43 dengan dunianya ini akan membuat anak belajar dengan cara yang terbaik. Anak akan
belajar tentang volume ketika menuangkan pasir ke dalam ember atau gelas. Mereka akan menarik kesimpulan dan membangun suatu konsep dari pengalamannya dan
eksperimennya. Dengan mempertimbangkan karakteristik perkembangan anak, dan bagaimana
anak belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa proses anak belajar harus merupakan belajar aktif, dengan melibatkan multi sensoris, menggunakan multi
metode dan multi media, serta menyenangkan bagi anak.
3. Teori Sosiokultural Vygotsky
Teori ini dirumuskan pertama kali oleh Lev Vygotsky 1978 yang menekankan lingkungan sosial sebagai fasilitator proses belajar dan perkembangan. Lingkungan
sosial mempengaruhi kognisi melalui alat berupa objek budaya, bahasa, symbol dan institusi sosial. interaksi sosial, kultural-historikal dan faktor individu adalah faktor kunci
untuk perkembangan manusia. Interaksi dengan orang lain dalam lingkungan kolaborasi, apprientice merangsang proses perkembangan dan meningkatkan
pertumbuhan kognitif. Tetapi interaksi bukan bersifat tradisional yang memberikan anak informasi, tetapi anak mentransfer pengalamannya didasarkan pada
pengetahuan dan karakteristiknya dan pengenalan struktur mental mereka. Aspek Kulturan historis penting karena ini merupakan konteks dimana proses belajar dan
perkembangan terjadi. Sedangkan aspek individu merupakan faktor bawaan yang mempengaruhi perkembangan. anak yang mengalami disability mental dan fisik akan
menghasilkan cara belajar yang berbeda dengan anak normal. Menurut Vygotsky, pada dasarnya fungsi mental luhur semuanya terjadi dalam konteks lingkungan sosial,
termasuk yang paling berpengaruh adalah bahasa. Sangat penting untuk menguasai proses menurunkan pemikiran dan perkembangan budaya melalui symbol seperti
bahasa, angka dan tulisan. Penguasaan terhadap siimbol ini kemudian mempengaruhi dan mengelola self regulation pemikiran dan tindakan.
44 Menurut Vygotsky 1978 perkembangan harus dievaluasi dari perspektif
interaksi anak dan lingkungan dalam empat level yang saling berkaitan, yaitu level ontogeny, microgeny, philogeny, sociohistorical. Ontogeny melihat perkembangan
pada level individu sepanjang hidupnya. Microgeny melihat perubahan pada periode waktu tertentu. Phylogeny melihat perubahan pada level species secara evolusi dalam
waktu ribuan atau jutaan tahun. Sociohistorical melihat perkembangan dengan mengacu pada perubahan pada nilai-nilai, norma, dan teknologi suatu budaya.
Vygotsky menekankan pentingnya memahami bagaimana perkembangan organisme berubah dalam lingkungan yang berubah. Bila hanya menekankan salah satu dari
organisme atau lingkungan yang mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak dapat diperoleh penjelasan yang adekuat.
Vygotsky mengklaim bahwa bayi dilahirkan dengan beberapa fungsi mental dasar seperti atensi, sensasi, persepsi dan memori yang dengan pengaruh budaya
secara perlahan meningkat menjadi fungsi mental yang lebih tinggi, lebih baru, dan lebih memadai. Sebagai contoh, kemampuan memori anak yang awalnya terbatas
menjadi meningkat dengan menginternalisasikan cara atau metode berpikir dan strategi menyelesaikan masalah seperti membuat catatan. Cara-cara ini akan berbeda-
beda tergantung budaya. Perspektif sosio-kultural memandang perkembangan kognitif sangat berbeda
dengan perspektif tradisional seperti teori Piaget yang menekankan pola perkembangan berlaku sama pada semua anak cognitive universal. Lingkungan
berperan dalam memunculukan perbedaan individual dalam hal lingkungan mempengaruhi bagaimana anak memandang dunianya, tetapi Piaget tidak
menganggap bahwa lingkungan mempengaruhi perkembangan kognitif anak dalam area yang besar. Menurutnya, anak yang dibesarkan dalam era informasi akan
memiliki pemikiran yang berbeda dengan anak yang dibesarkan pada jaman berburu, tetapi masing-masing anak akan menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-harinya dengan menggunakan mekanisme kognitif yang merupakan
45 tipikal spesiesnya. Mekanisme kognitif ini juga berkembang sesuai dengan skedul
tipikal spesiesnya. Sementara itu Vygotsky menganggap bahwa anak berkembang, khususnya bagaimana belajar berpikir, sebagai fungsi dari sosial budaya dimana anak
dibesarkan. ZPD zone of proximal development adalah perbedaan antara tingkat
perkembangan yang ditentukan oleh pemecahan masalah sendiri dan tingkat perkembangan yang potensial dicapai oleh pemecahan masalah dibawah bimbingan
orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu Vygotsky, 1978, h 86. Perubahan kognitif terjadi dalam ZPD ketika guru dan murid berinteraksi yang
dimediasi oleh kultur ini menghasilkan perubahan kognitif ketika murid menginternalisasikannya. Dengan internalisasi maka murid memiliki kesadaran lebih
dari hasil interaksi dengan lingkungan, institusi sosial Schunk, 2008. Menurut Siegler 2005 dalam tulisan Vygotsky terdapat dua tema besar yang
mendasari teori perkembangan sosiokultural 1. Perkembangan kognitif berlangsung dalam proses interaksi sosial
interaksi sosial tidak hanya sebagai kekuatan luar yang menimbulkan perubahan pada individu tetapi sebagai mekanisme integral dari perubahan perkembangan itu
sendiri. Lingkungan tidak hanya memberikan informasi untuk terjadinya perkembangan dalam diri anak, seperti teori Piaget, tetapi lingkungan sebagai
bagian integral dari perilaku dan pemikiran anak sehingga kognisi anak dan perilaku anak tidak terpisahkan dari konteks dimana perkembangan berlangsung.
Dengan demikian yang menjadi unit analisis dalam teori Vygotsky adalah anak dalam konteks, sedangkan dalam teori Piaget adalah individu anak. Perubahan
dalam perkembangan terjadi melalui proses internalisasi berbagi secara sosial. Terjadi perubahan dan perkembangan fungsi psikologis dua kali dalam tataran
intermental dan intramental, anak melakukan tugas kognitif diawali dengan bantuanbimbingan orang lain sampai anak bisa melakukannya sendiri. Dalam
kerangka ini menekankan transfer tanggung jawab kognisi dari orang yang lebih
46 terampil kepada yang kurang terampil. Anak dapat melakukan perilaku yang lebih
rumit jika mendapat bimbingan dari orang dewasa daripada hanya melakukannya sendiri. Dengan demikian akan terjadi ZPD, yaitu perbedaan hasil yang dicapai bila
anak melakukannya sendiri dan bila terjadi interaksi dengan orang dewasa atau sebaya yang lebih mampu.
2. Perilaku manusia dimediasi oleh alat budaya cultural tools, terutama bahasa. Alat budaya ini terdiri dari peralatan teknik yaitu alat untuk melakukan tindakan di
lingkungan: palu, cangkul, perkakas dll. serta peralatan psikologis yaitu alat untuk berpikir: bahasa, peta, diagram, system angka, calculator, computer software,
calendar, jam. Peralatan psikologi Psychological tool mempengaruhi cara kita mengorganisasikan dan mengingat informasi, misalnya penggunaan abacus untuk
menghitung. Bahasa tidak hanya alat untuk komunikasi tetapi juga alat untuk mengendalikan dan mengatur tindakan sendiri; bahasa digunakan merencanakan
tindakan, mengingat informasi, memecahkan masalah dan mengelola perilaku. Hal ini terbukti dalam fenomena berbicara pada diri sendiri private speech; berbicara
keras pada diri sendiri ketika eksplorasi dan memecahkan masalah. Dengan demikian perilaku dimediasi oleh bahasa.
Teori sosiokultural modern telah mengembangkan tema ini dalam berbagai cara, dua fokus utama adalah dalam hal :
1. Norma kultural dan orang lain mempengaruhi kesempatan yang dimiliki anak untuk belajar dan berpartisipasi dalam aktivitas.
norma budaya mempengaruhi berbagai aspek dari aktivitas anak sehari-hari termasuk cara membesarkan, harapan tentang kerja, belajar dan bermain. Selain
itu budaya menentukan bagaimana orangtua, guru memilih dan mengatur aktivitas dan interaksi sosial yang sesuai dengan anak
2. Kemampuan kognitif yang diperlukan untuk belajar secara sosial dan kultural, termasuk kemampuan untuk membangun pandangan intersubjektif dan
kemampuan untuk memahami orang lain seperti diri sendiri dalam hal memiliki
47 tujuan, intensi dan mental states. Intersubjectivity memungkinkan untuk berbagi
pemahaman melalui proses atensi dan komunikasi mutual sehingga kemampuan intersubjectivity yang lebih tinggi menghasilkan belajar lebih baik dibandingkan
intersubjectivity yang lebih rendah. Dengan kemampuan intersubjectivity maka terdapat 3 bentuk belajar Tomasello, 1999 dalam Siegler, 2005 yaitu:
a. Belajar meniru imitative learning; meniru perilaku orang untuk mencapai tujuan yang sama
b. Belajar dengan instruksi instructed learning; transfer informasi secara langsung dan sengaja agar anak mengerti apa yang diajarkan, bisa formal di
sekolah bisa informal di rumah. Anak kemudian menginternalisasikan apa yang diajarkan untuk kemudian menggunakannya untuk mengatur perilakunya
sendiri. c. Belajar bersama cooperative learning; yaitu belajar dengan kerjasama dan
bertujuan memcahkan masalah
4. Teori Ekologi Perkembangan Manusia Bronfenbrenner