G
P L
A N
L O
BULETIN
Halaman
22
16. Kawasan hutan masih dipandang sebagai “Bank lahan” dan penatagunaan hutan yang ada belum dapat
mendorong terhadap adanya kepastian alokasi hutan dan lahan untuk dunia usaha kehutanan.
17. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi IPTEK yang ada belum dapat berfungsi secara nyata dalam mendukung
dan mengakselerasi pencapaian efektifitas pengelolaan hutan dan hasil hutan .
18. Kelembagaan pengelolaan hutan yang ada belum mendorong terhadap perwujudan sistem tata
pemerintahan yang baik di bidang kehutanan , sistem tata usaha yang sehat oleh
swasta maupun masyarakat. 19. Kebijakan yang menyangkut fiskal, investasi,
keberpihakan kepada masyarakat luas ,
dan penegakan kebijakan dan hukum dalam pengelolaan dan pemanfaatan SDH, belum
terimplementasi dengan baik. 20. Pengembangan kemitraan
di bidang pengelolaan sumberdaya hutan belum berjalan sesuai
dengan yang diharapkan dalam mempercepat pemerataan kesempatan kerja dan berusaha yang
berkeadilan.
21. Kebijakan dan implementasi pemanfaatan hutan mendorong transformasi usaha kehutanan, khususnya
industri primer kehutanan, industri jasa lingkungan kehutanan, industri non kayu, sehingga ekspor hasil
industri kehutanan mencapai sebesar US 15 milyartahun.
1. Peningkatan profesionalisme SDM dan penguatan kemampuan
kelembagaan dalam penyelenggaraan pengelolaan SDH.
2. Dukungan dan komitmen antar sektor untuk mempercepat tercapainya kemantapan berusaha di
bidang pemanfaatan SDH yang berkelanjutan. 3. Menurunnya produktifitas sumberdaya hutan dan
meningkatnya kebutuhan terhadap produk-produk sumberdaya hutan untuk konsumsi industri maupun
masyarakat. 4. Konversi penggunaan hutan dan lahan menjadi
penggunaan lain akibat perkembangan penduduk, pembangunan ekonomi, permintaan pasar yang
mengakibatkan laju deforestasi dan degradasi yang semakin tinggi.
5. Adanya kecenderungan perubahan oleh birokrasi yang mengarah kepada desentralisasi pengelolaan
pemanfaatan sumberdaya hutan lebih luas kepada masyarakat.
6. Adanya kecenderungan desentralisasi dalam pengelolaan konservasi sumber daya alam kepada
daerah yang diimbangi dengan adanya insentif kepada daerah yang melaksanakan;
7. Kegagalan dalam penegakan hukum dalam menangani perambahan hutan, pencurian kayu
, pelanggaran tata ruang, dan korupsi, cenderung akan
melemahkan terwujudnya pengelolan hutan yang berkelanjutan.
8. Meningkatnya perhatian dan kebutuhan masyarakat global terhadap peran dan produk-produk alami hutan
tropis dalam tataran global. 9. Meningkatnya kebutuhan terhadap lingkungan yang
berkualitas termasuk terhadap produk-produk kehutanan good
forestry governance pro community
law enforcement partnership
capacity building
illegal logging
III. TANTANGAN DAN ANCAMAN KE DEPAN
mencerminkan keadilan. 3. Penyelenggaraan pembangunan kehutanan dirasakan
masih kurang terbuka kepada publik. Proses
pengambilan keputusan yang masih lemah dan peluang partisipasi publik dalam pembangunan masih terbatas
serta akuntabilitas pemanfaatan dana konservasi belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan.
4. Program dan skema-skema penyelenggaraan pengelolaan hutan yang ada cenderung sering
digeneralisir, sehingga seringkali menemui kegagalan karena mengabaikan muatan spesifik sumberdaya lokal
yang ada.
5. Manfaat hutan secara luas belum banyak dirasakan oleh masyarakat, serta penurunan kontribusi sumberdaya
hutan terhadap perekonomian, akibat menurunnya produktifitas sumberdaya hutan kayu, satwa dan flora
lainnya.
6. Partisipasi Indonesia dalam konservasi global telah ditunjukkan dengan keikutsertaan meratifikasi berbagai
konvensi internasional, tetapi belum menunjukkan peran yang signifikan khususnya dalam penyelenggaraan
pengelolaan hutan tropis.
7. Kemiskinan yang terjadi di masyarakat semakin luas dan cenderung adanya upaya-upaya pemiskinan terhadap
masyarakat akibat keserakahan, sikap oportunistik yang berlebihan serta korupsi.
8. Penyelenggaraan pembangunan kehutanan menjadi perhatian semua pihak termasuk sektor-sektor diluar
kehutanan, sehingga dampak pengelolaan hutan akan semakin mudah dirasakan oleh berbagai pihak.
9. Sistem insentif dan disinsentif dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan belum jelas bagi setiap pihak yang
terkait. 10. Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah berkurang
karena keberhasilan penyelenggaraan pengelolaan hutan selama ini dianggap rendah dan tidak secara
langsung meningkatkan kesejahteraan 11. Administrasi penyelenggaraan kegiatan pengelolaan
hutan melalui sistem keproyekan yang ada terlalu dominan dan berorientasi jangka pendek sehingga
seringkali mengalami hambatan dan kegagalan di lapangan.
12. Kerusakan sumberdaya hutan dan lingkungan berskala global umumnya terjadi di negara-negara berkembang
yang memerlukan dana dan pasokan bahan baku untuk pembangunan dengan melakukan ekploitasi hutan alam
secara besar-besaran dengan paradigma pengelolaan hutan primitif “
”. 13. Implementasi pengelolaan hutan paradigma “
” di Indonesia dengan ciri asas kelestarian dan membangun hutan tanaman
belum memuaskan karena membutuhkan biaya yang besar, teknologi maju, dan adanya resiko gangguan
keamanan akibat tekanan penduduk di sekitar hutan masih tinggi.
14. Penyelenggaraan pengelolaan hutan melalui perusahaan-perusahaan besar belum menunjukkan
efektifitas pengelolaan hutan yang lestari terutama dalam penyerapan tenaga kerja, pencerdasan masyarakat dan
cenderung memarjinalisasikan masyarakat lokal yang ada.
15. Implementasi paradigma pengelolaan hutan “ ” SF belum dapat mengurangi laju kerusakan
hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat timber extraction
timber management
man-made forest
social forestry
G P
L O
Halaman
23
10. Meningkatnya peran dan keragaman pelaku pengelola sumberdaya hutan.
1. a. Kawasan hutan dipertahankan kecukupannya dalam
setiap DASPulau yang optimal, minimal 30 dengan sebaran yang proporsinal, bersifat permanen dan
tidak mudah diubah stabil serta diperkuat oleh adanya kelembagaan perencanaan kehutanan dan
pengelola unit manajemen.
b. Pengembangan pemantapan kawasan hutan harus didasarkan pada definisi hutan itu sendiri yaitu
sebagai komponen ekosistem meliputi aspek ekologi, ekonomi dan
sosial budaya masyarakat, yang dicirikan oleh adanya penataan ruang berbasis
ekologis yang rasional, pemanfaatan optimal, adanya komitmen yang kuat dari para pihak dan
diimplementasikan dalam wujud kebersamaan kebijakan pengurusan hutan.
c. Pemantapan kawasan hutan harus dilandasi oleh p e m b a n g u n a n b u d a y a s e l u r u h p e m a n g k u
kepentingan baik masyarakat, daerah, pusat yang dimulai dari sektor pemerintah dan diwujudkan dalam
unit-unit pengelolaan hutan KPHP, KPHL dan KPHK serta dapat dikelola oleh BUMN, Pemda daerah atau
kolaborasi manajemen antara Pemerintah Pusat- Provinsi-Kabupaten dan BUMD untuk meningkatkan
fungsi pelayanan kepada masyarakat di lapangan yang berkaitan dengan kehutanan.
2. a. Penyelenggaraan konservasi sumber daya alam
berlaku bagi seluruh kawasan dan fungsi hutan, yang penyelenggaraannya diperlukan adanya komitmen
kemauan politik dan peningkatan kesadaran semua pihak.
b. Penguatan pengelolaan kawasan konservasi ekosistem, jenis dan genetik melalui kolaborasi
pengelolaan, profesionalisme sumber daya manusia, serta pengembangan
sistem insentif konservasi yang kondusif. c. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
konservasi dan data base konservasi bagi kegiatan konservasi serta peningkatan peran dalam forum
global dan pelaksanaan konvensi internasional yang telah diratifikasi;
d. K o n s e r v a s i h a r u s m a m p u m e n i n g k a t k a n kesejahteraan masyarakat, khususnya sekitar hutan,
dan dilaksanakan bersama-sama antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha.
3. a. RHL harus ditujukan pada rehabilitasi untuk
optimalisasi fungsi kawasan hutan yang meliputi peningkatan produktivitas lahan, konservasi sistem
hidro-orologi dan keragaman hayati, serta
kesejahteraan masyarakat. b. Penyelenggaraan RHL dilaksanakan dengan pola
yang tepat, terencana dan terintegrasi dengan yang lainnya, berbasis DAS dengan mempertimbangkan
secara cermat kondisi bio-fisik, sosial, ekonomi dan budaya setempat, melibatkan partisipasi masyarakat,
termasuk perempuan dan multidisiplenrmultisektor.
IV. ARAH DAN SKENARIO PENGEMBANGAN