7

89.0
158.5
313.5

86.7
196.4
333.7

80.5
91.6
236.1

Pada Tabel 5 ditunjukkan laju respirasi untuk tiga perlakuan dosis pupuk
SP-36 meningkat 1.5-2.0 kali lebih cepat dibandingkan perlakuan N0P0 (kontrol)
pada komposisi GS dan GBS. Namun korelasi perlakuan N1P0.5, N1P1, dan N1P1.5

10

dengan perlakuan G dan GB tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
peningkatan laju respirasinya. Hal ini terjadi karena respirasi mikrob yang tinggi
didukung oleh nutrisi yang cukup dari serasah dan pemberian pupuk urea.
Hal sama terjadi pada korelasi perlakuan kombinasi dosis pupuk urea dan
SP-36 pada perlakuan G, GB, GS, dan GBS terlihat pada Tabel 6. Pada Tabel 6
ditunjukkan penambahan dosis pupuk urea dan SP-36 pada kombinasi GS dan
GBS meningkatkan laju respirasi rata-rata 1.5-1.7 kali lebih besar dibandingkan
perlakuan GS dan GBS tanpa pupuk. Sehingga bisa dikatakan terjadi korelasi
positif antara penambahan pupuk dengan kombinasi G, GB, GS dan GBS. Namun
pengaruh terbesar terlihat pada korelasi pupuk dengan komposisi GS dan GBS.
Tabel 6 Nilai Respirasi (H+50) Perlakuan Kombinasi Dosis Pupuk Urea dan
SP-36
Perlakuan

N0P0

0.25[N1P1]

0.5[N1P1]

1.0[N1P1]

1.5[N1P1]

mg C CO2/kg/hari
hari ke-10

hari ke-20

hari ke-30

hari ke-40

hari ke-50

G

90.8

65.6

81.3

76.3

76.3

GB

87.8

80.5

78.1

82.9

82.9

GS

201.4

188.5

179.9

149.7

71.5

GBS

261.4

226.6

217.8

179.4

79.5

G

144.5

81.7

88.5

74.8

73.4

GB

109.8

102.4

85.4

79.1

79.1

GS

334.2

334.2

214.2

185.3

82.6

GBS

431.6

357.5

342.3

259.0

118.1

G

142.0

92.1

99.3

84.2

83.5

GB

124.4

84.1

76.8

71.5

65.3

GS

337.2

306.2

212.0

214.2

95.9

GBS

403.3

292.1

255.1

254.7

84.1

G

142.0

73.7

89.9

79.9

82.0

GB

108.5

90.2

67.1

64.1

64.1

GS

423.9

312.6

312.6

254.7

218.9

GBS

389.4

287.8

305.2

245.7

232.0

G

152.2

79.4

111.5

82.0

74.8

GB

124.4

80.5

74.4

83.0

74.1

GS

398.4

272.1

265.6

284.0

149.8

GBS

450.9

258.1

333.4

280.6

255.5

Berdasarkan perlakuan penambahan pupuk urea dan SP-36 dapat dilihat
korelasi tertinggi terjadi pada perlakuan penambahan pupuk urea (secara tunggal).
Korelasi ini mengindikasikan aktivitas mikrob yang tinggi dibandingkan
perlakuan dosis pupuk urea yang dikombinasikan dengan pupuk SP-36. Hal ini
dikarenakan saat penambahan pupuk SP-36, beberapa unsur mikro (Cu, Zn, Mn)
yang dibutuhkan oleh mikrob bereaksi membentuk senyawa yang sulit tersedia
untuk mikrob. Hal ini menyebabkan aktivitas mikrob terhambat karena
kekurangan unsur hara mikro dilihat dari nilai respirasi dan populasi mikrob.

11

Dekomposisi Bahan Gambut
Tingkat dekomposisi dapat dilihat dari C/N rasio, semakin tinggi C/N rasio
maka semakin rendah tingkat dekomposisi yang terjadi. Pada Tabel 7 ditunjukkan
tingkat dekomposisi yang lambat dengan kondisi kelembaban baik (85% kadar air
kapasitas lapang) di setiap perlakuan G, GB, GS dan GBS. Perlakuan G
menunjukkan C/P rasio tertinggi dibandingkan perlakuan lain. Hasil penelitian ini
mematahkan pernyataan bahwa ketika gambut didrainase (kondisi oksidatif) maka
terjadi peningkatan emisi CO2 akibat aktivitas mikroorganisme aerob. Hal ini
sejalan Tan (2008) yang menyatakan bahwa tanah gambut khususnya gambut
tropika di Indonesia berasal dari timbunan sisa-sisa vegetatif (vegetasi hutan rawa
gambut, terutama dari pepohonan). Penelitian Djajakirana et al. (2012) juga
menyatakan hal yang sama, bahwa lahan gambut tropis adalah sisa dekomposisi
bahan tanaman berkayu sebagai bahan induk tanah gambut. Sehingga bahan tanah
gambut pada penelitian ini lebih banyak mengandung material (sumber karbon)
yang sulit diurai oleh mikrob tanah.
Pada tiga perlakuan utama dosis pupuk urea dan SP-36 terlihat pada Tabel 7
menunjukkan C/N rasio yang beragam antara 20-60. C/N rasio yang rendah
mengindikasikan dekomposisi bahan gambut meningkat sehingga penambahan
dosis pupuk N dan P mempengaruhi dekomposisi bahan gambut. Nilai C/N rasio
yang beragam dipengaruhi oleh penambahan dosis pupuk N yang berbeda
sehingga mempengaruhi hasil analisis N total.
Tabel 7 Data Pengukuran Sifat Kimia Variasi Dosis Pupuk Urea dan SP-36
Respirasi kumulatif
Perlakuan

Bahan

Pupuk
tunggal

SP-36

Pupuk
urea dan
SP-36

C/N

C/P

G

31.9

867.7

ton C-CO2/ha/tahun
9.04

GB

47.0

262.5

GS

47.8

GBS

54.7

N0P0

Total Mikrob

Fungi

6

Cfu 10 / g (akhir)
8.93

2.44

7.79

1.98

1.13

198.0

15.63

4.98

2.49

197.7

17.72

3.26

1.00

66.2

1201.5

8.74

5.63

2.81

N0P1

51.9

62.4

6.66

5.05

1.50

N1P0

49.7

1488.0

21.35

9.02

3.97

N1P1

37.1

102.3

13.10

3.36

1.16

N0P0

66.2

1201.5

8.74

5.63

2.81

N1P0.5

43.9

120.6

16.42

5.95

1.31

N1P1

37.1

102.3

13.10

3.36

1.16

N1P1.5

51.6

60.9

12.90

1.82

0.97

N0P0

66.2

1201.5

8.74

5.63

2.81

0.25[N1P1]

51.9

179.7

12.09

3.29

0.66

0.5[N1P1]

33.9

161.4

11.37

3.34

1.53

1.0[N1P1]

37.1

102.3

13.10

3.36

1.16

1.5[N1P1]

21.9

76.0

12.95

3.93

1.95

Hal yang sama terjadi pada C/P rasio yang beragam (60-1500) disebabkan
oleh penambahan dosis pupuk P dalam perlakuan. Sehingga menyebabkan C/P
rasio tiap perlakuan dosis pupuk berbeda-beda. Penelitian ini menghasilkan fakta

12

menarik terkait C/N dan C/P rasio sebagai penentu tingkat dekomposisi bahan
gambut. C/N dan C/P rasio pada penelitian ini tidak dapat dijadikan acuan tunggal
untuk melihat dekomposisi bahan gambut.
Pada Gambar 5 ditunjukkan nilai respirasi kumulatif berdasarkan dosis
pupuk dan komposisi bahan gambut. Respirasi kumulatif merupakan penjumlahan
nilai respirasi CO2 dari awal inkubasi sampai respirasi konstan (asumsi bobot isi
0.1 g/cm3 pada kedalaman 20 cm). Nilai tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan
GBS sebesar 17.72 ton C-CO2/ha/tahun. Pada perlakuan GS juga menunjukkan
nilai respirasi kumulatif yang tinggi bila dibandingkan perlakuan G dan GB.
Rendahnya nilai respirasi kumulatif membuktikan bahan gambut halus dan bahan
gambut kasar mengandung sedikit bahan organik yang mudah diuraikan oleh
mikrob tanah. Walaupun kandungan C-organik G dan GB lebih besar
dibandingkan GS dan GBS (Lampiran 4). Bahan organik dalam perlakuan G dan
GB lebih banyak menggandung lignin yang sulit didekomposisi. Perlakuan
kombinasi bahan gambut dengan bahan penyusunnya belum mewakili komposisi
gambut pada lingkungan sebenarnya. Perlakuan ini membuktikan bahwa
penambahan bentuk sumber makanan yang lebih segar (serasah lebih segar bila
dibandingkan bahan gambut kasar) mempengaruhi dekomposisi bahan gambut.
Sehingga dekomposisi bahan gambut yang diakibatkan oleh aktivitas mikrob lebih
terpusat pada serasah dibandingkan bahan tanah gambut sendiri.

Gambar 5 Respirasi Kumulatif Perlakuan Dosis Pupuk dan Bahan Penyusun
Gambut
Respirasi kumulatif tertinggi ditunjukkan pada perlakuan N1P0 (tunggal)
sebesar 21.35 ton C-CO2/ha/tahun. Hasil tersebut menunjukkan tingginya
pengaruh pupuk urea terhadap aktivitas mikrob yang terlihat dari populasi mikrob
dan respirasinya. Perlakuan pupuk SP-36 (N0P1) tidak berkorelasi positif dengan
respirasi kumulatifnya. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya suplai unsur hara
N sebagai sumber energi dan pertumbuhan bagi mikrob. Pada perlakuan tiga level
dosis pupuk SP-36 terlihat bahwa respirasi kumulatif yang tinggi terjadi pada
perlakuan N1P0.5. Hasil respirasi kumulatif perlakuan empat level dosis pupuk
urea dan SP-36 menunjukkan jumlah karbon yang hilang tiap dosis yang berbeda
tidak terlalu besar selisihnya. Respirasi kumulatif perlakuan 0.25[N1P1] tidak
berbeda jauh dengan perlakuan 0.5[N1P1]. Hal ini diduga dosis pupuk urea belum
cukup untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan oleh mikrob untuk
metabolismenya. Pada perlakuan 1.0[N1P1] dan 1.5[N1P1] juga menunjukkan hal

13

yang sama, tidak terjadi peningkatan CO2 yang dilepas bahkan cenderung
menurun (17.59 ton C-CO2/ha/tahun dibandingkan 17.39 ton C-CO2/ha/tahun).
Hal ini diduga karena adanya faktor penghambat lain seperti kekurangan unsur
hara mikro. Penelitian ini menghasilkan fakta menarik mengenai kebutuhan
mikrob akan unsur hara N lebih besar dibandingkan dengan unsur hara P
walaupun kedua unsur tersebut memiliki peran yang sama penting untuk mikrob
itu sendiri.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pada kondisi kadar air optimum (85% Kadar air kapasitas lapang), hasil
respirasi tertinggi dihasilkan oleh penambahan serasah dan pemberian pupuk
urea.
2. Unsur hara N menjadi faktor pembatas dari aktivitas mikrob yang tinggi.
Penambahan dosis pupuk urea dan SP-36 (unsur hara N dan P) tidak
menunjukkan aktivitas mikrob yang tinggi karena ada faktor pembatas lain
seperti unsur hara mikro.
3. C/N dan C/P rasio tidak dapat menjadi acuan tunggal untuk melihat
dekomposisi bahan gambut dan penyusunnya.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jenis dan dosis pupuk yang
lebih beragam serta komposisi bahan sesuai dengan lingkungan sebenarnya.
Sehingga dapat diketahui pengaruh tersebut terhadap dekomposisi dan banyaknya
karbon yang hilang.

DAFTAR PUSTAKA
Arora DS, M Chander, dan P Gill. 2002. Involvement of lignin peroxidase,
manganese peroxidase and laccase in degradation and selective
ligninolysis of wheat straw. International Biodeteriorasion &
Biodegradation.Vol. 50 115-120.
Djajakirana G, Puspasari A, Permatasari M, Susanto M, dan Maria S. 2012.
Pattern of biological activities in various conditions of planted Accacia
crassicarpa on peatlands in relation to carbon emission. Proceeding of
Peatlands in Balance. Stockholm, Sweden, 3-8 Juni 2012.
Hooijer A, Page S, Canadell JG, Sulvius M, Kwadijk J, Wosten H, dan Jauhiainen
J. 2010. Current and Future CO2 Emissions from drained Peatland in
Southeast Asia. Biogeosciences.
Jauhiainen J, Hooijer A, dan Page SE. 2011. Carbon dioxide Emissions from
Acacia Plantation on Peatland in Sumatra, Indonesia. Biogeosciences
Discussion 8 8269-8302.

14

Maswar. 2011. Pengaruh Aplikasi Pupuk NPK terhadap Kehilangan Karbon pada
Lahan Gambut yang Didrainase. Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Singh H. 2006. Mycoremidiation. John Wiley & Sons. Inc. America. 358-375.
Stevenson FJ. 1994. Humus Chemistry. Genesis, Composition, and Reactions. A
Wiley-Interscience Publ. John Wiley& Sons. 2nd ed. New York.
Sumawinata B, Djajakirana G, Suwardi, dan Darmawan. 2012. Laporan Akhir
Neraca Karbon Hutan Tanaman Industri pada Rawa Gambut Tropika.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) IPB.
Bogor.
Suwardi, Djajakirana G, Sumawinata B, Baskoro DPT, Munoz C, dan Hatano R.
2011. Nutrient cycle in Acacia crasicarpa plantation on deep tropical
peatland at Bukitbatu, Bengkalis, Indonesia. Proceeding of The 10th
International Conference of The East and Southeast Asia Federation of
Soil Science Societies. Colombo, Sri Lanka, 10-13 Oktober 2011. 227-228
Tan KH. 2008. Humid Tropic and Monsoon Region of Indonesia. CRC Press.
London.
Vien DM, Puong NM, Jauhiainen J, dan Guong VT. 2010. Carbon dioxide
emission from peatland in relation to hydrologi, peat moisture,
humification at the Vo Doi national park, Vietnam. Proceeding of The 19th
World Congress of Soil Science, Soil Solutions for a Changing World.
Brisbane, Australia, 1-6 Agustus 2010.

15

LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Rataan Pengukuran Respirasi Variasi Bahan Penyusun Gambut
hari ke-

10

20

30

40

50

60

70

80

mg C CO2/kg/hari
G

195.4

113.8

112.2

91.0

88.1

142.4

GB

166.1

115.5

89.3

83.6

79.3

GS

399.9

306.7

265.8

232.7

136.4

122.5

126.5

122.6

GBS

446.8

329.7

311.2

269.9

167.9

147.0

137.7

131.2

Lampiran 2 Data Rataan Pengukuran Respirasi Perlakuan Pupuk Urea dan SP-36
Perlakuan
Pupuk
Tunggal

SP-36

Urea dan
SP-36

10

20

30

mg C CO2/kg/hari
40
50

60

70

hari keN0P0

160.4

140.3

139.3

122.1

77.5

78.9

N0P1

713.9

453.4

310.5

256.5

184.5

179.1

N1P0

177.2

96.4

94.2

75.5

51.3

53.0

N1P1

265.9

191.1

193.7

161.1

149.3

152.3

N0P0

160.4

140.3

139.3

122.1

77.5

78.9

N1P0.5

327.4

289.8

296.5

251.5

165.9

213.6

126.1

N1P1

265.9

191.1

193.7

161.1

149.3

152.3

143.2

N1P1.5

285.5

191.7

177.8

183.9

133.3

164.9

133.9

N0P0

160.4

140.3

139.3

122.1

77.5

78.9

0.25[N1P1]

255.0

219.0

182.6

149.6

88.3

99.3

0.5[N1P1]

251.7

193.6

160.8

156.2

82.2

90.1

1.0[N1P1]

265.9

191.1

193.7

161.1

149.3

152.3

143.2

1.5[N1P1]

281.5

172.5

196.2

182.4

138.6

141.7

129.1

80

122.6

119.6

143.2
128.3
143.0

Lampiran 3 Data Rataan Pengukuran Analisis Kimia Bahan Gambut Berdasarkan
Perlakuan Dosis Pupuk Urea dan SP-36
Perlakuan

Pupuk tunggal

SP-36

Pupuk urea dan
SP-36

Kode

C-organik

% N Total

% P Total

N 0 P0
N 0 P1
N 1 P0
N 1 P1

36.36
37.60
33.59
40.84

0.75
0.94
0.71
1.15

0.05
0.04
0.55
0.42

N 0 P0

36.36

0.75

0.05

N1P0.5

38.74

0.90

0.35

N 1 P1

40.84

1.15

0.42

N1P1.5

35.72

0.84

0.60

N 0 P0

36.36

0.75

0.05

0.25[N1P1]

39.37

0.79

0.22

0.5[N1P1]

36.56

1.09

0.28

1.0[N1P1]

40.84

1.15

0.42

1.5[N1P1]

38.44

1.78

0.57

16

Lampiran 4 Data Pengukuran Analisis Kimia dan Biologi Bahan Gambut, Bahan
Gambut Kasar, Serasah, Pupuk Urea dan Pupuk SP-36
Gambut

Bahan gambut
kasar

Serasah

Urea

%

60.43

38.29

32.97

-

%

1.59

1.09

2.95

34.48

-

%

0.003

-

-

-

-

%

-

0.032

0.15*

Analisis
C
Organik
N Total
P
Tersedia
P Total

SP-36

P2O5

%

-

-

-

-

22.89

K

%

0.02

-

1.79*

-

-

-

0.91

*

-

-

0.36

*

-

-

Ca

%

0.33

Mg

%

0.09

-

Na
Total
mikrob

%

0.02

-

-

-

-

4.37

28.98

5.81

-

-

1.61

3.29

3.90

-

-

Fungi

104
Cfu/g

GB

GS

GBS

58.22

57.68

55.47

*Suwardi et al. 2011

Lampiran 5 Data Pengukuran Sifat Kimia Bahan Gambut Berdasarkan Perlakuan
Dosis Pupuk Urea dan SP-36
Total
mikrob
Kode

C/N

C/P

Fungi

Total
mikrob

Fungi

%C

%N

%P

N0P0 G

36.25

1.15

0.01

31.6

2952.2

15.70

3.89

15.39

3.43

N0P0 GB

39.61

0.96

0.05

41.4

824.0

3.48

3.31

2.32

2.56

N0P0GS

32.58

0.62

0.06

52.6

538.4

6.18

7.84

3.56

4.57

N0P0 GBS
0.25[N1P1] G

37.00

0.27

0.08

139.1

491.4

10.70

5.64

1.26

0.69

40.96

0.79

0.20

51.7

209.0

3.25

1.30

3.04

0.84

0.25[N1P1] GB

36.08

0.53

0.24

68.2

147.4

2.27

2.02

1.69

0.27

0.25[N1P1] GS

43.18

1.00

0.21

43.2

208.0

2.88

5.91

5.12

1.38

0.25[N1P1] GBS

37.24

0.84

0.24

44.4

154.3

2.21

3.28

3.33

0.16

0.5[N1P1] G

36.84

1.02

0.12

36.2

315.9

1.70

4.48

7.17

3.54

0.5[N1P1] GB

36.15

0.91

0.34

39.7

105.2

2.69

2.25

1.58

0.24

0.5[N1P1] GS

34.22

1.20

0.32

28.5

105.9

8.20

2.92

2.07

1.87

0.5[N1P1] GBS

39.02

1.25

0.33

31.2

118.5

6.85

3.61

2.54

0.47

1.0[N1P1] G

36.93

1.37

0.27

26.9

136.1

4.18

3.90

3.75

1.57

1.0[N1P1] GB

43.87

0.84

0.46

52.5

94.6

7.46

2.11

2.67

0.62

1.0[N1P1] GS

43.93

1.17

0.57

37.4

77.0

3.39

3.21

3.38

1.56

1.0[N1P1] GBS

38.63

1.23

0.38

31.4

101.6

7.04

4.19

3.63

0.91

1.5[N1P1] G

39.81

2.06

0.32

19.3

122.5

4.10

4.63

4.58

4.32

1.5[N1P1] GB

37.26

1.46

0.53

25.6

69.9

3.11

1.75

2.68

1.00

1.5[N1P1] GS

39.44

1.71

0.61

23.1

64.7

8.61

4.97

7.64

2.28

1.5[N1P1] GBS

37.23

1.88

0.80

19.8

46.8

10.18

2.15

0.82

0.21

106 Cfu / g
(H+30)

106 Cfu / g
(akhir)

17

Lampiran 6 Data Pengukuran Sifat Kimia Bahan Gambut Berdasarkan Perlakuan
Pupuk Urea dan SP-36
Kode

%C

%N

%P

C/N

Total mikrob

C/P

Fungi

Total mikrob

6

Fungi

6

10 Cfu / g (H+30)

10 Cfu / g (akhir)

N0P0 G

36.25

1.15

0.01

31.6

2952.2

15.70

3.89

15.39

3.43

N0P0 GB

39.61

0.96

0.05

41.4

824.0

3.48

3.31

2.32

2.56

N0P0GB

32.58

0.62

0.06

52.6

538.4

6.18

7.84

3.56

4.57

N0P0 GBS

37.00

0.27

0.08

139.1

491.4

10.70

5.64

1.26

0.69

N0P1 G

31.68

0.84

0.47

37.7

67.4

15.82

3.25

15.06

3.10

N0P1 GB

30.39

0.84

0.64

36.3

47.2

10.04

1.81

2.82

0.86

N0P1 GB

34.16

0.41

0.56

83.5

60.8

5.47

3.24

0.73

0.79

N0P1 GBS

38.12

0.76

0.51

50.0

74.4

4.73

1.38

1.59

1.25

N1P0 G

33.97

1.80

0.01

18.9

3753.2

19.74

4.74

16.70

4.10

N1P0 GB

40.66

0.56

0.04

72.5

934.3

19.77

6.07

3.55

3.63

N1P0 GB

38.08

0.70

0.07

54.4

577.0

32.26

2.53

12.30

6.10

N1P0 GBS

37.69

0.71

0.06

53.1

609.7

18.34

2.69

3.53

2.05

N1P1 G

36.93

1.37

0.27

26.9

136.1

4.18

3.90

3.75

1.57

N1P1 GB

43.87

0.84

0.46

52.5

94.6

7.46

2.11

2.67

0.62

N1P1 GB

43.93

1.17

0.57

37.4

77.0

3.39

3.21

3.38

1.56

N1P1 GBS

38.63

1.23

0.38

31.4

101.6

7.04

4.19

3.63

0.91

Lampiran 7 Data Pengukuran Sifat Kimia Bahan Gambut Berdasarkan Perlakuan
Dosis Pupuk SP-36
Kode

%C

%N

%P

C/N

C/P

Total
mikrob

Fungi

106 Cfu / g (H+30)

Total
mikrob

Fungi

106 Cfu / g (akhir)

N0P0 G

36.25

1.15

0.01

31.6

2952.2

15.70

3.89

15.39

3.43

N0P0 GB

39.61

0.96

0.05

41.4

824.0

3.48

3.31

2.32

2.56

N0P0GB

32.58

0.62

0.06

52.6

538.4

6.18

7.84

3.56

4.57

N0P0 GBS

37.00

0.27

0.08

139.1

491.4

10.70

5.64

1.26

0.69

N1P0.5 G

38.61

0.91

0.21

42.3

181.1

3.18

1.32

3.12

0.78

N1P0.5 GB

39.69

1.07

0.47

37.1

84.8

4.56

2.88

2.27

0.29

N1P0.5 GB

36.98

0.81

0.38

45.7

97.6

22.75

1.36

10.89

2.62

N1P0.5 GBS

39.67

0.79

0.33

50.5

118.9

8.05

0.67

7.50

1.54

N1P1 G

36.93

1.37

0.27

26.9

136.1

4.18

3.90

3.75

1.57

N1P1 GB

43.87

0.84

0.46

52.5

94.6

7.46

2.11

2.67

0.62

N1P1 GB

43.93

1.17

0.57

37.4

77.0

3.39

3.21

3.38

1.56

N1P1 GBS

38.63

1.23

0.38

31.4

101.6

7.04

4.19

3.63

0.91

N1P1.5 G

35.53

1.58

0.50

22.4

71.5

1.00

0.89

0.25

0.25

N1P1.5 GB

32.83

0.66

0.59

49.6

55.7

7.33

4.82

0.41

0.69

N1P1.5 GB

37.36

0.61

0.71

61.7

52.6

14.72

3.70

1.17

1.25

N1P1.5 GBS

37.16

0.51

0.58

72.7

63.6

13.49

0.81

5.46

1.69

18

Lampiran 8 Gambar (a) Bahan Gambut Halus Ayakan 5 mm, (b) Bahan Gambut
Kasar, (c) Serasah

(b)

(a)

(c)
Lampiran 9 Pengamatan Populasi Mikrob (Pengenceran 10-4)

Tanah gambut

Bahan gambut kasar

Serasah

N1P0

19

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 November 1989, putri dari
Bapak Iwan Gustiawan dan Ibu Ety Suhaeti. Anak pertama dari tiga bersaudara,
kedua adik penulis, yaitu Hanif Fitratu, dan Hafizd Rosyada. Penulis
menyelesaikan pendidikan menengah di SMAKBo pada tahun 2005 sampai 2009.
Kemudian penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Talenta Mandiri (UTM)
IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi. Pada
tingkat kedua di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, penulis
berperan aktif di kepengurusan Himpunan Mahasiswa Ilmu tanah (HMIT) IPB
2011 Divisi KomInFo. Kegemaran penulis dengan menyanyi membawanya
menjadi Juara 2 Vocal grup PORTAN 2013.