Pemberdayaan kelompok tani: studi kasus di Desa Pangadegan Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang

EKO GWAWAN WIBISONO. Pernberdayaan Kelompok Tani: Studi Kasus di
Desa Pangadegan, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Dibimbing
oleh SOERYO ADIWIBOWO dm AD1 FAl3R'ODm.
Program pemberdayaan kelompok tani p a d Saluyu yang telah
dilalcsanakan pemerintah di Desa Pangadegan rnasih belum mampu
memberdayakan kelornpok tzuri padi Saluyu secara utuh dan berkelanjutan.
Adanya penyaluran bantuan yang diberikan temyata belum memberikan dampak
nyata bagi upaya membangun partisipasi dan kemandirian kelompok tani pa&
Saluyu. Hal ini terjadi karena program dm proyek yang dilaksanakan pemerintah
h a n g menonjolkan aspek-aspek pemberdayaan masyarakat.
Berangkat dari situasi dm kondisi tersebut di atas, maka kajian ini
bertujuan untuk: (1) rnengidentifkasi dan menelaah faktor-f&or yang
menghambat d m mendukung keberdayaan kelompok tani di Desa Pangadegan,
Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, (2) mengembmgkan strategi dan
program-program inovatif untulc rnemberdaydcan kelompok tani di Desa
Pangadegan, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang.
Strategi kajian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan
halitatif. Data primer diperoleh rnelalui metode: (1) wawancara mendalam, (2)
observasi, dan (3) diskusi kelompok.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan program Sekolah
Lapang Pengelolaan Tanman Terpadu di Desa Pangadegan Kecarnatan

Rancakalong Kabupaten Sumedang dipengaruhi oleh faktor internal maupun
f&or lingkungan (eksternal). Faktor internal diantaranya adalah: (1) motivasi;
(2) modal kelompok; dan (3) pengetahuan dan ketrampilan. Sedangkan fl'akor
ekstemal antara lain: (1) sosialisasi program SLPTT; (2) sarana pxoduksi (benih,
pup& pestisida); dan (3) kepemimpinan komunitas.
Pernasalahan yang dihadapi kelompok tani pa& Saluyu berdasarkan
prioritas adalah: (1) pennodalan, (2) kurang kompaknya anggota kelompok tani
padi, (3) kuTang tepatnya bantuan atau walctu yang diberikan oleh pemerintah, (4)
h a n g n y a koordinasi d m penyuluhan.
Adapun program pengembangan masyarakat u n u kelompok tani Saluyu,
Desa Pangadegan, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang adalah
program peningkatan produktivitas hasir pertanian dm program penguatan
kelembagaan kelompok tani.
Katu kunci: partisipasi, kelompok tani,prog.ron; pemberdayaarz.

EKO GWAWAN WIBISONO. Pernberdayaan Kelompok Tani: Studi Kasus di
Desa Pangadegan, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Dibimbing
oleh SOERYO ADIWIBOWO dm AD1 FAl3R'ODm.
Program pemberdayaan kelompok tani p a d Saluyu yang telah
dilalcsanakan pemerintah di Desa Pangadegan rnasih belum mampu

memberdayakan kelornpok tzuri padi Saluyu secara utuh dan berkelanjutan.
Adanya penyaluran bantuan yang diberikan temyata belum memberikan dampak
nyata bagi upaya membangun partisipasi dan kemandirian kelompok tani pa&
Saluyu. Hal ini terjadi karena program dm proyek yang dilaksanakan pemerintah
h a n g menonjolkan aspek-aspek pemberdayaan masyarakat.
Berangkat dari situasi dm kondisi tersebut di atas, maka kajian ini
bertujuan untuk: (1) rnengidentifkasi dan menelaah faktor-f&or yang
menghambat d m mendukung keberdayaan kelompok tani di Desa Pangadegan,
Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, (2) mengembmgkan strategi dan
program-program inovatif untulc rnemberdaydcan kelompok tani di Desa
Pangadegan, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang.
Strategi kajian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan
halitatif. Data primer diperoleh rnelalui metode: (1) wawancara mendalam, (2)
observasi, dan (3) diskusi kelompok.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan program Sekolah
Lapang Pengelolaan Tanman Terpadu di Desa Pangadegan Kecarnatan
Rancakalong Kabupaten Sumedang dipengaruhi oleh faktor internal maupun
f&or lingkungan (eksternal). Faktor internal diantaranya adalah: (1) motivasi;
(2) modal kelompok; dan (3) pengetahuan dan ketrampilan. Sedangkan fl'akor
ekstemal antara lain: (1) sosialisasi program SLPTT; (2) sarana pxoduksi (benih,

pup& pestisida); dan (3) kepemimpinan komunitas.
Pernasalahan yang dihadapi kelompok tani pa& Saluyu berdasarkan
prioritas adalah: (1) pennodalan, (2) kurang kompaknya anggota kelompok tani
padi, (3) kuTang tepatnya bantuan atau walctu yang diberikan oleh pemerintah, (4)
h a n g n y a koordinasi d m penyuluhan.
Adapun program pengembangan masyarakat u n u kelompok tani Saluyu,
Desa Pangadegan, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang adalah
program peningkatan produktivitas hasir pertanian dm program penguatan
kelembagaan kelompok tani.
Katu kunci: partisipasi, kelompok tani,prog.ron; pemberdayaarz.

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang bempaya memulihkan
kembali ekonominya akibat krisis ekonomi yang dihadapi, telah melaksanakan
berbagai program dengan maksud mengangkat kembali kehidupan masyarakat
dari keterpurukan di berbagai bidang. Namun demikian, pelaksanaan program
pembangunan yang masih menggunakan paradigma lama, seperti bersifat
sentralistik, top down dan kurang melibatkan partisipasi aktii masyarakat, serta
belum menerapkan prinsip-prinsip pengembangan masyarakat menimbulkan sikap

apatisme masyarakat terhadap pembangunan dan ketergantungan kepada
pemerintah.
Upaya pemerintah dalam menanggulangi krisis ekonomi melalui
peningkatan dan pengembangan kegiatan agribisnis di Indonesia, dalam
implementasinya belum menerapkan prinsip pengembangan masyarakat sehingga
bukan saja menimbulkan kegagalan, namun juga telah menyebabkan kelembagaan
lokal seperti kelompok tani padi mengalami persoalan internal yang
mengakibatkan hilangnya fungsi kelembagaan tersebut dalam mengakomodasi
kepentingan petani padi.
Menyadari ha1 tersebut, perlu diadakan pembahan dalam strategi
pembangunan, khususnya pengembangan masyarakat (commzmity development)
dengan pendekatan yang lebii bersifat desenhalistik, bottom up dan partisipatif.
Hal ini sejalan pula dengan semangat otonomi yang memberi kesempatan yang
lebii luas kepada pemerintah daerah untuk mengkreasikan pembangunan di
daerahnya sesuai dengan potensi dan aspimsi masyarakatnya.
Salah satu tujuan dari program pengembangan masyarakat adalah
tenvujudnya pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat mengandung
arti bahwa pengembangan masyarakat semestinya memberikan sumberdaya,
kesempatan, pengetahuan, dan ketrampilan untuk meningkatkan kapasitas atau
kemampuan untuk menentukan masa depan mereka sendiri dan untuk

berpartisipasi aktif dalam mempengamhi kehidupan komunitasnya. Hal ini sejalan
pula dengan Sumardjo dan Saharudin (2007) yang mengemukakan pendapat

bahwa pemberdayaan masyarakat berarti mengembangkan kondisi dan situasi
sedemikian mpa hingga rnasyamkat memiski daya dan kesempatan untuk
mengembangkan kehidupan, tanpa ada kesan bahwa pengembangan itu berasal
dari kekuatan eksternal.
Program-program pengembangan masyarakat di Desa Pangadegan dalam
sektor yang umum (program pembangunan jalan) maupun spesifik (program
pertanian), bersifat proyek pembangunan yang ditetapkan dalam APBN dan
APBD pemerintah daerah.
Lalu bagaimana dengan hasil dari program tersebut?. Kalau output
dimaksud itu dalam bentuk fisik maka bisa dikatakan hampir semua program itu
mencapai target. Namun, bagaimana dengan keluaran (outcome) pendekatan
pengembangan masyamkat yang berdaya dan melekat di dalam program tersebut?.
Masyarakat yang terhimpun dalam program tersebut memang ikut serta pada
aktivitas program. Tapi setelah program tersebut selesai, masyarakat kembali pada
kondisi semula. Kalaupun tejadi perubahan maka pembahan itu tidak simultan,
jika yang menjadi tolok ukur pembaban adalab kondisi fisik maka jelas tejadi
pembahan. Tapi, jika melihat kepada makna dari pengembangan masyarakat,

maka program sejenis ini tidak sepenuhnya berhasil melaksanakan prinsip
pengembangan masyarakat tersebut Program seperti itu, sekedar program yang
memanfaatkan

masyarakat

untuk

ikut

aktif

dalam

aktivitas,

bukan

memberdayakan dalam arti yang bermuatan motivasi dan inisiatif. Inilah pointnya, kegagalan program pengembangan masyarakat ini karena tidak penuh
memperhatikan perubahan cara pandang dan pikir komunitas secara konsisten.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengkaji sebuah
kelompok tani pa&, yaitu "Kelompok Tani Padi Saluyu" yang ada di Desa
Pangadegan, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Kelompok Tani
Padi Saluyu terbentuk karena bantuan dari pemerintah, kondisi pralapangannya
menunjukkan adanya kelemahan pada kapasitas usaha kelompok tani padi
tersebut. Hal ini tercermin dari pola produksi, pemasaran, permodalan, dan masih
terbatasnya sistem sumber yang dapat diakses untuk meningkatkan kemampuan
dan mengembangkan kelompok tani padi, serta tidak adanya usaha yang die1ola
kelompok tani padi dalam dalam rnenghasilkan produk unggulan bempa pa&.

Pada umumnya mereka masih memiliki ketergantungan kepada pemodal dan
bantuan dari pemerintah, sehingga ketercapaian perekonomian mereka sangat
dipengaruhi oleh bantuan-bantuan dari pemerintah.
Dalam rangka upaya pemberdayaan petani padi; khususnya yang berada di
pedesaan, Departemen Pertanian sejak tahun 1998 telah melaksanakan beberapa
program pemberdayaan petani yang tergabung dalam kelompok tani. Upaya ini
terlihat seperti pada tahun 2004 di Desa Pangadegan diluncurkan program
Sekolah Lapang Pengelolaban Hama Terpadu (SL-PHT), dan pada tahun 2008
diluncurkan lagi program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-


m).
Kelompok-kelompok tani yang ada di Desa Pangadegan dengan jumlah
keseluruhan petani sebanyak 1.525 orang (data Potensi Desa Tahun 2007) sejak
digulirnya program Sekolah Lapang Pengelolaan Hama Terpadu (SL-PHT) masih
belum mampu bekerja sama. Bahkan, kondisi ini juga terjadi pada kelompok tani
padi Saluyu yang dijadikan contoh dalam pemberdayaan kelompok tani dengan
beranggotakan 116 orang petani yang aktif dalam mengikuti kegiatan kelompok.
Dari berbagai program yang berkaitan dengan pemberdayaan kelompok tani di
Desa Pangadegan belum ada yang lahir dari kelompok petani, melainkan
semuanya b e d dari program pemerintah, seperti pemberian bantuan benih, SLPHT, dm SL-F'TT. Mereka hanya muncul pada saat program-program tersebut
digulirkan.
Berdasarkan pedoman pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman
terpadu (SL-P?T) dari Departemen Pertanian tahun 2008, program ini bertujuan
untuk meningkatkan produksi beras nasional dari kelompok tani dalam rangka
memberdayakan anggotanya, dengan kegiatan utama adalah penyaluran bantuan
bempa bibit unggul, serta pelatihan dari para penyuluh pertanian tentang
pengelolaan pestisida nabatilalami atau pupuk nabati. Program ini menjadi model
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanian yang
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan membangun kemandirian petani
padi. Melalui program hi, disusun suatu program pembangunan komunitas yang

sesuai dengan asas pertumbuhan, kemandirian, kesetaraan, pemerataan,
keseimbangan, dan keberlanjutan bagi kelompok tani, sehingga hasilnya dapat

dijadikan acuan pemberdayaan kelompok tani dalam upaya mengembangkan
masyarakat khususnya komunitas petani.
1.2. Perurnusan Masalah

Desa Pangadegan mempakan desa yang perekonomiannya bergantung
kepada kegiatan pertanian, khususnya tanaman pangan, yang mempunyai potensi
besar untuk berkembang. Namun, program-program pembangunan pertanian yang
dilaksanakan selama ini masih belum mampu menggerakkan potensi sumber daya
pertanian desa menjadi kekuatan ekonomi yang dapat mengangkat taraf kehidupan
dan kesejahteman masyarakat menjadi lebih baik.
Peran pemerintah yang masih dominan khususnya dalam perencanaan dan
penyusunan program-program pemberdayaan kelompok tani dan kurang
memperhatikan aspirasi dan k u m g melibatkan peran aktif para petani, juga dapat
mengakibatkan ketergantungan kelompok tani padi Saluyu terhadap campur
tangan pemerintah tetap tinggi dan dapat menjadikan

program tidak dapat


berlanjut. Kondisi ini disebabkan kurangnya dukungan dan rasa memiliki anggota
kelompok terhadap program tersebut.
Berangkat dari kondisi obyektif tersebut, maka dirumuskan pertanyan
kajian sebagai berikut
1. Mengapa kelompok tani di Desa Pangadegan, Kecamatan Rancakalong

Kabupaten Sumedang himgga kini masih belum berdaya, padahai telah banyak
program pemerintah yang masuk ke desa? Faktor-faktor apa yang mendukung

dan menghambat pemberdayaan kelompok tani di Desa Pangadegan,
Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang?
2. Bagaimana strategi dan langkah-langkah yang perlu diiembangkan agar

kelompok tani di Desa Pangadegan, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten
Sumedang menjadi

berdaya

dan kemudian


mampu

meningkatkan

kesejahteraannya?
1.3. Tujuan Kajian

Berdasarkan rumusan pernasalahan yang telah diuraikan di atas, maka
tujuan dari kajian ini adalah:

1. Mengidentifkasi

dan menelaah faktor-faktor yang mendukung dan

menghambat pemberdayaan kelompok tani Desa Pangadegan, Kecamatan
Rancakalong, Kabupaten Sumedang.
2. Mengembangkan

strategi

dan

program-program

inovatif

untuk

memberdayakan kelompok tani Desa Pangadegan, Kecamatan Rancakalong,
Kabupaten Sumedang.
1.4. Kegunaan Kajian

Dari hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi upaya pemberdayaan kelompok tani, yaitu:
1. Memberikan gambaran tentang program pemberdayaan kelompok tani di Desa

Pangadegan, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang.
2. Menjadi masukan bagi pemerintah setempat dalam mendukung program

pemberdayaan masyarakat lokal.
3. Dapat memberikan pemikiran bagi pengelola program pemberdayaan

kelompok tani.

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemberdayaan Masyarakat
Proses peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat diterapkan dengan
berbagai pendekatan, salah satunya adalah melalui pemberdayaan masyarakat
Istilah keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individuindividu lainnya dalam masyarakat untuk membangun keberdayaan masyarakat
bersangkutan (Anwar, 2007). Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang berada dalam kondisi
tidak mampu dengan mengandalkan kekuatannya sendiri sehingga dapat keluar
dari perangkap kemiskinan clan keterbelakangan atau proses memampukan dan
memandirikan masyankat (Kartasasmita, 1996).
Dalam terminologi pekerjazn sosial, menurut Dubois dan Milley (1992)
pemberdayaan masyarakat merupakan suatu strategi dalam mengatasi masalah
yang berkaitan dengan keberfungsian sosial. Keberfimgsian sosial diartikan
sebagai suatu situasi dimana orang bisa melaksanakan peran sesuai dengan status
yang dimilikinya untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupannya sebagai individu,
anggota kelompok maupun anggota masyarakat secara luas. Salah satu upaya
untuk mengatasi disfungsi sosial adalah melalui strategi pemberdayaan.
Pemberdayaan merupakan sebuah proses untuk mendapatkan energi yang
cukup dan bisa digunakan untuk mendayagunakan kemampuannya memperoleh
daya saing, untuk membuat keputusan sendiri, dan mudah mengakses sumbersumber kehidupan yang lebii baik (Dharmawan, 2000 dalam Tonny, 2007).
Konsep pemberdayaan (empowerment) dalam wacana pengembangan masyarakat
selalu dikembangkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan k e j a dan
keadilan (Hilanat, 2006).
Pemberdayaan masyarakat mengacu kepada kata enlpowerment, yaitu
sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh
masyarakat Pendekatan pemberdayaan masyarakat titik beratnya adalah
pemahaman pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem
yang mengorganisir d i i mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat

yang demikian diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sebagai
objek, tetapi jusbu sebagai subjek pembangunan yang ikut menentukan masa
depan kehidupan masyarakat secara umum (Hikmaf 2006).
Dilihat dari sasaran dan ruang lingkupnya, menurut Wasistiono dalam
Roesmidi dan Riza (2006) pemberdayaan dapat dibedakan menjadi empat macam,
yaitu: pemberdayaan individu, anggota organisasi atau masyarakat; pemberdayaan
pada tim atau kelompok masyarakat, serta pemberdayaan pada organisasi dan
pemberdayaan pada masyarakat secara keseluruhan. Dalam kajian ini adalah
pemberdayaan organisasi atau masyarakat, yaitu kelompok tani padi Saluyu
dengan pengembangan kapasitas kelembagaannya
Pemberdayaan kawasan komunitas adalah sebuah proses kemampuan,
empowering, komunitas dan masyarakatnya untuk menemu-kenali, menggali
potensi komunitas yang ada dan program yang kondusif bagi upaya pemanfaatan
secara maksiium bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat (Kolopaking
& Tonny, 2007).

Berdasarkan pengertian di atas, maka pada studi kasus pemberdayaan
kelompok tani padi Saluyu di Desa Pangadegan, dapat disimpulkan bahwa
pendekatan kelompok merupakan pendekatan yang lazim digunakan. Kelompok
dapat berperan dalam mengontrol suatu keputusan maupun kebijakan yang
berpengamh langsung pada kehidupan komunitas. Pendekatan kelompok
mempunyai kelebihan antara lain &pat mempercepat proses adopsi, karena
adanya interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengamhi
satu sama lain (Vitayala, 1986).
Menurut Soekanto (2005), bahwa dalam kelompok terjadi hubungan timbal
balik yang saling mempengamhi dan kesadaran untuk saling tolong-menolong
berdasarkan kesamaan nasib, kepentingan dan tujuan sehingga hubungan antara
anggota bertambah erat. Berdasarkan konsep-konsep diatas, maka pengembangan
komunitas petani juga perlu menggunakan pendekatan kelompok tani, agar terjadi
hubungan timbal balik sesama anggota kelompok dan saling menolong
berdasarkan kesamaan kebutuhan, kepentingan dan tujuan untuk mengembangkan
potensi masyarakat.

2.2. Pengembangan Kapasitas
Pengembangan

Kapasitas

(capacity

buildingJ

diartikan

sebagai

peningkatkan kemampuan masyarakat di segala bidang, termasuk mengorganisir
diri sendiui dan mengembangkan jaringan (Gunardi, dkk, 2007). Sumpeno yang
dikutip oleh Gunardi, dkk (2007), mengartikan pengembangan kapasitas sebagai
peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi, dan sistem masyarakat
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
Peningkatan kemampuan individu mencakup perubahan daya, dalam ha1
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan; peningkatan kemampuan kelembagaan
meliputi perbaikan organisasi dan manajemen, keuangan, dan budaya organisasi;
peningkatan kemampuan masyarakat mencakup kemandiian, keswadayaan, dan
kemampuan mengantisipasi perubahan. Peningkatan kapasitas sangat diperlukan
agar program dapat berkelanjutan, karena tanpa kemampuan yang besar,
masyarakat akan tergantung pada pihak l u x untuk mengatasi masalahnya.
Ada tiga level yang dapat menjadi obyek dalam capacity building, yaitu: (a)
level individu dan group, (b) level institusi dan organisasi, dan (c) level sistem
institusi secara keseluruhan. Peningkatan kapasitas individu biasanya bempa
pelatihan-pelatihan untuk memperbaiki pengetahuan dan ketrampilan, untuk
institusi dan organisasi dikenal dengan pendekatan social learning process,
sedangkan kapasitas masyarakat secara umum akan tergantung kepada institusi
yang sehat (viable institutions), kepemimpinan yang memiliki visi, dukungan
fmansial dan sumberdaya material, ketrampilan sumberdaya manusia, dan kerja
yang efektii termasuk sistem, prosedur dan insentif kerja yang sesuai (Syahyuti,
2006).
Pengembangan kapasitas masyarakat m e ~ p a k a n suatu pendekatan
pembangunan yang berbasis pada kekuatan-kekuatan dari bawah secara nyata
(Maskun, 1999 yang d i i t i p oleh Kolopaking dan Tonny, 2007). Kekuatankekuatan itu adalah kekuatan sumberdaya alam, sumberdaya ekonomi dan
sumberdaya manusia sehingga menjadi suatu local capacity. Kapasitas lokal yang
dimaksud adalah kapasitas pemerintahan daerab, kapasitas kelembagaan swasta
dan kapasitas masyarakat desa.

Organisasi-organisasi lokal diberi kebebasan untuk menentukan kebutultan
organisasi dan kebutuhan masyarakat Karena itu, kebutuhan penting di sini
adalah bagaimana mengembangkan kapasitas masyarakat yang mencakup
kapasitas institusi dan kapasitas sumberdaya manusia. Dalam kerangka kebijakan
untuk pengembangan kelembagaan dan kawasan berbasis komunitas dijelaskan
bahwa kapasitas kelembagaan (institutional capacity) merupakan program
bottom-up, berupa program pemberdayaan dan partisipasi masyarakat yang berupa
aksi kolektif (Kolopaking dan Tonny, 2007).
Menurut Kolopakimg dan Tonny (2007), bahwa dalam pengembangan
kelembagaan perlu berlandaskan pada prinsip-prinsip:
1. "Partisipatif', yakni dimulai dengan suatu proses perencanaan partisipatif di
aras mikro yang dilakukan bersama komunitas dengan melibatkan Pemerintab
Komunitas, Badan Permusyawaratan Komunitas, dan pemangku kepentingan
lainnya, seperti lembaga swadaya masyarakat.
2. "Keseimbangan" antara pembangunan di aras m h dan makro. Dalam
mengimplementasikan kedua aras tersebut perlu melibatkan pemerintah lokal
dalam bentuk kebijakan pemerintah, maupun pihak swasta. Partisipasi dari
pihak pemerintah lokal dalam ha1 ini dengan memberikan kemudahan &lam
mendapatkan akses terhadap sumberdaya yang dimiliki.
3. "Keterkaitan" sosial, ekonomi, dan ekologis. Prinsip ini menekankan

pentingnya bahwa dalam kelembagaan dan komunitas-komunitas tersebut
memiliki ikatan, sebagai suatu: "local society", yang secara sosial ekonomi
memiliki keterkaitan dalam konteks struktur sosial dan kultural; local ecology,
yalcni secara ekologis diantam kelompok-kelompok masyarakat memiliki pola
adaptasi ekologi dalam menghadapi dimamika d m perubahan sosial ekonomi
yang sedang berlangsung, dan collective action, yaitu suatu aksi kolektif dalam
bentuk kapital sosial dan kelembagaan sebagai wadah proses kehidupan dan
pembangunan di kawasan perkomunitasan.
4. "Sinergis" antar kelemhgaan d m antar sektor pembangunan, artinya dalam
pengembangan perlu dilakukan antara public sector, private sector, dan
participatory

sector.

pengembangannya yang

Dalam

manajemen

difasilitasi pemerintah,

pembangunan

untuk

sinergi antar sektor

pembangunan dan antar institusi pemerintah menjadi suatu prinsip yang sangat
krusial yang dimanifestasikan dalam bentuk rencana pembangunan.
5. "Transparansi"

dalam proses pengembangan kelembagaan. Prosesnya

dilaksanakan dengan semangat keterbukaan, sehingga seluruh warga komunitas
dan pemangku kepentingan lainnya memiliki akses yang sama terhadap
infoimasi tentang rencana dan pengembangan.
Syahyuti (2003) menjelaskan, bahwa untuk menguatkan kapasitas
kelembagaan perlu dianalisa variabei-variabel yang ada di dalam kelembagaan
tersebut. Dengan demikian kita dapat menentukan indikator-indikator yang
menunjukkan kekuatan dari kelembagaan tersebut, sekaligus potensi dan
kesempatan

untuk

ditingkatkan

kapasitasnya.

Variable-variabel

dalam

kelembagaan yang perlu dianalisa adalah nilai, noma yang berlaku, dan group
atmosphere (berkaitan dengan perilaku kolektif).

Floyd Ruch yang dikutip oleh Santoso (2004) menyqtakan bahwa group
atmosphere menyangkut bal-bal berikut:

1. Keadaan fisik tempatkelompok, seperti tersedianya fasilitas dan peralatan

yang dibutuhkan anggota.
2. Treat Reduction (rasa aman), menyangkut ketentrarnan anggota untuk tinggal
dalam kelompoknya (tidak ada ancaman, tidak saling curiga, tidak saling
bermusuhan).
3 . Disrributive

leadership (kepemimpinan

bergilir),

adanya pemindahan

kekuasaan untuk pengendalian dan pengawasan terhadap kelompoknya.
Dengan demikian, tiap anggota yang diberi kekuasaan akan dapat mengetahui
kemampuan mereka masing-masing dan lebii dari itu akan menanamkan rasa
tanggung jawab yang besar terhadap kelompok secara keseluruhan, baik pada
saat menjadi pimpinan maupun sebagai anggota kelompok.
4. Goalformulation (perumusan tujuan), yang menjadi arah kegiatan bersama.

5. Flexibility (fleksibilitas), segala sesuatu yang menyangkut kelompok seperti

suasana, tujuan, kegiatan, struktur, dapat mengikuti pembahan yang terjadi.

6. Concensus (mufakat), dengan mufakat yang ada dalam kelompok, semua
perbedaan angggota dapat teratasi sehingga tercapai keputusan yang
memuaskan semua anggota.
7. Process awareness (kesadaran berkelompok), adanya peranan, fungsi, dan
kegiatan masing-masing anggota dalam kehidupan berkelompok maka tiap-tiap
anggota pasti timbul rasa kesadaran terhadap kelompoknya, terhadap sesama
anggota, dan pentingnya berorientasi satu sama lain.
8. Continual evalt~ation (penilaian yang kontinyu), kelompok yang baik

seringkali mengadakan penilaian secara kontinyu terhadap perencanaan
kegiatan dan pengawasan kelompok sehingga dapat diketahui tercapailtidaknya
tujuan kelompok.
Kluckhon dikutip oleh Syahyuti (2003) memberikan pertanyaan-pertanyaan
yang berguna untuk mengetahui nilai dalam kelembagaan tersebut. Inti pertanyaan
tersebut adalah untuk mengupas nilai yang berlaku dari sistem tata nilai, jenis nilai
dan orientasi dari nilai tersebut. Sedangkan norma ditiat berupa aturan-aturan
yang InerupiIkaII kesepakatan bersama clan dilakukan oleh masyarakat dalam
kelembagaan tersebut. Sementara group atmosphere lebih menyangkut kinerja
kelembagaan tersebut dan masyarakat yang ada di dalamnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, penguatan kapasitas kelembagaan dapat

dilakukan dalam berbagai aspek, yaitu: (a) Pembahan peran dan fungsi
kelembagaan, (b) Pengertian nilai dan norma, (c) Pengertian kelembagaan melalui
pengertian program teknologi, informasi, jejaring dan kepemimpinan. Apabila
dikaitkan dengan pengembangan kapasitas kelembagaan kelompok tani padi
Saluyu, yang dilakukan ialah dengan melakukan perubahan peran dan fungsi,
termasuk normalaturn kelompok berdasarkan kebutuhan komunitas termasuk
mempertimbangkan perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan komunitas.
Keberhasilan kelompok tani Saluyu dalam menjalankan program SL-PTT
akan ditentukau oleh kemampuan kelembagaan dalam meningkatkan kapasitas
dengan pendekatan partisipatori. Konsep partisipatori mengandung makna
masyarakat memilii peran dalam pengelolaan Program SL-ETT. Adapun prinsipprinsip pengembangan kapasitas kelembagaan dalam pengembangan masyarakat
adalah:

pengembangan

kapasitas

masyarakat

menggunakan pendekatan

pembangunan berbasis kekuatan dari bawah (kekuatan sumberdaya manusia,
sumberdaya ekonomi, sumberdaya dam) atau local capaciy; (lapasitas pemda,
lembaga swasta, komunitas) untuk pengembangan masyarakat; organisasi lokal
menentukan kebutuhan organisasi dan kebutuhan masyarakat (Tonny, 2007).

2.3. Kelembagaan

Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 273IKpts/OT.160/4/2007 tentang
pedoman pembinaan kelembagaan petani dimana dukungan sumber daya manusia
berkualitas melalui penyuluhan pertanian dengan pendekatan kelompok yang
dapat mendukung sistem agribisnis berbasis pertanian (tanaman pangan,
holtikultura, peternakan dan perkebunan). Sehubungan dengan itu perlu dilakukan
pembiaan dalam rangka menumbuhkan kelompok tani menjadi kelompok yang
h a t dan mandiri untuk meningkatkan pendapatan petani dan keiuarga.
Substansi kelembagaan sosial adalah "keterkaitan",

karena keterkaitan

mengandung makna "ikatan sosial" yang dibangun berdasarkan jejaring sosial
(social networkingl sebagai nilai tambah dari modal sosial (social capita() dengan

satu fokus interaksi pada pengembangan masyarakat (Lala & Tonny, 2007).
Secara sosiologis upaya pembangunan saat ini perlu didekati dengan
pembangunan berbasis lokal yang didalamnya ada ikatan sosial dan melakukan
ikatan sosial antar kelompok, organisasi, komunitas.
Mempelajari kelembagaan mempakan sesuatu

yang esensial, karena

masyarakat modern beroperasi dalam organisasi-organisasi. Tiap perilaku
individu selalu dapat d i a k n a i sebagai representatif kelompoknya Seluruh hidup
kita dilaksanakan dalam organisasi, mulai dari Iahir, bekeja,sampai meninggal.

Kegiatan manusia, baik sengaja maupun tidak sengaja selalu diulang-ulang,
akhimya menjadi melekat dan menjadi bagian yang tak terpisahkan serta
mengatwr aktivitas manusia itu sendiri.
Kelembagaan sendiri mempakan terjemahan langsung dari istilab 'Social
institution". 'Social institution' dan Social organization' berada dalam level y x g

sama, untuk menyebut apa yang kita kenal dengan kelompok sosial, group, social
form dan lain-lain yang relatif sejenis. Kata kelembagaan lebih disukai karena

memberi kesan lebih sosial, lebih menghargai budaya lokal, lebih humanis dan
mengindikasikan suatu keinginan serta harapan yang murni, karena lebih menuju
inti pokok suatu sistem sosial, sesuatu yang mengakar dan datang dari bawah
(Syahyuti, 2003).
Secara keilmuan, apa yang dikenal dengan organisasi, institusi, asosiasi baik
formal maupun non formal disebut kelembagaan, karena mengandung aspek yang
sama, yaitu aspek kultural terdii dari nilai, norma, dan aturan. Sementara aspek
struktural berupa sesuatu yang lebih visual dan statis yaitu struktur, penetapan
peran, tujuan, keanggotaan. Sedangkan pengembangan kelembagaan hanya
difokuskan kepada kelembagaan yang memiliii struktur, serta organisasi yang
potensial untuk dikembangkan (Syahyuti, 2003). Adapun institzrtion atau pranata
ialah sebagai kelakuan berpola dari manusia dalam pengaruh dari tiga wujud
kebudayaan, yaitu: (1) sistem norma dan tata kelakuan dalam konteks wujud ideal
kebudayaan, (2) kelakuan berpola untuk wujud kelakuan kebudayaan, dan (3)
peralatannya untuk wujud fisik kebudayaan. Ditambah dengan personelnya
sendiri, dari empat komponen tersebut yang salimg berinteraksi satu sama lain
(Koentjaraningrat, 2002).
Akfivitas manusia yang bemlang-ulang terns menjadi bagian dari manusia
dan masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, kemudian
prosesnya menjadi kerangka pengaturan untuk memenuhi kebutuhan yang

terbentuk-tumbub-berkembang-be~bah-mati-berganti-berbentukyang

bm,

kemudian seterusnya menjadi siklus kehidupan dinamakan kelembagaan sosial
(Kolopabing & Tonny, 2007). Dari hasil analisis kajian potensi kelembagaan lokal
bagi kelornpok tani padi Saluyu maka salah satu kesimpulannya, yaitu: kondisi
kelembagaan yang ideal bagi sistem Community Based Management adalah
apabila masyarakat setempat memiliii bentuk kelembagaan dengan tingkat
kepemimpinan, rule of lmv, derajat ketaatan dan penegakkan yang tinggi
(Suharno, 2005).
Dari pendapat para ahli tentang kelembagaan, merupakan sesuatu yang
stabil, mantap, berpola, berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat,
ditemukan dalam sistem sosial tradisional maupun modem dan berfungsi untuk
mengefisiensikan kehidupan sosial. Ada dua aspek dalam kelembagaan, yaitu: (a)

aspek kelembagaan perilaku; (b) aspek keorganisasian-struktur,d i a n a keduanya
merupakan komponen pokok dalam setiap kelompok sosial. Perilaku dan Struktur
sebagai bagian utama aspek kelembagaan dan aspek keorganisasian saling
membutuhkan satu sama lain, ibarat dua sisi mata uang (Syahyuti, 2003).

2.4. Modal Sosial

Modal sosial m e ~ p & a n salah satu faktor penting dalam keberhasilan
pembangunan selain modal ekonomi atau modal finansial Vinancial capital) dan
modal manusia (human capita& Menurut pandangan Francis Fukuyama yang
dikutip Hasbullah @uraerah, 2007), modal sosial memegang peranan penting
dalam memfungsikan dan memperkuat masyarakat modem. Modal sosial yang
lemah akan meredupkan semangat gotong royong, memperparah kerniskinan,
meningkatkan pengangguran, kriminalitas dan menghalangi setiap upaya untuk
meningkatkan kesejahtem penduduk.
Menurut Colletta dan Cullen yang d i t i p oleh Nasdian dan Dharmawan
(2007), kapital sosial didefenisikan sebagai suatu sistem yang mengacu kepada
atau hail dari organisasi sosial dan ekonomi seperti pandangan umum (wordview), kepercayaan (trust), pertukaran timbal balk (reciprocity), pertukaran

ekonomi dan informasi (informational and economic exchange), kelompokkelompok formal dan informal (fixma1

and informal groups), serta asosiasi-

asosiasi yang melengkapi kapital lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehimgga
memudahkan te~jadiiya tindakan kolektif, pertumbuhan

ekonomi dan

pembangunan.
Di sisi lain modal sosial dalam masyarakat memiliki empat dmensi.
Pertama adalah integrasi, yaitu ikatan yang kuat antara anggota keluarga dan
keluarga dengan tetangga sekitamya misalnya ikatan-ikatan kekerabatan, etnik
dan agama. Kedua adalah pertalian yaitu ikatan dengan komunitas lain di luar
komunitas asal, misalnya jejaring dan asosiasi-asosiasi yang bersifat kewargaan
yang menembus perbedaan kekerabatan, etnis dan agama. Ketiga adalah integritar
orguni~asional, yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk
meujalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan
peratwan. Keempat adalah sinergi, yaitu relasi antara pemimpin dan institusi

pemerintahan dengan komunitas. Fobs perhatian sinergi ini adalah apakah negara
memberikan mang yang luas atau tidak bagi partisipasi warganya.
Menurut Huraerah (2003, modal sosial (social capita9 dapat
dikategorikan dalam dua kelompok. Pertama menekankan jaringan hubungan
sosial (social nehvork), sedangkan kelompok kedua lebih memfokuskan
karakteristik (trait) yang melekat pada diri individu manusia yang terlibat dalam
sebuah interaksi sosial. Pendapat kelompok pertarna mengatakan bahwa modal
sosial adaiah jaringan kerjasama diantara warga masyarakat yang menfasilitasi
pencarian solusi dari pernasalahan yang diiadapi mereka. Modal sosial adalah
kumpulan dari hubungan yang aktif diantara manusia: rasa percaya, saling
pengertian, kesamaan nilai dan perilaku yang mengikat anggota dalam sebuah
jaringan kerja dan komunitas yang memungkinkan adanya kerjasama. Pandangan
kelompok pertama memfokuskan pada aspek jaringan hubungan sosial yang diikat
oleh kepemilikan informasi, rasa percaya, s a l i g memahami, kesamaan nilai, dan
saling mendukung. Modal sosial akan semakin kuat jika sebuah komunitas atau
organisasi m e m i l i j a ~ g a n hubungan kerjasama, baik s e e m internal
komunitaslorganisasi

atau

hubungan

kerjasama

yang

bersifat

antar

komunitaslorganisasi. Jaringan kerjasama sinergistik yang merupakan modal
sosial akan memberikan banyak manfaat bagi kehidupan bersama Pendapat pakar
dari kelompok kedua, modal sosial adalah serangkaian nilai dan norma informal
yang dimilii bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang
memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka.

2.5. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi menurut Sumardjo dan Saharuddii (2007); mengandung makna
peran serta seseorang atau sekelompok orang atau sesuatu pihak dalam suatu
kegiatan atau upaya mencapai sesuatu yang secara sadar diinginkan oleh pihak
yang berperanserta tersebut. Bila menyangkut partisipasi dalam pembangunan
masyarakat, maka menyangkut keterlibatan secara aktif dalam pengambifan
keputusan, pelaksanaan, evaluasi, dan menikmati hasilnya atas suatu usaha
pembahan masyarakat yang direncanakan untuk mencapai tujuan-tujuan
masyarakat.

Dalam partisipasi konsep yang penting diperl~atikandalam diri individu
adalah konsep kebutuhan manusia, kesadaran dan kemauan akan motif serta
kesempatan yang diberikan oleh lingkungan yang mempakan pendorong utama
dibalik tingkah laku manusia dalam konteks komunitas.
Dari penjelasan tentang motif dan tingkah laku di atas maka motif akan
merangsang seseorang bertingkah laku untuk pencapaian tujuan. Selain tingkah
laku disebabkan oleh rangsangan motif, harapan dan kebutuhan juga disebabkan
oleh rangsangan situasi yang berlaku pada saat itu.
Oppenheim (1966) mengemukakan formula untuk menganalisis tingkah
laku yaitu B = f (P,E) : "behavior is afirnction of the interaction behveen P (all
the person's inner determinals, such as temperament, attitude, or character fruits)
and E (all the environmental factors, as perceived by the individual). Tingkah

laku adalah interaksi antara manusia (seperti temperamen, sikap atau kamkter) dan
lingkungannya (semua faktor-faktor dari lingkungan yang diterima oleh individu).
Menumt Sumardjo dan Sahamdin (2007) terdapat dua ha1 yang dapat
mendukung partisipasi dalam masyarakat yaitu: (1) ada unsur yang mendukung
untuk berperilaku tertentu pada diri seseorang (person inner determinant) dan (2)
terdapat iklim atau lingkungan (environmental factors) yang memungkinkan
tejadinya prilaku tertentu itu. Untuk mengembangkan partisipasi perlu k i i y a
memperhatikan kedua aspek tersebut.
Sebagaimana &ketahui, pembangunan pada dasarnya merupakan proses
perubahan, dan salah satu bentuk p e ~ b a h a nyang diharapkan adalah pembahan
sikap dan perilaku. Partisipasi masyarakat yang semakin meningkat baik secara
kualitatif maupun kuantitatif mempakan salah satu pemjudan dari pembahan
sikap dan perilaku tersebut. Agar proses pembangunan dapat berlangsung secara
berkelanjutan, maka perlu diusahakan agar ada kesinambungan dan peningkatan
yang bersifat komulatif dari partisipasi masyarakat melalui berbagai tindakan
bersama dan aktivitas lokal tadi. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan
adalah keterlibatan masyarakat dalam proses tersebut yang dilandasi oleh
kesadaran dan determinasi.
Prasyarat untuk berpartisipasi ( Kolopaking & Tonny, 2007), yaitu adanya:

1. Kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang disadari oleh
orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi.
2. Kemauan, adanya sesuatu yang rnendorong menumbuhkan minat dan sikap
mereka untuk termotivasi berpartisipasi, misalnya berupa manfaat yang dapat
dirasakan atas partisipasinya tersebut
3. Kemampuan, adanya kesadaran dan keyakinan pada dirinya bahwa dia

mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, bisa berupa pikiran, tenaga,
waktu, atau sarana dan material lainnya.
Adanya kesempatan, kemauan dan kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang,

kelompok

atau

konstribusi/sumbangan

yang

masyarakat
dapat

senantiasa

menunjang

dapat

memberikan

keberhasilan

program

pembangunan dengan berbagai bentuk atau jenis partisipasi. Adapun bentukbentukjenis partisipasi sosial menurut Sulairnan (1985), ada lima macam, yaitu:
1. Partisipasi langsung dalam kegiatan bersama secara fisik dan tatap muka.
2. Partisipasi dalam bentuk iuran uang, atau barang dalam kegiatan partisipatori,

dana, dan sarana sebaiknya datang dari dalam masyarakat sendiii.
3. Partisipasi dalam bentuk dukungan.
4. Partisipasi dalam proses pengambiian keputusan.

5. Partisipasi representatif dengan memberikan kepercayaan dan mandat kepada
wakil-wakil yang duduk dalam organisasi atau panitia.
Adapun untuk mengembangkan partisipasi, diiihat dari proses belajar maka
pendekatan partisipasi atas permintaan setempat lebih sesuai dan banyak
digunakan dalam praktek lapangan. Kegiatan ini peranan pihak ekstemal lebih
bersifat menjawab kebutuhan yang diputuskan dan dinyatakan oleh masyarakat
lokal, bukan kebutuhan berdasarkan program yang diiancang dari luar
(Mikkelsen, 2003).
Di samping merupakan penvujudan dari upaya pengembangan kapasitas
masyarakat, partisipasi dalam identifikasi masalah juga lebih menjamin program
pembangunan yang dimmuskan akan lebih relevan dengan persoalan dan
kebutuhan aktual masyarakat yang bemngkutan. Lebii lanjut, partisipasi
masyarakat dalam perumusan program, tidak semata-mata sebagai konsumen

program, tetapi juga sebagai produsen karena telah ikut serta terlibat dalam proses
pembuatan atau perumusannya.
Hal ini menyebabkan masyarakat merasa ikut memiliki program tersebut,
sehingga kemudian juga mempunyai tanggung jawab bagi keberhasilannya. Oleh
sebab itu masyarakat juga lebih memiliki motivasi bagi partisipasi pada tahaptahap berikutnya Dengan demikian keterkaitan masyarakat dalam pelaksanaan
program akan terbentuk karena kesadaran dan determinasinya, bukan karena
diiobilisasi oleh pihak luar.
Apabila ha1 tersebut dilakukan secara bemlang-ulang, maka akan memacu
semakin cepat terwujudnya proses institusionalisasi atau keterlembagakannya
perilaku membangun dalam masyarakat Hal itu disamping m e ~ p a k a nsuatu
bentuk penvujudan dari berlakunya prinsip pengelolaan yang berbasis komunitas
juga akan menjamin proses yang berkelanjutan karena masyarakat telah
mempunyai kapasitas swakelola
Partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi akan membawa dampak positif
bagi penyempumaan dan pencarian altematif yang tems menerus. Hasil evaluasi
yang dilakukan akan dapat menjadi umpan balik bagi perbaikan dan
penyempumaan program-program berikutnya. Dengan demikian, melalui
partisipasi masyarakat akan terjadi proses bekerja sambil belajar secara
berkesinambungan.

2.6. Kelompok Tani

Pengertian dari kelompok adalah sebagaimana dikemukakan oleh
Mardikanto (dalam Setiana, 2005) yaitu himpunan atau kesatum manusia yang
hidup bersama sehingga terdapat hubungan timbal balik dan saling mempengamhi
satu sama lain serta m e m i l i kesadaran untuk saling menolong. Kumpulan orang
tersebut juga mempunyai satu tujuan yang ingin dicapai bersama. Departemen
Pertanian RI (dalam Setiana, 2005) memberi batasan bahwa kelompok tani adalah
sekumpulan orang-orang 'ani atau petani, petani dewasa pria atau wanita maupun
pemuda tani yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atau
dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di liigkungan pengaruh dan

pimpinan seorang kontak tani. Kelompok dalam suatu komunitas mencerminkan
adanya dinamika tindakan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Darmajanti
(2004) menjelaskan bahwa kelompok sebagai gambaran kehidupan berorganisasi
suatu komunitas mempakan refleksi dinamika tindakan kolektif warga dalam
mengatasi masalah bersama, termasuk peningkatan pendapatan rumah tangga di
komunitas.
Pemberdayaan masyarakat akan lebih efektif jika dilakukan dengan
pendekatan kelompok karena dalam kelompok ada kebersamaan, kesamaan
kepentingan serta tujuan sehingga keinginan yang diharapkan lebih cepat tercapai.
Adanya kekuatan dalam menolak keputusan serta kebijakan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan masyarakat akan lebih baik jika dilakukan dalam kelompok.
Keputwan yang diambil akan lebii menyelumh sehiigga mengurangi tingkat
kesenjangan antara masyarakat dengan pengambil kebijakan. Salah satu kelompok
yang dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat adalah kelompok tani.
Kelompok diartikan sebagai suatu sistem yang diorganisasikan dari dua
orang atau l e b i yang saling berhubungan sehingga sistem tersebut melakukan
beberapa fungsi, memiliki seperangkat standar hukum, peranan antara anggotanya
dan mempunyai seperangkat norma yang mengatur fungsi kelompok dan masingmasing anggotanya, Mc.David dan Karari (dalam Effendi, 2001). Di dalam
kelompok terjadi suatu dialogical encounter yang menumbuhkan dan memperkuat
kesadaran clan solidaritas kelompok. Anggota kelompok menumbuhkan identitas
seragam dan mengenali kepentingan mereka bersama
Pemahaman terhadap kelompok bila diterapkan kepada kelompok tani
memberikan pengetian bahwa kelompok tani adalah sejumlah petani yang
mempunyai kaitan antar hubungan satu dengan yang lainnya atas dasar keserasian
dan kebutuhan yang sama, terikat secara informal dalam suatu wadah kelompok,
dan mempunyai aktifitas sama dalam ha1 tani, kebun dan pemeliharaan ternak
Kelompok tani bisa dikategorikan sebagai wujud kelembagaan ekonomi
untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini dapat dilibat dari aspek produksi, distribusi
dan pengolahan hasil. Walaupun aspek distribusi dan pengolahan hasil biasanya
dilakukan oleh pihak lain, namun untuk memperkuat posisi tawar petani di dalam

mengembangkan kemandiriannya maka kedua aspek tersebut selayaknya dikelola
melalui kelompok
Interaksi kelompok tani tidak terlepas dari komunikasi yang terbangun dari
kelompok itu dan sehamsnya kelompok dijadikan wadah untuk memecahkan
masalah yang diiasakan para anggotanya. Komunikasi kelompok hams befingsi
dalam situasi-situasi pemecahan masalah dan pengambilan keputusan untuk dapat
memmuskan atau mengungkapkan suatu penilaian.
Pengembangan kelompok tani diarahkan pada peningkatan kemampuan
kelompok tani dalam melaksanakan fungsinya, peningkatan kemampuan para
anggota dalam mengembangkan agribisnis, penguatan kelompok tani menjadi
organisasi petani yang kuat dan mandiri yang dicirikan antara lain :
1. Adanya pertemuadrapat anggowrapat pengurus yang diselenggarakan secara
berkala dan berkesinambungan.
2. Disusunnya rencana kej a kelompok secara bersama dan dilaksanakan oleh
para pelaksana sesuai dengan kesepakatan bersama dan setiap akhir
pelaksanaan dilakukan evaluasi secara partisipasi.
3. Memiliki aturanlnoma yang disepakati clan ditaati bersama.
4. Memiliki pencatatadpengadministrasian organisasi yang rapih.
5. Memfasilitasi kegiatan-kegiatan usaha bersama di sektor hulu dan hilir.

6. Memfasilitasi usaha tani secara komersial dan berorientasi pasar.

7. Sebagai sumber serta pelayanan informasi dan teknologi untuk usaha para
petani umumnya dan anggota kelompok tani pada khususnya
8. Adanya jalinan kerjasama antara kelompok tani dengan pihak lain.
9. Adanya pemupukan modal usaha, baik iuran dari anggota atau penyisihan

hasil usahalkegiatan kelompok.

2.7. Dinamika Kelompok Tani dan Permasalahannya
Dalam ilmu sosial konsep dinamika kelompok diartikan sebagai bidang
studi yang mempelajari gerak atau kekuatan dalam kelompok, yang menentukan
perilaku kelompok dan anggotanya. Bagi para praktisi diiamika kelompok

digunakan untuk menunjuk pada kualitas suatu kelompok dalam mencapai
tujuannya, jadi cendemng ditujukan untuk mengukur tingkat keefektifan
kelompok dalam mencapai tujuan (Slamet, 2004).
Keberhasilan kelompok tani dalam kegiatan usaha tani dapat dilihat dari
kemampuan kelompok tani. Menurut Suhardiyono (1992) agar kemampuan
kelompok tani dapat berkembang secara dimamis, maka hams dikembangkan
sepuluh jenis kemampuan kelompok tani yang dikenal dengan sepuluh jurus
kemampuan kelompok tani yaitu: (1) daya serap dan pemanfaatan informasi; (2)
perencanaan kegiatan; (3) pengadaan dan pengembangan sarana kerja; (4) pola
kepemimpinan dan manajemen kelompok; (5) kemampuan memupuk modal; (6)
menaati pejanjian; (7) mengatasi hal-ha1 damrat; (8) pengembangan kader; (9)
hubungan dengan koperasi unit desa; dan (10) tingkat produktivitas usahatani.
Selanjutnya Departemen Pertanian (Deptan) membagi tingkat kemampuan
kelompok tani dalam melaksanahan sepuluh jurus tersebut menjadi empar strata,
yaitu: kelompok tani pemula, lanjutan, madya dan utama.
Menurut Sumardjo (2003) kelompok yang berfungsi efektif dalam
lingkungan sosial mempunyai gejala-gejala sebagai berikut: (1) keanggotaan dan
aktivitas kelompok Jebii didasarkan kepada masalah, kebutuhan dan minat ealon
anggota; (2) kelompok tani berkembang mulai dari informal, efektif dan
berpotensi serta berpeluang untuk berkembang ke arah formal sejalan dengan
kesiapan dan kebutuhn kelompok yang bersangkutan; (3) status kepengumsan
yang dikelola dengan motivasi mencapai tujuan bersama dan memenuhi
kebutuhan yang kepentingan bersama, cendemng lebii efektif untuk meringankan
beban bersama sesama anggota, dibandimgkan bila pemecahan masalah dan
pemenuhan kebutuhan diiakukan secara sendiri-sendiri; (4) inisiatif anggota
kelompok tinggi untuk bemsaha meraih kemajuan dan keefektifan kelompok
karena adanya keinginan kuat untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam hal ini
penyuluh lebii beeifat memfasilitasi; (5) kinerja kelompok sejalan dengan
berkembangnya kesadaran anggota, bila terjadi penyimpangan pengurus segera
dapat di kontrol oleh proses dan suasana demokrasi kelompok; (6) agen perubahan
cukup berperan secara efektif sebagai pengembang kepemimpinan dau kesadaran
kritis dalam masyarakat atas pentingnya peran kelompok serta kemampuan

masyarakat mengorganisir diri secara diiamis dalam memenuhi kebutuhan hidup
berkelompok; (7) kelompok tani tidak terikat hams berbasis sehamparan, karena
yang menentukan efektivitas dan diiamika kelompok adalah keefektivan pola
komunikasi lokal dalam pengembangan peran kelompok.
Selma masa Orde Barn pembiiaan kelompok tani cendemng bersifat
sentralistik, top-down dan seragarn, sehingga kelompok tani tidak dapat
mengembangkan kemampuannya secara mandiii dan cendemng dijadiian sebagai
salah satu alat politik p e m e ~ t a h .Hal ini diperkuat oleh Sumardjo (2003) yang
menyatakan bahwa pengembangan kelembagaan tani, khususnya kelompok tani
yang bersifat sentralistik (pendebtan lop davn), temyata bisa menjadi
kepentingan p e m e ~ t a hwaktu itu dan cenderung melemahkan berkembangnya
potensi komoditi unggulan lokal. Kelompok tani pada kondisi seperti itu secara
obyektif tampak jelas lebii ditempatkan sebagai media indoktrinasi kepentingan
dan obsesi swasembada betas nasional. Gejala tersebut mengarah kepada

ketidakefektifan kelembagaan tani

(khususnya

kelompok tani) sebagai

kelembagaan pangan di pedesaan. Kelembagaan yang seperti ini biasanya
mengalami pasang sunrt, sejalan dengan pasang surutnya intensitas pembiiaan
oleh pemerintah.

2.8. Hasil Penelitian Relevan

Muhammad Syahid, (2005) dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Meldui
Pengembangan Kelompok Tani Ternak Itik di Kabupafen Banjar Provinsi
Kalimantan Selatan, hasil kajiannya menunjukkan bahwa diperlukan langkah atau

strategi pengembangan ekonomi lokal melalui pengembangan kelompok tani
temak itik. Dalam pelaksanaannya, strategi ini melibatkan seluruh komunitas dan
stakeholders yang ad3 yaitu pemerintah daerah, pihak swasta dan tokob-tokoh

masyarakat setempat. Strateginya adalah memposisikan seluruh komunitas
menjadi lebii berdaya dan mandiri serta melibatkan mereka secara total dalam
setiap pemanfaatan sumberdaya lokal.
Menurut R. Suharyanto, (2004) daiam Penlberdq~annKelompok Tani di
Kabupaten Bandung bahwa komunitas petani Desa Margamulya mengalami

permasalahan struktural yang disebabkan oleh Program Kredit Usaha Tani (KUT).

Pengembangan masyarakat difokuskan pada pemberdayaan kelompok tani,
dimaksudkan agar komunitas petani Desa Margamulya mampu memiliki kembali
kelembagaan kelompok tani yang dinamis. Selain itu dapat membangun kembali
modal sosial yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat Desa
Margamulya.

Strategi dalam pemberdayaan kelompok tani melalui program

pengembangan masyarakat yaitu membangun kembali kelompok tani dan upaya
peningkatan sumberdaya manusia petani.
Menurut Erman,