PENGHAPUSAN SISTEM SIBAYAK PADA STUKTUR PEMERINTAHAN MASYARAKAT KARO 1946 -1947.

(1)

PENGHAPUSAN SISTEM SIBAYAK

PADA STUKTUR PEMERINTAHAN

MASYARAKAT KARO

1946 -1947

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

JEFFRY PRANATA BARUS 3123121025

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

JEFFRY PRANATA BARUS, NIM: 3123121025 PENGHAPUSA SISTEM SIBAYAK PADA STRUKTRUR PEMERINTAHAN MASYARAKAT KARO 1946-1947. SKRIPSI, PROGRAM STUDY PENDIDIKAN SEJARAH, UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimna perjalanan pemerintahan Sibayak hingga di hapusnya sistem pemerintahan Sibayak di Tanah Karo berganti menjadi sistem Demokrasi pada masa setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945 dan juga untuk mengeatui bagaimana struk pemerintahan Karo setealah tidak menggunakan sistem Sibayak lagi.Metode yang digunakan dalam penelitan ini adalah Kualitatif, dimana hasil wawancara (interview Research) dengan narasumber yaitu beberapa masyarakat Lingga yang mengetahui tentang sistem pemerintahan Sibayak di Tanah Karo sesudah kemerdekaan Indonesia tahun 1945 dikumpulkan dan dideskripsikan, kemudian ditambah dengan Study Pustaka (Library Reaserch) dengan menambahkan kutipan dari sumber-sumber buku yang berkaitan dengan Sibayak di Tanah Karo. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil bahwa sitem pemerintahan Sibayak sudah ada sebelum datangnya bangsa Belanda, namun guna menyederhanakan sistem pemerintahan di tanah Koloni mereka, maka Belanda mengangkat empat Sibayak guna memimpin Tanah Karo dengan luas kekuasaan yang berbeda pula. Menghilangnya sistem Sibayak di Tanah Karo tidak sepenuhnya dihapuskan oleh pemerintah, walaupu ada kaitannya perubahan sistem kekuasaan ini dengan revolusi sosial di Sumatra Timur. Bergantinya sistem Sibayak menjadi sistem demokrasi di Tanah Karo lebih pada dikarenakan raja yang memerintah tidak kembali ke desa tempat ia menjadi seorang Sibayak dikarenakan ditahan dan di asingkan sehingga secara otomatis sistem pemerintahan yang bersifat demokrasi dipilih masyarakat Karo sebagai sistem pemerintahan yang baru. Begitu. Selain itu juga dikarenakan adanya Sibayak yang tidak terkena dampak dari revolusi sosial yaitu Sibayak Suka.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis sampaikan dan panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karunianya serta segala berkat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan. Skripsi ini berjudul “ Perkembangan Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan 1906-2015”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis baik moril, waktu maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih setulusnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd, selaku Rektor Universitas Negeri Medan (UNIMED) .

2. Ibu Dra. Nurmala Berutu, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

3. Bapak Drs.Yushar Tanjung, M.Si, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah

4. Bapak Syahrul Nizar Saragih, S.Hum, M.A, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Sejarah.

5. Bapak Pristi Suhendro, S.Hum, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi Penulis yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, rencana penelitian serta pengertian sejak awal sampai selesainya penulisan skripsi ini.

6. Ibu Ika Purnama Sari, S.Pd, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik (PA) dan selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan dan masukan serta saran-saran terhadap skripsi penulis agar lebih baik lagi. 7. Bapak Drs. Yushar Tanjung,M.Si, selaku Ketua jurusan sekaligus dosen

pemberi saran dan penguji yang telah memberikan masukan dan saran terhadap skripsi penulis.


(7)

8. Bapak Dr. Hidayat,M.Si, M.Pd, selaku dosen pemberi saran dan penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis agar skripsi ini lebih baik lagi.

9. Bapak dan Ibu Staf Pengajar di Jurusan Pendidikan Sejarah, yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berlimpah bagi penulis selama belajar di Jurusan Pendidikan Sejarah Unimed.

10. Teristimewa penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua: Bapak Y.G Barus dan Ibu S. Br Sembiring. Terimakasih untuk Ibuku yang selama ini memberikan dukungan dengan tulus, membimbing dan memenuhi semua kebutuhan selama menempuh perkuliahan serta selalu mendoakan dan memberi semangat.terimaksih juga kepada kedua adik saya Yani Constantia br Barus dan Meysia Br barus yang selalu mendoakan saya.

11. Bapak Persadaan Karo-karo, Tersek Ginting dan Pamon Sinulingga yang telah memberikan saya waktu dan informasi akan kajian penelitian saya sehingga penulisan skripsi ini bisa diselesaikan dengan benar.

12. Bapak dan Ibu masyarakat Lingga yang telah memberikan banyak Informasi kepada penulis sehingga penulis mendapatkan data-data yang diperlukan selama melakukan penelitian di Desa Lingga.

13. Teman-teman terbaikku Reguler B 2012 yang selalu memberikan kesan dan pesan luar biasa. Tuhan sangat baik karena sudah menempatkanku diantara kalian, canda tawa, tangis, perdebatan, perselisihan, kerjasama dan pengalaman, yang sudah kita jalani bersama akan menjadi hal yang selalu kurindukan.

14. Seluruh Teman-Teman di IMKA RUDANG MAYANG UNIMED yang tak bisa saya sebutkan satu-persatu terkhusus komisariat IMKA FIS, saya ucakpan banyak terimakasih atas masuka-masukan teman-teman semua terkusus saat penentuan judul skripsi saya.

15. Temanku Kiki br Yolanda Kaban, Fitri br Barus dan Eva br Ginting yang telah membantu saya dalam proses pengetikan skripsi.


(8)

16. Teman-teman saya di kos 87B, Rio Barus, Rio Sembiring, Odi Bangun, Iqbal Siregar dan Dede Bangun yang selalu memberi saya dukungan, hiburan saat proses pengerjaan skripsi ini.

17. Dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah membantu dan memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini.

Penulis sangat menyadari masih sangat banyak kekurangan dari segi isi maupun dari tata bahasa dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan skripsi ini. Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya Pendidikan Jurusan Sejarah Unimed.

Medan, September 2016 Penulis

Jeffry Pranata Barus NIM. 3123121025


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 4

1.3 Batasan Masalah... 4

1.4 Rumusan Masalah ... 4

1.5 Tujuan Penelitian ... 4

1.6 Manfaat Penelitian... ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6

2.1 Kajian Pustaka... 6

2.2 Kerangka Konseptual... ... 9

2.2.1 Konsep Sibayak ... 9

2.2.2 Sibayak Pada Masa Penjajahan Jepang ... 11

2.2.3 Sibayak Pada Masa Awal Kemerdekaan 1945 ... 13

2.2.4 Konsep Masyarakat... ... 14

2.2.5 Konsep Sejarah Suku Karo... ... 15

2.2.6 Konsep Sistem Pemerinthan Suku Karo... ... 18

2.3. Kerangka Berpikir... 21

2.4. Hipotesis... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22

3.1 Metode Penelitian... 22

3.2 Lokasi Penelitian... 22


(10)

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 23

3.5 Teknik Analisis Data... 23

BAB IV Pembahasan. ... 27

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 27

4.1.1 Keadaan Geografis Kabupaten Karo ... 27

4.1.2 Keadaan Sosial .. ... 27

4.1.3 Pemerintahan .. ... 30

4.1.4 Bentuk Dan Susunan Pemerintahan Daerah ... 33

4.1.5 Lokasi dan Keadaan Geografis Kecamatan Simpang Empar... 36

4.1.6 Sekilas Tentang Desa Lingga ... 40

4.2 Hasil Penelitian ... 42

4.2.1 Latar Belakang munculnya Sibayak Lingga Di Tanah Karo ... 42

4.2.1.1 Munculnya Sistem Pemerintahan Sibayak Di Tanah Karo... 46

4.2.2 Latar Belakang Dihapusnya Sistem Sibayak Pada Struktur Pemerintahan Masyarakat Karo ... 50

4.3 Dampak Dari Menghilangnya Sistem Sibayak Pada Struktur Pemerintahan Masyarakat Karo ... 54

BAB V Kesimpulan Dan Saran ... 59

5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 60 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Nama Para Bupati Karo... 34 Tabel 2 Luas Wilayah Desa/Kelurahan di Kecamatan

Simpang Empat 2015... 36 Tabel 3 Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan di

Kecamatan Simpang Empat,2014... 38 Tabel 4 Tinggi Wilayah Di Atas Permukaan Laut(DPL)

Menurut Desa/Kelurahan, PODES 2014... 39 Tabel 5 Jarak dari Ibukota Kecamatan ke Kantor Kepala


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pada tahun 1862, sejak bangsa Belanda yang bernama Neunheys di ijinkan Sultan Mahmud membuka perkebunan tembakau disekitar Titi Papan dekat Labuhan, suku bangsa Karo merasa terancam oleh expansi kolonial Belanda dan sejak mulai tahun 1872, secara terang-terangan melakukan expansi ke seluruh dataran tinggi Karo secara terus- menerus sampai tahun 1907.

Begitu juga setelah gugurnya Panglima Nabung Surbakti tahun 1907 dan hancurnya Pasukan Panglima Kiras Bangun bersama seluruh pasukan-pasukan Silimin Sibayak Baturaden yang bermarga Sinulingga, barulah Pemerintah Belanda merasa Aman di daerah Karo. Sewaktu Belanda datang, masyarakat suku karo masih merupakan masyarakat yang murni tradisional. Susunan prekonomian dan kebudayaan masih bersifat agraris. Kondisi tanah yang subur menyebabkan masyarakatnya bersifat berswasembada. Hanya beberapa jenis kebutuhan yang dimasukkan dari daerah luar seperti Garam, sedangkan kebutuhan lainnya diproduksi hanya untuk kebutuhan sendiri.

Begitupun dalam hal perdagangan, hampir tidak dikenal. Walaupun ada, hanya dalam bentuk barter saja. Jenis dan jumlah kebutuhan yang tidak pernah bertambah, inilah yang menyebabkan masyarakat menjadi statis. Anggota masyarakat menerima keadaan yang statis ini sebagai suatau hal yang wajar. Perubahan ke arah yang lebih baik, maupun kemungkinan ke arah itu tidak pernah terpikirkan.


(13)

2

Setelah mengalami kontak dengan Belanda, pandangan masyarakat Karo lebih terbuka. Kedatangan Belanda sendiri membawa serta perubahan sosial yang bersifat fundamental, terutama dalam bidang pemerintahan dengan digesernya kekuasaan dari tangan masyarakat Suku Karo ke tangan pemerintahan Belanda. Perubahan lainnya yang diadakan Belanda hanyalah dalam rangka penegakan kekuasaaan pemerintah Kolonial di seluruh dataran tinggi karo. Namun dalam perubahan tersebut, terselip pula benih-benih perubahan yang pada waktunya kelak akan berkembang menjadi perubahan yang membawa manfaat kepada masyarakat Karo seperti dibukanya Jalan- jalan seperti jalan Kabanjahe- Medan.

Jauh sesudah pemerintah Kolonial Belanda menjalankan kekuasaan di Tanah Karo, yaitu mulai 1911, barulah pemerintah Belanda menjalanakan penetapan batas-batas Administrasi Pemerintahaan sejalan dengan dengan siasat Politik Divide ed Impera yaitu dengan memecah belah masyarakat suku Karo.

Dalam menjalankan siasatnya tersebut, maka di Tanah Karo dibentuk sistem Sibayak. Diamana yang diberi gelar Sibayak inilah yang menjadi kepala ataupun pemimpin di daerahnya. Sisitem ini lebih dikenal dengan Raja Berempat dimana ada empat Sibayak yaitu Sibayak Lingga yang kedudukannya di kampung Lingga, Sibayak Suka yang kedudukannya di kampung Suka, Sibayak Barus Jahe kedudukannya di kampung Barus Jahe, Sibayak Sarinembah berkedudukan di kampung Sarinembah. Masing- masing Sibayak ini juga memiliki luas kekuasaan yang berbeda pula.

Susunan pemerintahan di Tanah Karo pada masa penjajahan Belanda disebut Onder Afdeling Tanah Karo yang diperintah oleh seorang konteler yang


(14)

3

dibantu oleh seorang Aspiran Konteler dari pegawai Gurbenmen yang membawahkan Raja Berempat atupun lebih dikenal dengan Sibayak. Para Sibayak ini, membawahi beberapa Raja Urung dan Raja Urung mengepalai suatu daerah Urung. Di bawah raja Urung terdapat Pengulu-pengulu Kesain di tiap-tiap kampung, dan dari pengulu kampung inilah baru sampai ke pemeintahan paling kecil yaitu masyarakat suku Karo

Dari uraian diatas terlihat bahwa Belanda memecah masyarakat suku Karo dengan politik Devide ed Impera. Pemerintah Kolonial Belanda mempunyai konsep bahwa suku Bangsa Karo itu harus dipecah-pecah supaya keutuhan pola kebudayaan Panca Marga atau Marga Silima itu dapat di obrak-abrik sampai hancur dan diperbaharui dengan pola kebudayaan baru yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa penjajah.

Tata susila Karo yang mencerminkan kepribadin yaang jujur dan anti segala bentuk penjajahan, yang menurut pemerintah Belanda harus direvisi dengan segala cara dan siasat supaya masyarakat Karo setidak-tidaknya jinak terhadap penjajahan Belanda. Itulah siasat politik kolonial Belanda pada jaman tempo dulu guna memecah-belah masyarakat Karo.

Dari semua hal tersebut, maka penulis merasa tertarik akan membahas mengenai bagaimana sebenarnya sistem Sibayak di Tanah Karo pada masa Kolonial Belanda dan mengapa sistem ini hilang setelah kemerdekaan 1945. Oleh karena itu, maka peneliti mengangkat judul penelitian PENGHAPUSAN

SISITEM SIBAYAK PADA STRUKTUR PEMERINTAHAN


(15)

4

1.2. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah, maka dapat di identifikasi masalah, yaitu:

1. Latar belakang munculnya sistem Sibayak. 2. Penyebab penghapusan sistem Sibayak.

3. Dampak dari dihapusnya sistem Sibayak pada sistem pemerintahan masyarakat Karo

1.3. Batasan Masalah

Dikarenakan luasnya masalah yang harus dibahas, yaitu maka peneliti membatasi masalah kepada “ Penghapusan Sistem Sibayak Pada Struktur Pemerintahan Masyarakat Suku Karo 1946-1947”.

1.4. Rumusan masalah

1. Apakah latar belakang dari munculnya Sistem Sibayak di Tanah Karo?

2. Apa dampak dari dihapusnya sistem Sibayak pada masyarakat Karo ?

1.5. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya sistem Sibayak di Tanah Karo

2. Untuk mengetahui dampak dari penghapusan sistem Sibayak pada sistem pemerintahan di Tanah Karo.


(16)

5

1.6. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis, sebagai penambah sumber bacaan akan sejarah Suku Karo.Bagi lembaga Pendidikan,

2. sebagai suatu pengetahuan akan Sejarah Suku Karo dan sebagai sumber bacaan.


(17)

59

BAB V

KESMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka diperoleh Kesimpulan sebagai Berikut :

1. Pada waktu kedatangan bangsa Belanda ke tanah Karo, dataran tinggi Karo mencakup sejumlah Urung yang terdiri dari sejumlah Kuta induk (antara 10 dan 20), masing-masing terikat dengan sejumlah Kuta kecil dibawahnya (dusun). Kuta-kuta ini merupakan pencaran dari kuta asal. Selain urung, di dataran tinggi Karo mencakup delapan kuta mandiri dimana kebanyakan dari kuta ini juga terbagi dalam Kesain. Masing-masing kesain memiliki namanya sendiri, “Pemimpin“ sendiri (pengulu Kesain) dan wilayahnya sendiri. Pemimpin-pemimpin yang menjalankan kekuasaan secara umum disebut raja, yang sifatnya turun temurun yang diberi gelar Sibayak

2. Setelah bangsa Belanda berhasil menguasai dataran Tinggi Karo, maka pihak Kolonial Belanda membentuk oderofdeeling Karolanden dimana Tanah Karo ditetapkan sebagai Afdeling (Kabupaten Karo).

3. Untuk menyederhanakan pemerintahan di dataran tinggi Karo maka pemerintah Belanda Mengurangi jumlah Urung dengan bertumpu pada raja berempat atupun lebih kenal dengan Sibayak. Dengan diangkatnya Sibayak ini maka praktis pemerintahan di Tanah Karo berlaku Sistem Sibayak. Diama para Sibayak diberi kekuasaan politik yang luas di


(18)

60

sejumlah urung. Sistem tersebut bertujuan untuk memperkuat kesatuan pemerintahan dan pengadilan di dataran tinggi Karo.

4. Sistem Sibayak tidak dihapuskan melainkan berganti menjadi demokrasi. Terkhusus di kerajaan Lingga, setelah pulang dari pengungsiam pada tahun 1947 raja mereka Pa Kelelong (sibayak Lingga pada masa itu) tidak kembali ke Desa Lingga. Sehingga dapat dikatakan pemerintahan Sibayak tidak dihapuskan melainkan menghilang setelah dikenalnya sistem demokrasi di Tanah Karo.

5. Setelah berakhirnya sistem Sibayak maka sistem Demokrasi diterima dengan baik guna menjalankan pemerintahan di Tanah Karo dilihat dari cara dilakukannnya pemilu guna menentukan pemimpin yang baru sesudah Sibayak.

6. Selain berubahnya Sibayak sebagai pemimpin tertinggi di Tanah Karo beralih ketangan seorang Bupati, hal ini juga berlaku pada status posisi urung yang digantikan menjadi luhak dan setelah keputusan sidang Komite Nasional Indonesia Tanah Karo pada 1 Mei 1946 posisi luhak digantikan oleh Camat.

5.2 Saran

1. Sekiranya masyarakat Karo dapat lebih mengenal sejarah sistem pemerintahan yang pernah ada di Tanah Karo. Hal ini sangat perlu dikarenakan sejarah merupakan satu identitas penting dalam kehidupan masyarakat dan berbudaya.


(19)

61

2. Bagi peneliti yang hendak mengupas lebih lanjut sejarah perjalanan Sistem pemerintahan Sibayak di Tanah Karo, sekiranya dapat dilengkapi karena peneliti merasa masih banyak ruang kosong dari penelitian ini.

3. Sekiranya generasi muda Karo bisa mengkaji lebih dalam lagi mengenai ke-empat Sibayak yang pernah ada di Tanah Karo guna melengkapi pengetahuan kita akan Sibayak di Tanah Karo.

4. Bagi masyarakat Lingga, kiranya dapat mengabadikan bagaimana perjalanan kerajaan Sibayak Lingga dikarenakan dalam proses penelitian hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahui bagaimana sejarah Sibayak Lingga.


(20)

DAFRTAR PUSTAKA

Bangun, Teridah. 1986. Manusia Batak Karo. Jakarta: Inti Idayu Pers.

Bangun, Teridah. 2005. Karo dalam Perobahan Sosial. Jakarta: Yayasan Lau Simalem.

Bps.2015.Kecamatan Simpang Empat Dalam Angka 2015.Berastagi: BPS

Ginting,Biak.2002. Sejarah Perjuangan Suku Karo Dan Dari Perang Medan

Area. Medan: Ravi Bina

Ginting, Sada Kata.2014. Ranan adat. Kabanjahe: Yayasan Merga Silima. Koentjaranigrat. 2011. Pengantar antropologi I. Jakarta: Rineka Cipta. Perret,Daniel.2010.Kolonialisme Dan Etnisitas.Jakarta: Gramedia Putro, Brahma.1979. Karo dari zaman Ke Zaman. Medan: Ulih Saber. Reid, Anthony.1987.Perjuangan Rakyat. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Sinar,Luckman.2006.Bangun Dan Runtuhnya Kerajaan Melayu Di Sumatra

Timur.Medan: Yayasan Kesultanan Serdang.

Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Tarigan,Sarjani.Lentera Kehidupan Orang Karo Dalam BerbudayaMedan

Tarigan,Sarjani.2011. Kepercayaan Orang Karo.Medan: Balai Adat Budaya Karo Indonesia.

Tarigan,Sarjani.2014.Sekilas Sejarah Pemerintahan Tanah karo. Medan: Balai Adat Budaya Karo Indonesia.

Tarigan, Sarjani. 2014.Pengadilan Keradjaan Pemerintah Tanah Tinggi Karo

Doeloe.Medan: Balai Adat Karo Indonesia.


(1)

1.2. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah, maka dapat di identifikasi masalah, yaitu:

1. Latar belakang munculnya sistem Sibayak. 2. Penyebab penghapusan sistem Sibayak.

3. Dampak dari dihapusnya sistem Sibayak pada sistem pemerintahan masyarakat Karo

1.3. Batasan Masalah

Dikarenakan luasnya masalah yang harus dibahas, yaitu maka peneliti membatasi masalah kepada “ Penghapusan Sistem Sibayak Pada Struktur Pemerintahan Masyarakat Suku Karo 1946-1947”.

1.4. Rumusan masalah

1. Apakah latar belakang dari munculnya Sistem Sibayak di Tanah Karo?

2. Apa dampak dari dihapusnya sistem Sibayak pada masyarakat Karo ?

1.5. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya sistem Sibayak di Tanah Karo

2. Untuk mengetahui dampak dari penghapusan sistem Sibayak pada sistem pemerintahan di Tanah Karo.


(2)

1.6. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis, sebagai penambah sumber bacaan akan sejarah Suku Karo.Bagi lembaga Pendidikan,

2. sebagai suatu pengetahuan akan Sejarah Suku Karo dan sebagai sumber bacaan.


(3)

BAB V

KESMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka diperoleh Kesimpulan sebagai Berikut :

1. Pada waktu kedatangan bangsa Belanda ke tanah Karo, dataran tinggi Karo mencakup sejumlah Urung yang terdiri dari sejumlah Kuta induk (antara 10 dan 20), masing-masing terikat dengan sejumlah Kuta kecil dibawahnya (dusun). Kuta-kuta ini merupakan pencaran dari kuta asal. Selain urung, di dataran tinggi Karo mencakup delapan kuta mandiri dimana kebanyakan dari kuta ini juga terbagi dalam Kesain. Masing-masing kesain memiliki namanya sendiri, “Pemimpin“ sendiri (pengulu Kesain) dan wilayahnya sendiri. Pemimpin-pemimpin yang menjalankan kekuasaan secara umum disebut raja, yang sifatnya turun temurun yang diberi gelar Sibayak

2. Setelah bangsa Belanda berhasil menguasai dataran Tinggi Karo, maka pihak Kolonial Belanda membentuk oderofdeeling Karolanden dimana Tanah Karo ditetapkan sebagai Afdeling (Kabupaten Karo).

3. Untuk menyederhanakan pemerintahan di dataran tinggi Karo maka pemerintah Belanda Mengurangi jumlah Urung dengan bertumpu pada raja berempat atupun lebih kenal dengan Sibayak. Dengan diangkatnya Sibayak ini maka praktis pemerintahan di Tanah Karo berlaku Sistem Sibayak. Diama para Sibayak diberi kekuasaan politik yang luas di


(4)

sejumlah urung. Sistem tersebut bertujuan untuk memperkuat kesatuan pemerintahan dan pengadilan di dataran tinggi Karo.

4. Sistem Sibayak tidak dihapuskan melainkan berganti menjadi demokrasi. Terkhusus di kerajaan Lingga, setelah pulang dari pengungsiam pada tahun 1947 raja mereka Pa Kelelong (sibayak Lingga pada masa itu) tidak kembali ke Desa Lingga. Sehingga dapat dikatakan pemerintahan Sibayak tidak dihapuskan melainkan menghilang setelah dikenalnya sistem demokrasi di Tanah Karo.

5. Setelah berakhirnya sistem Sibayak maka sistem Demokrasi diterima dengan baik guna menjalankan pemerintahan di Tanah Karo dilihat dari cara dilakukannnya pemilu guna menentukan pemimpin yang baru sesudah Sibayak.

6. Selain berubahnya Sibayak sebagai pemimpin tertinggi di Tanah Karo beralih ketangan seorang Bupati, hal ini juga berlaku pada status posisi urung yang digantikan menjadi luhak dan setelah keputusan sidang Komite Nasional Indonesia Tanah Karo pada 1 Mei 1946 posisi luhak digantikan oleh Camat.

5.2 Saran

1. Sekiranya masyarakat Karo dapat lebih mengenal sejarah sistem pemerintahan yang pernah ada di Tanah Karo. Hal ini sangat perlu dikarenakan sejarah merupakan satu identitas penting dalam kehidupan masyarakat dan berbudaya.


(5)

2. Bagi peneliti yang hendak mengupas lebih lanjut sejarah perjalanan Sistem pemerintahan Sibayak di Tanah Karo, sekiranya dapat dilengkapi karena peneliti merasa masih banyak ruang kosong dari penelitian ini.

3. Sekiranya generasi muda Karo bisa mengkaji lebih dalam lagi mengenai ke-empat Sibayak yang pernah ada di Tanah Karo guna melengkapi pengetahuan kita akan Sibayak di Tanah Karo.

4. Bagi masyarakat Lingga, kiranya dapat mengabadikan bagaimana perjalanan kerajaan Sibayak Lingga dikarenakan dalam proses penelitian hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahui bagaimana sejarah Sibayak Lingga.


(6)

Bangun, Teridah. 2005. Karo dalam Perobahan Sosial. Jakarta: Yayasan Lau Simalem.

Bps.2015.Kecamatan Simpang Empat Dalam Angka 2015.Berastagi: BPS

Ginting,Biak.2002. Sejarah Perjuangan Suku Karo Dan Dari Perang Medan Area. Medan: Ravi Bina

Ginting, Sada Kata.2014. Ranan adat. Kabanjahe: Yayasan Merga Silima. Koentjaranigrat. 2011. Pengantar antropologi I. Jakarta: Rineka Cipta. Perret,Daniel.2010.Kolonialisme Dan Etnisitas.Jakarta: Gramedia Putro, Brahma.1979. Karo dari zaman Ke Zaman. Medan: Ulih Saber. Reid, Anthony.1987.Perjuangan Rakyat. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Sinar,Luckman.2006.Bangun Dan Runtuhnya Kerajaan Melayu Di Sumatra Timur.Medan: Yayasan Kesultanan Serdang.

Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Tarigan,Sarjani.Lentera Kehidupan Orang Karo Dalam BerbudayaMedan

Tarigan,Sarjani.2011. Kepercayaan Orang Karo.Medan: Balai Adat Budaya Karo Indonesia.

Tarigan,Sarjani.2014.Sekilas Sejarah Pemerintahan Tanah karo. Medan: Balai Adat Budaya Karo Indonesia.

Tarigan, Sarjani. 2014.Pengadilan Keradjaan Pemerintah Tanah Tinggi Karo Doeloe.Medan: Balai Adat Karo Indonesia.