HASIL DAN PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN

ix DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Silabus 82 Lampiran 2 Instrumen Validasi Penuntun Praktikum Kimia 89 Lampiran 3 Instrumen Tes : Kisi-Kisi Soal PretestPosttest 95 Lampiran 4 Hasil Uji Kelayakan Penuntun Praktikum Penerbit A 106 Lampiran 5 Hasil Uji Kelayakan Penuntun Praktikum Penerbit B 108 Lampiran 6 Hasil Uji Kelayakan Penuntun Praktikum Penerbit C 110 Lampiran 7 Hasil Uji Kelayakan Penuntun Praktikum yang telah dikembangkan validator Dosen 112 Lampiran 8 Hasil Uji Kelayakan Penuntun Praktikum yang telah dikembangkan validator Guru 113 Lampiran 9 Data Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen 115 Lampiran 10 Data Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol 116 Lampiran 11 Data Uji Normalitas 117 Lampiran 12 Data Uji Homogenitas 118 Lampiran 13 Data Uji Hipotesis 119

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan penuntun praktikum kimia yang inovatif perlu mendapat perhatian, karena penyediaan penuntun praktikum yang berkualitas baik sesuai kurikulum Nasional dapat membantu proses pembelajaran kimia berjalan lebih efektif. Penuntun praktikum merupakan suatu pedoman dalam melaksanakan praktikum dan juga sebagai alat evaluasi. Praktikum sangat penting dalam pembelajaran kimia karena Ilmu kimia merupakan experimental science yang tidak dapat dipelajari hanya melalui membaca, menulis, atau mendengarkan saja. pada dasarnya Kimia merupakan pelajaran yang mengombinasikan antara pengetahuan konsep dan juga pengetahuan empiris. Secara garis besar kimia mencakup dua bagian, yakni kimia sebagai proses dan kimia sebagai produk. Kimia sebagai produk meliputi sekumpulan pengetahuan yang terdiri atas fakta–fakta, Konsep–konsep, dan prinsip–prinsip ilmu kimia. Sedangkan kimia sebagai proses meliputi keterampilan–keterampilan dan sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk memperoleh dan mengembangkan produk kimia. Hal tersebut berarti dalam pembelajaran kimia tidak cukup hanya meliputi aspek kognitifnya saja, tetapi aspek afektif sikap ilmiah dan sapek psikomotorik unjuk kerja Zakiah, 2015. Ketika peserta didik mempelajari kimia, mereka dituntut untuk tidak hanya memahami secara teoritis, namun juga secara empiris melalui prosedur praktikum yang nyata sehingga kemampuan kognitif peserta didik juga didukung dengan kemampuan psikomotorik dan afektif yang baik. Penelitian Phelps dan Lee 2003 yang dilakukan dari tahun 1990-2000 terhadap guru-guru baru yang mengajar kimia menunjukkan bahwa semua guru tersebut setuju bahwa mengajar kimia tidak dapat dilakukan tanpa praktikum. Lebih lanjut dikatakan bahwa praktikum adalah esensial untuk mengajar sains, termasuk kimia. Metode praktikum dengan mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari secara nyata, maka peserta didik tidak hanya belajar konsep secara verbal, tetapi juga keterampilan-keterampilan untuk memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga peserta didik lebih memahami proses-proses yang terjadi, dan memandang ilmu kimia itu sebagai sesuatu yang realistis dan dapat dibuktikan kebenarannya. Banyak peneliti di bidang pendidikan sains mengakui bahwa studi laboratorium meningkatkan minat dan kemampuan siswa untuk mata pelajaran sains serta dapat mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik dalam mencapai tujuan praktikum Bryant dan Edmunt, 1987; Bagci dan Simsek, 1999; Mamlok dan Barnea, 2012; Situmorang dan Situmorang, 2013. Penggunaan metode praktikum akan efektif jika didukung oleh ketersediaan alat dan bahan kimia di laboratorium serta keterampilan guru dalam pelaksanaan praktikum. Namun pada kenyataannya pembelajaran praktikum disekolah-sekolah banyak memiliki kendala-kendala dalam pelaksanaannya, Tuysuz 2010 berpendapat bahwa terdapat kendala dalam pelaksanaan praktikum disekolah, diantaranya belum tersedianya penuntun praktikum kimia yang dapat mengarahkan siswa ketika praktikum, guru juga belum memiliki panduan dalam menilai keterampilan proses dan sikaf ilmiah, bahan dan alat praktikum kimia yang mahal juga menjadi kendala dalam pelaksanaan praktikum kimia disekolah. Sependapat dengan Tuysuz, Darsana 2014 mengemukakan beberapa permasalahan yang menyebabkan sulitnya siswa memperoleh hasil belajar yang baik pada mata pelajaran kimia antara lain karena kurangnya pelaksanaan praktikum kimia khususnya di SMA, ketidaksesuaian penuntun praktikum dengan kebutuhan siswa dan keberadaan laboratorium sekolah, keberadaan alat dan bahan praktikum di laboratorium sekolah, kurangnya keterampilan guru dalam mengatasi keterbatasan alat dan bahan, tidak tersedianya petugas laboratorium yang memiliki kualifikasi pendidikan laboran. Berdasarkan hasil wawancara dan survei awal dengan beberapa guru kimia yang mengajar di SMAMA yang ada dikota Medan, diperoleh fakta bahwa dalam proses pembelajaran kimia di sekolah jarang melakukan praktikum, hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor seperti :1 Keterbatasan waktu, khususnya waktu belajar dikelas; 2 Terbatasnya alat dan bahan untuk melakukan praktikum dilaboratorium; 3 Kurangnya ketersediaan penuntun praktikum kimia yang sesuai dengan yang dibutuhkan siswa dan keberadaan laboratorium sekolah. Salah satu masalah yang dihadapai adalah kurangnya ketersediaan penuntun praktikum kimia yang sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan hasil analisis awal penuntun praktikum yang telah ada khususnya pada pokok bahasan senyawa karbon belum memenuhi kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa, dan belum menyajikan komponen-komponen penunjang penuntun praktikum seperti tata tertib di laboratorium, keselamatan kerja, Material Safety Data Sheet MSDS,dll. Oleh karena itu peneliti mengembangkan penuntun praktikum pada pokok bahasan senyawa karbon yang diharapkan dapat membantu guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Pada pengembangan penuntun praktikum ini peneliti menawarkan suatu inovasi berupa pengembangan penuntun praktikum yang diintegrasikan dengan model Problem Based Learning PBL Model PBL dipilih karena PBL adalah pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar bagi siswa untuk belajar, dimana siswa dapat menerapkan berpikir kritis, menyelesaikan masalah dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam situasi dunia nyata siswa Levin, 2011; Prinsip dasar pembelajaran PBL yaitu belajar yang diprakarsai dengan adanya masalah, pertanyaan, atau teka-teki yang membuat siswa ingin memecahkannya Duch et al. 2000; Tosun dan Taşkesenligil 2011 dalam jurnalnya menyebutkan bahwa PBL memiliki dampak positif pada orientasi target, nilai dan kemanjuran diri yang merupakan sub-dimensi dari motivasi siswa terhadap kimia. Graaff dan Kolmos 2003 menyatakan bahwa pembelajaran PBL dapat meningkatkan konsep dasar, dugaan, dan minat siswa; Etherington 2011 menambahkan bahwa dalam pembelajaran PBL dapat mendefinisikan, menyusun, dan mengenali sesuatu yang dibutuhkan oleh siswa yang berinkuiri terbuka. Beberapa peneliti dibidang pendidikan sain mengakui bahwa Model Problem Based Learning PBL berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa Pratiwi, 2014; Wasonowati, 2014. Pengintegrasian penuntun praktikum dengan suatu model pembelajaran dapat meningkatkan efektifitas pelaksanaan praktikum. Banyak penelitian yang telah melakukan pengembangkan penuntun praktikum yang terintegrasi model