Performa Mencit (Mus musculus) Jantan Lepas Sapih Umur 21-39 Hari dengan Pemberian Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) sebagai Pakan Tambahan

RINGKASAN
Ari Pradana. D14070294. 2012. Performa Mencit (Mus musculus) Jantan Lepas
Sapih Umur 21-39 Hari dengan Pemberian Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
sebagai Pakan Tambahan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si.
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Salundik, M.Si.
Cacing tanah (Lumbricus rubellus) merupakan satwa harapan yang memiliki
kandungan nutrisi yang baik, meliputi protein yang lengkap dengan asam amino
yang diperlukan tubuh dan kandungan asam lemak jenuh yang rendah. Banyak
diantara hewan ternak seperti unggas dan mencit mau memakan cacing dalam
kondisi segar (hidup).
Penggunaan L. rubellus sebagai pakan tambahan dalam kondisi segar jarang
dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan performa mencit jantan
lepas sapih umur (21-39 hari) yang diberi L. rubellus sebagai pakan tambahan pada
taraf pemberian yang berbeda, sehingga didapatkan taraf pemberian terbaik yang
didasarkan pada parameter (bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi dan
konversi pakaan, serta mortalitas). Mencit yang digunakan sebagai materi penelitian
berasal dari peternak dengan manajemen pemeliharaan yang sebelumnya telah
diketahui. Tiga taraf perlakuan yang diberikan yaitu : 1) mencit tidak diberi L.
rubellus (P0); 2) mencit diberi 1 g L. rubellus/ekor/hari; 3) mencit diberi 2 g L.

rubellus/ekor/hari. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap
dengan tiga taraf perlakuan dan lima kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan Analysis of Variance (ANOVA), jika terdapat hasil yang berbeda
dilanjutkan dengan uji banding Tukey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian L. rubellus tidak berpengaruh terhadap keseluruhan parameter yang
diamati (konsumsi pakan dan konversi pakan, pertambahan bobot badan, dan
mortalitas). Cacing tanah (L. rubellus) tidak dapat diberikan sebagai pakan tambahan
karena tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap performa mencit.
Kata-kata kunci : mencit, cacing tanah, performa.

ABSTRACT
The Performance of 21-39 Day Old Male Mice (Mus musculus)
With Worms (Lumbricus rubellus) as Feed Suplement.
Pradana, A., H.C.H. Siregar and Salundik
The purpose of research was to analize the effect of worms (Lumbricus rubellus) as
feed supplement to performance of 21-39 day old male mice. Variables that be
observed were dry matter consumtion, 39 old day body weight, daily weight gain,
feed conversion, and mortality. The treatments were P0 (consentrate/control); P1
(concentrate + 1 g worms/day); P2 (concentrate + 2 g worms/day). Consentrate and
water was given by ad libitum. The result showed that the addition worms did not

influence in all variables observed (P>0,05).
Keywords: worms, mice, performance.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mencit (Mus musculus) merupakan mamalia kecil yang nilai kemanfaatanya
tinggi, diantaranya sebagai hewan dalam percobaan (penyakit, gizi, dan makanan)
pada manusia, hewan peliharaan, maupun pakan bagi hewan lain. Manfaat mencit
yang tinggi mengakibatkan mencit harus selalu tersedia dalam jumlah banyak dengan
produktifitas dan performa yang baik.
Kelemahan mencit di pasaran adalah mencit bukan merupakan hewan yang
dibutuhkan secara kontinyu. Kadang mencit dibutuhkan dalam jumlah banyak dan
segera, tetapi terkadang permintaan mencit sangat sedikit. Saat permintaan sedikit,
penekanan biaya produksi harus dilakukan oleh peternak. Perkembangbiakan mencit
yang cepat harus diimbangi dengan penyedian pakan serta tenaga kerja yang cukup.
Tindakan yang biasanya dilakukan oleh peternak adalah memberikan pakan dengan
harga dan kualitas yang rendah. Hal tersebut hanya untuk mempertahankan mencit
untuk tetap hidup tanpa memperhatikan aspek produktifitas dan performanya.
Beberapa peternak memberikan pakan ayam buras dan sisa makanan manusia
sebagai pakan mencit, kemungkinan kebutuhan nutrisi untuk mencit belum

tercukupi. Disaat permintaan mencit tinggi pemberian pakan bernutrisi baik perlu
untuk menunjang pertumbuhan dan reproduksi yang optimum. Pakan ayam buras
yang bernutrisi rendah (protein kasar 12%) biasanya dicampur dengan pakan ayam
ras (protein kasar 20%-22%). Pencampuran tersebut dilakukan untuk meningkatkan
nilai nutrisi pakan. Hal tersebut akan meningkatkan biaya produksi karena harga
pakan ayam ras mahal.
Cacing tanah (Lumbricus rubellus) merupakan satwa harapan yang dapat
dijadikan pakan tambahan untuk mencit. Selain mengandung nutrisi yang baik
terutama kandungan proteinnya yang tinggi, L. rubellus mudah untuk dikembangbiakkan. Lumbricus rubellus sebagai pakan tambahan dapat diberikan dalam bentuk
segar ataupun yang telah diolah seperti dikeringkan dan dibuat menjadi tepung.
Pengolahan tersebut tentu akan menaikkan biaya produksi. Pemberian L. rubellus
sebagai pakan tambahan diharapkan dapat memberikan pengaruh positif terhadap
performa mencit lepas sapih.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan performa mencit jantan
lepas sapih umur (21-39 hari) yang diberi cacing tanah (Lumbricus rubellus) sebagai
pakan tambahan pada taraf pemberian yang berbeda. Sehingga diperoleh taraf
pemberian terbaik yang didasarkan pada parameter (bobot badan, pertambahan bobot
badan, konsumsi dan konversi pakan mencit).


TINJAUAN PUSTAKA
Mencit (Mus musculus)
Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari
mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada
laboratorium, yaitu sekitar 40%-80%. Banyak keunggulan yang dimiliki oleh mencit
sebagai hewan percobaan, yaitu memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia,
siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifatsifatnya tinggi dan mudah dalam penanganan (Moriwaki et al., 1994). Mencit
merupakan hewan poliestrus, yaitu hewan yang mengalami estrus lebih daripada dua
kali dalam setahun. Seekor mencit betina akan mengalami estrus setiap 4-5 hari
sekali. Menurut Malole dan Pramono (1989) mencit betina memiliki lima pasang
kelenjar susu, yaitu tiga pasang di bagian dada dan dua pasang di bagian inguinal.
Petter (1961) menjelaskan bahwa mencit (M. musculus) dan tikus (Rattus
norvegicus) merupakan omnivora alami, sehat, kuat, prolifik, kecil, dan jinak. Mencit
laboratorium memiliki berat badan yang bervariasi antara 18-20 g pada umur empat
minggu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Mencit memiliki bulu yang pendek
halus dan berwarna putih serta ekor berwarna kemerahan dengan ukuran lebih
panjang dari badan dan kepalanya. Arrington (1972) menyatakan taksonomi mencit
diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Animalia, Filum Chordata, Klas
Mamalia, Ordo Rodentia, Famili Muridae, Genus Mus, Spesies M. musculus.


Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)
Smith dan Mangkowidjojo (1988) menyatakan bahwa mencit sebagai hewan
percobaan sangat praktis untuk penelitian kuantitatif, karena sifatnya yang mudah

berkembang biak, selain itu mencit juga dapat digunakan sebagai hewan model untuk
mempelajari seleksi terhadap sifat-sifat kuantitatif. Sifat biologis mencit secara
lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat Biologis Mencit (M. musculus)
Kriteria
Lama hidup
Lama produksi ekonomis

Keterangan
1-3 tahun
9 bulan

Lama bunting

19-21 hari


Kawin sesudah beranak

19-24 jam

Umur sapih

21 hari

Umur dewasa kelamin

35 hari

Umur dikawinkan

8 minggu

Siklus estrus

4-5 hari


Lama estrus

12-14 jam

Berat dewasa
Jantan

20-40 g

Betina

18-35 g

Berat lahir

0,5-1,0 g

Berat sapih


18-20 g

Jumlah anak lahir

6-15 ekor

Jumlah putting susu

5 pasang

Kecepatan tumbuh

1 g/hari

Sumber : Smith dan Mangkoewidjojo (1988)

Mencit disapih setelah berumur 21 hari dengan berat rata-rata 10,59 g
(Bakker, 1974); 7,66 g (Sudono, 1981); 5,98 g (Nafiu, 1996); dan 7, 76 g (Fitriawati,
2001). Besarnya bobot sapih dipengaruhi oleh jenis kelamin, bobot badan induk,
umur induk, keadaan saat lahir, kemampuan induk untuk menyusui anak, kuantitas

dan kualitas pakan yang diberikan serta suhu lingkungan (Hafez dan Dyer, 1969).
Setelah disapih mencit mempunyai kemampuan tumbuh 0,5-1 g/hari. Mencit mencapai dewasa kelamin setelah berumur 35 hari dengan berat dewasa tubuh jantan dan
betina secara berturut-turut 20-40 g dan 18-35 g.

Kandang mencit biasanya berupa kotak yang terbuat dari plastik atau metal
dengan kawat kasa sebagai penutup bagian atas kandang. Kelengkapan lain yang
diperlukan yaitu tempat pakan, tempat minum, dan alas kandang. Kandang mencit
memiliki luasan 97 cm2/ekor untuk mencit dewasa sedangkan untuk betina dan anakanaknya yaitu 390 cm2 (Rakhmadi, 2008). Syarat yang harus dipenuhi untuk kandang
mencit yaitu, kandang harus memiliki luasan yang cukup sehingga mencit bebas
bergerak dan mempunyai tempat untuk sarang beranak. Satu kandang biasanya
terdapat 5-6 ekor mencit. Mencit sebaiknya ditempatkan dalam kondisi yang redup
atau agak gelap dengan cahaya kurang dari 60 lux terutama untuk mencit albino.
Kandang tidak boleh ditempatkan pada daerah yang bising, lembab dan berdebu serta
yang paling penting adalah bahwa mencit lebih menyukai tempat yang gelap
(Rakhmadi, 2008).
Kebutuhan dan Konversi Pakan
Mencit dewasa dapat mengkonsumsi pakan 3-5 g/hari. Zat-zat makanan yang
dibutuhkan seekor mencit adalah protein kasar 20%-25%, kadar lemak 10%-12% ,
kadar pati 44%-45%, kadar serat kasar maksimal 4% dan kadar abu 5%-6% (Smith
dan Mangkowidjojo, 1988). Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh jenis kelamin,

ukuran tubuh, tingkat produksi, temperatur lingkungan, kecepatan partum-buhan,
keseimbangan zat-zat makanan dalam ransum dan cekaman yang dialami ternak
tersebut

(Anggorodi, 1994). Rakhmadi (2008) dalam penelitiannya menjelaskan

bahwa konsumsi pakan mencit sangat dipengaruhi oleh aktifitas dan jenis alas yang
digunakan pada kandang mencit. Aktifitas atau pergerakan yang tinggi terjadi pada
mencit dengan kandang bersekat. Sekat kandang menjadi tempat untuk memanjat
dan bergelantungan sehingga aktifitas makan menurun.
Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa, air minum yang dibutuhkan
oleh seekor mencit berkisar antara 4-8 ml/hari. Air minum untuk dikonsumsi harus
selalu tersedia dan bersih karena mencit menyukai air yang baru. Seekor mencit
mudah sekali kehilangan air sebab evaporasi tubuhnya yang tinggi. Ransum dan air
minum mencit biasanya diberikan ad libitum. Konsumsi dapat meningkat seiring
dengan meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran
pencernaan meningkat, sehingga mampu menampung ransum dalam jumlah lebih
banyak (Anggorodi, 1994).

Konversi pakan Merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk

mendapatkan bobot badan tertentu dalam waktu tertentu (Anggorodi, 1994) atau
menurut Chruch (1991) konversi pakan merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi
untuk mendapatkan kenaikan satu satuan bobot hidup. Konversi pakan digunakan
sebagai keefisienan seekor ternak menggunakan makanannya untuk berproduksi.
Semakin kecil nilai konversi pakan maka semakin tinggi keefisienan ternak tersebut
menggunakan pakan (Sihombing, 1997). Mencit mampu tumbuh 1 g/ekor/hari
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988), dengan konsumsi pakan 5 g/ekor/hari (Malole
dan Pramono, 1989) maka konversi pakan mencit berkisar antara 5-9.
Bobot Badan dan Laju Pertumbuhan
Menurut Anggorodi (1994), pertumbuhan dapat terjadi secara hiperplasi
(penambahan jumlah sel tubuh) dan hipertrophy (penambahan ukuran tubuh).
Pertumbuhan anak sebelum sapih dipengaruhi oleh genetik, bobot lahir, jumlah anak
sekelahiran, produksi air susu induk, perawatan induk dan umur induk (Hafez, 1963).
Kurnianto et al.,(1999) melaporkan bahwa pertumbuhan pada titik peralihan
(inflection point) yang menandai bobot badan pada mencit jantan lebih tinggi dari
mencit betina. Laju pertumbuhan mencit sesuai dengan analisis multiphasik kurva
pertumbuhan. Kurva tersebut menunjukkan bahwa terdapat tiga fase pertumbuhan,
yaitu pertumbuhan organ-organ tubuh, otak dan sistem saraf pada fase pertama,
kemudian pertumbuhan tulang dan otot serta fase terakhir adalah pertumbuhan atau
pertambahan lemak.
Sudono (1981) dalam penelitiannya melaporkan laju pertumbuhan tertinggi
dicapai pada saat setelah disapih sampai umur 29 hari, pada jantan dan betina
masing-masing sebesar 0,55 g/hari dan 0,50 g/hari. Hasil yang berbeda didapatkan
oleh Nafiu (1996) yakni pada umur lima minggu tanpa membedakan perlakuan dan
jenis kelamin adalah 0,77 g/hari.
Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
Cacing tanah (Lumbricus rubellus) termasuk ke dalam filum annelida.
Spesies cacing tanah ini banyak dijumpai di tempat yang lembab, dan hidup dalam
kotoran hewan. Menurut Gates (1972), klasifikasi spesies L.rubellus adalah: Filum

Annelida, Kelas Oligochaeta, Ordo Opisthopora, Subordo Lumbricira, Famili
Lumbricidae, Genus Lumbricus, Species L. rubellus.
Cacing L. rubellus mempunyai bentuk tubuh lebih pipih dibandingkan cacing
tanah jenis lain. Jumlah segmen tubuh yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum
(penebalan pada tubuh cacing) terletak pada segmen 27-37 (Sihombing, 2002).
Cacing jenis L. rubellus memiliki produktivitas yang tinggi meliputi, pertambahan
bobot badan, produksi telur dan produksi anakan. Lumbricus rubellus bergerak
lambat dan tidak aktif, sehingga kalah bersaing dengan jenis lain yang lebih aktif
seperti cacing kalung dalam hal mencari makan.

Gambar. 2. Lumbricus rubellus
Spesies lain yang sering dikembangkan secara komersil adalah L. terestris
dan Perionyx excavates. Dibandingkan dengan kedua spesies tersebut L. rubellus
memiliki kandungan protein paling tinggi. Secara berturut-turut kandungan protein
ketiga jenis cacing tersebut adalah sebagai berikut, L. rubellus 65,63 % (Damayanti
et al., 2008); L. teristris 32,66 % (Julendra, 2003); P. excavates 57,2% (Tram et al.,
2005). Lumbricus rubellus mengandung protein dengan asam amino yang sangat
dibutuhkan oleh ternak (Istiqomah, 2009). Menurut Yaqub (1991), komposisi asam
amino L. rubellus yang lengkap sangat berpotensi untuk menggantikan tepung ikan.
Manfaat L. rubellus yang juga penting adalah kemampuannya menghambat
aktivitas bakteri patogen dengan komponen bioaktif Lumbrician (Cho et al., 1998).

Bersama dengan atau tanpa citosan komponen tersebut mampu mereduksi koloni
Ercericia coli dalam tubuh ternak.
Lumbricus rubellus memiliki kandungan asam amino yang hampir sama
dengan tepung daging dan tepung ikan. Kandungan asam amino tepung ikan, tepung
daging dan tepung cacing tanah L. rubellus terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Asam Amino Cacing Tanah, Tepung Daging dan Tepung Ikan
Asam Amino

Tepung Ikan

Tepung Daging

Tepung Cacing (L. rubellus)

------------------------------------g/100g-----------------------------------Essensial :
Histidin

2,50

2,00

3,80

Treonin

1,10

6,50

2,10

Arginin

4,60

3,30

6,00

Methionin

3,00

1,50

2,00

Valin

5,70

4,70

4,40

Fenilalanin

4,20

3,50

5,30

Isoleusin

6,00

3,50

5,30

10,40

6,90

7,30

1,10

6,50

2,10

1,10

1,10

1,80

13,80

14,80

13,20

Glisin

7,20

4,00

4,30

Tirosin

3,00

1,60

4,60

Alanin

-

-

5,40

Prolin

-

-

5,10

Asam aspartat

-

-

10,50

Serin

-

-

5,80

Lisin
Triptophan
Non Essensial :
Sistein
Asam glutamat

Sumber : Sihombing (2002)

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Pemuliaan dan Genetika
Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor pada tanggal 7 Agustus 2011 sampai dengan 10 Januari
2012. Cacing tanah (L. rubellus) diperoleh dari Laboratorium Lapang Kandang C,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, sedangkan analisis pakan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan
Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Ternak
Penelitian ini menggunakan 15 ekor mencit (M. musculus) jantan umur 21
hari dengan berat rata-rata 12 g. Mencit tersebut diperoleh dari salah satu peternak
mencit di wilayah Dramaga, Bogor, Jawa Barat.
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan sebanyak 15 kandang individu, terbuat dari plastik
yang berukuran 30 x 24 x 10 cm. Kandang tersebut dilengkapi dengan kawat penutup
serta tempat pakan dan minum untuk mencit.
Peralatan yang digunakan antara lain termohygrometer yang digunakan untuk
mengukur suhu dan kelembaban kandang. Timbangan digital dengan tingkat
ketelitian 0,01 g. Alat penampi yang digunakan untuk memisahkan pakan yang
bercampur dengan sekam dan kotoran. Sapu dan sikat untuk membersihkan kandang,
alat tulis, serta kertas label.
Pakan
Pakan yang digunakan adalah pakan ayam bukan ras (buras) komersil yang
biasa digunakan peternak mencit dengan kandungan protein kasar 12% serta L.
rubellus sebagai pakan tambahan. Lumbricus rubellus diberikan dalam kondisi
hidup. Kandungan pakan yang digunakan tersaji pada Tabel 3.

Table 3. Kandungan Zat Nutrisi Pakan yang Digunakan dan Kebutuhan Nutrisi
Mencit dalam Bahan Kering
Zat nutrisi
Bahan kering (%)
Abu (%)
Protein kasar (%)
Serat kasar (%)
Lemak (%)

Kandungan dalam
pakan utama*
90,91

Kandungan L.
rubellus**
87,97

Kebutuhan mencit
***

-

18,11

5,09

-

8,38

60,03

12-24

13,53

7,10

5,00

3,40

7,36

5,00

*

Keterangan : Hasil Analisis Peroksimat, di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor, Februari 2012
**
Fauzzy (2009)
***
National Research Council (1995)

Prosedur
Persiapan
Persiapan materi penelitian dilakukan dengan memelihara induk mencit
dengan manajemen pemeliharaan yang baik, sehingga didapatkan mencit lepas sapih
yang baik. Kriteria pemilihan indukan berdasarkan jumlah anak yang dilahirkan
(rata-rata 8 ekor/kelahiran), litterr size sapih, dan keberhasilan kopulasi. Perkawinan
dilakukan secara koloni yaitu dengan menggabungkan satu ekor pejantan dengan
delapan ekor betina. Setelah bunting induk mencit ditempatkan dalam kandang
beranak secara individu. Setelah beranak dan disapih, dilakukan pemisahan terhadap
anak mencit lepas sapih jantan dan betina. Sebanyak 15 ekor mencit jantan lepas
sapih kemudian digunakan sebagai materi penelitian.
Pakan tambahan (L. rubellus) dipersiapkan dengan dipelihara dan dikembangbiakkan selama dua bulan. Media pemeliharaan L. rubellus berupa feses sapi,
sedangkan L. rubellus yang dipelihara sebanyak 500 g.
Kandang dan peralatan dibersihkan sebelum digunakan, dilakukan dengan
mencuci kandang dan peralatan tersebut dengan desinfektan. Alas kandang mencit
(sekam padi) ditampi terlebih dahulu untuk memisahkan sekam dari debu dan
kotoran. Setelah ditampi sekam dimasukkan ke dalam kandang individu dengan
ketebalan 1-2 cm. Pakan dan minum diberikan sebelum mencit dimasukkan ke dalam
kandang. Pengecekan botol minum juga dilakukan untuk mengantisipasi adanya
kebocoran.

Pelaksanaan Penelitian
Mencit dimasukkan secara acak ke dalam 15 kandang individu, kemudian
kandang tersebut diletakkan ke dalam rak penelitian. Pakan utama (pakan ayam
kampung) diberikan ad libitum pada pukul 07.00-08.00 WIB, sedangkan cacing
tanah diberikan pada siang hari pukul 11.00-12.00 WIB.
Waktu pemberian cacing didasarkan pada penelitian pendahuluan yang telah
dilakukan. Penelitian pendahuluan mencoba tiga cara pemberian cacing untuk
mencit. Cara pertama yaitu cacing diberikan sebelum mencit mendapatkan pakan
utama. Hasil pengamatan menunjukkan cacing termakan habis oleh mencit. Cara
kedua yaitu cacing diberikan secara bersamaan dengan pakan utama. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa cacing tidak dimakan oleh mencit karena mencit
lebih memilih pakan utama. Cacing yang tidak dimakan menyebabkan semut masuk
dalam kandang dan mengganggu kondisi mencit. Cara ketiga yaitu cacing diberikan
3-4 jam setelah pemberian pakan utama. Hasil menunjukkan bahwa cacing termakan
habis oleh mencit. Cara ketiga lebih baik dari pada cara pertama. Pakan sumber
protein hewani lebih lama dicerna dalam menghasilkan energi dibandingkan dengan
pakan pati-patian (Widodo 2002), sehingga cacing lebih baik diberikan setelah pakan
utama.
Sebelum diberikan, terlebih dahulu cacing dibersihkan dari tanah dan kotoran
yang menempel kemudian di timbang sesuai perlakuan. Pemeriksaan dilakukan
setiap pukul 16.00 WIB untuk mengetahui apakah cacing dimakan atau tidak. Cacing
yang tidak dimakan dikeluarkan dari kandang karena dapat mengundang semut.
Pemberian air minum dan penggantian alas dilakukan setiap tiga hari sekali.
Alas yang telah digunakan ditampi untuk memisahkan sekam dengan sisa pakan dan
feses mencit. Sisa pakan yang telah terpisah dijemur terlebih dahulu kemudian
ditimbang. Periode pemeliharaan dilakukan hingga mencit berumur lima minggu
atau ketika mencit telah dewasa kelamin dan mencapai bobot 20 g.
Rancangan dan Analisis Data
Rancangan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan tiga taraf
perlakuan yaitu, mencit tidak diberi L. rubellus (P0); L. rubellus 1 g/ekor/hari (P1);
L. rubellus 2 g/ekor/hari (P2). Tiap perlakuan mendapat lima kali ulangan.

Menurut Steel dan Torrie (1993) model statistiknya adalah sebagai berikut :
Yij = µ + ‫ד‬i + зij
Keterangan :
Yij

= nilai pengamatan ke-j pada perlakuan ke-i

µ

= nilai rataan umum

‫ד‬i

= pengaruh perlakuan ke-i (1,2,3)

зij

= pengaruh galat ulangan ke-j (1,2,3,4,5) pada perlakuan ke-i

Analisis Data
Data dianalisis dengan analisis ragam atau analysis of variance (ANOVA).
Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter
yang diamati. Pengujian ini dilakukan menggunakan software Minitab 15. Jika hasil
analisis menunjukkan nyata atau sangat nyata maka dilakukan uji perbandingan nilai
tengah dengan mengunakan uji Tukey.
Peubah yang Diamati
1. Konsumsi Bahan Kering Pakan (g BK/ekor/hari)
Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi mencit selama
24 jam, diukur dengan menghitung selisih antara jumlah pemberian dan sisa
pakan kemudian dibagi dengan waktu penggantian pakan.
Konsumsi Pakan (g BK/ekor/hari) =

{pemberian pakan (g) – sisa pakan (g)}
3 hari

2. Bobot Badan (g/ekor)
Bobot badan merupakan ukuran berat badan saat ditimbang. Diperoleh
dengan menimbang mencit yang ditempatkan di atas timbangan digital.
3. Pertambahan Bobot Badan Harian (g/ekor/hari).
Merupakan pertambahan bobot badan dalam satu satuan waktu tertentu.
Perhitungan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) dilakukan dengan
cara mengurangkan bobot badan pada saat penimbangan (BBt) dengan bobot
badan tiga hari sebelumnya (BBt-3). Rumus yang digunakan adalah:
PBBH (g/ekor/hari) =

BBt (g) - BBt-3 (g)
3 hari

4. Konversi Pakan (KP)
Konversi pakan adalah suatu nilai yang menunjukkan jumlah pakan yang
diperlukan (g) untuk mendapatkan satu gram pertambahan bobot badan dalam
satuan waktu tertentu. Konversi pakan dihitung dengan rumus :
KP =

Konsumsi pakan mencit (g/ekor/hari)
PBB (g/ekor/hari)

5. Mortalitas
Mortalitas merupakan jumlah individu yang mati dari suatu populasi atau
sampel. Persentase mortalitas didapatkan dengan membagi jumlah mencit
yang mati (y) dengan jumlah keseluruhan sampel dalam satu level perlakuan
(n). Mortalitas mencit ditentukan dengan rumus berikut :
Presentase Mortalitas (%) =

y
n

x 100%

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Kandang Penelitian
Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara
berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 °C. Suhu kandang selama penelitian
dapat dilihat pada Gambar 3.
35
Suhu (0C)

30
25
20
15
10
5
0
1

2

3

4

5

6

7
Pagi

8

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Hari keSiang

Sore

Gambar 3. Suhu Kandang
Suhu kandang pada pagi dan sore hari termasuk suhu yang nyaman untuk
mencit, sedangkan pada siang hari suhu kandang diatas kondisi yang ideal untuk
mencit. Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa suhu kandang yang ideal
untuk mencit adalah 18-29 °C dengan rataan 22 °C. Hewan percobaan tidak akan
berkembang baik pada suhu kamar lebih dari 30 °C (Smith dan Mangkoewidjojo,
1988).
Hasil pengamatan dalam penelitian pendahuluan, pada kondisi suhu 30 °C
mencit akan menjulurkan kepala ke bagian tutup kandang untuk mencari udara
bebas, hal tersebut terjadi terutama pada kandang koloni. Sesekali mencit aktif bergelantungan di bagian tutup untuk mencari aliran udara, mencit stres dan aktifitas
makanpun menurun.

Rataan kelembaban kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian
secara berturut-turut adalah 89,55%; 66,27%; dan 78,44%. Kelembaban kandang
selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
120
Kelembaban (%)

100
80
60
40
20
0
1

2

3

4

5

6

7

8

Pagi

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Hari keSiang

Sore

Gambar 4. Kelembaban Kandang
Rataan kelembaban yang tinggi selama penelitian terjadi pada pagi dan sore
hari, kelembaban tersebut lebih tinggi dari yang disarankan oleh Malole dan
Pramono (1989) yaitu 30%-70%. Pada siang hari, kelembaban menurun sampai pada
kondisi yang sesuai untuk mencit. Kelembaban kandang yang tinggi dapat memicu
perkembangbiakan mikroorganisme patogen. Hal tersebut dapat menyebabkan munculnya berbagai penyakit pada mencit.
Pakan
Kandungan protein kasar (PK) dalam pakan utama sekitar 8,38% (Tabel 3),
namun informasi dalam kemasan menyebutkan PK dalam pakan tersebut 12%.
Kandungan PK tersebut belum memenuhi kebutuhan nutrisi mencit. Mencit
membutuhkan pakan berkadar protein di atas 14% (Malole dan Pramono, 1989).
Rekomendasi dari National Research Council (1995) mengenai kebutuhan protein
kasar mencit adalah 12%-24%.
Kadar serat kasar sebesar 13,53% melebihi standar yang ditentukan oleh
Smith dan Mangkoewidjojo (1988) dan National Research Council (1995) yaitu 5%.
National Research Council (1995) menjelaskan bahwa serat kasar dapat menurunkan
palatabilitas, kecernaan, laktasi, biosintesa mikroba usus dan asupan nutrisi lainnya.

Kadar lemak kasar sebesar 3,40% belum sesuai dengan yang direkomendasikan oleh Smith dan Mangkoewijojo (1988) yaitu 10%-12% dan National
Research Council (1995) yaitu minimal 5%. Kadar lemak minimal tersebut belum
dapat mendukung reproduksi dan pertumbuhan mencit. Kadar lemak yang terlalu
tinggi dapat mempengaruhi ketengikan pakan. Semakin tinggi kadar lemak dalam
pakan, maka pakan akan semakin cepat tengik (Tillman et al., 1989).
Pakan yang digunakan adalah pakan komersial untuk ayam kampung,
berbentuk crumble, dan berwarna kuning kecoklatan. Secara keseluruhan nutrien
pakan tersebut belum sesuai dengan standar kebutuhan nutrisi mencit, terutama
protein. Diperlukan pakan tambahan agar kebutuhan protein dapat terpenuhi.
Kandungan nutrisi L. rubellus (Tabel 3) kemungkinan dapat meningkatkan
konsumsi nutrisi pada mencit terutama protein, sehingga produktivitas mencit dapat
lebih baik. Cacing L. rubellus dipilih sebagai pakan tambahan karena, selain
kandungan nutrisinya yang baik cacing tersebut mudah dipelihara dan produktifitasnya baik.
Pengaruh Perlakuan terhadap Peubah yang Diamati
Konsumsi Pakan
Konsumsi bahan kering pakan mencit selama 18 hari tersaji pada Tabel 4.
Rataan konsumsi pakan mencit adalah 4,57 g/ekor/hari atau 28,87% dari bobot
badan, konsumsi tersebut termasuk normal. Sebagai pembanding adalah penelitian
Rakhmadi (2008) yang memperoleh konsumsi pakan mencit lepas sapih sebesar 3,98
g/ekor/hari. Konsumsi tersebut juga tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian dari
Anantyo (2006) dan Panda (2007) yang mendapatkan konsumsi pakan mencit
dengan kadar protein kasar dalam ransum 17%-20% yaitu 4-6 g/ekor/hari.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsumsi pakan ke tiga perlakuan
tidak berbeda nyata. Pemberian L. rubellus sampai dengan taraf 2 g/ekor/hari tidak
mempengaruhi konsumsi bahan kering pakan. National Research Council (1994)
menyatakan bahwa, konsumsi ransum dipengaruhi oleh kandungan serat kasar dalam
ransum. Semakin tinggi serat kasar maka konsumsi ransum cenderung menurun.
Ransum yang berserat tinggi bersifat amba, sehingga mempercepat penuhya
lambung.

Tabel 4. Rataan Konsumsi Bahan Kering Pakan Mencit pada Taraf Pemberian L.
rubellus yang Berbeda
P0

KK

P1

KK

P2

KK

Ratarata

4,30

7,35

4,43

2,75

4,19

8,85

4,30

0

0,00

0,27

0,00

0,54

0,00

0,27

4,30

7,35

4,70

2,74

4,73

8,52

4,57

Protein kasar (g/ekor/hari)

0,36

21,01

0,53

14.82

0,67

13.68

0,51

Serat kasar (g/ekor/hari)

0,58 20,77

0,61

20,70

0,60

24,77

0,60

Lemak kasar (g/ekor/hari)

0,14 22,02

0,17

19,57

0,18

20,01

0,16

Konsumsi
Pakan utama
- (g BK/ekor/hari)
- L.rubellus (gBK/ekor/hari)
- Total (g BK/ekor/hari)

Keterangan : KK : Koefisien Keragaman; P0 : Pakan ayam buras + 0 g L. rubellus; P1 : Pakan ayam
buras + 1 g L. rubellus; P2 : Pakan ayam buras + 2 g L. rubellus

Mencit jantan lepas sapih mampu menghabiskan 2 g L. rubellus/ekor/hari
(dalam kondisi segar/hidup). Pemberian cacing sampai dengan taraf 2 g/ekor/hari
menaikkan konsumsi protein sampai 14%, tapi hal tersebut tidak mempengaruhi total
konsumsi bahan pakan. Grafik konsumsi pakan mencit dapat dilihat pada Gambar 5.
7
6
5
4
3
2
1
0
3

6

9

12

15

18

Hari keP0

P1

P2

Gambar 5. Grafik Konsumsi Pakan Mencit
Terjadi penurunan konsumsi pada hari ke-6 sampai 9 dan hari ke-15 sampai
18. Konsumsi pakan yang tidak stabil dikarenakan suhu kandang yang tidak stabil,
terutama pada siang hari. Suhu tinggi pada hari ke-17 yaitu 33,2 °C, hal tersebut yang
mempengaruhi konsumsi rata-rata pada hari ke-16 sampai dengan hari ke-18.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan antara lain suhu dan
kelembaban kandang, kesehatan mencit, kadar air dalam makanan (Malole dan

Pramono, 1989) serta perbedaan fisiologis mencit dalam siklus kehidupan seperti
pertumbuhan dan reproduksi (National Research Council, 1995). Malole dan
Pramono (1989) menyatakan bahwa suhu kandang yang ideal untuk mencit berkisar
19-29 °C dengan rataan 22 °C. Ditambahkan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988)
bahwa hewan percobaan pada umumnya tidak dapat berkembang dengan baik pada
suhu kamar lebih dari 30 °C.
Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan
Performa mencit dapat dilihat dari pencapaian bobot badan tiap tiga hari dan
pada saat bobot akhir. Rataan total bobot badan awal mencit sebesar 12,67 g/ekor
dengan koefisien keragaman 16,59 seperti terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Bobot Badan Awal dan Akhir Serta Pertambahan Bobot Badan
Harian Mencit Selama Penelitian
Rataan Bobot
Badan
P0

PBBH
KK(%)
(g/ekor/hari)
0,46
13,98

Awal (g)

KK (%)

Akhir (g)

KK (%)

13,19

26,69

21,55

13,56

P1

11,56

10,65

21,79

8,21

0,56

15,88

P2

13,27

12,45

21,91

18,85

0,48

50,80

Rataan

12,67

16,59

21,75

13,54

0,5

26,88

Keterangan : KK : Koefisien Keragaman; P0 : Pakan ayam buras + 0 g L. rubellus; P1 : Pakan ayam
buras + 1 g L. rubellus; P2 : Pakan ayam buras + 2 g L. rubellus

Bobot badan mencit lepas sapih yang digunakan tidak sama dengan yang
diungkapkan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa bobot mencit lepas
sapih berkisar antara 18-20 g. Hal tersebut dikarenakan perbedaan manajemen
pemeliharaan mencit.
Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan harian (PBBH) mencit selama
18 hari penelitian tidak berbeda nyata. Kecepatan tumbuh mencit dengan nutrisi
pakan yang baik dapat mencapai 1 g/hari (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988), hal
tersebut tidak tercapai dalam penelitian ini. Pertambahan bobot badan sangat
dipengaruhi oleh konsumsi pakan, karena konsumsi pakan menentukan masuknya zat
nutrisi ke dalam tubuh yang selanjutnya dipakai untuk pertumbuhan dan keperluan
lainnya. Karena konsumsi pakan dari ke tiga perlakuan adalah sama, maka
pertumbuhan yang dicapai pun tidak berbeda. Hasil penelitian ini mendukung

pernyataan Soeharsono (1976) bahwa konsumsi ransum erat kaitanya dengan
pertumbuhan. Selain itu sejalan dengan Jull (1978) yang menyatakan bahwa secara
tidak langsung pertumbuhan merupakan peningkatan air, protein dan mineral serta
terdapat hubungan yang erat antara kecepatan tumbuh dengan jumlah ransum yang
dikonsumsi pada periode tertentu. Pada saat pertumbuhan berjalan dengan cepat,
ternak sangat sensitif terhadap tingkat gizi pada ransum (Wahju, 1992) dan apabila
lebih banyak ransum yang dikonsumsi maka lebih cepat pertambahan bobot badan
ternak tersebut. Gambaran pertambahan bobot badan mencit dapat dilihat pada
Gambar 6.

PBBH (g/ekor/hari)

25
20
15
10
5
0
0

3

6

9
Hari keP0

P1

12

15

18

P2

Gambar 6. Grafik Pertambahan Bobot Badan Mencit
Pola garis yang hampir sama antara P0, P1, dan P2 (Gambar 6) menunjukkan
tidak adanya perbedaan bobot badan mencit selama penelitian. Titik infleksi belum
terlihat pada grafik. Titik infleksi merupakan titik balik grafik yang menunjukkan
bahwa hewan telah mencapai dewasa kelamin dan mengalami perlambatan
pertumbuhan. Sudono (1981) menyatakan bahwa laju pertumbuhan tertinggi pada
umur 29 hari, sedangkan Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa
mencit dapat mencapai dewasa kelamin pada umur kurang dari 35 hari.
Bobot badan mencit pada hari ke-18 telah mencapai ukuran bobot dewasa
tubuh yaitu diatas 20 g dan mencit telah berumur 39 hari. Pencapaian bobot badan
tersebut lebih baik dari pernyataan Smith dan Mangkoewidjojo (1988) serta Malole

dan Pramono (1989) bahwa mencit mencapai bobot badan 20 g dan siap untuk
dikawinkan pada umur 56 hari. Hal tersebut terjadi kemungkinan karena perbedaan
manajemen pemeliharaan mencit.
Konversi Pakan
Rataan umum konversi pakan mencit (umur 21-39 hari) selama 18 hari
penelitian adalah 8,60 dengan koefisien keragaman 26,15 seperti tampak pada Tabel
6.
Tabel 6. Rataan Konversi Pakan Mencit pada Tingkat Pemberian L. rubellus yang
Berbeda
Perlakuan

Rataan konversi pakan

KK (%)

P0

9,28

19,63

P1

7,80

19,17

P2

8,74

39,66

Rataan

8,60

26,15

Keterangan : KK : Koefisien Keragaman; P0 : Pakan ayam buras + 0 g L. rubellus; P1 : Pakan ayam
buras + 1 g L. rubellus; P2 : Pakan ayam buras + 2 g L. rubellus

Rataan konversi tersebut lebih baik dari penelitian Rakhmadi (2008) yang
mendapatkan rataan konversi pakan mencit 12,33 dengan koefisien keragaman 45,66
(umur mencit 28-49 hari) pada kadar PK ransum 15,79% dan dengan suhu
pemeliharaan yang nyaman. Perbedaan nilai konversi tersebut dikarenakan umur dan
lama pemeliharaan mencit yang berbeda. Nilai konversi yang tinggi menunjukkan
bahwa mencit tidak efisien dalam memanfaatkan ransum untuk mengubah bobot
badan.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian L. rubellus sebagai
pakan tambahan tidak berpengaruh terhadap konversi pakan mencit. Konversi pakan
mencerminkan kesanggupan ternak dalam memanfaatkan pakan (North dan Bell,
1990). Konversi yang sama memperlihatkan bahwa semua pakan mempunyai tingkat
efisiensi yang sama. Dapat dikatakan bahwa pemberian L. rubellus sebagai pakan
tambahan tidak menaikkan nilai konversi pakan meskipun memberikan sumbangan
protein yang nyata pada konsumsi hariannya.

Mortalitas
Tidak terdapat kematian mencit selama penelitian, mencit sehat, aktif,
berbulu rapat, dan mengkilap. Manajemen pemeliharaan yang baik sangat
berpengaruh terhadap mortalitas mencit yang di dukung dengan kondisi lingkungan
yang baik. Menurut Blakely dan David (1991) kondisi lingkungan yang baik dan
sesuai dengan kebutuhan ternak dapat menurunkan angka mortalitas. Dilihat dari
penampilan fisik mencit, pemberian L. rubellus sampai dengan taraf 2 g/ekor/hari
tidak menimbulkan bahaya sakit pada mencit tersebut.

PERFORMA MENCIT (Mus musculus) JANTAN LEPAS SAPIH
UMUR 21-39 HARI DENGAN PEMBERIAN CACING TANAH
(Lumbricus rubellus) SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN

SKRIPSI
ARI PRADANA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PETERNAKAN BOGOR
2012

PERFORMA MENCIT (Mus musculus) JANTAN LEPAS SAPIH
UMUR 21-39 HARI DENGAN PEMBERIAN CACING TANAH
(Lumbricus rubellus) SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN

SKRIPSI
ARI PRADANA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PETERNAKAN BOGOR
2012

RINGKASAN
Ari Pradana. D14070294. 2012. Performa Mencit (Mus musculus) Jantan Lepas
Sapih Umur 21-39 Hari dengan Pemberian Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
sebagai Pakan Tambahan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si.
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Salundik, M.Si.
Cacing tanah (Lumbricus rubellus) merupakan satwa harapan yang memiliki
kandungan nutrisi yang baik, meliputi protein yang lengkap dengan asam amino
yang diperlukan tubuh dan kandungan asam lemak jenuh yang rendah. Banyak
diantara hewan ternak seperti unggas dan mencit mau memakan cacing dalam
kondisi segar (hidup).
Penggunaan L. rubellus sebagai pakan tambahan dalam kondisi segar jarang
dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan performa mencit jantan
lepas sapih umur (21-39 hari) yang diberi L. rubellus sebagai pakan tambahan pada
taraf pemberian yang berbeda, sehingga didapatkan taraf pemberian terbaik yang
didasarkan pada parameter (bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi dan
konversi pakaan, serta mortalitas). Mencit yang digunakan sebagai materi penelitian
berasal dari peternak dengan manajemen pemeliharaan yang sebelumnya telah
diketahui. Tiga taraf perlakuan yang diberikan yaitu : 1) mencit tidak diberi L.
rubellus (P0); 2) mencit diberi 1 g L. rubellus/ekor/hari; 3) mencit diberi 2 g L.
rubellus/ekor/hari. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap
dengan tiga taraf perlakuan dan lima kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan Analysis of Variance (ANOVA), jika terdapat hasil yang berbeda
dilanjutkan dengan uji banding Tukey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian L. rubellus tidak berpengaruh terhadap keseluruhan parameter yang
diamati (konsumsi pakan dan konversi pakan, pertambahan bobot badan, dan
mortalitas). Cacing tanah (L. rubellus) tidak dapat diberikan sebagai pakan tambahan
karena tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap performa mencit.
Kata-kata kunci : mencit, cacing tanah, performa.

ABSTRACT
The Performance of 21-39 Day Old Male Mice (Mus musculus)
With Worms (Lumbricus rubellus) as Feed Suplement.
Pradana, A., H.C.H. Siregar and Salundik
The purpose of research was to analize the effect of worms (Lumbricus rubellus) as
feed supplement to performance of 21-39 day old male mice. Variables that be
observed were dry matter consumtion, 39 old day body weight, daily weight gain,
feed conversion, and mortality. The treatments were P0 (consentrate/control); P1
(concentrate + 1 g worms/day); P2 (concentrate + 2 g worms/day). Consentrate and
water was given by ad libitum. The result showed that the addition worms did not
influence in all variables observed (P>0,05).
Keywords: worms, mice, performance.

PERFORMA MENCIT (Mus musculus) JANTAN LEPAS SAPIH
UMUR 21-39 HARI DENGAN PEMBERIAN CACING TANAH
(Lumbricus rubellus) SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN

ARI PRADANA
D14070294

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PETERNAKAN BOGOR
2012

Judul

: Performa Mencit (Mus musculus) Jantan Lepas Sapih Umur 21-39
Hari dengan Pemberian Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) sebagai
Pakan Tambahan

Nama

: Ari Pradana

NIM

: D14070294

Menyetujui,
Pembimbing Utama,

Pembimbing Anggota,

(Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si.)
NIP : 19620617 199003 2 001

(Dr. Ir. Salundik, M.Si.)
NIP : 19640406 198903 1 003

Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc.)
NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 28 Juni 2012

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Ari Pradana, dilahirkan pada tanggal 15 Mei 1989 di
Nganjuk. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Budi
Santoso dan Ibu Suparmi. Pendidikan dasar ditempuh di SD Negeri 3 Balongrejo pada tahun
2001. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP Negeri
3 Bagor dan pendidikan lanjutan atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMA Negeri 3
Nganjuk.
Status mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor diperoleh melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru) pada tahun 2007. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif pada Unit Kegiatan
Kampus Koperasi Mahasiswa pada tahun 2007-2008. Penulis aktif menjadi Staf Divisi
Animal Breeding Club HIMAPROTER (Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak) tahun
2008-2009. Penulis aktif dalam kegiatan kesenian dan tergabung dalam komunitas seni
Teater Kandang dan paduan suara Graziono Simphonia tahun 2008. Penulis dipilih sebagai
ketua umum HIMAPROTER (Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak) periode 2009-2010.
Penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Teknik Pengolahan Limbah
Peternakan tahun 2011.
Penulis aktif dalam program pemberdayaan masyarakat yang diselenggarakan oleh
IPB yaitu IPB Go Field di Indramayu Jawa Barat pada tahun 2008-2009. Penulis tergabung
dalam program SIBERMAS (Sistem Pemberdayaan Masyarakat) Pemerintah Propinsi
Gorontalo pada tahun 2010-2011. Penulis pernah menjadi pembina petani muda dalam
kegiatan temu patani muda se-Jawa Barat tahun 2011.

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Penulis ucapkan pada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga Penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul
Performa Mencit Jantan Lepas Sapih (Mus musculus) Umur 21-39 Hari dengan
Pemberian Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) sebagai Pakan Tambahan.
Skripsi ini merupakan hasil dari serangkaian penelitian yang dilakukan pada bulan
Agustus 2011 sampai dengan Januari 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan performa mencit jantan
lepas sapih umur (21-39 hari) yang diberi L. rubellus sebagai pakan tambahan pada
taraf pemberian yang berbeda. Sehingga didapatkan taraf pemberian terbaik yang
didasarkan pada parameter (bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi dan
konversi pakaan). Mencit telah banyak diternakkan oleh masyarakat yang tujuannya
dimanfaatkan sebagai bahan percobaan, pakan hewan lain atau sebagai hewan
peliharaan. Mencit mampu berkembang biak dengan cepat, didukung dengan
manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan yang berkualitas. Pakan mencit yang
lazim digunakan adalah pakan ayam ras dan pakan ayam buras. Pakan ayam buras
lebih sering digunakan dari pada pakan ayam ras, karena harganya lebih murah.
Banyak pula yang menggunakan sisa makanan manusia sebagai pakan mencit untuk
mengurangi biaya yang dikeluarkan. Kualitas nutrisi harus tetap diperhatikan untuk
menunjang produksi yang baik, untuk itu diperlukan pakan tambahan yang bernutrisi
baik, murah, dan mudah untuk didapatkan. Cacing tanah (Lumbricus rubellus) dapat
digunakan sebagai pakan tambahan untuk mencit karena selain kandungan nutrisinya
yang baik, L. rubellus mudah untuk dibudidayakan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini belum sempurna. Penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang
membutuhkan. Amin.
Bogor, Juli 2012

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN ………………………………………………………………..

i

ABSTRACT …………………………………………………………….....

ii

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN………….………………….……………...........

iv

RIWAYAT HIDUP …………………………………….……………….......

v

KATA PENGANTAR ……………………………………..……………......

vi

DAFTAR ISI ………………………………………….………………….....

vii

DAFTAR TABEL …………………………………….………………….....

ix

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………..……...….

x

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………….…………...…..

xi

PENDAHULUAN ……………………………………….……………….....

1

Latar Belakang ……………………………….…...…….……...........
Tujuan …………...…………………………….……………….........

1
2

TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………….…............

3

Mencit (Mus musculus)……………..…………………………..........
Kebutuhan dan Konversi Pakan..................................…..........
Bobot Badan dan Laju Pertumbuhan.......................….............
Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)....................................................

3
5
6
6

MATERI DAN METODE .………………………………............................

9

Lokasi dan Waktu…………………………………………………....
Materi …………………………………………………………...…...
Ternak........................................................................................
Kandang dan Peralatan..............................................................
Pakan.........................................................................................
Prosedur.......…………….....………………………………………...
Persiapan...................................................................................
Pelaksanaan Penelitian..............................................................
Rancangan dan Analisis Data..............................................................
Rancangan.................................................................................
Analisis Data.............................................................................
Peubah yang Diamati................................................................

9
9
9
9
9
10
10
10
11
11
12
12

HASIL DAN PEMBAHASAN ….....…………………………...…………..

14

Kondisi Umum Penelitian.............. ………………………………….
Kandang Penelitian........……………....…………………….
Pakan...................................………...........................…….......

14
14
15

Pengaruh Perlakuan Terhadap Peubah yang Diamati…………..........
Konsumsi Pakan.........……………………………….....……..
Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan………….....…
Konversi Pakan…………………………….............................
Mortalitas ……………………..…………………...................

16
16
18
20
21

KESIMPULAN DAN SARAN..................................................………...…..

22

Kesimpulan ……………………..........................................………...
Saran…………………………………………....................................

22
22

UCAPAN TERIMAKASIH ….....………………...………………………...

23

DAFTAR PUSTAKA ……………..........................……….……………......

24

LAMPIRAN ………………………………………….…….……………….

27

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1.

Sifat Biologis Mencit (M. musculus) ..........................................

4

2.

Kandungan Asam Amino Cacing Tanah, Tepung Daging dan
Tepung Ikan.................................................................................

8

Kandungan Zat Nutrisi Pakan yang Digunakan dan Kebutuhan
Nutrisi Mencit dalam Bahan Kering............................................

10

Rataan Konsumsi Bahan Kering Mencit pada Taraf Pemberian
L. rubellus yang Berbeda ……....................................................

16

Rataan Bobot Badan Awal dan Akhir Serta Pertambahan Bobot
Badan Harian Mencit Selama Penelitian.....................................

18

Rataan Konversi Pakan Mencit pada Tingkat Pemberian L.
rubellus yang Berbeda ................................................................

20

3.
4.
5.
6.

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1.

Mencit Putih (M. musculus)...........................................................

3

2.

Lumbricus rubellus…...........……………..……………………...

7

3.

Suhu Kandang...…………...………..............................................

14

4.

Kelembaban Kandang....................................................................

15

5.

Grafik Konsumsi Pakan Mencit….................................................

17

6.

Grafik Pertambahan Bobot Badan Mencit.....................................

19

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1.

Analisis Ragam Rataan Konsumsi Bahan Kering Pakan Mencit ...

28

2.

Analisis Ragam Total Rataan Pertambahan Bobot Badan Mencit...

28

3.

Analisis Ragam Konversi Pakan Mencit..........................................

28

4.

Analisis Ragam Konsumsi Serat......................................................

28

5.

Analisis Ragam Konsumsi Protein...................................................

28

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mencit (Mus musculus) merupakan mamalia kecil yang nilai kemanfaatanya
tinggi, diantaranya sebagai hewan dalam percobaan (penyakit, gizi, dan makanan)
pada manusia, hewan peliharaan, maupun pakan bagi hewan lain. Manfaat mencit
yang tinggi mengakibatkan mencit harus selalu tersedia dalam jumlah banyak dengan
produktifitas dan performa yang baik.
Kelemahan mencit di pasaran adalah mencit bukan merupakan hewan yang
dibutuhkan secara kontinyu. Kadang mencit dibutuhkan dalam jumlah banyak dan
segera, tetapi terkadang permintaan mencit sangat sedikit. Saat permintaan sedikit,
penekanan biaya produksi harus dilakukan oleh peternak. Perkembangbiakan mencit
yang cepat harus diimbangi dengan penyedian pakan serta tenaga kerja yang cukup.
Tindakan yang biasanya dilakukan oleh peternak adalah memberikan pakan dengan
harga dan kualitas yang rendah. Hal tersebut hanya untuk mempertahankan mencit
untuk tetap hidup tanpa memperhatikan aspek produktifitas dan performanya.
Beberapa peternak memberikan pakan ayam buras dan sisa makanan manusia
sebagai pakan mencit, kemungkinan kebutuhan nutrisi untuk mencit belum
tercukupi. Disaat permintaan mencit tinggi pemberian pakan bernutrisi baik perlu
untuk menunjang pertumbuh