Pengaruh Taraf Penambahan Zeolit Dalam Ransum Terhadap Performa Produksi Mencit (Mus musculus) Lepas Sapih Hasil Litter Size Pertama

(1)

PENGARUH TARAF PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA PRODUKSI

MENCIT (

Mus musculus

) LEPAS SAPIH

HASIL

LITTER SIZE

PERTAMA

SKRIPSI RIKA PANDA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(2)

RINGKASAN

RIKA PANDA. D14103026. 2007. Pengaruh Taraf Penambahan Zeolit dalam Ransum Terhadap Performa Produksi Mencit (Mus musculus) Hasil Litter Size Pertama. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Pollung H. Siagian, M.S. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc.

Zeolit merupakan mineralyang terdiri dari alumino silikat terhidrasi dengan unsur utama terdiri dari kation, alkali dan alkali tanah, berstruktur tiga dimensi serta mempunyai pori-pori yang dapat diisi oleh air molekul. Zeolit merupakan hasil tambang yang memiliki potensi yang sangat besar untuk digunakan sebagai bahan tambahan mineral dalam ransum ternak. Penambahan zeolit dalam ransum ternak diharapkan dapat mengefisienkan penggunaan pakan. Zeolit memiliki sifat sebagai penyaring molekul, penyerap dan penukar ion, sehingga dalam penggunaannya dapat meningkatkan penyerapan zat makanan dan efisien menggunakan protein dalam tubuh ternak.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh beberapa taraf penambahan zeolit (0, 3, 6 dan 9%) dalam ransum ternak terhadap performa produksi mencit (Mus musculus) lepas sapih umur 25 hari. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, kadar air dan protein feses. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dalam pola faktorial 4x2 dengan enam ulangan, kecuali perlakuan JR3 dan BR3 masing-masing dengan lima ulangan. Faktor-faktor perlakuan dalam penelitian ini adalah taraf penambahan zeolit yang berbeda dalam ransum dan jenis kelamin. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analysis of Varience (ANOVA), Microsoft Excel (2003) dan dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey’s.

Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa taraf penambahan zeolit dalam ransum sangat nyata (P<0,01) berpengaruh terhadap konsumsi ransum, dan kadar air feses mencit, serta berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan dan konversi ransum mencit selama penelitian. Konsumsi ransum mencit dengan ransum R4 (4,51 g/e/hr) sangat nyata lebih tinggi daripada R2 (3,79 g/e/hr), dan konsumsi ransum dengan ransum R2 sangat nyata lebih rendah daripada R1 (4,31 g/e/hr). Kadar air feses mencit dengan ransum R2 sangat nyata lebih rendah daripada R3 dan R4 tetapi tidak berbeda dengan R1. Pertambahan bobot badan mencit yang mengkonsumsi R3 dan R4 sebesar 0,36 g/e/hr nyata lebih tinggi daripada penambahan taraf zeolit lainnya. Konversi ransum mencit yang mengkonsumsi ransum R2 (11,48) nyata lebih rendah atau lebih efisien daripada ransum lainnya, kecuali R3. Kadar protein feses juga dipengaruhi oleh penambahan taraf zeolit, semakin tinggi taraf penambahannya maka akan semakin rendah kadar protein feses mencit selama penelitian. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang diperoleh, dimana kadar protein feses terendah dimiliki oleh mencit yang mengkonsumsi ransum R4, sehingga mencit ini memiliki daya serap atau daya mencerna protein (84,51%) tertinggi daripada penambahan zeolit lainnya.

Jenis kelamin memiliki pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi dan konversi ransum, pertambahan bobot badan serta nyata (P<0,05) terhadap kadar air feses mencit. Mencit jantan memiliki nilai konsumsi ransum dan


(3)

pertambahan bobot badan lebih tinggi, serta nilai konversi ransum yang lebih rendah daripada betina. Mencit jantan (16,08%) juga nyata (P<0,05) memiliki kadar air feses lebih rendah daripada mencit betina (16,78%). Kadar protein feses yang memiliki keterkaitan erat dengan daya serap tubuh dalam menyerap dan mencerna protein ransum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mencit jantan (82,87%) memiliki daya serap dan cerna protein yang lebih tinggi daripada betina (82,80%). Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara jenis kelamin dan penambahan taraf zeolit yang berbeda dalam ransum terhadap performa produksi mencit selama penelitian. Penggunaan zeolit sebanyak 3% dalam ransum baik jantan maupun betina, memberikan penampilan produksi yang lebih baik daripada taraf perlakuan lainnya, dilihat dari tingkat konversi ransum dan persentase kadar air feses yang rendah.


(4)

ABSTRACT

The Effect of Different Level of Zeolite (0, 3, 6, 9%) in Ration on The Performance of Post-Weaning Mice (Mus musculus) of First Litter

Panda, R., P. H. Siagian, and Kartiarso

Zeolite is a mining commodity that is broadly use as feed additive in ration. The objectives of this research were to study the effects of adding different level of zeolite in ration namely 0% zeolite (R1), 3% (R2), 6% (R3) and 9% (R4) to body weight gain (BWG), feed consumption, feed conversion ratio (FCR), and water and protein content of feces. The completely randomized design (CDR) in 4×2 factorial experiment with six replications, except R3 male mice and R3 female mice with five replications was use in this experiment. The data were analyzed by analysis of variance (ANOVA), microsoft excel and continued with test Tukey’s (95 and 99%). The result showed that the use of zeolite with different level in ration very significantly (P<0,01) affected feed consumption and water content of feces, and also significantly affected (P<0,05) body weight gain and feed conversion ratio. Feed consumption of mice on R4 (4,51 g/head/day) were very significantly higher than mice on R2 of zeolite (3,79 g/head/day). Feed consumption of mice on R2 very significantly lower than mice on R1 of zeolit (4,31 g/head/day). Water content of feces on R2 were very significantly lower than on R3 and R4, but not different from mice on R1 of zeolite. The highest body weight gain (BWG) showed on mice feed R3 and R4 (0,36 g/head/day). Feed conversion ratio on R2 (11,48) significantly lower than on R1 and R4, but did not showed the different of R3. Protein content of feces on R4 lower than the other treatment. Sex difference also showed very significantly affected (P<0,01) feed consumption, feed conversion ratio, body weight gain, also significantly affected (P<0,05) water content of feces. Feed consumption, and body weight gain of male mice higher than female, and also feed conversion lower than of female. Water and protein content of feces of male mice lower than of female. Fecal water of male mice also abviously (P<0,05) lower (16,08%) than female (16,78%). The result showed that male mice (82,87%) has higher feed digestibility than female (82,80%). There were no interaction between sex (male and female) and different level of zeolite (0, 3, 6, dan 9%) affected the performances of mice. The utilization of zeolit 3% in ration either male or female mice, giving better production performs than other of treatments. It can be seen from lower feed conversion ratio (FCR) and water content in the feces.


(5)

PENGARUH TARAF PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA PRODUKSI

MENCIT (

Mus musculus

) LEPAS SAPIH

HASIL

LITTER SIZE

PERTAMA

RIKA PANDA D14103026

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(6)

PENGARUH TARAF PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA PRODUKSI

MENCIT (

Mus musculus

) LEPAS SAPIH

HASIL

LITTER SIZE

PERTAMA

Oleh RIKA PANDA

D14103026

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 14 Maret 2007

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Pollung H. Siagian, M.S Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc

NIP. 130 674 521 NIP. 130 422 711

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc NIP. 131 624 188


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Mei 1985 di Jakarta. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Gapang Maringan Pardede dan Ibu Betty Sitorus.

Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-Kanak Oikumene Jakarta pada tahun 1990. Pendidikan dasar Penulis diselesaikan pada tahun 1997 di SD Budhaya II Santo Agustinus Jakarta. Selanjutnya, Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Budhaya III Santo Agustinus Jakarta pada tahun 1997 dan menyelesaikannya pada tahun 2000. Kemudian Penulis meneruskan jenjang pendidikannya di SMU Negeri 44 Jakarta sampai tahun 2003.

Pada tahun 2003 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Program Studi Teknologi Produksi Ternak melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selama kuliah Penulis aktif dalam kegiatan organisasi intra kampus dan kegiatan kepanitiaan. Organisasi yang pernah diikuti adalah Persekutuan Mahasiswa Kristen Institut Pertanian Bogor (PMK IPB), Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER), dan Tim Basket Fakultas Peternakan. Kegiatan organisasi yang pernah diikuti Penulis antara lain panitia Kebaktian Awal Tahun (KATA) 2004 sebagai wakil ketua, Kontes Ayam Pelung Mama Djarkasih Cup IPB 2005 sebagai Seksi Publikasi, Dekorasi dan Dokumentasi (PUBDEKDOK).


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan rahmat yang diberikan sehingga Penulis mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Taraf Penambahan Zeolit Dalam Ransum Terhadap Performa Produksi Mencit (Mus musculus) Lepas Sapih Hasil Litter Size Pertama”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan (SPt.) pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui taraf penambahan zeolit yang tepat dalam ransum terhadap performa produksi mencit lepas sapih. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang, Bagian Non Ruminansia Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 30 April–3 Juli 2006.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, seperti pepatah yang menyatakan bahwa ”tak ada gading yang tak retak”. Penulis mengharapkan kritik dan masukan yang membangun dari para pembaca. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Maret 2007


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTRAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Mencit (Mus musculus) ... 3

Zeolit ... 4

Sifat-Sifat Zeolit ... 7

Meningkatkan Mutu Zeolit ... 9

Penggunaan Zeolit ... 11

Ransum ... 12

Konsumsi Ransum ... 13

Konversi Ransum ... 14

Litter Size ... 15

Bobot Sapih ... 15

Bobot Badan ... 16

Pertambahan Bobot Badan ... 16

Kadar Air Feses ... 17

Kadar Protein Feses ... 18

Mortalitas ... 19

MATERI DAN METODE ... 20

Waktu dan Tempat ... 20

Materi ... 20

Hewan ... 20

Kandang ... 20

Ransum ... 21

Peralatan ... 22


(10)

Rancangan Percobaan ... 22

Peubah yang Diamati ... 25

Prosedur ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

Keadaan Umum ... 29

Suhu dan Kelembaban ... 30

Kondisi Ransum Penelitian ... 31

Kondisi Mencit Penelitian ... 32

Konsumsi Ransum ... 33

Pertambahan Bobot Badan ... 37

Konversi Ransum ... 42

Kadar Air Feses ... 46

Kadar Protein Feses ... 48

Mortalitas ... 50

KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

Kesimpulan ... 52

Saran ... 52

UCAPAN TERIMA KASIH ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(11)

PENGARUH TARAF PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA PRODUKSI

MENCIT (

Mus musculus

) LEPAS SAPIH

HASIL

LITTER SIZE

PERTAMA

SKRIPSI RIKA PANDA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(12)

RINGKASAN

RIKA PANDA. D14103026. 2007. Pengaruh Taraf Penambahan Zeolit dalam Ransum Terhadap Performa Produksi Mencit (Mus musculus) Hasil Litter Size Pertama. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Pollung H. Siagian, M.S. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc.

Zeolit merupakan mineralyang terdiri dari alumino silikat terhidrasi dengan unsur utama terdiri dari kation, alkali dan alkali tanah, berstruktur tiga dimensi serta mempunyai pori-pori yang dapat diisi oleh air molekul. Zeolit merupakan hasil tambang yang memiliki potensi yang sangat besar untuk digunakan sebagai bahan tambahan mineral dalam ransum ternak. Penambahan zeolit dalam ransum ternak diharapkan dapat mengefisienkan penggunaan pakan. Zeolit memiliki sifat sebagai penyaring molekul, penyerap dan penukar ion, sehingga dalam penggunaannya dapat meningkatkan penyerapan zat makanan dan efisien menggunakan protein dalam tubuh ternak.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh beberapa taraf penambahan zeolit (0, 3, 6 dan 9%) dalam ransum ternak terhadap performa produksi mencit (Mus musculus) lepas sapih umur 25 hari. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, kadar air dan protein feses. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dalam pola faktorial 4x2 dengan enam ulangan, kecuali perlakuan JR3 dan BR3 masing-masing dengan lima ulangan. Faktor-faktor perlakuan dalam penelitian ini adalah taraf penambahan zeolit yang berbeda dalam ransum dan jenis kelamin. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analysis of Varience (ANOVA), Microsoft Excel (2003) dan dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey’s.

Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa taraf penambahan zeolit dalam ransum sangat nyata (P<0,01) berpengaruh terhadap konsumsi ransum, dan kadar air feses mencit, serta berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan dan konversi ransum mencit selama penelitian. Konsumsi ransum mencit dengan ransum R4 (4,51 g/e/hr) sangat nyata lebih tinggi daripada R2 (3,79 g/e/hr), dan konsumsi ransum dengan ransum R2 sangat nyata lebih rendah daripada R1 (4,31 g/e/hr). Kadar air feses mencit dengan ransum R2 sangat nyata lebih rendah daripada R3 dan R4 tetapi tidak berbeda dengan R1. Pertambahan bobot badan mencit yang mengkonsumsi R3 dan R4 sebesar 0,36 g/e/hr nyata lebih tinggi daripada penambahan taraf zeolit lainnya. Konversi ransum mencit yang mengkonsumsi ransum R2 (11,48) nyata lebih rendah atau lebih efisien daripada ransum lainnya, kecuali R3. Kadar protein feses juga dipengaruhi oleh penambahan taraf zeolit, semakin tinggi taraf penambahannya maka akan semakin rendah kadar protein feses mencit selama penelitian. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang diperoleh, dimana kadar protein feses terendah dimiliki oleh mencit yang mengkonsumsi ransum R4, sehingga mencit ini memiliki daya serap atau daya mencerna protein (84,51%) tertinggi daripada penambahan zeolit lainnya.

Jenis kelamin memiliki pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi dan konversi ransum, pertambahan bobot badan serta nyata (P<0,05) terhadap kadar air feses mencit. Mencit jantan memiliki nilai konsumsi ransum dan


(13)

pertambahan bobot badan lebih tinggi, serta nilai konversi ransum yang lebih rendah daripada betina. Mencit jantan (16,08%) juga nyata (P<0,05) memiliki kadar air feses lebih rendah daripada mencit betina (16,78%). Kadar protein feses yang memiliki keterkaitan erat dengan daya serap tubuh dalam menyerap dan mencerna protein ransum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mencit jantan (82,87%) memiliki daya serap dan cerna protein yang lebih tinggi daripada betina (82,80%). Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara jenis kelamin dan penambahan taraf zeolit yang berbeda dalam ransum terhadap performa produksi mencit selama penelitian. Penggunaan zeolit sebanyak 3% dalam ransum baik jantan maupun betina, memberikan penampilan produksi yang lebih baik daripada taraf perlakuan lainnya, dilihat dari tingkat konversi ransum dan persentase kadar air feses yang rendah.


(14)

ABSTRACT

The Effect of Different Level of Zeolite (0, 3, 6, 9%) in Ration on The Performance of Post-Weaning Mice (Mus musculus) of First Litter

Panda, R., P. H. Siagian, and Kartiarso

Zeolite is a mining commodity that is broadly use as feed additive in ration. The objectives of this research were to study the effects of adding different level of zeolite in ration namely 0% zeolite (R1), 3% (R2), 6% (R3) and 9% (R4) to body weight gain (BWG), feed consumption, feed conversion ratio (FCR), and water and protein content of feces. The completely randomized design (CDR) in 4×2 factorial experiment with six replications, except R3 male mice and R3 female mice with five replications was use in this experiment. The data were analyzed by analysis of variance (ANOVA), microsoft excel and continued with test Tukey’s (95 and 99%). The result showed that the use of zeolite with different level in ration very significantly (P<0,01) affected feed consumption and water content of feces, and also significantly affected (P<0,05) body weight gain and feed conversion ratio. Feed consumption of mice on R4 (4,51 g/head/day) were very significantly higher than mice on R2 of zeolite (3,79 g/head/day). Feed consumption of mice on R2 very significantly lower than mice on R1 of zeolit (4,31 g/head/day). Water content of feces on R2 were very significantly lower than on R3 and R4, but not different from mice on R1 of zeolite. The highest body weight gain (BWG) showed on mice feed R3 and R4 (0,36 g/head/day). Feed conversion ratio on R2 (11,48) significantly lower than on R1 and R4, but did not showed the different of R3. Protein content of feces on R4 lower than the other treatment. Sex difference also showed very significantly affected (P<0,01) feed consumption, feed conversion ratio, body weight gain, also significantly affected (P<0,05) water content of feces. Feed consumption, and body weight gain of male mice higher than female, and also feed conversion lower than of female. Water and protein content of feces of male mice lower than of female. Fecal water of male mice also abviously (P<0,05) lower (16,08%) than female (16,78%). The result showed that male mice (82,87%) has higher feed digestibility than female (82,80%). There were no interaction between sex (male and female) and different level of zeolite (0, 3, 6, dan 9%) affected the performances of mice. The utilization of zeolit 3% in ration either male or female mice, giving better production performs than other of treatments. It can be seen from lower feed conversion ratio (FCR) and water content in the feces.


(15)

PENGARUH TARAF PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA PRODUKSI

MENCIT (

Mus musculus

) LEPAS SAPIH

HASIL

LITTER SIZE

PERTAMA

RIKA PANDA D14103026

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(16)

PENGARUH TARAF PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM

RANSUM TERHADAP PERFORMA PRODUKSI

MENCIT (

Mus musculus

) LEPAS SAPIH

HASIL

LITTER SIZE

PERTAMA

Oleh RIKA PANDA

D14103026

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 14 Maret 2007

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Pollung H. Siagian, M.S Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc

NIP. 130 674 521 NIP. 130 422 711

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc NIP. 131 624 188


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Mei 1985 di Jakarta. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Gapang Maringan Pardede dan Ibu Betty Sitorus.

Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-Kanak Oikumene Jakarta pada tahun 1990. Pendidikan dasar Penulis diselesaikan pada tahun 1997 di SD Budhaya II Santo Agustinus Jakarta. Selanjutnya, Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Budhaya III Santo Agustinus Jakarta pada tahun 1997 dan menyelesaikannya pada tahun 2000. Kemudian Penulis meneruskan jenjang pendidikannya di SMU Negeri 44 Jakarta sampai tahun 2003.

Pada tahun 2003 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Program Studi Teknologi Produksi Ternak melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selama kuliah Penulis aktif dalam kegiatan organisasi intra kampus dan kegiatan kepanitiaan. Organisasi yang pernah diikuti adalah Persekutuan Mahasiswa Kristen Institut Pertanian Bogor (PMK IPB), Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER), dan Tim Basket Fakultas Peternakan. Kegiatan organisasi yang pernah diikuti Penulis antara lain panitia Kebaktian Awal Tahun (KATA) 2004 sebagai wakil ketua, Kontes Ayam Pelung Mama Djarkasih Cup IPB 2005 sebagai Seksi Publikasi, Dekorasi dan Dokumentasi (PUBDEKDOK).


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan rahmat yang diberikan sehingga Penulis mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Taraf Penambahan Zeolit Dalam Ransum Terhadap Performa Produksi Mencit (Mus musculus) Lepas Sapih Hasil Litter Size Pertama”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan (SPt.) pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui taraf penambahan zeolit yang tepat dalam ransum terhadap performa produksi mencit lepas sapih. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang, Bagian Non Ruminansia Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 30 April–3 Juli 2006.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, seperti pepatah yang menyatakan bahwa ”tak ada gading yang tak retak”. Penulis mengharapkan kritik dan masukan yang membangun dari para pembaca. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Maret 2007


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTRAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Mencit (Mus musculus) ... 3

Zeolit ... 4

Sifat-Sifat Zeolit ... 7

Meningkatkan Mutu Zeolit ... 9

Penggunaan Zeolit ... 11

Ransum ... 12

Konsumsi Ransum ... 13

Konversi Ransum ... 14

Litter Size ... 15

Bobot Sapih ... 15

Bobot Badan ... 16

Pertambahan Bobot Badan ... 16

Kadar Air Feses ... 17

Kadar Protein Feses ... 18

Mortalitas ... 19

MATERI DAN METODE ... 20

Waktu dan Tempat ... 20

Materi ... 20

Hewan ... 20

Kandang ... 20

Ransum ... 21

Peralatan ... 22


(20)

Rancangan Percobaan ... 22

Peubah yang Diamati ... 25

Prosedur ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

Keadaan Umum ... 29

Suhu dan Kelembaban ... 30

Kondisi Ransum Penelitian ... 31

Kondisi Mencit Penelitian ... 32

Konsumsi Ransum ... 33

Pertambahan Bobot Badan ... 37

Konversi Ransum ... 42

Kadar Air Feses ... 46

Kadar Protein Feses ... 48

Mortalitas ... 50

KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

Kesimpulan ... 52

Saran ... 52

UCAPAN TERIMA KASIH ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Sifat Biologis Mencit (Mus musculus) ... 4

2. Hasil Analisa Proksimat Ransum Penelitian ... 31

3. Rataan Konsumsi Ransum Mencit Selama Penelitian ... 33

4. Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Mencit Selama Penelitian ... 38

5. Rataan Nilai Konversi Ransum Mencit Selama Penelitian ... 43

6. Rataan Persentase Kadar Air Feses Mencit Selama Penelitian ... 47


(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Mencit (Mus musculus) ... 3 2. Batuan Zeolit ... 5 3. Struktur Zeolit ... 6 4. Kristal Zeolit Analsim (kiri) dan Mordenit (kanan) di bawah

Mikroskop Elektron Perbesaran 1000 dan 12000 Kali ... 7 5. Mencit Penelitian Lepas Sapih Umur 25 Hari ... 20 6. Kandang Mencit Penelitian ... 21 7. Ransum Mencit Penelitian dan Zeolit ... 22 8. Peralatan yang Digunakan Selama Penelitian adalah Timbangan (a),

Baki Plastik (b), Tabung Plastik (c), Botol Air Minum (d),

dan Tampah (e) ... 22 9. Bagan Perolehan Mencit Penelitian yang Berasal dari 2 Jantan dan

6 Betina pada Masing-masing Perlakuan ... 23 10. Bagan Pembagian Mencit dalam Kandang Penelitian ... 24 11. Kondisi Kandang Mencit (Mus musculus) Selama Penelitian ... 29 12. Situasi Mencit (Mus musculus) dalam Kandang Penelitian ... 32 13. Rataan Konsumsi Ransum Mencit Jantan dan Betina Selama

Penelitian ... 34 14. Rataan Konsumsi Ransum Mencit Menurut Perlakuan Selama

Penelitian ... 36 15. Penimbangan Mencit Penelitian dengan Menggunakan

Timbangan Digital ... 37 16. Rataan Pertambahan Bobot Badan Mencit Jantan dan Betina

Selama Penelitian ... 39 17. Rataan Pertambahan Bobot Badan Mencit Menurut Perlakuan

Selama Penelitian ... 41 18. Rataan Nilai Konversi Ransum Mencit Jantan dan Betina

Selama Penelitian ... 44 19. Rataan Nilai Konversi Ransum Mencit Menurut Perlakuan

Selama Penelitian ... 45 20. Penjemuran Sampel Feses Mencit di bawah Sinar Matahari ... 46


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Data Rataan Konsumsi Ransum Harian Mencit (Mus musculus) ... 57

2. Sidik Ragam Konsumsi Ransum Harian Mencit (Mus musculus) ... 57 3. Uji Lanjut Tukey’s Selang Kepercayaan 95% (Konsumsi Ransum

Harian dengan Jenis Kelamin) ... 57 4. Uji Lanjut Tukey’s Selang Kepercayaan 95% (Konsumsi Ransum

Harian dengan Zeolit) ... 58 5. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Harian

Mencit (Mus musculus) ... 58 6. Uji Lanjut Tukey’s Selang Kepercayaan 95% (Pertambahan Bobot

Badan Harian dengan Jenis Kelamin) ... 58 7. Uji Lanjut Tukey’s Selang Kepercayaan 95% (Pertambahan Bobot

Badan Harian dengan Zeolit) ... 59 8. Sidik Ragam Konversi Ransum Mencit (Mus musculus) ... 59 9. Uji Lanjut Tukey’s Selang Kepercayaan 95% (Konversi Ransum

dengan Jenis Kelamin) ... 60 10. Uji Lanjut Tukey’s Selang Kepercayaan 95% (Konversi Ransum

dengan Zeolit) ... 60 11. Data Rataan Persentase Kadar Air Feses Kering Udara ... 61 12. Sidik Ragam Persentase Kadar Air Feses Kering Udara ... 61 13. Uji Lanjut Tukey’s Selang Kepercayaan 95% (Kadar Air Feses

Kering Udara dengan Jenis Kelamin) ... 61 14. Uji Lanjut Tukey’s Selang Kepercayaan 95% (Kadar Air Feses

Kering Udara dengan Zeolit) ... 62 15. Hasil Perhitungan Kadar Protein Feses (%) Mencit (Mus musculus)

Selama Penelitian ... 62 16. Data Mortalitas Mencit Selama Penelitian (Mus musculus) ... 62


(24)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Jumlah penduduk di dunia, demikian juga halnya dengan Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut menyebabkan terjadi pula peningkatan permintaan kebutuhan protein hewani. Peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat membuat perubahan yang nyata terhadap permintaan protein hewani. Untuk memenuhi permintaan protein hewani, maka para peternak harus mencari cara yang efisien untuk mengoptimalkan produktivitas ternak yang dipeliharanya. Banyak cara telah dilakukan di bidang peternakan untuk meningkatkan produksi ternak agar dapat mengimbangi permintaan masyarakat akan protein hewani. Di bidang usaha peternakan, sebagian besar biaya produksi (60%-80%) digunakan untuk biaya pakan. Protein yang dikandung di dalam pakan merupakan zat yang sangat penting untuk digunakan meningkatkan pertumbuhan ternak karena protein berperan penting dalam pembentukan seluruh struktur dan fungsi sel tubuh makhluk hidup. Harga protein di dalam ransum ternak tergolong mahal sehingga penggunaannya harus seefisien mungkin. Penggunaan ransum yang berkualitas merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan performa produksi ternak, seperti: bobot lahir, bobot sapih, pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, konversi ransum atau efisiensi penggunaan makanan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas ransum adalah dengan menambahkan bahan tambahan mineral dalam ransum. Bahan tambahan mineral yang dapat digunakan dalam ransum ternak salah satunya adalah zeolit.

Zeolit merupakan hasil tambang yang memiliki potensi yang sangat besar digunakan sebagai bahan tambahan mineral dalam ransum ternak. Penambahan zeolit di dalam ransum ternak diharapkan dapat mengefisienkan penggunaan pakan. Zeolit memiliki sifat sebagai penyaring molekul, penyerap dan penukar ion, sehingga dalam penggunaannya dapat meningkatkan penyerapan zat makanan dan efisien menggunakan protein dalam tubuh ternak. Mineral ini mempunyai sifat-sifat khusus, yaitu: memiliki daya serap tinggi, kapasitas tukar kation yang tinggi serta dapat memperlambat laju pergerakan makanan atau digesta dalam saluran pencernaan, sehingga akan cukup banyak waktu bagi saluran pencernaan untuk dapat memanfaatkan zat-zat makanan yang terdapat di dalam ransum.


(25)

Penggunaan Mencit (Mus musculus) sebagai hewan percobaan dalam penelitian diharapkan dapat berguna dalam mengembangkan peternakan. Hal ini dikarenakan mencit memiliki sifat produksi dan reproduksi yang menyerupai ternak lain seperti babi dan hewan monogastrik. Mencit sering digunakan sebagai hewan percobaan dalam penelitian karena memiliki kemampuan reproduksi dan pertumbuhan yang baik, harganya relatif murah, cepat berkembangbiak, interval generasinya singkat, jumlah anak perkelahiran banyak, variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologis yang terkarakteristik dengan baik.

Perumusan Masalah

Salah satu cara yang dapatdigunakan oleh para peternak untuk meningkatkan produktivitas ternak agar dapat mengimbangi permintaan masyarakat akan protein hewani adalah memperbaiki kualitas ransum yang akan diberikan. Kualitas ransum dapat diperbaiki dengan menambahkan bahan mineral kedalamnya. Mineral yang digunakan adalah zeolit. Zeolit memiliki sifat sebagai penyaring molekul, penyerap dan penukar ion. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, diharapkan penambahan zeolit kedalam ransum ternak dapat meningkatkan penyerapan protein ransum oleh tubuh sehingga dapat mengefisienkan penggunaan ransum, meningkatkan penyerapan zat makanan dan efisien menggunakan protein dalam tubuh ternak.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan zeolit di dalam ransum dengan taraf yang berbeda dan jenis kelamin serta interaksi antar penambahan zeolit dan jenis kelamin terhadap performa produksi mencit (Mus musculus) lepas sapih dari litter size pertama, hasil dari induk atau mencit dara yang telah diberikan penambahan zeolit dalam ransumnya sejak masa pengawinan hingga penyapihan.


(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Mencit (Mus musculus)

Salah satu hewan percobaan yang sering digunakan dalam penelitian adalah mencit (Mus musculus). Menurut Malole dan Pramono (1989), mencit adalah hewan pengerat yang cepat berkembangbiak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar serta memiliki sifat anatomis dan fisiologis yang terkarakteristik dengan baik. Mencit laboratorium mempunyai berat badan kira-kira sama dengan mencit liar yang banyak ditemukan di gedung dan rumah yang dihuni manusia, dengan berat badan bervariasi 18-20 g pada umur empat minggu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Arrington (1972), menyatakan bahwa mencit memiliki taksonomi sebagai berikut: kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mamalia, ordo Rodentia, famili Muridae, genus Mus, spesies Mus musculus. Mencit sering digunakan sebagai hewan laboratorium dan objek penelitian di bidang peternakan. Hal ini dikarenakan biaya yang dibutuhkan tidak begitu mahal, efisien dalam waktu, prolifik dan sifat genetik dapat dibuat seseragam mungkin dalam waktu yang lebih pendek dibandingkan dengan ternak yang lebih besar (Arrington, 1972). Berikut ini adalah gambar mencit (Mus musculus) yang biasa digunakan untuk penelitian (Gambar 1).

Gambar 1. Mencit (Mus musculus)

Malole dan Pramono (1989), menyatakan bahwa mencit memiliki beberapa sifat biologis seperti diperlihatkan pada Tabel 1.


(27)

Tabel 1. Sifat Biologis Mencit (Mus musculus)

Kriteria Keterangan Berat lahir

Berat dewasa Konsumsi ransum Konsumsi air minum Lama hidup

Lama bunting

Lama produksi ekonomis Umur sapih

Umur dikawinkan Siklus birahi

0,5-1,5 g 20-40 g

15 g/100 g berat badan/hari 15 ml/100 g berat badan/hari 1,5-3,0 tahun

19-21 hari 7-9 bulan 21-28 hari

50-60 hari (jantan dan betina) 21 hari

Sumber : Malole dan Pramono (1989)

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan mencit, terutama faktor lingkungan. Faktor lingkungan seperti kualitas ransum, kepadatan kandang, suhu dan kelembaban memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan mencit. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kemampuan mencit mencapai potensi untuk bertumbuh dan berkembangbiak. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), seekor mencit dewasa dapat mengkonsumsi makanan sebanyak 3-5 g/hari. Selain itu, faktor fisiologis yang dialami mencit seperti stress, dan stress lingkungan sekitar juga mempengaruhi konsumsi pakan mencit.

Zeolit

Zeolit merupakan salah satu jenis batuan yang mengandung beberapa mineral. Mineral zeolit ditemukan pada tahun 1756 oleh seorang ahli mineralogi Swedia bernama Freihern Axel Fredrick Cronsted (Mumpton dan Fishman, 1977). Barrer (1982), menyatakan bahwa nama zeolit berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu zeo (mendidih) dan lithos (batu). Nama ini menggambarkan perilaku mineral tersebut yang dengan cepat melepaskan air bila dipanaskan sehingga kelihatan seolah-olah mendidih. Zeolit memiliki sejumlah sifat kimia maupun fisika yang menarik, diantaranya mampu menyerap zat organik maupun anorganik, dapat berlaku sebagai penukar kation, dan sebagai katalis untuk berbagai reaksi. Sifat


(28)

katalitik zeolit pertama kali ditemukan oleh Weisz dan Frilette pada tahun 1960 dan dua tahun kemudian mulai diperkenalkan penggunaan zeolit Y sebagai katalis (Augustine, 1996).

Zeolit merupakan mineralyang terdiri atas alumino silikat terhidrasi dengan unsur utama terdiri atas kation, alkali dan alkali tanah, berstruktur tiga dimensi serta mempunyai pori-pori yang dapat diisi oleh molekul air. Kandungan air yang terperangkap dalam rongga zeolit biasanya berkisar 10-50%. Bila terhidrasi kation-kation yang berada dalam rongga tersebut akan terselubungi molekul air. Molekul air ini bersifat labil atau mudah terlepas. Sifat umum zeolit antara lain mempunyai susunan kristal yang agak lunak, endapan berlapis, berat jenis 2-2,4; berwarna hijau kebiruan, putih dan coklat (Bapeda Kab. Malang, 2006). Gambar berikut ini merupakan contoh batuan zeolit (Gambar 2).

Gambar 2. Batuan Zeolit

Secara geologi, zeolit ditemukan dalam batuan tuf yang terbentuk dari hasil sedimentasi, abu vulkanik yang telah mengalami proses alterasi atau perubahan. Empat proses sebagai gambaran terjadinya zeolit, yaitu proses sedimentasi abu vulkanik pada lingkungan danau yang bersifat alkali, proses alterasi, proses diagenesis dan proses hidrotermal. Zeolit dapat terbentuk dalam batuan dari berbagai tipe, umur dan kedudukan geologi, namun demikian zeolit memiliki keterkaitan yang erat dengan batuan sedimen piroklastik berbutir halus (tuf) (Herry, 2005). Menurut


(29)

Las (2004), ion-ion logam yang dimiliki zeolit dapat diganti oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air secara reversibel. Bapeda Kabupaten Malang (2006), menyatakan komposisi kimia zeolit adalah sebagai berikut: SiO2 (40,61-42,65%), Al2O3 (15,31-15,92%), Fe2O3 (3,95-4,130%), CaO (6,07-5,67%), MgO (2,09-1,96%), Na2O (8,66-8,81%), K2O (1,32-1,10%), dan TiO2 (1,71-1,63%).

Sutarti dan Rachmawati (1994) menyatakan bahwa zeolit mempunyai struktur berongga. Rongga-rongga tersebut dapat diisi oleh air dan kation yang dapat dipertukarkan dan memiliki ukuran pori-pori tertentu (Gambar 3). Gambar 3 bagian kiri (a) memperlihatkan struktur zeolit yang berongga. Rongga-rongga tersebut telah diperbesar dengan mikroskop dan dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 3 bagian kanan (b).

(a) (b) Gambar 3. Struktur Zeolit (Sutarti dan Rachmawati, 1994)

Zeolit berdasarkan proses pembentukkannya dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu: zeolit alam dan zeolit sintesis. Zeolit alam terbentuk karena proses alami akibat perubahan alam (zeolitisasi) dari batuan vulkanik tuf, sedangkan zeolit sintesis direkayasa oleh manusia secara proses kimia. Pada proses terbentuknya endapan zeolit alam, jenis mineral yang terlebih dahulu terbentuk adalah klinoptilolit dan filipsit karena kedua mineral ini merupakan mineral pendahulu atau mineral


(30)

penurun bagi mineral-mineral zeolit yang lain, seperti analsim, heulandit, laumontit, dan mordenit. Gambar berikut ini merupakan kristal zeolit analsim dan mordenit di bawah mikroskop elektron (Gambar 4).

Gambar 4. Kristal Zeolit Analsim (kiri) dan Mordenit (kanan) di bawah Mikroskop Elektron pada Perbesaran 1000 dan 12000 Kali (Geoteknologi LIPI, 2004)

Sifat-Sifat Zeolit

Sutarti dan Rachmawati (1994), menyatakan bahwa zeolit sebagai bahan mineral yang memiliki struktur berongga. Rongga-rongga tersebut dapat diisi oleh air dan kation yang dapat dipertukarkan. Zeolit juga memiliki pori-pori tertentu, sehingga zeolit dapat digunakan sebagai penyaring molekul, penukar ion, penyerap bahan dan katalisator. Berdasarkan kegunaan zeolit tersebut, maka dapat diketahui bahwa zeolit memiliki sifat-sifat khusus, seperti dijelaskan berikut ini.

Dehidrasi

Sifat dehidrasi dari zeolit mempengaruhi sifat adsorbsi zeolit itu sendiri. Pelepasan molekul air yang dilakukan oleh zeolit dalam rongga permukaan dapat menyebabkan meluasnya medan listrik kedalam rongga utama. Kejadian ini mengefektifkan interaksi yang terjadi antara medan listrik dengan molekul yang akan diadsorbsi. Jumlah molekul air yang akan diadsorbsi sesuai dengan jumlah pori-pori atau volume ruang hampa yang akan terbentuk bila unit sel kristal zeolit tersebut dipanaskan (Sutarti dan Rachmawati, 1994).


(31)

Adsorbsi

Mumpton dan Fishman (1977), menyatakan bahwa potensi penggunaan zeolit terutama disebabkan oleh sifat fisik dan kimia yang dimiliki. Zeolit adalah mineral senyawa zat kimia dari berbagai jenis mineral alumino silikat berhidrat dengan logam alkali, kation natrium, kalium dan barium. Umumnya pemanfaatan zeolit didasarkan atas sifat-sifat yang dimilikinya. Zeolit mempunyai struktur berongga dan berpori sehingga rongga-rongga tersebut dapat diisi oleh air dan kation yang dapat dipertukarkan. Berdasarkan sifat tersebut, maka zeolit dapat berfungsi sebagai penyerap. Dalam situasi normal, ruang hampa dalam kristal zeolit terisi oleh molekul air bebas yang berada di sekitar kation. Kristal zeolit yang dipanaskan pada suhu 300-400ºC dapat menyebabkan molekul air tesebut akan keluar. Kejadian itu menggambarkan fungsi dari zeolit yang dapat digunakan sebagai penyerap gas atau cairan. Beberapa jenis zeolit dapat menyerap gas sebanyak 30% dari beratnya dalam keadaan kering (Sutarti dan Rachmawati, 1994).

Penukar Ion

Zeolit merupakan mineral yang memiliki nilai kemampuan tukar kation (KTK) yang tinggi. KTK merupakan salah satu parameter yang menentukan kualitas dari zeolit tersebut. Sutarti dan Rachmawati (1994), menyatakan bahwa ion-ion yang terdapat pada rongga atau kerangka elektrolit berguna untuk menjaga kenetralan zeolit. Ion-ion tersebut dapat bergerak bebas sehingga pertukaran ion yang terjadi tergantung dari ukuran dan muatan maupun jenis zeolitnya. Sifat zeolit sebagai penukar ion, tergantung dari sifat kation, suhu, dan jenis anion. Penukaran kation ini dapat menyebabkan perubahan dari beberapa sifat zeolit seperti stabilitas terhadap panas, sifat adsorbsi dan aktivitas katalitis. Kristal zeolit sangat efektif untuk pertukaran kation dengan nilai KTK berkisar 100-300 meq/100g (Bachrein, 2001). Warmada dan Titisari (2004), menyatakan bahwa zeolit tersusun oleh silikon, oksigen dan aluminium dalam suatu kerangka tiga dimensi dengan pori-pori yang mengandung molekul air yang dapat menyerap kation dan saling bertukar.

Katalis

Sutarti dan Rachmawati (1994), menyatakan bahwa ciri yang paling khusus dimiliki oleh zeolit secara praktis; akan menentukan sifat khusus dari mineral


(32)

tersebut. Sifat khusus yang dimiliki oleh zeolit adalah ruang kosong yang akan membentuk saluran di dalam strukturnya. Zeolit yang akan digunakan sebagai katalis akan mengakibatkan terjadinya difusi molekul kedalam ruang bebas diantara kristal-krisrtal. Zeolit merupakan katalisator yang baik karena memiliki pori-pori yang besar dengan permukaan yang maksimum. Kemampuan zeolit untuk mengkatalisis suatu reaksi kimia terutama berhubungan dengan sifatnya sebagai padatan asam karena situs-situs asam, baik situs asam Bronsted maupun Lewis. Zeolit telah diketahui memainkan peranan penting sebagai katalis asam pada industri pengolahan minyak bumi dan petrokimia, termasuk dalam isomerisasi hidrokarbon. Mengingat zeolit alam sangat melimpah dan murah, maka penggunaannya sebagai katalis dapat menurunkan biaya produksi (Handoko, 2003). Warmada dan Titisari (2004), menyatakan bahwa zeolit di bidang pertanian sering digunakan sebagai katalis untuk mengurangi logam berat yang terdapat pada tanah.

Penyaring atau Pemisah Molekul

Banyak media yang digunakan sebagai penyaring atau penyerap campuran uap atau cairan, tetapi distribusi diameter dari pori-pori media tersebut tidak cukup selektif seperti zeolit yang sebagai penyaring molekul dapat memisahkan berdasarkan perbedaan ukuran, bentuk dan polaritas dari molekul yang disaring. Zeolit dapat memisahkan molekul gas atau zat lain dari campuran tertentu karena mempunyai ruang hampa yang cukup besar dengan garis tengah yang bermacam-macam yang tergantung dari jenisnya. Kemampuan zeolit untuk berperan sebagai penyaring dipengaruhi oleh volume dan ukuran garis tengah ruang hampa dalam kisi-kisi kristal (Sutarti dan Rachmawati, 1994).

Meningkatkan Mutu Zeolit

Zeolit merupakan mineral yang dapat ditemukan di berbagai daerah yang mengalami kegiatan vulkanik yang telah berlangsung lama dan terus-menerus. Karakteristik dan mutu zeolit dari berbagai lokasi tidak sama. Pemanfaatan zeolit untuk keperluan tertentu, misalnya dalam bidang pertanian untuk mengefisienkan penggunaan pupuk memerlukan mutu yang baku yaitu kapasitas tukar kation minimum 120 meq/100 g, ukuran –10, +48 mesh, zeolit 50% dan kadar air 8%, sesuai dengan SNI 13-4696-1998, dan dalam bidang peternakan untuk imbuhan


(33)

pakan ternak diperlukan kapasitas tukar kation 160 meq/100 g, ukuran –28, +100 mesh, zeolit 50% dan kadar air 5% sesuai dengan SNI 13-4697-1998 (Muta’alim,

2002). Berdasarkan hal tersebut, suatu cara atau proses pengolahan untuk

memperoleh zeolit dengan kemampuan yang tinggi sangat dibutuhkan. Beberapa proses yang sering dilakukan dalam meningkatkan kemampuan zeolit, antara lain dijelaskan seperti berikut.

Preparasi

Tahap ini bertujuan untuk memperoleh ukuran produk yang sesuai dengan tujuan penggunaan. Preparasi terdiri atas tahap peremukan (crushing), sampai penggerusan (grinding) (Bapeda Kab. Tasikmalaya, 2003).

Aktivasi

Aktivasi bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat khusus zeolit dengan cara menghilangkan unsur-unsur pencemar dan menguapkan air yang terperangkap dalam pori kristal zeolit. Dua cara yang umum digunakan dalam proses aktivasi zeolit, yaitu secara fisis dan kimiawi. Aktivasi secara fisis berupa pemanasan zeolit. Pemanasan tersebut bertujuan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori kristal zeolit sehingga luas permukaan zeolit akan bertambah. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan oven biasa pada suhu 300-400ºC selama 2-3 jam untuk skala laboratorium, sedangkan aktivasi secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan larutan asam (H2SO4) atau basa (NaOH) sebagai pereaksi. Proses tersebut bertujuan untuk membersihkan permukaan pori, membuang senyawa pengotor dan mengatur kembali letak atom yang dapat dipertukarkan (Sutarti dan Rachmawati, 1994).

Modifikasi

Sutarti dan Rachmawati (1994), menyatakan bahwa zeolit hasil dari aktivasi dalam proses pengolahan air telah mampu menyerap ion logam berat yang berupa kation. Zeolit juga diharapkan dapat menyerap logam berat berupa anion, mikroorganisme, serta zat organik lain sehingga zeolit perlu dimodifikasi. Proses modifikasi ini ditujukan untuk mengubah sifat permukaan zeolit alam dengan cara melapiskan polimer organik (sintetis dan alamiah) pada zeolit tersebut (Bapeda Kab. Tasikmalaya, 2003).


(34)

Penggunaan Zeolit

Di Indonesia, pemanfaatan zeolit di bidang pertanian mulai diteliti dan diujicobakan sejak tahun 1980 oleh peneliti dari Pusat Pengembangan Teknologi Mineral Bandung. Di bidang pertanian, zeolit dapat diberikan langsung ke lahan-lahan pertanian bersama bahan lain, dibuat media untuk tanaman hortikultura, dicampurkan dengan pupuk kandang sewaktu proses pengkomposan, dicampurkan dengan pupuk urea sebagai pupuk penyedia lambat (Suwardi, 2002). Zeolit juga mulai diujicobakan untuk meningkatkan kualitas ternak. Mumpton dan Fishman (1977), menyatakan bahwa potensi penggunaan zeolit terutama disebabkan oleh sifat fisik dan kimia yang dimiliki. Zeolit mula-mula sering digunakan sebagai bahan industri, seperti: bahan pengisi industri kertas, bahan penukar ion pada proses penjernihan air, bahan pemisah nitrogen dan oksigen, katalisator pada pemurnian minyak, adsorben tahan asam pada pengeringan dan sebagai bahan bangunan. Bersamaan dengan itu, zeolit juga dapat digunakan untuk imbuhan pakan temak dan penjernih pada tambak udang dan kolam ikan. Salah satu peranan zeolit pada ternak non-ruminansia adalah memperlambat laju pakan dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan zat-zat makanan memiliki peluang yang lebih besar, dan hal ini terkait erat dengan peningkatan efisiensi penggunaan pakan.

Chiang dan Yoe (1983), menyatakan bahwa pemberian zeolit dalam ransum ternak unggas dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan sebesar 20% dibandingkan dengan pemberian ransum tanpa zeolit. Pemberian zeolit pada ternak unggas juga tidak memberikan pengaruh yang buruk terhadap kesehatan dan vitalitas ternak tersebut. Sutarti dan Rachmawati (1994), menyatakan bahwa zeolit yang ditambahkan dalam ransum dapat membantu dalam proses penyerapan bahan makanan dalam saluran pencernaan dan meningkatkan selera makan hewan. Zeolit memiliki kemampuan dalam mengikat amoniak, sehingga dapat mengurangi kemungkinan ternak mengalami keracunan NH4+ dan meningkatkan pH dalam saluran pencernaan, sehingga ternak tersebut dapat merasakan kenyamanan dalam mencerna yang akan meningkatkan selera makan (Mumpton dan Fishman, 1977). Zeolit yang ditambahkan dalam ransum ternak memiliki peranan dalam memperlambat laju makanan dalam saluran pencernaan, sehingga penyerapan zat-zat makanan akan lebih banyak terjadi (Soejono dan Santoso, 1990). Siagian (1993),


(35)

menyatakan bahwa penggunaan zeolit dengan taraf yang semakin meningkat/tinggi dalam ransum dapat mengakibatkan kadar air feses semakin menurun/sedikit. Salah satu manfaat penggunaan zeolit adalah mengurangi kadar air feses. Hal tersebut sangat penting dalam menjaga kebersihan kandang. Selain itu, penggunaan zeolit dalam ransum ternak juga berfungsi untuk menurunkan kadar protein kotoran ternak. Kadar protein kotoran dapat digunakan sebagai gambaran efisiensi penggunaan protein dalam ransum. Dengan demikian hal tersebut menunjukkan bahwa zeolit mampu mengefisienkan penggunaan protein oleh tubuh ternak.

Ransum

Ransum merupakan bahan bakar bagi tubuh yang dapat memberikan panas dengan oksidasi lambat. Ransum juga berfungsi sebagai penyedia bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan, pergantian sel-sel yang sudah tua dan rusak serta pengaturan proses-proses tubuh. Ransum yang baik bukan berasal dari asal pakan itu sendiri, tetapi berdasarkan pada komposisi dari bahan-bahan pakan yang penting untuk menyusun ransum tersebut. Ransum modern merupakan suatu kombinasi kompleks dari bahan-bahan pakan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan bagi ternak. Ransum yang sempurna harus memiliki kandungan protein yang cukup agar asam amino yang diperlukan dapat dipenuhi, cukup zat organik yang dapat dicerna (karbohidrat, lemak dan protein) untuk mendapatkan energi yang dibutuhkan, asam amino harus seimbang, cukup zat vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh ternak (Anggorodi, 1984).

Anggorodi (1984), selanjutnya menyatakan bahwa ransum yang seimbang adalah ransum yang mengandung semua zat-zat makanan dalam jumlah yang cukup dan dalam perbandingan yang tepat untuk keperluan proses-proses fungsi tubuh. Ransum juga harus bebas dari faktor toksis atau faktor-faktor lain yang merugikan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas ransum, salah satunya adalah dengan menambahkan non-nutritive feed additivies dalam ransum. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin agar zat-zat makanan yang terkandung dalam ransum tersebut lebih mudah dicerna, terhindar dari kerusakan, mudah diserap dan diangkut kedalam sel tubuh. Zeolit merupakan salah satu bahan mineral yang dapat digunakan untuk memperbaiki mutu atau kualitas ransum, karena zeolit dapat


(36)

menyerap atau menghilangkan zat-zat atau kuman pencemar yang terdapat pada bahan ransum tersebut (Sutarti dan Rachmawati, 1994).

Ransum seharusnya mengandung komponen-komponen nutrisi dengan kadar yang diperlukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempunyai pengaruh terhadap kualitas pakan termasuk mudah dicerna, disukai (palatabilitas), cara penyiapan dan penyimpanannya serta konsentrasi zat kimia dan kuman pencemar (Anggorodi, 1985). Parakkasi (1999), menyatakan bahwa bahan makanan yang sulit dicerna, seperti serat kasar dapat memperlambat laju system pencernaan atau daya cerna terhadap makanan. Kandungan nutrisi ransum yang sering diberikan kepada mencit menurut (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988), antara lain: protein kasar (20-25%), lemak kasar (10-12%), pati (45-55%), serat kasar (4-5%), dan abu (5-6%). Menurut Anggorodi (1980), zat-zat makanan yang terkandung dalam bahan-bahan makanan tersebut, dalam tubuh ternak akan diubah menjadi produk seperti daging, susu, telur, wol, energi, dan lain-lain. Sifat-sifat produksi yang baik seperti yang dikehendaki pemilik ternak dapat dicapai sebaik mungkin bila ternak yang bersangkutan mendapatkan ransum yang sempurna.

Konsumsi Ransum

Menurut Parakkasi (1999), konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh ternak jika ransum tersebut diberikan ad libitum dalam jangka waktu tertentu. Anggorodi (1980), menyatakan bahwa tingkat konsumsi ransum dipengaruhi oleh kandungan energi ransum, jenis kelamin, ukuran tubuh, tingkat produksi, temperatur lingkungan, kecepatan pertumbuhan, keseimbangan zat-zat makanan dalam ransum dan cekaman yang dialami ternak tersebut. Malole dan Pramono (1989), menyatakan bahwa tingkat konsumsi makanan dan air minum bervariasi menurut suhu kandang, kelembaban, kualitas makanan, kesehatan dan kadar air dalam makanan. Suhu lingkungan yang ideal dalam pemeliharaan mencit berada pada kisaran 18-29°C dengan rataan 22°C, dan kelembaban berkisar antara 30-70% (Malole dan Pramono, 1989).

Ransum dikonsumsi pada berbagai umur tidak tetap, tetapi sesuai dengan laju pertumbuhan dan tingkat produksi (Amrullah, 2003). Tingkat energi dalam ransum akan menentukan jumlah ransum yang dikonsumsi. Semakin tinggi energi ransum maka akan menurunkan konsumsi, oleh karena itu ransum yang berenerg tinggi harus


(37)

diimbangi dengan protein, vitamin dan mineral yang cukup agar tidak terjadi defisiensi protein, vitamin dan mineral (Wahju, 1997). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi, antara lain faktor ternak itu sendiri, makanan yang diberikan selama pemeliharaan, dan lingkungan sekitar tempat ternak itu dipelihara (Parakkasi, 1999). Parakkasi (1999), juga menyatakan bahwa suhu dan kelembaban dalam kandang pemeliharaan dapat mempengaruhi tingkah laku hewan sehingga dapat mempengaruhi tingkat konsumsi ransum hewan tersebut. Suhu dan kelembaban yang tidak sesuai dengan batas ideal dalam pemeliharaan dapat mempengaruhi tingkat konsumsi ternak tersebut. Selain itu, tingkatan konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh bobot badan. Hewan atau ternak yang memiliki bobot badan yang lebih besar akan memiliki tingkat konsumsi ransum lebih banyak daripada hewan yang berbobot badan ringan, karena hewan tersebut membutuhkan lebih banyak ransum untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok (Mansjoer, 1985).

Smith dan Mangkoewidjojo (1988), menyatakan bahwa seekor mencit dewasa dapat mengkonsumsi ransum 3-5 g/hari, tetapi kalau mencit sedang bunting atau menyusui nafsu makannya akan bertambah. Anggorodi (1980), menyatakan bahwa tingkat konsumsi ransum hewan juga dipengaruhi jenis kelamin. Mencit jantan memiliki nilai konsumsi ransum lebih tinggi daripada mencit betina (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Berdasarkan hasil dari penelitian Anantyo (2006), rata-rata seekor mencit dapat mengkonsumsi ransum sebanyak 4,60 g/ekor/hari. Makanan mencit dengan kualitas tetap harus selalu tersedia karena perubahan kualitas dapat menyebabkan penurunan berat badan dan energi. Mencit membutuhkan makanan yang memiliki kadar protein diatas 14%. Kebutuhan protein ini biasanya dapat dipenuhi dengan memberikan ransum ayam broiler komersial kepada mencit.

Konversi Ransum

Menurut Rasyaf (1999), konversi ransum merupakan perbandingan antara jumlah konsumsi pada periode tertentu dengan produksi yang dicapai pada periode tersebut. Tujuan utama pemberian pakan adalah untuk menghasilkan pertumbuhan yang paling cepat dengan jumlah pakan yang paling sedikit serta hasil akhir yang memuaskan (Blakely dan David, 1991). Tingkat konversi ransum biasanya digunakan dalam menentukan tingkat penggunaan makanan oleh ternak untuk menghasilkan suatu produksi, seperti daging, telur, wool, tenaga, dan lain-lain. Nilai


(38)

konversi ransum dapat menentukan keefisienan seekor ternak dalam menggunakan makanannya untuk berproduksi. Semakin kecil nilai konversi ransum, maka semakin efisien ternak tersebut menggunakan ransum untuk menghasilkan produksi daging (Sihombing, 1997).

Konversi ransum merupakan hubungan antara jumlah ransum yang dibutuhkan ternak untuk menghasilkan satu satuan nilai produksi dan konversi ransum dapat mencapai dan mempunyai derajat yang tinggi untuk memproduksi daging dan telur hanya bila menggunakan bahan makanan yang bernilai nutrisi tinggi (Wahju, 1997). Menurut pendapat Mumpton dan Fishman (1977), penggunaan zeolit dalam ransum ternak dapat memperbaiki nilai konversi ransum.

Litter Size

Litter size pada saat lahir merupakan jumlah anak yang dilahirkan atau dihasilkan dari seekor induk per kelahiran. Jumlah anak yang dihasilkan seperindukan pada ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pejantan dan induknya, bangsa, umur induk, periode beranak (parity), fertilitas, kematian selama kebuntingan, lama kebuntingan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah anak per kelahiran yaitu kelainan-kelainan hormonal, infeksi uterus dan makanan (Sihombing, 1997). Litter size pertama merupakan jumlah anak yang dihasilkan pada saat kelahiran pertama.

Bobot Sapih

Bobot sapih merupakan bobot badan yang diperoleh pada saat anak dipisahkan dari induknya untuk disapih. Besarnya bobot sapih dipengaruhi oleh jenis kelamin, bobot badan induk, umur induk, keadaan pada saat lahir, kemampuan induk untuk menyusui anak, kuantitas dan kualitas ransum yang diberikan serta suhu lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian Dasril (2006), mencit jantan dan betina lepas sapih memiliki rataan bobot sapih masing-masing sebesar 6,93 ± 0,12 dan 6,97 ± 0,13 g/ekor.

Bobot Badan

Bobot badan induk sebelum beranak secara umum berhubungan erat dengan bobot lahir anak (Parakkasi, 1999). Smith dan Mangkoewidjojo (1988), menyatakan bahwa bobot badan mencit dipengaruhi oleh litter size, bobot lahir, produksi susu


(39)

induk dan pemberian pakan. Berdasarkan hasil penelitian Anantyo (2006), mencit jantan dan betina memiliki rataan bobot badan akhir masing-masing sebesar 31,87 dan 24,78 g/ekor.

Pertambahan Bobot Badan

Rose (1997), menyatakan bahwa pertumbuhan merupakan suatu perubahan yang terjadi yang meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh. Pertumbuhan tersebut mencakup tiga komponen utama yaitu peningkatan berat otot, peningkatan ukuran skeleton, dan peningkatan jaringan lemak tubuh. Kecepatan pertumbuhan badan, selain dipengaruhi oleh faktor genetik, tergantung juga pada cara pemeliharaan, cara pemberian pakan dan kualitas pakan yang diberikan pada ternak (Anggorodi, 1984). Pertumbuhan setelah masa penyapihan dipengaruhi oleh faktor kandungan gizi ransum, jenis kelamin, umur, berat sapih dan lingkungan (Gono, 1987). Smith dan Mangkoewidjojo (1994), menyatakan bahwa jenis kelamin dapat mempengaruhi pertumbuhan mencit. Jenis kelamin jantan memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi daripada mencit betina, karena konsumsi mencit betina lebih banyak digunakan untuk mempersiapkan dewasa kelamin (Toelihere, 1981). Hardiansyah dan Martianto (1989), juga menyatakan bahwa pertumbuhan dapat terhambat karena kekurangan konsumsi protein ransum, sedangkan jika terdapat kelebihan konsumsi protein, oleh tubuh akan dijadikan sumber energi dalam keadaan kekurangan energi yang berasal dari karbohidrat dan lemak.

Hasil penelitian Sudono (1981), menunjukkan bahwa laju pertumbuhan mencit tertinggi dicapai pada umur 29 hari pada jantan dan betina, masing-masing sebesar 0,55 dan 0,50 g/hari. Berdasarkan hasil penelitian Anantyo (2006), dapat diketahui bahwa taraf pemberian zeolit dan jenis kelamin mempengaruhi pertambahan bobot badan pada mencit, tetapi tidak ditemukan interaksi antara jenis kelamin dengan taraf zeolit. Selain itu, pertambahan bobot badan mencit jantan lebih tinggi dibandingkan dengan mencit betina. Hasil penelitian Anantyo (2006), juga menunjukkan bahwa mencit jantan dan betina memiliki rataan pertambahan bobot badan masing-masing sebesar 0,40 dan 0,29 g/ekor/hari. Pertumbuhan mencit akan mengalami penurunan setelah mencit memasuki fase dewasa tubuh. Titik tertinggi atau titik peralihan pertumbuhan yang menandai mencit telah memasuki fase dewasa tubuh terjadi pada saat mencit berumur 28,5 hari. Setelah bobot dewasa tercapai,


(40)

maka pertumbuhan mencit akan menurun (Kurnianto et al., 1999). Tilman et al. (1989), menyatakan bahwa pertumbuhan terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap cepat dan lambat. Tahap cepat terjadi pada saat usia pubertas, sedangkan tahap lambat terjadi pada saat kedewasaan tubuh sudah mulai tercapai. Pertambahan bobot badan yang lambat akan sejajar dengan pertambahan berat badan sewaktu hewan bertambah dewasa (Toelihere, 1981). Sumbawati (1992), menyatakan bahwa zeolit yang digunakan dalam ransum unggas sebesar 2,5-7,5% dapat memberikan produksi telur lebih tinggi dibandingkan tanpa penggunaan zeolt. Siagian (1991), juga menyatakan bahwa penggunaan zeolit sebesar 6% dalam ransum babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan yang lebih baik daripada penggunaan taraf zeolit lainnya. Tilman et al. (1989), menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan dapat dinyatakan dengan melakukan penimbangan berulang setiap hari, minggu, atau bulan. Kecepatan tumbuh rata-rata seekor mencit adalah satu g/hari (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Kadar Air Feses

Hartini (2000), menyatakan bahwa kadar air feses dapat menggambarkan efektivitas penyerapan air dalam saluran pencernaan. Semakin efektif penyerapan air dalam saluran pencernaan maka semakin rendah kadar air feses. Kadar air feses yang rendah akan menyebabkan laju digesta lebih lambat sehingga penyerapan zat makanan dapat lebih baik. Menurut Cool dan Willard (1982), penggunaan zeolit dapat menurunkan kandungan air feses sebesar 30%. Persentase kadar air feses tersebut dapat menggambarkan lama waktu yang terjadi dalam proses penyerapan zat makanan, sehingga dapat mengetahui besarnya kandungan zat makanan yang terserap dan terbuang. Leung et al. (2001), menyatakan bahwa zeolit jenis klinoptilolit yang ditambahkan dalam kedalam ransum babi grower berpotensial dalam meningkatkan penyerapan zat nutrisi ransum di dalam saluran pencernaan.

Berdasarkan hasil penelitian Dasril (2006), kadar zeolit yang semakin tinggi dalam ransum akan mengakibatkan kadar air feses yang semakin rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh sifat zeolit yang berfungsi sebagai penyerap molekul. Struktur zeolit yang berongga-rongga dapat menyerap dan mengikat molekul air, sehingga molekul air dalam ransum akan diikat oleh zeolit. Selain taraf zeolit dalam ransum, jenis kelamin juga mempengaruhi kadar air feses. Persentase kadar air feses


(41)

jantan lebih rendah daripada betina, sehingga mencit jantan lebih tinggi tingkat penyerapan kandungan zat-zat makanan ransum dalam saluran pencernaan dibandingkan dengan betina (Dasril, 2006). Dengan menggunakan zeolit dalam ransum ternak, maka kadar air feses diharapkan akan menurun atau lebih rendah. Hal ini sangat penting dalam menjaga kebersihan kandang (Siagian, 1993).

Kadar Protein Feses

Kadar protein feses dapat digunakan sebagai gambaran efisiensi penyerapan protein dari ransum perlakuan. Semakin tinggi taraf zeolit dalam ransum, maka kadar protein feses akan semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa zeolit mampu mengefisienkan penggunaan protein oleh tubuh ternak (Siagian, 1993). Efektivitas dari suatu makanan dapat dilihat dari banyaknya zat makanan, seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang diserap oleh tubuh. Hal ini berarti semakin sedikit tingkat penyerapan maka tingkat protein yang terbuang akan semakin tinggi.

Jumlah protein feses yang berhubungan dengan daya serap protein sangat berpengaruh terhadap kecernaan protein dalam tubuh ternak. Jumlah protein feses yang tinggi menandakan tingkat kecernaan protein pakan yang rendah dalam tubuh ternak, sehingga untuk menentukan kecernaan protein perlu dilakukan perhitungan terhadap kadar protein feses. Dasril (2006), menyatakan bahwa mencit jantan memiliki jumlah protein feses lebih rendah daripada mencit betina, oleh karena itu mencit jantan memiliki kemampuan mencerna protein ransum lebih tinggi daripada betina.

Mortalitas

Mortalitas merupakan banyaknya ternak yang mati dalam suatu populasi tertentu pada tempat ternak tersebut berada. Syarif (2006), menyatakan bahwa nilai mortalitas dalam bentuk persentase diperoleh dengan cara membagi jumlah mencit yang mati selama selang waktu tertentu dengan jumlah populasi awal dikalikan 100%. Persentase mortalitas atau angka kematian ternak dalam suatu usaha peternakan merupakan pedoman yang digunakan dalam menentukan kesuksesan usaha peternakan. Syarief (2006), juga mengatakan bahwa mortalitas pada mencit


(42)

dewasa dapat disebabkan perkelahian untuk mempertahankan wilayah dan hierarkinya. Kondisi lingkungan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan ternak dapat menurunkan angka mortalitas. Mortalitas dipengaruhi oleh kualitas pakan, kepekaan terhadap penyakit, suhu dan kelembaban kandang serta menejemen pemeliharaan (Blakely dan David, 1991).


(43)

METODE

Lokasi dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 April–3 Juli 2006, bertempat di Laboratorium Lapang, Bagian Non-Ruminansia dan Satwa Harapan (NRSH), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Hewan

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit putih (Mus musculus) lepas sapih berumur 25 hari yang terdiri atas 73 ekor jantan dan 93 ekor betina, dengan rataan bobot sapih masing-masing sebesar 8,29 ± 0,82 dan 8,10 ± 0,77 g/ekor. Mencit penelitian ini berasal dari laboratorium lapang, bagian Non-Ruminansia dan Satwa Harapan (NRSH). Materi percobaan mencit ini merupakan anak dari induk mencit beranak pertama yang mendapatkan zeolit dalam ransumnya. Mencit percobaan ini diperoleh dari Bagian Non-Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pemisahan anak mencit jantan dan betina dilakukan pada saat lepas sapih (umur 25 hari) dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Mencit Penelitian Lepas Sapih Umur 25 Hari Kandang

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 36 x 28 x 12 cm berjumlah 46 buah, terbuat dari plastik dan dilengkapi dengan kawat penutup. Setiap kandang dilengkapi dengan sebuah tempat air minum berupa botol dengan kapasitas 265 ml yang terbuat dari kaca dan karet penutup botol yang juga dilengkapi dengan pipa logam. Kandang plastik untuk mencit penelitian, baik jantan maupun betina


(44)

berwarna hijau untuk mencegah pengaruh warna kandang yang berbeda. Kandang diberi alas sekam padi sebanyak 50 g per kandang yang diganti setiap sepuluh hari. Kandang ditempatkan di atas rak yang terbuat dari kayu. Setiap rak kayu disusun tiga tingkat. Penelitian ini menggunakan dua buah rak kayu. Kandang penelitian untuk masing-masing mencit jantan dan betina diletakkan pada rak kayu terpisah. Kandang penelitian untuk mencit jantan diletakkan pada rak kayu pertama tingkat pertama, sedangkan kandang untuk mencit betina diletakkan pada rak kayu kedua pada tingkat yang sama, seperti diperlihatkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Kandang Mencit Penelitian Ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum komersial untuk ayam broiler dalam bentuk mesh dengan kadar protein 21,32%. Zeolit ditambahkan secara substitusi kedalam ransum dengan taraf sebagai berikut:

R1: Ransum (100%) + Zeolit (0%) R2: Ransum ( 97%) + Zeolit (3%) R3: Ransum ( 94%) + Zeolit (6%) R4: Ransum ( 91%) + Zeolit (9%)

Penambahan taraf zeolit dalam ransum dapat menyebabkan perubahan warna pada ransum. Semakin tinggi taraf zeolit dalam ransum, maka warna ransum akan semakin gelap. Ransum dan zeolit yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada gambar berikut (Gambar 7).


(45)

R1 R2 R3 R4 Zeolit Gambar 7. Ransum Mencit Penelitian dan Zeolit

Peralatan

Peralatan yang digunakan antara lain kandang plastik, botol air minum dengan kapasitas 265 ml, timbangan elektrik merek Adam dengan tingkat ketelitian 0,01 g untuk menimbang pakan dan mencit, sekam padi, kotak kaca yang digunakan saat penimbangan mencit, alat pengukur suhu dan kelembaban (thermo-hygrometer merek TFA), sikat baki, sikat botol, plastik putih ukuran ¼ kg, botol bekas minuman mineral 600 ml, tabung plastik, kain lap, kertas, gunting, kabel rol, tampah, sarung tangan, masker, kuas dan alat tulis. Peralatan yang digunakan selama penelitian berlangsung dapat dilihat pada gambar berikut ini (Gambar 8).

(a) (b) (c) (d) (e)

Gambar 8. Peralatan yang Digunakan Selama Penelitian adalah Timbangan (a), Baki Plastik (b), Tabung Plastik (c), Botol Air Minum (d), dan Tampah (e)

Rancangan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 4 x 2 masing-masing dengan enam ulangan, kecuali perlakuan R3J dan R3B masing-masing dengan lima ulangan. Faktor pertama adalah penambahan zeolit


(46)

2 ♂ 6 ♀

1 ♂

6 ♀ 2 ♂

2 ♂ 6 ♀

2 ♂ 6 ♀

dalam ransum yang terdiri atas empat taraf yaitu 0%, 3%, 6%, dan 9%. Faktor kedua adalah perbedaan jenis kelamin yang terdiri atas jantan dan betina, dengan jumlah jantan dan betina tiap satuan unit percobaan berbeda (unbalanced data), sesuai jumlah anak dari tiap induk sebelumnya menurut pemberian ransum perlakuan.

Mencit lepas sapih yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari induk mencit yang telah mengkonsumsi ransum dengan taraf penambahan zeolit yang berbeda. Bagan penelitian dengan perlakuan, ulangan dan jumlah mencit tiap unit percobaan diperlihatkan pada Gambar 9 dan 10.

Tetua F1 (Anak Hasil Litter Size Pertama) --- Ekor ---

Ulangan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) R1 R2 R3 R4

Keterangan: - = Data tidak tersedia karena mencit mati sebelum disapih

Gambar 9. Bagan Perolehan Mencit Penelitian yang Berasal dari 2 Jantan dan 6 Betina pada Masing-masing Perlakuan

4

♀ ♀4

4

♂ ♂1 ♂4 ♂4

5

♀ ♀4 ♀3

3 ♂ 3 ♀ 3 ♂ 7 ♀ 3 ♂ 5 ♀ 2 ♂ 6 ♀ 6 ♂ 1 ♀ 6 ♂ 3 ♀ 2 ♂ 6 ♀ 2 ♂ 6 ♀ - - 1 ♂ 3 ♂ 2 ♀ 5 ♂ 4

2

4 ♂ 7 ♀ 3 ♀ 3 ♂ 3 ♀ 4 ♂ 2 ♀ 3 ♂ 6 ♀ 4 ♂ 1

♀ ♀6

1 ♂ 4


(47)

Keterangan: - = Data tidak tersedia karena mencit mati sebelum disapih

Gambar 10. Bagan Pembagian Mencit dalam Kandang Penelitian 166 ekor mencit 73 ekor mencit jantan 93 ekor mencit betina R1 17 ekor mencit R2 22 ekor mencit R3 15 ekor mencit R4 19 ekor mencit R1 23 ekor mencit R2 22 ekor mencit R3 21 ekor mencit R4 21 ekor mencit R11 1 ekor R12 4 ekor R13 1 ekor R14 4 ekor R15 4 ekor R16 3 ekor R21 3 ekor R22 3 ekor R23 2 ekor R24 6 ekor R25 6 ekor R26 2 ekor R31 2 ekor R32 - R33 4 ekor R34 5 ekor R35 3 ekor R36 1 ekor R41 4 ekor R42 3 ekor R43 4 ekor R44 3 ekor R45 4 ekor R46 1 ekor R11 4 ekor R12 4 ekor R13 5 ekor R14 4 ekor R15 3 ekor R16 3 ekor R21 7 ekor R22 5 ekor R23 6 ekor R24 1 ekor R25 3 ekor R26 6 ekor R31 6 ekor R32 - R33 4 ekor R34 2 ekor R35 2 ekor R36 7 ekor R41 3 ekor R42 3 ekor R43 2 ekor R44 6 ekor R45 1 ekor R46 6 ekor


(48)

Model matematika (Steel dan Toriie, 1993) yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan :

Yijk = Nilai peubah yang diamati pada ulangan ke-k dari taraf zeolit ke-i dan jenis kelamin ke-j

µ = Rataan umum

αi = Pengaruh faktor I , pemberian ransum dengan penambahan zeolit.pada taraf ke-i ; i = 0, 3, 6 dan 9%

βj = Pengaruh faktor II, berdasarkan jenis kelamin, pada taraf ke-j ; j = 1 (jantan) dan 2 (betina)

(αβ)ij = Interaksi antara faktor I pada taraf ke-i dan faktor II pada taraf ke-j εijk = Galat percobaan pada ulangan ke-k dan taraf zeolit ke-i dan jenis kelamin ke-j

Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) menggunakan MINITAB 13 dan Microsoft Excel 2003. Peubah yang dipengaruhi oleh perlakuan kemudian dianalisis dengan uji Tukey’s pada selang kepercayaan 95 dan 99% untuk membandingkan nilai tengahnya (Steel dan Toriie, 1993).

Peubah yang Diamati

1. Konsumsi Ransum (g/ekor/hari)

Konsumsi ransum diperoleh dengan cara mengurangi jumlah ransum yang diberikan selama sepuluh hari dengan sisa ransum pada saat penggantian sekam setiap sepuluh hari. Jumlah sisa ransum dihitung dengan cara memisahkan antara sekam, feses dan sisa ransum.

2. Pertambahan Bobot Badan Mencit (g/ekor/hari)

Pertambahan bobot badan dihitung per ekor mencit dan dilakukan setiap sepuluh hari pada saat penggantian sekam. Perhitungan dilakukan dengan cara penimbangan berdasarkan dari bobot badan akhir dikurangi dengan bobot badan awal. Rataan pertambahan bobot badan harian digunakan juga untuk dapat menentukan nilai konversi ransum.


(49)

3. Konversi Ransum

Konversi ransum dihitung berdasarkan jumlah konsumsi ransum harian mencit (g/ekor/hari) dibagi dengan pertambahan bobot badan harian mencit (g/ekor/hari). Konversi ransum dihitung dengan menggunakan rumus:

K KR =

PBB Keterangan:

KR : Nilai konversi ransum

K : Jumlah konsumsi ransum (g/ekor/hari) PBB : Pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) 4. Kadar Air Feses Kering Udara (%)

Kadar air feses diperoleh dengan pengambilan sampel kotoran mencit tiap ulangan perlakuan sebanyak lima g, kemudian dilakukan penjemuran di bawah sinar matahari pada waktu tertentu secara bersamaan sampai bobot stabil. Kadar air feses dapat dihitung dengan cara mencari selisih antara berat feses setelah dilakukan penjemuran di bawah sinar matahari dengan berat feses awal atau sebelum dilakukan penjemuran. Persentase kadar air feses dihitung dengan rumus:

BB - BK

KA = x 100% BB

Keterangan:

KA : Kadar air

BB : Berat basah sampel (berat sampel awal, sebelum dijemur) BK : Berat kering sampel (berat sampel akhir, setelah dijemur) 5. Kadar Protein Feses (%).

Kadar protein feses diperoleh dari hasil analisis proksimat yang dilakukan di laboratorium. Sampel tersebut diambil setelah dilakukan pencampuran kotoran mencit dari tiap ulangan taraf perlakuan. Pengambilan sampel dilakukan satu kali selama penelitian, yaitu pada saat mencit berumur 85 hari (penimbangan


(50)

terakhir). Sampel tersebut dianalisis dengan analisis proksimat di Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor.

6. Kecernaan Protein

Kecernaan protein dapat diperoleh dengan cara mengurangi jumlah protein ransum yang dikonsumsi dengan protein feses mencit penelitian dari hasil analisis proksimat, dibagi jumlah protein ransum yang kemudian dikalikan 100%. Kadar protein feses diperoleh dari pengambilan sampel kotoran mencit penelitian pada tiap taraf perlakuan sebanyak 10 g. Analisis proksimat ini dilakukan untuk mengetahui kandungan dari protein yang terdapat dalam feses, sehingga kandungan tersebut dapat digunakan untuk menghitung nilai kecernaan protein. 7. Mortalitas

Mortalitas merupakan banyaknya ternak yang mati dalam suatu populasi tertentu pada ternak tersebut berada. Nilai mortalitas dalam bentuk persentase diperoleh dengan cara membagi mencit yang mati selama selang waktu tertentu dengan jumlah populasi awal dikalikan 100%. Mortalitas yang terjadi dapat disebabkan oleh pengaruh perlakuan atau faktor lainnya. Mortalitas diamati dan dicatat setiap hari selama penelitian.

Prosedur

Mencit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari induk yang telah mendapatkan ransum perlakuan dengan penambahan zeolit sejak mencit siap kawin, bunting hingga menyapih yang dilanjutkan dengan perlakuan yang sama pada anak mencit penelitian. Mencit yang digunakan saat lepas sapih (umur 25 hari) dipisah terlebih dahulu berdasarkan jenis kelamin jantan dan betina, kemudian ditimbang untuk mengetahui bobot awalnya. Rataan bobot awal mencit penelitian jantan dan betina masing-masing sebesar 8,29 ± 0,82 dan 8,10 ± 0,77 g/ekor.

Penempatan mencit dalam kandang dilakukan berdasarkan jenis kelamin dan ransum perlakuan yang diberikan adalah seperti yang diperoleh induknya. Pemeliharaan mencit lepas sapih atau lama pemeliharaan berlangsung selama dua bulan.

Mencit mendapatkan empat macam ransum yang diberikan pada mencit jantan dan betina masing-masing dengan enam ulangan, kecuali perlakuan R3J dan R3B


(51)

masing-masing dengan lima ulangan. Ransum yang diberikan dibedakan dengan taraf penambahan zeolit dengan cara substitusi mengikuti ransum induknya yaitu 0% (R1); 3% (R2); 6% (R3); dan 9% (R4). Mencit yang diteliti diberikan ransum melebihi kebutuhannya (ad libitum) sebanyak 10 g/ekor/hari, sedangkan kebutuhan mencit pada umumya berkisar antara 3-5 g/ekor/hari (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Air minum untuk mencit penelitian juga diberikan ad libitum. Kandang diberikan alas dengan sekam padi yang telah diayak terlebih dahulu agar serbuk halus sekam terpisah, dan pergantian sekam ini dilakukan setiap sepuluh hari. Kandang selalu dijaga kebersihannya dengan membersihkan kandang plastik tempat pemeliharaan mencit, tempat air minum dan sekitar kandang penelitian. Pencatatan suhu dan kelembaban dalam kandang dilakukan setiap tiga kali sehari (pagi, siang, dan sore) selama penelitian berlangsung.


(52)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

Laboratorium Lapang, Bagian Non-Ruminansia dan Satwa Harapan (NRSH) tempat penelitian berlangsung memiliki beberapa kandang untuk mengembangkan hewan percobaan, seperti tikus, mencit, dan cacing tanah. Kandang tersebut memiliki 20 rak kayu untuk memelihara tikus dan mencit. Setiap rak kayu terdiri atas tiga tingkat, setiap tingkatnya dapat digunakan untuk meletakkan 24 buah baki plastik tempat memelihara mencit atau tikus. Populasi mencit dan tikus yang dipelihara dalam kandang sekitar 2.000 ekor, yang terdiri atas jantan dan betina dengan berbagai umur.

Kebersihan kandang penelitian ini sangat diperhatikan dengan melakukan pembersihan kandang dan baki plastik secara teratur. Mencit yang digunakan dalam penelitian diberikan makan dan minum secara teratur setiap hari. Kebersihan dalam penelitian juga diperhatikan dengan melakukan pembersihan sekitar rak penelitian, membersihkan baki plastik dan tempat air minum yang telah dipakai. Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan setiap hari, dengan menggunakan alat thermo-hygrometer ruangan yang digantung di kandang penelitian. Kondisi kandang mencit penelitian dapat dilihat pada Gambar 11.


(1)

Lampiran 1. Data Rataan Konsumsi Ransum Harian Mencit

Keterangan: - = Data tidak tersedia karena mencit mati sebelum lepas sapih Lampiran 2. Sidik Ragam Konsumsi Ransum Harian Mencit

SK (Sumber Keragaman) db JK KT Fhit P Jenis Kelamin 1 4,2966 4,2966 73,43 0,000** Zeolit 3 3,3300 1,1100 18,99 0,000** Interaksi 3 0,0967 0,0322 0,55 0,650tn

Galat 38 2,2212 0,0585

Total 45 9,9445

Keterangan: ** = Sangat berbeda nyata (P<0,01) tn = Tidak nyata (P>0,05)

Lampiran 3. Uji Lanjut Tukey’s Selang Kepercayaan 95% (Konsumsi Ransum Harian dengan Jenis Kelamin)

Keterangan: ** = Sangat Berbeda nyata (P<0,01)

1

2 **

Keterangan: ** = Sangat Berbeda nyata (P<0,01) Jenis

Kelamin

Perlakuan

Rataan R1 R2 R3 R4

---g/ekor/hari---♂

5,09 3,96 4,32 4,70 4,52

4,42 4,29 - 4,88 4,53

5,18 3,62 4,22 4,95 4,49

4,49 4,28 4,44 4,77 4,50

4,20 3,64 4,32 4,81 4,24

4,60 4,32 5,03 4,86 4,70

Rataan 4,66 4,02 4,47 4,83 4,50

4,04 3,81 3,70 4,15 3,93

3,93 3,54 - 4,24 3,90

3,94 3,24 3,74 4,18 3,78

3,95 3,69 4,08 4,12 3,96

3,91 3,78 3,77 4,38 3,96

4,04 3,29 3,79 4,09 3,80

Rataan 3,97 3,56 3,82 4,19 3,89

SK (Sumber Keragaman) db JK KT Fhit P Jenis Kelamin 1 0,1084 0,1084 52,30 0,000**

Galat 44 0,0912 0,0021


(2)

Lampiran 4. Uji Lanjut Tukey’s Selang Kepercayaan 95% (Ransum Harian dengan Zeolit)

Keterangan: ** = Sangat Berbeda nyata (P<0,01)

1 2 3

2 **

3 tn tn

4 tn ** tn

Keterangan: ** = Sangat Berbeda nyata (P<0,01) tn = Tidak nyata (P>0,05)

Lampiran 5. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Harian Mencit SK (Sumber Keragaman) db JK KT Fhit P Jenis Kelamin 1 0,1084 0,1084 60,41 0,000** Zeolit 3 0,0184 0,0061 3,37 0,028* Interaksi 3 0,0035 0,0011 0,64 0,592tn

Galat 38 0,0693 0,0018

Total 45 0,1996

Keterangan: ** = Sangat berbeda nyata (P<0,01) * = Berbeda nyata (P<0,05) tn = Tidak nyata (P>0,05)

Lampiran 6. Uji Lanjut Tukey’s Selang Kepercayaan 95% (Pertambahan Bobot Badan Harian Jenis Kelamin)

Keterangan: ** = Sangat Berbeda nyata (P<0,01)

SK (Sumber Keragaman) db JK KT Fhit P

Zeolit 3 3,3300 1,1100 7,05 0,001**

Galat 42 6,6140 0,1570

Total 45 9,9440

SK (Sumber Keragaman) db JK KT Fhit P Jenis Kelamin 1 0,1084 0,1084 52,30 0,000**

Galat 44 0,0912 0,0021


(3)

1

2 **

Keterangan: ** = Sangat berbeda nyata (P<0,01)

Lampiran 7. Uji Lanjut Tukey’s Selang Kepercayaan 95% (Pertambahan Bobot Badan Harian dengan Zeolit)

Keterangan: * = Berbeda nyata (P<0,05)

1 2 3

2 *

3 * *

4 * * tn

Keterangan: * = Berbeda nyata (P<0,05) tn = Tidak nyata (P>0,05)

Lampiran 8. Sidik Ragam Konversi Ransum Mencit (Mus musculus) SK (Sumber Keragaman) db JK KT Fhit P Jenis Kelamin 1 48,9250 48,9250 11,61 0,002** Zeolit 3 40,0250 13,3420 3,04 0,041* Interaksi 3 7,9860 2,6620 0,61 0,615tn Galat 38 166,7890 4,3890

Total 45 263,7250

Keterangan: ** = Sangat berbeda nyata (P<0,01) * = Berbeda nyata (P<0,05) tn = Tidak nyata (P>0,05)

SK (Sumber Keragaman) db JK KT Fhit P

Zeolit 3 0,0364 0,0122 2,893 0,049*

Galat 42 0,1768 0,0042

Total 45 0,2133


(4)

Lampiran 9. Uji Lanjut Tukey’s Selang Kepercayaan 95% (Konversi Ransum dengan Jenis Kelamin)

Keterangan: ** = Sangat berbeda nyata (P<0,01)

1

2 **

Keterangan: ** = Sangat berbeda nyata (P<0,01)

Lampiran 10. Uji Lanjut Tukey’s Selang Kepercayaan 95% (Konversi Ransum dengan Zeolit)

Keterangan: * = Berbeda nyata (P<0,05)

1 2 3

2 *

3 tn tn

4 tn * tn

Keterangan: * = Berbeda nyata (P<0,05) tn = Tidak nyata (P>0,05)

Lampiran 11. Data Rataan Persentase Kadar Air Feses Kering Udara Jenis Kelamin 1 48,9300 48,9300 10,02 0,003** Galat 44 214,8000 4,8800

Total 45 263,7300

SK (Sumber Keragaman) db JK KT Fhit P Zeolit 3 46,0200 15,3400 2,95 0,042* Galat 42 218,4000 5,2000


(5)

Jenis Kelamin

Perlakuan

Rataan R1 R2 R3 R4

---%---♂

16,57 15,33 15,97 17,96 16,46 15,92 15,45 - 16,13 15,83 16,87 14,82 17,04 15,45 16,05 16,02 15,12 16,14 15,03 15,58 15,99 15,34 17,17 15,73 16,06 16,16 16,29 17,32 16,13 16,48 Rataan 16,26 15,40 16,73 16,07 16,08

16,30 14,77 17,77 15,26 16,03 16,68 15,55 - 18,23 16,82 18,12 15,34 18,74 15,99 17,05 16,36 16,50 17,55 17,50 16,98 15,90 16,37 17,36 18,28 16,98 17,94 17,16 16,15 16,16 16,85 Rataan 16,88 15,95 17,51 16,90 16,78 Keterangan: - = Data tidak tersedia karena mencit mati sebelum lepas sapih

Lampiran 12. Sidik Ragam Kadar Air Feses Kering Udara

SK (Sumber Keragaman) db JK KT Fhit P Jenis Kelamin 1 5,5795 5,5795 7,52 0,009**

Zeolit 3 11,9526 3,9842 5,34 0,004** Interaksi 3 0,1460 0,0487 0,07 0,978tn

Galat 38 28,3266 0,7454

Total 45 46,0046

Keterangan: ** = Sangat berbeda nyata (P<0,01) tn = Tidak nyata (P>0,05)

Lampiran 13. Uji Lanjut Tukey’s Selang Kepercayaan 95% (Kadar Air

Feses Kering Udara dengan Jenis Kelamin) Keterangan: * = Berbeda nyata (P<0,05)

1 2 *

Keterangan: * = Berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 14. Uji Lanjut Tukey’s Selang Kepercayaan 95% (Kadar Air Feses Kering Udara dengan Zeolit)

SK (Sumber Keragaman) db JK KT Fhit P Jenis Kelamin 1 5,5790 5,5790 6,07 0,018*

Galat 44 40,4250 0,9190


(6)

Keterangan: ** = Sangat berbeda nyata (P<0,01)

1 2 3

2 tn

3 tn **

4 tn ** tn

Keterangan: ** = Sangat berbeda nyata (P<0,01) tn = Tidak nyata (P>0,05)

Lampiran 15. Kadar Protein Feses Mencit Mencit (Mus musculus) Selama Penelitian

Taraf Zeolit %

Jenis Kelamin

Rataan Jantan (J) Betina (B)

---%--- 0 (R1) 12,64 13,84 13,24 3 (R2) 12,62 13,52 13,07 6 (R3) 12,22 12,62 12,42 9 (R4) 11,39 12,08 11,74 Rataan 12,22 13,02 12,62

Lampiran 16. Mortalitas Mencit (Mus musculus) Selama Penelitian Taraf Zeolit

(%)

Jenis Kelamin

Jantan (J) Betina (B) Jumlah (ekor) % Jumlah (ekor) %

0 (R1) 0 0 0 0

3 (R2) 2 2,74 2 2,15

6 (R3) 0 0 0 0

9 (R4) 0 0 0 0

SK (Sumber Keragaman) db JK KT Fhit P

Zeolit 3 11,9530 3,9840 4,19 0,005**

Galat 42 34,0520 0,8110