ANTARA JILBAB DAN KESUCIAN DIRI

Antara Jilbab dan Kesucian Diri
Oleh: Muhsin Hariyanto
Berkali-kali saya mendapatkan kiriman (posting) dari sahabat-sahabat
saya foto ekskuslif dua orang yang masing-masing diasumsikan mewakili
komunitas ‘hijabers’ yang – ternyata – terjerat kasus korupsi disandingkan
dengan ‘seorang menteri’ (wanita) perokok dan – konon – bertato, yang
dicitrakan sebagai ‘wanita sukses’ tanpa ‘hijab’. .Kita – memang – harus sepakat
untuk menyatakan bahwa simbol tak selalu terkait dengan substansi. Tetapi, kita
pun harus jujur menyatakan bahwa simbol -- dalam pelaksanaan ajaran Agama
– tetap menjadi sesuatu yang penting. Sebagaimana “hijab dan jilbab“ bagi
seorang muslimah.
Al-Quran – dalam pandangan ulama salaf – menyatakan bahwa
''penggunaan jilbab sebagai penutup aurat bagi setiap muslimah adalah wajib“,
meskipun dalam wacana tafsir al-Quran, kita temukan beragam pendapat.
Sebagaimana tersebut dalam al-Quran:

ۚ
''Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri
orang Mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'' (QS al-Ahzâb

[33]: 59).
Dengan jilbab, identitas seorang wanita menjadi jelas. Bahwa, mereka
seorang Muslimah. Dengan jilbab pula, seorang wanita akan terhindar dari
tatapan mata liar, sehingga mereka tidak diganggu. Kesucian mereka pun
menjadi terjaga. Namun, jilbab bukan sekadar pakaian penutup tubuh (aurat)
wanita. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar pakaian yang dikenakan
seorang wanita bisa dikatakan jilbab yang sebenarnya (jilbab syar'i).
Mengutip Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani -- dalam
kitabnya yang berjudul Jilbab al-Mar'ah al-Muslimah -- ada delapan syarat ’jilbab
syar'i’:
Pertama, menutup seluruh tubuh, kecuali muka dan telapak tangan.

1

Kedua, bukan untuk tabarruj (bersolek) yang bisa menyebabkan
pandangan mata tertuju padanya,

ۚ
”Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu1 dan janganlah kamu berhias dan bertingkah
laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu 2 dan dirikanlah shalat, tunaikanlah

zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait 3 dan membersihkan kamu sebersihbersihnya.” (QS al-Ahzâb [33]: 33).
Ketiga, bahannya terbuat dari kain yang tebal, tidak tipis dan tidak
tembus pandang (transparan).
Keempat, kainnya longgar, tidak ketat, dan tidak membentuk lekuk
tubuh.
Kelima, tidak diberi wewangian atau parfum. '

'Wanita mana saja yang memakai wewangian, lalu ia lewat di muka orang banyak agar
mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.'' (HR Ahmad, An-Nasai, Abu
Dawud dan At-Tirmidzi dari Abu Musa al-‘Asy’ari).

Maksudnya: ”Isteri-isteri Rasul ullah s.a.w., agar tetap di rumah dan ke luar
rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syara'. Perintah ini juga meliputi
segenap perempuan yang beriman..
2
Yang dimaksud Jahiliyah yang dahulu ialah: Jahiliah kekafiran yang terdapat
sebelum Nabi Muhammad s.a.w., Dan yang dimaksud Jahiliyah sekarang ialah: Jahiliyah
kemaksiatan, yang terjadi sesudah datangnya Islam.
3

Ahlul Bait di sini, yaitu: Keluarga inti -- rumah tangga – (nucleus family)
Rasulullah s.a.w.
1

2

Keenam, tidak menyerupai pakaian laki-laki. Sebab, Rasulullah s.a.w.
melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita, dan wanita yang memakai
pakaian laki-laki, sebagaimana sabda beliau,

”Rasulullah shallallâhu 'alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita
dan wanita yang menyerupai laki-laki." (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan AtTirmidzi dari Ahmad dari Abdullah bin Abbas).
Ketujuh, tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir.

''Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.'' (HR
Ahmad dan Abu Dawud dari Abdullah bin Umar).
Kedelapan, bukan pakaian yang dikenalkan ”untuk mencari
popularitas” (termasuk di dalamnya, tidak sekadar untuk ”pencitraan”). Dalam hal
ini Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:


''Barangsiapa mengenakan pakaian untuk mencari popularitas di dunia, niscaya Allah
akan mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian
membakarnya dengan api neraka.'' (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah dari
Abdullah bin Umar).
Kedelapan, syarat ini bukanlah sesuatu yang sulit untuk dipenuhi.
Sebab, tidak ada yang sulit dalam syariat Islam. Semuanya mudah.
ٍSebagaimana firman Allah,

3

''…Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu...'' (QS al-Baqarah [2]: 185).
Dalam firman-Nya yang lain,

''...Dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama ini suatu
kesempitan...'' (QS al-Hajj (22): 78).
Nah, di sinilah kita bisa memahami bahwa ‘jilbab’ bukan segalagalanya. Kalau ‘jilbab’ dikenakan karena Allah, insyaallah akan berdampak
positf. Sebaliknya, kalau dipakai karena ‘riya’, justeru bisa jadi berdampak
negatif.
Oleh karena itu, berhati-hatilah dalam berbuat sesuatu dan menilai

sesuatu. Bersikaplah ‘proporsional’!
Penulis adalah Dosen Tetap FAI UM Yogyakarta dan Dosen Tidak Tetap
STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
(Dikutip
dan
diselaraskan
dari
http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=257147&kat_id=14http://www.republika.co.
id/kolom_detail.asp?id=257147&kat_id=14)

4