Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik Tropis Infeksi Nesia

(1)

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Refleksi Kasus Tropis Infeksi Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

TETANUS

Disusun oleh: Nesia Yaumi

Pembimbing: dr. William S. Tjeng, Sp. A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA


(2)

Refleksi Kasus

TETANUS

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase Anak NESIA YAUMI

Menyetujui,

dr. William S. Tjeng, Sp. A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan yang berjudul “TETANUS”.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan refleksi ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. H. Masjaya, M.Si selaku Rektor Universitas Mulawarman

2. Bapak dr. H. Emil Bachtiar Moerad, Sp.P, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.

3. dr. Sukartini, Sp. A selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman selaku Ketua Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unmul serta

4. dr. William S. Tjeng, Sp. A., selaku dosen Pembimbing yang dengan sabar memberikan arahan, motivasi, saran dan solusi yang sangat berharga dalam penyusunan laporan kasus ini dan juga yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan solusi selama penulis menjalani co.assisten di lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak.Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga pendidikan saat ini.

5. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan kepada kami..

6. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK UNMUL dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, ”Tiada gading yang tak retak”, penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis membuka diri


(4)

untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki laporan tutorial kasus ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

Samarinda, 08 Juni 2015


(5)

BAB 1 KASUS

Identitas pasien

- Nama : An. S.N

- Jenis kelamin : Perempuan

- Umur : 10 bulan

- Alamat : Jl. Siti Aisyah RT.15 No.30

- Anak ke : 2 dari 2 saudara

- MRS : 13 April 2015

- No. RM : 15.193740

- Kamar : Melati 04

Identitas Orang Tua

- Nama Ayah : Tn. J

- Umur : 26 tahun

- Alamat : Jl. Siti Aisyah RT.15 No.30

- Pekerjaan : Swasta

- Ayah perkawinan ke : 1

- Riwayat kesehatan : Tidak ada penyakit

- Nama Ibu : Ny. D

- Umur : 24 tahun

- Alamat : Jl. Siti Aisyah RT.15 No.30

- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

- Ibu perkawinan ke : 1


(6)

Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesa pada tanggal 14 April 2015 dengan ibu kandung pasien dan ayah kandung pasien.

Keluhan Utama : Demam

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam dirasakan naik turun,dan sudah diberikan obat penurun panas, namun demam muncul lagi ketika efek dari obat sudah hilang. Keluhan demam ini disertai dengan keluhan batuk berdahak sejak 2 hari sebelum demam muncul. Sesak (-), muntah (-), kejang (-), BAB dan BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat penyakit demam thypoid, demam berdarah, malaria dan lainnya di sangkal. Riwayat masuk rumah sakit disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Keluhan serupa pada anggota keluarga disangkal

Riwayat Saudara-Saudaranya : Kondisi saat

persalinan

Sehat/tida

meninggal meninggal

Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :

Berat badan lahir : 3000 gram Panjang badan lahir : 49 cm Berat badan sekarang : 8 kg


(7)

Panjang badan sekarang : 69 cm Lingkar kepala sekarang : 46 cm

Gigi keluar : belum tumbuh hingga sekarang Tersenyum : 1 bulan

Miring : 3 bulan Tengkurap : 3 bulan Duduk : 5 bulan Merangkak : 5 bulan Berdiri : 8 bulan

Berjalan : belum berjalan hingga sekarang Berbicara 2 suku kata : 7 bulan

Makan dan minum anak

ASI : ASI sampai sekarang Susu sapi :

-Bubur susu : diberikan usia 6 bulan Tim saring : diberikan usia 6 bulan Buah : diberikan usia 8 bulan Lauk dan makan padat : diberikan usia 8 bulan

Pemeliharaan Prenatal

Periksa di : Bidan di Puskesmas Penyakit Kehamilan : tidak ada riwayat penyakit


(8)

Obat-obatan yang sering diminum : Vitamin + Zat Besi

Riwayat Kelahiran :

Lahir di : Klinik Bidan Persalinan ditolong oleh : Bidan

Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan 2 minggu Jenis partus : Spontan pervaginam

Pemeliharaan postnatal :

Periksa di : Puskesmas Keadaan anak : Sehat Keluarga berencana : Ya

Jenis kontrasepsi : suntik 3 bulan

IMUNISASI

Imunisasi Usia saat imunisasi

Booster II

Hepatitis B

PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 14 April 2015


(9)

Kesadaran : E4V5M6 Tanda Vital

 Frekuensi nadi : 120 x/menit, isi cukup, regular, kuat angkat

 Frekuensi napas : 28 x/ menit

 Temperatur : 36.8o C per axial

Antropometri

Berat badan : 8 kg Panjang Badan : 69 cm


(10)

Z-score

BB/U : 0 – (-2 SD) normal BB/PB : 0 - (-1 SD) normal PB/U :0 - (-2 SD) normal


(11)

Status generalisata

Kepala

Rambut : Rambut Hitam, tipis, tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Refleks Cahaya (+/+), Pupil Isokor (3mm/3mm), mata cowong (-/-)

Hidung : nafas cuping hidung (-/-), secret (-) Telinga : bentuk normal, secret (-)

Mulut : Lidah kotor (-), faring Hiperemis (-), mukosa bibir basah, pembesaran tonsil (-/-), gusi berdarah (-)

Leher

Pembesaran Kelenjar : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Thoraks

Inspeksi : Bentuk dan gerak dinding dada simetris dextra = sinistra, retraksi (-), Ictus cordis tampak

Palpasi : Fremitus raba dekstra = sinistra, Ictus cordis teraba ICS V Mid Clavicula Line Sinistra

Perkusi : Sonor di semua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen


(12)

Palpasi : Soefl, nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-) splenomegali (-), turgor kulit kembali cepat

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal, metalic sound (-)

Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-), capillary refill test < 2 detik, sianosis (-), pembesaran KGB aksiler (-/-), pembesaran KGB inguinal (-/-).

Pemeriksaan Penunjang

Lab Value

13/4/2015 14/4/2015

Haemoglobin 9,4 8,7 11-16,5 g/dl Leukosit 34.600 14.700 4000-10000/µ Trombosit 660.000 595.000 150000-450000/µ Hematokrit 29,6 27,5 37,0-54,0 %

SGOT 27 P<25/W<31

SGPT 10 P<41/W<32

Na 143 143 135-155 mmol/L

K 4,3 4,2 3,6-5,5 mmol/L

Cl 98 104 95-108 mmol/L

U r i n e L e n g k a p

S e r o l o g i s


(13)

1 4 / 4 / 1 5 Berat Jenis

Tubex test

pH 6

. 0

Epitel +

Leokosit 0

-1

Eritrosit 0

-3

Kristal

-Kejerniha n

J e r n i h

Hb

-Hasil pemeriksaan evaluasi darah tepi

Eritrosit : hipokrom mikrositik, polikromasi, anisositosis

Leukosit : kesan jumlah meningkat, neutrofilia, shift to left, toksik granulasi (+), sel blast (-)


(14)

Kesan : anemia ringan hipokrom mikrositik, lekositosis dengan neutrofilia shift to left, trombositosis reaktif ec susp. Anemia penyakit kronik + reaksi leukosit,

DD/ anemia defisiensi Besi Proses infeksi berat/sepsis

Diagnosis Kerja sementara :

ISPA + Sepsis + Anemia Defisiensi Besi

Penatalaksanaan :

- IVFD D5 1/4 NS 800 cc/24 jam - Inj. amoxicilin 3 x 130 mg iv - Inj. Gentamisin 1 x 40 mg iv - Paracetamol 3 x 5 cth

- Ambroxol 3,5 mg 3 x 1 pulv - Ctm 0,75 mg

- Feryz 3 x 2/3 cth

-Prognosa : Dubia ad bonam

Follow Up

Tanggal Subjektif & Objektif Assesment & Planning

Hari ke- 1 14-04-2015 Melati

S: Demam H-8, demam (-), batuk (+), muntah (-), pilek (-), BAB dan BAK normal

O: T:35.8, Nadi 116x kuat angkat, RR 32x, Ane (-), ikt (-), Rh (-), Wh (-), BU(+)N, NT(-), organomegali (-), akral hangat

A: Susp. Sepsis P:

- IVFD D5 1/4 NS 800 cc/24 jam - Inj. amoxicilin 3 x 130 mg iv - Inj. Gentamisin 1 x 40 mg iv - Paracetamol 3 x 5 cth

- Ambroxol 3,5 mg 3 x 1 pulv - Ctm 0,75 mg


(15)

Hari ke- 2 15-04-2015 Melati

S: demam H-9, demam (-), BAB (-) 2 hari, muntah (-) batuk (+) O: T:35.6, Nadi 100x kuat

angkat, RR 28x, Ane (-), ikt (-), Rh (-), Wh (-), BU(+)N, NT(-), organomegali (-), akral hangat

A: ISPA + Susp. Sepsis + anemia defisiensi besi P:

- IVFD D5 1/4 NS 800 cc/24 jam - Inj. amoxicilin 3 x 130 mg iv - Inj. Gentamisin 1 x 40 mg iv - Paracetamol 3 x 5 cth

- Ambroxol 3,5 mg 3 x 1 pulv - Ctm 0,75 mg

- Feryz 3 x 2/3 cth Hari ke- 3

16-04-2015 Melati

S: demam H-10, demam (-), muntah (-) batuk (+) berkurang

O: T:35.8, Nadi 100x kuat angkat, RR 28x, Ane (-), ikt (-), Rh (-), Wh (-), BU(+)N, NT(-), organomegali (-), akral hangat

A: ISPA + Susp. Sepsis + anemia defisiensi besi P:

- IVFD D5 1/4 NS 800 cc/24 jam - Inj. amoxicilin 3 x 130 mg iv - Inj. Gentamisin 1 x 40 mg iv - Paracetamol 3 x 5 cth

- Ambroxol 3,5 mg 3 x 1 pulv - Ctm 0,75 mg

- Feryz 3 x 2/3 cth Hari ke- 4

17-04-2015 Melati

S: demam H-11, demam (-), batuk (-)

O: T:36,1, Nadi 104x kuat angkat, RR 24x, Ane (-), ikt (-), Rh (-), Wh (-), BU(+)N, NT(-), organomegali (-), akral hangat

A: ISPA + anemia defisiensi besi P:

- IVFD D5 1/4 NS 800 cc/24 jam - Inj. amoxicilin 3 x 130 mg iv - Inj. Gentamisin 1 x 40 mg iv - Paracetamol 3 x 5 cth

- Ambroxol 3,5 mg 3 x 1 pulv - Ctm 0,75 mg

- Feryz 3 x 2/3 cth

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA SEPSIS


(16)

Sepsis atau septikemia adalah keadaan ditemukannya gejala klinis terhadap suatu penyakit infeksi yang berat, disertai dengan ditemukannya respon sistemik yang dapat berupa hipotermia, hipertermia, takikardia, hiperventilasi, dan letargi [ CITATION Soe10 \l 1033 ]. Sepsis merupakan respon berat sistemik terhadap infeksi. Infeksi bakteri, virus, jamur, protozoa, atau riketsia dapat berakibat sepsis. Sepsis adalah salah satu penyebab sindrom respons radang sistemik (SRRS) [ CITATION Beh99 \l 1033 ].

Sebenarnya definisi sepsis sendiri masih membingungkan karena penggunaan yang tidak tepat dan berbagai macam definisi di berbagai literature. Pada consensus konfrensi dari members of the American College of Physician/society of critical care medicine consencus conference comitte telah dijabarkan berbagai macam manifestasi infeksi.

1. Infeksi : fenomena mikroba dengan karakteristik adanya respon inflamasi karena adanya mikroorganisme atau invasi dari jaringan host yang steril oleh organism ini

2. Bakterimia : terdapatnya bakteri yang viable pada darah

3. Sepsis (simple) : respon sistemik terhadap infeksi dengan manifestasi dua atau lebih dari keadaan berikut :

 Septic syok temperature lebih dari 38C atau kurang dari 36C

 Peningkatan denyut jantung lebih dari 90 kali permenit

 Takipneu, pernafasan lebih dari 20 kali permenit atau PaCO2 kurang dari 32mmHg

 Perubahan hitung leukosit, yaitu leukosit lebih dari 12.000/mm3 atau kurang dari 4000/mm3, atau terdapatnya lebih dari 10% netrofil imatur

4. Sepsis (berat) : sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi. Hipotensi dan abnormalitas perfusi dapat termasuk, tetapi tidak terbatas pada laktat asidosis, oliguria, atau perubahan status mental akut.

5. Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) keadaan dimana ditemukan disfungsi dari berbagai organ.

Sekalipun kemajuan didalam bidang antimikroba telah berkembang dengan pesat, diantaranya dengan penemuan obat-obat baru, kematian karena sepsis masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, sepsis merupakan penyebab


(17)

kematian nomor 13 pada anak yang berumur lebih dari 1 tahun. Pada anak yang lebih kecil angka kejadian dan kematian karena sepsis lebih tinggi lagi, pada bayi prematur angka kematian karena sepsis bahkan dapat mencapai lebih dari 50% [ CITATION Soe10 \l 1033 ].

Patogenesis

Perubahan fisiologi tubuh yang terjadi pada sepsis diinduksi oleh mikroorganisme atau produk mikroorganisme, baik yang beredar didalam darah maupun yang berasal dari suatu fokus infeksi. Pada awal suatu penyakit infeksi produk mikroorganisme dilepaskan secara konstan selama multiplikasi bakteri dan mencapai puncaknya pada keadaan yang dimana penyakit tersebut tidak dapat dikendalikan seperti pada keadaan sepsis [ CITATION Soe10 \l 1033 ].

Untuk mempertahankan suasana fisiologis, tubuh mengadakan berbagai upaya yang antara lain melalui sistem imunologik. Substansi atau mediator yang berperan penting didalam mekanisme pertahanan tubuh diantaranya adalah tumor necrosis factor (TNF), interleukin-1 beta, gamma interferon, platelet activiting factor (PAF) dan leucotrien [ CITATION Soe10 \l 1033 ].

Bila produksi substansi tersebut berlebihan seperti yang terjadi pada keadaan induksi yang hebat dari infeksi yang tidak terkendali, maka hal tersebut akan merugikan bagi tubuh.

Baik sendirian ataupun dalam kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin proradang memicu respon fisiologis untuk menghentikan penyerbu (invader) mikroba. Respon ini adalah :

1. Aktivasi sistem komplemen

2. Aktivasi faktor Hageman (XII), yang kemudian mencetuskan tingkatan-tingkatan koagulasi

3. Pelepasan hormone adrenokortikotropin dan beta-endorfin 4. Rangsangan neutrofil polimorfonuklear

5. Rangsangan sistem kalikrein-kinin

Faktor nekrosis tumor (FNT) dan mediator lainnya meningkatkan permeabilitas vaskuler, menimbulkan kebocoran kapiler difus, mengurangi tonus vaskuler, dan terjadinya ketidakseimbangan antara perfusi dan kenaikan


(18)

kebutuhan metabolik jaringan. Aktivitas mediator radang atau respon yang berlebihan berperan dalam pathogenesis sepsis [ CITATION Beh99 \l 1033 ].

Manifestasi klinik

Manifestasi klinis dini sepsis dan sepsis yang terjadi pada masa neonatus dan anak dengan gangguan imunitas yang berat sangat sulit untuk diketahui. Stadium dini sepsis sulit dibedakan dari penyakit infeksi biasa, tetapi kemudian anak menunjukkan adanya tanda awal sepsis yang dapat berupa menggigil, hiperventilasi, takikardia, vasodilatasi yang disusul dengan hipotensi. Gelisah dan agitasi biasanya merupakan tanda awal dari syok septik, sehingga hal ini penting untuk diperhatikan pada pengelolaan sepsis. Hipotensi yang terjadi dapat mengakibatkan timbulnya gagal ginjal akut, gangren perifer dan laktat asidosis. Apabila sudah terjadi syok septik, dapat menimbulkan gagal organ berganda yang akan memperburuk prognosis [ CITATION Soe10 \l 1033 ].

Sepsis yang terjadi pada masa neonatus dan anak dengan gangguan imunitas, manifestasi klinis sering tidak spesifik, kadang-kadang dapat berupa letargi, muntah, perut kembung dan hipotermia. Adanya netropenia dan hipotermia pada umumnya merupakan tanda penting untuk golongan penderita ini.

Pethekia dan purpura dapat ditemukan pada penderita sepsis yang terutama disebabkan oleh Meningokokus, P. Aeruginosa dapat menimbulkan kelainan kulit berupa ecthyma gangrenosa.

Diagnosis

Diagnosis sepsis harus ditegakkan bila pada penderita penyakit infeksi ditemukan keadaan toksik yang dapat berupa hipotermia, hipertermia, takikardia, hiperventilasi, letargia, agitasi dan gangguan perfusi. Dengan anamnesis dan pemeriksaan jasmani yang teliti dapat ditemukan adanya faktor risiko untuk sepsis, infeksi primer dan bahkan dapat ditemukan fokus infeksi yang mendasari timbulnya sepsis [ CITATION Soe10 \l 1033 ].

Pemeriksaan laboratorium yang penting didalam pengelolaan kasus tersangka sepsis adalah biakan darah berulang untuk mencari kemungkinan


(19)

bakterimia, biakan dari fokus infeksi, tes kepekaan kuman, jumlah leukosit dengan apus darah tepi, kadar hemoglobin, jumlah trombosit, urinalisis dan foto toraks. Pada keadaan sindrom sepsis dan syok septik diperlukan pemeriksaan tambahan pengukuran kadar asam laktat, analisis gas darah, kadar elektrolit darah, tes fungsi hati dan EKG.

Trombositopenia sering ditemukan, mungkin disebabkan oleh antibodi terhadap trombosit atau berhubungan dengan kejadian DIC. Adanya leukopenia yang disertai jumlah neutrofil yang rendah menunjukkan adanya infeksi berat yang menimbulkan deplesi sumsum tulang.

Diagnosis banding

Manifestasi klinis sepsis dapat pula ditemukan pada keadaan lain, baik pada keadaan infeksi maupun oleh sebab non-infeksi. Pada sebab non infeksi, intoksikasi dan sindrom kawasaki dapat memberikan manifestasi klinis seperti sepsis. Pada sebab infeksi, leptospirosis, tuberkulosis, malaria, kriptokokosis, penyakit Lyme dan Rocky Mountain Spotted Fever kadang-kadang sulit dibedakan dengan sepsis [ CITATION Soe10 \l 1033 ].

Pengobatan

Prinsip pengobatan sepsis : 1. Pengendalian infeksi

Segera setalah diagnosis ditegakkan penderita harus diberi antibiotik inisial. Antibiotik yang dipilih harus mempunyai spectrum luas yang diperkirakan bisa mengatasi bakteri gram-positif atau negative yang paling sering menyebabkan sepsis.

Bila telah didapatkan hasil biakan dan uji kepekaan, jenis antibiotik dapat dirubah atau dipertahankan sesuai dengan hasil tersebut dan atau dengan respon klinis.

Pada fase inisial antibiotik yang diberikan dapat berupa :

 Ampisilin (200 mg/kgBB/hari/i.v dalam 4 dosis) dikombinasikan dengan aminoglikosida (garamisin 5-7 mg/kgBB/hari/i.v atau


(20)

amikasin 15-20 mg/kgbb/hari/i.v atau netilmisin 5-6 mg/kgbb/hari/i.v dalam 2 dosis)

 Kombinasi lain adalah ampisilin dengan dosis diatas dengan sefotaksim 100 mg/kgBB/hari/i.v dalam 3 dosis

 Kombinasi kedua lebih disukai bila penderita mampu atau bila tidak tersedia fasilitas pengukuran kadar aminoglikosida atau bila ditemukan gangguan fungsi ginjal.

 Bila didapatkan kecurigaan bakteri anaerob sebagai penyebab, misalnya bila ditemukan fokus infeksi di rongga abdomen, di rongga panggul, rongga mulut atau di daerah rectum, maka metronidazole atau klndamisin dapat diberikan bersama dengan antibiotik lain untuk kuman enteric gram-negatif

2. Memperbaiki perfusi jaringan melalui resusitasi cairan, koreksi asam basa dan pemberian farmakoterapi kardiovaskular seperti dopamine dan dobutamin pada keadaan syok septic.

3. Mempertahankan fungsi respirasi secara efisien, antara lain dengan pemberian oksigen dan mengusahakan agar jalan nafas tetap terbuka. Pada keadaan shock lung yang biasanya terjadi didalam 2 hari setelah onset syok, diperlukan peralatan khusus seperti ventilator

4. Renal support untuk mencegah gagal ginjal akut 5. Kortikosteroid

 Kortikosteroid bermanfaat bila diberikan pada stadium dini sepsis, tetapi kortikosteroid harus diberikan bila ditemukan pendarahan glandula adrenal.

 Kortikosteroid yang diberikan dapat berupa metil prednisolon 30

mg/kgbb/dosis/iv atau deksametason 3 mg/kg bb/dosis/iv [ CITATION Soe10 \l 1033 ].

Prognosis

Angka kematian masih cukup tinggi terutama pada keadaan mencapai syok septik. Pada keadaan ini angka kematian berkisar antara 40-70%, bila disertai dengan gagal organ berganda seperti shock lung, gangguan fungsi hati atau gagal ginjal kematian dapat mencapai 90-100%.


(21)

Merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut. ISPA meliputi saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang berlangsung sampai 14 hari, dimulai dari organ hidung sampai gelombang paru, beserta organ-organ sekitarnya seperti sinus, ruang telinga tengah dan pleura [ CITATION Ras04 \l 1033 ].

Program pemberantasan penyakit ISPA membagi penyakit ISPA menjadi 2 golongan yaitu pneumonia dan bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajatnya penyakit yaitu pneumonia berat dan tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rhinitis, faringitis, tonsillitis dan penyakit jalan nafas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik.

ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernafasan. ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada pediatrik terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasikan dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Risiko utama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang , beban imunologisnya terlalu besar, serta tidak tersedianya atau berlebihnya pemakaian antibiotik [ CITATION Ras04 \l 1033 ].

Tanda-tanda bahaya

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam keadaan kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meski demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat. Tanda –tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tnada-tanda klinis dan tanda-tanda laboratories.

Tanda-tanda klinis:

 Pada sistem respiratorik adalah : tachypnea, nafas tidak teratur (apneu), retraksi dinding toraks, nafas cuping hidung, sianosis, suara nafas lemah, grunting expiratoir dan wheezing


(22)

 Pada sistem cardial adalah takikardi, bradycardia, hipertensi, hipotensi, dan cardiac arrest.

 Pada sistem serebral adalah gelisah, sakit kepala, bingung, papil bending, kejang, koma

 Pada hal umum adalah letih dan berkeringat banyak Tanda-tanda laboratories :

 Hipoksemia

 Hipercapnia

 Asidosis

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, demam dan dingin [ CITATION Ras04 \l 1033 ].

Pengobatan

 Pneumonia berat : dirawat dirumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya

 Pneumonia : diberi antibiotik kotrimoksasole peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasole atau bila sudah diberi tetapi keadaan tidak berubah, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin, atau penisilin prokain.

 Bukan pneumonia : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan dirumah. Untuk batuk dapat diberikan kodein, dekstrometorfan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.


(23)

Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan anemia akibat kekurangan zat besi untuk sintesis hemoglobin, dan merupakan defisiensi nutrisi yang paling banyak pada anak dan menyebabkan masalah kesehatan yang paling besar di seluruh dunia terutama di negara berkembang. Prevalensi tertinggi pada akhir masa bayi, awal masa anak, anak sekolah, dan masa remaja karena adanya percepatan tumbuh pada masa tersebut disertai asupan besi yang rendah, penggunaan susu sapi dengan kadar besi yang kurang sehingga dapat menyebabkan exudative enteropathy dan kehilangan darah akibat menstruasi (IDAI, 2012).

Diagnosis

Anamnesis

 pucat yang berlangsung lama tanpa manifestasi perdarahan

 mudah lelah, lemas, mudah marah, tidak ada nafsu makan, daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, serta gangguan perilaku dan prestasi belajar

 memakan bahan makanan yang kurang mengandung zat besi, bahan makanan yang menghambat penyerapan zat besi seperti kalsium dan fitat (beras, gandum). Serta konsumsi susu sebagai sumber energy utama sejak bayi sampai usia 2 tahun

 infeksi malaria, infestasi parasit seperti ankylostoma dan schistosoma.

Pemeriksaan Fisik

 gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh keluarga. Bila kadar HB <5 g/dL ditemukan gejala iritabel dan anoreksia

 pucat ditemukan bila kadar Hb< 7 g/dL

 tanpa organomegali

 dapat ditemukan koilonikia, glotitis, stomatitis angularis, takikardia, gagal jantung, protein-losing enteropathy (IDAI, 2012).


(24)

 darah lengkap yang terdiri dari : hemoglobin rendah; MCV, MCH, MCHC rendah. Red cell distribution width (RDW) yang lebar dan MCV yang rendah merupakan salah satu skrining defisiensi besi

- nilai RDW tinggi >14,5 pada defisiensi besi, bila rdw normal (<13%) pada talasemia trait

- ratio MCV/RBC (Mentzer index)> 13 dan bila RDW index (MCV/RBC x RDW) 220, merupakan tanda anemia defisiensi besi, sedangkan jika kurang dari 220 merupakan tanda talasemia trait - apusan darah tepi : mikrositik, hipokrom, anisositosis, dan

poikilositosis

 kadar besi serum yang rendah, TIBC, serum ferritin < 12 ng/mL dipertimbangkan sebagai diagnostik defisiensi besi

 nilai retikulosit normal atau menurun, menunjukkan produksi sel darah merah yang tidak adekuat

serum transferin receptor (STIR) : sensitive untuk menentukan defesiensi besi, mempunyai nilai tinggi untuk membedakan anemia defisiensi besi dan anemia akibat penyakit kronik

 kadar zinc protoporphyrin (ZPP) akan meningkat

 terapi besi : respon pemberian preparat besi dengan dosis 3 mg/kgBB/hari, ditandai dengan kenaikan jumlah retikulosit antara 5-10 hari diikuti kenaikan kadar hemoglobin 1 g/dL atau hematokrit 3% setelah 1 blan menyokong diagnosis anemia defisisensi besi. Kira-kira 6 bulan setelah terapi, hemoglobin dan hematokrit dinilai kembali untuk menilai keberhasilan terapi (IDAI, 2012)

Kriteria diagnosis menurut WHO

 kadar Hb kurang dari normal sesuai usia

 konsentrasi hb eritrosit rata-rata 315 (N : 32-35%)

 kadar Fe serum <50µg/dL (N :80-180 µg/dL)

 saturasi transferin <15% (N :20-50%)

kriteria ini harus dipenuhi, paling sedikit kriteria nomor 1,3, dan 4. Tes yang paling efisien untuk mengukur cadangan besi tubuh yaitu ferritin serum. Bila sarana terbatas, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :

- anemia tanpa perdarahan - tanpa organomegali

- gambaran darah tepi : mikrositik, hipokrom, anisoitosis, sel target - respon terhadap pemberian terapi besi


(25)

Penatalaksanaan

Makanan yang adekuat. Sulfas ferosus 3 x 10mg/kgBB/hari. Hasil pengobatan dapat terlihat dari kenaikan hitung retikulosit dan kenaikan kadar Hb 1-2 g%/minggu. Disamping itu dapat pula diberikan preparat besi parenteral. Obat ini lebih mahal harganya dan penyuntikannya harus intramuscular dalam atau ada pula yang dapat diberikan secara intravena, preparat besi parenteral hanya diberikan bila pemberian peroral tidak berhasil (IDAI, 2012).

Transfusi darah hanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 5g% dan disertai dengan keadaan umum yang tidak baik, misalnya gagal jantung, bronkopneumonia dan sebagainya. Umumnya jarang diberikan transfusi darah karena perjalanan penyakitnya menahun (IDAI, 2012)


(26)

BAB 3 ANALISA KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang yang dilakukan pada An. SN usia 10 bulan yang datang bersama orang tuanya ke poliklinik anak RSU AWS Samarinda pada 13 Maret 2015 dengan keluhan utama demam. Diagnosis masuk dan diagnosis kerja pasien ini adalah sepsis. Diagnosa diruangan adalah ISPA + Sepsis + Anemia Defisiensi Besi. Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan hasil dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

TEORI KASUS

ANAMNESIS

 biasanya didapatkan hasil anamnesis bahwa pasien demam, dan akral yang dingin. Sebenarnya gejala sepsis sulit ditemukan pada anamnesis, harus ditunjang dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lebih lanjut

 pasien datang dengan keluhan demam sejak 1 minggu SMRS.

 2 hari sebelumnya batuk berdahak

 Riw. Muntah (-), kejang (-), BAB dan BAK masih dalam batas normal

PEMERIKSAAN FISIK

 Adanya tanda awal sepsis yang dapat berupa menggigil, hiperventilasi, takikardia, vasodilatasi yang disusul dengan hipotensi. Gelisah dan agitasi biasanya merupakan tanda awal dari syok septik.

 Pada pasien ISPA (bukan pneumonia) ditandai dengan adanya batuk, rhinitis, faringitis,

oPada saat dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien, tidak didapatkan adanya kelainan pada fisik.

 Frekuensi nadi : 120 x/menit, isi cukup, regular, kuat angkat

 Frekuensi napas : 28 x/ menit


(27)

tonsillitis

 gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh keluarga. Bila kadar HB <5 g/dL ditemukan gejala iritabel dan anoreksia. Pucat ditemukan bila kadar Hb< 7 g/dL.

Dapat ditemukan koilonikia, glotitis, stomatitis angularis, takikardia, gagal jantung, protein-losing enteropathy

 Temperatur : 36.8o

C per axial

PEMERIKSAAN PENUNJANG obiakan darah berulang untuk mencari

kemungkinan bakterimia, biakan dari fokus infeksi, tes kepekaan kuman, jumlah leukosit dengan apus darah tepi, kadar hemoglobin, jumlah trombosit, urinalisis dan foto toraks. Pada keadaan sindrom sepsis dan syok septik diperlukan pemeriksaan tambahan pengukuran kadar asam laktat, analisis gas darah, kadar elektrolit darah, tes fungsi hati dan EKG.

 darah lengkap yang terdiri dari : hemoglobin rendah; MCV, MCH, MCHC rendah. Red cell distribution width (RDW) yang lebar dan MCV yang rendah merupakan salah satu skrining defisiensi besi

o Hb : 9,4

o Leu : 34.600

o Hct : 29,6 %

o PLT : 660000

Hasil apusan darah tepi :

Eritrosit : hipokrom

mikrositik, polikromasi, anisositosis Leukosit : kesan jumlah

meningkat,

neutrofilia, shift to left, toksik granulasi (+), sel blast (-)

Trombosit : kesan jumlah meningkat


(28)

- nilai RDW tinggi >14,5 pada defisiensi besi, bila rdw normal (<13%) pada talasemia trait

- ratio MCV/RBC (Mentzer index)> 13 dan bila RDW index (MCV/RBC x RDW) 220, merupakan tanda anemia defisiensi besi, sedangkan jika kurang dari 220 merupakan tanda talasemia trait

oapusan darah tepi : mikrositik, hipokrom, anisositosis, dan poikilositosis

DIAGNOSIS

Sepsis Anamnesis Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang : Lab ISPA

Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang Anemia defisiensi besi Anamnesis

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

 Demam naik-turun sejak 1 minggu

 Batuk

 Hasil lab yang menunjukkan adanya leukositosis (peningkatan jumlah leukosit)

 Penurunan hemoglobin disertai hasil apusan darah tepi yang mengarah kediagnosis anemia defisiensi besi

PENATALAKSANAAN

Sepsis

1. Pengendalian infeksi

Ampisilin (200 mg/kgBB/hari/i.v dalam 4 dosis) dikombinasikan dengan aminoglikosida (garamisin 5-7

- IVFD D5 1/4 NS 800 cc/24 jam - Inj. amoxicilin 3 x 130 mg iv - Inj. Gentamisin 1 x 40 mg iv - Paracetamol 3 x 5 cth

- Ambroxol 3,5 mg 3 x 1 pulv - Ctm 0,75 mg


(29)

mg/kgBB/hari/i.v atau amikasin 15-20 mg/kgbb/hari/i.v atau netilmisin 5-6 mg/kgbb/hari/i.v dalam 2 dosis)

2. Mempertahankan fungsi respirasi secara efisien, antara lain dengan pemberian oksigen dan mengusahakan agar jalan nafas tetap terbuka

3. Kortikosteroid

 Kortikosteroid

bermanfaat bila diberikan pada stadium dini sepsis, tetapi kortikosteroid harus diberikan bila ditemukan pendarahan glandula adrenal.

 Kortikosteroid yang diberikan dapat berupa metal prednisolon 30 mg/kgbb/dosis/iv atau deksametason 3 mg/kg bb/dosis/iv

ISPA

tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan dirumah. Untuk batuk dapat diberikan kodein, dekstrometorfan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.


(30)

Anemia defisiensi besi

Makanan yang adekuat. Sulfas ferosus 3 x 10mg/kgBB/hari. Hasil pengobatan dapat terlihat dari kenaikan hitung retikulosit dan kenaikan kadar Hb 1-2 g %/minggu. Disamping itu dapat pula diberikan preparat besi parenteral. Obat ini lebih mahal harganya dan penyuntikannya harus intramuscular dalam atau ada pula yang dapat diberikan secara intravena, preparat besi parenteral hanya diberikan bila pemberian peroral tidak berhasil.


(31)

DAFTAR PUSTAKA

Hassan, R., & Alatas, H. (1985). Buku Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Behrman, R., kliegman, R., & Arvin, A. (1999). Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.2. Jakarta: EGC.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta Rasmaliah. (2004). Infeksi Saluran pernafasan Akut (ISPA) dan

Penanggulangannya. Universitas Sumatera Utara.

Soedarmo, S. S., Garna, H., hadinegoro, S. R., & Satari, H. I. (2010). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI.


(1)

BAB 3 ANALISA KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang yang dilakukan pada An. SN usia 10 bulan yang datang bersama orang tuanya ke poliklinik anak RSU AWS Samarinda pada 13 Maret 2015 dengan keluhan utama demam. Diagnosis masuk dan diagnosis kerja pasien ini adalah sepsis. Diagnosa diruangan adalah ISPA + Sepsis + Anemia Defisiensi Besi. Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan hasil dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

TEORI KASUS

ANAMNESIS  biasanya didapatkan hasil

anamnesis bahwa pasien demam, dan akral yang dingin. Sebenarnya gejala sepsis sulit ditemukan pada anamnesis, harus ditunjang dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lebih lanjut

 pasien datang dengan keluhan demam sejak 1 minggu SMRS.  2 hari sebelumnya batuk berdahak  Riw. Muntah (-), kejang (-), BAB

dan BAK masih dalam batas normal

PEMERIKSAAN FISIK  Adanya tanda awal sepsis yang

dapat berupa menggigil, hiperventilasi, takikardia, vasodilatasi yang disusul dengan hipotensi. Gelisah dan agitasi biasanya merupakan tanda awal dari syok septik.

 Pada pasien ISPA (bukan pneumonia) ditandai dengan adanya batuk, rhinitis, faringitis,

oPada saat dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien, tidak didapatkan adanya kelainan pada fisik.

 Frekuensi nadi : 120 x/menit, isi cukup, regular, kuat angkat

 Frekuensi napas : 28 x/ menit


(2)

tonsillitis

 gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh keluarga. Bila kadar HB <5 g/dL ditemukan gejala iritabel dan anoreksia. Pucat ditemukan bila kadar Hb< 7 g/dL. Dapat ditemukan koilonikia, glotitis, stomatitis angularis, takikardia, gagal jantung, protein-losing enteropathy

 Temperatur : 36.8o C per axial

PEMERIKSAAN PENUNJANG obiakan darah berulang untuk mencari

kemungkinan bakterimia, biakan dari fokus infeksi, tes kepekaan kuman, jumlah leukosit dengan apus darah tepi, kadar hemoglobin, jumlah trombosit, urinalisis dan foto toraks. Pada keadaan sindrom sepsis dan syok septik diperlukan pemeriksaan tambahan pengukuran kadar asam laktat, analisis gas darah, kadar elektrolit darah, tes fungsi hati dan EKG.

 darah lengkap yang terdiri dari : hemoglobin rendah; MCV, MCH, MCHC rendah. Red cell distribution width (RDW) yang lebar dan MCV yang rendah merupakan salah satu skrining defisiensi besi

o Hb : 9,4 o Leu : 34.600 o Hct : 29,6 % o PLT : 660000

Hasil apusan darah tepi : Eritrosit : hipokrom

mikrositik, polikromasi, anisositosis Leukosit : kesan jumlah

meningkat,

neutrofilia, shift to left, toksik granulasi (+), sel blast (-)

Trombosit : kesan jumlah meningkat


(3)

- nilai RDW tinggi >14,5 pada defisiensi besi, bila rdw normal (<13%) pada talasemia trait

- ratio MCV/RBC (Mentzer index)> 13 dan bila RDW index (MCV/RBC x RDW) 220, merupakan tanda anemia defisiensi besi, sedangkan jika kurang dari 220 merupakan tanda talasemia trait

oapusan darah tepi : mikrositik, hipokrom, anisositosis, dan poikilositosis

DIAGNOSIS Sepsis

Anamnesis Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang : Lab ISPA

Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang Anemia defisiensi besi Anamnesis

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

 Demam naik-turun sejak 1 minggu

 Batuk

 Hasil lab yang menunjukkan adanya leukositosis (peningkatan jumlah leukosit)  Penurunan hemoglobin disertai

hasil apusan darah tepi yang mengarah kediagnosis anemia defisiensi besi

PENATALAKSANAAN Sepsis

1. Pengendalian infeksi

Ampisilin (200

mg/kgBB/hari/i.v dalam 4 dosis) dikombinasikan dengan aminoglikosida (garamisin 5-7

- IVFD D5 1/4 NS 800 cc/24 jam

- Inj. amoxicilin 3 x 130 mg iv - Inj. Gentamisin 1 x 40 mg iv - Paracetamol 3 x 5 cth

- Ambroxol 3,5 mg 3 x 1 pulv

- Ctm 0,75 mg


(4)

mg/kgBB/hari/i.v atau amikasin 15-20 mg/kgbb/hari/i.v atau netilmisin 5-6 mg/kgbb/hari/i.v dalam 2 dosis)

2. Mempertahankan fungsi respirasi secara efisien, antara lain dengan pemberian oksigen dan mengusahakan agar jalan nafas tetap terbuka

3. Kortikosteroid

 Kortikosteroid

bermanfaat bila diberikan pada stadium dini sepsis, tetapi kortikosteroid harus diberikan bila ditemukan pendarahan glandula adrenal.

 Kortikosteroid yang diberikan dapat berupa metal prednisolon 30 mg/kgbb/dosis/iv atau deksametason 3 mg/kg bb/dosis/iv

ISPA

tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan dirumah. Untuk batuk dapat diberikan kodein, dekstrometorfan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.


(5)

Anemia defisiensi besi

Makanan yang adekuat. Sulfas ferosus 3 x 10mg/kgBB/hari. Hasil pengobatan dapat terlihat dari kenaikan hitung retikulosit dan kenaikan kadar Hb 1-2 g %/minggu. Disamping itu dapat pula diberikan preparat besi parenteral. Obat ini lebih mahal harganya dan penyuntikannya harus intramuscular dalam atau ada pula yang dapat diberikan secara intravena, preparat besi parenteral hanya diberikan bila pemberian peroral tidak berhasil.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Hassan, R., & Alatas, H. (1985). Buku Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Behrman, R., kliegman, R., & Arvin, A. (1999). Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.2. Jakarta: EGC.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta Rasmaliah. (2004). Infeksi Saluran pernafasan Akut (ISPA) dan

Penanggulangannya. Universitas Sumatera Utara.

Soedarmo, S. S., Garna, H., hadinegoro, S. R., & Satari, H. I. (2010). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI.