satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari
jumlah mol hidrogennya. Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada
proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar moisture. Panas laten pengkondensasian uap air pada
tekanan parsial 20 kNm
2
tekanan yang umum timbul pada gas buang adalah sebesar 2400 kJkg, sehingga besarnya nilai kalor bawah LHV dapat dihitung
berdasarkan persamaan berikut : LHV = HHV – 2400 M + 9 H
2
...................2.15
Lit. 3 hal. 44
LHV = Nilai Kalor Bawah Jkg M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar moisture
Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah LHV dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang
meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas HHV karena nilai tersebut umumnya lebih cepat
tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME American of Mechanical Enggineers menentukan penggunaan nilai kalor atas HHV, sedangkan peraturan
SAE Society of Automotive Engineers menentukan penggunaan nilai kalor bawah LHV.
2.4 Bahan Bakar Diesel Penggolongan bahan bakar mesin diesel berdasarkan jenis putaran
mesinnya, dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Automotive Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin dengan
kecepatan putaran mesin diatas 1000 rpm rotation per minute. Bahan bakar jenis ini yang biasa disebut sebagai bahan bakar diesel yang biasanya digunakan untuk
kendaraan bermotor.
Universitas Sumatera Utara
2. Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin-mesin
yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya digunakan untuk mesin-mesin industri. Bahan bakar jenis ini disebut minyak
diesel. Di Indonesia, bahan bakar untuk kendaraan motor jenis diesel umumnya
menggunakan solar yang diproduksi oleh PT. PERTAMINA dengan karakteristik seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik mutu solar
NO P R O P E R T I E S
L I M I T S TEST METHODS
Min Max
I P A S T M
1. Specific Grafity 6060
C 0.82
0.87 D-1298
2. Color astm
- 3.0
D-1500 3.
Centane Number or Alternatively calculated Centane Index
45 48
- -
D-613 4.
Viscosity Kinematic at 100 C cST
or Viscosity SSU at 100 C secs
1.6 35
5.8 45
D-88 5.
Pour Point C
- 65
D-97 6.
Sulphur strip wt -
0.5 D-15511552
7. Copper strip 3 hr100
C -
No.1 D-130
8. Condradson Carbon Residue wt
- 0.1
D-189 9.
Water Content wt -
0.01 D-482
10. Sediment wt
- No.0.01
D-473 11.
Ash Content wt -
0.01 D-482
12. Neutralization Value :
- Strong Acid Number mgKOHgr -Total Acid Number mgKOHgr
- -
Nil 0.6
13. Flash Point P.M.c.c
F 150
- D-93
Sumber : www.Pertamina.com
2.5 Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar yang terbuat dari minyak tumbuh-tumbuhan atau lemak hewan. Komposisi biodiesel umumnya terdiri dari berbagai jenis asam
lemak tabel 2.2 yang melalui proses kimiawi ditransformasi menjadi ”Metil Ester Asam Lemak” Fatty Acid Methil Esters = FAME.
Tabel 2.2 Struktur Kimia Asam Lemak Pada Biodiesel
Universitas Sumatera Utara
Nama Asan Lemak
Jumlah Atom Karbon dan
Ikatan Rangkap
Rumus Kimia
Capriylic C 8
CH
3
CH
2 6
COOH Capric
C 10 CH
3
CH
2 8
COOH Lauric
C 12 CH
3
CH
2 10
COOH Myristic
C 14 CH
3
CH
2 12
COOH Palmitic
C 16 : 0 CH
3
CH
2 14
COOH Palmitoleic
C 16 : 1 CH
3
CH
2 5
CH=CHCH
2 7
COOH Stearic
C 18 : 0 CH
3
CH
2 16
COOH Oleic
C 18 : 1 CH
3
CH
2 7
CH=CHCH
2 7
COOH Linoleic
C 18 : 2 CH
3
CH
2 4
CH=CHCH
2
CH=CHCH
2 7
COOH Linolenic
C 18 : 3 CH
3
CH
2 2
CH=CHCH
2
CH=CHCH2CH=CHCH
2
7CCOOH Arachidic
C 20 : 0 CH
3
CH
2 18
COOH Eicosenic
C 20 : 1 CH
3
CH
2 7
CH=CHCH
2 9
COOH Behenic
C 22 : 0 CH
3
CH
2 20
COOH Eurcic
C 22 : 1 CH
3
CH
2 7
CH=CHCH
2 11
COOH
Sumber : Biodisel Handling and Use Guedelines, National Renewable Energy Laboratory-A National Laboratory of the U.S. Departement of Energys
Cara memproduksi biodiesel dapat dilakukan melalui proses transesterfikasi minyak nabati dengan metanol atau esterfikasi langsung asam
lemak hasil hidrolisis dengan metanol. Namun, transesterfikasi lebih intensif
dikembangkan karena proses ini lebih efisien dan ekonomis.
Pemanfaatan minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar yang berasal dari minyak bumi khususnya solar telah lama dikenal namun pengembangan
produk biodiesel ternyata lebih menggembirakan dibandingkan dengan pemanfaatan minyak nabati yang langsung digunakan sebagai bahan bakar karena
proses termal panas di dalam mesin akan teroksidasi atau terbakar secara relatif sempurna, tetapi dari gliserin akan terbentuk senyawa akrolein dan terpolimerisasi
menjadi senyawa plastis yang agak padat. Senyawa ini menyebabkan kerusakan
Universitas Sumatera Utara
pada mesin, karena membentuk deposit pada pompa injektor. Karena itu perlu dilakukan modifikasi pada mesin-mesin kendaraan bermotor komersial apabila
menggunakan minyak nabati langsung sebagai pengganti bahan bakar solar. Selain dapat digunakan langsung, biodiesel juga dapat dicampur dengan
solar atau minyak diesel lainnya dengan tujuan untuk mengubah karakteristiknya agar sesuai dengan kebutuhan. Bahan bakar yang mengandung biodiesel kerap
dikenal sebagai ”BXX” yang merujuk pada suatu jenis bahan bakar dengan komposisi XX biodiesel dan 1-XX minyak diesel. Sebagai contoh, B100
merupakan biodiesel murni sedangkan B-07 merupakan campuran dari 7 biodiesel dan 93 minyak diesel.
2.5.1 Karakteristik Biodiesel
Biodiesel tidak mengandung nitrogen atau senyawa aromatik dan hanya mengandung kurang dari 15 ppm part per million sulfur. Biodiesel mengandung
kira-kira 11 oksigen dalam persen berat yang keberadaannya mengakibatkan berkurangnya kandungan energi LHV menjadi lebih rendah bila dibandingkan
dengan solar namun menurunkan kadar emisi gas buang yang berupa karbon monoksida CO, hidrokarbon HC, partikulat dan jelaga. Kandungan energi
biodiesel kira-kira 10 lebih rendah bila dibandingkan dengan solar. Efisiensi bahan bakar dari biodiesel kurang lebih sama dengan solar, yang berarti daya dan
torsi yang dihasilkan proporsional dengan kandungan nilai kalor pembakarannya LHV.
Kandungan asam lemak dalam minyak nabati yang merupakan bahan baku biodiesel menyebabkan biodiesel sedikit kurang stabil bila dibandingkan solar
khususnya dalam hal terjadinya oksidasi. Perbedaan bahan baku menyebabkan kestabilan antara biodiesel yang satu berbeda dari biodiesel yang lainnya
tergantung dari jumlah ikatan rangkap dari rantai karbon yang dikandungnya C=C. Semakin besar jumlah ikatan rangkap rantai karbonnya maka
kecenderungan untuk mengalami oksidasi semakin besar. Sebagai contoh, C 18 : 3 yang mempunyai tiga ikatan rangkap mempunyai sifat tiga kali lebih reaktif
untuk mengalami oksidasi dibandingkan C 18 : 0 yang tidak memiliki tiga ikatan
Universitas Sumatera Utara
rangkap. Kestabilan suatu biodiesel dapat diprediksi dengan mengetahui jenis bahan bakunya.
Kestabilan yang rendah dari suatu jenis biodiesel dapat meningkatkan kandungan asam lemak bebas, menaikkan viskositas dan terbentuknya gums dan
sedimen yang dapat menyumbat saringan bahan bakar. Oleh karena itu, biodiesel dan bahan bakar yang mengandung campurannya sebaiknya tidak disimpan lebih
dari 6 bulan karena lamanya penyimpanan mempengaruhi terjadinya oksidasi. Salah satu cara yang dapat diupayakan bila biodiesel harus disimpan lebih dari 6
bulan adalah dengan menambahkan anti oksidan. Jenis anti oksidan yang dapat bekerja dengan baik pada biodiesel antara lain TBHQ t-butyl hydroquinone,
Tenox 21 dan Tocopherol Vitamin E. Biodiesel mempunyai sifat melarutkan Solvency. Hal ini dapat
menimbulkan permasalahan, dimana bila digunakan pada mesin diesel yang sebelumnya telah lama menggunakan solar dan didalam tangki bahan bakarnya
telah terbentuk sedimen dan kerak, maka biodiesel akan melarutkan sedimen dan kerak tersebut sehingga dapat menyumbat saluran dan saringan bahan bakar. Oleh
karena itu, bila kandungan sedimen dan kerak pada tangki bahan bakar cukup tinggi, sebaiknya diganti sebelum menggunakan biodiesel. Hal lain yang dapat
dilakukan adalah dengan tidak menggunakan biodiesel murni melainkan campurannya. Sifat pelarut dari bahan bakar yang mengandung campuran
biodiesel akan semakin berkurang seiring dengan berkurangnya kadar biodiesel didalamnya. Penelitian menunjukkan bahwa campuran antara biodiesel dan solar
dengan komposisi 7 : 93 B-07 mempunyai sifat pelarut yang cukup kecil sehingga dapat ditoleransi.
Beberapa material seperti kuningan, tembaga, timah, dan seng dapat mengoksidasi biodiesel dan menghasilkan sedimen. Untuk mencegah hal ini,
peralatan yang bersentuhan langsung dengan biodiesel sebaiknya terbuat dari stainless steel atau aluminium. Selain bereakasi terhadap sejumlah meterial
logam, biodiesel juga cenderung menyebabkan peralatan yang terbuat dari karet alam mengembang sehingga sebaiknya diganti dengan karet sintetis.
Universitas Sumatera Utara
Biodiesel murni mempunyai sifat pelumas yang baik, bahkan campuran bahan bakar yang mengandung biodiesel dalam komposisi yang rendah masih
memiliki sifat pelumas yang jauh lebih baik dibanding solar. Seperti halnya bahan bakar diesel lainnya, biodiesel dapat berubah fasa
menjadi ”gel” pada temperatur yang rendah. Biodiesel memiliki tempertur titik tuang pour point yang lebih tinggi yaitu sekitar -15 sampai 10
C dibandingkan solar, -35 sampai -15
C sehingga pemakaian biodiesel murni pada daerah rendah kurang dianjurkan. Untuk menurunkan temperatur titik tuang biodiesel dapat
dilakukan dengan mencampurkan solar, semakin besar komposisi solar dalam campuran, maka semakin rendah temperatur titik tuangnya. Cara lain adalah
dengan menambahkan zat aditif, tetapi penelitian menunjukkkan bahwa pemakaian zat aditif seperti ”pour point depresant” tidak cukup efektif ketika
digunakan pada B100. Tabel 2.3 Perbandingan Biodiesel dan Solar Petrodiesel
Fisika Kimia Biodiesel
Solar Kelembaman
0.1 0.3
Energi Power Energi yang dihasilkan
128.000 BTU Energi yang dihasilkan
130.000 BTU Komposisi
Metil Ester atau asam lemak Hidrokarbon
Modifikasi Engine Tidak diperlukan
- Konsumsi Bahan
Bakar Sama
Sama
Lubrikasi Lebih tinggi
Lebih rendah Emisi
CO rendah, total hidrokarbon, sulfur dioksida,
dan nitroksida CO tinggi, total hidrokarbon,
sulfur dioksida, dan nitroksida
Penanganan Flamable lebih rendah
Flamable lebih tinggi Lingkungan
Toxisitas rendah Toxisitas 10 kali lebih tinggi
Keberadaan Terbarukan renewable
Tidak terbarukan
Sumber : CRE-ITB, NOV. 2001
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit
Proses pembuatan biodiesel dari kelapa sawit adalah melalui proses transesterifikasi, dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi,
tetapi jika bahan baku dari CPO maka sebelumnya perlu dilakukan esterfikasi.
1. Transesterifikasi