Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi untuk Meningkatkan Pertumbuhan Rhizophora apiculata di Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan
i
PEMANFAATAN BERBAGAI JENIS FUNGI UNTUK
MENINGKATKAN PERTUMBUHAN
Rhizophoraapiculata
DI DESA NELAYAN INDAH KECAMATAN MEDAN
LABUHAN
Oleh :
Rachel Nababan 111201073
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
ii
PEMANFAATAN BERBAGAI JENIS FUNGI UNTUK
MENINGKATKAN PERTUMBUHAN
Rhizophoraapiculata
DI DESA NELAYAN INDAH KECAMATAN MEDAN
LABUHAN
SKRIPSI
Oleh :
Rachel Nababan 111201073
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Program Studi Kehutanan Universitas Sumatera Utara
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(3)
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi untuk Meningkatkan Pertumbuhan Rhizophora apiculata di Desa Nelayan
Indah Kecamatan Medan Labuhan Nama : Rachel Nababan
NIM : 111201073 Program studi : Kehutanan
Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Anggota
Mengetahui
Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan
(4)
iv
ABSTRAK
RACHEL NABABAN. Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi Untuk Meningkatkan Pertumbuhan R. apiculata Di Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan.
Di bawah bimbingan akademikoleh YUNASFI dan MOHAMMAD BASYUNI.
Rehabilitasi hutan mangrove merupakan suatu upaya penyelamatan hutan mangrove.Aplikasi fungi sebagai dekomposer diharapkan dapat membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman dalam upaya rehabilitasi.Fungi merupakan contoh dari mikroorganisme yang dapat mereduksi bahan organik.Penelitian ini memberikan informasi tentang jenis fungi yang mampu meningkatkan pertumbuhan semai R. apiculata serta dapat diaplikasikan dalam upaya rehabilitasi hutan mangrove. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan September 2014 – Januari 2015. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan aplikasi berbagai jenis fungi dan masing-masing lima ulangan. Jenis fungi yang diaplikasikan ada tiga yaitu
A. flavus, A. terreus, T. harzianum, dan perlakuan tanpa fungi (kontrol).Semai
R. apiculata yang diberi perlakuan fungi T. harzianum memiliki pertumbuhan yang lebih baik, dengan tinggi rata-rata 17.00 cm, diameter rata-rata 0.69 cm, luas permukaan daun sebesar 743.36 cm2, bobot kering total 29.64 g, apabila dibandingkan dengan kontrol yang memiliki tinggi rata-rata 7.36 cm, diameter rata-rata 0.54 cm, luas permukaan daun 653.31 cm2, dan bobot kering total 27.37 g.
(5)
v
ABSTRACT
RACHEL NABABAN. Utilization the various of fungi to increase the growth of
R. apiculata seedlings in Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan. Under academic supervisionof YUNASFI and MOHAMMAD BASYUNI.
Mangrove rehabilitation is one of effort to save mangrove forest. Utilization of fungi as decomposer support to increase the plantation growth for rehabilitation. Fungi as microorganism may reduct material organic. The research
gives information about the fungi species in which to increase the growth of
R. apiculata seedlings and can be used in rehabilitation of mangrove forest. The study was conducted from September 2014 to January 2015 using a completely randomized design (CRD) with treatment application types of fungi and five replications. There are three types of fungi namely A. flavus, A.terreusT. harzianum, and control. Utilization of T. harzianum treatment gave the best results of R. apiculata seedlings, with an average height of 17.00 cm, diameter of 0.69 cm, leaf area of 743.36 cm2, total dry weight of 29.64 g. Compared to the control with average height of 7.36 cm, 0.54 cm of diameter, leaf area of 653.31cm2, and 27.37 g of total dry weight.
(6)
6
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta, 22 November 1992, merupakan anak pertama dari
empat bersaudara.Anak dari pasangan Oloan Syarihfuddin Urbanus Nababan dan
Yuliana Witarti Sianipar. Penulis lulus dari SD Roma Katholik Cinta Rakyat 7
Pematangsiantar pada tahun 2005, tahun 2008 lulus dari SMP Negeri 1
Pematangsiantar, dan lulus dari SMA Negeri 4 Pematangsiantar pada tahun 2011.
Penulis diterima resmi di Progam Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara pada bulan Juli 2011, dan kemudian pada tahun 2014 memilih
minat Budidaya Hutan.
Penulis merupakan anggota organisasi Praja Muda Karana (Pramuka)
Gugus Depan 047/048 SMP Negeri 1 Pematangsiantar tahun 2005-2008.Tahun
2008-2011 merupakan anggota Palang Merah Remaja (PMR) SMA Negeri 4
Pematangsiantar.Tahun 2011-2014 merupakan anggota organisasi Himpunan
Mahasiswa Sylva (HIMAS) Program Studi Kehutanan.
Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) 22
Agustus-31 Agustus 2013 di hutan pendidikan USU Tahura, Tongkoh, Kabupaten
Karo.Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang di Perum Perhutani Unit III
(7)
7
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan kasih-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.Judul skripsi
ini adalah Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi Untuk Meningkatkan Pertumbuhan
R. apiculata Di Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Yunasfi, M.Si sebagai
Ketua Komisi Pembimbing dan Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D sebagai
Anggota Komisi Pembimbing yang telah bersedia untuk membimbing,
memotivasi dan memberi masukan selama penelitian. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Luthfi Hakim, S. Hut, M.Si selaku Penasihat
Akademik selama kegiatan perkuliahan.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk keluarga besar terkhusus ayah
Oloan Syarihfuddin U Nababan, Yuliana W Sianipar, dan adik-adik Fransiskus
Xaverius MH Nababan, Melchior FP Nababan, Geovannya AD Nababan yang
selalu mendoakan dan mendukung penulis. Kepada Yosi Manalu, Desi Nababan,
Ovin Indriyani, Iren Manalu, Ronatama Manurung, Sarjani Saragih, Poppy
Manalu, Lina Sitompul, Margaretha Pasaribu, serta kepada semua paman, bibi,
sepupu. Penulis juga berterima kasih kepada teman yang turut membantu dalam
kegiatan kuliah dan penelitian Lestari Marbun, Indah Sihombing, M Luthfi
Dharmawan, Ade Khana Saputri, Devita Mala Sari, Darmanto Ambarita,
Monalia Hutauruk, Martin Nababan, Suryanti Siadari, Suryanto Sinaga, Ricardo
(8)
8
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Kerangka Pemikiran ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove dan Manfaatnya ... 5
Zonasi Hutan Mangrove ... 6
Adaptasi Mangrove ... 7
Taksonomi dan Morfologi R. apiculata ... 8
Pengambilan Benih dan Teknik Pembibitan ... 9
Peran Fungi Dalam Meningkatkan Pertumbuhan ... 10
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 14
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 14
Alat dan Bahan ... 14
Prosedur Penelitian... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 19
Tinggi Tanaman ... 20
Diameter Batang... 20
Luas Permukaan Daun ... 21
Bobot Kering Total ... 21
Pembahasan ... 23
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 29
(9)
9
DAFTAR PUSTAKA ... 30
(10)
10
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Kerangka Pemikiran ... 4
2. Pohon R. apiculata ... 8
3. Proses Pembuatan Suspensi Fungi ... 17
4. Kondisi Semai ... 19
5. Pertumbuhan Tinggi ... 20
6. Pertumbuhan Diameter... 21
7. Luas Daun ... 22
(11)
11
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Hasil Pengamatan Semai R. apiculata ... 19 2. Perbandingan Kemampuan Fungi ... 28
(12)
iv
ABSTRAK
RACHEL NABABAN. Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi Untuk Meningkatkan Pertumbuhan R. apiculata Di Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan.
Di bawah bimbingan akademikoleh YUNASFI dan MOHAMMAD BASYUNI.
Rehabilitasi hutan mangrove merupakan suatu upaya penyelamatan hutan mangrove.Aplikasi fungi sebagai dekomposer diharapkan dapat membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman dalam upaya rehabilitasi.Fungi merupakan contoh dari mikroorganisme yang dapat mereduksi bahan organik.Penelitian ini memberikan informasi tentang jenis fungi yang mampu meningkatkan pertumbuhan semai R. apiculata serta dapat diaplikasikan dalam upaya rehabilitasi hutan mangrove. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan September 2014 – Januari 2015. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan aplikasi berbagai jenis fungi dan masing-masing lima ulangan. Jenis fungi yang diaplikasikan ada tiga yaitu
A. flavus, A. terreus, T. harzianum, dan perlakuan tanpa fungi (kontrol).Semai
R. apiculata yang diberi perlakuan fungi T. harzianum memiliki pertumbuhan yang lebih baik, dengan tinggi rata-rata 17.00 cm, diameter rata-rata 0.69 cm, luas permukaan daun sebesar 743.36 cm2, bobot kering total 29.64 g, apabila dibandingkan dengan kontrol yang memiliki tinggi rata-rata 7.36 cm, diameter rata-rata 0.54 cm, luas permukaan daun 653.31 cm2, dan bobot kering total 27.37 g.
(13)
v
ABSTRACT
RACHEL NABABAN. Utilization the various of fungi to increase the growth of
R. apiculata seedlings in Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan. Under academic supervisionof YUNASFI and MOHAMMAD BASYUNI.
Mangrove rehabilitation is one of effort to save mangrove forest. Utilization of fungi as decomposer support to increase the plantation growth for rehabilitation. Fungi as microorganism may reduct material organic. The research
gives information about the fungi species in which to increase the growth of
R. apiculata seedlings and can be used in rehabilitation of mangrove forest. The study was conducted from September 2014 to January 2015 using a completely randomized design (CRD) with treatment application types of fungi and five replications. There are three types of fungi namely A. flavus, A.terreusT. harzianum, and control. Utilization of T. harzianum treatment gave the best results of R. apiculata seedlings, with an average height of 17.00 cm, diameter of 0.69 cm, leaf area of 743.36 cm2, total dry weight of 29.64 g. Compared to the control with average height of 7.36 cm, 0.54 cm of diameter, leaf area of 653.31cm2, and 27.37 g of total dry weight.
(14)
12
PENDAHULUAN
Latar belakang
Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik
dan khas yang terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan
pulau-pulau kecil.Tomlinson (1986) dan Wightman (1989)mendefinisikan mangrove baik sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah pasang surutmaupun sebagai komunitas. Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi tumbuhandaerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung (Saenger,dkk, 1983).
Menurut Giri, dkk (2011) hutan mangrove di dunia pada tahun 2011
memiliki luas 137. 760 km2 terdapat pada 118 negara. Sekitar 75% hutan
mangrove terdapat di 15 negara, dan hanya 6.90 % yang dilindungi di bawah IUCN I- IV. Wilayah hutan mangrove terbesar terdapat di Asia (42%), Afrika (20%), Amerika Utara dan Tengah (15%), Oceania (12%), Amerika Selatan (11%). Di Indonesia terdapat hutan mangrove seluas 3. 112. 989 ha atau 22.60% dari total luas mangrove di dunia.
Komposisi hutan mangrove terdiri atas asosiasi Avicennia spp, Sonneratia
spp, Rhizophora spp, Bruguiera spp, Ceriops spp, Lumnitzera spp, dan
Xylocarpus spp. Nipa merupakan batas hutan mangrove dan hutan rawa atau hutan pantai. Susunan formasi dari masing-masing di atas sangat dipengaruhi oleh kadar garam yang semakin dekat ke darat semakin berkurang (Suryono, 2013).
Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi, tetapi
(15)
13
melestarikan dan pengelolaannya. Kondisi hutan mangrove pada umumnya
memiliki tekanan berat, sebagai akibat tekanan ekonomi yang berkepanjangan.
Basyuni (2002) yang menyatakan tekanan populasi, pengelolaan yang tidak
memperhatikan aspek kelestarian, perkembangan industri dan perkotaan
memberikan proporsi yang signifikan terhadap kerusakan hutan mangrove di
negara sedang berkembang seperti Indonesia. Dengan meningkatnya populasi,
lahan produksi semakin berkurang sehingga hutan mangrove dikonversi menjadi
lahan pertanian, pertambakan (aquaculture), bahan bakar, dan tujuan lainnya. Untuk mencegah semakin meluasnya lahan kritis mangrove, maka upaya
rehabilitasi hutan mangrove mutlak diperlukan guna memulihkan keberadaan dan
fungsi dari ekositem mangrove. Novianty, dkk (2011) mengemukakan kegiatan
rehabilitasi dilakukan untuk memulihkan kondisi ekosistem mangrove yang telah
rusak agar ekosistem mangrove dapat menjalankan kembali fungsinya dengan
baik. Upaya rehabilitasi harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat yang
berhubungan dengan kawasan mangrove.
Dalam suatu ekosistem, hutan baik hutan alam maupun hutan mangrove,
terdapat mikroorganisme yang memiliki peranan penting dalam proses
dekomposisi atau siklus unsur hara. Setiap mikroorganisme tanah memiliki
peranan tersendiri dalam siklus unsur hara.Di antaranya adalah sebagai produsen,
konsumen maupun redusen.Fungi dan bakteri merupakan contoh dari
mikroorganisme yang berperan sebagai redusen.Umumnya fungi hidup sebagai
saprofit yang memanfaatkan bahan organik dari bahan mati atau membusuk, misalnya kayu yang sudah lapuk dan serasah daun. Bahan organik tersebut akan
(16)
14
dimanfaatkan oleh organisme heterotroph yang berada di sekitarnya (Lisdiawati, 2012).
Fungi mempunyai peranan penting dalam pembentukan tanah karena
ternyata berbagai jenis fungi dapat melapukkan atau mempunyai daya lapuk yang
kuat terhadap sisa-sisa tanaman yang mengandung karbohidrat dan ternyata tidak
mudah dilapukkan atau dihancurkan oleh bakteri. Apabila fungi-fungi itu telah
sampai pada siklus hidupnya yang terakhir maka, bahan-bahan yang
dikandungnya akan sangat bermanfaat dalam memperkaya tanah dengan
bahan-bahan organik yang bermanfaat bagi tanaman (Kartasapoetra dan Sutedjo, 2005).
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kemampuan
berbagai jenis fungi dalam meningkatkan pertumbuhan R. apiculata.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang jenis
fungi yang mampu meningkatkan pertumbuhan R. apiculata serta dapat diaplikasikan dalam upaya rehabilitasi hutan mangrove.
Hipotesis Penelitian
Pemanfaatan berbagai jenis fungi memberikan pengaruh yang nyata
terhadap respon pertumbuhan R. apiculata.
Kerangka Pemikiran
Alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak, pemukiman, industri, dan
kegiatan penebangan pohon-pohon mangrove akan berdampak pada rusaknya
ekosistem ini. Dampak ekologis dari rusaknya ekosistem mangrove ini adalah
(17)
15
keseimbangan ekosistem mangrove salah satunya adalah hilangnya berbagai
macam flora dan fauna yang berasosiasi dengan hutan mangrove. Rehabilitasi
hutan mangrove merupakan suatu upaya penyelamatan hutan mangrove. Aplikasi
fungi sebagai dekomposer diharapkan dapat membantu meningkatkan
pertumbuhan jenis R. apiculata., dalam upaya rehabilitasi hutan mangrove. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Alih fungsi hutan
mangrove
Keseimbangan ekosistem terganggu
Upaya rehabilitasi hutan mangrove
Peran fungi sebagai dekomposer
Meningkatkan pertumbuhan semai khususnya R. apiculata
Kondisi lingkungan hutan mangrove menjadi
baik
Hilangnya flora dan fauna
(18)
16
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Mangrove dan Manfaatnya
Mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis atau areal sub-tropis
beserta seluruh organisme yang didominasi oleh beberapa pohon mangrove yang
mampu tumbuh dan berkembang di daerah pasang surut pantai berlumpur.
Mangrove juga tumbuh subur di sepanjang delta, eustaria, dan costal lagoon
(danau pinggir laut) yang dilindungi oleh batu karang, tumpukan pasir atau
struktur lain dari gelombang dan pasang air laut. Manfaat hutan mangrove
menurut Suryono (2013) :
1. Peredam gelombang dan badai, pelindung abrasi, serta penahan lumpur dan
sedimen,
2. Menghasilkan serat untuk keset dan bahan bangunan,
3. Menyediakan bahan baku untuk makanan, minuman, obat-obatan dan
kosmetik,
4. Memberikan tempat tumbuh untuk udang dan ikan yang bermigrasi ke area
mangrove ketika muda, dan kembali ketika laut ketika mendekati usia
matang seksual,
5. Sebagai tempat wisata.
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan
mempunyai fungsi multi guna baik jasa biologis, ekologis, maupun ekonomi.
Peranan fungsi fisik mangrove mampu mengendalikan abrasi dan penyusupan air
laut (instrusi) ke wilayah daratan, serta mampu menahan sampah yang bersumber
dari daratan, yang dikendalikan melalui sistem perakarannya. Jasa biologis
(19)
17
fungsi ekologisnya adalah menahan dan menjebak laju sedimentasi dari wilayah
atasnya, dan merupakan tempat pemijahan berbagai jenis biota perairan laut, serta
merupakan sumber pelestarian plasma nutfah.Manfaat ekonominya adalah
memberikan sumber pendapatan bagi masyarakat melalui budidaya tambak
(udang, ikan, dan kerang) dan pemanfaatan hasil hutan mangrove lainnya
(Waryono, 2002).
Zonasi Mangrove
Mangrove tidak tumbuh di pantai yang terjal dan berombak besar dengan
arus pasang surut yang kuat, karena hal ini tidak memungkinkan terjadinya
pengendapan lumpur dan pasir, substrat yang diperlukan untuk pertumbuhannya.
Menurut Kordi (2012) ada lima faktor yang mempengaruhi zonasi mangrove di
kawasan pesisir pantai tertentu yaitu:
1. Gelombang yang menentukan frekuensi tergenang,
2. Salinitas,
3. Substrat,
4. Pengaruh darat seperti air masuk dan rembesan air tawar,
5. Keterbukaan terhadap gelombang.
Secara umum habitat vegetasi mangrove biasanya membentuk
zonasi.Mulai dari zona yang dekat dengan laut sampai zona yang paling dekat
dengan darat. Menurut Welly dan Sanjaya (2010) berikut adalah pembagian
zonasi mangrove yang paling umum:
1. The Exposed Mangrove(zona terluar, paling dekat dengan laut), didominasi oleh Sonneratia alba, Avicennia alba, Avicennia marina.
(20)
18
2. Central Mangrove (zona pertengahan antara laut dan darat), didominasi oleh jenis Rhizophora spp., dan terkadang terdapat juga jenis Bruguiera spp.
3. The Rear Mangrove (back mangrove, landward mangrove, areal yang paling dekat dengan daratan), zona ini biasanya tergenang oleh pasang yang tinggi
saja, dan didominasi oleh jenis Bruguiera spp., Lumnitzera spp., Xylocarpus
spp., Pandanus spp.
4. Brackish Stream Mangrove (aliran sungai dekat mangrove yang berair payau), pada zona ini sering dijumpai komunitas Nypa fruticans, terdapat juga X. granatum, dan S. caseolaris.
Adaptasi Mangrove
Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap
lingkungan.Bengen (2001), menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk :
1. Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah menyebabkan mangrove
memilikibentuk perakaran yang khas: a.) Bertipe cakar ayam yang
mempunyai pneumatofora (misalnya: Avecennia spp., Xylocarpus spp., dan
Sonneratia spp.) untuk mengambil oksigen dari udara b.) Bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (misalnya: Rhyzophora spp). 2. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi: a.) Memiliki sel-sel khusus
dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam b.) Berdaun kuat dan
tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam c).
Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.
3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut, dengan
(21)
19
jaringan horisontal yang lebar. Selain untuk memperkokoh pohon, akar
tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.
Taksonomi dan MorfologiRhizophoraapiculata
Bakau minyak (R. apiculata) mempunyai taksonomi sebagai berikut: Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora apiculata.
a b c
Gambar 2. Daun R. apiculata (a), Bunga R. apiculata (b), dan propagul
R. apiculata (c)
Tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan tergenang pada saat pasangnormal.Tidak menyukai substrat yang lebih keras yang bercampur denganpasir. Tingkat dominasi dapat mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh disuatu lokasi. Menyukai perairan pasang surut yang memiliki pengaruh masukanairtawar yang kuat secara permanen (Noor, dkk, 2006).
(22)
20 Pengambilan Benih dan Teknik Pembibitan
Dalam kegiatan penanaman mangrove, masing-masing jenis mangrove
memiliki karakter yang berbeda. Pohon bakau yang baik sebagai sumber benih
berasal dari tegakan yang beumur 10 tahun ke atas, untuk jenis R. apiculata ciri-ciri buah yang sudah tua bewarna hijau tua kecokelatan dengan kotiledon
memanjang bewarna merah. Untuk memperoleh benih mangrove yang baik,
pengumpulan buah (propagule) dapat dilakukan antara bulan September- Maret (Suryono, 2013).
Dalam penanaman mangrove, kegiatan pembibitan dapatdilakukan dan
dapat tidak dilakukan. Beberapa metode pembibitan menurut Khazali (1999) :
1. Pemilihan lokasi persemaian.
Lokasi persemaian diusahakan pada tanah lapang dan datar.Selain itu,
hindari lokasi persemaian di daerahketam/kepiting atau mudah dijangkau
kambing. Lokasipersemaian diusahakan sedekat mungkin dengan
lokasipenanaman dan sebaiknya terendam air pasang lebihkurang 20 kali/bulan
agar tidak dilakukan kegiatanpenyiraman bibit.
2. Pembangunan tempat dan bedeng persemaian.
Dari luas areal yang ditentukan untuk tempat persemaian, sekitar 70 %
dipergunakan untuk keperluan bedeng pembibitan, sisanya 30 % digunakan untuk
jalan inspeksi, saluran air, gubuk kerja dan bangunan ringan lainnya. Ukuran
tempat persemaian tergantung kepada kebutuhan jumlah buah yang akan
dibibitkan. Bahan tempat persemaian dapat menggunakan bambu. Atap/naungan
(23)
1-21
2meter. Bedeng persemaian dibuat dengan ukuran bervariasi sesuai kebutuhan,
tetapi umumnya berukuran 5 x 1 m.
3. Pembuatan bibit.
Dalam pembibitan, terlebih dahulu harus dipersiapkanmedia tanam yaitu
tanah lumpur dari sekitar persemaian.Untuk buah jenis bakau dan tengar, benih
dapat langsung di semaikan dan sekaligus disapih pada kantong plastik atau botol
air mineral bekas yang telah dilubangi bawah-nya dan diisi media tanam. Jenis
api-api dan prepat benih harus disemaikan terlebih dahulu. Buah api-api, benih
dapat ditebarkan langsung di bak persemaian atau kulit buah dibelah dua terlebih
dahulu sebelum disemaikan di bak persemaian. Untuk buah prepat, dari satu buah
dapat berisi lebih dari 150 benih. Namun seringkali ditemukan sebagian
benih-benih ini telah diserang hama. Untuk mendapatkan benih-benih prepat, buah yang sudah
tua direndam di dalam air selama 1 - 2 hari hingga benihnya benar-benar terpisah.
Benih-benih ini kemudian disemaikan di bak semai yang berisi tanah lumpur.
Apabila semaikedua jenis ini telah berumur kurang lebih 1 bulan atau ditandai
dengan keluarnya daun 5 - 6 helai, semai dipindahkan ke kantong plastik atau
botol air mineral bekas untuk disapih di bedeng persemaian. Penyiraman bibit
hanya dilakukan apabila air pasang tidak sampai membasahi bibit.
Peran Fungi Dalam Meningkatkan Pertumbuhan
Fungi di hutan mangrove berperan dalam proses penguraian zat di dalam
tanah untuk menetralisir kondisi yang terakumulasi logam menjadi tempat tumbuh
yang sesuai untuk berbagai jenis tanaman mangrove. Menurut Thaher (2013)
peranan fungi yang diaplikasikan diduga sebagai dekomposer awal. Fungi tanah
(24)
22
menguraikan selulosa dan hemiselulosa, selanjutnya fungi banyak berperan dalam
proses dekomposisi serasah karena memiliki kemampuan untuk menghasilkan
enzim selulosa yang berguna dalam penguraian serasah. Fungi akan berperan
sangat besar dalam proses dekomposisi serasah karena fungi mampu
mendegradasi senyawa organik seperti selulosa dan lignin yang merupakan
komponen penyusun dinding sel daun.
Berdasarkan penelitian Yunasfi dan Suryanto (2008) Pada serasah daun A. marina yangmengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas< 10 ppt ditemukan 9 jenis fungi. Adapun jenis-jenisfungi tersebut adalah Aspergillus sp. 1, Penicilliumsp. 3 Aspergillus sp. 2, Fusarium sp. 1, Aspergillussp. 4,Aspergillus
sp. 3, Penicillium sp. 4,Curvularia lunata, Fusarium sp. 2. Sementara Pada serasah daun A .marina yang telahmengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas> 30 ppt berhasil diisolasi 7 jenis fungi. Jenis-jenis fungi tersebut adalah
Aspergillus sp. 1, Aspergillussp. 2, Aspergillus sp. 4, Aspergillus sp. 3,Penicillium
sp. 6, Curvularia lunata, Fusarium sp. 2.
Damanik (2010) menemukan 15 jenis fungi yang terdapat pada serasah
A.marinayaitu Aspergillus flavus, A.terreus, A.niger, Aspergillus sp 1,Aspergillus
sp 2, Aspergillus sp 3, Arthrinium phaespermum, Basipetasora halophila, Curvularia sp., Mucor sp., Penicillium sp. 1, Penicillium sp.2, Penicillium sp.3,
Saccaromyces sp.
Jenis fungi yang diidentifikasi dari substrat lumpur menurut Sihite (2014)
berdasarkan penelitiannya adalah A. flavus, Penicillium spp., A. terreus, T. harzianum dan fungi yang paling memberikan respon pertumbuhan tinggi
(25)
23
pada tanaman A.marina memberikan reaksi pertumbuhan dan pertambahan tinggi tanaman yang berbeda, terjadi karena adanya perbedaan kemampuan antara
beberapa jenis fungi dalam menyediakan unsur hara bagi A.marina serta perbedaan enzim yang dikeluarkan oleh fungi untuk mendekomposisikan lumpur.
Trichoderma spp, merupakan salah satu fungi yang dapat dijadikan agen biokontrol karena bersifat antagonis bagi fungi lainnya, terutama yang bersifat patogen. Aktivitas antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, dan pembentukan toksin seperti antibiotik.Untuk keperluan
bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma spp.dan
digunakan untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat patogen. Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan menggunakan fungi
Trichoderma spp. Trichoderma spp, menghasilkan enzim kitinase yang dapat membunuh patogen sehingga fungi ini sangat cocok digunakan dalam mengelola
lahan bekas pertambangan untuk kembali melestarikannya
(Tjandrawati dkk., 2003).
Penggunaan mikroba fungi penyubur tanah dapat memberikan berbagai
manfaat bagi pertumbuhan tanaman,Menurut Firman dan Aryantha (2003) dari
hasil penelitian yang dilakukannya diketahui bahwa fungi Penicilium spp., dan
Aspergillus spp. memiliki potensi sebagai penghasil glukosa oksidase dengan aktivitas yang cukup tinggi, semakin banyak karbohidrat yang dihasilkan dan
tersedia di dalam tanah maka laju pertumbuhan sel-sel baru akan semakin
meningkat dan dengan semakin banyak sel-sel baru yang terbentuk maka
pertumbuhan tanaman terutama pertumbuhan dan pertambahan diameter batang
(26)
24
Trichoderma spp., berfungsi memecah bahan-bahan organik seperti N yang terdapat dalam senyawa kompleks dengan demikian, Nitrogen ini akan dimanfaatkan tanaman dalam merangsang pertumbuhan di atas tanah terutama
tinggi tanaman dan memberikan warna hijau pada daun .Trichoderma spp., dapat
menguraikan pospat dari Al, Fe, dan Mn (Marianah, 2013).
Latifah dkk (2011) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa
T. harzianum mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan daya serap mineral aktif dan nutrisi lainnya dalam tanah, selain itu T. harzianummampu menurunkan intensitas penyakit layu fusarium pada tanaman bawang sebesar
43.85 %.
Spesies Trichoderma disamping sebagai pengurai, dapat pula berfungsi
sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies
Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati seperti T. harzianum, T. viridae, dan T. konigii yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian. Fungi Trichoderma diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai
biodekomposer, mendekomposisi limbah organik (daun dan ranting tua) menjadi
kompos yang bermutu. Serta dapat berlaku sebagai biofungisida,yang berperan
mengendalikan pathogen penyebab penyakit tanaman . Trichoderma dapat
menghambat pertumbuhan beberapa fungi penyebab penyakit pada tanaman
antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsi.Disamping kemampuan sebagai pengendali hayati, T. harzianum memberikan pengaruh positif terhadap perakaran tanaman, pertumbuhan tanaman dan hasil produksi tanaman (Herlina, 2010).
(27)
25
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Nelayan Indah, Kecamatan Medan
Labuhan, Medan, Sumatera Utara. Untuk peremajaan fungi dilakukan di
Laboratorium Bioteknologi Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera
Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai dengan
Januari 2015.
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Desa Nelayan Indah terletak di Kecamatan Medan Labuhan dengan luas
wilayahnya 40.68 km2. Kecamatan Medan Labuhan terletak di wilayah Utara kota
Medan dengan batas-batas daerah sebagai berikut:
1. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Marelan,
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang,
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Deli,
4. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Belawan.
Secara topografi, Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan berada pada
dataran rendah.Keadaan iklimnya termasuk tropis, dengan suhu rata-rata harian 30
0
C.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, tabung
reaksi, gelas ukur, spatula, labu erlenmeyer, rak kultur, timbangan analitik,
kamera, oven, spidol permanen, autoklaf, label kertas, aluminum foil, plastik
clingwrap, lampu bunsen, gunting, kapas,polybag, sarung tangan, sprayer, kompor, penggaris, kalifer, dan amplop cokelat.
(28)
26
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah propagul R. apiculata,
aquades, kentang, gula, agar, spiritus, alkohol 70%, antibiotik (Calmicitin
chlorampenicol), isolat fungi yang diperoleh dari penelitian sebelumnya
A. flavus, A. terreus, T. harzianum. Prosedur Penelitian
Pembuatan PDA
Media Potato Dextrose Agar (PDA) dibuat dengan menggunakan bahan kentang 200 gr yang diiris tipis.Kentang direbus dengan aquades 2 L, selama 15-20 menit, kemudian disaring untuk mendapatkan filtrat kentang.Agar-agar 15-20 gr
dan gula 20 gr dimasukkan ke dalam filtrat hasil rebusan kentang, selanjutnya
dimasak sampai mendidih dan diaduk sampai tidak terdapat endapan.Setelah
suhunya normal dimasukkan antibiotik.Media PDA dimasukkan ke dalam
erlenmeyer, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf dengan suhu 121oC dan
tekanan 15 psi selama 15 menit dan disimpan di rak kultur untuk menghindari
pertumbuhan mikroorganisme lain. Sampai media tersebut akan digunakan dalam
proses peremajaan fungi, biasanya cukup 3 hari.
Peremajaan fungi
Media PDA dipanaskan hingga mencair, cawan petri yang telah steril
disiapkan. Media PDA dimasukkan ke dalam cawan petri sampai seluruh cawan
terisi. Fungi yang telah diisolasi sebelumnya diambil sedikit yaitu 1 cm x 1 cm
sebagai inang dan dimasukkan kedalam cawan petri. Cawan petri yang berisi
fungi kemudian disimpan dan ditunggu sampai fungi tersebut tumbuh dan
(29)
27
berkembang adalah 3 hari dan pertumbuhan maksimal akan terlihat setelah 1
minggu.
Penyiapan media tanam dan penanaman
Media yang digunakan adalah lumpur yang diambil dari kedalaman 0
cm-20 cm dan dimasukkan ke dalam wadah tanampolybag yang berukuran 15 cm. Untuk jenis R. apiculata ciri-ciri buah yang sudah matang bewarna hijau tua kecokelatan dengan kotiledon memanjang bewarna merah. Untuk memperoleh
benih mangrove yang baik, pengumpulan buah (propagule) dapat dilakukan antara bulan September- Maret (Suryono, 2013). Propagul R. apiculatakemudian ditanam ke media tanam yang sudah diisi lumpur.
Aplikasi Fungi
Setelah propagul tersebut tumbuh dan memiliki dua buah daun,
diaplikasikan fungi yang didapat dari hasil peremajaan fungi.Jenis-jenis fungi
yang telah disiapkan untuk penelitian diaplikasikan dengan cara membuat
suspensi fungi. Fungiyang tumbuh di media PDA diambil 1 cm x 1 cm,
selanjutnya fungi ini dimasukkan ke dalam air steril 10 ml pada tabung reaksi.
Fungi yang ada dalam tabung reaksi ini selanjutnya dikocok, sampai fungi
terlepas dari agar. Tiap jenis fungi dibuat 5 kali ulangan sesuai dengan perlakuan
yang akan dilaksanakan. Suspensi fungi ini selanjutnya dimasukkan ke dalam
polibag.Proses pembuatan suspensi dapat dilihat pada Gambar 2.Untuk kegiatan
(30)
28
Gambar 3. Proses pembuatan suspensi fungi yang akan diaplikasikan ke bibit
R. apiculata Parameter yang diamati
1. Tinggi semai (cm)
Pengukuran tinggi semai dilakukan sekali dua minggu selama tiga
bulan.Alat ukur yang digunakan adalah penggaris dengan ketelitian 1
cm.Pengukuran tinggi dimulai dari batang dimana daun pertama muncul,
demikian dengan pengukuran selanjutnya sehingga data yang diperoleh lebih
akurat.
2. Diameter semai (cm)
Diameter batang diukur dengan menggunakan kalifer. Untuk mendapatkan
pengukuran yang lebih akurat diameter batang diukur dari batang dimana daun
pertama muncul.
3. Luas daun (cm2)
suspensi fungi dituang ke polybag potongan fungi
1 cm x 1 cm
Fungi A. flavus
dalam cawan Petri
Potongan fungi dimasukkan ke dalam tabung rekasi yang
(31)
29
Pada saat pengamatan dihitung semua jumlah daun dari bibit.Perhitungan luas
daun dilaksanakan pada pengamatan terakhir. Daun difoto di atas kertas putih, lalu
di save ke komputer, selanjutnya dihitung dengan menggunakan software image J.
4. Bobot kering total (g)
Dianalisis setelah data terakhir diambil. Daun dan akar dari setiap perlakuan
dan kontrol masing-masing dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 700C sampai
berat konstan. Kemudian daun dan akar tersebut ditimbang dengan menggunakan
timbangan analitik dengan ketelitian 0.10 mg.
Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap (RAL), karena kondisi lingkungan yang homogen
(persemaian) dan faktor perlakuannya hanya satu yaitu pengaruh aplikasi fungi.
Terdapat tiga jenis fungi yang diaplikasikan dengan lima kali ulangan.
���= �+��+���
Keterangan:
���=responspertumbuhan tanaman terhadap perlakuan ke-i ulangan ke-j � =rataan umum
�� =taraf perlakuan
��� =pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j i = Kontrol, A. flavus, A. terreus, dan T. harzianum
j = 1, 2, 3, 4, 5
Uji lanjutan menggunakan Uji Lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf
(32)
30
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil pengamatan tinggi, diameter batang, bobot kering total, dan luas
permukaan daun yang dilakukan sebanyak enam kali setelah aplikasi fungi,
memberikan perbedaan pada setiap perlakuan.Untuk hasil pengukuran tinggi,
diameter batang, bobot kering total, dan luas permukaan daun pada pengamatan
terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.Kondisi semai R. apiculata setelah pengamatan terakhir (umur 3 bulan) dapat dilihat pada Gambar 4.
Tabel 1.Hasil Pengamatan Bibit R. apiculata Pada Pengamatan Keenam Setelah Aplikasi Fungi
Parameter Pengamatan Perlakuan Satuan
Kontrol A. flavus A.terreus T. harzianum
Tinggi rata-rata 7.36 10.12 14.18* 17.00 * Cm
Diameter rata-rata 0.54 0.67* 0.61 0.69 * Cm
Luas permukaan daun 653.31 551.67 626.83 743.36 cm2
Bobot kering total 27.37 27.70 27.20 29.64 g
(33)
31
Gambar 4. Kondisi semai R. apiculata setelah pengamatan terakhir (umur 3 bulan) dengan perlakuan kontrol (A), A. flavus (B), T. harzianum (C),
A. terreus (D)
a. Tinggi Tanaman
Hasil pengamatan tinggi bibit R. apiculata selama enam kali pengukuran (tiga bulan), menunjukkan nilai yang berbeda-beda setiap perlakuan, data
pengukuran tinggi bibit R. apiculata dapat dilihat pada Lampiran 2. Pertambahan tinggi semai R. apiculata pada semua pemberian fungi lebih besar dibandingkan tanpa pemberian fungi (kontrol). Pertambahan tinggi yang paling besar dengan
tinggi rata-rata 17.00 cm adalah perlakuan T. harzianum, sementara yang terendah adalah perlakuan tanpa pemberian fungi (kontrol) dengan tinggi rata-rata 7.36 cm.
Pertambahan tinggi masing-masing perlakuan setiap 2 minggu dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Pertambahan tinggi semai R. apiculata b. Diameter batang
Pertambahan diameter batang pada bibit R. apiculata selama pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 3. Pertambahan diameter batang paling rendah
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 2 4 6 8 10 12
Kontrol A. flavus A. terreus T. harzianum
Pengukuran minggu ke- Tinggi
(34)
32
adalah perlakuan tanpa pemberian fungi (kontrol) dengan diameter rata-rata
sebesar 0.54 cm, sementara pertambahan diameter batang paling tinggi terjadi
pada perlakuan pemberian fungi T. harzianum dengan diameter rata-rata batang adalah 0.69 cm. Gambar 6 di bawah ini menunjukkan pertambahan diameter
batang setiap 2 minggu.
Gambar 6.Pertambahan diameter batang R. apiculata c. Luas Permukaan Daun
Luas permukaan daun bibit R. apiculatadiukur pada pengukuran terakhir, hasil pengukuran luas permukaan daun setiap perlakuan dapat dilihat pada
Lampiran 4.Luas permukaan daun yang paling besar terdapat pada perlakuan
pemberian fungi T. harzianum dengan luas permukaan daun sebesar 743.36 cm2, sementara luas permukaan daun terendah terdapat pada perlakuan pemberian
fungi A. flavus dengan luas 551.67 cm2.Gambar 7 menunjukkan grafik perbedaan luas permukaan daun pada setiap perlakuan.
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8
0 2 4 6 8 10 12
Kontrol A. flavus A. terreus T. harzianum
Pengukuran minggu ke- Diameter
(35)
33
Gambar 7.Luas permukaan daun
d. Bobot Kering Total
Bobot kering total bibit R. apiculata diperoleh dariproses pengovenan, hasil perhitungan bobot kering total dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan
perhitungan, bobot kering total tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian fungi
T. harzianum dengan bobot 29.64 g, sementara yang paling rendah pada perlakuan pemberian fungi A. terreus dengan bobot 27.20 g, dalam hal ini perlakuan pemberian fungi tidak memberi pengaruh nyata terhada bobot kering total semai
R. apiculata.Gambar 8 menunjukkan grafik perbedaan bobot kering total pada setiap perlakuan.
Gambar 8.Bobot kering total
0 100 200 300 400 500 600 700 800
kontrol A. flavus A. terreus T. harzianum
25,5 26 26,5 27 27,5 28 28,5 29 29,5 30
(36)
34 Pembahasan
Hasil pengamatan tinggi semai R. apiculata memberikan nilai tinggi tanaman yang berbeda-beda pada setiap perlakuan.Pertambahan tinggi semai
R. apiculata pada semua pemberian fungi lebih besar dibandingkan tanpa pemberian fungi (kontrol).Pertambahan tinggi yang paling besar dengan tinggi
rata-rata 17.00 cm adalah perlakuan T. harzianum, sementara yang terendah adalah perlakuan tanpa pemberian fungi (kontrol) dengan tinggi rata-rata 7.36 cm.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada taraf 5 % yang dilakukan,
pemberian fungi pada semai R. apiculatamemberikan pengaruh terhadap pertambahan tinggi semai. Setiap perlakuan pemberian fungi menghasilkan tinggi
semai yang berbeda - beda hal ini sesuai dengan pernyataan Sihite (2014),
pemberian fungi yang berbeda pada tanaman A.marina memberikan reaksi pertumbuhan dan pertambahan tinggi tanaman yang berbeda, terjadi karena
adanya perbedaan kemampuan antara beberapa jenis fungi dalam menyediakan
unsur hara bagi A.marina serta perbedaan enzim yang dikeluarkan oleh fungi untuk mendekomposisikan lumpur.Penelitian Mezuan dkk (2002) menunjukkan
bahwa kombinasi fungi Aspergillus spp, yang dijadikan sebagai pupuk hayati dapat membantu penambatan Nitrogen dan pelarut fosfat yang memiliki
kemampuan dalam menghasilkan urea untuk budidaya padi.
Aplikasi fungi T. harzianum memberikan hasil pertambahan tinggi tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian jenis fungi lainnya,hal
ini diduga karena fungi T. harzianummemiliki kemampuan mendekomposisi serasah lebih baik dan memiliki keunggulan selain mampu mendekomposisi
(37)
35
salah satu fungi yang dapat dijadikan agen biokontrol karena bersifat antagonis bagi fungi lainnya, terutama yang bersifat patogen. Aktivitas antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, dan pembentukan toksin seperti antibiotik.Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat
diisolasi dari Trichoderma spp.dan digunakan untuk menangani masalah
kerusakan tanaman akibat patogen.Beberapa penyakit tanaman sudah dapat
dikendalikan dengan menggunakan fungi Trichoderma spp. Trichoderma spp,
menghasilkan enzim kitinase yang dapat membunuh pathogen. Diameter Batang
Hasil pengamatan pertambahan diameter batang semai R. apiculata
menunjukkan bahwa pemberian fungi memberikan pengaruh terhadap
pertambahan diameter batang.Pertambahan diameter batang paling rendah adalah
perlakuan tanpa pemberian fungi (kontrol) dengan diameter rata-rata 0.54 cm,
sementara pertambahan diameter batang paling tinggi terjadi pada perlakuan
pemberian fungi T. harzianum dengan diameter rata-rata batang adalah 0.69 cm. Pertambahan diameter R. apiculata dengan perlakuan pemberian fungi menghasilkan diameter yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol, hal ini
terjadi karena fungi mampu mendekomposisi bahan organik menjadi unsur yang
tersedia bagi tanaman, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman.Penggunaan mikroba fungi penyubur tanah dapat memberikan berbagai
manfaat bagi pertumbuhan tanaman,menurut Firman dan Aryantha (2003) dari
hasil penelitian yang dilakukannya diketahui bahwa fungi Penicilium spp., dan
Aspergillus spp., memiliki potensi sebagai penghasil glukosa oksidase dengan aktivitas yang cukup tinggi, semakin banyak karbohidrat yang dihasilkan dan
(38)
36
tersedia di dalam tanah maka laju pertumbuhan sel-sel baru akan semakin
meningkat dan dengan semakin banyak sel-sel baru yang terbentuk maka
pertumbuhan tanaman terutama pertumbuhan dan pertambahan diameter batang
akan meningkat.
Pemanfaatan fungi sebagai aktivator dalam proses dekomposisi serasah
menjadi bahan organik yang tersedia bagi tanaman, mempengaruhi laju
pertumbuhan tanaman. Thaher (2013) mengemukakan bahwa peranan fungi yang
diaplikasikan diduga sebagai dekomposer awal. Fungi tanah seperti
Aspergillusspp., Trichodermaspp. dan Penicilliumspp., berperan penting dalam menguraikan selulosa dan hemiselulosa, selanjutnya fungi banyak berperan dalam
proses dekomposisi serasah karena memiliki kemampuan untuk menghasilkan
enzim selulosa yang berguna dalam penguraian serasah. Fungi akan berperan
sangat besar dalam proses dekomposisi serasah.
Pertambahan diameter batang semai R. apiculata lebih tinggi pada perlakuan pemberian fungi, disebabkan karena fungi dapat membantu melarutkan
unsur P, menjadi unsur P yang tersedia dan dapat diserap akar tanaman untuk
merespon pertumbuhan semai R. apiculata hal ini sesuai berdasarkan penelitian Sihite (2014) bahwa fungi A. terreus dan T. harzianum memiliki kemampuan tinggi dalam melarutkan unsur P, sehingga tanaman dapat menyerap ion fosfat
dalam bentuk H2PO4. Unsur fosfor diperlukan tanaman dalam proses metabolisme
untuk merangsang pertumbuhan tanaman, perkembangan akar, pertumbuhan
buah, pembelahan sel, memperkuat batang dan meningkatkan ketahanan terhadap
(39)
37 Luas Permukaan Daun
Luas permukaan daun yang paling besar terdapat pada perlakuan
pemberian fungi T. harzianum dengan luas permukaan daun sebesar 743.36 cm2, sementara luas permukaan daun terendah terdapat pada perlakuan pemberian
fungi A. flavus dengan luas 551.67 cm2.Luas permukaan daun pada perlakuan tanpa pemberian fungi (kontrol) adalah 653.31 cm2, hasil ini menunjukkan bahwa
pemanfaatan fungi tidak memberi pengaruh terhadap luas permukaan daun pada
semai R. apiculata. Bibit R. apiculata pada perlakuan kontrol memiliki luas permukaan daun paling besar dibandingkan dengan perlakuan fungi A. flavus, hal ini terjadi karena pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh 2 hal yaitu faktor
eksternal (lingkungan) dan yang kedua adalah faktor internal yang berasal dari
tanaman itu sendiri (genetik), sebab setiap tanaman memiliki faktor genetik yang
tidak seragam, sehingga respon pertumbuhannya juga berbeda-beda.
Peningkatan pertumbuhan semai R. apiculata pada perlakuan fungi
T. harzianum lebih baik karena dalam mendekomposisi bahan organik kemampuan fungi T. harzianum berbeda dengan fungi lainnya, Latifah dkk (2011) menyatakan bahwa T. harzianum mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan daya serap mineral aktif dan nutrisi lainnya dalam tanah,
selain itu T. harzianummampu menurunkan intensitas penyakit layu fusarium pada tanaman bawang sebesar 43.85 %.
Luas permukaan daun pada fungi T. harzianummemiliki luas yang paling besar, hal ini terjadi karena fungi tersebut mampu mengubah bahan organik
menjadi unsur hara tersedia bagi tanaman yang dapat menutrisi pertumbuhan
(40)
38
memecah bahan-bahan organik seperti N yang terdapat dalam senyawa kompleks dengan demikian, Nitrogen ini akan dimanfaatkan tanaman dalam merangsang pertumbuhan di atas tanah terutama tinggi tanaman dan memberikan warna hijau
pada daun . Trichoderma spp., dapat menguraikan pospat dari Al, Fe, dan Mn.
Trichoderma spp., dapat mendekomposisi dengan baik bahan organik dengan mengubah unsur tersebut menjadi dalam bentuk larut sehingga bisa
diserap oleh tanaman. Miselium Trichoderma spp., mampu mempertahankan bagian tanah sehingga menjadi struktur remah, dengan demikian akar tanaman
lebih mudah berkembang dan menyerap kandungan hara tanah.Trichoderma spp.,
efektif mengendalikan penyakit layu fusarium pada tanaman krisan sebesar
56.40 % (Hartal dkk, 2010).
Bobot Kering Total
Berdasarkan hasil pengamatan bobot kering total pada semai R. apiculata
menunjukkan bahwa aplikasi fungi tidak memberi pengaruh terhadap bobot kering
total semai tersebut. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa bobot kering total
tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian fungi T. harzianum dengan bobot 29.64 g, sementara yang paling rendah pada perlakuan pemberian fungi A. terreus dengan bobot 27.20 g. Perlakuan tanpa pemberian fungi (kontrol) memiliki bobot kering total sebesar 27.37 g.
Hasil pengamatan semai R. apiculata selama 3 bulan yang diberi perlakuan aplikasi fungi memberikan pertumbuhan yang baik bagi semai tersebut,
terutama pada pertambahan tinggi dan diameter batang, akan tetapi tidak memberi
pengaruh terhadap luas permukaan daun dan bobot kering total. Secara
(41)
39
apiculatayang diberi perlakuan fungi T. harzianum memiliki pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan semai R. apiculata pada perlakuan yang lain. Kelebihan fungi T. harzianum mampu menghasilkan enzim kitinase yang lebih efektif, yang dapat menghambat pertumbuhan fungi pathogen.
Perbandingan Kemampuan Fungi
Fungi A. flavus, A. terreus, T. harzianum dalam meningkatkan pertumbuhan semai R. apiculatamemiliki kemampuan yang berbeda-beda. Tabel 2 menunjukkan bahwa fungi yang memiliki persentase paling tinggi dalam
merespon pertumbuhan semai R. apiculatasebesar 100% adalah T. harzianum, sementara fungi A. flavus dan A. terreus memiliki persentase sebesar 50%.
Tabel 2. Perbandingan Kemampuan Fungi Dalam Merespon Pertumbuhan Semai
R. apiculata
Fungi Parameter Total Persentase
Tinggi Diameter Luas Daun BKT
A. flavus 1 2 1 2 6 50%
A. terreus 2 1 2 1 6 50%
T. harzianum 3 3 3 3 12 100%
Keterangan: 1 = Pertumbuhan Semai Paling Rendah 2 = Pertumbuhan Semai Sedang 3 = Pertumbuhan Semai Paling Tinggi
Menurut Sihite (2014) pemberian fungi yang berbeda pada tanaman
A.marina memberikan reaksi pertumbuhan tanaman yang berbeda.Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kemampuan antara beberapa jenis fungi dalam
menyediakan unsur hara bagi A.marina serta perbedaan enzim yang dikeluarkan oleh fungi untuk mendekomposisikan bahan organik.
(42)
40
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perbandingan kemampuan fungi A. flavus, A. terreus, T. harzianum dalam meningkatkan pertumbuhan semai R. apiculata adalah 50% : 50% : 100%.
2. Semai R. apiculata yang diberi perlakuan fungi T. harzianum memiliki pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan semai R. apiculata pada perlakuan yang lain.
Saran
Sebaiknya pada kegiatan pembibitan R. apiculata, dalam upaya rehabilitasi hutan mangrove dimanfaatkan fungi T. harzianum yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan semai.
(43)
41
DAFTAR PUSTAKA
Basyuni, M. 2002. Panduan Restorasi Hutan Mangrove Yang Rusak (Degraded). Program Ilmu Kehutanan, Fakultas Pertanian, USU. Medan.
Bengen, D. G. 2001. Ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut serta pengelolaan secara terpadu dan berkelanjutan. Prosiding pelatihan pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Bogor, 29 Oktober – 3 November 2001.
Damanik, A. F. 2010 Jenis-Jenis Fungi yang Berasosiasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi Fungi
Aspergillus sp., Curvularia sp., dan Penicillium sp. pada Berbagai Tingkat Salinitas di Desa Sicanang Belawan. Skripsi. Medan. Universitas Sumatera Utara.
Firman, A. P. dan I. P. Aryantha. 2003. Eksplorasi dan Isolasi Enzim Glukosa Oksidase dari Fungi Inperfekti (Genus Penicillium dan Aspergillus). KPP Ilmu Hayati LPPM ITB.
Giri. E, Ochieng. L, Tieszen. Z, Zhu. A, Singh. T, Loveland. J, Masek. N, Duke. 2011. Status and distribution of mangrove forest of the world using earth observation satellite data. Global Ecology and Biogeography 20 : 154-159.
Hartal, Misnawaty, dan I. Budi. 2010. Efektifitas Trichoderma spp., dan
Gliocladium spp., dalam pengendalian layu fusarium pada tanaman krisan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 12 (1) : 7-12.
Herlina. L. 2010. Penggunaan Kompos Aktif Trichoderma harzianum Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Cabai.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Kartasapoetra, A.G dan M, M. Sutedjo, 2005. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.
Khazali, M. 1999. Panduan Teknis : Penanaman Mangrove Bersama Masyarakat.
Wetlands International Indonesia Programme. Bogor.
Kordi, M. 2012. Ekosistem Mangrove : Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan. Rineka Cipta. Jakarta.
Latifah, A, Kustantinah, L. Soesanto. 2011. Pemanfaatan beberapa isolat
Trichoderma harzianum sebagai agensia pengendali hayati penyakit layu fusarium pada bawang merah in plata. Eugenia. 17 : 86-95.
Lisdiawati, L. 2012. Identifikasi dan Karakterisasi Fungi dari Serasah Daun di Kawasan Hutan Leuweung Sancang Garut.Universitas Pendidikan Indonesia.Garut.
(44)
42
Marianah, L. 2013. Karya Tulis Ilmiah : Analisa Pemberian Trichoderma spp., Terhadap Pertumbuhan Kedelai. Balai Pelatihan Pertanian Jambi. Jambi.
Mezuan, I. P. Handayani, dan E. Inoriah. 2002. Penerapan formulasi pupuk hayati untuk budidaya padi gogo (studi rumah kaca). Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia.4 : 27-34.
Noor, Y. R, M. Khazali, dan I. N.N Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands International Indonesia Programme.
Bogor.
Novianty, R. S, Sastrawibawa dan D. J. Prihadi.2011. Identifikasi Kerusakan Dan Upaya Rehabilitasi Ekosistem Mangrove Di Pantai Utara Kabupaten Subang.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Kampus Jatinangor. Bandung.
Saenger, P. E, J. Hegerl, dan J. D.S. Davie. 1983. Global Status of Mangrove Ecosystems. IUCN Commission on Ecology Papers .
Sihite, E. D. 2014. Jenis- Jenis Fungi Dan Pengaruh Aplikasinya Terhadap Pertumbuhan Semai Avicennia marina. Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Suryono, A. 2013. Sukses Usaha Pembibitan Mangrove Sang Penyelamat Pulau. Penerbit Pustaka Baru Bantul. Yogyakarta.
Tomlinson, P. B. 1986. The Botani of Mangroves.Cambridge University Press. Cambridge.
Tjandrawati, T. 2003. Isolasi dan karateristik sebagai kitinase Trichoderma viride, TNJ 63.Jurnal Natural Indonesia. 2:43-56.
Waryono, T. 2002. Restorasi Ekologi Hutan Mangrove (Studi Kasus DKI Jakarta). Seminar Nasional Mangrove “Konservasi dan Rehabilitasi Mangrove Sebagai Pemulihan Ekosistem Hutan Mangrove DKI Jakarta”. Jakarta.
Welly, M dan W, Sanjaya. 2010. Identifikasi Flora dan Fauna Mangrove Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I. Nusa Penida.
Wightman, G. M. 1989. Mangroves of The Northern Terrytory. Northern Terrytory Botanical Bulletin NO. 7. Conservation Commission of The Northern Terrytory. Palmerston, N. T. Australia.
Yunasfi dan D. Suryanto. 2008. Jenis- jenis fungi yang terlibat dalam proses. dekomposisi serasah daun A. marina pada berbagai tingkat salinitas. Jurnal Penelitian MIPA. 2: 17-21.
(45)
43
LAMPIRAN
(46)
44
Lampiran 1. Kegiatan Penelitian
(47)
45
Kegiatan Aplikasi Fungi Pada Semai R. apiculata
(48)
46
Perlakuan Ulangan 0 I II III IV V VI
Kontrol 1 2.90 5.50 8.50 10.10 11.00 11.80 12.10 2 1.30 2.40 2.90 4.10 4.80 5.20 6.00 3 1.60 2.50 5.00 5.90 6.30 7.00 7.80 4 0.70 1.50 2.00 2.50 2.70 3.20 3.90 5 2.00 4.10 4.60 5.40 6.00 6.50 7.00
A. flavus 1 2.90 3.90 4.60 5.00 5.90 6.50 9.20
2 3.50 5.50 6.40 6.60 6.90 8.00 10.10 3 3.40 4.80 6.30 6.80 7.20 8.10 10.50 4 1.50 2.50 3.30 3.90 5.20 7.00 10.70 5 1.10 3.20 4.40 4.80 5.50 6.80 10.10
A. terreus 1 5.60 9.40 10.00 11.80 12.80 13.00 16.60
2 3.50 6.60 7.40 8.60 9.10 10.00 14.30 3 1.50 6.60 8.50 10.00 11.20 13.00 15.10 4 2.10 4.10 4.80 5.20 6.00 6.30 9.50 5 3.90 7.20 8.10 9.50 10.50 11.50 15.40
T. harzianum 1 0.30 1.60 5.30 9.50 10.50 11.30 13.50
2 7.10 9.90 11.20 13.20 14.60 15.20 19.50 3 5.10 8.10 9.00 11.30 12.50 13.40 15.10 4 7.10 8.90 10.30 11.60 12.70 14.00 15.00 5 6.90 9.10 12.10 14.20 16.00 16.90 21.90
Analisis Variasi
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas K Tengah F. Hitung F. Tabel
Perlakuan 124.82 3 41.60 7.95 3.24
Galad 83.63 16 5.22
Total 208.45 19
(49)
47
Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) tinggi bibit R. apiculata
Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4 5
Kontrol 9.20 4.70 6.20 2.30 5.00 5.48 a
A. flavus 6.30 6.60 7.10 9.20 9.00 7.64 ab
A. terreus 11.00 10.80 13.60 7.40 11.50 10.86 c
T. harzianum 13.20 12.40 10.00 7.90 15.00 11.70 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom rata-rata menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5 %.
Lampiran 3. Data Pengukuran Diameter Batang Bibit R. apiculata (cm)
Perlakuan Ulangan 0 I II III IV V VI
Kontrol 1 0.35 0.43 0.48 0.50 0.52 0.55 0.56 2 0.35 0.42 0.42 0.45 0.51 0.53 0.55 3 0.38 0.41 0.41 0.48 0.51 0.52 0.53 4 0.38 0.39 0.40 0.44 0.50 0.54 0.54 5 0.38 0.41 0.41 0.46 0.50 0.51 0.53
A. flavus 1 0.35 0.48 0.50 0.54 0.58 0.60 0.64
2 0.35 0.41 0.41 0.56 0.59 0.61 0.64 3 0.41 0.48 0.53 0.57 0.63 0.65 0.68 4 0.51 0.53 0.63 0.67 0.71 0.74 0.76 5 0.38 0.41 0.42 0.51 0.58 0.61 0.66
A. terreus 1 0.35 0.415 0.43 0.46 0.51 0.55 0.61
2 0.41 0.43 0.47 0.53 0.57 0.60 0.64 3 0.38 0.41 0.42 0.44 0.45 0.51 0.54 4 0.51 0.52 0.53 0.55 0.59 0.60 0.64 5 0.35 0.41 0.43 0.48 0.50 0.54 0.60
T. harzianum 1 0.38 0.39 0.46 0.50 0.56 0.67 0.72
2 0.47 0.50 0.53 0.56 0.60 0.70 0.76 3 0.47 0.51 0.54 0.59 0.61 0.65 0.67 4 0.31 0.41 0.43 0.45 0.51 0.60 0.64 5 0.38 0.41 0.46 0.49 0.54 0.66 0.68
(50)
48
Analisis Variasi
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas K Tengah F. Hitung F. Tabel
Perlakuan 0.04 3 0.014 6.42 3.24
Galad 0.03 16 0.002
Total 0.07 19
Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) diameter bibit R. apiculata
Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4 5
Kontrol 0.21 0.20 0.15 0.16 0.15 0.17 a
A. terreus 0.26 0.23 0.16 0.13 0.25 0.21 ab
A. flavus 0.29 0.29 0.27 0.25 0.20 0.26 bc
T. harzianum 0.34 0.29 0.20 0.34 0.31 0.29 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom rata-rata menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5 %.
(51)
49
Perlakuan Ulangan ∑
1 2 3 4 5
Kontrol 185.75 141.88 124.51 99.51 101.65 653.31
A. flavus 97.19 106.29 147.72 68.78 141.70 551.67
A. terreus 106.17 137.28 128.92 121.56 132.90 626.83
T. harzianum 149.43 187.39 187.63 83.29 135.61 743.36
Analisis Variasi
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas K Tengah F. Hitung F. Tabel
Perlakuan 3402.26 3 1134.08 1.04 3.24
Galad 17347.67 16 1084.23
Total 20749.94 19
(52)
50
Perlakuan Ulangan ∑
1 2 3 4 5
Kontrol 7.13 5.10 7.36 4.05 3.73 27.37
A. flavus 5.64 6.27 5.07 6.30 4.42 27.70
A. terreus 3.38 4.72 6.25 7.20 5.65 27.20
T. harzianum 5.35 6.41 5.77 5.65 6.46 29.64
Analisis Variasi
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas K Tengah F. Hitung F. Tabel
Perlakuan 0.76 3 0.25 0.17 3.24
Galad 23.61 16 1.47
(1)
45
Kegiatan Aplikasi Fungi Pada Semai
R. apiculata
(2)
46
Perlakuan Ulangan 0 I II III IV V VI
Kontrol 1 2.90 5.50 8.50 10.10 11.00 11.80 12.10 2 1.30 2.40 2.90 4.10 4.80 5.20 6.00 3 1.60 2.50 5.00 5.90 6.30 7.00 7.80 4 0.70 1.50 2.00 2.50 2.70 3.20 3.90 5 2.00 4.10 4.60 5.40 6.00 6.50 7.00
A. flavus 1 2.90 3.90 4.60 5.00 5.90 6.50 9.20
2 3.50 5.50 6.40 6.60 6.90 8.00 10.10 3 3.40 4.80 6.30 6.80 7.20 8.10 10.50 4 1.50 2.50 3.30 3.90 5.20 7.00 10.70 5 1.10 3.20 4.40 4.80 5.50 6.80 10.10
A. terreus 1 5.60 9.40 10.00 11.80 12.80 13.00 16.60
2 3.50 6.60 7.40 8.60 9.10 10.00 14.30 3 1.50 6.60 8.50 10.00 11.20 13.00 15.10 4 2.10 4.10 4.80 5.20 6.00 6.30 9.50 5 3.90 7.20 8.10 9.50 10.50 11.50 15.40
T. harzianum 1 0.30 1.60 5.30 9.50 10.50 11.30 13.50
2 7.10 9.90 11.20 13.20 14.60 15.20 19.50 3 5.10 8.10 9.00 11.30 12.50 13.40 15.10 4 7.10 8.90 10.30 11.60 12.70 14.00 15.00 5 6.90 9.10 12.10 14.20 16.00 16.90 21.90
Analisis Variasi
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas K Tengah F. Hitung F. Tabel
Perlakuan 124.82 3 41.60 7.95 3.24
Galad 83.63 16 5.22
Total 208.45 19
(3)
47
Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) tinggi bibit
R. apiculata
Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4 5
Kontrol 9.20 4.70 6.20 2.30 5.00 5.48 a
A. flavus 6.30 6.60 7.10 9.20 9.00 7.64 ab
A. terreus 11.00 10.80 13.60 7.40 11.50 10.86 c
T. harzianum 13.20 12.40 10.00 7.90 15.00 11.70 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom rata-rata menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5 %.
Lampiran 3. Data Pengukuran Diameter Batang Bibit
R. apiculata
(cm)
Perlakuan Ulangan 0 I II III IV V VI
Kontrol 1 0.35 0.43 0.48 0.50 0.52 0.55 0.56 2 0.35 0.42 0.42 0.45 0.51 0.53 0.55 3 0.38 0.41 0.41 0.48 0.51 0.52 0.53 4 0.38 0.39 0.40 0.44 0.50 0.54 0.54 5 0.38 0.41 0.41 0.46 0.50 0.51 0.53
A. flavus 1 0.35 0.48 0.50 0.54 0.58 0.60 0.64
2 0.35 0.41 0.41 0.56 0.59 0.61 0.64 3 0.41 0.48 0.53 0.57 0.63 0.65 0.68 4 0.51 0.53 0.63 0.67 0.71 0.74 0.76 5 0.38 0.41 0.42 0.51 0.58 0.61 0.66
A. terreus 1 0.35 0.415 0.43 0.46 0.51 0.55 0.61
2 0.41 0.43 0.47 0.53 0.57 0.60 0.64 3 0.38 0.41 0.42 0.44 0.45 0.51 0.54 4 0.51 0.52 0.53 0.55 0.59 0.60 0.64 5 0.35 0.41 0.43 0.48 0.50 0.54 0.60
T. harzianum 1 0.38 0.39 0.46 0.50 0.56 0.67 0.72
2 0.47 0.50 0.53 0.56 0.60 0.70 0.76 3 0.47 0.51 0.54 0.59 0.61 0.65 0.67 4 0.31 0.41 0.43 0.45 0.51 0.60 0.64 5 0.38 0.41 0.46 0.49 0.54 0.66 0.68
(4)
48
Analisis Variasi
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas K Tengah F. Hitung F. Tabel
Perlakuan 0.04 3 0.014 6.42 3.24
Galad 0.03 16 0.002
Total 0.07 19
Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) diameter bibit
R. apiculata
Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4 5
Kontrol 0.21 0.20 0.15 0.16 0.15 0.17 a
A. terreus 0.26 0.23 0.16 0.13 0.25 0.21 ab
A. flavus 0.29 0.29 0.27 0.25 0.20 0.26 bc
T. harzianum 0.34 0.29 0.20 0.34 0.31 0.29 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom rata-rata menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5 %.
(5)
49
Perlakuan Ulangan ∑
1 2 3 4 5
Kontrol 185.75 141.88 124.51 99.51 101.65 653.31
A. flavus 97.19 106.29 147.72 68.78 141.70 551.67
A. terreus 106.17 137.28 128.92 121.56 132.90 626.83
T. harzianum 149.43 187.39 187.63 83.29 135.61 743.36
Analisis Variasi
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas K Tengah F. Hitung F. Tabel
Perlakuan 3402.26 3 1134.08 1.04 3.24
Galad 17347.67 16 1084.23
Total 20749.94 19
(6)
50
Perlakuan Ulangan ∑
1 2 3 4 5
Kontrol 7.13 5.10 7.36 4.05 3.73 27.37
A. flavus 5.64 6.27 5.07 6.30 4.42 27.70
A. terreus 3.38 4.72 6.25 7.20 5.65 27.20
T. harzianum 5.35 6.41 5.77 5.65 6.46 29.64
Analisis Variasi
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas K Tengah F. Hitung F. Tabel
Perlakuan 0.76 3 0.25 0.17 3.24
Galad 23.61 16 1.47