IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BEBAN KERJA PENGAWAS SMA DI KABUPATEN PADANG LAWAS (STUDI TENTANG KEBIJAKAN PERMENPAN RB NO.21 TAHUN 2010 PASAL 6 TENTANG BEBAN KERJA PENGAWAS).

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BEBAN KERJA PENGAWAS

SMA DI KABUPATEN PADANG LAWAS

TESIS

Oleh:

IRMA LESTARI LUBIS NIM. 8146132043

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Administrasi Pendidikan Kepengawasan

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

KONSENTRASI KEPENGAWASAN

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

i ABSTRAK

IRMA LESTARI LUBIS. Implementasi Kebijakan Beban Kerja Pengawas SMA

di Kabupaten Padang Lawas (Studi tentang Kebijakan Permenpan RB No.21 tahun 2010 pasal 6 tentang beban kerja pengawas). Tesis, Program Studi Administrasi Pendidikan Konsentrasi Kepengawasan Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas, melalui: (1) mendeskripsikan proses komunikasi dalam implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas; (2) mendeskripsikan kesiapan sumber daya dalam implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA; (3) mendeskripsikan proses disposisi dalam implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA; dan (4) mendeskripsikan faktor struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pendidikan Kabupaten Padang Lawas mulai Desember 2015 s.d mei 2016. Subjek penelitian ditentukan dengan teknik purposive

sampling dengan informan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Padang Lawas,

Kabid dikmenjur Dinas Pendidikan Kabupaten Padang Lawas, Koordinator Pengawas Satuan Pendidikan Dinas Pendidikan Kabupaten Padang Lawas, dan Pengawas Satuan Pendidikan Dinas Pendidikan Kabupaten Padang Lawas. Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara, studi dokumentasi, dan observasi. Teknik Analisis data menggunakan analisis kualitatif yang mengacu kepeada teori Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) faktor komunikasi pada implementasi kebijakan beban kerja dilaksanakan melalui surat edaran Dinas Pendidikan daerah Kabupaten Padang Lawas kepada pengawas dan rapat koordinasi; (2) kesiapan sumber daya dalam proses implementasi kebijakan masih perlu ditingkatkan serta ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki dalam implementasi kebijakan juga perlu menjadi perhatian pemerintah daerah ; (3) pada proses disposisi, semua pihak yang terlibat pada implementasi kebijakan beban kerja pengawas memiliki komitmen dan mendukung implementasi kebijakan beban kerja pengawas; dan (4) pada faktor struktur birokrasi, SOP yang digunakan pengawas satuan pendidikan Dinas Pendidikan daerah Kabupaten Padang Lawas hanya mengacu kepada Permenpan RB No.21 Tahun 2010 pasal 6 dan Buku Kerja Pengawas. Implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas belum terlaksana sepenuhnya seperti yang diharapkan.


(6)

ii ABSTRACT

IRMA LESTARI LUBIS. Policy Implementation of Workload of Senior High

School supervisors of Padang Lawas Regency (A Study on The Policy of the Regulation of Ministry of State Aparratur Empowerment No. 21 Year 2010

Article 6 about The Workload of School’s Supervisor). A Thesis, Educational

Administration Study Program, Graduate Program of State University of Medan, 2016.

This study aims to determine policy implementation of senior high school

supervisor’s workload in the Regency of Padang Lawas, through (1) describing

the process of communication in policy implementation of senior high school

supervisor’s workload in the Regency of Padang Lawas; (2) describing the

readiness of resources in policy implementation of senior high school supervisor’s

workload in the Regency of Padang Lawas; ( 3 ) describing the disposition process in policy implementation of senior high school supervisor’s workload in the Regency of Padang Lawas; and ( 4 ) describing the bureaucratic structure

factor in policy implementation of senior high school supervisor’s workload in the

Regency of Padang Lawas. The type of the research is a descriptive method with a qualitative approach. This research was conducted in the District Education Office of Padang Lawas Regency from December 2015 till May 2016. The research subjects were determined by using purposive sampling with informants are: Head of Padang Lawas District Education Office (Kadis), Head of secondary and vocational education (Kabid Dikmenjur) of District Education Office of Padang Lawas, Coordinator of Educational Unit Supervisor (Korwas) of Padang Lawas District Education Office, and Education Unit School Supervisors of Padang Lawas District Education Office. The Techniques of collecting data used in this research are: interviews , documentary studies , and observations. The techniques in analyzing data used in this research is based on Miles and Huberman’s theory.The results showed that (1) the communication factor on the policy implementation of senior high school supervisor’s workload is run by the offical letter sent by the District Education office of Padang Lawas to the school supervisors and through coordination meetings; (2) the readiness of the resources in the process of policy implementation still needs to be improved as well as the availability of facilities and infrastructure in the policy implementation also need to be noted by the local government; (3) In the process of disposition, all parties involved in the the policy implementation of senor high school supervisors workload have the commitment and support the policy implementation; and ( 4 ) on the factor of the bureaucracy structure, the SOP used by educational unit supervisors of the Disctrict Educatiion Office Padang Lawas regency refers only to The Policy of the Regulation of Ministry of State Aparratur Empowerment No.

21 Year 2010 Article 6 about The Workload of School’s Supervisor (Permenpan RB No. 21 Tahun 2010) and the Supervisors’ Workbook.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Masalah ... 14

C. Rumusan Masalah ... 15

D. Tujuan Penelitian ... 16

E. Manfaat Penelitian ... 16

F. Batasan Istilah... ... 17

BAB II KAJIAN TEORI ... 19

A. Konsep Implementasi Kebijakan ... 19

1. Kebijakan Publik ... 19

2. ImplementasiKebijakanPublik ... 23

3. Model Implementasi Kebijakan Publik ... 26

B. Konsep Pengawas Sekolah ... 34

1. Pengertian Pengawas Sekolah ... 34

2. Tugas Pokok Pengawas Sekolah ... 35

3. Tanggung Jawab Pengawas Sekolah ... 38

4. Wewenang Pengawas Sekolah ... 39

5. Komposisi Pengawas Sekolah Menengah ... 41

C. Beban Kerja Pengawas ... 44

D. Implementasi Beban Kerja Pengawas ... 50

E. Penelitian yang Relevan ... 58

F. KerangkaBerpikir ... 62

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 64

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 64

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 66

C. Subjek Penelitian ... 67

D. Sumber Data... 69

E. Teknik Pengumpulan Data ... 69

F. Instrumen Penelitian ... 72

G. Teknik Analisis Data... 72


(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 80

A. Deskripsi Lokasi dan Subjek Penelitian ... 80

B. Hasil Penelitian ... 88

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 109

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI... .. 117

A. Simpulan ... 117

B. Implikasi ... 119

C. Rekomendasi ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 124


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1. Data Jumlah Peserta UKG Tahun 2015 Sumut... .. 8 Tabel 2.1. Tabel Contoh Pengaturan Distribusi Beban Kerja ... 44 Tabel 2.2. Tabel Tabel Contoh Pengaturan Distribusi Beban

Kerja dengan enam sekolah binaan ... 46 Tabel 3.1. Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian ... 67 Tabel 4.1. Data Pegawai Dinas Pendidikan Daerah Kabupaten

Padang Lawas Menurut Jabatan dan Kualifikasi... 84 Tabel 4.2. Rekapitulasi Pengawas Dikmen menurut Status Kepegawaian

dan Kualifikasi di Padang Lawas TP 2015/2016... 86 Tabel 4.3. Rekapitulasi Guru SMA di Kabupaten Padang Lawas... 87 Tabel 4.4 Rekap total pendidikan di wilayah Kabupaten Padang Lawas.. 88 Tabel 4.5. Jumlah aparatur dan Tingkat Pendidikan Bidang Dikmenjur


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Sekuensi Implementasi Kebijakan ... 25

Gambar 2.2. Diagram Implementasi Kebijakan Grindle ... 26

Gambar 2.3. Model Implementasi George C. Edward III ... 29

Gambar 2.4. Model Daniel Mazmanian & Paul A.Sabatier... 31

Gambar 2.5. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn ... 33

Gambar 2.6. Komposisi Pengawas di Sekolah dan Sekolah Binaannya 43 Gambar 2.7. Diagram Kerangka Pikir Beban Kerja Pengawas ... 63


(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun dia berada. Manusia yang berpendidikan tinggi akan mampu mengatasi segala masalah yang datang dalam kehidupannya melalui ilmu yang diperoleh lewat pendidikan. Pendidikan sangat menentukan sejahtera atau tidaknya seseorang, karena semakin tinggi pendidikan yang didapatkan, maka semakin maju pikiran seseorang untuk merubah hidupnya menuju kearah yang lebih baik.

Menelaah peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.63 tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, dimana tujuan akhir penjaminan mutu pendidikan adalah tingginya kecerdasan kehidupan manusia dan bangsa. Dengan kata lain dapat dikatakan tingginya kecerdasan kehidupan manusia dan bangsa Indonesia akan terwujud dari pendidikan yang berkualitas.

Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas sangat terkait erat dengan keberhasilan peningkatan kompetensi dan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) tanpa mengesampingkan faktor-faktor lainnya seperti sarana dan prasarana serta pembiayaan. Pengawas sekolah merupakan salah satu pendidik dan tenaga kependidikan yang posisinya memegang peran


(12)

2

yang signifikan dan strategis dalam meningkatkan profesionalisme guru dan mutu pendidikan di sekolah.

Pengawas Sekolah memiliki peranan yang strategis dalam percepatan proses peningkatan mutu dan relevansi kinerja sekolah menjadi sekolah yang efektif. Hal ini didasarkan bahwa Pengawas Sekolah merupakan supervisor yang memiliki peranan sebagai umpan balik dalam proses perbaikan dan peningkatan mutu secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran di sekolah.

Nana Sudjana (2012:5) mengemukakan bahwa Pengawas sekolah merupakan tenaga kependidikan profesional yang berfungsi sebagai unsur pelaksana supervisi pendidikan yang mencakup supervisi akademik dan supervisi manajerial. Supervisi akademik terkait dengan tugas pembinaan guru dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Supervisi manajerial terkait dengan tugas pembinaan kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya dalam aspek pengelolaan dan administrasi sekolah.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 21 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, tugas pokok Pengawas Sekolah adalah melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang meliputi penyusunan program pengawasan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan pelaksanaan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan, penilaian, pembimbingan dan pelatihan professional Guru, evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan, dan pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus.


(13)

3

Berdasarkan tugas pokok pengawas satuan pendidikan, maka ruang lingkup kegiatan dalam program pengawasan, meliputi (a) penilaian kinerja yang dilakukan terhadap Kepala Sekolah, Pendidik dan Tenaga Kependidikan. (b) pembinaan yang akan dilakukan terhadap organisasi sekolah dalam persiapan menghadapi akreditasi sekolah, Kepala sekolah dalam pengelolaan dan administrasi sekolah, Guru dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses pembelajaran/bimbingan berdasarkan kurikulum yang berlaku, Tenaga kependidikan lain, Penerapan berbagai inovasi pendidikan/pembelajaran, Pengawas pada jenjang di bawahnya dalam bentuk bimbingan untuk melaksanakan tugas pokok kepengawasan. (c) pemantauan yang akan dilakukan terhadap pengelolaan dan administrasi sekolah, pelaksanaan delapan standar nasional pendidikan, pelaksanaan ujian sekolah dan ujian nasional, serta pelaksanaan penerimaan siswa baru dan (d) Pengembangan program dalam penerapan SNP dan sistem penjaminan mutu dalam mengembangkan perbaikan mutu berkelanjutan.

Saat ini pengawas yang andal sangat dibutuhkan karena banyaknya sekolah yang stagnan karena kurangnya pengawas yang profesional dan dapat berpatner dengan para guru. Bahkan kehadiran pengawas sekolah seolah-olah sebagai momok bagi para guru. Apabila kondisi kepengawasan yang ada saat ini tidak dilakukan perubahan maka kemajuan pendidikan disekolah tidak akan tercapai. (Fatturrohman, 2015:5)

Eksistensi pengawas sekolah dinaungi oleh sejumlah dasar hukum. Jika ditilik sejumlah peraturan dan perundang-undangan yang ada, yang terkait dengan


(14)

4

pendidikan, ternyata secara hukum pengawas sekolah tidak diragukan lagi keberadaannya. Dengan demikian, tidak ada alasan apapun dan oleh siapapun yang mengecilkan eksistensi pengawas sekolah. Begitu pentingnya peran pengawas sekolah dalam memajukan mutu pendidikan nasional hingga tak terasa tuntutan dan tanggungjawab yang harus dipikul pengawas sekolah juga menjadi besar pula. Pelaksanaan tugas diatas harus dikerjakan pengawas sekolah sehingga termasuk dan harus menjadi bagian tak terpisahkan dari beban kerjanya.

Beban kerja pengawas sekolah merupakan bagian dari jam kerja sebagai pegawai yang secara keseluruhan. Dalam permenpan RB No.21 tahun 2010 pasal 6 disebutkan bahwa jam kerja pengawas paling sedikit 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam (@60 menit) dalam 1 (satu) minggu melaksanakan kegiatan pembinaan, pemantauan, penilaian, dan pembimbingan di sekolah binaan. Beban kerja pengawas sekolah untuk mencapai 37.5 jam per minggu dapat dipenuhi melalui kegiatan tatap muka dan non tatap muka.

Dalam buku kerja pengawas sekolah (Tim, 2011:11) dijelaskan bahwa kegiatan Tatap Muka dan Non Tatap Muka untuk pengawas diantaranya meliputi : (1) Menyusun program Pengawasaan, (2) Melaksanakan pembinaan guru, (3) Memantau pemenuhan SNP, (4) Melaksanakan penilaian kinerja guru, (5) Melaksanakan evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan pada sekolah binaan, (6) Menyusun program pembimbingan dan pelatihan profesional guru, (7) Melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru , (8) Mengevaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan profesional guru. Sasaran pengawasan sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah


(15)

5

Kejuruan paling sedikit 7 (tujuh) satuan pendidikan dan / atau 40 (empat puluh) guru mata pelajaran/kelompok mata pelajaran.

Posisi dan peran strategis (Permenpan No 21 Tahun 2010) sebagai pejabat fungsional yang dimiliki oleh pengawas sekolah ternyata tidak sepenuhnya dipahami secara benar oleh sebagian pengawas sekolahnya sendiri maupun oleh sebagian pemangku kepentingan pendidikan lainnya. Pada saat pengawas sekolah tidak memahami posisi dan peran strategisnya secara benar maka dimungkinkan ada beberapa masalah yang ditimbulkan, diantaranya adalah (1) ternyata institusi pengawas sekolah semakin bermasalah setelah terjadinya desentralisasi penanganan pendidikan; (2) institusi ini sering dijadikan sebagai tempat pembuangan, tempat parkir, dan tempat menimbun sejumlah aparatur yang tidak terpakai lagi (kasarnya: pejabat rongsokan). (3) pengawas sekolah belum difungsikan secara optimal oleh manajemen pendidikan di kabupaten dan kota. (4) tidak tercantumnya anggaran untuk pengawas sekolah dalam anggaran belanja daerah (kabupaten/kota). (5) frekuensi kehadiran pengawas dirasakan sangat kurang; (6) fungsi kehadiran pengawas sehingga cenderung hanya menemui kepala sekolah dan tidak mendampingi atau memfasilitasi pendidik/tenaga kependidikan; (7) guru merasakan ketidakadaannya pengawas terhadap kesulitan guru dalam melaksanakan tugas pokoknya sehingga peserta didik kurang mendapatkan pelayanan belajar yang baik dari gurunya. (Nana Sudjana, 2012:1-3) Lebih lanjut lagi Nana Sudjana (2012 :2-3) menjelaskan apabila pemangku kepentingan tidak memahami posisi dan peran strategis pengawas sekolah (sebagai pejabat fungsional yang dihitung angka kreditnya) secara benar, maka


(16)

6

ada beberapa masalah yang ditimbulkan, diantaranya adalah (1) pembinaan kurang mendapat tanggapan positif dari pendidik dan tenaga kependidikan; (2) kehadiran pengawas sekolah hanya merepotkan atau mencari-cari kesalahan guru; (3) jabatan pengawas sekolah masih dijadikan peralihan jabatan struktural sebelumnya sehingga jabatan ini hanyalah untuk penunda masa pensiun. Keadaan ini tidak sejalan dengan Permen PAN dan RB No. 21 thn 2010 Bab IX Pasal 31; (4) pemerintah tidak begitu memperhatikan laporan tentang keadaan pembelajaran dan pengelolaan sekolah sehingga pengawas merasa belum diposisikan dengan sebenarnya dan; (5) masih ada anggapan bahwa tanpa pengawas juga bisa sukses. Dari hasil penelitian Uus Ruswenda (2011) disimpulkan bahwa para pengawas SMK di Kabupaten Kuningan dinilai jarang melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah binaannya. Para guru belum merasakan manfaat yang nyata dalam peningkatan kualitas pembelajaran dari kegiatan supervisi akademik yang dilakukan oleh para pengawas. Masih terdapat guru-guru yang kebingungan dalam membuat perangkat pembelajaran. RPP antara guru yang satu dengan yang lainnya dalam satu sekolah yang sama masih terdapat perbedaan baik format maupun isi, hal ini menunjukkan belum adanya standar dalam pembuatan RPP yang dijadikan acuan bagi para guru. Penentuan standar penyusunan RPP ini merupakan salah satu tanggung jawab dari para pengawas sekolah dalam membina profesionalitas para guru binaannya. Fenomena ini memberikan gambaran bahwa salah satu kegiatan pelaksanaan pembinaan dari pengawas dalam kegiatan supervisi akademik diduga belum efektif.


(17)

7

Kondisi tersebut apabila terus dibiarkan akan mengakibatkan penurunan kualitas profesional guru, penurunan prestasi belajar para siswa dan muaranya kepada rendahnya kualitas pendidikan. Guru merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan pendidikan tanpa mengabaikan faktor penunjang lain. Rendahnya profesionalitas guru di Indonesia dapat dilihat dari kelayakan guru mengajar, sebagaimana dilansir dari situs kemdikbud.go.id (4 januari 2016) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil uji kompetensi guru (UKG) 2015 terlihat nilai yang diterima guru masih saja rendah. Rata-rata UKG nasional hanya 53,02 sedangkan pemerintah menargetkan rata-rata nilai diangka 55,00. Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud, Sumarna Surapranata (kemdikbud.go.id) mengatakan, jika dirinci lagi untuk hasil UKG dalam kompetensi bidang pedagogik saja, rata-rata nasionalnya hanya 48,94, yakni berada di bawah standar kompetensi minimal (SKM), yaitu 55. Pedagogik berarti cara mengajarnya yang kurang baik dan harus diperhatikan.

Sebanyak tujuh provinsi mendapat nilai terbaik dalam penyelenggaraan uji kompetensi guru (UKG) tahun 2015. Nilai yang diraih tersebut merupakan nilai yang mencapai standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55. Tujuh provinsi tersebut adalah DI Yogyakarta (62,58), Jawa Tengah (59,10), DKI Jakarta (58,44), Jawa Timur (56,73), Bali (56,13), Bangka Belitung (55,13), dan Jawa Barat (55,06). Selain tujuh provinsi di atas yang mendapatkan nilai sesuai standar kompetensi minimum (SKM), ada tiga provinsi yang mendapatkan nilai di atas rata-rata nasional, yaitu Kepulauan Riau (54,72), Sumatera Barat (54,68), dan Kalimantan Selatan (53,15). Hanya sepuluh


(18)

8

provinsi saja yang dinyatakan memperoleh nilai diatas rata-rata nasional, duapuluh empat provinsi lagi dinyatakan belum mendapatkan nilai diatas rata-rata nasional termasuk Provinsi Sumatera Utara yang rata-rata kelulusannya 48,98.

Untuk wilayah Sumatera Utara UKG guru SMA diikuti sebanyak 17.584 orang guru, khususnya Kabupaten Padang Lawas diikuti sebanyak 210 orang guru SMA PNS dan Non PNS. Berikut adalah data jumlah peserta UKG guru SMA tahun 2015 Provinsi Sumatera Utara.

Tabel 1.1 . DATA JUMLAH PESERTA UKG GURU SMA TAHUN 2015 PROVINSI SUMATERA UTARA

No Kabupaten /Kota Jumlah Peserta UKG (guru SMA)

1 Kab. Asahan 688

2 Kab. Batu Bara 350

3 Kab. Dairi 443

4 Kab. Deli Serdang 1502

5 Kab. Humbang Hasundutan 399

6 Kab. Karo 629

7 Kab. Labuhan Batu 558

8 Kab. Labuhanbatu selatan 270

9 Kab. Labuhanbatu Utara 360

10 Kab. Langkat 856

11 Kab. Mandailing Natal 574

12 Kab. Nias 120

13 Kab. Nias Barat 189

14 Kab. Nias Selatan 438

15 Kab. Nias Utara 135

16 Kab. Padang Lawas 210

17 Kab. Padang Lawas Utara 226

18 Kab. Pakpak Bharat 121

19 Kab. Samosir 288

20 Kab. Serdang Bedagai 594

21 Kab. Simalungun 898

22 Kab. Tapanuli Selatan 284


(19)

9

24 Kab. Tapanuli Utara 588

25 Kab. Toba Samosir 393

26 Kota Binjai 645

27 Kota Gunung Sitoli 204

28 Kota Medan 3058

29 Kota Padang Sidempuan 502

30 Kota Pematang Siantar 812

31 Kota Sibolga 217

32 Kota Tanjung Balai 266

33 Kota Tebing Tinggi 334

TOTAL 17584

Sumber : Dinas Pendidikan Kab.Padang Lawas tahun 2016

Dari data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan daerah Kabupaten Padang Lawas didapat bahwa persentase kelulusan UKG guru SMA hanya 41,90 % atau hanya 88 orang guru yang lulus dari 210 orang guru yang mengikuti UKG, hal ini masih jauh dari yang diharapkan.

Berdasarkan gambaran kondisi guru tersebut di atas, menunjukkan bahwa profesionalisme guru di Indonesia masih relatif rendah. Sikap guru seperti ini terjadi karena guru tidak pernah menambah pengetahuan baru, sehingga kualitas profesionalnya tidak pernah ditingkatkan. Lebih rinci Sagala (2010:172) menyatakan bahwa faktor yang menjadi penyebab rendahnya profesional guru yaitu, bantuan supervisi oleh pengawas sekolah yang tidak memadai. Akibatnya guru tidak dapat mencari bantuan dari pihak lain yang lebih ahli untuk meningkatkan profesionalnya, sehingga alternatif lainnya adalah guru dituntut untuk mengembangkan profesionalnya secara mandiri. Seringkali upaya secara mandiri inipun mendapat hambatan karena keterbatasan sarana prasarana, waktu, dan kesempatan.


(20)

10

Berbagai faktor penghambat peningkatan profesionalitas guru tersebut mengindikasikan bahwa guru perlu dibantu dalam meningkatkan kualitas profesionalnya agar dapat memberikan layanan belajar yang prima bagi peserta didik. Bantuan tersebut antara lain dapat dilakukan melalui upaya supervisi akademik pengawas sekolah yang dilakukan sungguh-sungguh, sistematis dan berkesinambungan. Idealnya pengawas sekolah sebagai supervisor akademik harus menjadi idola para guru, karena keberadaan pengawas sekolah di tengah-tengah mereka menjadi inspirator untuk mengatasi berbagai masalah yang berkaitan dengan tugas mengajar. Namun menurut Arikunto, Suyanto & Raharja (2006:6) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengembangan Kapasitas Kepengawasan Pendidikan di Wilayah Kota Yogyakarta” menyebutkan dari hasil analisis diketahui bahwa fungsi supervisi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Beban tugas pengawas belum diatur dengan baik, belum ada pembedaan jumlah sekolah yang dibina didasarkan atas jarak lokasi sekolah yang dibina. Lokasi sekolah yang tidak teratur dengan jarak tempuh yang menyulitkan pengawas, belum menjadi bahan pertimbangan dalam penugasan pengawas. Dari hasil wawancara dengan pengawas, kepala sekolah dan guru serta pencermatan terhadap laporan yang dibuat oleh pengawas diketahui bahwa sasaran kegiatan pengawasan masih campur antara aspek akademik dan administratif, dengan sedikit cenderung mengutamakan administratif. Supervisi akademik yang dilakukan oleh pengawas hanyalah kunjungan kelas, yang tidak disadari bahwa ketika mengunjungi kelas tersebut mereka sedang menyaksikan guru yang sedang


(21)

11

akting. Dengan objek amatan tersebut, berarti pengawas tidak dapat melihat kelemahan yang sebenarnya ada pada diri guru.

Dari permasalah-permasalahan tersebut di atas, aturan beban kerja pengawas yang sudah diatur oleh pemerintah dalam Permenpan no 21 tahun 2010 pasal 6 tidak sepenuhnya dilaksanakan. Hal ini dapat dirasakan atau diketahui dari beberapa gejala yang terjadi di lapangan. Diantaranya pengawas menganggap beban kerja 37,5 jam per minggu terlalu berat jika dibandingkan dengan tugas pokok kepengawasan yang diampunya, kemudian dengan adanya kewenangan pengawas dalam menetukan sendiri jam kerja nya maka tidak sedikit dari pengawas yang lalai untuk melaksanakan tugas pokok kepengawasannya.

Kondisi pengawas di Kabupaten Padang Lawas saat ini tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang telah diuraiakan. Berdasarkan studi pendahuluan dan wawancara dengan beberapa orang guru SMA Negeri 1 Barumun dan guru SMA Negeri 1 Barumun Selatan pada hari Selasa tanggal 24 November 2015 ditemukan gambaran bahwa pelaksanaan supervisi baik supervisi akademik maupun supervisi manajerial oleh pengawas masih kurang maksimal, pengawas sekolah kurang melakukan pembinaan dalam menerapkan standar proses sehingga kemampuan guru dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program pembelajaran kurang optimal dalam arti kebijakan beban kerja pengawas belum dipedomani atau menjadi acuan dan dilaksanakan oleh pengawas SMA. Bahkan ada guru yang sama sekali tidak mengenal siapa pengawas sekolah yang ditugaskan membina sekolahnya. Kondisi ini dipertegas dengan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Barumun pada tanggal 27


(22)

12

November 2015 dan Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Ulu Barumun pada tanggal 1 Desember 2015 terungkap bahwa frekuensi kehadiran pengawas sekolah dalam supervisi sangat minim, terkadang hanya satu kali dalam satu semester, fungsi kehadiran pengawas cenderung hanya menemui kepala sekolah dan tidak mendampingi atau memfasilitasi pendidik/tenaga kependidikan. Pelaksanaan supervisi manajerial tidak sepenuhnya dilaksanakan, serta keikutsertaan pengawas dalam penilaian kinerja guru sama sekali tidak terlaksana.

Hasil temuan tersebut bersifat sementara (fenomena), namun telah memunculkan dugaan bahwa masih terdapat kesenjangan yang mencolok antara apa yang tertuang dalam peraturan mengenai beban kerja pengawas sebanyak 37,5 jam perminggu dengan realita di lapangan. Fenomena kesenjangan ini merupakan permasalahan mendasar yang masih perlu diperhatikan, dikaji dan dicari jalan pemecahannnya.

Upaya untuk mengkaji dan mencari jalan pemecahan terhadap fenomena tersebut telah mendorong perlunya penelitian dengan judul “Implementasi Kebijakan Beban Kerja Pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas”. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang penerapan kebijakan serta pelaksanaan beban kerja kepengawasan oleh pengawas sekolah di Kabupaten Padang Lawas.

Disisi lain, ada beberapa faktor yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah dalam hal implementasi suatu kebijakan, khususnya kebijakan beban kerja pengawas. Faktor-faktor tersebut seperti komunikasi, ketersediaan sumber daya, sikap dan komitmen pelaksana (disposisi), serta prosedur kebijakan dan


(23)

13

koordinasi antar pihak yang terlibat. Keempat faktor ini merupakan komponen utama didalam keberhasilan implementasi beban kerja pengawas di Indonesia, khususnya di Kabupaten Padang Lawas Provinsi Sumatera Utara. Dari keempat faktor ini kita dapat menilai apakah implementasi beban kerja pengawas berjalan sesuai dengan arah kebijakan atau tidak.

Komunikasi merupakan salah satu variabel penting yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik, komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan beban kerja pengawas (Mulyadi, 2015:28). Penyaluran komunikasi dalam implementasi kebijakan akan dapat menghasilkan suatu pelaksanaan yang baik apabila penyampaian informasi tersebut dilakukan sesuai dengan yang telah direncanakan. Keberhasilan kebijakan dapat dilihat dari adanya penyampaian informasi yang tepat dan jelas sesuai dengan sasaran. Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi yaitu adanya salah pengertian (miskomunikasi) yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi, sehingga apa yang diharapkan terdirtorsi di tengah jalan.

Kebijakan juga harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas implementor yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran sumber daya finansial adalah kecukupan modal investasi atas sebuah program/kebijakan (Mulyadi, 2015:68). Keduanya harus diperhatikan dalam implementasi kebijakan. Sebab tanpa kehandalan


(24)

14

implementor kebijakan menjadi kurang energik dan berjalan lambat, sedangkan sumber daya finansial menjamin keberlangsungan kebijakan. Tanpa ada dukungan finansial yang memadai, program tak dapat berjalan dengan efektif dan cepat dalam mencapai tujuan dan sasaran.

Sikap dan komitmen pelaksana merupakan salah satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal. Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak terhadap implementasi kebijakan karena konflik kepentingan maka implementasi kebijakan akan menghadapi kendala yang serius.

Selanjutnya struktur birokrasi merupakan faktor yang fundamental untuk mengkaji implementasi kebijakan publik. Implementasi kebijakan menuntut adanya kerjasama banyak pihak. Ketika strukur birokrasi tidak kondusif terhadap implementasi suatu kebijakan, maka hal ini akan menyebabkan ketidakefektifan dan menghambat jalanya pelaksanaan kebijakan.

B. Fokus Masalah

Dalam fokus masalah ini, aspek yang kiranya perlu dilihat dari fenomena yang tergambar dilatar belakang adalah bagaimana keterlaksanaan tugas kepengawasan oleh pengawas sekolah dengan kata lain pemenuhan beban kerja kepengawasan. Terkait permasalahan implementasi kebijakan dalam kaitannya


(25)

15

dengan penelitian ini, fokus kajian dibatasi pada pendapat dari teori Edward III yang merupakan model kebijakan yang sesuai dengan permasalahan implementasi kebijakan pengawasan ini. Adapun implementasi kebijakan oleh Erward III terdiri dari empat fenomena yaitu komunikasi, sumber daya, struktur organisasi, dan disposisi. Dengan mempertimbangkan fenomena tersebut dan tuntutan kebijakan Permenpan RB No.21 tahun 2010 tentang jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya, khususnya pasal 6 tentang beban kerja pengawas sekolah yang mana beban kerja pengawas sekolah merupakan bagian dari jam kerja sebagai pegawai yang secara keseluruhan paling sedikit 37,5 jam/minggu yang pelaksanaannya mencakup kegiatan pembinaan, pemantauan, penilaian, dan pembimbingan disekolah binaan, maka penelitian ini memfokuskan kajiannya pada implementasi beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus masalah tersebut, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana proses komunikasi dalam implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas?

2. Bagaimana kesiapan sumber daya dalam implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas?

3. Bagaimana disposisi implementor dalam implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas?


(26)

16

4. Bagaimana struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas?

D. Tujuan

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:

1. Untuk mengetahui proses komunikasi dalam implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas.

2. Untuk mengetahui kesiapan sumber daya dalam implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas.

3. Untuk mengetahui disposisi implementor dalam implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas.

4. Untuk mengetahui struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas.

E. Manfaat

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang memerlukannya. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoritis dan praktis dalam dunia pendidikan, seperti :

1. manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian lebih lanjut dalam implementasi kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepengawasan pendidikan, sehingga pada akhirnya dapat memberi sumbangan pemikiran baru untuk penelitian lanjutan serta dapat digunakan


(27)

17

sebagai bahan perbandingan dalam penelitian sejenis. Hasil penelitian juga dapat memberikan informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan terhadap implementasi kebijakan pendidikan khususnya kebijakan beban kerja pengawas.

2. Secara praktis,

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak, terutama:

a. Sebagai bahan masukan bagi Kepala Dinas dan pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kebijakan yang berkenaan dengan kepengawasan. b. Sebagai bahan masukan bagi koordinator pengawas sekolah dalam

memberikan arahan dan bimbingan kepada pengawas dalam rangka pemenuhan beban kerja pengawas.

c. Sebagai masukan bagi pengawas sekolah untuk memperbaiki kinerjanya dalam memenuhi beban kerja sebagaimana tercantum dalam Permenpan RB No.21 tahun 2010.

F. Batasan Istilah

Batasan istilah dalam penelitian ini antara lain berkaitan dengan istilah sebagai berikut:

1. Kebijakan adalah segala hal yang diputuskan oleh pembuat kebijakan untuk dikerjakan maupun tidak dikerjakan baik yang berbentuk perundang-undangan tertulis maupun tidak tertulis.


(28)

18

2. Implementasi adalah tindakan yang dilakukan setelah suatu kebijakan ditetapkan

3. Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat strategis dalam proses kebijakan publik yang tidak akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran ditetapkan terlebih dahulu.

4. Pengawas adalah guru PNS yang diangkat dalam jabatan pengawas sekolah. Pengawasan adalah kegiatan pengawas sekolah dalam menyusun program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, evaluasi hasil pelaksanaan program, dan melaksanakan pembimbingan dan profesional guru.

5. Beban kerja pengawas adalah bagian dari jam kerja sebagai pegawai yang mencakup kegiatan pembinaan, pemantauan, penilaian, dan pembimbingan disekolah binaan.


(29)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. SIMPULAN

Implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : (1) Komunikasi, (2) Sumber Daya, (3) Disposisi, dan (4) Struktur Birokrasi. Keempat faktor ini merupakan tolak ukur keberhasilan implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas. Dari keempat faktor ini kita bisa menilai apakah implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas berjalan sesuai arahan kebijakan ataukah tidak. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan hal-hal berikut:

1. Komunikasi

Implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas dilaksanakan melalui surat edaran dan rapat koordinasi oleh Dinas Pendidikan daerah Kabupaten Padang Lawas dengan pengawas. Dalam hal pengkomunikasian kebijakan beban kerja pengawas SMA maupun kebijakan lain, Dinas Pendidikan daerah Kabupaten Padang Lawas belum melakukan sosialisasi melalui pelatihan maupun workhsop untuk pengawas sekolah. Meskipun masih melalui surat edaran maupun rapat koordinasi, kejelasan informasi tentang kebijakan beban kerja pengawas dapat dipahami secara utuh oleh pelaksana kebijakan. Pengawas SMA paham dalam penyusunan program kerja serta membagi jam kerja sesuai dengan acuan Permenpan RB


(30)

118

No.21 tahun 2010 pasal 6. Selanjutnya untuk faktor konsistensi dalam implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas, Dinas Pendidikan tidak melakukan perubahan aturan yang mengatur jam kerja pengawas sekolah. Tidak membuat peraturan daerah terkait jam kerja pengawas sekolah yang disesuaikan dengan kondisi daerah, masih merunut pada peraturan pusat serta tidak ada kebijakan lain oleh pemerintah daerah yang bertentangan dengan isi Permenpan RB pasal 6 tentang beban kerja pengawas.

2. Sumber Daya

Dalam implementasi kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas pihak dinas pendidikan belum menetapkan beberapa personil menjadi tim pelaksana. Dari segi sumber daya staf dalam pengkomunikasian kebijakan beban kerja pengawas di Kabupaten Padang lawas dapat dikatakan sudah memadai baik dari segi kualifikasi maupun kemampuan IT. Sementara untuk ketersediaan informasi di lingkungan penyampai kebijakan masih kurang memadai. Kebanyakan pengawas masih mencari informasi sendiri, baik dari rekan-rekan sesama pengawas, rekan pengawas dari daerah lain maupun dari internet. Hal lain yang harus ada dalam sumber daya adalah kewenangan, dalam pelaksanaan implementasi beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas, dinas mampu menjalankan wewenang secara efektif. Selanjutnya dari segi sarana dan prasarana masih belum memadai, tetapi sudah direncanakan dan dimasukkan dalam anggaran APBD tahun ini.


(31)

119

3. Disposisi

Disposisi implementor atau kecenderungan pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga dalam implementasi kebijakan yang mempunyai konsekuensi penting bagi keberhasilan implementasi kebijakan. Secara umum sikap pelaksana kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas ini memiliki sikap menerima dan mendukung kebijakan.

4. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi dalam pelaksanaan kebijakan beban kerja pengawas SMA di Kabupaten Padang Lawas sudah cukup baik. SOP yang digunakan mengacu ke Permenpan RB No.21 tahun 2010 dan buku kerja pengawas sekolah karena dalam hal ini tidak ada Peraturan Daerah terkait dengan pengaturan beban kerja pengawas. Pembagian tugas dan tanggung jawab diantara sesama pengawas satuan pendidikan di Dinas Pendidikan Kabupaten Padang Lawas juga berjalan dengan baik. Adanya hubungan hirarki dan pembagian tanggung jawab yang tegas diantara pelaksana kebijakan menyebabkan struktur organisasi menjadi efektif.

B. IMPLIKASI

Penelitian ini telah menunjukkan bahwa pemenuhan beban kerja bagi pengawas seperti yang dipersyratkan dalam Permenpan RB No.21 tahun 2010 pasal 6 sangat mutlak diperlukan bagi terwujudnya kontroling pengawas terhadap kinerja guru dan kepala sekolah dilapangan yang berdampak pada kemajuan mutu


(32)

120

pendidikan. Fungsi pengawasan dan kontrol internal dari atasan langsung yang belum optimal menyebabkan banyak peluang dalam pelaksanaan tugas yang tidak dilakukan sebagaimana mestinya seperti yang telah digariskan oleh kebijakan. Untuk itu perlu perbaikan dalam proses implementasi kebijakan tersebut oleh pihak dinas pendidikan maupun pihak-pihak terkait dengan kebijakan tersebut.

Dinas pendidikan diharapkan bisa lebih tegas dalam menindak pengawas yang tidak melaksanakan beban kerjanya secara maksimal. Selain hal tersebut, beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas dalam implementasi kebijakan beban kerja pengawas antara lain:

1. Perlunya kerjasama antara dinas pendidikan dengan BKD, menjalin komunikasi dan koordinasi dalam hal aturan pemenuhan beban kerja pengawas.

2. Menyediakan sumber daya antara lain dana, personel, peralatan dan pemanfaatan teknologi yang disesuaikan dengan kebutuhan operasional di lapangan dan pemanfaatannya dilakukan dengan efektif dan efisien.

3. Meningkatkan fungsi pengawasan baik yang dilakukan dinas terkait maupun pelaksana kebijakan lainnya sehingga capaian kinerja dan beban kerja pengawas dapat diketahui sedini mungkin untuk dievaluasi.

4. Meningkatkan pembinaan kepada pelaksana implementasi kebijakan beban kerja pengawas, sehingga dapat ditumbuhkan keteguhan sikap yang kuat untuk mengimplementasikan Permenpan RB No.21 tahun 2010 pasal 6 tentang beban kerja pengawas.


(33)

121

5. Menyusun petunjuk pelaksanaan, sistem dan prosedur operasional secara rinci, sehingga memberikan kejelasan kepada aparat yang diberi tugas mengenai apa yang harus dilakukannya.

C. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan berbagai permasalahan yang tentunya perlu dilakukan langkah antisipasi untuk mengatasi setiap permasalahan yang muncul dalam implementasi kebijakan Permenpan RB No.21 tahun 2010 pasal 6 tentang beban kerja pengawas SMA dan sebagai upaya perwujudan pengembangan dan pemberdayaan pengawas di Kabupaten Padang Lawas. Adapun rekomendasi penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dinas Pendidikan Kabupaten Padang Lawas perlu mengadakan sosialisasi kebijakan dalam bentuk pelatihan, bimtek ataupun workshop terhadap pengawas sekolah dalam hal kebijakan apapun yang akan diberlakukan kepada pengawas sebagai pelaksana. Dengan adanya sosialisasi yang seperti ini diharapakan akan menumbuhkan rasa penerimaan, sambutan dan penghargaan pengawas terhadap kebijakan tersebut.

2. Dinas pendidikan Kabupaten Padang Lawas perlu memperhatikan dan melengkapi sarana serta prasarana bagi pengawas dalam menunjang keterlaksanaan beban kerjanya. Dilihat dari kondisi kantor pengawas di kabupaten Padang Lawas masih sangat memprihatinkan bagi kenyamanan pengawas dalam bekerja (dapat dilihat pada lampiran). Kondisi kantor pengawas yang masih menumpang di salah satu gedung sanggar pelatihan itu


(34)

122

hendaknya menjadi perhatian Dinas Pendidikan daerah Kabupaten Padang Lawas sebagai Induk satuan pengawas sekolah. Disamping itu, melihat jarak tempuh pengawas SMA ke lokasi sekolah binaan yang tergolong jauh, sudah selayaknya pengawas mendapatkan fasilitas kendaraan dinas dalam mendukung keterlaksanaan beban kerjanya. Mengingat pengawas sekolah juga adalah pejabat fungsional.

3. Perlu adanya tenaga atau aktor yang bekerja secara khusus dalam menangani pengawas sekolah baik menyangkut pemberdayaan atau peningkatan profesionalismenya. Dinas daerah Kabupaten Padang Lawas membuat bidang atau seksi yang secara ketenagaan menjadi pengelola langsung dalam kegiatan kepengawasan. Bidang atau seksi inilah yang akan terus melakukan monitoring serta evaluasi terhadap kinerja pengawas.

4. Di kabupaten Padang Lawas belum ada pengawas rumpun mata pelajaran, untuk itu dinas pendidikan daerah Kabupaten Padang Lawas perlu segera memenuhi angka kebutuhan pengawas rumpun mata pelajaran demi keterlaksanaan beban kerja yang optimal.

5. Koordinator pengawas sebagai pemimpin perlu terus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengawas sekolah dalam melaksanakan beban kerja sesuai dengan aturan yang terdapat dalam Permenpan RB No.21 tahun 2010. 6. Pengawas sekolah dituntut untuk menyadari pentingnya tanggung jawab

dalam memenuhi beban kerja yaitu melaksanakan tupoksinya sebagai pengawas dalam melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan. Sekaligus berupaya melakukan pembinaan dan


(35)

123

pengembangan kompetensi guru secara berkelanjutan dengan memberikan motivasi dan pelayanan sesuai kebutuhan guru dalam melaksanakan profesinya, sehingga guru binaannya dapat meningkatkan kompetensi yang dimilikinya.


(36)

124

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2010. “Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik”. Jurnal

Medtek, Volume 2, Nomor 1, April 2010.

Amrin. 2013. Kinerja Pengawas Dalam Pelaksanaan Supervisi Akademik di Sekolah Dasar. Tesis tidak diterbitkan. Bengkulu : Pascasarjana

Universitas Bengkulu.

Anas Rupaedi. 2012. Peranan Pengawas Sekolah Dalam Peningkatan Mutu

Pendidikan Di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kabupaten Indramayu. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta : Pascasarjana UI.

Anggara, Sahya. 2014. Kebijakan Publik. Bandung : Cv.Pustaka Setia.

Arikunto, Suyanto & Raharja. 2006. “Pengembangan Kapasitas Kepengawasan

Pendidikan di Wilayah Kota Yogyakarta”. Jurnal Penelitian BAPPEDA

Kota Yogyakarta, Volume 1, Nomor 1, Desember 2006.

Barnawi & Arifin,M. 2014. Meningkatkan kinerja pengawas sekolah. Yogyakarta : Ar-ruzz Media.

Darmadi, Hamid. 2013. Dimensi-dimensi Metode Penelitian Pendidikan dan

Sosial: Konsep Dasar dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.

Fathurrohman & Ruhyani. 2015. Sukses Menjadi Pengawas Sekolah Ideal. Yogyakarta : Ar-ruzz Media.

Khodirin. 2015. Studi Implementasi Kebijakan Fungsionalisasi Pengawas SMA di

Kabupaten Natuna. Tesis tidak diterbitkan. Medan : Pascasarjana

Universitas Negeri Medan.

Mada Sutapa. 2008. “Kebijakan Pendidikan dalam Perspektif Kebijakan Publik”.

Jurnal Manajemen Pendidikan No.02/Th IV/ Oktober/2008.

Moleong, Lexy J. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(37)

125

Mulyadi Deddy. 2015. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik. Bandung : Alfabeta.

Nana Sudjana. 2012. Pengawas dan Kepengawasan. Cikarang Bekasi : Binamitra. Nasution. 1998. Metode Research. Bandung : Jemmars.

Nugroho, Riant. 2008. Public Policy: Teori Kebijakan-Analisis Kebijakan-Proses

Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi, Risk Manajementdalam Kebijakan Publik, Kebijakan sebagai The Fith Estate, MetodeKebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Nurhadi, Akhmad. 2014. “PENGAWAS SEKOLAH: Sebuah Pembacaan Peran

Dalam Nalar Otonomi Pendidikan ”. Jurnal Pelopor Pendidikan. Volume 5, Nomor 1, Januari 2014.

peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.63 tahun 2009, Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, tentang guru. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

PERMENPAN RB no.21 tahun 2010, tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya.

Rohman, Arif. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan.. Yogyakarta:Laksbang Mediatama.

Sagala, S. 2010. Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Sanjaya, Wina. 2014. Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode, dan prosedur. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.


(38)

126

Tilaar, H.A.R. 2008. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Uus Ruswenda. 2011. Berbagai Faktor dalam Supervisi Akademik Pengawas

Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Kuningan. Tesis tidak


(1)

5. Menyusun petunjuk pelaksanaan, sistem dan prosedur operasional secara rinci, sehingga memberikan kejelasan kepada aparat yang diberi tugas mengenai apa yang harus dilakukannya.

C. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan berbagai permasalahan yang tentunya perlu dilakukan langkah antisipasi untuk mengatasi setiap permasalahan yang muncul dalam implementasi kebijakan Permenpan RB No.21 tahun 2010 pasal 6 tentang beban kerja pengawas SMA dan sebagai upaya perwujudan pengembangan dan pemberdayaan pengawas di Kabupaten Padang Lawas. Adapun rekomendasi penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dinas Pendidikan Kabupaten Padang Lawas perlu mengadakan sosialisasi kebijakan dalam bentuk pelatihan, bimtek ataupun workshop terhadap pengawas sekolah dalam hal kebijakan apapun yang akan diberlakukan kepada pengawas sebagai pelaksana. Dengan adanya sosialisasi yang seperti ini diharapakan akan menumbuhkan rasa penerimaan, sambutan dan penghargaan pengawas terhadap kebijakan tersebut.

2. Dinas pendidikan Kabupaten Padang Lawas perlu memperhatikan dan melengkapi sarana serta prasarana bagi pengawas dalam menunjang keterlaksanaan beban kerjanya. Dilihat dari kondisi kantor pengawas di kabupaten Padang Lawas masih sangat memprihatinkan bagi kenyamanan pengawas dalam bekerja (dapat dilihat pada lampiran). Kondisi kantor pengawas yang masih menumpang di salah satu gedung sanggar pelatihan itu


(2)

hendaknya menjadi perhatian Dinas Pendidikan daerah Kabupaten Padang Lawas sebagai Induk satuan pengawas sekolah. Disamping itu, melihat jarak tempuh pengawas SMA ke lokasi sekolah binaan yang tergolong jauh, sudah selayaknya pengawas mendapatkan fasilitas kendaraan dinas dalam mendukung keterlaksanaan beban kerjanya. Mengingat pengawas sekolah juga adalah pejabat fungsional.

3. Perlu adanya tenaga atau aktor yang bekerja secara khusus dalam menangani pengawas sekolah baik menyangkut pemberdayaan atau peningkatan profesionalismenya. Dinas daerah Kabupaten Padang Lawas membuat bidang atau seksi yang secara ketenagaan menjadi pengelola langsung dalam kegiatan kepengawasan. Bidang atau seksi inilah yang akan terus melakukan monitoring serta evaluasi terhadap kinerja pengawas.

4. Di kabupaten Padang Lawas belum ada pengawas rumpun mata pelajaran, untuk itu dinas pendidikan daerah Kabupaten Padang Lawas perlu segera memenuhi angka kebutuhan pengawas rumpun mata pelajaran demi keterlaksanaan beban kerja yang optimal.

5. Koordinator pengawas sebagai pemimpin perlu terus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengawas sekolah dalam melaksanakan beban kerja sesuai dengan aturan yang terdapat dalam Permenpan RB No.21 tahun 2010. 6. Pengawas sekolah dituntut untuk menyadari pentingnya tanggung jawab

dalam memenuhi beban kerja yaitu melaksanakan tupoksinya sebagai pengawas dalam melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan. Sekaligus berupaya melakukan pembinaan dan


(3)

pengembangan kompetensi guru secara berkelanjutan dengan memberikan motivasi dan pelayanan sesuai kebutuhan guru dalam melaksanakan profesinya, sehingga guru binaannya dapat meningkatkan kompetensi yang dimilikinya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2010. “Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik”. Jurnal Medtek, Volume 2, Nomor 1, April 2010.

Amrin. 2013. Kinerja Pengawas Dalam Pelaksanaan Supervisi Akademik di Sekolah Dasar. Tesis tidak diterbitkan. Bengkulu : Pascasarjana Universitas Bengkulu.

Anas Rupaedi. 2012. Peranan Pengawas Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kabupaten Indramayu. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta : Pascasarjana UI.

Anggara, Sahya. 2014. Kebijakan Publik. Bandung : Cv.Pustaka Setia.

Arikunto, Suyanto & Raharja. 2006. “Pengembangan Kapasitas Kepengawasan Pendidikan di Wilayah Kota Yogyakarta”. Jurnal Penelitian BAPPEDA Kota Yogyakarta, Volume 1, Nomor 1, Desember 2006.

Barnawi & Arifin,M. 2014. Meningkatkan kinerja pengawas sekolah. Yogyakarta : Ar-ruzz Media.

Darmadi, Hamid. 2013. Dimensi-dimensi Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial: Konsep Dasar dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.

Fathurrohman & Ruhyani. 2015. Sukses Menjadi Pengawas Sekolah Ideal. Yogyakarta : Ar-ruzz Media.

Khodirin. 2015. Studi Implementasi Kebijakan Fungsionalisasi Pengawas SMA di Kabupaten Natuna. Tesis tidak diterbitkan. Medan : Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Mada Sutapa. 2008. “Kebijakan Pendidikan dalam Perspektif Kebijakan Publik”. Jurnal Manajemen Pendidikan No.02/Th IV/ Oktober/2008.

Moleong, Lexy J. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(5)

Mulyadi Deddy. 2015. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik. Bandung : Alfabeta.

Nana Sudjana. 2012. Pengawas dan Kepengawasan. Cikarang Bekasi : Binamitra. Nasution. 1998. Metode Research. Bandung : Jemmars.

Nugroho, Riant. 2008. Public Policy: Teori Kebijakan-Analisis Kebijakan-Proses Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi, Risk Manajementdalam Kebijakan Publik, Kebijakan sebagai The Fith Estate, MetodeKebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Nurhadi, Akhmad. 2014. “PENGAWAS SEKOLAH: Sebuah Pembacaan Peran Dalam Nalar Otonomi Pendidikan ”. Jurnal Pelopor Pendidikan. Volume 5, Nomor 1, Januari 2014.

peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.63 tahun 2009, Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, tentang guru. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

PERMENPAN RB no.21 tahun 2010, tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya.

Rohman, Arif. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan.. Yogyakarta:Laksbang Mediatama.

Sagala, S. 2010. Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Sanjaya, Wina. 2014. Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode, dan prosedur. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.


(6)

Tilaar, H.A.R. 2008. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Uus Ruswenda. 2011. Berbagai Faktor dalam Supervisi Akademik Pengawas Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Kuningan. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta : Pascasarjana Universitas Indonesia.