Optimalisasi penggunaan lahan untuk pengembangan ekonomi dan konservasi sumberdaya alam di kawasan pesisir Sidoarjo – Jawa Timur

(1)

OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN UNTUK

PENGEMBANGAN EKONOMI DAN

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM

DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN SIDOARJO – JAWA TIMUR

DISERTASI

SLAMET SUBARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul :

OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN EKONOMI DAN KONSERVASI

SUMBERDAYA ALAM DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN SIDOARJO – JAWA TIMUR

merupakan gagasan dan hasil penelitian disertasi saya sendiri dibawah bimbingan komisi pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2007

SLAMET SUBARI NRP. A.161024011


(3)

ABSTRACT

SLAMET SUBARI, Optimizing of Use of Land for Economic Development and Natural Resources Conservation in Coastal Area Sidoarjo Re gency East Java (PARULIAN HUTAGAOL as chairman, WILSON H. LIMBONG and HARIANTO as members of the advisory committee)

Sidoarjo regency has an area of 71 424.25 ha. One third of it is coastal area rich in fish production as source of living for 3 257 fish farmers and 3 282 fishermen along the seashore. There are many various activities done by the community, i.e., running intensive shrimp ponds, organic shrimp ponds, salt business, mangrove forest conservation, fuel wood seller and molusca. Meanwhile, government has an interest in managing the land use. Up to now, there is no integrated planning and management as so each businessman has its own criteria and individual goal in doing their business. This Phenomenon resulted in conflict of using the land. The questions are “How can the plan of land use that compromise many various local interest and trigger the development of local economy without destructing natural environment be arranged?”. The research aimed at (1) setting land use allocation that can compromise all local interest, (2) selecting the best alternative strategy of land using implemented in Sidoarjo coastal area, and (3) studying whether the plan of land using can be implemented or not.

Data analysis used Goal Programming Model with some constrains, among of them is mangrove forest area estimated by regressing the data on the quality of soil water. Economic valuation of mangrove forest was done by using substitute method. To determine the priority scale, stakeholders preferences were analyzed by Analytical Hierarchy Process (AHP).

The results of the research could be concluded that

1. The model of land using allocation in Sidoarjo coastal area covered six decision variables, ten considered commodities and nine resources constrains. 2. The scenario of economy development accommodating externalities and the

way of solving was the best alternative of the land using strategy because of covering three development criteria, i.e., econo my, environment and employment criteria.

3. Although there are probably indigenous local income (PAD) increasing Rp 2 327 329 977 but if institution system still like now (existing condition), the optimal land use concept will not be implemented because the system can not attend to effectively and efficiency of mechanism for coordination and negotiation of stakeholders conflict.


(4)

ABSTRAK

SLAMET SUBARI. Optimalisasi Penggunaan Lahan Untuk Pengembangan Ekonomi dan Konservasi Sumberdaya Alam di Pesisir Sidoarjo Jawa Timur (PARULIAN HUTAGAOL sebagai Ketua, WILSON H. LIMBONG dan HARIANTO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Kabupaten Sidoarjo memiliki luas 71 424,25 ha sepertiganya merupakan kawasan pesisir yang kaya akan hasil- hasil perikanan dan dapat menjadi sumber penghidupan bagi 3 257 KK petani tambak dan 3 282 KK nelayan pencari ikan. Beragam aktivitas yang dilakukan masyarakat meliputi : usaha udang intensif, udang organik, usaha garam, konservasi hutan mangrove, pencari kayu bakar dan remis, serta pemerintah berkepentingan melakukan penatagunaan lahan. Tiap-tiap pelaku ekonomi memiliki kriteria dan tujuan masing- masing, belum ada perencanaan dan pengelolaan secara terintegrasi. Padahal fenomena ini memperlihatkan hubungan yang kurang menguntungkan. Permasalahannya adalah : bagaimana menyusun suatu rencana penggunaan lahan yang dapat mengkompromikan berbagai kepentingan masyarakat dan dapat menunjang hasil-hasil ekonomi tanpa merusak lingkungan? Penelitian ini bertujuan : (1) menentukan alokasi penggunaan lahan yang mampu mengkompromikan berbagai kepentingan masyarakat, (2) mencari alternatif strategi penggunaan lahan yang paling baik untuk diterapkan di Pesis ir Kabupaten Sidoarjo, dan (3) melakukan kajian terhadap kemungkinan konsep rencana penggunaan lahan dapat diterapkan atau tidak.

Analisis data menggunakan model Goal Programming dengan beberapa faktor pembatas diantaranya adalah luas hutan mengrove lestari diestimasi dengan melakukan regresi terhadap data kualitas air tanah. Valuasi ekonomi hutan mangrove menggunakan metode substitusi dan untuk menentukan skala prioritas pembangunan lingkungan didekati dengan teknik proses hirarkhi analisis (AHP) terhadap preferensi stakeholders. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan : (1) model alokasi penggunaan lahan di Pesisir Sidoarjo terdiri dari enam variabel keputusan, sepuluh komoditas yang dipertimbangkan dengan sembilan kendala sumberdaya, (2) skenario pembangunan ekonomi dengan mempertimbangkan eksternalitas dan cara mengatasinya merupakan alternatif strategi penggunaan lahan yang terbaik, karena memenuhi tiga kriteria pembangunan yaitu kriteria ekonomi, lingkungan dan penyerapan tenaga kerja, dan (3) walaupun ada potensi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 2 327 329 977 namun jika sistem kelembagaan tetap seperti sekarang, maka konsep penggunaan lahan optimal tidak akan bisa diimplementasikan, karena tidak memungkinkan terjadinya suatu mekanisme koordinasi, negosiasi, dan kompromi antara pihak-pihak yang ber-konflik secara efektif dan efisien.


(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya tanpa ijin tertulis dari


(6)

OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN UNTUK

PENGEMBANGAN EKONOMI DAN

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM

DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN SIDOARJO – JAWA TIMUR

SLAMET SUBARI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

Judul Disertasi : Optimalisasi Penggunaan Lahan Untuk Pengembangan Ekonomi dan Konservasi Sumberdaya Alam di Kawasan Pesisir Sidoarjo – Jawa Timur

Nama Mahasiswa : Slamet Subari Nomor Pokok : A161024011

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS. Ketua

Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong, MS. Dr. Ir. Harianto, MS.

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Desember 1963 di Surabaya. Merupakan anak ke tujuh dari sebelas bersaudara dari Bapak Kamsuri Doelmanan (Almarhum) dan Ibu Ngadinem.

Pada tahun 1977 penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN Menur Pumpungan 1 Surabaya, kemudian melanjutkan sekolah pada SMP Negeri 6 Surabaya dan lulus pada tahun 1981, Tahun 1984 lulus dari SMA Negeri 6 Surabaya.

Penulis melanjutkan studinya ke Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya – Malang dan lulus tahun 1989. Tahun 1996 melanjutkan studi Program Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah Daerah dan Pedesaan (PWD) Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studi Program Doktoral pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada tahun 1989 – sekarang, penulis bekerja sebagai Dosen pada Fakultas Pertanian Universitas Bangkalan (sekarang Universitas Trunojoyo Madura).

Tahun 1989 menikah dengan Yuli Susetyoningtyas dan dikaruniai tiga orang anak : Riza Dyah Puspit asari (1990), Mirza Ardiansyah (1996), dan Fauzan Zulfi Hanggara Prayoga (2004).


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat-Nya disertasi dengan judul Optimalisasi Penggunaan Lahan Untuk Pengembangan Ekonomi dan Konservasi Sumberdaya Alam di Kawasan Pesisir Kabupaten Sidoarjo – Jawa Timur dapat diselesaikan. Tema ini dipilih karena masih banyaknya pola-pola pengelolaan pembangunan khususnya yang berkaitan dengan penggunaan lahan yang masih bersifat parsial sehingga hasilnya kurang optimal. Dalam jangka panjang hal itu akan menimbulkan degradasi sumberdaya alam dan menurunkan potensinya.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan sekaligus menyampaikan rasa hormat setinggi tingginya kepada Dr. Ir. Parulian Hutagaol, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan terutama mengenai relevansi tulisan dengan fenomena yang terjadi di lapangan dan sistem analisis secara komprehensif dan konsisten. Kepada Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong, MS. selaku Anggota Komisi Pembimbing terutama mengenai konsistensi tulisan, teknik penulisan dan penyajian. Disamping itu beliau dengan senang hati memberikan dorongan semangat terutama ketika penulis sedang dalam situasi yang sulit. Kepada Dr. Ir. Harianto, MS. selaku Anggota Komisi Pembimbing terutama mengenai pemodelan, analisis data dan konsistensi dalam penulisan disertasi.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Bapak Mantan Rektor Universitas Trunojoyo Madura, Prof. Dr. Ir. Iksan Semaoen, MSc yang telah mendorong, memberikan kesempatan dan memberikan rekomendasi untuk


(10)

Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarja dan Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian yang telah menerima penulis untuk melanjutkan studi pada jenjang strata tiga.

Secara khusus penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. baik sebagai Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian maupun sebagai pribadi atas keihlasan beliau untuk menyediakan waktu konsultasi bagi penulis. Beliau juga peduli untuk memberikan pengarahan terhadap langkah- langkah yang harus dilakukan guna mempercepat proses penyelesaian studi.

Terima kasih kepada Ir. Nyoto Santoso, MS. selaku Direktur Lembaga Penelitian dan Penge mbangan Mangrove (LPP Mangrove) – Bogor yang telah menyediakan waktu untuk berdiskusi dan memberikan data-data sekunder berkaitan dengan kegiatan lembaga tersebut di Pesisir Sidoarjo. Kepada Bapak Ir. Tidar Hadipurnomo, MS. yang telah banyak membantu penulis baik dalam berdiskusi maupun dalam pengolahan data. Kepada Bapak Ir. Edwin Aldrianto, MSi dan Bapak Ir. Muhammad Yusuf, MM atas kerjasamanya dalam berbagai kegiatan sehingga penulis dapat membiayai penelitian lapangan dan biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses penyelesaian studi. Kepada rekan-rekan Dosen di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil serta kepada rekan-rekan pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian khususnya angkatan 2002 sebagai teman belajar dan diskusi bersama dalam menghadapi ujian-ujian semester dan prelim.

Terima kasih kepada Ibu dan Ayahk u (Almarhum), kedua mertua, istriku Yuli Susetyoningtyas, ketiga putra-putriku Riza Dyah Puspitasari, Mirza


(11)

OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN UNTUK

PENGEMBANGAN EKONOMI DAN

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM

DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN SIDOARJO – JAWA TIMUR

DISERTASI

SLAMET SUBARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul :

OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN EKONOMI DAN KONSERVASI

SUMBERDAYA ALAM DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN SIDOARJO – JAWA TIMUR

merupakan gagasan dan hasil penelitian disertasi saya sendiri dibawah bimbingan komisi pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2007

SLAMET SUBARI NRP. A.161024011


(13)

ABSTRACT

SLAMET SUBARI, Optimizing of Use of Land for Economic Development and Natural Resources Conservation in Coastal Area Sidoarjo Re gency East Java (PARULIAN HUTAGAOL as chairman, WILSON H. LIMBONG and HARIANTO as members of the advisory committee)

Sidoarjo regency has an area of 71 424.25 ha. One third of it is coastal area rich in fish production as source of living for 3 257 fish farmers and 3 282 fishermen along the seashore. There are many various activities done by the community, i.e., running intensive shrimp ponds, organic shrimp ponds, salt business, mangrove forest conservation, fuel wood seller and molusca. Meanwhile, government has an interest in managing the land use. Up to now, there is no integrated planning and management as so each businessman has its own criteria and individual goal in doing their business. This Phenomenon resulted in conflict of using the land. The questions are “How can the plan of land use that compromise many various local interest and trigger the development of local economy without destructing natural environment be arranged?”. The research aimed at (1) setting land use allocation that can compromise all local interest, (2) selecting the best alternative strategy of land using implemented in Sidoarjo coastal area, and (3) studying whether the plan of land using can be implemented or not.

Data analysis used Goal Programming Model with some constrains, among of them is mangrove forest area estimated by regressing the data on the quality of soil water. Economic valuation of mangrove forest was done by using substitute method. To determine the priority scale, stakeholders preferences were analyzed by Analytical Hierarchy Process (AHP).

The results of the research could be concluded that

1. The model of land using allocation in Sidoarjo coastal area covered six decision variables, ten considered commodities and nine resources constrains. 2. The scenario of economy development accommodating externalities and the

way of solving was the best alternative of the land using strategy because of covering three development criteria, i.e., econo my, environment and employment criteria.

3. Although there are probably indigenous local income (PAD) increasing Rp 2 327 329 977 but if institution system still like now (existing condition), the optimal land use concept will not be implemented because the system can not attend to effectively and efficiency of mechanism for coordination and negotiation of stakeholders conflict.


(14)

ABSTRAK

SLAMET SUBARI. Optimalisasi Penggunaan Lahan Untuk Pengembangan Ekonomi dan Konservasi Sumberdaya Alam di Pesisir Sidoarjo Jawa Timur (PARULIAN HUTAGAOL sebagai Ketua, WILSON H. LIMBONG dan HARIANTO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Kabupaten Sidoarjo memiliki luas 71 424,25 ha sepertiganya merupakan kawasan pesisir yang kaya akan hasil- hasil perikanan dan dapat menjadi sumber penghidupan bagi 3 257 KK petani tambak dan 3 282 KK nelayan pencari ikan. Beragam aktivitas yang dilakukan masyarakat meliputi : usaha udang intensif, udang organik, usaha garam, konservasi hutan mangrove, pencari kayu bakar dan remis, serta pemerintah berkepentingan melakukan penatagunaan lahan. Tiap-tiap pelaku ekonomi memiliki kriteria dan tujuan masing- masing, belum ada perencanaan dan pengelolaan secara terintegrasi. Padahal fenomena ini memperlihatkan hubungan yang kurang menguntungkan. Permasalahannya adalah : bagaimana menyusun suatu rencana penggunaan lahan yang dapat mengkompromikan berbagai kepentingan masyarakat dan dapat menunjang hasil-hasil ekonomi tanpa merusak lingkungan? Penelitian ini bertujuan : (1) menentukan alokasi penggunaan lahan yang mampu mengkompromikan berbagai kepentingan masyarakat, (2) mencari alternatif strategi penggunaan lahan yang paling baik untuk diterapkan di Pesis ir Kabupaten Sidoarjo, dan (3) melakukan kajian terhadap kemungkinan konsep rencana penggunaan lahan dapat diterapkan atau tidak.

Analisis data menggunakan model Goal Programming dengan beberapa faktor pembatas diantaranya adalah luas hutan mengrove lestari diestimasi dengan melakukan regresi terhadap data kualitas air tanah. Valuasi ekonomi hutan mangrove menggunakan metode substitusi dan untuk menentukan skala prioritas pembangunan lingkungan didekati dengan teknik proses hirarkhi analisis (AHP) terhadap preferensi stakeholders. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan : (1) model alokasi penggunaan lahan di Pesisir Sidoarjo terdiri dari enam variabel keputusan, sepuluh komoditas yang dipertimbangkan dengan sembilan kendala sumberdaya, (2) skenario pembangunan ekonomi dengan mempertimbangkan eksternalitas dan cara mengatasinya merupakan alternatif strategi penggunaan lahan yang terbaik, karena memenuhi tiga kriteria pembangunan yaitu kriteria ekonomi, lingkungan dan penyerapan tenaga kerja, dan (3) walaupun ada potensi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 2 327 329 977 namun jika sistem kelembagaan tetap seperti sekarang, maka konsep penggunaan lahan optimal tidak akan bisa diimplementasikan, karena tidak memungkinkan terjadinya suatu mekanisme koordinasi, negosiasi, dan kompromi antara pihak-pihak yang ber-konflik secara efektif dan efisien.


(15)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya tanpa ijin tertulis dari


(16)

OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN UNTUK

PENGEMBANGAN EKONOMI DAN

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM

DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN SIDOARJO – JAWA TIMUR

SLAMET SUBARI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(17)

Judul Disertasi : Optimalisasi Penggunaan Lahan Untuk Pengembangan Ekonomi dan Konservasi Sumberdaya Alam di Kawasan Pesisir Sidoarjo – Jawa Timur

Nama Mahasiswa : Slamet Subari Nomor Pokok : A161024011

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS. Ketua

Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong, MS. Dr. Ir. Harianto, MS.

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Desember 1963 di Surabaya. Merupakan anak ke tujuh dari sebelas bersaudara dari Bapak Kamsuri Doelmanan (Almarhum) dan Ibu Ngadinem.

Pada tahun 1977 penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN Menur Pumpungan 1 Surabaya, kemudian melanjutkan sekolah pada SMP Negeri 6 Surabaya dan lulus pada tahun 1981, Tahun 1984 lulus dari SMA Negeri 6 Surabaya.

Penulis melanjutkan studinya ke Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya – Malang dan lulus tahun 1989. Tahun 1996 melanjutkan studi Program Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah Daerah dan Pedesaan (PWD) Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studi Program Doktoral pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada tahun 1989 – sekarang, penulis bekerja sebagai Dosen pada Fakultas Pertanian Universitas Bangkalan (sekarang Universitas Trunojoyo Madura).

Tahun 1989 menikah dengan Yuli Susetyoningtyas dan dikaruniai tiga orang anak : Riza Dyah Puspit asari (1990), Mirza Ardiansyah (1996), dan Fauzan Zulfi Hanggara Prayoga (2004).


(19)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat-Nya disertasi dengan judul Optimalisasi Penggunaan Lahan Untuk Pengembangan Ekonomi dan Konservasi Sumberdaya Alam di Kawasan Pesisir Kabupaten Sidoarjo – Jawa Timur dapat diselesaikan. Tema ini dipilih karena masih banyaknya pola-pola pengelolaan pembangunan khususnya yang berkaitan dengan penggunaan lahan yang masih bersifat parsial sehingga hasilnya kurang optimal. Dalam jangka panjang hal itu akan menimbulkan degradasi sumberdaya alam dan menurunkan potensinya.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan sekaligus menyampaikan rasa hormat setinggi tingginya kepada Dr. Ir. Parulian Hutagaol, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan terutama mengenai relevansi tulisan dengan fenomena yang terjadi di lapangan dan sistem analisis secara komprehensif dan konsisten. Kepada Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong, MS. selaku Anggota Komisi Pembimbing terutama mengenai konsistensi tulisan, teknik penulisan dan penyajian. Disamping itu beliau dengan senang hati memberikan dorongan semangat terutama ketika penulis sedang dalam situasi yang sulit. Kepada Dr. Ir. Harianto, MS. selaku Anggota Komisi Pembimbing terutama mengenai pemodelan, analisis data dan konsistensi dalam penulisan disertasi.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Bapak Mantan Rektor Universitas Trunojoyo Madura, Prof. Dr. Ir. Iksan Semaoen, MSc yang telah mendorong, memberikan kesempatan dan memberikan rekomendasi untuk


(20)

Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarja dan Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian yang telah menerima penulis untuk melanjutkan studi pada jenjang strata tiga.

Secara khusus penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. baik sebagai Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian maupun sebagai pribadi atas keihlasan beliau untuk menyediakan waktu konsultasi bagi penulis. Beliau juga peduli untuk memberikan pengarahan terhadap langkah- langkah yang harus dilakukan guna mempercepat proses penyelesaian studi.

Terima kasih kepada Ir. Nyoto Santoso, MS. selaku Direktur Lembaga Penelitian dan Penge mbangan Mangrove (LPP Mangrove) – Bogor yang telah menyediakan waktu untuk berdiskusi dan memberikan data-data sekunder berkaitan dengan kegiatan lembaga tersebut di Pesisir Sidoarjo. Kepada Bapak Ir. Tidar Hadipurnomo, MS. yang telah banyak membantu penulis baik dalam berdiskusi maupun dalam pengolahan data. Kepada Bapak Ir. Edwin Aldrianto, MSi dan Bapak Ir. Muhammad Yusuf, MM atas kerjasamanya dalam berbagai kegiatan sehingga penulis dapat membiayai penelitian lapangan dan biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses penyelesaian studi. Kepada rekan-rekan Dosen di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil serta kepada rekan-rekan pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian khususnya angkatan 2002 sebagai teman belajar dan diskusi bersama dalam menghadapi ujian-ujian semester dan prelim.

Terima kasih kepada Ibu dan Ayahk u (Almarhum), kedua mertua, istriku Yuli Susetyoningtyas, ketiga putra-putriku Riza Dyah Puspitasari, Mirza


(21)

Ardiansyah dan Fauzan Zulfi Hanggara Prayoga atas doa, dorongan semangat, kesabaran dan kasih sayangnya, sehingga penulis merasa nyaman untuk melakukan tugas dan misi studinya sampai selesai. Semoga amal baik beliau-beliau tersebut dan pihak-pihak lainnya yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu mendapatkan balasan yang berlimpah dari Allah SWT. Amin ya Robbal A’lamin. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan pembangunan nusa dan bangsa Indonesia..amin.

Bogor, Januari 2007


(22)

i

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL... ...iv DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah... 4 1.3. Tujuan Penelitian... 7 1.4. Kegunaan Penelitian... 7 1.5. Batasan Penelitian ... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA... 10 2.1. Konsepsi Umum Tentang Lahan ... 11 2.2. Pengelolaan Lahan ... 12 2.3. Alokasi Sumberdaya Lahan ... 15 2.3.1. Goal Programming ... 22 2.3.2. Konservasi Sumberdaya Alam Untuk Pembangunan

Berkelanjutan ... 31 2.3.3. Nilai Ekonomi Hutan Mangrove ... 38 2.4. Kelembagaan Pengelolan Sumberdaya Lahan ... 50 2.4.1. Pilihan Bentuk Organisasi ... 54 2.4.2. Pengelolaan Sumberdaya Lahan Secara Partisipatif . 57 III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 61 3.1. Membangun Model Penggunaan Lahan di Pesisir Sidoarjo 61 3.2. Menentukan Alternatif Strategi Penggunaan Lahan Terbaik 65 3.3. Analisis Kelembagaan ... 66 IV. METODE PENELITIAN... 72 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 72 4.2. Konsep Membangun Model Penggunaan Lahan ... 72


(23)

4.2.1. Penilaian Situasi Untuk Mempelajari Sistem Biofisik 72 4.2.2. Analisis Lahan... 73 4.2.3. Kendala Penggunaan Lahan dan Luas Minimal Hutan Mangrove ... 76 4.2.4. Alokasi Penggunaan Lahan ... 78 4.2.5. Pengembangan Model – Skenario Untuk Simulasi.... 80 4.3. Analisis Komparatif ... 83 4.4. Analisis Kelembagaan ... 84 V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN... 86 5.1. Karakteristik Kabupaten Sidoarjo ... 86 5.2. Kebijakan Strategi Pengembangan Kawasan ... 92 5.2.1. Strategi Pemantapan Kawasan Lindung ... 92 5.2.2. Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya ... 93 5.3. Kebijakan Perencanaan Tata Ruang Wilayah ... 94 5.3.1. Kebijakan Keseimbangan Ekologi Wilayah ... 94 5.3.2. Kebijakan Struktur Tata Ruang ... 95 5.4. Sektor – Sektor Prioritas Pembangunan ... 96 5.5. Rencana Pengembangan Kawasan Perikanan ... 97 5.6. Hutan Mangrove ... 98 5.7. Target Produksi Barang dan Jasa ... 100 VI. MODEL DAN SIMULASI PENGGUNAAN LAHAN ... 105 6.1. Membangun Model Penggunaan Lahan di Pesisir Sidoarjo 106 6.1.1. Analisis Lahan ... 106 6.1.2. Kendala – Kendala Penggunaan Lahan ... 114 6.1.3. Asumsi – Asumsi Model ... 119 6.1.4. Model Operasional Penggunaan Lahan ... 120 6.2. Pengembangan Model – Skenario Untuk Simulasi ... 123 VII. SOLUSI MODEL DAN PEMBAHASAN ... 137 7.1. Solusi Model Untuk Tujuan Pembangunan Ekonomi ... 138 7.2. Solusi Model Untuk Tujuan Pembangunan Lingkungan .... 141


(24)

iii

Upaya Mengatasinya ... 143 7.4. Solusi Model Untuk Skenario Jika Tidak Ada Hutan

Mangrove ... 146 7.5. Solusi Model Untuk Skenario Tahun 2011 ... 148 7.6. Solusi Model Untuk Skenario Konsep RTRW 2002-2011 ... 151 VIII. IMPLIKASI STRATEGI PENGGUNAAN LAHAN ... 155 8.1. Analisis Komparatif ... 155 8.2. Analisis Kelembagaan ... 159 8.2.1. Potensi Peningkatan Keuntungan ... 160 8.2.2. Sistem Koordinasi Saat Ini ... 167 8.2.3. Kreasi Sistem Koordinasi ... 170 IX. KESIMPULAN DAN SARAN... 176 9.1. Kesimpulan... 176 9.2. Saran ... 177 DAFTAR PUSTAKA... 179 LAMPIRAN... 185


(25)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. pH dan Kandungan Hara Tanah di Hutan Mangrove Cimanuk ... 35 2. Produk Langsung Dari Ekosistem Mangrove ... 40 3. Produk Tidak Langsung Dari Ekosistem Mangrove ... 41 4. Metode Estimasi Nilai Sumberdaya Lingkungan ... 46 5. Distribusi Responden Menurut Lokasi ... 75 6. Luas Wilayah Kabupaten Sidoarjo ... 87 7. Sektor – Sektor Prioritas di Kabupaten Sidoarjo ... 96 8. Rencana Kawasan Perikanan Tambak di Kabupaten Sidoarjo ... 98 9. Luas Hutan Mangrove di Kabupaten Sidoarjo ... 99 10. Produksi Perikanan Kabupaten Sidoarjo dan Target Produksi ... 101 11. Prakiraan Nilai Hutan Mangrove Kabupaten Sidoarjo Per Tahun ... 103 12. Total Keuntungan Pengelolaan Pesisir Tahun 2006 ... 104 13. Hasil Produksi Pesisir Sidoarjo ... 104 14. Satuan – Satuan Lahan di Pesisir Sidoarjo Tahun 2005... 107 15. Satuan – Satuan Lahan di Pesisir Sidoarjo Tahun 2005 Menurut

Kriteria Kesesuaian Lahan ... 108 16. Kesesuaian Penggunaan Lahan di Pesisir Sidoarjo Tahun 2005... 109 17. Hasil Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan di Pesisir Sidoarjo

Tahun 2005... 110 18. Alternatif Penggunaan Lahan di Pesisir Sidoarjo Tahun 2005 ... 112 19. Koefisien Teknologi Pilihan Penggunaan Lahan di Pesisir Sidoarjo

Tahun 2005... 113 20. Potensi Biaya Petambak YangTersedia di Pesisir Sidoarjo Tahun


(26)

v

21. Skala Prioritas Masing-Masing Komoditi Untuk Pengembangan Ekonomi ... 124 22. Model Alokasi Penggunaan Lahan di Pesisir Sidoarjo Tahun 2006 125 23. Model Alokasi Penggunaan Lahan di Pesisir Sidoarjo Tahun 2006

Setelah Dimoneterkan ... 126 24. Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan Barang-Barang

Produksi di Pesisir Sidoarjo ... 127 25. Hasil Analisis AHP Penetapan Skala Prioritas Untuk

Pembangunan Lingkungan... 128 26. Perubahan Koefisien Teknologi Untuk Skenario Terjadinya

Eksternalitas ... 130 27. Model Untuk Skenario Jika Tidak Ada Hutan Mangrove ... 131 28. Target Produksi Barang dan Jasa di Pesisir Sidoarjo Tahun 2011 ... 132 29. Target Keuntungan Pengelolaan Pesisir Sidoarjo Tahun 2011 ... 133 30. Model Alokasi Penggunaan Lahan Untuk Tujuan Pembangunan

Ekonomi Tahun 2011 ... 135 31. Moodel Untuk Skenario Penerapan RTRW 2002-2011... 136 32. Alokasi Penggunaan Lahan Untuk Tujuan Pembangunan Ekonomi 139 33. Deviasi Target Untuk Skenario Pembangunan Ekonomi ... 140 34. Kondisi Sumberdaya Setelah Dialokasikan Untuk Tujuan Skenario

Pembangunan Ekonomi ... 140 35. Alokasi Penggunaan Lahan Untuk Tujuan Pembangunan

Lingkungan ... 141 36. Deviasi Target Untuk Skenario Pembangunan Lingkungan ... 142 37. Kondisi Sumberdaya Setelah Dialokasikan Untuk Tujuan Skenario

Pembangunan Lingkungan ... 143 38. Alokasi Penggunaan Lahan Untuk Skenario Terjadinya

Eksternalitas dan Upaya Mengatasinya ... 144 39. Deviasi Target Untuk Skenario Terjadinya Eksternalitas ... 145


(27)

40. Kondisi Sumberdaya Setelah Dialokasikan Untuk Tujuan Skenario Terjadinya Eksternalitas ... 146 41. Alokasi Penggunaan Lahan Untuk Skenario Jika Tidak Ada Hutan

Mangrove ... 147 42. Deviasi Target Untuk Skenario Jika Tidak Ada Hutan Mangrove .. 147 43. Kondisi Sumberdaya Setelah Dialokasikan Untuk Skenario Jika

Tidak Ada Hutan Mangrove ... 148 44. Alokasi Penggunaan Lahan Untuk Skenario Tahun 2011 ... 149 45. Deviasi Target Untuk Skenario Tahun 2011 ... 150 46. Kondisi Sumberdaya Setelah Dialokasikan Untuk Skenario Tahun

2011... 151 47. Alokasi Penggunaan Lahan Untuk Skenario RTRW 2002-2011... 152 48. Deviasi Target Untuk Skenario Konsep RTRW 2002-2011... 152 49. Kondisi Sumberdaya Setelah Dialokasikan Untuk Skenario Konsep

RTRW 2002-2011 ... 153 50. Perbandingan Beberapa Skenario Alokasi Penggunaan Lahan ... 161 51. Kondisi Keuntungan Sebelum dan Sesudah Optimasi ... 168


(28)

vii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Hubungan Hipotetik Antara Peubah – Peubah Sosial Ekonomi Masyarakat Terhadap Tataguna Lahan ... 14 2. Kurve Kemungkinan Produksi ... 15 3. Eksternalitas Negatif ... 17 4. Eksternalitas Positif ... 17 5. Pemecahan Masalah Optimasi Secara Grafis ... 25 6. Pengaruh pH Terhadap Perikanan Kolam ... 35 7. Hubungan Antara Kadar Polutan dengan Jarak Dari Garis Pantai ... 38 8. Nilai Ekonomi Lingkungan dan Hubungannya Dengan Metode

Valuasi ... 49 9. Komponen – Komponen Biaya Transaksi ... 53 10. Modalitas Dari Hubungan Organisasi Internal ... 56 11. Diagram Hiootetis Hubungan Antara Berbagai Kegiatan Ekonomi

di Pesisir Sidoarjo ... 63 12. Diagram Tahapan Penelitian Model Penggunaan Lahan di Pesisir

Sidoarjo ... 64 13. Kurve Kemungkinan Produksi ... 66 14. Pola Implementasi Pengelolaan Lahan Dalam Kaitannya Dengan

Masalah Dalam Hubungan Agensi Antara Pemerintah versus Petambak ... 69 15. Kelompok Otonom Sebagai Sebuah Struktur Yang Berkemampuan 71 16. Hierarki : Sasaran – Kriteria (Stakeholders) – Alternatif

(Komoditi) ... 81 17. Klas Lahan Menurut Kesesuaian Untuk Usaha Budidaya ... 111 18. Pola Usaha Yang Mungkin Untuk Dikembangkan di


(29)

19. Klas Satuan Lahan Dengan Kendala Luas Minimal Hutan Mangrove ... 117 20. Diagram Pola Hubungan Kelembagaan Sistem Pembangunan di

Pesisir Sidoarjo ... 170 21. Kreasi Diagram Pola Hubungan Kelembagaan Sistem


(30)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Skenario Pembangunan Ekonomi Tahun 2006 ... 186 2. Program – Output : Skenario Pembangunan Lingkungan Tahun

2006 ... 188 3. Program – Output : Skenario Pembangunan Ekonomi Yang

Mengakomodir Faktor Eksternalitas dan Upaya Mengatasinya ... 190 4. Program – Output : Skenario Jika Tidak Ada Hutan Mangrove ... 192 5. Program – Output : Skenario Tahun 2011 ... 193 6. Program – Output : Skenario Konsep RTRW 2002-2011... 195 7. Perhitungan Ketebalan Hutan Mangrove ... 197 8. Peta Kabupaten Sidoarjo ... 201 9. Kualitas Air Tanah ... 202


(31)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fokus pengembangan ekonomi di Indonesia bergerak dari sumberdaya

terrestrial ke sumberdaya laut dan pesisir dalam PJP II (1993-2018). Pergeseran itu sendiri didukung oleh fakta bahwa : (1) 63%(3.1 juta km2) dari wilayah Indonesia adalah lautan yang kaya akan sumberdaya alam, dan (2) sumberdaya daratan akan semakin bekurang dan sulit untuk dikembangkan. Pengalaman dalam pengembangan sumberdaya pesisir dan laut selama PJP I (1967-1992) menghasilkan tidak hanya pertumbuhan ekonomi tetapi juga degradasi sumberdaya alam. Di wilayah pesisir degradasi akan sampai pada level yang mengancam kelangsungan ekosistem pesisir dan laut untuk mensupport pengembangan ekonomi Indonesia kedepan. Meskipun terjadi degradasi lingkungan, Indonesia tidak dapat menghentikan pembangunan sumberdaya pesisir dan laut karena Negara ini masih membutuhkan pertumbuhan ekonomi untuk mencapai masyarakat yang makmur. Tantangan untuk manajer dan perencana pesisir di Indonesia sekarang adalah mengembangkan sumberdaya pesisir dan laut untuk mencapai manfaat yang maksimum dan saat yang bersamaan merawat kapasitas lestari dari ekosistem, tidak berarti melebihi daya dukung ekosistem (Dahuri, 1998).

Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan (Dahuri et al., 2001). Wilayah pesisir merupakan daerah yang memiliki fungsi sangat penting, karena menyediakan berbagai sumberdaya alam (SDA) baik yang dapat pulih (renewable resource) maupun sumberdaya alam yang tidak dapat


(32)

2 pulih (non renewable resource). Menurut Mulyadi (2005), sumberdaya yang dapat pulih terdiri atas : hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan rumput laut serta sumberdaya perikanan laut. Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir. Sumberdaya tidak dapat pulih meliputi seluruh mineral dan geologi.

Masih menurut Mulyadi (2005), wilayah pesisir Indonesia dengan panjang pantai mencapai 95 181 km1, juga memiliki berbagai macam jasa lingkungan yang sangat potensial bagi kepentingan pembangunan dan bahkan kelangsungan hidup manusia. Jasa-jasa lingkungan yang dimaksud meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan pelatihan, pertahanan dan keamanan, pengatur iklim, kawasan perlindungan.

Dengan terbatasnya luas lahan dan sumberdaya di daratan serta meningkatnya jumlah penduduk, maka banyak kegiatan pembangunan dialihkan dari daratan ke arah pesisir dan lautan. Sehubungan dengan semakin banyaknya pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat yang mengambil tempat di wilayah pesisir, antara lain untuk budidaya perikanan, pelabuhan, pariwisata, industri dan perluasan kota, maka sering timbul adanya konflik.

Konflik dalam pemanfaatan sumberdaya oleh berbagai sektor yang terjadi pada lokasi yang sama, pada akhirnya menimbulkan kerusakan ekosistem seperti erosi, pencemaran lingkungan dan degradasi lahan. Pengelolaan kawasan yang bersifat sektoral yang hanya bertujuan untuk memaksimumkan produksi tanpa

1

Menurut versi World Vector Shoreline, US Defense Mapping Agency dalam Nikijuluw, V.P.H. , (2005).


(33)

3 memperhitungkan keterbatasan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta keterbatasan kemampuan daya asimilasinya, maka akan memicu terjadinya degradasi lingkungan dan menurunnya nilai sumberdaya ala m itu sendiri. Oleh karena itu dalam pengelolaan pembangunan wilayah pesisir diperlukan keterpaduan dalam perencanaannya agar sumberdaya bersangkutan terjaga keberlanjutannya.

Kegiatan pembangunan di kawasan pesisir dan daratan yang antara lain meliputi pemanfaatan sumberdaya lahan, selain memberikan dampak lingkungan yang positif juga memberikan dampak yang negatif. Hal positif dari perubahan itu adalah kemajuan yang dirasakan oleh masyarakat, melalui peningkatan ekonomi. Sedangkan dampak negatif dari perubahan itu adalah tingginya tingkat erosi tanah, timbulnya pencemaran yang mengakibatkan lingkungan menjadi terdegradasi yang berdampak pada perubahan kesejahteraan masyarakat. Setiap eleman masyarakat akan menanggung peningkatan/penurunan kesejahteraan yang berbeda-beda tergantung pada tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap sumberdaya pesisir tersebut yang dicerminkan dari pola usaha yang dilakukan oleh masyarakat selama ini.

Penurunan kualitas lingkungan dan munculnya berbagai konflik kepentingan akan menimbulkan gangguan pada keseimbangan ekosistem yang pada gilirannya akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Atas dasar hal tersebut, masyarakat dan pemerintah semakin menyadari perlunya melakukan pembangunan berkelanjut an untuk menjamin kehidupan yang berkelanjutan pula. Menurut (UNEP dan WWF, 1993) dalam


(34)

4 sebagai kegiatan yang menyeimbangkan antara pembangunan ekonomi dengan kepentingan menjaga kualitas lingkungan dan ekosistem sehingga tidak melampaui batas kemampuannya, serta keseimbangan pemanfaatan SDA dan sumberdaya lahan (SDL) antara generasi sekarang dengan generasi yang akan datang termasuk keadilan sosial dan suatu lingkungan yang sehat.

Salah satu strategi dalam pembangunan berkelanjutan adalah perlunya melakukan suatu penatagunaan lahan yang meliputi perencanaan, persediaan, peruntukan, penggunaan dan pengendalian lahan. Wujud tataguna lahan di Indonesia misalnya terlihat pada Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Namun hingga kini penerapan konsep tata ruang tersebut belum efektif dilapangan. Konsep RUTR kurang implementatif salah satunya disebabkan karena kurang terakomodirnya berbagai kepentingan masyarakat (Rachman 2000). Karena itu diperlukan suatu penelitian untuk menelaah bagaimana merumuskan rencana penggunaan lahan secara terintegrasi sehingga bisa memkompromikan berbagai kepentingan masyarakat.

1.2. Perumusan Masalah

Salah satu kekayaan sumberdaya alam yang paling menonjol di Kabupaten Sidoarjo adalah sumberdaya pesisir dengan luas tambaknya mencapai 15 530.41 ha dan sumberdaya hutan mangrove yang terbentang sepanjang lebih kurang 27 km dengan lebar atau ketebalan mencapai 100 s/d 200 m yang mampu memberikan kesejahteraan kepada 3 257 KK petani tambak (PT. Intermulti Planindo, 2004). Dari luas total Kabupaten Sidoarjo yang mencapai 71 424.25 ha sepertiganya atau sekitar 29.99 persen adalah wilayah pantai. Besarnya kontribusi


(35)

5 subsektor perikanan laut dan pesisir terhadap PDRB sektor pertanian mencapai 49.53 persen (BPS Kabupaten Sidoarjo, 2004). Tidak kurang dari 945 260 kg kupang, 267 460 kg kerang dan 9000 kubik kayu bakar per tahun dihasilkan dari hutan mangrove yang mampu menghidupi 3 282 KK (Berbagai Sumber Diolah). Sementara itu menurut laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabuaten Sidoarjo (2005), di kawasan tambak sendiri terdapat berbagai aktivitas masyarakat diantaranya : budidaya Bandeng (6 481.8 ha), Tumpanggilir Bandeng dengan Garam (12 ha), Udang Organik (8 541.7 ha), Udang Intensif (50 ha), dan Udang Semi Intensif ( 680.7 ha). Bahkan belakangan ada aktivitas LSM (OISCA Jepang dan LPP – Mangrove) tengah melakukan usaha- usaha konservasi lingkungan dengan menanam jenis-jenis bakau untuk mempertebal hutan mangrove yang ada. Dengan keberadaan sumberdaya pesisir tersebut terdapat berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengelolaannya. Nelayan berkepentingan memungut hasil hutan mangrove seperti kupang dan kerang. Pencari kayu bakar berkepentingan memungut hasil kayu dari hutan mangrove. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berkepentingan melestarikan keanekaragaman hayati di hutan mangrove. Bahkan demi menjaga kelestarian hutan mangrove DPRD Kabupaten telah mengesahkan Perda No. 17 Tahun 2003 Tentang Kawasan Lindung Mangrove yang bertujuan untuk melindungi hutan mangrove dari ancaman penebangan liar. Petambak berkepntingan untuk mendapatkan keuntungan dari bentuk-bentuk usaha yang dikelolanya tersebut.

Sejauh ini arahan dari pemerintah dalam usaha pengelolaan lahan kawasan pesisir belum efektif. Tidak dilibatkannya stakeholders dalam proses penyusunan rencana penggunaan lahan (RTRW) menyebabkan RTRW 2002 – 2011 dalam


(36)

6 implementasinya belum efektif. Konflik kepentingan antara berbagai anggota masyarakat tidak terakomodir dalam konsep RTRW yang ada. Contohnya, penetapan kawasan lindung mangrove yang mencapai 400 m dari garis pantai dan kawasan tambak organik yang mencapai 7 000 ha muncul tiba-tiba tanpa memperhatikan adanya kepentingan anggota masyarakat petambak lainnya. Memang kebijakan pembangunan yang pro lingkungan itu penting, namun jika hal tersebut tidak didasari oleh pertimbangan sosial dan ekonomi jelas hal itu akan merugikan masyarakat secara keseluruhan.

Akibat tidak efektifnya arahan penggunaan lahan dari pemerintah, sehingga masing- masing pihak merencanakan penggunaan lahan untuk kepentingan sendiri-sendiri dengan kriteria pendekatan yang berbeda-beda (ekonomi, ekologi, dan kebijakan politik). Padahal fenomena ini memperlihatkan hubungan yang kurang menguntungkan. Implikasi dari kondisi ini adalah tidak optimalnya alokasi penggunaan sumberdaya lahan dan sumberdaya lainnya, seperti misalnya potensi tenaga kerja yang ada belum teralokasi dengan baik sehingga di pesisir Sidoarjo masih terdapat pengangguran terbuka mencapai lebih kurang 5 persen (Kecamatan Dalam Angka 20042). Menurunnya produktivitas pesisir dalam tiga tahun terakhir (2003 – 2005) khususnya untuk komoditi udang. Untuk udang organik produksi tahun 2003 mencapai 4 185.043 ton turun menjadi 3 580.340 ton pada tahun 2005, serta untuk udang intensif produksi tahun 2003 mencapai 6 657 ton turun menjadi 3 960 ton pada tahun 2005.

Dengan demikian terdapat permasalahan pokok dalam pengelolaan sumberdaya la han di kawasan pesisir Kabup aten Sidoarjo yang terbatas itu yaitu

2


(37)

7 ”bagaimana menyusun suatu rencana penggunaan lahan yang dapat mengkompromikan berbagai kepentingan masyarakat sehingga dapat menunjang hasil- hasil ekonomi dengan tetap terpeliharanya kelestarian lingkungan?”

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan menyusun suatu konsep penggunaan lahan di pesisir Sidoarjo yang dapat mengkompromikan berbagai kepentingan masyarakat dan mampu mengintegrasikan aspek lingkungan dengan aspek ekonomi sehingga kelestarian sumberdaya alam (SDA) dan sumberdaya lingkungan (SDL) akan tetap terjaga. Secara lebih spesifik penelitian ini bertujuan :

1. Membangun model penggunaan lahan yang sesuai dengan karakteristik fisik, sosial dan ekonomi yang ada.

2. Mencari alternatif strategi penggunaan lahan terbaik untuk diterapkan di pesisir Sidoarjo.

3. Mengkaji apakah rencana penggunaan lahan sesuai konsep RTRW 2002 – 2011 Kabupaten Sidoarjo dapat diimplementasikan atau tidak.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai salah satu alternatif metode untuk mengarahkan dalam penatagunaan lahan dan penentuan kebijakan pembangunan khususnya di pesisir Sidoarjo. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan juga dapat digunakan sebagai salah satu masukan dalam penentuan alternatif kegiatan ekonomi sehingga dapat menurunkan tekanan terhadap


(38)

8 kawasan hutan mangrove dengan tidak mengurangi kemungkinan masyarakat untuk mengambil manfaat ekonomi semaksimal mungkin dari sumberdaya lahan yang ada di pesisir Sidoarjo.

1.5. Batasan Penelitian

Penelitian mengambil kasus di pesisir Sidoarjo, sehingga solusi model dan pendekatan model belum tentu sesuai diterapkan di daerah lain. Pesisir Sidoarjo dianggap sebagai satu kesatuan wilayah, untuk tujuan optimasi satuan-satuan penggunaan lahan hanya dibatasi oleh faktor-faktor teknis agronomis dan bukan batas-batas wilayah politis administraitf, status lahan dan faktor- faktor non teknis lainnya.

Model utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah model goal programming atau lebih dikenal dengan Model multi objective multi party yang mengandung beberapa keterbatasan yaitu :

1. Model multi objective multi party, namun multi party-nya tidak dinyatakan secara eksplisit.

2. Nilai jasa lingkungan hutan mangrove hanya didekati berdasarkan manfaat keberadaan dan manfaat pilihan.

3. Yang dimaksud dengan konflik adalah konflik antara berbagai kelompok masyarakat dalam pemanfaatan lahan di pesisir Sidoarjo.

4. Yang dimaksud dengan kawasan pesisir adalah wilayah daratan meliputi kawasan tambak dan hutan mangrove termasuk tanah timbul (oloran).

5. Eksternalitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah eksternalitas yang terjadi di dalam kawasan pesisir, yaitu yang disebabkan oleh aktivitas


(39)

9 ekonomi salah satu kelompok masyarakat dan akibatnya akan ditanggung oleh kelompok masyarakat lainnya.

6. Yang dimaksud dengan polutan adalah zat-zat tertentu atau suatu senyawa biokimia yang berpotensi mengganggu kualitas ekosistem tambak, seperti salinitas, kadar BOD, kadar COD, senyawa nitrat dan senyawa phospat. 7. Yang termasuk dalam stakeholders adalah :

(1) Petani tambak intensif yaitu petani tambak yang menerapkan sistem pengelolaan tambaknya secara intensif dengan mengandalkan teknologi modern sebagai faktor utama yang menentukan keberhasilan usahanya. (2) Petani tambak organik (tradisional) yaitu petani tambak yang

menerapkan sistem pengelolaan tambaknya dengan mengandalkan alam sebagai faktor utama yang menentukan keberhasilan usahanya.

(3) Petani tambak semi intensif yaitu petani tambak ya ng mengkombinasikan antara pola usaha tambak intensif dan tradisional. (4) Pemerintah yang meliputi seluruh unsur pemerintahan di Kabupaten

Sidoarjo.

(5) Pemanfaat hutan mangrove yaitu petani dan atau nelayan yang mencari hasil- hasil hutan mangrove baik kayu, ikan, molusca, dan lain- lain, dan. (6) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).


(40)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang : teori-teori yang mendukung model sehingga akan membantu membangun kerangka berfikir logis, justifikasi terhadap alat analisis yang digunakan sehingga membantu dalam membangun kerangka metodologi, serta review dari penelitian terdahulu dalam aplikasi teori dan metodologi yang pernah digunakan. Dalam tinjauan pustaka terdiri dari :

1. Konsepsi umum tentang lahan ; berisikan pengertian dan definisi tentang lahan. hal ini karena isu utama dalam penelitian ini berkaitan dengan masalah lahan.

2. Pengelolaan lahan ; berisikan tentang aspek campur tangan manusia dalam pe-manfaatan lahan, penggunaan berbagai input untuk tujuan-tujuan ekonomi, adanya peranan ganda dari lahan sehingga dalam pengelolaannya sering terjadi benturan-benturan. Acapkali karena desakan ekonomi, sosial dan kependudukan sehingga menimbulkan tekanan dan perubahan peruntukan lahan.

3. Alokasi sumberdaya lahan ; berisikan tentang pilihan alokasi sumberdaya lahan untuk tujuan pembangunan ekonomi atau lingkungan, serta konsekuensi terjadinya eksternalitas akibat kita memilih salah satu alternatif tujuan pembangunan tersebut. Dalam sub bab ini juga disajikan berbagai kemungkinan alat-alat (tools) yang digunakan baik dalam kaitannya dengan kreasi data dan analisis data, serta penggunaan model goal programming


(41)

11 4. Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Lahan ; berisikan tentang dasar teori organisasi dan kelembagaan yang relevan untuk suatu tujuan implementasi penggunaan lahan.

2.1. Konsepsi Umum Tentang Lahan

Istilah lahan digunakan berkenaan dengan permukaan bumi beserta segenap karakteristik yang ada padanya dan penting bagi peri kehidupan manusia (Cristian dan Stewart, 1968). Secara lebih rinci, istilah lahan atau land dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah dipermukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan dibawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan dimasa mendatang (Brikman dan Smyth 1973; Vink 1975).

Berdasarkan pengertian di atas, lahan dapat dipandang sebagai suatu sistem yang tersusun atas berbagai komponen. Komponen-komponen itu dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu : komponen struktural yang sering disebut karakteristik lahan, dan komponen fungsional yang sering disebut kualitas lahan. Lahan sebagai sistem mempunyai komponen-komponen yang terorganisir secara spesifik dan perilakunya menuju kepada sasaran-sasaran tertentu. Komponen-komponen lahan ini dapat dipandang sebagai sumberdaya dalam hubungannya dengan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian ada dua kategori utama sumberdaya lahan, yaitu : sumberdaya la han


(42)

12 yang bersifat alamiah dan sumberdaya lahan buatan yang merupakan hasil aktivitas budidaya manusia. Berdasarkan konsepsi tersebut maka pengertian sumberdaya lahan mencakup semua karakteristik lahan dan proses-proses yang terjadi di dalamnya, yang dengan cara-cara tertentu dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia.

2.2. Pengelolaan Sumberdaya Lahan

Menurut Soerianegara (1977) ada tiga aspek kepentingan pokok dalam pengelolaan dan penggunaan sumberdaya lahan, yaitu : lahan diperlukan manusia untuk tempat tinggal, tempat bercocok tanam, memelihara ternak, memelihara ikan dan lainnya, lahan mendukung kehidupan berbagai jenis vegetasi dan satwa, dan lahan mengandung bahan tambang yang bermanfaat bagi manusia.

Dengan peranan ganda tersebut, maka dalam upaya pengelolaannya, sering terjadi benturan diantara sektor-sektor pembangunan yang memerlukan lahan. Fenomena seperti ini sering kali mengakibatkan penggunaan lahan kurang sesuai dengan kapabilitasnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi kapabilitas lahan ini adalah : jenis tanah dan kesuburannya, keadaan lapangan, relief, topografi dan ketinggian tempat, aksesibilitas, kemampuan dan kesesuaian lahan, dan besarnya tekanan penduduk (Soerianegara 1977).

Di tinjau dari sudut pandang penguasaan dan pengalokasiannya, maka sebagian lahan di suatu daerah aliran sungai khususnya di kawasan pesisir adalah merupakan public land dan sebagian lainnya merupakan private land. Dalam kenyataannya public land tersebut merupakan kawasan hutan lindung (mangrove) serta daerah sempadan pantai dan sempadan sungai yang dikuasai oleh negara.


(43)

13 Sedangkan private land merupakan lahan usaha pertanian dan permukiman yang dikuasai dan dikelola oleh penduduk.

Bertambahnya jumlah penduduk, secara langsung atau tidak langsung akan mengakibatkan meningkatnya tekanan penduduk terhadap lahan, dan hal ini pada kenyataannya dapat menimbulkan berbagai masalah degradasi sumberdaya lahan dan lingkungan hidup serta berbagai konsekuensi sosial ekonominya.

Pentingnya pengelolaan sumberdaya lahan karena dia mempunyai peranan sangat penting bagi kehidupan manusia. Program-program pengelolaan lahan (pesisir) merupakan suatu usaha besar yang amat pelik; sesuatu yang dirancang untuk melestarikan atau memperbaiki kondisi wilayah pesisir dengan cara mengatur penggunaan dan kegia tan pada tanah dan perairan. Koordinasi kegiatan-kegiatan pengelolaan oleh berbagai dinas dan instansi pemerintah, mendorong munculnya aturan mandiri melalui pendekatan dan pendidikan serta beragam kegiatan lainnya. Pemilihan jenis dan skala intenvensi serta mitra kerja dan permasalahan pengelolaan secara tepat sesungguhnya merupakan suatu seni, namun sangat menentukan sekali pada keberhasilan program (Tobey, 2000). Nikijuluw (1998) dalam penelitiannya di desa Jemluk Bali menemukan bahwa pengelolaan sumberdaya (pesisir) melalui suatu skema tertentu yang diinisiasi oleh masyarakat ternyata membawa dampak positif terhadap perbaikan hasil dan distribusi, sehingga secara individual masyarakat pesisir merasakan adanya suatu peningkatan kesejahteraan.

Analisis sosial ekonomi dalam suatu sistem kawasan pesisir dapat diarahkan untuk identifikasi subsistem sosial ekonomi dan sekaligus mengkaji permasalahan sosial ekonomi yang ada. Masalah- masalah ini diduga berkaitan


(44)

14 erat antara perubahan penggunaan laha n dengan beberapa perubahan sosial ekonomi dan kependudukan. Hubungan hipotetik antara perubahan-perubahan ini disajikan pada Gambar 1.

Pertambahan jumlah penduduk di suatu wilayah yang menghadapi pilihan mata pencaharian yang terbatas akan dapat mengakib atkan peningkatan usaha intensifikasi dan ekstensifikasi usahatani. Kebutuhan akan pemukiman dan sumber energi juga meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan taraf kebudayaannya. Pertambahan jumlah penduduk tersebut ada hubungannya dengan beberapa peubah penting seperti mobilitas (migrasi masuk dan kaluar), fertilitas, struktur umur, faktor lingkungan dan sosial-budaya. Mobilitas penduduk mempunyai hubungan yang sangat erat dengan daya tarik dan daya dorong ekonomis.

Gambar 1. Hubungan Hipotetik Antara Peubah-Peubah Sosial Ekonomi Masyarakat Terhadap Tataguna Lahan

Kelompok Perubahan Sosial: - Pelayanan pranata sosial - Sarana dan prasarana sosial - Status lahan

- Partisipasi masyarakat

Kelompok Perubahan Ekonomi:

- Produktivitas lahan - Pendapatan

- Penggunaan teknologi - Kesempatan kerja - Harga lahan tingkat upah

Kel. Perubahan Kependudukan : - Laju pertambahan penduduk - Mobilitas penduduk - Kepadatan penduduk - Struktur umur

Perubahan


(45)

15 Di suatu daerah yang sumberdaya lahannya secara agroekologis mempunyai kapabilitas dan tingkat kesesuaian lahan yang tinggi biasanya pola usahataninya melibatkan jenis-jenis tanaman (komoditi) komersial.

2.3. Alokasi Sumberdaya Lahan

Dalam proses produksi pertanian masukan yang berupa lahan dapat digunakan untuk menghasilkan berbagai produk barang dan jasa. Acapkali terjadi

trade off terhadap berbagai tujuan penggunaan lahan tersebut. Ketika kita telah memutuskan untuk suatu tujuan produksi barang atau jasa tertentu maka kita harus rela kehilangan kesempatan untuk memperoleh hasil produksi barang dan jasa lainnya. Fenomena ini dapat dijelaskan melalui gambar kurva kemungkinan produksi (KKP) sebagaimana disajikan pada Gambar 2.

Barang Lingkungan (B)

QL

Barang Ekonomi (A) QE

Gambar 2. Kurva Kemungkinan Produksi

Kondisi pareto me nyatakan bahwa tingkat marjinal dari transformasi produk barang lingkungan (B) bagi barang ekonomi (A) – atau (MRPTBA :

kemiringan dari KKP) akan sama dengan MRSBA. Jika MRSBA = PA / PB ;


(46)

16 memproduksi A. Jadi kita dapat menyatakan bahwa PB = Pa / MPaB. Dengan

mensubstitusikan untuk PA dan PB kita dapatkan :

MRSBA = = =

B A

MC MC MPaB Pa

MPaA Pa

/ /

MRPTBA

Pada kondisi ini tingkat produksi barang ekonomi yang optimal adalah QE

sementara tingkat produksi barang lingkungan yang optimal adalah QL. Jika

karena sesuatu dan lain hal tingkat produksi barang ekonomi melebihi QE,

sehingga harus menurunkan tingkat produksi barang lingkungan QL menjadi lebih

kecil maka hal tersebut akan menimbulkan konsekuensi ya itu turunnya kualitas lingkungan. Kelebihan produksi barang ekonomi tersebut akan menghasilkan produk-produk sampingan dan limbah dalam bentuk misalnya : sedimentasi, hasil air, dan bahan-bahan kimia yang dapat menjadi pencemar lingkungan. Limbah ini biasanya diangkut keluar dari sistem produksi dan menimbulkan biaya eksternal dan efek eksternalitas. Eksternalitas terjadi karena individu yang tidak ikut menikmati harus menanggung biaya atau individu ikut menikmati tetapi tidak menanggung biaya, tanpa adanya kompensasi yang diterima atau dibayar. Eksternalitas negatif mengakibatkan jumlah produk yang dihasilkan tidak berada tepat pada kondisi yang optimal.

Dalam kondisi demikian, sebagaimana pada Gambar 3, pemerintah dapat mengatasi masalah eksternalitas dengan memaksa perusahaan menurunkan produksinya, yaitu melalui internalisasi efek samping yang diderita masyarakat ke dalam MC perusahaan (private). Internalisasi tersebut dapat dilakukan melalui pembebanan pajak atau membuat aturan-aturan tertentu sehingga MCprivate

bergeser kekiri kearah MCsocial ; MCsocial = MCprivate + EC ; dimana EC adalah


(47)

17 Harga (P)

MCSocial MCprivate

P*

0 Q*Social Q*private Q Gambar 3. Eksternalitas Negatif

Pada kasus eksternalitas positif sebagaimana pada Gambar 4, jumlah produk terlalu sedikit dihasilkan. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah harus merangsang perusahaan meningkatkan produksinya dengan memberikan subsidi kepada perusahaan sebesar “external benefit” akibatnya perusahaan akan menggeser anggaran perusahaannya yang tercermin dari pergeseran MCprivate ke

MCsocial sehingga output meningkat dari Q private ke Qsocial.

Harga (P)

MCprivate MCsocial

P*

0 Q*private Q*social Q

Gambar 4. Eksternalitas Positif

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengendalikan efek eksternalitas tersebut, namun hasilnya masih belum memadai. Hal ini disebabkan karena mekanisme pasar tidak dapat bekerja untuk mengalokasikan eksternalitas tersebut.


(48)

18 Dalam kondisi seperti ini diperlukan campur tangan pemerintah. Davies dan Kamin (1972) dalam Anwar (1995) mengemukakan beberapa campur tangan pemerintah untuk mengendalikan efek eksternalitas, yaitu berupa : larangan, pengarahan, kegiatan percontohan, pengenaan pajak atau subsidi, pengaturan (regulasi), hukuman atau denda, dan tindakan pengamanan. Efek eksternalitas dalam batas-batas tertentu juga berhubungan dengan degradasi sumberdaya lahan yang pengaruhnya dapat terjadi terhadap proses produksi. Pada lahan pertanian di daerah hulu sungai proses degradasi lahan dan efek eksternalitas tersebut biasanya berkaitan erat dengan intensitas pengusahaan lahan.

Beberapa metode untuk mengalokasikan jenis-jenis penggunaan lahan telah dikembangkan diantaranya adalah : (1) alokasi berdasarkan klasifikasi kemampuan lahan, (2) alokasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi, (3) alokasi berdasarkan analisis sistem, dan (4) alokasi berdasarkan pemrograman matematik (Riset Operasi).

Alokasi penggunaan lahan berdasarkan klasifikasi kemampuan lahan adalah cara yang paling praktis karena penentuan kelas-kelas kemampuan lahan hanya didasarkan pada kondisi faktor- faktor biofisik suatu kawasan. Metode ini sangat sedikit atau kurang sekali mempertimbangkan faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi penggunaan lahan (Vink, 1975).

Pendekatan alokasi lahan dengan menggunakan prinsip-prinsip ekonomi pernah dikemukakan oleh Gregory (1955) dan Valdepenas (1969) seperti telah dilaporkan oleh Balangue (1988). Melalui penggunaan teori produksi gabungan (joint production) dalam model grafik dua dimensi, dapat ditentukan satu pilihan antara hutan untuk single-use atau multiple-use. Menurut Gregory, masalah


(49)

19 alokasi terletak pada posisi expantion path yang digambar melalui satu kumpulan grafik isocost dan isorevenue. Jika expantion path letaknya dekat dengan axis penggunaan lahan single use, keputusannya adalah lahan hutan

single-use lebih dominan dari multiple-use. Sebaliknya jika expantion path lebih dekat dengan axis lahan multiple-use, maka penggunaan lahan yang dominan adalah jenis penggunaan hutan multiple-use. Jika expantion path lokasinya tepat ditengah-tengah kedua axis, keputusannya adalah penggunaan lahan hutan sama baiknya.

Balangue (1988) menggunakan kriteria ekonomi (total net return) untuk memecahkan kombinasi alokasi lahan untuk menghasilkan kayu dengan lahan untuk menghasilkan ternak. Secara grafik digambarkan sekumpulan isocost dan

isorevenue untuk beberapa tingkat biaya dan kombinasi optimum produknya (penerimaan maksimum). Pendapatan total bersih dicari dengan mengurangkan biaya dari pendapatan kotor. Akhirnya tingkat biaya yang menghasilkan pendapatan bersih tertinggi dikatakan sebagai tingkat biaya dan aktivitas produksi paling efisien secara ekonomi.

Alokasi lahan hutan dengan prinsip ekonomi ini mempunyai kelemahan karena tidak semua hasil dari hutan dapat dihitung secara ekonomi dengan nilai uang. Net return yang hanya didasarkan pada kuantifikasi tujuan (target), output dan input secara moneter belum tentu mencerminkan net benefit yang sebenarnya (Balangue, 1988).

Pendekatan analisis sistem untuk alokasi penggunaan lahan dimulai dengan mengidentifikasi sistem dan subsistem yang ada di daerah studi. Setiap elemen dari sistem yang ada dianalisis sesuai dengan fungsinya dan


(50)

20 keterkaitannya dengan unsur lainnya. Pendekatan ini biasanya memerlukan masukan dari berbagai disiplin ilmu sehingga tim perencanan biasanya terdiri dari latar belakang yang berbeda. Setiap alternatif penggunaan lahan dievaluasi dengan menggunakan kriteria-kriteria ekologis, ekonomis, sosial budaya dan mungkin juga politik. Jenis penggunaan lahan yang mempunyai nilai positif tertinggi dalam hal kualitas hidup akan dialokasikan di daerah studi (Soerianegara, 1977). Pendekatan analisis sistem ini juga dapat dikombinasikan dengan metode lainnya seperti dengan metode pemrograman matematik (Soemarno, 1991).

Penggunaan pemrograman matematik seperti linear programming, goal programming, STEP method sangat berguna dalam memecahkan permasalahan alokasi jenis-jenis penggunaan lahan. Problem alokasi sumberdaya muncul apabila terdapat sejumlah aktivitas yang harus dilakukan dan terdapat keterbatasan (kendala), baik dalam jumlah ketersediaan sumberdaya maupun dalam cara dan waktu penggunaannya. Dalam kondisi seperti ini maka tujuan yang ingin dicapai adalah mengalokasikan sumberdaya yang tersedia kepada aktivitas-aktivitas yang ada secara optimal. Permasalahan pengalokasian sumberdaya untuk mencapai kondisi optimal ini dicakup dalam teknik-teknik optimalisasi dengan menggunakan beberapa model matematika dan simulasi (Jeffers 1978; Soemarno 1991).

Optimalisasi mengisyaratkan upaya penemuan nilai maksimal atau minimal dari beberapa fungsi matematis dengan jalan menetapkan harga bagi paubah-peubah yang dapat dikendalikan hingga batas-batas tertentu. Maksimalisasi merupakan proses penemuan nilai maksimal dari suatu fungsi tujuan, sedangkan minimalisasi merupakan proses penemuan nilai minimalnya


(51)

21 (Mize dan Cock, 1968). Kedua proses ini sering digunakan dalam pengalokasian sumberdaya lahan pertanian yang menghadapi beberapa kendala.

Seringkali kita juga ingin mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan yang mampu meningkatkan keluaran yang diinginkan dari suatu sistem dengan jalan memodifikasi struktur sistem atau mengubah cara pengelolaan sistem yang ada. Hal ini merupakan alasan utama bagi penggunaan model- model yang memungkinkan kita untuk mengungkapkan dan menelaah konsekuensi-konsekuensi dari perubahan tersebut.

Salah satu model yang sering digunakan untuk menyelesaikan masalah optimalisasi berkendala adalah pemrograman matematika (Agrawal dan Heady, 1972). Suatu bentuk yang sederhana dari model ini adalah pemrograman linear atau linear programming.

Keuntungan dari model- model optimalisasi adalah bahwa mereka mampu mengungkapkan dua hal penting dari permasalahan yang dihadapi, yaitu : (1) penyelesaiannya memberikan nilai- nilai bagi alternatif aktivitas yang diperlukan untuk mencapai nilai maksimal atau minimal dari fungsi tujuan, dan (2) menunjukkan kendala-kendala yang perlu untuk dilonggarkan guna memperbaiki nilai optimal dari fungsi tujuan (Dantzig, 1963).

Penggunaan model program linear untuk menyelesaikan permasalahan menghendaki beberapa persyaratan dan asumsi. Lima macam persyaratannya adalah : adanya tujuan yang ingin dicapai, adanya alternatif kombinasi aktivitas yang dapat saling diperbandingkan, rumusan kuantitatif (model matematik), sumberdaya yang terbatas, dan keterkaitan peubah (hubungan fungsional). Sedangkan lima macam asumsi yang harus dipenuhi adalah : linearitas,


(52)

22 proporsionalitas, aditivitas, kontinuitas (divisibilitas), dan deterministik (Nasendi dan Anwar 1985).

Apabila suatu permasalahan mempunyai tujuan lebih dari satu (bertujuan ganda) dan tidak saling menenggang, maka model program linear harus dimodifikasi. Hasil modifikasi ini disebut Program Tujuan Ganda (PTG) atau

Goal Programming atau Multiple Objective Goal Programming (Ignizio, 1978). Pada dasarnya analisis PTG ini bertujuan untuk meminimalkan simpangan (deviasi) terhadap berbagai tujuan, sasaran atau target yang telah ditetapkan dengan usaha yang dapat ditempuh untuk mencapai target atau tujuan tersebut secara memuaskan sesuai dengan kendala yang ada. Sehingga dengan prosedur analisis ini dapat dicoba untuk mendeteksi sedekat mungkin target-target tersebut sesuai dengan skala prioritasnya (Keeney dan Raiffah, 1976).

2.3.1. Goal Programming

Dalam keadaan dimana seseorang pengambil keputusan dihadapkan pada persoalan yang mengandung beberapa tujuan didalamnya, maka program linier tidak dapat membantunya untuk memberikan pertimbangan ya ng rasional karena program linier hanya terbatas pada analisis tujuan tunggal. Berangkat dari kelemahan ini maka dikembangkan Program Tujuan Ganda (multi objectives goal programming). Salah satuya adalah Goal Programming yang dikembangkan oleh Charnes dan Cooper tahun 1961. Menurut Bottoms (1975) Satu dari kelemahan utama penggunaan Linear Programming dalam pengelolaan sumberdaya adalah bahwa hanya satu kriteria untuk menentukan strategi optimal yang digunakan. Model Goal Programming disediakan untuk banyak tujuan yang saling


(53)

ber-23 konflik. Trade off antar tujuan didemonstrasikan oleh perbandingan hasil- hasil dari banyak target yang diperkirakan dari pilihan-pilihan tujuan adalah bervariasi.

Goal Programming merupakan alat pengambilan keputusan yang sangat fleksible yang dapat mengnyelesaikan banyak masalah keputusan secara lebih efektif.

Sebagai ilustrasi masalah tersebut dicontohkan oleh Charnes dan Cooper

dalam Balangue (1979) sebagai berikut :

Maksimumkan : Z = X1 + X2 ……….…. (1)

Dengan syarat ikatan (kendala) :

3X1 + 2X2 < 12 ……..……….. (2)

5X1 < 10 …..………. (3)

X1 + X2 < 8 ……….……….……… (4)

- X1 + X2 < 4 ……….….…………..………… (5)

X1, X2 > 0 ……….….……….…. (6)

Pemecahan masalah secara grafis menggambarkan adanya dua daerah kemungkinan solusi yang memenuhi persyaratan kendala akan tetapi tidak saling

overlap (Gambar 5). Kondisi demikian tidak menghasilkan daerah penyelesaian yang layak (infeasibele) sehingga permasalahan tidak dapat dipecahkan dengan program linier biasa. Pemecahannya adalah mempertimbangkan persamaan (1), (4), dan (5) untuk dijadikan tujuan, sedang persamaan (2) dan (3) sebagai kendala. Tujuan diubah menjadi ;

Meminimumkan Z = (X1 + X2 – 8 ) + (-X1 +X2 – 4). Inilah ide dasar dari

konsep goal programming. Goal programming mencoba meminimisasi jumlah deviasi dari tujuan-tujuan atau target-target yang ingin dicapai daripada memaksimisasi atau meminimisasi satu fungsi tujuan sebagaimana pada kasus


(54)

24

linear programming. Yang dimaksud dengan deviasi pada goal programming

terdiri dari deviasi positif dan negatif adalah tidak lain dari peubah surplus dan

slack pada linear programming.

Cara memformulasikan program tujuan ganda hampir sama dengan program linier, dimana pada tahap pertama dispesifikasikan permasalahan yang dihadapi yang ingin dianalisis, kemudian ditetapkan peubah-peubah keputusan, identifikasi kendala-kendala yang ada baik kendala-kendala sumberdaya maupun kendala-kendala tujuan dan tentukan fungsi tujuannya. Asumsi-asumsi dasar yang berlaku pada program linier juga berlaku pada program tujuan ganda seperti additivitas, linearitas, proporsionalitas, deterministik, divisibilitas dan non-negativity.

Model umum goal programming menurut Nasendi dan Anwar (1985), adalah : 1. Fungsi Tujuan :

Minimumkan Z =

=

m

i1

(Py Wi,ydi- + Py Wi,ydi+) ……… (7)

2. Syarat Ikatan :

= + − = − + n j i i i j

ijX d d b

a

1

…..………..……...…………..…………...(8)

Untuk i = 1,2,3, … , m Tujuan.

= ≥ ≤ n i k j

kjX atau C

g 1

………....…..………...(9) Untuk k = 1,2,3, … , p kendala fungsional.

J = 1,2,3, … , n peub ah pengambilan keputusan.

Xj, di-, di+ > 0...(10)


(55)

25 di-, di+ : jumlah unit deviasi yang kekurangan (underachievement) dan

deviasi kelebihan (overachievement) terhadap target (bi)

Wi,y : bobot yang diberikan terhadap deviasi kekurangan pada urutan

ke- y

Wi,s : bobot yang diberikan terhadap deviasi kelebihan dalam urutan

ke-s

Py & Ps : faktor- faktor prioritas ke- y dan ke-s

aij : koefisien teknologi dari fungsi kendala tujuan, yang

berhubungan dengan peubah pengambilan keputusan (Xj)

(Xj) : peubah pengambilan keputusan atau kegiatan yang dinamakan

sebagai sub tujuan (bi) : target yang ingin dicapai

gjk : koefisien teknologi untuk fungsi kendala fungsional

Ck : jumlah sumberdaya k yang tersedia

Dalam model goal programming diatas terdapat m tujuan, p kendala fungsional dan n peubah pengambilan keputusan. Pendekatan dengan model goal programming ini solusinya tidak menjamin kondisi pareto optimal akan tetapi berupa compromise solution atau satisfying solution, yaitu meminimalkan ketidak puasan dan konflik antara pihak-pihak yang terkait sehingga hasilnya bersifat

second best solution. Jika dalam solusinya tercapai kondisi pareto optimal

hanyalah suatu kebetulan saja.

X2

5X1 = 10

X1+X2 = 4

8 6

X1+X2 = 8

4 2

3X1+2X2 = 12

0

2 4 6 8


(56)

26 Program tujuan ganda telah banyak dipakai di berbagai disiplin ilmu dan bidang pembangunan dalam rangka memecahkan permasalahan yang menyangkut pengambilan keputusan pengelolaan dan administrasi secara tepat guna dan berdaya guna. Nasendi dan Anwar (1985) menyatakan metode ini telah menyusupi kehampir setiap bidang pembangunan seperti bidang pemasaran, keuangan, pendidikan dan latihan kerja, kesehatan, militer, pertanian, kehutanan, perencanaan wilayah dan tataguna lahan.

Bidang kehutanan, aplikasi mathematical programming telah dicoba oleh Nasendi (1982) yang mengkombinasikan linear programming, transportasi dengan goal programming yang kemudian disebut MOSKAYUINDO singkatan dari Model Optimasi Sektor Perkayuan Indonesia (Nasend i dan Anwar, 1985). MOSKAYUINDO merupakan model ekonomi untuk melakukan analisis dan penilaian atau evaluasi tentang berbagai alternatif pengembangan dibidang ekonomi dan perencanaan kehutanan, khususnya pengembangan perkayuan Indonesia baik secara nasional, regional maupun local. Tujuan MOSKAYUINDO antara lain :

1. Menganalisis dan mengidentifikasi pola suplai kayu paling efisien untuk memenuhi berbagai permintaan pasar baik tingkat lokal, nasional maupun internasional.

2. Menyusun suatu strategi yang optimal dalam sistem angkutan kayu antar pulau dan distribusi kayu dari wilayah produsen ke wilayah konsumen.

3. Menentukan lokasi- lokasi yang optimal untuk kegiatan pembalakan dan pembukaan wilayah, pembangunan industri, serta analisis kapasitas dan pengembangan pelabuhan kayu baik untuk ekspor maupun domestik.


(57)

27 Model ini berhasil memperlihatkan proses perencanaan hutan yang memperhatikan aspek ekonomi dan lingkungan dalam kerangka politik yang interaktif, partisipatif, dan kompromistik. Kelemahan studi ini adalah digunakannya data hipotetik sehingga proses tawar- menawar dalam studi ini masih diragukan.

Balangue (1979) menerapkan goal programming untuk memecahkan masalah pengelolaan hutan secara terpadu di kawasan hutan Makiling seluas 4 244 ha di Los Banos Philipina. Hutan ini diperuntukkan bagi berbagai tujuan diantaranya : rekreasi (kenyamanan), keanekaragaman hayati dan suplai air. Karena itu harus ada pengaturan alokasi penggunaan areal hutan secara tepat yang memuaskan permintaan tersebut tanpa mengorbankan kualitas lingkungan dan menurunkan produktivitas hutan itu sendiri. Model goal programming

dikembangkan dengan kendala tujuan berupa produksi 26 jenis barang dan jasa,

net present value (NPV) pengelolaan hutan. Sedangkan kendala fungsionalnya adala h biaya pengelolaan, sedimentasi, erosi, unsur nitrogen dan phosfor, jatah tebangan tahunan dan luas areal tiap unit lahan (luas DAS, daerah rekreasi,

agroforestry, dan hutan tanaman).

Balteiro (2003) melakukan perbandingan dua model pendekatan analisis yaitu model program tujuan ganda dengan model tujuan tunggal untuk menyelesaikan masalah kebutuhan karbon ditangkap dalam pengelolaan ekosistem hutan di Pinar de Navafria yang berlokasi di gunung “Sierra de Guadarrama” dekat Madrid Spanyol. Hasilnya, solusi dengan pendekatan GP menunjukan keunggulan-keunggulan dalam hal volume, area dan nilai akhir inventori dari hutan. Biaya oportunitas untuk pengembangan memerlukan


(58)

28 pengurangan sekitar 11% dari NPV dan peningkatan sekitar 24% dalam total keseimbangan karbon. Selanjutnya, volume kayu yang dipanen dan umur rotasi hutan untuk delapan solusi yang didapat adalah agak mirip. Ringkasnya, solusi yang diperoleh sungguh dapat diterima dari sudut pandang manajerial.

Bidang Pertanian, Pal (1996) mendemonstrasikan model perencanaan penggunaan lahan di sektor pertanian melalui model GP yang berbasis pada prioritas, analisis sensitivitas dengan variasi struktur prioritas dilakukan untuk menunjukan bagaimana solusi sensitif terhadap perubahan struktur prioritas. Dan fungsi “Euclidean Distance” ditunjukan untuk mengukur ketepatan struktur prioritas dalam suatu perencanaan. Struktur prioritas mana yang terbaik untuk solusi ideal yang disetujui teridentifikasi sebagai struktur prioritas yang tepat untuk menghasilkan solusi yang sangat memuaskan.

Bidang Pengelolaan Anggaran Pembangunan, model goal programming telah digunakan oleh Masduki (2005), untuk menentukan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Indramayu. Target maksimisasi Output, maksimisasi tenaga kerja, dan maksimisasi pajak diperoleh dengan melakukan analisis optimasi dengan model program linier dengan kendala-kendala yang dipertimbangkan antara lain : input antara, input primer, kapasitas produksi dan anggaran. Model ini merupakan kombinasi goal programming dengan model input-output.

Bidang Pengelolaan Lahan, Ruslan (1989) menerapkan model goal programming untuk studi penggunaan lahan di daerah aliran sungai (DAS) Peusangan Aceh. Model serupa juga dilakukan oleh Soemarno (1991) di DAS Konto Hulu Kabupaten Malang Jawa Timur. Model goal programming dibuat


(59)

29 didasarkan pada hasil analisis secara parsial dari model- model erosi, hidrologi, agroekologi (kesesuaian lahan), produksi pertanian dan model kependudukan. Widaningsih (1991) menga nalisis penggunaan lahan kering yang dikelola dengan sistem agroforestry di bagian DAS Cimanuk Jawa Barat dan Rachman (2000) menggunakan model goal programming untuk menyusun strategi pengalokasian lahan di Pulau Siberut Sumatera Barat.

Menurut Rachman (2000) pemodelan memerlukan tahapan dan ruang lingkup guna memperoleh data yang diinginkan yaitu meliputi tahap-tahap: penilaian situasi, stratifikasi/klasifikasi lahan, analisis kesesuaian lahan, evaluasi penggunaan lahan dan alokasi penggunaan lahan. Tahapan-tahapan tersebut diarahkan untuk mengidentifikasi tujuan penggunaan lahan, alternatif kegiatan penggunaan lahan dan kendala-kendala sumberdaya untuk mencapai tujuan penggunaan lahan.

Penilaian situasi yang ada ditujukan untuk mengetahui potensi ekosistem, sistem sosial ekonomi, kebijakan pembangunan, isu- isu dan permasalahan yang ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan masa lalu dan masa kini yang berkaitan dengan penggunaan lahan. Survei dan inventarisasi faktor-faktor biofisik ekosisitem mencakup luas dan distribusi satuan lahan, jenis-jenis tanah, air, topografi, iklim, vegetasi dan satwa serta hubungan ekologis diantara faktor-faktor tersebut. Kondisi tanah yang dihubungkan dengan faktor-faktor biofisik lain sangat berguna dalam analisis berikutnya, yaitu analisis kemampuan lahan dan penentuan kelas-kelas lahan yang lebih homogen. Data luas satuan lahan merupakan salah satu data penting karena merupakan kendala fungsional dalam model penggunaan lahan yang disusun.


(60)

30 Situasi sosial secara spesifik dilihat melalui data kependudukan, pengetahuan tentang bentuk-bentuk kelembagaan sosial yang terkait dengan pengelolaan lahan, kehidupan keluarga, budaya, adat istiadat, mata pencaharian, dan isu-isu sosial akibat adanya perubahan kondisi biofisik dan ekosistem. Sedangkan situasi ekonomi dapat dilihat dari aspek-aspek pola penggunaan dan pemilikan lahan, produktivitas lahan, pendapatan dan konsumsi keluarga, harga faktor produksi lain, harga dan perdagangan hasil- hasil produksi pertanian, tindakan-tindakan konserva si sumberdaya alam dan fasilitas perekonomian.

Pemahaman yang komprehensif terhadap hal- hal tersebut diatas memberikan inspirasi dalam perhitungan demand (permintaan) akan barang dan jasa yang dihasilkan oleh lahan baik pada saat penelitian maupun perkiraan permintaan dimasa yang akan datang. Permintaan dan kebutuhan tersebut bisa dibedakan dalam permintaan lokal, regional dan nasional. Permintaan lokal mencerminkan kebutuhan masyarakat lokal, sedangkan permintaan regional dan nasional bisa berupa targe t produksi kabupaten maupun provinsi dan kebijakan pemerintah tentang prioritas penggunaan lahan yang terkait dengan pembangunan regional dan nasional. Berdasarkan pada perhitungan permintaan akan lahan, barang dan jasa dari lahan dan data hasil inventarisasi kebijakan pemerintah, maka diketahui tujuan penggunaan lahan atau pengelolaan kawasan, yang dapat dikuantifikasi menjadi target dalam penyusunan model penggunaan lahan. Target ini bukan hanya dalam bentuk jumlah permintaan barang yang dihasilkan dari lahan, tetapi juga menyangkut ekonomi lingkungan yang dicerminkan dengan Net Present Value (NPV) dan tingkat erosi yang diinginkan dari usaha pemanfaatan/penggunaan lahan. Sedangkan pengetahuan tentang potensi jumlah


(61)

31 tenaga kerja dan modal petani merupakan parameter yang penting karena menjadi kendala fungsional dalam model yang disusun.

Stratifikasi atau klasifikasi lahan diarahkan pada penilaian sifat-sifat lahan seperti topografi, sifat fisik dan kimia tanah dibandingkan dengan kriteria yang biasa dipakai di Indonesia. Keluaran dari analisis ini adalah peta kelas-kelas satuan lahan yang dianggap mempunyai keseragaman sifat-sifat dan diskripsi kemampuan lahan untuk arahan pemanfaatannya dalam kelompok penggunaan lahan.

Analisis kesesuaian lahan berhubungan dengan evaluasi alternatif penggunaan lahan yang lebih spesifik dari arahan penggunaan lahan yang telah ditetapkan dalam stratifikasi satuan lahan. Kombinasi satuan lahan dan alternatif penggunaannya untuk menghasilkan komoditas tertentu menjadi variabel keputusan dalam model yang disusun.

Evaluasi Penggunaan Lahan : alternatif strategi pengelolaan lahan tersebut perlu dievaluasi dampaknya secara sosial (acceptability), secara ekonomi (produktivitas, biaya dan keuntungan) dan secara lingkungan.

Alokasi Penggunaan Lahan : tahap ini meliputi perumusan model operasional penggunaan lahan, simulasi model dengan berbagai skenario dan interpretasi hasil.

2.3.2. Konservasi Sumberdaya Alam Untuk Pembangunan Berkelanjutan Menurut Western Cape Education Depertment/WECD (1987) dalam

Siregar (2004) pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi


(1)

200 Lampiran 7. Lanjutan

Perhitungan Jarak dari Pantai Jika Nilai Salinitas (Y) = 30.25 Y = 22.5516exp (0.002779 X) 30.25 = 22.5516exp (0.002779 X) 30.25/22.5516 = exp (0.002779 X)

1.341366 = exp (0.002779 X) Ln (1.341366) = Ln (exp (0.002779 X)) 0.293688 = 0.002779 X

X = 0.293688/0.002779

X = 105.6812 meter

Perhitungan Jarak dari Pantai Jika Nilai BOD (Y) = 0.288 Y = 0.332658exp (-0.001547 X) 0.288 = 0.332658exp (-0.001547 X) 0.288/0.33266 = exp (-0.001547 X)

0.86575402 = exp (-0.001547 X) Ln (0.865754) = Ln (exp (-0.001547 X)) -0.1441545 = -0.001547 X

X = -0.1441545/-0.001547


(2)

(3)

202


(4)

9.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut :

1. Model penggunaan lahan di pesisir Kabupaten Sidoarjo merupakan gambaran dari suatu fenomena penggunaan lahan yang terbaik dengan beberapa kendala yang dipertimbangkan. Model yang disusun terdiri dari enam variabel keputusan, sepuluh komoditas yang dipertimbangkan dengan sembilan kendala sumberdaya.

2. Berdasarkan simulasi yang dilakukan dengan enam skenario, maka skenario ke 3 yaitu konsep penggunaan lahan dengan mempertimbangkan faktor eksternalitas dan upaya mengatasinya adalah merupakan alternatif strategi penggunaan lahan terbaik, karena memenuhi tiga kriteria pembangunan meliputi :

(1). Kriteria ekonomi : memberikan peningkatan keuntungan total dari yang ditargetkan sebesar Rp 245 178 194 600/tahun.

(2). Kriteria lingkungan : tidak menimbulkan dampak pencemaran yang dapat mengganggu ekosistem di sekitarnya.

(3). Kriteria penyerapan tenaga kerja : ada kelebihan permintaan tenaga kerja sebesar 0.03 persen dari seluruh potensi tenaga kerja yang ada.

Terjadi trade off antara kepentingan pembangunan ekonomi dengan kepentingan pembangunan lingkungan. Pilihan alternatif strategi pembangunan ekonomi, masyarakat akan menanggung biaya oportunitas


(5)

177 dalam bentuk ancaman degradasi lingkungan. Sedang pilihan alternatif strategi pembangunan lingkungan, masyarakat akan menanggung biaya

oportunitas dalam bentuk kehilangan potensi ekonomi sebesar Rp 36 299 806 900 dari ketidaktercapaian target keuntungan total ditambah

dengan beban pengangguran yang mencapai 56.22 persen.

Strategi pembangunan yang didasarkan konsep RTRW 2002 – 2011 tidak lebih baik dari alternatif strategi pembangunan berdasarkan skenario 3 yang mengkompromikan antara kepentingan ekonomi dengan kepentingan lingkungan. Hal itu disebabkan karena penetapan kawasan lindung mangrove dan kawasan tambak organik yang terlalu luas tanpa berkompromi dengan

stakeholders.

3. Walaupun ada potensi peningkatan PAD sebesar Rp 2 327 329 977 namun jika sistem kelembagaan tetap seperti sekarang ini, maka konsep penggunaan lahan sesuai RTRW 2002 – 2011 tidak akan dapat diimplementasikan, karena struktur organisasi yang ada tidak berkemampua n sehingga tidak memungkinkan terjadinya suatu mekanisme koordinasi dan kompromi antara pihak-pihak yang memiliki konflik kepentingan terhadap sumberdaya pesisir secara efektif dan efisien.

9.2. Saran

1. Dalam penyusunan model, peneliti mengalami kesulitan untuk mengeksplorasi seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan terutama untuk nilai jasa lingkungan yang menyangkut manfaat pewarisan (keanekaragaman hayati dan fungsi hutan mangrove sebagai tempat pemijahan dan pengasuhan ikan-ikan


(6)

yang ada). Karena itu dalam penelitian selanjutnya agar hal ini menjadi perhatian sehingga nilai jasa lingkungan tidak under estimate.

2. Dari enam skenario yang disusun, skenario ke 3 merupakan alternatif strategi penggunaan lahan terbaik, namun tidak menutup kemungkinan masih ada alternatif strategi lainnya yang lebih baik. Untuk itu disarankan agar dalam penelitian mendatang supaya pilihan alternatif strategi dapat diperbanyak lagi. 3. Agar alokasi penggunaan lahan sesuai konsep RTRW 2002 – 2011 dapat diimplementasikan maka perlu dilakukan reformasi kelembagaan pembangunan kawasan pesisir yang ada sekarang ini menjadi sebuah lembaga koordinasi yang berkemampuan (good governance). Struktur organisasi yang dibangun hendaknya menyesuaikan dengan karakteristik sumberdaya pesisir yang dicirikan oleh aset spesifik yang rendah dengan tingkat frekuensi transaksi (pengelolaan) yang tinggi. Organisasi tersebut hendaknya mampu menerapkan prinsip-prinsi manajemen yaitu ; plan, do, check, and action.