Program Pemberdayaan Perempuan Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (Kwk-Gbkp) Pada Perempuan Pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo

(1)

1 SKRIPSI

PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KURSUS WANITA KARO GEREJA BATAK KARO PROTESTAN (KWK-GBKP)

PADA PEREMPUAN PENGUNGSI SINABUNG KECAMATAN PAYUNG KABUPATEN KARO

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh: HERIANA BANGUN

110902097

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KURSUS WANITA KARO GEREJA BATAK KARO PROTESTAN (KWK-GBKP) PADA PEREMPUAN PENGUNGSI

SINABUNG KECAMATAN PAYUNG KABUPATEN KARO Nama : Heriana Bangun

NIM : 110902097

ABSTRAK

Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP) merupakan salah satu tempat yang ditentukan Pemerintah Kabupaten (PemKab) sebagai tempat pengungsian korban erupsi Gunung Sinabung dari sejumlah desa termasuk Desa Payung. KWK-GBKP mempunyai program pemberdayaan perempuan bagi perempuan pengungsi erupsi Sinabung yang meliputi 5 bagian, yakni: kebutuhan minimum (sandang dan pangan), pelayanan kesehatan, keterampilan, psikososial, dan ekonomi.

Penelitian ini tergolong deskriptif, dan metode yang digunakan penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik penggumpulan data menggunakan wawancara secara mendalam (indepth interview).Wawancara dilakukan dengan informan yang terbagi menjadi tiga diantaranya: informan kunci, yaitu Ketua BPP Moria, informan utama terdiri dari 3 (tiga) informan, serta informan tambahan terdiri dari 2 (dua) informan.

Berdasarkan hasil membuktikan bahwa program pemberdayaan yang dilaksanakan KWK-GBKP secara garis besar sudah berjalan dengan baik. Pengungsi diberikan makanan pokok dan makanan tambahan yang mencukupi, diberikan pakaian, mendapatkan pelayanan kesehatan yang gratis dan terjamin di Rumah Sakit Umum Kabanjahe dan Rumah Sakit Efarina Etaham, mendapatkan pengetahuan melalui kegiatan membuat keterampilan seperti membuat kue kipas, kembang loyang, makanan khas Karo, membuat kalung, gelang, dan aksesoris kap/jepitan rambut, bros, dan brownies, berkurang traumanya melalui pendampingan psikososial yang diadakan, mendapatkan hiburan selama mengungsi di KWK-GBKP, serta terbantu keuangannya melalui penjualan keterampilan, chatering, bazaar, menjadi aron, serta beasiswa yang diberikan Moderamen GBKP.


(3)

ii

WOMENEMPOWERMENTPROGRAMMEKURSUS WANITA KARO GEREJA BATAK KARO PROTESTAN(KWK-GBKP) TOSINABUNG’S WOMEN

REFUGEESDISTRICTOF PAYUNG REGENCY OF KARO ABSTRACT

Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP) is one place that specified by district government as the evacuation of Sinabung Mountain’s refugees from some villages including Desa Payung. KWK-GBKP has women empowerment programme to Sinabung’s women refugees which includes 5 part, they are: minimum needs (apparel and foodstuffs), health services, skill, psychosocial, and economic.

This research is classified as descriptive, and the method used this research is qualitative research methods with data collection techniques using in-depth interviews (depth interview). Interviews were conducted with informants were divided into three of them, namely: key informant BPP Moria Chairman, main informants consists of 3 (three) informants, and additional informants consists of 2 (two) informants.

Based on the results prove that the programme of empowerment implemented KWK-GBKP in outline has been running well. Refugees given a staple food and enough additional food, given clothes, get the health services and guaranteed free in Rumah Sakit Umum Kabanjahe and Efarina Etaham Hospital, gain knowledge through activities make skills such as kue kipas, kembang loyang, Karonese food, make a necklace, a bracelet, make hood and tongs hairaccessories, a brooch, and brownies, reduced their ptsd through assistance psikososial held, get entertainment during KWK-GBKP refuge in, helped as well as financial skills through sales, chatering, bazaar, become aron, as well as scholarship Moderamen GBKP.


(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.Dengan judul Program Pemberdayaan Perempuan Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP) Pada Perempuan Pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo.Penelitian ini dilakukan sebagai syarat untuk memenuhi syarat gelar Sarjana Sosial pada Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial.Penulis mengucapkan terimakasih yang tiada batas kepada kedua orang tua, Ayah Penulis yaitu Alm. Setia Bangun dan Ibu Penulis Karolina Karo-Karo, S.Th, karena telah membesarkan dan mendidik penulis seorang diri, berjuang semaksimal mungkin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dan tidak lupa juga kepada kakak penulis, Henny Gloria Bangun, A.Mddan adik penulis, Handi Soma Bangun, serta seluruh keluarga yang selalu memberi semangat dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini, yakni :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP, selaku Ketua Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing yang begitu sabar dan selalu meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.


(5)

iv

3. Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan membantu penulis dalam meningkatkan ilmu pengetahuan selama masa studi.

4. Staf edukatif khususnya Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara atas jasa-jasanya yang telah diberikan kepada penulisselama masa perkuliahan.

5. Rima Iska Marbun dan Ledy Rufinna Sinuhaji, more than 10 years of friendship and still counting.Semoga nantinya Rima jadi dokter dan Ledy jadi kuasa hukum terkemuka di negara ini ya 

6. Uni Pratama Tarigan dan Novelly Sembiring teman sepelayanan sejak 6 tahun terakhir yang setiap minggunya selalu bernyanyi bersama. Terimakasih buat kesabaran selama masa penyusunan skripsi ini.

7. Nico, Selvina, Maria Josepa, Elmika, Samuel, Roni Yahya, Upet, Irvan, Mia, Febry, dan Theo selaku teman satu kepengurusan di PERMATA GBKP Runggun P.Bulan KM.7 Medan. Terimakasih buat dukungan dan doa-doa kalian.

8. Siti Mahyardani Nasution, Dina Rahmiana, Pipin Kesuma teman seperjuangan pertama sejak masuk ke Ilmu Kesejahteraan Sosial.

9. Ria Sapta, Henny Sidabutar, Andri Martuah, Febriany Simanjuntak selaku teman seperdopingan yang selalu member semangat kepada penulis.


(6)

v

10. Cindy Charina dan Elvana Febriyanti, orang yang selalu ada saat susah dan senang, always transfer nonstop spirit. Thankyou, Cin, Van.

11. Teman-teman Paduan Suara PERMATA Bethlehem yang memberikan semangatnya selama masa penyusunan skripsi ini. Setelah selesai penyusunan skripsi ini kita akan sama-sama melayani lagi ya, semuanya.

12. And the last but not least, Lasio Agi Jayanta Sembiring, orang yang tidak pernah berhenti memberikan doa, semangat, bantuan, baik pikiran, tenaga, materi, waktu, dan kasih sayangnya selama 3 tahun ini. Terimakasih buat semuanya 


(7)

vi DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ………...……… 1

1.2. Perumusan Masalah ………..……… 11

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian ……….……….……. 12

1.3.2. Manfaat Penelitian ………...……….. 12

1.4. Sistematika Penulisan ………...……….… 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemberdayaan Perempuan 2.1.1. Pengertian Pemberdayaan ………….……….... 14

2.1.2. Tujuan Pemberdayaan ……….………... 15


(8)

vii

2.1.4. Sasaran Pemberdayaan …………..………..……. 16

2.1.5. Pendekatan Pemberdayaan …………..………..…………... 17

2.2. Pengertian Perempuan ...…………..………...…….……. 17

2.3. Pengertian Pemberdayaan Perempuan ……….... 19

2.3.1. Indikator Pemberdayaan Perempuan ………... 22

2.4. Bencana ………... 23

2.4.1. Bencana Alam ………...……… 25

2.4.2. Bencana Non Alam ………..……….... 28

2.4.3. Bencana Sosial ……….……….... 29

2.5. Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP) ……….... 31

2.6. Kerangka Pemikiran ………... 32

2.7. Definisi Konsep dan Definisi Operasional 2.7.1. Definisi Konsep ………..……… 34

2.7.2. Definisi Operasional ………...………… 35

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian ….………. 38


(9)

viii 3.3.Unit Analisis Dan Informan

3.3.1. Unit Analisis ……….... 39

3.3.2. Informan ………... 39

3.4. Teknik Pengumpulan Data ……….….. 40

3.6. Teknik Analisis Data ……….….. 41

BAB IV TEKNIK ANALISIS DATA 4.1. Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP) Berastagi 4.1.1. Sejarah KWK-GBKP Berastagi ……… 42

4.1.2. Visi & Misi Lembaga …………... 71

4.1.3. Strategi ……….. 72

4.2. Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP) 4.2.1. Kondisi Geografis KWK-GBKP ……….. 72

4.2.2. Kondisi Demografis KWK-GBKP ………... 72

BAB V ANALISIS DATA 5.1. Pengantar ………..… 75

5.2 Hasil Temuan 5.2.1 Informan Kunci ………..….. 76

5.2.2. Informan Utama ……….….. 82


(10)

ix BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ………..……… 108

6.2. Saran ……….... 111

Lampiran ……….. 113


(11)

i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KURSUS WANITA KARO GEREJA BATAK KARO PROTESTAN (KWK-GBKP) PADA PEREMPUAN PENGUNGSI

SINABUNG KECAMATAN PAYUNG KABUPATEN KARO Nama : Heriana Bangun

NIM : 110902097

ABSTRAK

Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP) merupakan salah satu tempat yang ditentukan Pemerintah Kabupaten (PemKab) sebagai tempat pengungsian korban erupsi Gunung Sinabung dari sejumlah desa termasuk Desa Payung. KWK-GBKP mempunyai program pemberdayaan perempuan bagi perempuan pengungsi erupsi Sinabung yang meliputi 5 bagian, yakni: kebutuhan minimum (sandang dan pangan), pelayanan kesehatan, keterampilan, psikososial, dan ekonomi.

Penelitian ini tergolong deskriptif, dan metode yang digunakan penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik penggumpulan data menggunakan wawancara secara mendalam (indepth interview).Wawancara dilakukan dengan informan yang terbagi menjadi tiga diantaranya: informan kunci, yaitu Ketua BPP Moria, informan utama terdiri dari 3 (tiga) informan, serta informan tambahan terdiri dari 2 (dua) informan.

Berdasarkan hasil membuktikan bahwa program pemberdayaan yang dilaksanakan KWK-GBKP secara garis besar sudah berjalan dengan baik. Pengungsi diberikan makanan pokok dan makanan tambahan yang mencukupi, diberikan pakaian, mendapatkan pelayanan kesehatan yang gratis dan terjamin di Rumah Sakit Umum Kabanjahe dan Rumah Sakit Efarina Etaham, mendapatkan pengetahuan melalui kegiatan membuat keterampilan seperti membuat kue kipas, kembang loyang, makanan khas Karo, membuat kalung, gelang, dan aksesoris kap/jepitan rambut, bros, dan brownies, berkurang traumanya melalui pendampingan psikososial yang diadakan, mendapatkan hiburan selama mengungsi di KWK-GBKP, serta terbantu keuangannya melalui penjualan keterampilan, chatering, bazaar, menjadi aron, serta beasiswa yang diberikan Moderamen GBKP.


(12)

ii

WOMENEMPOWERMENTPROGRAMMEKURSUS WANITA KARO GEREJA BATAK KARO PROTESTAN(KWK-GBKP) TOSINABUNG’S WOMEN

REFUGEESDISTRICTOF PAYUNG REGENCY OF KARO ABSTRACT

Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP) is one place that specified by district government as the evacuation of Sinabung Mountain’s refugees from some villages including Desa Payung. KWK-GBKP has women empowerment programme to Sinabung’s women refugees which includes 5 part, they are: minimum needs (apparel and foodstuffs), health services, skill, psychosocial, and economic.

This research is classified as descriptive, and the method used this research is qualitative research methods with data collection techniques using in-depth interviews (depth interview). Interviews were conducted with informants were divided into three of them, namely: key informant BPP Moria Chairman, main informants consists of 3 (three) informants, and additional informants consists of 2 (two) informants.

Based on the results prove that the programme of empowerment implemented KWK-GBKP in outline has been running well. Refugees given a staple food and enough additional food, given clothes, get the health services and guaranteed free in Rumah Sakit Umum Kabanjahe and Efarina Etaham Hospital, gain knowledge through activities make skills such as kue kipas, kembang loyang, Karonese food, make a necklace, a bracelet, make hood and tongs hairaccessories, a brooch, and brownies, reduced their ptsd through assistance psikososial held, get entertainment during KWK-GBKP refuge in, helped as well as financial skills through sales, chatering, bazaar, become aron, as well as scholarship Moderamen GBKP.


(13)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Terhitung sejak tahun 2010 sampai pada tahun 2015 ada satu bencana yang tidak berhenti mengganggu salah satu wilayah Indonesia, yakni daerah Kabupaten Karo. Gunung Sinabung yang berada di daerah Tanah Karo berulangkali bererupsi dalam beberapa tahun belakangan ini. Serangkaian erupsi Gunung Sinabung yang diawali pada tahun 2010, letusan Gunung Sinabung pada 27 Agustus 2010 dikategorikan tipe letusan freatik (letusan terjadi karena tekanan gas) yang diikuti jatuhan abu vulkanik Gunung Sinabung hingga menutupi Desa Sukameriah, Gungpintu, Sigarang-garang, Sukadebi, Bekerah dan Simacem. Tanggal 27-28 Agustus letusan abu atau freatik dari kawah puncak.Tanggal 29-30 Agustus 2010 letusan abu dari puncak disertai suara dentuman dan kolom abu berkisar 1500-2000 meter. Tanggal 3 dan 7 September letusan abu dengan tinggi kolom abu berkisar 2000-5000 meter (http//www.Ini riwayat erupsi dan letusan Gunung Sinabung_merdeka.com.html, diakses tanggal 10 Februari 2015 Pukul 17.00 WIB).

Selanjutnya serangkaian aktivitas Gunung Sinabung menunjukkan aktivitas signifikannya pertengahan September 2013, hal tersebut ditandai dengan getaran-getaran yang cukup intensive atau sering.Disusul dengan setiap 20 menit terjadi gempa dimana puncaknya yaitu pertengahan Desember 2013.Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutpo Purwo Nugroho membenarkan adanya peningkatan aktivitas Gunung Sinabung. Tertanggal 12 Desember 2013 perkembangan aktivitas Gunung Sinabung terjadi 2 kali gempa vulkanik 1 kali gempa vulkanik dangkal, 41 kali gempa frekuensi rendah, 187 kali gempa hybrid (berkekuatan tinggi), 8 kali gempa hembusan dan terus menerus dengan amplitude maksimum 2 mm, longsoran material yang mengarah ke tiga desa seperti Desa


(14)

2

Bekerah, Mardinding, dan Simacem, tercatat pengungsi mencapai 17.844 jiwa yang terdiri dari 5.513 kepala keluarga yang tersebar di 31 titik posko pengungsian. Diramalkan Gunung Sinabung bisa saja meletus dengan frekuensi yang besar sekali engan pola kegempaan vulkanik seperti itu. Bisa dibuktikan berapa hari tanda-tanda seperti meluncurnya awan panas dan abu vulkanik yang mengganggu jarak pandang serta pernafasan warga di desa sekitar Gunung Sinabung mengakibatkan pengungsi kian bertambah menjadi 18.186 jiwa (http//www.koran-sindo.com/node/351882), diakses tanggal 17 Februari 2015 pukul 20.45 WIB).

Tanggal 19-21 Desember 2014 tanda-tanda Gunung Sinabung meletus semakin kuat gunung setinggi 2.460 meter dari permukaan laut mengeluarkan guguran material sejauh 5 km kearah tenggara. Dari seluruh gunung api yang berada di atas kondisi normal di Indonesia dimana Gunung Sinabung satu-satunya yang memiliki status awan (level IV), sehingga ditetapkanlah tidak diperbolehkan aktivitas warga di radius 5 kilometer (rona merah) dari kaki gunung tersebut. Perubahan yang signifikan pada kondisi struktur Gunung Sinabung menyebabkan terjadinya longsoran di sekitar badan gunung di wilayah puncak gunung teramati bentuk kubah magma yang kapan saja dapat menyemburkan lava pijar. Selanjutnya Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi merekomendasikan masyarakat di 17 desa dan 2 dusun seperti Desa Gurukinayan, Sukameriah, Berastepu, Bekerah, Gamber, Simacem, Perbaji, Mardinding, Kuta Gugung, Kuta Rakyat, Sigarang-Garang, Sukanalu, Temberun, Kuta Mbaru, Kuta Tonggal, Tiganderket, Selandi, dan Dusun Sibintuin serta Dusun Lau Kawar harus diungsikan (http//www.chripstory.com/li/187097, diakses tanggal 17 Februari 2015 pukul 21.15 WIB).

Pusat Data Informasi dan Humas BNPB tangal 08 Januari 2014 mengumumkan bahwa pengungsi terus bertambah yaitu 22.708 jiwa (7.079 KK). Tertanggal 15 Januari 2014, jumlah pengungsi makin bertambah dimana tercatat 26.714 pengungsi (8.161 KK) tersebar di


(15)

3

39 titik pengungsian. Terdapat titik pengungsi baru yaitu di Maka Jl.Samura sebanyak 122 jiwa (42 KK) yang berasal dari Desa Gung Pinto. 9 Februari 2014 tercatat jumlah pengungsi erupsi Gunung Sinabung mencapai 33.126 jiwa (10.297 KK) yang terletak di 41 titik pengungsian yang statusnya masih skala bencana kabupaten, dimana artinya Pemerintah Daerah Karo masih mampu mengatasi bencana tersebut yang dibantu Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara yang didampingi oleh Pemerintah Pusat. Adanya usulan agardijadikan skala nasional tidak memenuhi persyaratan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal 51 ayat 2, dimana disebutkan penetapan skala nasional ditetapkan oleh presiden, skala provinsi oleh gubernur, dan skala kabupaten/kota oleh bupati/walikota. Pemerintah Daerah Karo masih berjalan normal.Selain itu juga tidak ada korban jiwa banyak dan terjadi eskalasi bencana yang luas. Berbeda dengan erupsu Gunung Merapi tahun 2010, dimana presiden memerintahkan kendali operasi tangap darurat dalam satu komando berada di tangan kepala BNPB dibantu Gubernur DIY, Gubernur Jawa Tengah, Pangdam IV Diponegoro, Kapolda Jawa Tengah dan DIY pada tanggal 05 September 2010. Keputusan presiden saat itu didasarkan bertambahnya korban dan pengungsi. Pada 4 September 2010 korban jiwa 44 tewas, 119 luka-luka, 82.701 mengungsi, kemudian ketika erupsi besar 05 September 2010 korban meningkat 114 tewas, 218 luka-luka dan 300.000 mengungsi (Pusat data Informasi dan Humas BNPB).

Adanya informasi peningkatan aktivitas Gunung Sinabung kerugian yang ditimbulkan makin besar. Dinas Pertanian dan Perkebunan Karo menyatakan kerugian di sektor pertanian dan perkebunan sejak Gunung Sinabung erupsi 6 Januari 2014 diperkirakan Rp 712,2 milyar dari 10.406 ha lahan pertanian dan perkebunan. Luas lahan pertanian dan perkebunan ini meliputi tanaman pangan (1.837 Ha), holtikultura (5.716 Ha), tanaman buah (1.630 Ha), biofarmaka (1,7 Ha), dan perkebunan (2.856 Ha). Dampak kerugian terbesar terdapat di 4 kecamatan seperti Namanteran, Simpang Empat, Payung, dan Tiganderket (http//www.Mari


(16)

4

Meringankan Beban Pengungsi Sinabung_Kompasiana.com.htm diakses tanggal 19 Februari 2015 pukul 12.00 WIB).

Tabel 1.1

DATA PENGUNGSI GUNUNG SINABUNG KAB. KARO TANGGAL 02 MARET 2015

No. POS PENAMPUNGAN ALAMAT KK JIWA

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

GBKP KOTA BERASTAGI KLASIS GBKP BERASTAGI

KWK BERASTAGI

GBKP JL.KOTACANE KABANJAHE PAROKI G.KATOLIK KABANJAHE

UKA KABANJAHE 2 UKA KABANJAHE 3 SERBA GUNA KNPI

Jl. Gundaling Jl. Udara Jl. Udara Jl. Kotacane Jl. Irian Desa Ketaren Desa Ketaren Jl. Pahlawan 43 99 70 195 65 94 35 186 160 264 178 697 248 287 82 582

Jumlah 787 2498

Sumber: karokab.go.id

Penanganan korban bencana gunung meletus yang baik selama ini dilakukan oleh berbagai instansi, namun tidak didukung dengan kebutuhan minimum bagi para korban bencana. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal 26 ayat 2 menyatakan bahwa setiap orang yang menjadi korban bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar artinya kebutuhan untuk menyambung hidup dan kehidupannya selama berada di daerah pengungsian. Sementara menurut Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana pasal 28 ayat 1 bahwa bantuan pemenuhan kebutuhan dasar harus diberikan kepada korban


(17)

5

bencana alam dalam bentuk penampungan sementara, bantuan pangan dan sandang, mendapatkan air bersih dan sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan (Sudibyakto, 2011:121).

Konteks bencana erupsi Gunung Sinabung bantuan darurat bencana untuk pemenuhan kebutuhan dasar tentunya harus menganut prinsip nasional kebutuhan dasar. Oleh karena itu sangat diperlukan pendampingan pengungsi korban bencana Gunung Sinabung khususnya bagi kelompok yang rentan seperti bayi, balita, anak-anak, perempuan, pengungsi penyandang cacat (disabilitas), orang sakit dan manula yang menjadi korban erupsi Sinabung agar kriteria kebutuhan minimal dapat dilaksanakan sebagaimana semestinya. Namun pada kenyataannya, stok bantuan pangan, minuman maupun lainnya sering menipis.Untuk mendapatkan air untuk mandi pun terbatas.Jika pergi menuju sungai harus jauh berjalan jauh.Dari lokasi pngungsian sampai menuju sungai berjalan lebih dari 100 meter.Padahal, berjalan kaki mengambil air dari tangki air untuk diangkat dan dibawa menuju MCK lumayan melelahkan.Wanita yang sudah tua tidak kuat lagi untuk mengangkatnya, bahkan ibu yang baru melahirkan pun bisa berakibat buruk jika harus mengangkat air tersebut.

Selama bencana erupsi Sinabung ini juga ada 2 orang wanita yang benar-benar merasakan kesusahan yang luar biasa, ketika mengandung tidak mendapatkan gizi yang baik karena keterbatasan pangan di lokasi pengungsian, begitu pula ketika melahirkan, mereka harus merasakan sakit sepanjang mencari rumah sakit untuk tempat mereka melahirkan. Pemerintah Daerah belum menyediakan jasa seperti dokter ataupun bidan yang dapat membantu para wanita hamil untuk melahirkan pada masing-masing posko pengungsian.Begitu pula sepulangnya dari rumah sakit setelah melahirkan, banyak biaya yang harus dilunasi padahal kondisi keuangan mereka sudah sangat parah dikarenakan ladang di tempat tinggal mereka sudah tidak dapat dikelola lagi.Lalu mereka juga harus kembali


(18)

6

merasakan sedihnya posko pengungsian, dimana anak yang baru dilahirkan juga harus ikut menikmati bagaimana kurang memadainya posko pengungsian (Koran Tribun, 11 Juni 2014).

Para lansia perempuan di daerah Karo memiliki kebiasaan memakan sirih sebagai penghabis waktu serta membantu menenangkan pikiran ketika menghadapi masalah.Namun, di posko pengungsian para lansia perempuan tidak lagi dapat melakukan hal yang serupa karena kalaupun ada, jumlah sirih yang disediakan tidak dapat dikonsumsi setiap harinya secara rutin, padahal kita tahu ketika berada di posko pengungsian beban pikiran mereka jauh lebih besar dibanding waktu-waktu sebelumnya.Anak-anak perempuan juga mengalami masa keci yang dapat dikatakan buruk karena tidak mendapatkan fasilitas bermain yang baik.Sekalipun sering relawan datang untuk member penghiburan melalui games-games, namun pada dasarnya permainan yang disediakan tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan waktunya juga tidak dapat ditentukan.Berdasarkan keadaan tersebut azas pemberian bantuan harus berdasarkan pada prioritas untuk kelompok rentan ini dan harus adil.Hal yang sangat penting adalah adanya Team Rapid Need Assesment dalam rangka membantu Pemerintah Daerah dalam memantau dan memberikan saran dan jalan keluar tentang jenis kebutuhan yang diperlukan korban bencana secara proporsional (Sudibyakto, 2011:122).

Wilayah Negara Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, klimatologis, dan demografis yang berpotensi terjadinya bencana.Bencana sering diidentikkan dengan sesuatu yang buruk, paralel dengan istilah disaster dalam Bencana yang terjadi disebabkan oleh dua faktor, faktor tersebut adalah faktor alam dan non alam.Kedua faktor tersebut dapat menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.Kondisi seperti ini dapat dialami oleh seluruh wilayah Indonesia.Intensitas bencana yang dialami Indonesia akhir-akhir ini semakin meningkat dan kompleks, sebab itu sistem penanggulangan bencana harus ditangani lebih


(19)

7

komprehensif, tepat sasaran dengan melibatkan multi sektor secara bersama-sama, terpadu, terkoordinasi, sistematik dan sinergis. Berdasarkan laporan yang diterima sekretariat Bakornas PB (Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana) kurun waktu 2002-2005 tercatat sebanyak 2.184 kejadian bencana (Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, 2008:1)

Permasalahan yang mengemukaka saat bencana adalah berkaitan dengan isu gender, khususnya berkaitan dengan perempuan yang selama ini luput diberi perhatian. Pemilihan jumlah korban menurut jenis kelamin sangat perlu diperhatikan untuk menyusun kebijakan yang tepat sasaran, meskipun dalam bencana ini tidak memilih-milih korban berdasarkan atas jenis kelamin, usia, umur, sosial-ekonomi, suku bangsa, agama, dan seterusnya. Pola pikir umum berasumsi bahwa bencana menimpa orang tanpa memilih jenis kelamin sebab itu kebijakan penanganan bersifat netral, tidak memilah-milah untuk jenis kelamin tertentu, bahkan ada kecenderungan penanganannya bias terhadap perempuan, karena tiga hal:

1. Kurang peka tehadap isu gender.

Kebijakan penanggulangan bencana yang tidak sensitif terhadap isu gender mengakibatkan ketidakadilan terhadap perempuan (termasuk anak-anak, lanjut usia dan kelompok terpinggirkan lainnya). Manfaat serta partisipasi dan control dari kebijakan, program maupun kehiatan bantuang bencana yang diberikan dalam kesempatan memperoleh akses. Para pengambil kebijakan dan pelaksanaan penganggulangan bencana sering memahami penanganan bencana “tidak berpihak” atau disebut netral gender. Pelaksana penanggulangan bencana umumnya melihat masyarakat terkena bencana sebagai kelompok homogeny, padahal perempuan dan laki-laki berbdea, bukan saja secara biologis tetapi juga berbeda dalam peran dan status gendernya (sebagai akibat dari hubungan gendernya), yang berdampak berbeda pula diantara keduanya dalam memperoleh tanggung jawab, hak kewajiban, kesempatan, pengalaman, termasuk dalam


(20)

8

memperoleh akses dan manfaat dari program pembangunan; keikutsertaan dalam memutuskan dan didengar pendapa serta keinginannya serta penguasaan terhadap sumberdaya seperti informasi, pengetahuan, keterampilan, dana, dan lain-lain. Masalah yang disebabkan karena perbedaan itulah yang disebut sebagai isu gender.

Peran dan status gender itu dinamis sifatnya, bisa berubah atau bertukar karena perbedaan status sosial, rural-urban, suku bangsa, agama, atau dikala kejadian tertentu seperti bencana Gunung Sinabung misalnya. Komisi Status Wanita (PBB) menunjukkan bahwa saat ada bencana, dari semua korban, maka perempuanlah yang lebih terpuruk keadaannya. Sementara itu Komisi Status Wanita (PBB) juga menunjukkan bahwa perempuan memainkan peran vital dikala bencana, karena selain tetap menjalankan tugas dan fungsinya care giver dalam keluarga dan yang bertanggung-jawab dalam urusan domestik rumahtangga, mereka juga seringkali berperan sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah utama, tulang punggung keluarga terutama ketika ia harus menjadi orang tua tunggal karena suami, ayah dan anggota lainnya hilang/ tewas ataupun kehilangan pekerjaan dan harta benda. Tidak jarang peremuan-perempuan ini juga terlibat dengan kegiatan sosial, seperti membantu di dapur umum, pos kesehatan.Perempuan bukan saja menjadi objek yang harus dilindungi, tetapi juga menjadi subjek, berperan aktif sebagai “Change of Agent”, sehingga dalam keadaan bencana peran serta beban perempuan justru bertambah. Dianggap lumrah dan masyarakat menerima perempuan “keluar” dari norma gendernya ketika dalam keadaan bencana; meskipun dalam keadaan ‘normal kembali’, perempuan-perempuan itupun kembali ke peran gendernya.

2. Masih mengacu pada stereotipi gender.

Kebijakan penanggulangan bencana seringkali luput memahami dinamika itu, sebaliknya masih mengacu pada stereotipi gender, yang menempatkan laki-laki pada peran gendernya misalnya sebagai kepala keluarga, sebagai pengambil keputusan, sebagai


(21)

9

tulang punggung ekonomi rumahtangga; serta menempatkan perempuan pada peran gendenrya sebagai ibu rumahtangga, mengurus kegiatan domestik meskipun secara de facto peran-peran gender stereotipi itu juga sudah banyak berubah, misalnya dikala bencana Gunung Sinabung.

3. Langkanya data terpilah menurut jenis kelamin. Sehingga isu gender tidak terkuak.

Kebijakan penanggulangan bencana tetap merancang kebijakan program tanpa data terpilah menurut jenis kelamin, karena ketidaksediaan data terpilah dan tetapi juga karena tidak dianggap penting. Hal ini memaknai bahwa penanggulangan bencana belum menerapkan strategi pengarusutamaan gender sesuai amat Inpres Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional serta Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang menyebutkan gender sebagai salah satu dasar, prinsip serta tujuan Penanggulangan Nasional Bencana Alam (PNBA)

Perencanaan penanggulangan bencana, seperti halnya dengan perencanaan pembangunan yang bersifat umum, seringkali luput mempertimbangkan isi gender ini; luput mempertimbangkan pengalaman, kesulitan sebagai perempuan dalam memperoleh akses maupun manfaat dari kebijakan/ program/ aktivitas yang disediakan. Isu gender yang mengemuka yang timbul akibat bencana (termasuk konflik) yang spesifik terhadap perempuan dan anak khususnya meliputi masalah yang berkaitan dengan:

1). Aspek Hukum, seperti menyangkut soal perlindungan hukum sehubungan dengan keluarga terpisah, hak ahli waris, kepemilikan, dokumen-dokumen penting yang hilang atau musnah.

2). Aspek Kesehatan, berkaitan dengan masalah ketersediaan air bersih dan sanitasi bagi keluarga yang menurut pembagian gender dibanyak masyarakat masih menjadi tanggung jawab perempuan; masalah pemenuhan hak kesehatan reprodukasi misalnya seperti


(22)

10

kebutuhan perempuan yang sedang hamil, menyusui dan perempuan yang sedang mengalami menstruasi.

3). Aspek Sosial-Ekonomi, masalah yang berkaitan dengan pergeseran pembagian kerja menurut gender, seperti keala keluarga perempuan (kehilangan suami, ayah), yang harus bertanggung-jawab sendiri dalam menghidupi keluarga; kelompok lansia serta penduduk rentan lainnya yang secara ekonomi kehilangan tempat bersandar, termasuk dalam memenuhi kebutuhan khususnya. Selain itu, terganggunya dan menurunnya partisipasi sosial-ekonomi perempuan sebagai akibat dari tidak berfungsinya pranata sosial-ekonomi di masyarakat (seperti pasar, posyandu, kegiatan PKK, dst). Juga terganggunya kegiatan-kegiatan belajar-mengajar yang berdampak langsung terhadap anak didik seperti terjadinya penurunan angka partisipasi sekolah, dan secara tak langsung menjadi tanggung jawab ibu juga.

4). Aspek Psikologis yang berkaitan dengan masalah trauma pasc bencana dan pengalaman lama tinggal di pengungsian yang dialami perempuan dan dalam keadaan keluarga yang tercerai berai, rentan terhadap kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumahtangga (KDRT) kasus-kasus pelecehan/ kekerasan seksual, rawan trafficking bagi perempuan dan anak-anak.

5). Aspek Sosial dan Budaya yang berkaitan dengan masalah carut-marut kehidupan sosial pasca konflik dan bencana, yang dapat mengancam pergeseran perilaku, tata nilai budaya; maka diperlukan upaya untuk mengembalikan dan fungsi-fungsi sosial kemayarakatan termasuk tata nilai dan perilaku.

6). Aspek Keamanan yang menyangkut rasa aman dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya terbebas dari rasa intimidasi untuk daerah konflik.


(23)

11

Mengingat masalah-masalah yang menimpa perempuan pada saat bencana itulah, maka ada keharusan yang disepakati secara global dan kemudian diikuti ditingkat nasional untuk member perhatian khusus bagi perempuan dikala bencana (UN Resolution No.63/1999) dan yang terakhir ini Statement Pertemuan APEC di Peru November 2008).Sebelumnya sudah pula menjadi kesepakatan dunia (Beijing Platform 1995) dan di Indonesia (Inpres No.9 tahun 2000) untuk melaksanakan integrasi isu gender (PUG) kepada seluruh program pembangunan, termasuk program pembangunan sistem Pengelolaaan Bencana. Khusus yang berkaitan dengan Pengelolaan Bencana, Indonesia telah mengeluarkan UU No.24 tahun 2007 yang secara eksplisit mencantumkan gender sebagai salah satu prinsip serta tujuannya. Undang-undang itu telah pula diikuti dengan 3 Peraturan Pemerintah (PP 21; 22 dan 23) di dalam PP No.21 mengenai dibentuknya BNPB (Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, 2009:7).

Berangkat dari kondisi yang telah diuraikan, Peneliti tertarik untuk melihat “Program Pemberdayaan Perempuan Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP) pada Perempuan Pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo”.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dibuat setelah masalah diidentifikasi dan dipilih. Perumusan ini penting, karena hasilnya akan menjadi penuntun bagi langkah-langkah selanjutnya (Suryabrata 2008:17). Berdasarkan uraian latar belakang, maka yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut, “Bagaimana Program Pemberdayaan Perempuan Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP) pada Perempuan Pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo?”.


(24)

12 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana program pemberdayaan perempuan Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP) pada perempuan pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

1.3.2. Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis, dapat menambah wawasan dan pemahaman mengenai pengembangan teori-teori pemberdayaan perempuan pengungsi Sinabung oleh

Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP).

b. Secara akademis, dapat memberikan kontribsi keilmuan dalam menambah referensi dan bahan kajian serta studi komparasi bagi para peneliti atau mahasiswa yang tertarik terhadap penelitian yang berkaitan dengan masalah ini.

c. Secara praktis, dapat memberikan sumbangan pemikiran dan juga menjadi referensi bagi pihak-pihak yan terlibat di dalam program pemberdayaan perempuan dan juga instansi pemerintah maupun lembaga yang bergerak di bidang pemberdayaan perempuan.

d. Bagi peneliti, sebagai media belaar dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

1.4. Sistematika Penulisan

Penulis menggunakan sistematika yang secara garis besar terdiri dari 6 bab dan sejumlah sub bab dalam penulisan skripsi ini. Penulis menguraikan secara ringkas pembahasan dalam skripsi ini sebagai berikut dengan harapan agar mudah dalam penyusunan dan pemahaman isi serta pesan yang ingin disampaikan:


(25)

13 BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan obyek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III: METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisanya.

BAB VI: PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan.


(26)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemberdayaan Perempuan 2.1.1. Pengertian Pemberdayaan

Definisi pemberdayaan dalam arti sempit, yang berkaitan dengan sistem pengajaran antara lain dikemukakan oleh Merriam Webster dan Oxford English Dictionary kata”empower” mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to give power ofauthority dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable.Dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuasaan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain.

Pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan. Proses pemberdayaan dalam konteks aktualisasi diri berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan kemampuan individu dengan menggali segala potensi yang dimiliki oleh individu tersebut baik menurut kemampuan keahlian (skill) ataupun pengetahuan (knowledge). Seseorang tokoh pendidikan, Paulo Freire, berpendapat bahwa pendidikan seharusnya dapat memberdayakan dan membebaskan para peserta didiknya, karena dapat mendengarkan suara dari peserta didik.Yang dimaksud suara adalah segala asprasi maupun segala potensi yang dimiliki oleh peserta didik tersebut.

Konsep pemberdayaan (empowerment) dilihat dari perkembangan konsep dan pengertian yang disajikan dalam beberapa catatan kepustakaan, dan penerapannya dalam kehidupan masyrakat.Pemahaman konsep dirasa penting, karena konsep ini mempunyai akar historis dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat.Perlu upaya mengaktualisasikan konsep pemberdayaan tersebut sesuai dengan alam pikiran dan kebudayaan Indonesia.Empowerment hanya akan mempunyai arti kalau proses pemberdayaan


(27)

15

menjadi bagian dan fungsi dari kebudayaan, baliknya menjadi hal yang destruktif bagi proses aktualisasi dan koaktualisasi aksestensi manusia.

Pada intinya pemberdayaan adalah membantu klien untuk memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki antara lain dengan transfer daya dari lingkunganya. (Prijono dan Pranaka, 1996: 2-8).

2.1.2. Tujuan Pemberdayaan

Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Kemandirian masyarakat adalah merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif, dengan mengerahkan sumberdaya yang di miliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut.

Terjadinya keberdayaan pada empat aspek tersebut (afektif, kognitif dan psikomotorik) akan dapat memberikan kontribusi pada terciptanya kemandirian masyarakat yang dicita-citakan. Akan terjadi kecukupan wawasan, yang dilengkapi dengan kecakapan-keterampilan yang memadai, diperkuat oleh rasa memerlukan pembangunan dan perilaku sadar akan kebutuhan tersebut dalam masyarakat. (Teguh, 2004:80-81)


(28)

16 2.1.3. Tahap-Tahap Pemberdayaan

Pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, dan kemudian dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jatuh lagi. Dilihat dari pendapat tersebut berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar, hingga mencapai status, mandiri. Meskipun demikian dalam rangka menjaga kemandirian tersebut tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi, dan kemampuan secara terus menerus supaya tidak mengalami kemunduran lagi. Sebagaimana disampaikan dimuka bahwa proses belajar dalam rangkapemberdayaan akan berlangsung secara bertahap (Sumodingningrat 2004:41).

Tahap-tahap yang harus dilalui tersebut adalah meliputi:

1). Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.

2). Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.

3). Tahap peningkatan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mehantarkan pada kemandirian. (Teguh, 2004:82-83)

2.1.4. Sasaran Pemberdayaan

Perlu dipikirkan siapa yang sesungguhnya menjadi sasaran pemberdayaan.Schumacher memiliki pandangan pemberdayaan sebagai suatu bagian dari masyarakat miskin dengan tidak harus menghilangkan ketimpangan struktural lebih dahulu.Masyarakat miskin sesungguhnya juga memiliki daya untuk membangun, dengan demikian memberikan “kail jauh lebih tepat daripada memberikan ikan”. (Teguh, 2004:90)


(29)

17 2.1.5 Pendekatan Pemberdayaan

Akibat dari pemahaman hakikat pemberdayaan yang berbeda-beda, maka lahirlah dua sudut pandang yang bersifat kontradiktif, kedua sudut pandang tersebut memberikan implikasi atas pendekatan yang berbeda pula di dalam melakukan langkah pemberdayaan masyarakat.Pendekatan yang pertama memahami pemberdayaan sebagai suatu sudut pandang konfliktual. Munculnya cara pandang tersebut didasarkan pada perspektif konflik antara pihak yang memiliki daya atau kekuatan di satu sisi, yang berhadapan dengan pihak yang lemah di sisi lainya. Pendapat ini diwarnai oleh pemahaman bahwa kedua pihak yang berhadapan tersebut sebagai suatu fenomena kompetisi untuk mendapatkan daya, yaitu pihak yang kuat berhadapan dengan kelompok lemah. Penuturan yang lebih simpel dapat disampaikan, bahwa proses pemberian daya kepada kelompok lemah berakibat pada berkurangnya daya kelompok lain. Sudut ini lebih di pandang popular dengan istilah zero-sum.

Pandangan kedua bertentangan dengan pandangan pertama.Jika pada pihak yang berkuasa, maka sudut pandang kedua berpegang pada prinsip sebaliknya. Maka terjadi proses pemberdayaan dari yang berkuasa/berdaya kepada pihak yang lemah justru akan memperkuat daya pihak pertama. Dengan demikian kekhawatiran yang terjadi pada sudut pandang kedua. Pemberi daya akan memperoleh manfaat positif berupa peningkatan daya apabila melakukan proses pemberdayaan terhadap pihak yang lemah. Oleh karena itu keyakinan yang dimiliki oleh sudut pandang ini adanhya penekanan aspek generative. Sudut pandang demikian ini popular dengan namapositive sum (Teguh, 2004:91)

2.2. Pengertian Perempuan

Sebagai perempuan seseorang tentu kerap dipanggil dengan panggilan yang berbeda-beda.Kadang cewek, kadang perempuan, dan yang paling terdengar elegan adalah


(30)

18

wanita.Perbedaan makana perempuan dan wanita akan dibahas lebih lanjut disini. Berikut beberapa penjelasannya, antara lain:

a. Makna Etimologis

Kata wanita berasal dari frasa ‘Wani Ditoto’ atau berani diatur dalam etimologi Jawa.Sebutan wanita dimaknai berdasarkan kemampuannya untuk tunduk dan patuh pada lelaki sesuai dengan perkembangan budaya di tanah Jawa pada masa tersebut. Sementara itu, menurut bahasa Sansekerta, kata perempuan muncul dari kata per-empu-an. ‘Per’ memiliki makna makhluk dan ‘Empu’ atinya mulia, tuan, atau mahir, sehingga dapat disimpulkan bahwa makna kata perempuan adalah makhluk yang mulia, atau memiliki kemampuan.

b. Pengertian dalam Kamus

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata perempuan bermakna seperti:

1). Orang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui wanita.

2). Istri yaitu bininya sedang hamil. 3). Betina (khusus untuk hewan).

4). Kata wanita bermakna perempuan dewasa, yaitu kaum-kaum putri (dewasa). Pengertian kata wanita menurut Kamus Kuno Jawa-Inggris dahulu bermakna ‘yang diinginkan’, dalam hal ini perempuan dianggap sebagai objek, sesuatu yang diinginkan oleh pria.Sebaliknya, kata perempuanan menurut KBBI di tahun 1988 justru bermakna ‘kehormatan sebagai perempuan’.

c. Perubahan Makna

Kata wanita ternyata mengalami proses perubahan makna yang semakin positif, sebutan tersebut merupakan bentuk halus dari kata perempuan. Sebaliknya, kata


(31)

19

peremuan justru mngalami penurunan di mata masyarakat. Ini sebabnya nama lembaga yang ada adalah ‘Komnas Perempuan’ dan bukan ‘Komnas Wanita’, atau nama Kementerian yang melindungi kesejahteraan perempuan adalah Kemeneterian Pemberdayaan Perempuan dan bukannya Kementerian Pemberdayaan Wanita. Atau wanita yang terdengar indah dan elegan itu memiliki sejarah panjang sia-sia sistem feodal dan nuansa patriarki pada zaman dahulu

2.3. Pengertian Pemberdayaan Perempuan

Pemberdayaan perempuan adalah upaya peningkatan kemampuan wanita dalam mengembangkan kapasitas dan keterampilannya untuk meraih akses dan penguasaan terhadap, antara lain: posisi pengambil keputusan, sumbersumber, dan struktur atau jalur yang menunjang. Pemberdayaan wanita dapat dilakukan melaluiproses penyadaran sehingga diharapkan wanita mampu menganalisis secara kritis situasi masyarakat dan dapat memahami praktik-praktik diskriminasi yang merupakan konstruksi sosial, serta dapat membedakan antara peran kodrati dengan peran gender. Dengan membekali wanita dengan informasi dalam proses penyadaran, pendidikan pelatihan dan motivasi agar mengenal jati diri, lebih percaya diri, dapat mengambil keputusan yang diperlukan, mampu menyatakan diri, memimpin, menggerakkan wanita untuk mengubah dan memperbaiki keadaannya untuk mendapatkan bagian yang lebih adil sesuai nilai kemanusiaan universal (Aritonang 2000:142-143).

Realitas ketidakadilan bagi kaum perempuan mulai dari marginalisasi makhluk Tuhannomor dua, separoh harga laki-laki, sebagai pembantu, tergantung pada laki-laki dan bahkan sering diperlakukan dengan kasar atau setengah


(32)

20

budak.Seakan memposisikan perempuan sebagai kelompok mesyarakat kelas dua, yang berimbas pada berkurangnya hak-hak perempuan termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan.Kondisi perempuan di Indonesia dalam bidang pendidikan relatif masih sangat rendah dibandingkan laki-laki.Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin sedikit jumlah perempuan yang mengecapnya.

Pemberdayaan merupakan transformasi hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan pada empat level yang berbeda. Empat level tersebut adalah keluarga, masyarakat, pasar dan negara. Konsep pemberdayaan itu sendiri dapat dipahami dalam dua konteks,pertama, kekuasaan dalam proses pembuatan keputusan dengan titik tekan pada pentingnya peran perempuan. Kedua, pemberdayaan dalam term yang berkaitan dengan fokus pada hubungan antara pemberdayaan perempuan dan akibatnya pada laki-laki di masyarakat yang beragam.

Kindervatter menekankan konsep pemberdayaan sebagai proses pemberian kekuatan dalam bentuk pendidikan yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan kepekaan terhadap perkembangan sosial, ekonomi dan politik sehingga pada akhirnya mereka mampu memperbaiki dan meningkatkan kedudukannya di masyarakat.Cakupan dari pemberdayaan tidak hanya pada level individu namun juga pada level masyarakat dan pranata-pranatanya. Yaitu menanamkan pranata nilai-nilai budaya seperti kerja keras, keterbukaan dan tanggung jawab.Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata power yang artinya keberdayaan atau kekuasaan. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana seseorang, rakyat, organisasi dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (http.//zakiyah.com/pemberdayaan-perempuan.html, diakses tanggal 07 Maret 2015 pukul 20.15 WIB).


(33)

21

Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan didefinisikan sebagai proses dimana pihak yang tidak berdaya bisa mendapatkan kontrol yang lebih banyak terhadap kondisi atau keadaan dalam kehidupannya. Kontrol ini meliputi kontrol terhadap berbagai macam sumber (mencakup fisik dan intelektual) dan ideologi meliputi (keyakinan, nilai dan pemikiran), jadi pemberdayaan perempuan adalah usaha pengalokasian kembalikekuasaan melalui pengubahan struktur sosial. Posisi perempuan akanmembaik hanya ketika perempuan dapat mandiri dan mampu menguasai ataskeputusan-keputusan yang berkaitan dengan kehidupannya.

Terdapat dua ciri dari pemberdayaan perempuan.Pertama, sebagairefleksi kepentingan emansipatoris yang mendorong masyarakat berpartisipasisecara kolektif dalam pembangunan.Kedua, sebagai proses pelibatan diriindividu atau masyarakat dalam proses pencerahan, penyadaran danpengorganisasian kolektif sehingga mereka dapat berpartisi (Mizan, 2003:35). Adapun pemberdayaan terhadap perempuan adalah salah satu carastrategis untuk meningkatkan potensi perempuan dan meningkatkan peranperempuan baik di domain publik maupun domestik. Hal tersebut dapatdilakukan diantaranya dengan cara:

1. Membongkar mitos kaum perempuan sebagai pelengkap dalam rumahtangga. Pada zaman dahulu, muncul anggapan yang kuat dalammasyarakat bahwa kaum perempuan adalah konco wingking (teman dibelakang) bagi suami serta anggapan “swarga nunut neraka katut” (kesurga ikut, ke neraka terbawa). Kata nunut dan katut dalam bahasa Jawaberkonotasi


(34)

22

pasif dan tidak memiliki inisiatif, sehingga nasibnya sangattergantung kepada suami.

2. Memberi beragam ketrampilan bagi kaum perempuan. Sehigga kaum perempuan juga

dapat produktif dan tidak menggantungkan nasibnya terhadap kaum laki-laki. Berbagai ketrampilan bisa diajarkan, diantaranya: ketrampilan menjahit, menyulam serta berwirausaha dengan membuat kain batik dan berbagai jenis makanan.

3. Memberikan kesempatan seluas-luasnya terhadap kaum perempuan untuk bisa mengikuti atau menempuh pendidikan seluas mungkin. Hal ini diperlukan mengingat masih menguatnya paradigma masyarakat bahwa setinggi-tinggi pendidikan perempuan toh nantinya akan kembali ke dapur. Inilah yang mengakibatkan masih rendahnya (sebagian besar) pendidikan bagi perempuan.

2.3.1. Indikator Keberhasilan Pemberdayaan

Pemberdayaan perempuan dilakukan untuk menunjang dan mempercepat tercapainya

kualitas hidup dan mitra kesejajaran antara laki-laki dan perempuan yang bergerak dalam seluruh bidang atau sektor. Keberhasilan pemberdayaan perempuan menjadi cita-cita semua orang. Untuk mengetahui keberhasilan sebagai sebuah proses, dapat dilihat dari indikator pencapaian keberhasilannya.Adapun indikator pemberdayaan perempuan adalah sebagai berikut:

1. Adanya sarana yang memadai guna mendukung perempuan untuk menempuh pendidikan semaksimal mungkin.


(35)

23

2. Adanya peningkatan partisipasi dan semangat kaum perempuan untuk berusaha memperoleh dan mendapatkan pendidikan dan pengajaran bagi diri mereka .

3. Meningkatnya jumlah perempuan mencapai jenjang pendidikan tinggi, sehingga dengan demikian, perempuan mempunyai peluang semakin besar dalam mengembangkan karier sebagaimana halnya laki-laki.

4. Adanya peningkatan jumlah perempuan dalam lembaga legislatif, eksekutif dan pemerintahan.

5. Peningkatan keterlibatan aktifis perempuan dalam kampanye pemberdayaan pendidikan terhadap perempuan. Namun lebih dari itu semua adalah terciptanya pola pikir dan paradigm yang egaliter. Perempuan juga harus dapat berperan aktif dalam beberapa kegiatan yang memang proporsinya. Jikalau ini semua telah terealisasi, maka perempuan benar-benar telah terberdayakan.

2.4. Bencana

Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian. Penanggulangan bencana dapat diterapkan suatu sistem manajemen bencana, yang di dalamnya terdapat komponen:

1. Legislasi 2. Kelembagaan


(36)

24 3. Pendanaan

4. Perencanaan 5. IPTEK

6. Penyelenggaraan

Masing-masing komponen tersebut akan saling bersinergi untuk menghasilkan tindakan yang sistematis dan mampu meminimalkan dampak dari bencana yang ditimbulkan. Bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian, atau penderitaan. Sedangkan bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh alam (Purwadarminta, 2006:74). Menurut Asian Disaster Reduction Center (2003) bencana adalah suatu gangguan serius terhadap masyarakat yang menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan baik oleh masyarakat, berbagai material dan lingkungan (alam) dimana dampak yang ditimbulkan melebihi kemampuan manusia guna mengatasinya dengan sumber daya yang ada.

Banyak pengertian atau definisi tentang “bencana” yang pada umumnya merefleksikan karakterisitik tentang gangguan terhdap pola hidup manusia, dampak bencana bagi manusia, dampak terhadap struktur sosial, kerusakan pada aspek pemerintahan, bangunan dan lain-lain serta kebutuhan masyarakat yang diakibatkan oleh bencana. Definisi lain menurut International strategy for disaster reduction (UN-ISDR-2002, 24), bencana adalah suatu kejadian yang disebebkan oleh alam atau karena ulah manusia terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta benda dan kerusakan lingkungan, kejadian ini terjadi diluar kemampuan masyarakat dengan segala sumber dayanya (Nurjanah, 2012:11). Berdasarkan definisi bencana dari UN-ISDR yang sebagaimana disebutkan diatas, dapat digeneralisasikan bahwa untuk dapat disebut “bencana” harus dipenuhi beberapa kriteria/ kondisi sebagai berikut:


(37)

25 2. Terjadi karena faktor atau karena ulah manusia

3. Terjadi secara tiba-tiba (sudden) akan tetapi dapat juga terjadi secara perlahan-lahan/ bertahap (slow)

4. Menimbulkan hilangnya jiwa manusia, harta benda, kerugian sosial-ekonomi, kerusakan lingkungan, dan lain-lain

5. Berada di luar kemampuan masyarakat untuk menanggulanginya

Bencana erupsi Gunung Sinabung yang terjadi beberapa waktu yang lalu memenuhi beberapa kriteria/ kondisi dari define bencana terutama hal tersebut diyakani menimbulkan korban jiwa manusia, kerusakan, kerugian harta benda.

2.4.1. Bencana Alam

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atauserangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gampa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, da tanah longsor.Bencana alam juga dapat diartikan sebagai bencana yang diakibatkan oleh gejala alam.Sebenarnya gejala alam merupakan gejala yang sangat alamiah dan biasa terjadi pada bumi, namun hanya ketika gejala alam tersebut melanda manusia (nyawa) dan segala produk budidayanya (kepemilikan, harta, dan benda), kita baru dapat menyebutnya sebagai bencana. Klasifikasi bencana alam berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Bencana alam geologis

Bencana alam ini disebabkan oleh gaya-gaya yang berasal dari dalam bumi (gaya endogen). Yang termasuk dalam bencana alam geologis adalah gempa bumi, letusa gunung api, dan tsunami. Salah satu peristiwa yang dikategorikan sebagai bencana alam adalah gempa bumi. Gempa bumi digolongkan menjadi beberapa


(38)

26

kategori, yaitu berdasarkan proses terjadinya, bentuk episentrumnya, kedalaman hiposentrumnya, jaraknya, dan lokasinya. Menurut proses terjadinya, gempa bumi dapat diklasifikasikan menjadi lima antara lain:

a. Gempa Tektonik, yaitu gempa yang terjadi akibat adanya tumbukan lempeng-lempeng di lapisan litosfer kulit bumi ole tenaga tektonik.

b. Gempa Vulkanik, yaitu gempa yang terjadi akibat aktivitas gunung berapi. Oleh karena itu, gempa ini hanya dapat dirasakan di sekitar gunung berapi saat akan meletus, saat letusan, mauoun setelah terjadi letusan.

c. Gempa runtuhan atau longsoran, yaitu gempa yang terjadi karena adanya runtuhan tanah atau batuan. Lereng gunung atau pantai yang curam memiliki energy potensial yang besar untuk runtuh. Gempa ini sering terjadi di kawasan tambang akibat runtuhnya dinding atau terowongan pada tambang-tambang bawah tanah sehingga dapat menimbulkan getaran di sekitar daerah runtuhan. Gempa ini mempunyai dampak yang tidak begitu membahayakan. Namun, dampak yang berbahaya justru akibat dari timbunan batuan atau tanah longsor itu sendiri.

d. Gempa jatuhan, yaitu gempa yang terjadi akibat adanya benda langit yang jauh ke bumi, misalnya meteor. Seperti kita ketahui bahwa ada ribuan meteor atau batuan yang bertebaran mengeliingi orbit bumi. Sewaktu-waktu meteor tersebut jatuh ke atmosfer bumi, bahka kadang sampai ke permukaan bumi. Getaran ini disebut gempa jatuhan. Gempa seperti ini jarang sekali terjadi.

e. Gempa buatan, yaitu gempa yang sengaja dibuat oleh manusia. Suatu percobaan peledakan nuklir bawah tanah atau laut dapat menimbulkan getaran bumi yang dapat tercatat ole seismograf seluruh permukaan bumi tergantung dengan kekuatan ledakan, sedangkan ledakan dinamit di bawah permukaan bumi juga dapat menimbulkan getaran naum efek getarannya sangat local (Hartuti: 2009)


(39)

27

Peristiwa lainnya yang dikategorikan sebagai bencana alam dan belakangan terjadi secara berkepanjangan di Sumatera Utara adalah erupsi gunung. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, erupsi didefinisikan sebagai letusan gunung berapi atau semburan sumber minyak dan uap panas dari dalam bumi. Secara umum, erupsi adalah pelepasan magma, gas, abu dank e atmosfer atau ke permukaan bumi WIB).Erupsi gunung berapi terjadi jika ada pergerakan atau aktivitas magma dari dalam perut bumi menuju ke permukaan bumi.Secara mum, erupsi dibedakan menjadi 2, yaitu erupsi eksplosif dan erupsi efusif.

1. Erupsi eksplosif adalah proses keluarnya magma, gas atau abu disertai tekanan yang sangat kuat sehingga melontarkan material padat dan gas yang berasal dari magma maupun tubuh gunung api ke angkasa. Erupsi eksplosif inilah yang terkenal sebagai letusan gunung berapi. Letusan ini terjadi akibat tekanan gas yang teramat kuat. Contoh erupsi eksplosif adalah letusan gunung Krakatau, letusan gunung merapi, dll.

2. Erupsi efusif (non eksplosif) yaitu peristiwa keluarnya magma dalam bentuk lelehan lava. Erupsi efusif terjadi karena tekanan gas magmatiknya tidak seberapa kuat, sehingga magma kental dan pijar dari lubang kepundan hanya tumpah mengalir ke lereng-lereng puncak gunung itu.

Macam-macam erupsi:

a. Erupsi sentral, yaitu letusan gunung api yang letusannya melalui sebuah lubang sebagai pusat letusannya.

b. Erupsi linier atau celah, yaitu letusan melalui celah-celah atau retakan-retakan. Erupsi linier menghasilkan lava cair dan membentuk plato.


(40)

28

c. Erupsi areal, yaitu letusan melalui lubang yang sangat luas. Erupsi ini masih diragukan kejadiannya di bumi

2. Bencana alam klimatologis

Bencana alam klmatologis merupakan bencana alam yang disebabkan oleh

faktor angin dan hujan. Contoh bencana alam klimatologis adalah banjir, badai, banjir bandang, angin putting beliung, kekeringan, dan kebakaran alami hutan (bukan oleh manusia).Gerakan tanah (longsor) termasuk juga bencana alam, walaupun pemicu utamanya adalah faktor klimatologis (hujan), tetapi gejala awalnya dimulai dari kondisi geologis (jenis dan karakteristik tanah serta batuan dan sebagainya).

3. Bencana alam ekstra-terestrial

Bencana alam ekstra-terestrial adalah bencana alam yang terjadi di luar angkasa, contoh: hantaman/ impact meteor. Bila hantaman benda-benda langit mengenai permukaan bumi maka akan menimbulkan bencana alam yang dahsyat bagi penduduk bumi.

2.4.2. Bencana Non Alam

Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemic, dan wabah penyakit (UU No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Bab 1 Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 3).Klasifikasi bencana non alam berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:


(41)

29

Menurut ‘Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia’, kegagalan teknologi diartikan sebagai semua kejadian bencana yang diakibakan oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian, dan kesengajaan manusia dalam penggunaan teknologi dan/ atau industri (Bakornas PBP, 2005). Penyebab bencana kegagalan teknologi, antara lain: kebakaran, kegagalan/ kesalahan desain keselamatan pabrik, kesalahan prosedur pengoperasian pabrik, kerusakan komponen, kebocoran reactor nuklir, kecelakaan transportasi (darat, laut, dan udara), sabotase atau pembakaran akibat kerusuhan, dan dampak ikutan dari bencana alam (gempa bumi, banjir, longsor,dan sebagainya). Bencana kegagalan teknologi pada skala yang besar akan dapat mengancam kestabilan ekologi secara global.

2. Epidemi

Epidemi, wabah adalah itilah umum untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang. Epidemologi adalah penyakit yang timbul sebagai kasus baru pada suatu populasi tertentu manusia, dalam periode waktu tertentu, dengan laju melampaui laju ekspetasi/ dugaan yang didasarkan pada pengalaman mutakhir. Dengan kata lain merupakan wabah yang terjadi secara lebih cepat daripada yang diduga 11.18 WIB). Pada skala besar, epidemi atau wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat mengakibatkan meningkatnya jumlah penderita penyakit dan korban jiwa. Beberapa wabah peyakit yang pernah terjadi di Indonesia dan sampai sekarang masih harus terus diwaspadai antara lain demam berdarah, malaria, flu burung, anthraks, busung lapar dan HIV/AIDS. Wabah penyakit pada umunya sangat sulit dibatasi penyebabnya, sehingga


(42)

30

kejadian yang pada awalnya merupakan kejadian lokal dalam waktu singkat bisa menjadi bencana nasional yang banyak.

Suatu ilmu yang awalnya mempelajari timbulnya perjalanan dan pencegahan pada penyakit infeksi menular.Tapi dalam perkembangannya hingga saat ini masalah yang dihadapi penduduk tidak hanya penyakit menular saja, melainkan juga penyakit tidak menular, penyakit degenaratif, kanker, penyakit jiwa, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya.Oleh karena itu, epidemologi telah menjangkau hal tersebut.

2.4.3. Bencana Sosial

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antar komunitas masyarakat, dan terror (UU No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Bab 1 Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 4).Bencana sosial antara lain berupa kerusuhan sosial dan konflik sosial dalam masyarakat yang sering terjadi. Klasifikasi bencana sosial berdasakan penyebabnya dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Kerusuhan atau konflik sosial

Kerusuhan atau konflik sosial adalah suatu kondisi dimana terjadi huru hara/kerusuhan atau perang atau keadaan yang tidak aman di suatu daerah tertentu yang melibatkan lapisan masyarakat, golongan, suku, organisasi tertentu.Perspektif konflik lebih menekankan sifat pluralistik dari masyarakat dan ketidakseimbangan distribusi kekuasaan yang terjadi di antara berbagai kelompoknya.Karena kekuasaan yang dimiliki oleh kelompok-kelompok elite, maka kelompok-kelompok itu uga memiliki kekuasaan untuk menciptakan peraturan, khususnya hukum yang dapat melayani kepentingan-kepentingan mereka. Berkaitan dengan hal itu, perspektif konflik memahami masyarakat sebagai kelompok-kelompok dengan berbagai kepentingan yang bersaing dan akan cenderung saling berkonflik. Melalui persaingan itu, maka kelompok-kelompok dengan


(43)

31

kekuasaan yang berlebih akan menciptakan hukum dan aturan-aturan yang menjamin kepentingan mereka dimenangkan (Quinney, 2007:117).

Indonesia sebagai Negara kesatuan pada dasarnya dapat mengandung potensi kerawanan akibat keanekaragaman suku bangsam bahasam agama, ras dan etnis golongan, hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap potensi timbulnya konflik. Semakin marak dan meluasnya konflik akhir-akhir ini, serta munculnya gerakan-gerakan yang ingin memisahkan diri dari NKRI akibat dari ketidakpuasan dan perbedaan kepentingan. Apabila kondisi ini tidak dikelola dengan baik akhirnya akan berdampak pada disintegrasi bangsa. Permasalahan merupakan suatu pertanda menurunnya rasa nasionalisme di dalam masyarakat.

2. Terorisme/ sabotase

Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan terror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terror tidak tunduk pada tata cara seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil 08.00 WIB). Aksi teror/ sabotase adalah semua tindakan yang menyebabkan keresahan masyarakat, kerusakan bangunan, dan mengancam atau membahayakan jiwa seseorang/ banyak orang oleh seseorang/ golongan tertentu yang tidak bertanggungjawab.Aksi teror/ sabotase biasanya dilakukan dengan berbagai alasan dan berbagai jenis tindakan seperti pemboman suatu bangunan/ tempat tertentu, penyerbuan tiba-tiba suatu wilayah, tempat, dan sebagainya.Aksi teror/ sabotase sangat sulit dideteksi atau diselidiki oleh pihak berwenang karena direncanakan seseorang/ golongan secara diam-diam/ rahasia.Bencana


(44)

32

aksi teror/ sabotase pada suatu tempat, wilayah, maupun daerah tidak dapat diperkirakan karena hal itu terjadi secara tiba-tiba dan dalam waktu yang singkat Februari 2015, pukul 10.00 WIB).

2.5. Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP)

Kursus Wanita Karo adalah salah satu pelayanan GBKP untuk menjawab tantangan angkatan kerja wanita muda dengan memberikan keterampilan-keterampilan. Dengan memberi keterampilan angkatan kerja wanita muda diharapkan akan mendapat peluang berwirausaha dibidang keterampilan wanita untuk mengangkat derajat hidupnya serta menciptakan lapangan kerja sendiri. Dengan demikian KWK adalah suatu pemberdayaan wanita-wanita muda Kristen yang kurang mampu untuk mendapatkan dan menciptakan lapangan kerja.

Agar pelayanan KWK dapat mencapai sasaran yang sesungguhnya maka dibuat program-program sebagai berikut :

1. Penjemaatan tentang program KWK kepada seluruh jemaat GBKP.

2. Mengadakan kursus yang meliputi (menjahit, memasak, kecantikan, merangkai bunga, bahasa inggris, kursus komputer).

3. Pengadaan dan pelatihan guru sehingga mempunyai kemampuan untuk mendidik murid dengan berkualitas.

4. Monitoring dan reuni siswi yang telah selesai dan kembali ke masyarakat.

5. Pemberian kredit usaha bagi mereka yang tidak mampu tetapi bersungguh-sungguh berusaha melalui seleksi (http.//www.gbkp.or.id/index,php/140-gbkp/koinonia/moria/213-moria-gbkp.html, diakses tanggal 01 Maret 2015 pukul08.00 WIB).


(45)

33

Bencana alam apapun bentuknya memang tidak dapat dihindari dan dapatterjadi kapan saja. Bukan hanya itu, bencana juga berdampak pada resiko kerugian yang sangat tinggi.Kerugian tersebut melingkupi kerusakan infrastruktur, akses informasi dan komunikasi, kehilangan tempat tinggal dan harta benda, sampai jatuhnya korban meninggal yang mengakibatkan korban kehilangan sanak saudara mereka.Salah satu korban yang paling membutuhkan perhatian khusus saat bencana adalah perempuan pengungsi dari bencana itu sendiri.Bencana erupsi Gunung Sinabung yang terjadi di Kabupaten Karo telah meninggalkan kesan yang dapat dilupakan oleh para korban.Berpuluh ribu orang menjadi korban keganasan erupsi Gunung Sinabung yang menyebabkan mengungsi, pemukiman penduduk yang hancur, tertutup debu, ternak dan tanaman mati sekejap. Gunung yang telah tidur 400 tahun lamanya aktif kembali membuat mata masyarakat Indonesia bahkan dunia internasional tergerak untuk membantu para korban yang selamat dari erupsi Gunung Sinabung. Akibat letusan Gunung Sinabung akses ekonomi sosial penduduk terhenti, banyak desa-desa menjadi daerah mati, hilangnya harta benda, dan lain-lain meskipun tidak banyak menelan korban jiwa.

Salah satu upaya Pemerintah daerah Kabupaten Karo untuk melindungi korban yang masih hidup adalah membangun banyak posko pengungsian untuk menampung korban erupsi Gunung Sinabung.Salah satunya adalah Posko Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP) terdapat 178 pengungsi yang tergolong balita, anak-anak, bumil (ibu hamil), remaja, dan lansia.Sebagian pengungsi telah meninggalkan KWK-GBKP untuk bertempat tinggal di rumah kerabat atau balik ke rumah asal, bagi yang masih tetap bertahan menunggu penanganan-penanganan yang dilakukan serta menunggu bantuan relokasi rumah baru dari Pemerintah ataupun LSM jika ada.Gambaran korban erupsi Gunung Sinabung di KWK-GBKP pada saat ini mengalami kejenuhan meskipun sudah ada sedikit kepastian dari Pemerintah setempat untuk merelokasi mereka ke daerah baru. Sepertinya tidak memungkinkan jika para pengungsi dikembalikan ke daerah asal mereka karena letak desa


(46)

34

berada di zona merah. Selain itu, penanganan bagi korban erupsi Gunung Sinabung semakin berkurang tidak seperti bencana pada saat terjadi, terutama bagi kaum rentan seperti perempuan, mereka berpran jauh lebih besar setelah erupsi Gunung Sinabung tersebut, mereka harus memikirkan keadaan keluarga mereka, bukan hanya makanan sehari-hari, tetapi juga harus memikirkan anak-anak mereka yang bersekolah, ladang yang sudah tidak dapat dikelola, pakaian yang harus dicuci setelah dipakai namun persediaan air tidak mencukupi, tetap menjaga kesehatan seluruh anggota keluarga sekalipun cuaca setelah erupsi tidak baik. Karena melihat kondisi ini, KWK-GBKP melaksanakan program pemberdayaan perempuan pada perempuan pengungsi Sinabung, terutama yang berasal dari Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

Skematisasi kerangka pemikiran adalah proses transformasi narasi yang menerangkan hubungan atau konsep-konsep atau variable-variabel penelitian menjadi sesuatu yang berbentuk skema, artinya yang ada hanyalah perubahan cara penyajian dari narasi menjadi skema (Siagian, 2011:132). Untuk itu skematisasi kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Bagan Alur Pemikiran

Bencana Gunung Sinabung yang melanda Kabupaten Karo 2010-2015

Program Pemberdayaan Perempuan KWK-GBKPpada perempuan pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo: 1. Kebutuhan minimum 2. Kesehatan

3. Keterampilan

4. Psikososial (Rehabilitasi Trauma) 5. Perekonomian

Perempuan Pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo di Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo

Protestan (KWK-GBKP)


(47)

35

2.8. Definisi Konsep dan Ruang Lingkup Penelitian 2.8.1. Definisi Konsep

Suatu konsep adalah sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi, dan hal lain yang sejenis. Konsep diciptakan dengan mengelompokkan objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang mempunyai cirri-ciri yang sama. definisi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009:112).

Konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Bencana yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan baik karena faktor alam yang bersifat merugikan korban sehingga mereka kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan mereka.

2. Pemberdayaan perempuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan para perempuan dengan menggali segala potensi yang dimiliki oleh para perempuan tersebut baik menurut kemampuan keahlian (skill) ataupun pengetahuan (knowledge).

3. KWK-GBKP yang dimaksud dalam penelitian ini adalah salah satu pelayanan GBKP untuk menjawab tantangan angkatan kerja wanita muda dengan memberikan keterampilan-keterampilan untuk menciptakan lapangan kerja sendiri.


(48)

36 2.8.2. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun yang menjadi ruang lingkup penelitan dalam penelitian Program Pemberdayaan Perempuan Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP) pada Perempuan Pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo ini adalah:

1. Kebutuhan minimum, seperti: a. Pangan, meliputi:

1). Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan makan

2). Terpenuhi atau tidaknya makanan 4 sehat 5 sempurna 3). Ada atau tidaknya makanan tambahan

4). Peralatan makan 5). Sumber air

b. Sandang meliputi:

1). Frekuensi diberi pakaian 2). Kualitas pakaian

3). Cara memilih pakaian 2. Pelayanan kesehatan meliputi: 1). Tempat berobat

2). Cedera

3). Frekuensi berobat

4). Pernah atau tidaknya tertular penyakit 5). Kualitas pelayanan kesehatan

3. Keterampilan 1). Menjahit


(49)

37 3). Salon kecantikan

4). Membuat makanan khas Karo 5). Frekuensi diberikan keterampilan 4. Psikososial (rehabilitasi trauma) meliputi: 1). Pengetahuan tentang psikososial 2). Tatap Muka

3). Interaksi 4). Hiburan

5). Pengisian rohani

6). Perubahan nyata setelah diberikan psikososial 5. Perekonomian

1). Memberikan kredit usaha

2). Merekrut pengungsi menjadi anggota CU


(50)

38 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang berisifat deskriptif, yaitu menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu keadaan subjek atau objek. Penelitian deskriptif dalam pelaksanaannya lebih terstruktur, sistematis dan terkontrol, peneliti memulai dengan subjek yang telah jelas dan mengadakan penelitian atas populasi atau dari subjek tersebut untuk menggambarkannya secara akurat(Silalahi, 2009:28)

Penelitian deskriptif bersifat menggambarkan dan melukiskan suatu hal berupa gambar atau foto yang didapat dari data lapangan dan kemudian menjelaskannya dengan kata-kata.Melalui penelitian deskriptif ini, penulis ingin menggambarkan secara menyeluruh


(51)

39

tentang pemberdayaan perempuan pengungsi Sinabung oleh KWK-GBKP yang berasal dari Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dilakukan adalah di Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP), Jl. Udara, Berastagi. Pengungsi di KWK GBP ini berasal dari beberapa desa, salah satunya adalah Kecamatan Payung Kabupaten Karo.Penulis mengambil lokasi penelitian ini dikarenakan ketertarikan penulis untuk melihat bagaimana kontribusi KWK-GBKP dalam memberdayakan perempuan pengungsi Sinabung yang menjadi korban dari desa tersebut.

3.3.Unit Analisis Dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Unit analisis suatu penelitian dapat berupa individu, kelompok, organisasi, benda, wilayah, dan waktu tertentu sesuai dengan fokus permasalahannya. Penentuan unit analisis menjadi faktor yang utama untuk mendapatkan informasi dan data yang akurat di lapangan. Adapun yang menjadi unit analisis atau sumber kajian dari penelitian ini adalah Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP) Berastagi.

3.3.2. Informan

Sampel pada penelitian kualitatif disebut informan. Informan adalah orang-orang yang dipilih untuk diwawancarai atau diobservasi sesuai tujuan penelitian untuk memberikan informasi, data ataupun fakta dari suatu objek penelitian. Informan dalam penelitian ini


(52)

40

terdapat tiga jenis yaitu informan kunci, informan utama dan informan tambahan diakses pada tanggal 19 Juni 2015 pukul 19.20 WIB).

1. Informan Kunci

Informan kunci adalah orang yang dianggap mengetahui dan memiliki berbagai

informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informan kunci dalam penelitian ini adalah pengurus Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP) Berastagi.

2. Informan Utama

Informan utama adalah orang yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang di teliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah 3 orang perempuan pengungsi Sinabung. Informan utama yang pertama adalah seorang anak perempuan remaja, yang kedua adalah seorang ibu rumah tangga, dan yang ketiga adalah seorang perempuan lansia.

3. Informan Tambahan

Informan tambahan adalah mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial.Informan tambahan dalam penelitian ini ada 2 orang, yakni suami dari informan utama (ibu rumah tangga dan lansia) pada tanggal 03 Juli 2015 pukul 19.25 WIB).

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data untuk memperoleh data yang akurat dalam penelitian ini, maka penelitian menggunakan teknik sebagai berikut:


(53)

41 1. Studi kepustakaan

Studi pustaka dalam pengumpulan data yang diperlukan, dilakukan melalui penelitian kepustakan (Library research). Data akan diolah dari berbagai sumber kepustakan, antara lain buku-buku ilmiah, majalah, surat kabar, jurnal dan bahan tulisan lainnya yang erat kaitannya dengan subjek penelitian.

2. Studi lapangan

Studi lapangan yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui penelitian dengan turun langsung ke lokasi penelitian untuk mencari fakta yang berkaitan dengan subjek penelitian yakni:

1). Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan dan dicatat secara sistematis, serta dapat dikontrol keandalannya. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi partisipasi karena peneliti terlibat langsung secara dalam objek yang diteliti.

2).Wawancara, yaitu mengumpulkan data dan menganalisa masalah yang ada dan

diperlukan dalam penelitian ini. Jenis wawan cara yang peneliti lakukan adalah wawancara terpimpin dimana tanya jawab dilakukan terarah untuk mengumpulkan data-data yang relevan.

3). Dokumentasi, yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Data yang dikumpulkan melalui teknik observasi cenderung merupakan data sekunder.

3.5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif, yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah data yang tersedia dari berbagai


(54)

42

sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusun dalam suatu satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya, dan memeriksa keabsahan data serta mendefenisikannya dengan analsisis sesuai dengan kemampuan daya peneliti untuk membuat kesimpulan peneliti. Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data. Kualitas hasil penelitian dari tipe penelitian kualitatif secara langsung tergantung pada kemampuan, pengalaman dan kepekaan dari informan dan informasi-informasi yang didapat oleh peneliti (Meleong, 2007:247).Selain itu, data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif. Kutipan hasil wawancara dan observasi sejauh mungkin akan ditampilkan untuk mendukung analisis yang disampaikan, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1. Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP) Berastagi 4.1.1. Sejarah KWK-GBKP Berastagi

Periode pertama (1890-1893) disebut sebagai periode Firman Tuhan disebarkan di Bumi Karo. Pada tanggal 16 Nopember 1888, anggota Parlemen Belanda JT. Cremer, yang kemudian menjabat menteri, telah menganjurkan Kristenisasi orang Batak Karo. Lalu Cremer, bersama zendeling Kreemer dari Jawa Timur mendatangi direksi dari beberapa perusahaan perkebunan yang berhasil diajak agar menyumbangkan dana kepada pihak NZG, untuk pelaksanaan penginjilan tersebut. Pada bulan Nopember 1889 ditandatangani suatu


(55)

43

perjanjian antara pihak NZG dengan suatu panitia Zending Batak Karo di Amsterdam (yang mewakili perusahaan), lalu diutuslah H.C. Kruyt ke Tanah Karo.

Tanggal 18 April 1890 Pendeta H.C. Kruyt bersama Nicolas Pontoh tiba di Belawan, dan melanjutkan perjalanan ke Medan. Mereka menginap beberapa malam di Medan untuk mengadakan persiapan seperlunya. Mereka mengadakan pendekatan terhadap para penguasa di daerah ini, seperti tuan Residen W.J.M. Michielson dan Tuan Carel Westenberg, kontelir khusus untuk orang Batak. Setelah meninjau lokasi di beberapa desa di sepanjang kaki Bukit Barisan maka Pdt. H.C. Kruyt menetapkan desa Buluhawar menjadi pos penginjilannya, karena desa ini berada pada jalur lalu lintas dari dan ke dataran Tinggi Karo. Desa ini menjadi desa persinggahan para pedagang yang disebut perlanja sira. Pada saat itu barang dagangan diangkut dengan pikulan melalui jalan setapak mendaki dan menuruni gunung dan lembah serta menyeberangi sungai-sungai. Perjalanan ini sangat melelahkan, karena itu mereka butuh persinggahan.

Tanggal 1 Juli 1890, Pdt. H.C. Kruyt menetap tinggal di Buluhawar atas bantuan pengulu Buluhawar (penduduk desa Buluhawar sekitar 200 jiwa). Dia tinggal di rumah yang sederhana. Dalam catatan harian Pdt. H.C. Kruyt rumah tersebut berada di antara 2 rumah dan tidak jauh dari kampung. Rumah tersebut disewa 16 dollar dubbeltje = 336 cent per bulan. Dia belajar bahasa Karo dan budaya Karo, dia memakai ikat kepala (erbulang), memakai kain sarung tenunan khas Karo (eruis), memakai selendang (cabin), ikut bergotong royong (aron), juga merawat orang-orang sakit. Ada sekitar 41 orang yang dia rawat, misalnya ada yang keracunan darah dan ada yang sakit borok. Dia mengunjungi orang-orang sakit dan memberinya obat. Bayarannya biasanya berbentuk ayam, beras, dan lain-lain.

Tepatnya tanggal 16 Oktober 2007, umur Moria GBKP sudah memasuki usia di bilangan ke 50, usia yang sudah cukup matang dan panjang dalam perjalanan Moria GBKP


(1)

119 Sumber lainnya

Asian Disaster Reduction Center 2003

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka

Inpres No.9 tahun 2000

International strategy for disaster reduction (UN-ISDR-2002, 24) Pusat data Informasi dan Humas BNPB

Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana pasal 28 ayat 1

PP No.21 mengenai dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Bab 1 Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 3).

UN Resolution No.63/1999

Sumber Online:

(http//www.Ini riwayat erupsi dan letusan Gunung Sinabung_merdeka.com.html, diakses tanggal 10 Februari 2015 Pukul 17.00 WIB

WIB).

Februari 2015, pukul 10.00 WIB).

(http.//www.gbkp.or.id/index,php/140-gbkp/koinonia/moria/213-moria-gbkp.html, diakses tanggal 01 Maret 2015 pukul08.00 WIB).

tanggal 01 Maret 2015 pukul 10.00 WIB).

diakses pada tanggal 1 Maret 2015 pukul 11.18 WIB).


(2)

120

diakses tanggal 07 Maret 2015 pukul 20.00 WIB).

(http.//zakiyah.com/pemberdayaan-perempuan.html, diakses tanggal 07 Maret 2015 pukul 20.15 WIB).

(http.//karokab.go.id, diakses pada tanggal 07 Maret 2015 pukul 20.22 WIB).

WIB).

WIB)

diakses pada tanggal 19 Juni 2015 pukul 19.20 WIB)

2015 pukul 08.35 WIB).

tanggal 03 Juli 2015 pukul 19.25 WIB).


(3)

114

PEDOMAN WAWANCARA

PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KURSUS WANITA KARO GEREJA BATAK KARO PROTESTAN (KWK-GBKP) PADA PEREMPUAN PENGUNGSI

SINABUNG KECAMATAN PAYUNG KABUPATEN KARO

Informan Kunci

I. ProfilInforman

1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis Kelamin : 4. Jabatan :

II. Daftar Pertanyaan:

1. Bagaimanakah sejarah lahirnya program pemberdayaan perempuan di Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (KWK-GBKP)?

2. Siapakah yang menjadi sasaran program?

3. Apa sajakah kriteria yang menjadi sasaran program? 4. Bagaimanakahbentuksosialisasi program?

5. Apa sajakah fasilitas untuk menunjang program? 6. Sudah berapa lama program berjalan?

7. Darimana sumber dana dalam pelaksanaan program?

8. Apakah hambatan dan kendala dalam pelaksanaan program?

9. Manfaat nyata apa yang sudah tercapai dari program pemberdayaan perempuan tersebut?


(4)

115 Informan Utama

I. Profil Informan

1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis Kelamin : 4. Agama :

5. Suku :

II. DaftarPertanyaan:

1. Mengapa saudara bisa berada KWK-GBKP ini? 2. Sudah berapa lama saudara berada disini?

3. Apakah saudara tahu tentang program pemberdayaan perempuan yang dilaksanakan oleh KWK-GBKP?

4. Darimana saudara tahu program tersebut?

5. Apakah saudara bergabung dalam program pemberdayaan perempuan ini? 6. Apa alasan saudara bergabung dalam program pemberdayaan perempuan ini? 7. Apakah kebutuhan makan sehari-sehari saudara terpenuhi?

8. Apakah makanan tersebut memenuhi syarat 4 sehat 5 sempurna? 9. Apakah ada makanan tambahan yang disediakan?

10.Bagaimana keadaan sumber air di KWK-GBKP? 11.Apakah saudara diberikan pakaian oleh KWK-GBKP? 12.Bagaimana frekuensi pemberian pakaian tersebut? 13.Bagaimana kualitas pakaian yang diberikan?

14.Apakah disediakan tempat berobat di KWK-GBKP? 15.Bagaimana frekuensi berobat pada program tersebut?


(5)

116

16.Apakah selama di KWK-GBKP saudara pernah terkena penyakit menular? 17.Bagaimana kualitas pelayanan kesehatan di KWK-GBKP tersebut?

18.Apakah saudara mengikuti kegiatan keterampilan yang disediakan KWK-GBKP? 19.Kegiatan keterampilan mana yang saudara ikuti?

20.Bagaimana frekuensi keterampilan yang diberikan KWK-GBKP?

21.Apakah saudara pernah diberikan pengetahuan psikososial selama di KWK-GBKP?

22.Apakah ada hiburan yang disediakan oleh KWK-GBKP? 23.Apakah diberikan pengisian rohani kepada saudara? 24.Bagaimana keadaan saudara setelah diberikan psikososial? 25.Apakah KWK-GBKP memberikan kredit usaha kepada saudara? 26.Apakah saudara terekrut menjadi anggota CU?

27.Bagaimana keadaan ekonomi saudara setelah diberikan kredit usaha?

28.Apa kendala dalam mengikuti kegiatan-kegiatan pada program pemberdayaan perempuan yang dilaksanakan KWK-GBKP ini?

29.Apa keuntungan dari mengikuti kegiatan-kegiatan pada program pemberdayaan perempuan tersebut?


(6)

117 Informan Tambahan

I. Profil Informan

1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis Kelamin : 4. Agama :

5. Suku :

6. Status : II. Daftar Pertanyaan:

1. Apakah Bapak mendukung istri Bapak mengikuti program pemberdayaan perempuan ini?

2. Perubahan nyata dalam hal apa saja yang Bapak lihat setelah istri Bapak mengikuti program ini?

3. Bagaimana peran istri Bapak di rumah setelah mengikuti program ini? 4. Apa saran Bapak guna menjadikan program pemberdayaan perempuan ini