kulit kerbau atau kambing. Adapun alat musik korek terbuat dari kayu jati berkualitas super. Korek mempunyai dua bagian yakni, papan persegi panjang dan
tangkai kayu panjang bergerigi. Cara memainkan korek adalah dengan cara memutar papan korek dan menahan tangkai kayunya. Bedug bila dibunyikan
berbunyi dhung, dan bunyi korek terdengar krek. Apabila dua buah instrumen tersebut dibunyikan secara bergiliran dan terus menerus maka akan terdengar
bunyi dhung-krek-dhung-krek. Nama tersebut kemudian menjadi nama kesenian rakyat Madiun, yaitu kesenian Dongkrek. Kedua instrumen tersebut harus ada
dalam pentas kesenian Dongkrek, sehingga suara yang dihasilkan oleh bedhug dan korek menjadi lebih dominan Wawancara dengan Ismono, pada tanggal 1 juni
2014, pukul 16.00.
Hasil penelitian yang relevan selama ini menguatkan bahwa kesenian Dongkrek diperkirakan lahir pada tahun 1867. Kesenian Dongkrek diciptakan
oleh almarhum Raden Ngabei Lo Prawirodipuro yang pada masa itu menjabat sebagai palang di Mejayan Caruban. Palang adalah suatu jabatan yang
membawahi 4-5 kepala desa. Kesenian Dongkrek lahir akibat keresahan warga Mejayan Caruban yang tengah mengalami pagebluk serangan wabah penyakit.
Pada masa tersebut Dongkrek merupakan kesenian ritual untuk mengusir pagebluk atau wabah penyakit. Ketika itu kesenian Dongkrek masih dimainkan secara
sederhana Wawancara dengan Ismono, pada tanggal 1 juni 2014, pukul 16.00. Kesenian Dongkrek mengalami masa transisi yaitu pada tahun 1915-1975.
Keterangan ini diambil dari informan yang masih trah dari Raden Ngabei Lo
Prawirodipura dan para saksi sejarah perkembangan Dongkrek Made dkk, 2012: 153. Pada masa ini kegiatan kesenian Dongkrek yang dilakukan setiap tahun di
bulan Suro mulai jarang dilakukan hingga akhirnya tidak dilakukan lagi oleh masyarakat. Ada dua peristiwa yang terjadi yang mempengaruhi penurunan animo
masyarakat terhadap kesenian Dongkrek yaitu, peristiwa Proklamasi dan G 30SPKI. Kedua peristiwa tersebut menjadikan kesenian Dongkrek vakum
Wawancara dengan Ismono, pada tanggal 1 juni 2014, pukul 16.00. Kesenian Dongkrek kemudian bangkit pada tahun 1975-1980. Periode ini
didasarkan pada Dokumen Dinas P dan K Kabupaten Madiun pada tahun 1976 untuk pertama kalinya setelah kevakuman kesenian Dongkrek memperoleh
perhatian dari Dinas P dan K. Pemerintah melalui kanwil tersebut ditugaskan untuk merekonstruksi kesenian Dongkrek. Kemudian pada tahun 1977 Kesenian
Dongkrek ditampilkan kembali di Pendopo Kabupaten Dokumen Dinas Pendidikan dan Kebudayaan: 2010
Kesenian Dongkrek semakin berkembang pada tahun 1980-2009 saat terselenggaranya Festival Tari Rakyat yang diadakan di Surabaya. Kesenian
Dongkrek meraih juara ketiga. Selain itu Kesenian Dongkrek juga dimainkan dalam acara bersih desa dan mengisi panggung-panggung hajatan serta sudah
muncul di berbagai media masa. Animo masyarakatpun terbangun kembali. Saat itu kesenian Dongkrek tidak dimainkan pada bulan Suro setiap Jum’at Legi
sebagai ritual, melainkan dimainkan pada Jum’at Pahing sebagai peringatan