Pengaruh Berat Umbi Bibit Dan Dosis Pupuk Kcl Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Kentang (Solanum tuberosum L.)

(1)

PENGARUH BERAT UMBI BIBIT DAN DOSIS PUPUK KCl

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

KENTANG (Solanum tuberosum L.)

SKRIPSI

Oleh :

APRIIN BUKIT

030301004

BDP – AGR

PROGRAM STUDI AGRONOMI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH BERAT UMBI BIBIT DAN DOSIS PUPUK KCl

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

KENTANG (Solanum tuberosum L.)

SKRIPSI

Oleh :

APRIIN BUKIT

030301004

BDP – AGR

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGRONOMI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Skripsi : Pengaruh Berat Umbi Bibit dan Dosis Pupuk KCl Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kentang (Solanum tuberosum L)

Nama : Apriin Bukit

NIM : 030301004

Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Agronomi

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

( Ir. Asil Barus, MS ) ( Ir. Jasmani Ginting, MP Ketua Anggota

)

Mengetahui

Ketua Jurusan Ir. Edison Purba, Ph.D.


(4)

ABSTRACT

The objective of the research was to know the response of tuber weight and potassium fertilizer of growth and production of potato. The research was done in Ujung sampun, Tanah Karo North Sumatera above ±1250 metres sea level rise from Agustus to November 2007. The research used using Randomized Block Design Factorial with two factors. The first factor was tuber weight with four levels namely : 25-30 g (B1); 35-40 g (B2); 45-50 g (B3); 55-60 g (B4). The second factor was potassium fertilizer with three levels namely : 0 kg (K0); 5.3 g (K1); 10.6 g (K2). The result of the research showed that, especial bar, tuber weight/sample, tuber weight/plot, tubers total/sample, tubers total class A, B, C, D and production/hectare, tuber weight is significant on but not significant on plant hight. Potassium fertilizer showed significant on tuber weight/plot, tubers total class C, D but not significant on plant height, aspecial bar, tuber weight/sample, tubers total/sample, tuber total class A, B and production/hectare. The interaction between tuber weight and potassium fertilizer showed significant on tuber weight/plot but not significant on plant height, aspecial bar, tuber weight/sample, tubers total/sample, tuber total class A, B, C, D and production/hectare.


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kentang. Penelitian di laksanakan di Desa Ujung Sampun Tanah Karo yang berada + 1250 m dpl dari bulan Agustus sampai November 2007. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah berat umbi bibit dengan empat taraf yaitu : 25-30 g (B1); 35-40 g (B2); 45-50 g (B3); 55-60 g (B4) dan faktor kedua adalah dosis pupuk KCl dengan tiga taraf yaitu : 0 kg (K0); 5.3 g (K1); 10.6 g (K2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berat umbi bibit berpengaruh nyata terhadap jumlah batang utama, berat umbi per sampel, berat umbi per plot, jumlah umbi per sampel, jumlah umbi kelas A, B, C, D dan produksi per hektar namun tidak nyata pada tinggi tanaman. Perlakuan dosis kalium berpengaruh nyata terhadap berat umbi per plot, jumlah umbi kelas C, D namun tidak nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah batang utama, berat umbi per sampel, jumlah umbi per sampel, jumlah umbi kelas A, B dan produksi per hektar. Interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap berat umbi per plot namun tidak nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah batang utama, berat umbi per sampel, jumlah umbi per sampel, jumlah umbi kelas A, B, C, D dan produksi per hektar.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Apriin Bukit dilahirkan di Berastagi pada tanggal 07 April 1985 dari Ayahanda A. Bukit dan Ibunda J Br. Ginting. Penulis merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara.

Pendidikan yang ditempuh adalah SD Methodist Berastagi lulus tahun 1996, SLTP Negeri 1 Berastagi lulus tahun 1999, SMU Methodist Berastagi lulus tahun 2002. Terdaftar sebagai mahasiswa Agronomi Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada tahun 2003 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. SOCFIN INDONESIA Kebun Tanah Gambus pada bulan Juni-Juli 2007.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Berat Umbi Bibit dan Dosis Pupuk KCl Terhadap Pertumbuhan

dan Produksi Kentang (Solanum tuberosum L)” yang merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Asil Barus, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Jasmani Ginting, MP sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama persiapan penelitian sampai penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Ayahanda A. Bukit dan Ibunda J. Br Ginting yang telah membesarkan penulis dengan segenap cinta dan kasih sayang, juga kepada kakak, abang dan adik ku tercinta yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama melakukan studi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua rekan – rekan stambuk 03 atas doa dan motivasi.

Penulis sadar skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna kesempurnaan penulisan skripsi ini.Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Botani Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh ... 7

Iklim ... 7

Tanah ... 8

Pengaruh Berat Umbi ... 9

Kalium ... 10

BAHAN DAN METODE ... 13

Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

Bahan dan Alat Penelitian ... 13

Metode Penelitian ... 13

Pelaksanaan Penelitian ... 15

Pengolahan Tanah ... 15

Pembuatan Bedengan dan Saluran Drainase ... 16

Penanaman ... 16

Aplikasi Pupuk KCl ... 16

Pemeliharaan ... 16

Penyiraman ... 17

Penyulaman ... 17

Pemupukan ... 17

Penyiangan dan Pembumbunan ... 17

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 19


(9)

Pengamatan Parameter ... 19

Tinggi Tanaman(cm) ... 20

Jumlah Batang Utama ... 20

Berat Umbi Per Sampel (kg) ... 20

Berat Umbi Per Plot (kg) ... 20

Jumlah Umbi Per Sampel (umbi) ... 20

Jumlah Kelas Umbi ... 21

Produksi Per Hektar ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

Hasil ... 22

Pembahasan... 40

KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

Kesimpulan ... 48

Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No Hal.

1. Rataan tinggi tanaman pada umur 10 MST pada berbagai

perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl ... 22 2. Rataan jumlah batang utama per sampel pada umur 8 MST pada

berbagai perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl ... 23 3. Rataan berat umbi per sampel pada berbagai perlakuan berat umbi

bibit dan dosis pupuk KCl ... 25 4. Rataan berat umbi per plot pada berbagai perlakuan berat umbi

bibit dan dosis pupuk KCl ... 27 5. Rataan jumlah umbi per sampel pada berbagai perlakuan berat

umbi bibit dan dosis pupuk KCl ... 29 6. Rataan jumlah umbi kelas A pada perlakuan berat umbi bibit dan

dosis pupuk KCl ... 31 7. Rataan jumlah umbi kelas B pada perlakuan berat umbi bibit dan

dosis pupuk KCl ... 32 8. Rataan jumlah umbi kelas C pada perlakuan berat umbi bibit dan

dosis pupuk KCl ... 34 9. Rataan jumlah umbi kelas D pada perlakuan berat umbi bibit dan

dosis pupuk KCl ... 36 10.Rataan produksi per hektar pada perlakuan berat umbi bibit dan


(11)

DAFTAR GAMBAR

No Hal.

1. Hubungan antara jumlah batang utama dengan berat umbi bibit ... 24

2. Hubungan antara berat umbi per sampel dengan berat umbi bibit ... 26

3. Hubungan interaksi antara berat umbi per plot dengan pupuk KCl ... 28

4. Hubungan antara jumlah umbi per sampel dengan berat umbi bibit ... 30

5. Hubungan antara jumlah umbi kelas A dengan berat umbi bibit ... 31

6. Hubungan antara jumlah umbi kelas B dengan berat umbi bibit ... 33

7. Hubungan antara jumlah umbi kelas C dengan berat umbi bibit ... 35

8. Hubungan antara jumlah umbi kelas C dengan dosis pupuk KCl ... 35

9. Hubungan antara jumlah umbi kelas D dengan berat umbi bibit ... 37

10.Hubungan antara jumlah umbi kelas D dengan dosis pupuk KCl ... 37


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal.

1. Data Pengamatan tinggi tanaman 4 MST ... 51

2. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 4 MST... ... 51

3. Data Pengamatan tinggi tanaman 6 MST ... 52

4. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 6 MST ... 52

5. Data pengamatan tinggi tanaman 8 MST... ... 53

6. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 8 MST ... 53

7. Data pengamatan tinggi tanaman 10 MST ... 54

8. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 10 MST... ... 54

9. Data Pengamatan jumlah batang utama 4 MST ... 55

10.Daftar sidik ragam jumlah batang utama 4 MST... ... 55

11. Data Pengamatan jumlah batang utama 6 MST ... 56

12.Daftar sidik ragam jumlah batang utama 6 MST ... 56

13.Data pengamatan jumlah batang utama 8 MST... 57

14.Daftar sidik ragam jumlah batang utama 8 MST ... 57

15.Data pengamatan berat umbi per sampel ... 58

16.Daftar sidik ragam berat umbi per sampel... ... 58

17.Data pengamatan berat umbi per plot... 59

18.Daftar sidik ragam berat umbi per plot... ... 59

19.Data pengamatan jumlah umbi per sampel ... 60

20.Daftar sidik ragam jumlah umbi per sampel... ... 60

21.Data jumlah umbi kelas A (70-200 g per umbi) ... 61


(13)

23.Data jumlah umbi kelas B (40-69 g per umbi) ... 62

24.Daftar sidik ragam jumlah umbi kelas B... 62

25.Data jumlah umbi kelas C (20-39 g per umbi) ... 63

26.Daftar sidik ragam jumlah umbi kelas C ... 63

27.Data jumlah umbi kelas D (< 20 g per umbi) ... 64

28.Daftar sidik ragam jumlah umbi kelas D ... 64

29.Data produksi per hektar... 65

30.Data sidik ragam produksi per hektar... 65

31.Rangkuman uji beda rataan... 66

32.Deskripsi tanaman kentang ... 67

33.Bagan tanaman per plot ... 68


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kentang (Solanum tuberosum L) berasal dari negara beriklim dingin (Belanda, Jerman). Kentang sudah dikenal di Indonesia (Pengalengan Lembang dan Karo) sejak sebelum perang dunia kedua yang disebut eigenheimer. Kentang ini merupakan hasil seleksi di Negeri Belanda pada tahun 1890, kulit umbi kekuning-kuningan, berdaging kuning dan rasanya enak. Kelemahan dari kentang ini adalah peka terhadap penyakit busuk daun, virus Y, dan peka terhadap penyakit layu (Soelarso, 1997).

Kentang merupakan tanaman pangan utama dunia setelah padi, gandum dan jagung. di Indonesia, kentang masih dikonsumsi sebagai sayur dan makanan ringan dan belum sebagai makanan pokok pengganti beras. Walaupun demikian, di Indonesa mulai menjamur berbagai jenis makanan “fast food” artinya yang utama. Melihat gaya hidup modern terutama di perkotaan maka fast food ini makin lama makin populer dan kebutuhan akan kentang makin hari makin meningkat. Permintaan kentang yang makin meningkat memberikan peluang emas bagi peningkatan produksi kentang di Indonesia, baik oleh petani maupun oleh perusahaan swasta (Anonimous, 2006).

Di Indonesia kentang di panen dari lahan dataran tinggi seluas 30.000 hektar pertahun dengan hasil yang masih rendah kurang dari 11,5 ton/Hektar. Rendahnya hasil ini terutama disebabkan oleh penggunaan bibit yang kurang bermutu dan kurang tepatnya cara pengendalian hama dan penyakit. Di kebun percobaan rata-rata dapat dihasilkan 20 ton /Hektar, bahkan beberapa petani yang


(15)

menggunakan bibit impor dan pengelolaan tanaman yang intensif dapat menghasilkan sampai 30 ton/ hektar (Hartus, 2001).

Untuk mencapai hasil yang lebih tinggi dan mutu yang baik banyak bibit didatangkan dari luar negeri. Pada saat ini, Impor bibit diperlukan karena untuk menghasilkan kentang berkualitas baik diperlukan bibit yang unggul. Selain berkualitas, bibit tersebut juga tahan penyakit. Negara pengekspor bibit tersebut kebanyakan dari Eropa, khususnya Jerman dan Belanda. Oleh karenanya, Balai Pengembangan Hortikultura (BPH) Lembang membuat target, yaitu dalam tempo 2-3 tahun, Indonesia sudah dapat mengurangi impor kentang. Sedangkan target akhirnya, setelah lima tahun impor kentang tidak diperlukan lagi, kecuali untuk mengintroduksi jenis-jenis baru (Setiadi dan Surya Fitri, 2000).

Meskipun produksi kentang terus meningkat namun masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lain seperti Belanda (36 – 60 ton/ha). Rendahnya produktifitas ini adalah akibat pemakaian bibit yang kurang baik, varietas berpotensi redah, teknik bercocock tanam yang kurang baik, keadaan lingkungan yang berbeda serta faktor pemupukan (Asandhi, 1985).

Kelemahan para petani kentang di Indonesia adalah pemborosan biaya produksi. Petani umumnya hanya menggunakan bibit yang di buat sendiri dari hasil panen kentang yang sebelumnya dengan memilih umbi yang baik dan selanjutnya akan di gunakan sebagai bibit. Teknis budidaya yang dilakukan petani sudah baik, hanya saja mereka masih terlalu boros tentang penggunaan biaya, terutama untuk biaya pembelian pestisida dan pupuk. Bahkan, biaya tersebut dapat mencapai hampir 50% dari total biaya produksi.


(16)

Didaerah iklim sedang umbi digunakan untuk menghasilkan bibit. Hal ini memerlukan jumlah umbi yang sangat besar, yang sebenarnya bisa dikonsumsi umbi kecil yang tidak sesuai untuk dipasarkan kadang digunakan tanam langsung di lapangan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998)

Pemindahan tanaman dari satu tempat ketempat lain merupakan pola paling penting untuk mengembangkan pertanian di seluruh dunia. Keperluan akan varietas unggul mendorong kita untuk mendatangkan dari daerah lain. Untuk mendatangkan suatu tanaman ke daerah baru pastinya menempuh jarak dan waktu yang lama (Allard, 1960).

Pemupukan KCl diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan produksi dan kualitas umbi kentang. Kenyataan menunjukkan bahwa pemberian pupuk KCl tidak selalu meningkatkan kualitas kentang. Pertumbuhan dan produksi umbi demikian pula kualitas umbi sangat tergantung pada jenis tanah, ketersediaan K dalam tanah dan banyaknya K diadsorbsi, juga jumlah K dalam tanah yang dapat dipertukarkan dan takaran K yang diberikan melalui pemupukan pada tanaman (Nainggolan dan Tarigan, 1992).

Kalium bukan merupakan komponen dari bahan organik yang membentuk tanaman. Ia khusus terdapat dalam cairan sel dalam bentu ion – ion K+. namun kalium ini mempunyai fungsi yang mutlak harus ada dalam metabolisme tanaman. Kalium mempunyai pengaruh positif terhadap hasil dan kualitas tanaman. Kebutuhan tanaman akan unsur hara ini sangat tinggi, apabila Kalium tersedia dalam jumlah terbatas maka gejala kekurangan unsur hara akan segera nampak pada tanaman. Kalium merupakan unsur mobil dalam tanaman dan segera akan


(17)

ditranslokasikan ke jaringan meristematik, bila mana jumlahnya terbatas bagi tanaman (Nyakpa, Lubis, Pulung, Amrah, Munawar, Hong dan Hakim, 1988).

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh berat umbi bibit dan dosis pupuk kalium terhadap pertumbuhan dan produksi kentang (Solanum tuberosum L).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl yang tepat pada kentang.

Hipotesis Penelitian

1. Berat umbi bibit berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kentang.

2. Pupuk KCl berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kentang. 3. Interaksi antara berat umbi bibit dan dosis pupuk kalium berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan produksi kentang.

Kegunaan Penelitian

1. Diharapkan penelitian ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan, yaitu petani dan pengusaha yang bergerak dalam budidaya kentang.

2. Sebagai bahan untuk penulisan skripsi yang menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Sharma (2002) dalam taksonomi tanaman, kentang (Solanum

tuberosum L) mempunyai sistematika sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Tubiflorae

Famili : Solanaceae

Genus : Solanum

Species : Solanum tuberosum L

Kentang termasuk jenis tanaman sayuran semusim, berumur pendek, dan berbentuk perdu atau semak. Batang kentang berbentuk segi empat atau segi lima, tergantung pada varietasnya. Batang tidak berkayu, namun agak keras apabila dipijat. Batang kentang umumnya lemah sehingga mudah roboh bila kena angin kencang. Warna batang umumnya hijau tua dengan pigmen ungu. Batang kentang bercabang–cabang dan setiap cabang ditumbuhi oleh daun–daun yang rimbun. Permukaan batang halus, pada ruas batang tempat tumbuhnya cabang mengalami penebalan. Batang kentang berfungsi sebagai jalan zat–zat hara dari tanah ke daun untuk menyalurkan hasil fotosintesis dari daun kebagian tanaman yang lain (Soelarso, 1997).


(19)

Kentang umumnya berdaun rimbun dan letak daun berselang-seling mengelilingi batang tanaman. Daun berbentuk oval sampai oval agak bulat dengan ujung meruncing dan tulang-tulang daun menyirip seperti duri ikan. Warna daun hijau muda sampai hijau tua hingga kelabu. Ukuran daun yang sedang dengan tangkai tidak panjang (Samadi, 1997).

Bunga kentang berwarna keputihan atau ungu, tumbuh ketiak daun teratas, dan berjenis kelamin dua. Benang sarinya berwarna kekuning–kuningan dan

melingkari tangkai putik. Putik ini biasanya lebih cepat masak (Setiadi dan Fitri, 2000).

Kedudukan benang sari tidak sama, ada yang lebih rendah dan ada pula yang lebih tinggi atau sama dengan putiknya. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya persarian sendiri. Tiap benang sari mempunyai dua kantong sari atau kepala sari berisi tepung sari yang kering hingga dapat tersebar oleh angin melalui pori yang terdapat pada ujungnya. Bunga kentang tersusun dalam bentuk karangan bunga (Inflorescence) yang tumbuh pada ujung batang. Satu karangan bunga memiliki 1-30 bunga tetapi pada umumnya 7-15 bunga untuk tiap karangan bunga. Susunan karangan bunga ada yang sederhana dan ada yang majemuk (Soelarso, 1997).

Kentang memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar tunggang dapat menembus tanah sampai kedalaman 45 cm, sedangkan akar kentang umumnya tumbuh menyebar (menjalar) ke samping dan menembus tanah dangkal. Akar kentang berwarna keputih-putihan dan halus berukuran sangat kecil. Di atas akar-akar tersebut akan tumbuh stolon, yang selanjutnya akan


(20)

Umbi kentang terbentuk dari cabang samping diantara akar-akar. Proses pembentukan umbi ditandai dengan terhentinya pertumbuhan memanjang dari stolon yang diikuti pembesaran sehingga stolon membengkak. Menurut Burton, 1966 pada umbi kentang terdapat mata tunas yang tersusun secara spiral dan umumnya makin ke ujung umbi makin rapat mata tunasnya ( Soelarso, 1997 ).

Buah kentang mengandung 500 bakal biji yang dapat berkembang menjadi biji hanyalah berkisar antara 10-300 biji. Buah kentang dapat dipanen kira-kira 6-8 minggu setelah penyerbukan (Soelarso,1997).

Biji kentang berukuran kecil dengan garis tengah lebih kurang 0,5 mm, berwarna krem dan memiliki masa dormansi lebih kurang 6 bulan tergantung jenis varietas yang akan digunakan (Rukmana, 2002).

Syarat Tumbuh

Iklim

Kentang dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik apabila ditanam pada kondisi lingkungan yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya Di Indonesia, kentang diusahakan di daerah yang memiliki ketinggian 500–3000 m di atas permukaan laut, dan pada ketinggian optimum antara 1000–2000 m di atas permukaan laut (Rukmana, 2002).

Suhu yang paling tepat bagi pertumbuhan kentang adalah 20oC-240C pada siang hari dan 80C-120C pada malam hari .suhu yang cocok selama periode pertumbuhan dari bertunas sampai stadium primordia bunga adalah 120C-160C. sedangkan setelah stadium primordia bunga suhu yang cocok adalah 190C-210C. Kentang dapat tumbuh baik pada suhu rata-rata 150C-200C. Jika suhu rata-rata


(21)

melebihi 230C, daun biasanya akan menjadi kecil dan jarak antar ruas menjadi panjang (Soelarso, 1997).

Kelembaban tanah yang cocok untuk kentang adalah 70% dan curah hujan yang dikehendaki kentang antara 200–300 mm tiap bulan atau rata-rata 1000 mm selama masa pertumbuhan (Setiadi dan Fitri, 2000).

Faktor cahaya yang paling penting untuk pertumbuhan kentang adalah intensitas cahaya dan lama penyinaran. Untuk dapat berasimilasi dengan baik kentang memerlukan intensitas cahaya yang besar. Menurut Harjadi (1979), laju fotosintesis berbanding lurus dengan intensitas cahaya sampai kira – kira 1.200 foot candle. Maka semakin besar atau meningkat intensitas cahaya matahari yang dapat diterima tanaman dapat mempercepat proses pembentukan umbi dan waktu pembungaan. Lama penyinaran yang diperlukan tanaman untuk kegiatan fotosintesis adalah 9 jam sampai 12 jam per hari (Samadi, 1997).

Tanah

Kentang menghendaki tanah yang subur dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Jenis tanah andisol merupakan pilihan yang paling tepat. Jenis tanah ini umumnya ditemukan di dataran tinggi atau di lereng–lereng yang tinggi (Hartus, 2001).

Keadaan sifat biologis tanah yang baik dicirikan dengan adanya aktifitas organisme tanah. Kegiatan organisme tanah ini sangat dipengaruhi oleh sifat kimia dan sifat fisika. Pengaruh sifat biologis tanah terhadap tingkat pertumbuhan tanaman adalah dapat membantu tersedianya zat–zat hara yang diperlukan tanaman, membantu melarutkan zat–za hara yang tidak larut, menekan


(22)

petumbuhan organisme tanah yang merugikan (patogen), membantu proses nitrifikasi tanah dan membantu melancarkan aerase atau peredaran udara dalam tanah (Samadi, 1997).

Tanah yang gembur dengan dengan pH 5–5.5 paling optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan kentang. Pada pH kurang dari 5, kentang muda terserang penyakit bintil–bintil pada umbi yang disebabkan oleh serangan nematoda. Di samping itu, kentang akan mengalami defisiensi fospor(P) dan magnesium (Mg) serta keracunan Mangan (Mn). Pada pH tinggi, tanaman mengalami defisiensi kalium (Hartus,2001).

Pengaruh Berat Umbi Bibit

Pada dasarnya semua berat umbi bibit kentang dapat dipakai untuk dijadikan sebagai bibit. Ukuran umbi untuk dijadikan bibit mempunyai berat per Umbi 30-60g. Namun demikian, dengan seleksi yang ketat maka ukuran umbi antara 20-30 g juga dapat dipakai sebagai bibit. Demikian pula umbi yang berukuran lebih besar dari 60 gr juga dapat dipakai sebagai bibit untuk perbanyakan bibit juga untuk pertanaman komersial (Sunarjono, 1978).

Apabila ukuran bibit yang digunakan kecil atau lebih kecil dari 30 g pertumbuhan kentang tidak sempurna atau batang-batang utama tumbuhnya lebih kecil. Hal ini disebabkan cadangan makanan sedikit dan mata tunas yang tumbuh juga kecil-kecil sehingga produksi menjadi rendah, begitu juga bibit yang besar atau lebih besar dari 60 g, pertumbuhan akan lebih rimbun. Hal ini disebabkan cadangan makanan banyak dan mata tunas yang tumbuh juga banyak yang berakibat pada unsur hara dan air yang diserap lebih cenderung pula untuk


(23)

pertumbuhan batang dan daun. Dan pembentukan umbi lebih sedikit (Soelarso 1997 ).

Umbi yang dihasilkan umumnya tidak lagi berkuran seragam. Variasinya sangat besar, mulai 20 g sampai 400 g. Penangkar biasanya memilih yang berukuran kecil antara 20 – 50 g untuk dijual sebagai bibit. Umbi yang besarnya > 50 g dijual sebagai bahan untuk konsumsi (Hartus 2001).

Pemilihan bibit kentang bebas penyakit merupakan persyaratan utama dalam budi daya kentang. Kentang yang sudah terkena penyakit virus tidak dapat dikendalikan dengan penggunaan bahan kimia sehingga produktivitasnya di bawah potensi varietas tersebut. Ukuran bibit yang baik adalah 30 g – 60 g tiap umbi yang dibagi menjadi dua kelas, yaitu kelas I 30 – 45 g / umbi dan kelas II 45 – 60 g / umbi. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa menanam bibit yang

besar akan diperoleh umbi yang kecil dan demikian pula sebaliknya (Soelarso 1997).

Pertumbuhan umbi karena pembelahan dan pembesaran sel yang terus menerus karena karbohidrat kepangkal daun-daun muda disini terjadi penghambatan meristem-meristem apical dan akar, umumnya bersama-sama dengan penghentian pembelahan sel dan penggelembungan ke akar lateral dipangkal daun-daun muda (Thomson and Kelly, 1957).

Kalium

Fungsi utama kalium (K) ialah membantu pembentukan protein dan

karbohidrat. Kalium juga berperan dalam memperkuat tubuh tanaman agar daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur. Yang tidak bisa dilupakan ialah kalium pun


(24)

merupakan sumber kekuatan bagi tanaman dalam menghadapi kekeringan dan penyakit (Lingga dan Marsono, 2004).

Secara fisiologi K mempunyai fungsi mengatur pergerakan stomata dan hal-hal yang berhubungan dengan cairan sel. Unsur K berperan dalam mengatur membuka dan menutupnya stomata tanaman, sehingga mempengaruhi transpirasi. Bila kandungan unsur K tinggi, maka sel-sel stomata tanaman menutup (Novizan, 2002).

Kalium juga berperan sebagai aktivator metabolisme, aktivator enzim, aktivator transportasi hasil metabolisme tanaman dan meningkatkan efisiensi penggu naan air (Harjadi dan Sudirman, 1988).

Kalium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Di dalam tanah, ion tersebut bersifat sangat dinamis. Tak mengherankan jika mudah tercuci pada tanah berpasir dan tanah dengan pH rendah. Dari ketiga unsur hara makro yang diserap oleh tanaman (N, P, K), kaliumlah yang jumlahnya paling melimpah di permukaan bumi (Novizan, 2002).

Pada dasarnya, kalium dalam tanah ditemukan dalam mineral-mineral yang setelah terlapuk dapat melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion diabsorbsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman. Kalium tersedia terkumpul di dalam tanah dengan regim kelembaban tanah ustic atau kering dimana tidak ada pencucian (Foth, 1991).

Dalam pemupukan KCl, perlu diperhatikan jumlah kalium yang tersedia di dalam tanah (hasil analisa tanah). Pada tanah ber-pH rendah ketersedian kaliumnya sangat rendah. Ketersediaan kalium biasanya baik pada tanah netral


(25)

maupun tanah basa (alkali) yang menunjukkan pencucian kalium dapat ditukat terbatas. Ketersediaan Kalium diartikan sebagai Kalium yang dibebaskan dari bentuk tidak dapat dipertukarkan kebentuk yang dapat dipertukarkan, sehingga dapat diserap tanaman. Berbagai faktor yang mempengaruhi ketersediaan Kalium dalam tanah untuk tanaman adalah peristiwa pembekuan dan pencairan, pembasahan dan pengeringan, pH tanah dan pelapukan. Kalium diserap dalam bentuk kation K+ yang monovalen. Berbeda dengan Posfat dan Nitrogen, Kalium tidak ikut menyusun bagian tanaman, (Gardner, Pearce dan Mitchell, 1991).

Akar-akar adventif berkembang pada tahap awal dari buku-buku dekat penempelan daun pertama yang berkembang sempurna. Jumlah akar yang terbentuk mencapai suatu maksimum pada 10-15 hari setelah pertanaman. Kondisi lingkungan selama pertumbuhan awal mempengaruhi bagian akar yang terbentuk dalam masing-masing golongan. Misalnya suhu dingin (220-240 C) dan persediaan kalium yang cukup menyebabkan aktivitas yang cepat dalam pembentukan lingin akar sedikit (Goldsworthy and Fisher, 1992).


(26)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanian di desa Ujung Sampun Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo, dengan ketinggian ±1250 meter di atas permukaan laut dengan jenis tanah andisol. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai bulan November 2007.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan – bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bibit kentang varietas Granola G7, pupuk kandang lembu, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, pestisida Decis 2.5 EC, Kocide 77 WP, dan bahan – bahan lain yang mendukung penelitian ini.

Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, garu, meteran, tali plastik, bambu, timbangan, gembor, hand prayer, papan nama, pacak sampel, alat tulis dan peralatan lain yang mendukung dalam penelitian ini.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor perlakuan yaitu :

Faktor I : Perlakuan dari berat umbi bibit (B) yang terdiri dari 4 taraf yaitu : B1 = 25-30 g

B2 = 35-40 g B3 = 45-50 g B4 = 55-60 g


(27)

Faktor II : Dosis Pupuk KCl dengan 3 taraf yaitu : K0 = 0 g KCl /tanaman

K1 = 166,6 kg KCl/Ha = 5,3 g KCl per tanaman K2 = 333,3 kg KCl/Ha = 10,6 g KCl per tanaman

Dengan demikian penelitian ini terdiri dari 12 kombinasi perlakuan yaitu : B1K0 B2K0 B3K0 B4K0

B1K1 B2K1 B3K1 B4K1

B1K2 B2K2 B3K2 B4K2 Jumlah ulangan = 3

Jumlah plot = 36

Ukuran plot = 320 cm X 200 cm

Jarak antar plot = 30 cm

Jarak antar ulangan = 50 cm

Jumlah sampel / plot = 4 tanaman

Jumlah tanaman / plot = 20 tanaman

Jumlah seluruh tanaman sampel = 144 tanaman

Jumlah seluruh tanaman = 720 tanaman

Jarak tanam = 80 cm x 40 cm

Jumlah kombinasi = 12

Luas lahan penanaman = 42,3 m x 7,6 m

Data yang diperoleh, dianalisis dengan sidik ragam linier sebagai berikut : Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ) jk + .ijk

Yijk = hasil pengamatan blok ke-i dengan berat umbi bibit taraf ke- j dan dosis pupuk KCl ke-k

µ = pengaruh nilai tengah perlakuan ρi = pengaruh blok ke- i


(28)

αj = pengaruh perlakuan berat umbi bibit taraf ke-j βk = pengaruh dosis pupuk KCl ke-k

(αβ)jk = pengaruh interaksi perlakuan berat umbi bibit taraf ke-j dan dosis pupuk KCl taraf ke-k

.ijk = galat percobaan blok ke-i dengan berat umbi bibit ke-j dan dosis pupuk KCl ke-k

Apabila pada daftar sidik ragam, perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter maka dilanjutkan dengan Uji Duncan (Duncan Multiple Range Test) dengan taraf 5 % (Bangun, 1991).

Pelaksanaan Penelitian

Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakuan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah pengolaha tanah, pembuatan bedengan dan saluran drainase, penanaman, aplikasi pupuk KCl, pemeliharaan, pengamatan parameter dan panen.

Pengolahan Tanah

Sebelum areal diolah, terlebih dahulu areal di bersihkan dari rerumputan, sisa-sisa tanaman, dan batu-batuan yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dengan menggunakan cangkul.

Pengolahan tanah di lakukan dengan mencangkul tanah sedalam + 30 cm dengan cara membalikkan tanah. Pengolahan dilaksanakan dengan tujuan menghancurkan dan menghaluskan tanah. Setelah pengolahan tanah selesai, dilaksanakan penggaruan dan membersihkan areal pertanaman dari rumput-rumputan kemudian diratakan, lalu dibuat plot sesuai dengan metode penelitian.


(29)

Pembuatan Bedengan dan Saluran Drainase

Bedengan dibuat membujur searah Utara – Selatan, agar penyebaran cahaya matahari dapat merata mengenai seluruh tanaman. Bedengan berukuran lebar 80 cm, tinggi 30 cm, jarak antar bedengan 40 cm. Selanjutnya dibuat saluran drainase pada pinggir lahan pada tempat yang paling rendah dengan lebar 50 cm dengan dalam lebih rendah dari lahan.

Penanaman

Sebelum dilakukan penanaman terlebih dahulu dibuat lubang tanam sedalam 5-10 cm dengan jarak tanam 80 cm x 40 cm. Penanaman dilakukan pada lubang tanam dengan cara memasukkan umbi bibit ke lubang tanam yang telah di tentukan. Masing-masing lubang dimasukkan satu umbi bibit dengan posisi tunas menghadap keatas dan selanjutnya di tutup dengan tanah kira-kira setebal 5 cm.

Aplikasi Pupuk KCl

Pupuk KCl diaplikasikan pada saat tanaman berumur 1 bulan atau 4 MST sesuai dengan dosis perlakuan yaitu 0 g KCl, 5,3 g KCl, 10,6 g KCL, per tanaman dan dilakukan dengan sistem melingkar pada umbi kentang yang ditanam.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman terdiri dari penyiraman, penyulaman, pemupukan, penyiangan dan pembumbunan dan pengendalian hama dan penyakit.


(30)

a. Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi atau sore hari serta tergantung keadaan cuaca. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor dan diusahakan agar tanahnya tidak terlalu basah.

b. Penyulaman

Penyulaman dilakukan bila terdapat tanaman yang mati atau tumbuh tidak sehat. Penyulaman ini dilakukan hingga umur tanaman satu minggu setelah tumbuh. Tujuan penyulaman untuk mengganti tanaman yang mati, layu, rusak atau kurang baik tumbuhnya.

c. Pemupukan

Pupuk yang digunakan adalah pupuk anorganik Urea (200 kg), SP-36 (300 kg ), KCl (0 g KCl, 5,3 g KCl, 10,6 g KCl / tanaman) diberikan sesuai dengan perlakuan yang telah dibuat. Pupuk buatan (anorganik) SP-36 diberikan langsung pada waktu tanam dan dicampur dengan pupuk kandang lembu 20 ton/ha. Pupuk KCl diberikan setelah tanaman berumur 4 MST, sedangkan pupuk urea diberikan secara bertahap yaitu setengah bagian urea diberikan pada saat tanam dan sisanya diberikan satu bulan setelah tanam bersamaan dengan pembumbunan pertama.

d. Penyiangan dan Pembumbunan

Penyiangan dilakukan untuk mengendalikan gulma sekaligus menggemburkan tanah. Tumbuhan pengganggu perlu dikendalikan agar tidak menjadi saingan bagi tanaman utama dalam hal penyerapan unsur hara serta untuk mencegah serangan hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma agar perakaran tanaman tidak terganggu.


(31)

Pembumbunan dilaksanakan sebanyak dua kali. Pertama dilaksanakan setelah tanaman berumur satu bulan (4 MST) bersamaan dengan pemberian pupuk susulan. Pembumbunan kedua dilaksanakan pada saat tanaman berumur 60 HST.

e. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara intensif dengan pestisida. Pengendalian penyakit dilakukan dengan fungisida Kocide 77 WP, dosis 2 g/l. Frekuensi penyemprotan dilakukan 1 minggu sekali dan apabila terserang penyakit dilakukan 2 kali seminggu . Hama dicegah dengan insektisida Decis 2.5 EC dengan dosis 0.5 ml/l. Interval penyemprotan dilakukan 1 minggu sekali. Penyemprotan harus merata sampai belakang sisi daun.

Panen

Pemanenan dilakukan dengan kriteria daun-daun dan batangnya telah menguning, umbinya sudah tidak mudah lecet (mengelupas) dan umur telah mencapai 90 hari setelah tanam. Umbi kentang dipanen dengan cara mencabut dan membongkarnya dengan hati-hati agar tidak menimbulkan cacat pada umbi.

Pengamatan Parameter

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, jumlah batang utama, berat umbi per sampel, berat umbi per plot, jumlah umbi per sampel, jumlah umbi kelas A, B, C, dan D dan produksi per hektar.


(32)

a. Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah sampai ke titik tumbuh tanaman dengan menggunakan meteran. Tanaman yang bercabang - cabang diambil cabang yang paling tinggi. Untuk menentukan batas permukaan tanah digunakan patokan standart. Pengukuran dilakukan mulai umur 4 MST dengan interval dua minggu sampai tanaman berumur 60 HST.

b. Jumlah batang utama

Jumlah batang utama di hitung banyaknya jumlah batang yang muncul diatas permukaan tanah. Waktunya bersamaan dengan pengukuran tinggi tanaman.

c. Berat Umbi Per Sampel (kg)

Berat umbi ditimbang pada saat selesai panen dari tanaman sampel pada setiap perlakuan.Umbi kentang terlebih dulu dibersihkan dari tanah yang terangkat bersamaan dengan umbi lalu umbi ditimbang setiap sampel.

d. Berat Umbi Per Plot (kg)

Berat umbi dari setiap plot ditimbang pada saat selesai panen.Umbi yang ditimbang adalah yang tidak terserang hama atau penyakit. Setelah diseleksi maka ditimbang berat umbi seluruhnya.

e. Jumlah Umbi Per Sampel

Umbi dihitung seluruhnya pada setiap tanaman sample dengan cara mengamati berapa banyak umbi yang terdapat pada setiap tanaman sampel.


(33)

f. Jumlah Kelas Umbi

Mutu umbi diamati, setelah itu dimasukkan dalam kelas – kelasnya yaitu : Kelas A = 70-200 g/umbi

Kelas B = 40-69 g/umbi Kelas C = 20-39 g/umbi Kelas D = >20 g/umbi

g. Produksi Per Hektar

Dari hasil yang telah diperoleh dihitung produksi per hektar tanaman kentang untuk setiap perlakuan.


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Setelah dilakukan pengamatan mulai dari 4 Minggu Setelah Tanam (MST) hingga 13 MST, maka diperoleh hasil penelitian yang akan dijelaskan dibawah ini.

Tinggi Tanaman (cm)

Hasil pengamatan tinggi tanaman dan daftar sidik ragam disajikan pada lampiran 1 – 8 yang menunjukkan bahwa perlakuan berat umbi bibit dan pupuk KCl serta interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Data rataan tinggi tanaman pada berbagai perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman pada umur 10 MST pada berbagai perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl.

Berat Umbi Bibit (g) Kalium (g) Rataan

K0 K1 K2

B1 36.72 38.33 35.50 36.85

B2 39.67 36.67 39.33 38.56

B3 37.00 36.35 38.17 37.17

B4 39.33 36.83 39.00 38.39

Rataan 38.18 37.05 38.00

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan berat umbi bibit yaitu pada berat umbi bibit 55-60 g (B4) sebesar 38.39 cm dan yang terendah pada perlakuan berat umbi bibit 25-30 g (B1) sebesar 36.85 cm. Tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan dosis pupuk KCl yaitu pada pupuk


(35)

KCl 0 g (K0) sebesar 38.18 cm dan yang terendah pada pupuk KCl 5.3 g (K1) sebesar 37.05 cm.

Jumlah Batang Utama Per Sampel (Batang)

Hasil pengamatan jumlah batang utama per sampel dan daftar sidik ragam disajikan pada lampiran 9 – 14 yang menunjukkan bahwa perlakuan berat umbi bibit dan pupuk KCl serta interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata pada 4 MST sedangkan 6 MST dan 8 MST pada perlakuan berat umbi bibit berpengaruh nyata dan pada perlakuan dosis pupuk KCl serta interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Data rataan jumlah batang utama per sampel pada perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Rataan jumlah batang utama per sampel pada umur 8 MST pada berbagai perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl.

Berat Umbi Bibit (g) Kalium (g) Rataan

K0 K1 K2

B1 2.25 2.17 2.75 2.39 b

B2 3.25 2.75 3.17 3.06 a

B3 3.50 2.83 3.08 3.14 a

B4 3.00 3.00 2.83 2.94 a

Rataan 3.00 2.69 2.96

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.

Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa perlakuan berat umbi bibit berpengaruh nyata terhadap jumlah batang utama. Jumlah batang utama tertinggi terdapat pada berat umbi bibit 45-50 g (B3) dengan rataan 3.14 dan terendah berat umbi bibit 25-30 g (B1) dengan rataan 2.39. Perlakuan B3 berbeda nyata dengan B1 tetapi berbeda tidak nyata dengan B2 dan B4.


(36)

Kurva respon antara jumlah batang utama dengan berat umbi bibit pada 8 MST dapat dilihat pada gambar 1.

= -0.0022X2 + 0.2131X - 2.0285 R2 = 0.986

Y maks = 3.13 pada X = 48.43 g

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0

20 25 30 35 40 45 50 55 60

Berat Umbi Bibit (g)

Ju

m

lah

B

at

an

g

U

tam

a (

B

at

an

g

)

0

Gambar 1. Hubungan antara Jumlah Batang Utama dengan Berat Umbi Bibit.

Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa hubungan jumlah batang utama pada taraf perlakuan berat umbi bibit adalah kuadratik artinya berat umbi bibit 45-50 g (B3) dapat meningkatkan jumlah batang utama tanaman kentang dan menurun pada berat umbi bibit 55-60 g (B4).

Berat Umbi Per Sampel (kg)

Data pengamatan berat umbi per sampel tanaman kentang dapat dilihat pada lampiran 15 sedangkan sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 16.

Berdasarkan data pengamatan daftar sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan berat umbi bibit berpengaruh nyata terhadap berat umbi per sampel sedangkan dosis pupuk KCl dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap berat umbi per sampel.


(37)

Data rataan berat umbi per sampel pada perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rataan berat umbin per sampel pada pada perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl.

Berat Umbi Bibit (g) Kalium (g) Rataan

K0 K1 K2

B1 0.48 0.65 0.62 0.58 c

B2 0.82 0.76 0.72 0.77 ab

B3 0.79 0.85 0.84 0.82 a

B4 0.75 0.70 0.72 0.72 b

Rataan 0.71 0.74 0.72

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa berat umbi per sampel berpengaruh nyata terhadap perlakuan berat umbi bibit. Berat umbi per sample yang tertinggi pada berat umbi bibit 45-50 g (B3) dengan rataan 0.82 kg dan yang terendah pada berat umbi bibit 25-30 g (B1) dengan rataan 0.58 kg. Perlakuan B3 berbeda nyata dengan B1dan B4, tetapi berbeda tidak nyata dengan B2. Perlakuan B4 berbeda nyata dengan B1.


(38)

Kurva respon antara berat umbi per sample dengan berat umbi bibit dapat dilihat pada gambar 2.

= -0.0007X2 + 0.0696X - 0.8628 R2 = 0.9986

Y maks = 0.86 Pada X = 49.80 g

0.0 0.3 0.6 0.9

20 25 30 35 40 45 50 55 60

Berat Umbi Bibit (g)

B

er

at

U

m

b

i P

er

S

am

p

el

(

kg

)

0

Gambar 2. Hubungan Antara Berat Umbi Per sampel dengan Berat Umbi Bibit

Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa hubungan berat umbi per sampel pada taraf perlakuan berat umbi bibit adalah kuadratik dimana berat umbi per sampel semakin meningkat sejalan dengan berat umbi bibit 45-50 g (B3) dan menurun pada berat umbi bibit 55-60 g (B4) tanaman kentang yang digunakan.

Berat Umbi Per Plot (kg)

Data pengamatan berat umbi per plot tanaman kentang dapat dilihat pada lampiran 17 sedangkan sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 18. Berdasarkan data pengamatan daftar sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan berat umbi bibit dan pupuk KCl juga interaksi antara perlakuan berpengaruh nyata terhadap berat umbi per plot tanaman kentang.


(39)

Data rataan Berat umbi per plot pada perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl serta interaksinya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan berat umbi per plot pada berbagai perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl.

Berat Umbi Bibit (g) Kalium (g) Rataan

K0 K1 K2

B1 4.73g 10.33bcde 12.00bc 9.02

B2 8.07f 11.00bcd 12.67ab 10.58

B3 9.23def 11.73bc 12.00bc 10.99

B4 8.80ef 11.17bc 14.00a 11.32

Rataan 7.71 11.06 12.67

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan berat umbi bibit berpengaruh nyata terhadap berat umbi per plot. Berat umbi per plot tertinggi terdapat pada perlakuan berat umbi bibit 55-60 g (B4) sebesar 11.32 kg dan terendah pada berat umbi bibit 25-30 g (B1) sebesar 9.02 kg. Dari tabel 4 dapat dilihat juga bahwa dosis pupuk KCl berpengaruh nyata terhadap berat umbi per plot. Berat umbi per plot tertinggi pada perlakuan pupuk KCl 10.6 g (K2) dengan rataan 12.67 kg dan terendah pupuk KCl 0 g (K0) sebesar 7.71 kg.

Selanjutnya juga dapat dilihat interaksi antara berat umbi bibit dengan dosis kalium berpengaruh nyata terhadap berat umbi per plot, rataan tertinggi pada perlakuan B4K2 sebesar 14.00 kg dan terendah pada B1K0 sebesar 4.73 kg. Perlakuan B4K2 berbeda nyata dengan B1K0, B1K1, B1K2, B2K0, B2K1, B3K0, B3K1, B3K2, B4K0, B4K1, tetapi berbeda tidak nyata dengan B2K2. Perlakuan B1K2 berbeda nyata dengan B3K2, B3K1, B4K1, B2K1, B1K1, B3K0, B4K0, B2K0, B1K0 tetapi berbeda tidak nyata pada B2K2. Perlakuan B1K1 berbeda


(40)

nyata dengan B3K0, B4K0, B2K0, B1K0 tetapi berbeda tidak nyata pada B2K1, B4K1, B3K1, B3K2 dan B1K2. Perlakuan B3K0 berbeda nyata dengan B4K0, B2K0, B1K0 tetapi berbeda tidak nyata pada B1K1 dan B2K1. Perlakuan B4K0 berbeda nyata pada B2K0 dan B1K0 tetapi berbeda tidak nyata pada B3K0 dan B1K1. Perlakuan B2K0 berbeda nyata dengan B1K0 tetapi berbeda tidak nyata pada B4K0 dan B3K0.

Kurva respon interaksi antara perlakuan berat umbi per plot dengan dosis pupuk KCl dapat dilihat pada gambar 3.

y = -0.07X2

+ 1.4277X + 4.7333 R2

= 1

B1

y = -0.0225X2

+ 0.673X + 8.0667 R2

= 1 B2 y = 0.0083X2

+ 0.4025X + 8.8 R2

= 1

B4

y = -0.0398X2

+ 0.6824X + 9.2333 R2 = 1 B3 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00

0 5.3 10.6

Dosis Pupuk KCl (g)

B e ra t U m b i Pe r Pl o t (k g ) B1 B2 B3 B4 Poly. (B1) Poly. (B2) Poly. (B4) Poly. (B3)

Gambar 3. Hubungan Interaksi Antara Berat Umbi Per Plot dengan Pupuk KCl.

Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa hubungan berat umbi per plot pada taraf perlakuan berat umbi bibit dengan dosis pupuk KCl adalah linier dimana berat umbi per plot akan semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya dosis pupuk KCl yang diberikan sebesar 10.6 g pertanaman dan berat umbi bibit 45-60 g (B3) yang akan digunakan pada tanaman kentang. Hubungan interaksi perlakuan dapat dilihat dengan adanya perpotongan garis antara berat umbi bibit 35-40 g (B2) dengan berat umbi bibit 45-50 g (B3) yaitu pada KCl sebesar 11.59 g


(41)

sedangkan perpotongan berat umbi bibit 35-40 g (B2) dengan berat umbi bibit 45-50 g (B3) yaitu pada KCl sebesar 9.41 g dan perpotongan berat umbi bibit 45-45-50 g (B3) dengan berat umbi bibit 55-60 g (B4) yaitu pada KCl sebesar 10.87 g. Dengan berat umbi bibit 45-50 g (B3) dan pemberian dosis pupuk KCl sebesar 10.6 g pertanaman akan meningkatkan berat umbi per plot pada tanaman kentang.

Jumlah Umbi Per Sampel (Umbi)

Data pengamatan jumlah umbi per sampel tanaman kentang dapat dilihat pada lampiran 19 sedangkan sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 20. Berdasarkan data pengamatan daftar sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan berat umbi bibit berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi per sampel. Dan dosis pupuk KCl tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi per sampel dan interaksi antara kedua perlakuan.

Data rataan jumlah umbi per sampel tanaman kentang pada masing-masing taraf perlakuan dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Rataan jumlah umbi per sampel pada perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl.

Berat Umbi Bibit (g) Kalium (g) Rataan

K0 K1 K2

B1 6.50 5.58 6.58 6.22 c

B2 7.08 6.67 7.08 6.94 b

B3 9.08 8.92 9.00 9.00 a

B4 9.00 7.67 8.25 8.31 ab

Rataan 7.92 7.21 7.73

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah umbi per sample berpengaruh nyata pada perlakuan berat umbi bibit. Jumlah umbi tertinggi pada berat umbi bibit 45-50 g (B3) sebesar 9.00 dan terendah pada berat umbi bibit


(42)

25-30 g (B1) sebesar 6.22. Perlakuan B3 berbeda nyata terhadap B1 dan B2, tetapi berbeda tidak nyata terhadap B4. Perlakuan B2 berbeda nyata dengan B1.

Kurva respon antara jumlah umbi per sampel dengan berat umbi bibit dapat dilihat pada gambar 4.

= -0.0006X3 + 0.0722X2 - 2.7953X + 39.952 R2 = 1

Y maks = 9.25 Pada X = 54.13 g Ymin = 5.72 Pada X = 32.88 g

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0

20 25 30 35 40 45 50 55 60

Berat Umbi Bibit (g)

J u m la h U m b i P e r P lo t ( u m b i) 0

Gambar 4. Hubungan antara Jumlah Umbi Per Sampel dengan Berat Umbi Bibit.

Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa hubungan jumlah umbi per sampel pada perlakuan berat umbi bibit adalah kubik, jumlah umbi per sampel akan meningkat sejalan dengan berat umbi bibit 45-50 g (B3) dan menurun pada berat umbi bibit 55-60 g (B4) yang akan digunakan.

Jumlah Umbi Menurut Kelasnya

a. Jumlah Umbi Kelas A (70-200 g per umbi)

Setelah dimasukkan kedalam kelas – kelasnya, maka data pengamatan jumlah umbi kelas A dapat dilihat pada lampiran 21 sedangkan sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 22. Berdasarkan data pengamatan daftar sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan berat umbi bibit berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi kelas A.


(43)

Rataan jumlah umbi kelas A tanaman kentang pada masing-masing taraf perlakuan dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Rataan jumlah umbi kelas A pada berbagai perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl.

Berat Umbi Bibit (g) Kalium (g) Rataan

K0 K1 K2

B1 0.83 0.92 0.92 0.89 c

B2 0.83 1.17 1.33 1.11 c

B3 1.58 1.50 1.67 1.58 b

B4 2.25 2.17 2.33 2.25 a

Rataan 1.38 1.44 1.56

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.

Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan berat umbi bibit berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi kelas A. Jumlah umbi kelas A tertinggi pada berat umbi bibit 55-60 g (B4) sebesar 2.25 dan terendah pada berat umbi bibit 25-30 g (B1) sebesar 0.89. Perlakuan B4 berbeda nyata pada B3, B2 dan B1. Perlakuan B3 berbeda nyata pada B2 dan B1.

Kurva respon antara jumlah umbi kelas A dengan berat umbi bibit dapat dilihat pada gambar 5.

= 0.0455X - 0.59 r2 = 0.9533

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

20 25 30 35 40 45 50 55 60

Berat Umbi Bibit (g)

Ju

m

lah

U

m

b

i K

el

as A

0


(44)

Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa hubungan jumlah umbi kelas A pada perlakuan berat umbi bibit adalah linier yang artinya jumlah umbi kelas A akan meningkat sejalan dengan semakin berat umbi bibit yang akan digunakan dengan berat umbi bibit 55-60 g (B4).

b. Jumlah Umbi Kelas B (40-69 g per umbi)

Data pengamatan jumlah umbi kelas B dapat dilihat pada lampiran 23 sedangkan sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 24. Berdasarkan data pengamatan daftar sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan berat umbi bibit berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi kelas B. Juga dapat dilihat bahwa pupuk KCl tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi kelas B dan interaksi antara kedua perlakuan.

Rataan jumlah umbi kelas B tanaman kentang pada masing-masing taraf perlakuan dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Rataan jumlah umbi kelas B pada berbagai perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl.

Berat Umbi Bibit (g) Kalium (g) Rataan

K0 K1 K2

B1 2.83 2.92 2.83 2.86 c

B2 2.83 3.17 3.33 3.11 c

B3 3.58 3.58 3.75 3.64 b

B4 4.25 4.25 4.33 4.28 a

Rataan 3.38 3.48 3.56

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.

Berdasarkan tabel 7 terlihat bahwa perlakuan berat umbi bibit berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi kelas B. Jumlah umbi kelas B tertinggi pada berat umbi bibit 55-60 g (B4) sebesar 4.28 dan terendah pada berat umbi


(45)

bibit 25-30 g (B1) sebesar 2.86.B4 berbeda nyata dengan B3, B2 dan B1. B3 berbeda nyata dengan B2 dan B1.

Kurva respon antara jumlah umbi kelas B dengan berat umbi bibit dapat dilihat pada gambar 6.

= 0.0479X + 1.317 r2 = 0.9667

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0

20 25 30 35 40 45 50 55 60

Berat Umbi Bibit (g)

Ju

m

lah

U

m

b

i K

el

as B

0

Gambar 6. Hubungan antara Jumlah Umbi Kelas B dengan Berat Umbi Bibit.

Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa hubungan jumlah umbi kelas B akan semakin meningkat sejalan dengan semakin berat umbi bibit yang digunakan berat umbi bibit 55-60 g (B4) dan grafik menunjukkan hubungan linier antara jumlah umbi kelas B dengan berat umbi bibit.

c. Jumlah Umbi Kelas C (20-39 g per umbi)

Data pengamatan jumlah umbi kelas C dapat dilihat pada lampiran 25 sedangkan sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 26. Berdasarkan data pengamatan daftar sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi kelas C. Sedangkan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah umbi kelas C.


(46)

Data rataan jumlah umbi kelas C tanaman kentang pada masing-masing taraf perlakuan dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Rataan jumlah umbi kelas C pada berbagai perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl.

Berat Umbi Bibit (g) Kalium (g) Rataan

K0 K1 K2

B1 0.67 1.08 2.08 1.28 c

B2 2.25 2.33 2.42 2.33 bc

B3 2.42 2.67 2.83 2.64 b

B4 2.92 2.75 3.33 3.00 a

Rataan 2.06 b 2.21 b 2.67 a

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.

Berdasarkan tabel 8 terlihat bahwa perlakuan berat umbi bibit berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi kelas C. Jumlah umbi kelas C tertinggi pada berat umbi bibit 55-60 g (B4) dengan rataan 3.00 dan terendah pada berat umbi bibit 25-30 g (B1) sebesar 1.28. B4 berbeda nyata dengan B3, B2 dan B1. B3 berbeda nyata dengan B1, tetapi berbeda tidak nyata pada B2. Pada perlakuan dosis pupuk KCl jumlah umbi kelas C tertinggi pada dosis pupuk 10.6 g (K2) dengan rataan 2.67 dan terendah pada dosis pupuk 0 g (K0) dengan rataan 2.06. K2 berbeda nyata dengan K1 dan K0.


(47)

Kurva respon antara jumlah umbi kelas C dengan berat umbi bibit dapat dilihat pada gambar 7.

= 0.0547X - 0.149 r2 = 0.9087

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5

20 25 30 35 40 45 50 55 60

Berat Umbi Bibit (g)

Ju m lah U m b i K el as C 0

Gambar 7. Hubungan antara Jumlah Umbi Kelas C dengan Berat Umbi Bibit.

Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa hubungan jumlah umbi kelas C dengan berat umbi bibit adalah linier yang artinya semakin berat umbi bibit yang digunakan akan meningkatkan jumlah umbi kelas C.

Kurva respon antara jumlah umbi kelas C dengan dosis pupuk KCl dapat dilihat pada gambar 8.

= 0.0575K + 2.0083 r2 = 0.9207

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0

0.0 5.3 10.6

Dosis Pupuk KCl (g)

Ju m lah U m b i K el as C


(48)

Dari gambar 8 dapat diketahui bahwa jumlah umbi kelas C semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah pupuk KCl yang diberikan dengan dosis 10.6 g per tanaman.

d. Jumlah Umbi Kelas D (<20 g per umbi)

Data pengamatan jumlah umbi kelas D dapat dilihat pada lampiran 27 sedangkan sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 28. Berdasarkan data pengamatan daftar sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi kelas D. Sedangkan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Data rataan jumlah umbi kelas D tanaman kentang pada masing-masing taraf perlakuan dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Rataan jumlah umbi kelas D pada berbagai perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl.

Berat Umbi Bibit (g) Kalium (g) Rataan

K0 K1 K2

B1 0.42 0.42 0.83 0.56 d

B2 1.08 1.17 1.17 1.14 c

B3 1.67 2.00 2.08 1.92 b

B4 2.00 2.33 2.08 2.14 a

Rataan 1.29 b 1.48 a 1.54 a

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.

Berdasarkan tabel 9 terlihat bahwa perlakuan berat umbi bibit berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi kelas D. Jumlah umbi kelas D tertinggi pada berat umbi bibit 55-60 g (B4) dengan rataan 2.14 dan terendah pada berat umbi bibit 25-30 g (B1) sebesar 0.56. B4 berbeda nyata dengan B3, B2 dan B1. B3 berbeda nyata dengan B2 dan B1, B2 berbeda nyata dengan B1. Pada perlakuan dosis pupuk KCl jumlah umbi kelas D tertinggi pada dosis pupuk KCl


(49)

10.6 g (K2) dengan rataan 1.54 dan terendah pada dosis pupuk KCl 0 g (K0) dengan rataan 1.29. K2 berbeda nyata dengan K0 tetapi berbeda tidak nyata dengan K1. K1 berbeda nyata dengan K0.

Kurva respon antara jumlah umbi kelas D dengan berat umbi bibit dapat dilihat pada gambar 9.

= 0.0552X - 1.044 r2 = 0.9613

0.0 0.4 0.8 1.2 1.6 2.0 2.4

20 25 30 35 40 45 50 55 60

Berat Umbi Bibit (g)

Ju m lah U m b i K el as D 0

Gambar 9. Hubungan antara Jumlah Umbi Kelas D dengan Berat Umbi Bibit.

Dari gambar 9 dapat dilihat bahwa hubungan jumlah umbi kelas D dengan berat umbi bibit adalah linier yang artinya semakin berat umbi bibit yang digunakan akan meningkatkan jumlah umbi kelas D.

Kurva respon antara jumlah umbi kelas D dengan dosis pupuk KCl dapat dilihat pada gambar 10.

= 0.0236K + 1.3117 r2 = 0.9173

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

0 5.3 10.6

Dosis Pupuk KCl (g)

Ju m lah U m b i K el as D


(50)

Dari gambar 10 dapat diketahui bahwa jumlah umbi kelas D semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah pupuk KCl yang diberikan dengan dosis 10.6 g per tanaman.

Produksi Per Hektar

Berdasarkan data pengamatan daftar sidik ragam pada lampiran 29-30 dapat dilihat bahwa perlakuan berat umbi bibit berpengaruh nyata terhadap produksi perhektar. Juga dapat dilihat bahwa pupuk KCl tidak berpengaruh nyata terhadap produksi per hektar dan interaksi antara kedua perlakuan.

Data Produksi per hektar tanaman kentang pada masing-masing taraf perlakuan dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10 .Rataan produksi per hektar pada berbagai perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl.

Berat Umbi Bibit (g) Kalium (g) Rataan

K0 K1 K2

B1 14.87 20.13 20.57 18.52 b

B2 28.00 22.07 21.73 23.93 a

B3 24.67 26.43 25.67 25.59 a

B4 22.03 22.40 21.67 22.03 a

Rataan 22.39 22.76 22.41

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.

Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahwa berat umbi bibit berpengaruh nyata terhadap produksi per hektar. Produksi tertinggi pada perlakuan berat umbi bibit 45-50 g (B3) sebesar 25.59 ton dan terendah pada berat umbi bibit 25-30 g (B1) sebesar 18.52 ton. Perlakuan B3 berbeda nyata pada B1 tetapi berbeda tidak nyata dengan B2 dan B4.


(51)

Kurva respon antara produksi per hektar dengan berat umbi bibit dapat dilihat pada gambar 11.

= -0.0149X2 + 1.3749X - 6.693 R2 = 0.9669

Y maks = 25.02 Pada X = 46.13 g

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0

20 25 30 35 40 45 50 55 60

Berat Umbi Bibit (g)

P

ro

d

u

ksi

P

er

H

ekt

ar

(

to

n

)

0

Gambar 11. Hubungan antara Produksi Per Hektar dengan Berat Umbi Bibit.

Dari gambar 11 dapat diketahui bahwa produksi per hektar semakin meningkat sejalan dengan berat umbi bibit 45-50 g (B3) yang digunakan. kemudian menurun pada berat umbi bibit 55-60 g (B4). Hubungan produksi per hektar pada perlakuan berat umbi bibit adalah kuadratik.


(52)

B. Pembahasan

Pengaruh Berat Umbi Bibit Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang.

Dari data pengamatan dan hasil analisis secara statistika maka diperoleh bahwa perlakuan berat umbi bibit berpengaruh nyata terhadap jumlah batang utama (batang), berat umbi per sampel (kg), berat umbi per plot (kg), jumlah umbi per sampel (umbi), jumlah kelas umbi A, B , C, D dan produksi umbi per hektar. Serta berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman (cm).

Adanya pengaruh nyata terhadap jumlah batang utama disebabkan oleh perbedaan berat umbi. Semakin besar berat umbi semakin besar ukuran umbi dan jumlah mata tunas pada umbi akan semakin banyak. Hal ini sesuai dengan Samadi (1997) yang menyatakan bibit kentang yang dianjurkan adalah 30 – 45 g atau 35 – 45 mm dan 40 – 60 g atau 45 – 55 mm, menurut penelitian umbi yang berukuran besar akan menghasilkan jumlah tunas lebih banyak dibandingkan dengan yang berukuran lebih kecil. Hal ini didukung oleh Setiadi (2000) yang menyatakan umbi kentang untuk bibit dapat digunakan yang berukuran 30 – 45 g atau 50 – 60 g. Kalau besarnya diukur rata – rata antara 30 – 35 mm atau 45 – 50 mm dan konon yang bagus 55 mm. Jumlah mata tunas sekitar 3-5. dan didukung juga oleh Soelarso (1997) yang menyatakan mata umbi kentang sebenarnya adalah buku dari batang. Jumlah mata umbi 2 – 14 buah tergantung pada ukuran umbi yang digunakan.

Pengaruh nyata terhadap berat umbi persampel, berat umbi per plot dan


(53)

yang terbentuk semakin banyak, dengan meningkatnya jumlah stolon maka produksi umbi akan semakin banyak. Hal ini sesuai Sutopo (1988) yang menyatakan dengan semakin besar umbi bibit maka kandungan proteinnya makin banyak pula. Besar benih berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi, karena berat bibit menentukan besarnya kecambah pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen.

Jumlah umbi per plot berpengaruh nyata disebabkan oleh semakin banyak mata tunas, maka semakin banyak batang tanaman sehingga menghasilkan banyak umbi. Selain itu kandungan unsur hara yang ada di dalam tanah dapat di serap oleh tanaman. Hal ini didukung oleh Setiadi (2000) yang menyatakan untuk menentukan umbi untuk bibit tergantung dari diri sendiri, menurut petani umbi yang baik untuk bibit adalah yang sehat, berukuran besar mempunyai mata tunas 3 – 5 dan bobotnya 80 – 100 g. Banyaknya mata tunas akan menentukan jumlah batang tanaman semakin banyak batang akan semakin banyak menghasilkan umbi. Namun, bila umbi yang digunakan terlalu besar ukurannya maka jumlah umbi yang dihasilkan berjumlah banyak dengan ukuran umbi yang semakin kecil.

Pada jumlah kelas umbi A, B, C dan D berpengaruh nyata hal ini disebabkan karena ukuran berat umbi yang digunakan menentukan banyaknya tunas yang dihasilkan. Tunas yang berkembang menjadi batang utama menghasilkan jumlah dan besar umbi. Semakin besar ukuran umbi maka jumlah batang utama semakin banyak dan jumlah umbi yang di hasilkan akan semakin banyak pula dengan ukuran yang semakin kecil. Hal ini didukung oleh Soelarso (1997) yang menyatakan penggunaan umbi bibit ukuran besar (60 g) akan menghasilkan umbi kentang ukuran kecil (20-50 g). Tunas yang banyak akan


(54)

menghasilkan ukuran umbi yang relatif kecil-kecil. Sedangkan tunas yang sedikit akan menghasilkan ukuran umbi relatif besar.

Setiadi (2000) menyatakan bahwa salah satu faktor pembatas dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah penyerapan zat hara yang penting (esensial). Dalam proses pertumbuhan tanaman menyerap unsur hara sehingga terjadi proses metabolisme antara lain pertumbuhan sel dipenuhi, disamping itu melalui berat umbi berarti ketersediaan makanan untuk pertumbuhan semakin meningkat.

Perlakuan berat umbi bibit tidak nyata terhadap tinggi tanaman hal ini diduga karena dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman. Walaupun umbi yang digunakan berbeda beratnya tetapi sifat dari umbi sama, sehingga pada proses pertumbuhan vegetatif tanaman tersebut tidak kelihatan perbedaanya.

Pengaruh Dosis Pupuk KCl Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang.

Berdasarkan data pengamatan tanaman kentang dapat diuraikan bahwa pemberian pupuk KCl berpengaruh nyata terhadap berat umbi per plot serta berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah batang utama per sampel, jumlah kelas umbi C,D dan produksi per hektar.

Salah satu faktor pembatas dalam pertumbuhan tanaman dan perkembangan tanaman adalah suplai zat hara penting. Suplai zat hara dapat ditingkatkan dengan melakukan tindakan yang optimum akan meningkatkan potensi produksi tanaman. Sedangkan tingkat pemberian unsur hara yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan


(55)

perkembangan tanaman. Unsur kalium diperlukan tanaman untuk pembentukan karbohidrat didalam umbi, untuk kekuatan daun, ketebalan daun, dan pembesaran daun. Tetapi pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetatif taanaman tidak begitu nyata. Disamping itu unsur kalium berpengaruh terhadap penigkatan daya serap air pada tanaman sehingga dapat mencegah tanaman menderita kelayuan, menigkatkan ketahanan terhadap penyakit, memperbesar umbi dan meningkatkan daya simpan umbi.

Pemberian pupuk KCl berpengaruh nyata terhadap berat umbi per plot pada tanaman kentang. Hal ini disebabkan karena pemberian pupuk KCl yang cukup akan diserap tanaman yang berperan dalam proses pembentukan karbohidrat sehingga menghasilkan umbi yang besar. Purohit (1986) menyatakan bahwa kalium berperan dalam proses fotosintesis, respirasi, metabolisme dan translokasi karbohidrat. Kalium juga berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang setelah umbi terbentuk. Tanaman yang cukup mendapat kalium akan mampu membentuk umbi yang besar juga disebabkan oleh penyerapan air dan hara yang lebih baik dan translokasi yang lebih lancar. Novizan (2002), menyatakan bahwa unsur kalium diperlukan tanaman dalam sintesa protein dan karbohidrat serta translokasi karbohidrat lebih lancar.

Pupuk KCl berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi kelas C dan D. Hal ini disebabkan karena unsur hara K berperan dalam pembentukan umbi. Novizan (2002) menyatakan bahwa bila tanaman mengalami kakurangan atau defisiensi K akan mengakibatkan pembentukan umbi terhambat atau tidak berumbi sama sekali. Sutedjo (2002) menyatakan bahwa kalium berperan dalam pembentukan umbi.


(56)

Pemberian pupuk KCl berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman kentang pada semua pengamatan. Hal ini diduga karena pemberian pupuk KCl diperlukan tanaman untuk pembesaran daun, ketebalan daun dan untuk kekuatan daun serta memacu meningkatnya jumlah klorofil daun sehingga tinggi tanaman tidak terlalu tampak. Samadi (1997), menyatakan bahwa unsur kalium diperlukan tanaman untuk pembentukan karbohidarat didalam umbi, untuk kekuatan daun, ketebalan daun dan pembesaran daun tetapi pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetatif tidak terlalu nyata.

Ada pengaruh tidak nyata terhadap jumlah batang utama diduga karena peran kalium bukan untuk meningkatkan jumlah batang utama atau tunas, hal ini sesuai dengan Novizan (2002) yang menyatakan kalium di dalam jaringan tanaman tetap berbentuk K+ tidak ditemukan dalam bentuk senyawa organik. Kalium bersifat mobil (mudah bergerak) sehingga siap dipindahkan dari satu organ ke organ lain yang membutuhkan. Secara umum peran kalium berhubungan dengan proses metabolisme, seperti fotosintesis dan respirasi.

Pemberian pupuk KCl berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah umbi per sampel dan jumlah kelas umbi A dan B. Hal ini disebabkan karena pemberian pupuk KCl banyak dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor lingkungan yang tidak cocok ataupun serangan hama dan penyakit yang mengakibatkan terganggunya tanaman sehinggga pertumbuhan tanaman terganggu, sehingga pada waktu pembentukan umbi mengalami hambatan. Begitu juga dengan jumlah umbi kelas A dan B dimana berasal dari banyaknya jumlah umbi. Sutedjo (2002) menyatakan kebutuhan unsur hara untuk tiap fase pertumbuhan tanaman berbeda-beda.


(57)

Pemberian pupuk KCl berpengaruh tidak nyata terhadap berat umbi per sampel dan produksi per hektar tanaman kentang. Hal ini diduga karena pemberian pupuk KCl banyak dipengaruhi faktor seperti lingkungan yang tidak cocok atau serangan hama dan penyakit, mengakibatkan kerusakan pada bagian tanaman sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.

Pengaruh Interaksi Antara Berat Umbi Bibit Dengan Dosis Pupuk KCl Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang.

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa hasil interaksi antara perlakuan berat umbi bibit dengan dosisi pupuk KCl berpengaruh nyata terhadap berat umbi per plot, hal ini disebabkan karena pembentukan akar pada tanaman kentang didukung oleh unsur hara yang cukup pada tanaman, sehingga pembentukan umbi semakin banyak jika pupuk KCl semakin tinggi dan berat umbi bibit yang digunakan semakin besar. Hal ini sesuai dengan Sutopo (1988) yang menyatakan dengan semakin besar umbi bibit maka kandungan proteinnya makin banyak pula. Besar benih berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi, karena berat bibit menentukan besarnya kecambah pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen.

Marsono (2001) Kalium berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang setelah umbi terbentuk. Tanaman yang cukup mendapat kalium akan mampu membentuk umbi yang besar juga disebabkan oleh penyerapan air dan hara yang lebih baik.

Pemberian dosis kalium dan berat umbi bibit berpengaruh nyata terhadap berat umbi per plot dengan rataan tertinggi pada perlakuan B4K2 sebesar 14.00 kg


(58)

perpotongan pada kurva interaksi antara dosis kalium dengan berat umbi per plot dan antara berat umbi bibit dengan berat umbi per plot. Adanya perpotongan garis antara berat umbi bibit 35-40 g (B2) dengan berat umbi bibit 45-50 g (B3) yaitu pada KCl sebesar 11.59 g sedangkan perpotongan berat umbi bibit 35-40 g (B2) dengan berat umbi bibit 45-50 g (B3) yaitu pada pupuk KCl sebesar 9.41 g dan perpotongan berat umbi bibit 45-50 g (B3) dengan berat umbi bibit 55-60 g (B4) yaitu pada pupuk KCl sebesar 10.87 g. Berat umbi bibit 45-50 g (B3) berbeda tidak nyata dengan berat umbi bibit 35-40 g (B2) dan berat umbi bibit 55-60 g (B4). Pemberian dosis pupuk KCl sebesar 10.6 g (K2) per tanaman akan meningkatkan berat umbi per plot pada tanaman kentang interaksi ini disebabkan karena pemberian pupuk KCl yang cukup akan diserap tanaman yang berperan dalam proses pembentukan karbohidrat sehingga ukuran umbi bibit yang besar akan menghasilkan jumlah batang utama yang semakin banyak dan jumlah umbi yang banyak Novizan (2002), menyatakan bahwa unsur kalium diperlukan tanaman dalam sintesa protein dan karbohidrat serta translokasi karbohidrat lebih lancar. Sedangakan penggunaan berat umbi bibit 25-30 g (B1) dan dosis pupuk KCl 0 g (K0), 5.3 g (K1) per tanaman tidak dapat meningkatkan berat umbi per plot interaksi ini nyata diduga karena umbi bibit yang digunakan dan pemberian pupuk KCl hanya diperlukan tanaman untuk pembesaran daun, ketebalan daun dan untuk kekuatan daun serta memacu meningkatnya jumlah klorofil daun. Samadi (1997), menyatakan bahwa unsur kalium diperlukan tanaman untuk pembentukan karbohidarat didalam umbi, untuk kekuatan daun, ketebalan daun dan pembesaran daun tanaman.


(59)

Tinggi tanaman, jumlah batang utama, berat umbi per sampel, jumlah umbi per sampel, jumlah umbi kelas A, B, C dan D dan produksi per hektar berpengaruh tidak nyata. Hal ini diduga karena antara perlakuan berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl saling mendukung dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman kentang secara bersamaan dimana dalam hal ini ada faktor dominan menutupi faktor yang lain.

Poerwoidodo (1992) menyatakan bahwa bila salah satu faktor berpengaruh lebih kuat daripada faktor lainnya, maka pengaruh faktor tersebut tertutupi dan bila masing – masing faktor mempunyai sifat yang jauh berbeda pengaruh dan sifat kerjanya maka akan menghasilkan hubungan yang berpengaruh tidak nyata dalam mendukung suatu pertumbuhan tanaman.

Selanjutnya Hakim (1986), menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman akan lebih baik bila faktor yang mempengaruhi pertumbuhan seimbang dan memberi keuntungan. Bila faktor ini tidak dapat dikendalikan maka pertumbuhan yang diharapkan tidak dapat diperoleh.


(60)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perlakuan berat umbi bibit berpengaruh nyata terhadap jumlah batang utama, berat umbi per sampel, berat umbi per plot, jumlah umbi per sampel, jumlah umbi kelas A, B, C dan D dan produksi per hektar tetapi tidak nyata terhadap tinggi tanaman kentang.

2. Perlakuan dosis pupuk KCl berpengaruh nyata terhadap berat umbi per plot tetapi tidak nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah batang utama, berat umbi per sampel, jumlah umbi per sampel, jumlah umbi kelas C dan D dan produksi per hektar tanaman kentang.

3. Interaksi berat umbi bibit dan dosis pupuk KCl berpengaruh nyata terhadap berat umbi per plot tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, berat umbi per sampel, jumlah umbi per sampel, jumlalh umbi kelas A, B, C dan D dan produksi per hektar tanaman kentang.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan berat umbi bibit yang bervariasi dengan dosis pupuk yang lebih tinggi pada musim dan lokasi yang berbeda hingga dapat diperoleh interaksi kedua perlakuan, lebih nyata.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Allard, W.R., 1960. Principel of Plant Breeding. W. John and Sons, inc, Colorodo State Univwesity.

Anonimous, 2006. Tanaman Kentang .http/www.

Warintek.bantul.ge.id/web.php/mod/. (Desember 2006).

Asandhi,A.A.1985. Petunjuk Praktis Bercocok Tanam Kentang Dataran Medium. Balai Penelitian Hortikultura Lembang. Lembang

Foth, H. D. 1991. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal. 361 dan 368.

Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press, Jakarta. Terjemahan Susilo H. Hal 155 dan 269.

Hakim, N., dkk 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung Press, Lampung.

Harjadi. 1988, Pengantar Agronomi, P. T. Gramedia, Jakarta

Hartus, T. 2001, Usaha Pembibitan Kentang Bebas Virus, Penebar Swadaya, Jakarta.

Lingga, P. dan Marsono. 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta.

Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka, Jakarta. Nyakpa, M.Y., A.M. Lubis., Pulung., A.G. Amrah., A. Munawar., G.B. Hong.,

dan N. Hakim., 1988. Kesuburan Tanah. UNILA, Lampung.

Rubatzky, V.E dan M. Yamaguchi., 1996. Sayuran Dunia 2. Prinsip, Produksi dan gizi. ITB Press, Bandung.

Nainggolan P. dan D. Tarigan. 1992. Pengaruh Sumber dan Dosis Pupuk Kalium

Terhadap Hasil dan Mutu Umbi Kentang. Dalam : Jurnal Hortikultura 2,

Balitbang Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Hal 781-787. Jakarta.

Rukmana,R., 2002, Usaha Tani Kentang di Dataran Medium,


(62)

Samadi, B.1997. Usaha Tani Kentang, Kanisius, Yogyakarta.

Setiadi dan Surya Fittri N, 2000, Kentang dan Pembudidayaan, Penebar Swadaya, Jakarta.

Sharma,O.P.,2002. Plant Taxonomy. Mc Graw- Hill Company Limited . New Delhi

Soelarso, B.R, 1997. Budi Daya Kentang Bebas Penyakit, Kanisius, Yogyakarta. Sunarjono H,1978, Budi Daya Kentang (Solanum tuberosum L), P.T. Soeroengan,

Jl. Pecenongan, Jakarta.

Sutedjo, M.M., 2002. Pupuk Dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta Sutopo., L., 1988, Teknologi Benih, CV. Rajawali Jakarta.

Thompson and Kelly., 1957. Vegetable Crops. McGraw-hill Publications in the Agricultura Sciences, New York Toronton London.

Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa, Bandung

Purohit,S.S, 1986. Hormonal Regulation of Plant Growth and Development. Volume 3. Agro Botanical Publishers india


(1)

Lampiran 25. Data Jumlah Umbi Kelas C (20-39 g Per Umbi).

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

I II III

B1K0 0.75 0.25 1.00 2.00 0.67

B1K1 1.75 0.75 0.75 3.25 1.08

B1K2 2.00 2.25 2.00 6.25 2.08

B2K0 2.25 2.25 2.25 6.75 2.25

B2K1 2.25 2.75 2.00 7.00 2.33

B2K2 2.25 2.25 2.75 7.25 2.42

B3K0 2.75 2.25 2.25 7.25 2.42

B3K1 3.00 2.75 2.25 8.00 2.67

B3K2 3.00 2.75 2.75 8.50 2.83

B4K0 3.00 3.00 2.75 8.75 2.92

B4K1 3.25 2.25 2.75 8.25 2.75

B4K2 3.00 3.75 3.25 10.00 3.33

Total 29.25 27.25 26.75 83.25

Rataan 2.44 2.27 2.23 2.31

Lampiran 26. Daftar Sidik Ragam Jumlah Umbi Kelas C

SK db JK KT F hit F.05

Blok 2 0.29 0.15 1.36 tn 3.44

Perlakuan 11 18.88 1.72 15.63 * 2.27

B 3 14.85 4.95 45.0 * 3.05

B Linier 1 13.48 13.48 122.54 * 4.30

B Kuadratik 1 1.09 1.09 9.90 * 4.30

B Kubik 1 0.29 0.29 2.63 tn 4.30

K 2 2.39 1.19 10.81 * 3.44

K Linier 1 2.19 2.19 19.90 * 4.30

K Kuadratik 1 0.20 0.20 1.81 tn 4.30

B X K 6 1.64 0.27 2.45 tn 2.55

Galat 22 2.50 0.11

Total 35 21.67

KK = 14.35 %

Keterangan tn = tidak nyata


(2)

Lampiran 27. Data Jumlah Umbi Kelas D (<20 g Per Umbi)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

I II III

B1K0 0.50 0.50 0.25 1.25 0.42

B1K1 0.75 0.25 0.25 1.25 0.42

B1K2 0.75 1.00 0.75 2.50 0.83

B2K0 1.25 1.00 1.00 3.25 1.08

B2K1 1.00 1.25 1.25 3.50 1.17

B2K2 1.25 1.25 1.00 3.50 1.17

B3K0 2.00 1.25 1.75 5.00 1.67

B3K1 2.25 1.75 2.00 6.00 2.00

B3K2 2.00 2.25 2.00 6.25 2.08

B4K0 2.25 1.75 2.00 6.00 2.00

B4K1 2.75 2.00 2.25 7.00 2.33

B4K2 2.00 2.25 2.00 6.25 2.08

Total 18.75 16.50 16.50 51.75

Rataan 1.56 1.38 1.38 1.44

Lampiran 28. Daftar Sidik Ragam Jumlah Umbi Kelas D

SK db JK KT F hit F.05

Blok 2 0.28 0.14 2.8 tn 3.44

Perlakuan 11 15.13 1.38 27.6 * 2.27

B 3 14.30 4.77 95.4 * 3.05

B Linier 1 13.75 13.75 275 * 4.30

B Kuadratik 1 0.29 0.29 5.8 * 4.30

B Kubik 1 0.25 0.25 5.0 * 4.30

K 2 0.41 0.20 4.0 * 3.44

K Linier 1 0.38 0.38 7.6 * 4.30

K Kuadratik 1 0.03 0.03 0.6 tn 4.30

B X K 6 0.43 0.07 1.5 tn 2.55

Galat 22 1.01 0.05

Total 35 16.42

KK = 15.52 %

Keterangan tn = tidak nyata


(3)

Lampiran 29. Data Produksi Per Hektar (ton)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

I II III

B1K0 12.5 19.3 12.8 44.6 14.87

B1K1 20.3 18.3 21.8 60.4 20.13

B1K2 21.8 23.4 16.5 61.7 20.57

B2K0 31.8 25.9 26.3 84.0 28.00

B2K1 25.6 28.1 12.5 66.2 22.07

B2K2 20.9 28.7 15.6 65.2 21.73

B3K0 27.6 27.1 19.3 74.0 24.67

B3K1 25.6 28.7 25.0 79.3 26.43

B3K2 26.5 23.4 27.1 77.0 25.67

B4K0 24.0 26.5 15.6 66.1 22.03

B4K1 19.2 28.7 19.3 67.2 22.40

B4K2 22.9 18.7 23.4 65.0 21.67

Total 278.7 296.8 235.2 810.70

Rataan 23.23 24.73 19.60 22.52

Lampiran 30. Daftar Sidik Ragam Produksi Per Hektar (ton)

SK db JK KT F hit F.05

Blok 2 167.07 83.53 5.39 * 3.44

Perlakuan 11 389.23 35.38 2.28 * 2.27

B 3 248.71 82.90 5.35 * 3.05

B Linier 1 66.86 66.86 4.31 * 4.30

B Kuadratik 1 180.90 180.90 11.68 * 4.30

B Kubik 1 0.95 0.95 0.06 tn 4.30

K 2 1.03 0.51 0.03 tn 3.44

K Linier 1 0.002 0.002 0.0001 tn 4.30

K Kuadratik 1 1.03 1.03 0.07 tn 4.30

B X K 6 139.49 23.25 1.50 tn 2.55

Galat 22 340.88 15.49

Total 35 897.18

KK = 17.48 %

Keterangan tn = tidak nyata

* = nyata


(4)

Lampiran 32

Deskripsi Tanaman Kentang Varietas Granola

Nama

: Granola

Umur

: ± 90 hari

Tinggi Tanaman

: 60 cm- 70 cm

Bentuk Daun

: Oval

Bentuk Umbi

: Oval

Mata Umbi

: Dangkal

Permukaan Kulit Umbi

: Halus

Warna Batang

: Hijau

Warna Daun

: Hijau

Warna Bunga

: Putih

Warna kulit umbi

: Kuning-putih

Warna daging umbi

: Kuning

Kualitas umbi

: Baik

Ketahanan terhadap penyakit

: - Agak tahan terhadap PVA dan PVY

- Agak tahan terhadap PLRV

- Agak peka terhadap penyakit layu

bakteri dan busuk daun

Rekomendasi

: Baik ditanam pada musim kemarau

dan dapat juga ditanam di musim


(5)

Lampiran 33

BAGAN TANAMAN /PLOT

240 cm

b 40cm x

x x x x

U a

80 cm

x 0 x 0 x 320 cm

x 0 x 0 x

x x x x x

x = tanaman 0 = tanaman sampel

a = jarak antar barisan 80 cm b = jarak antar tanaman 40 cm


(6)

Lampiran 34

BAGAN PERCOBAAN

BLOK I

BLOK II BLOK III

B

1

K

0

B

2

K

0

B

3

K

0

B

4

K

0

B

1

K

1

B

2

K

1

B

3

K

1

B

4

K

1

B

1

K

2

B

2

K

2

B

3

K

2

B

4

K

2

B

2

K

0

B

1

K

0

B

4

K

0

B

3

K

0

B

2

K

1

B

1

K

1

B

4

K

1

B

3

K

1

B

2

K

2

B

1

K

2

B

4

K

2

B

3

K

2

B

2

K

1

B

1

K

2

B

3

K

0

B

1

K

1

B

2

K

0

B

1

K

0

B

2

K

2

B

3

K

1

B

4

K

0

B

3

K

2

B

4

K

1

B

4

K

2

50 cm 30 cm

U

T

B