Pemanfaatan Fungi Aspergillus Flavus, Aspergillus Tereus Dan Trichoderma Harzianum Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Rhizophora Apiculata Di Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat

(1)

1

PEMANFAATAN FUNGI

Aspergillus flavus

,

Aspergillus tereus

DAN

Trichoderma harzianum

UNTUK MENINGKATKAN

PERTUMBUHAN BIBIT

Rhizophora apiculata

DI DESA PULAU SEMBILAN KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

OLEH:

MONALIA HUTAURUK 111201084/BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

2

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus danTrichoderma Harzianum untuk meningkatkan pertumbuhan bibit Rhizophora apiculata di Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat

Nama : Monalia Hutauruk

NIM : 111201084

Program studi : Kehutanan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D

Ketua Anggota

Mengetahui

Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan


(3)

3

ABSTRAK

MONALIA HUTAURUK. Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, A. tereus

danTrichoderma harzianum untuk meningkatkan pertumbuhan bibit Rhizophora apiculata di Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat di bawah bimbingan akademik oleh YUNASFI dan MOHAMMAD BASYUNI.

Hutan mangrove merupakan hutan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan mangrove yang luas di dunia.Dewasa ini luasan hutan mangrove berkurang akibat degradasi.Degradasi tersebut dapat diatasi dengan kegiatan rehabilitasi. Penelitian ini memanfaatkan fungi A. flavus, A. tereus dan T. harzianum terhadap bibit R. apicuta yang merupakan salah satu spesies yang digunakan untuk kegiatan rehabilitasi hutan mangrove. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai Januari 2015 menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan A. flavus, A. tereus dan T. harzianum dan dengan 5 ulangan. Hasil pengamatan diperoleh bahwa perlakuan T. harzianum memberikan pertumbuhan bibit R. apiculata yang paling baik dimana dengan tinggi rata-rata 16.06 cm, diameter 0.676 cm, luas daun 259.68 cm2, dan bobot kering total 19 g dibanding kontrol tinggi rata-rata 10.86 cm, diameter 0.619 cm, luas daun 146.64 cm2, dan bobot kering total 10.92 g.


(4)

4

ABSTRACT

MONALIA HUTAURUK. Utilization of Fungi Aspergillus flavus, A. tereus

and Trichoderma harzianum to increase the growth of Rhizophora apiculata

seedlings in Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat under academic supervision of YUNASFI and MOHAMMAD BASYUNI

Mangrove is a forest that is affected by tides. Indonesia is one of country that has the largest mangrove forest in the world. Nowdays, the area has been reduced due to the degradation of mangrove forests. This degradation can be addressed with rehabilitation. This study used the fungi of A. flavus, A. tereus

and T. harzianum against R. apicuta seedlings which is one of the species used for the rehabilitation of mangrove forests. The research was conducted on August 2014 untill January 2015 using a completely randomized design (CRD) with A. flavus, A. tereus and T. harzianum treatments and with five replications. Results showed that treatment of T. harzianum provided seedlings, the best growth of R. apiculata where the average height of 16.06 cm, diameter of 0.676 cm, a leaf area of 259.68 cm2, and a total of 19 g dry weight compared to the control with average height of 10.86 cm, 0,619 cm of diameter, leaf area of 146.64 cm2, and the total dry weight of 10.92 g.


(5)

5

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Tangerang, 26 April 1994.Anak pertama dari dua orang bersaudara.Putri dari Simson Hutauruk dan Agustina Siahaan. Penulis lulus dari SD Negeri 174559 Porsea pada Tahun 2005, lulus dari SMP Negeri 1 Porsea pada tahun 2008, dan lulus dari SMA Negeri 1 Balige pada tahun 2011. Juni 2011 penulis diterima di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN.Selanjutnya penulis memilih peminatan Budidaya Hutan.

Penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) 22-31 Agustus 2013 di hutan pendidikan USU Tahura, Tongkoh, Kabupaten Karo.Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang di Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi pada 28 Januari - 28 Februari 2014.Pada tahun 2014 penulis menerima beasiswa National Champion Scholarship (NCS) dari Tanoto Foundation.


(6)

6

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan perlindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan Hasil penelitian ini.Penelitian ini berjudul “Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi untuk Meningkatkan Pertumbuhan Rhizophora apiculata”. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kemampuan berbagai jenis fungi dalam meningkatkan pertumbuhan R. apiculata.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si dan Bapak Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D atas kesediaannya untuk membimbing saya dalam menyelesaikan usulan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan penelitian ini.

Skripsi ini dipersembahkan untuk ayah Simson Hutauruk, Ibu Agustina Siahaan, Adik David Hutauruk dan nenek Debora Situmorang.Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan saran dan kritikan pada hasil penelitian ini.Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Burhanuddin di Desa Pulau Sembilan yang telah membantu penelitian ini di lapangan. Kepada Adiaman Purba, Darmanto Ambarita, Devita Mala Sari, Erikson Naibaho, Lestari Marbun, Rachel Nababan, dan Luhfi Darmawan yang telah membantu selama kuliah dan penelitian ini berlangsung.


(7)

7

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kerangka Pemikiran ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove... 6

Zonasi Hutan Mangrove ... 7

Fungsi Hutan Mangrove ... 9

Degradasi Hutan Mangrove ... 9

Fungi ... 10

Deskripsi Rhizophota apiculata ... 13

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ... 14

Alat dan Bahan ... 14

Prosedur Penelitian... 14

Pembuatan PDA... .... 14

Peremajaan Isolat fungi ... .... 15

Pembuatan Media Tanam dan Penanaman ... 15

Aplikasi Fungi ... 16


(8)

8 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 19

Tinggi Bibit ... 20

Diameter Batang... 20

Luas Permukaan Daun ... 21

Bobot Kering Total ... 22

Pembahasan ... 23

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30


(9)

9

DAFTAR TABEL

No. Halaman 1. Data pengamatan bibit R. apiculata selama 12 minggu ... 19 2. Korelasi antar perlakuan ... 28


(10)

10

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... 20

2. Proses Peremajaan Isolat Fungi ... 15

3. Aplikasi fungi pada bibit R. apiculata ... 16

4. Kondisi semai pada pengamatan akhir dengan perlakuan kontrol (a)A. flavus (b) A. tereus (c) T. harzianum (d) ... 20

5. Pengukuran tinggi bibit R. apiculata ... 21

6. Diameter bibit R. apiculata ... 22

7. Luas permukaan daun bibit R. apiculata ... 22


(11)

11

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Data pengukuran tinggi tanaman ... 34

2. Analisis sidik ragam tinggi bibit ... 34

3. Uji lanjut Beda nyata terkecil (BNT) tinggi bibit R. apiculata ... 34

4. Data pengukuran diameter batang bibit R. apiculata ... 35

5. Analisis sidik ragam diameter R. apiculata ... 35

6. Data Luas permukaan daun bibit R. apiculata ... 36

7. Luas permukaan daun bibit R. apiculata ... 36

8. Uji lanjut Beda Nyata terkecil (BNT) luas permukaan daun ... 36

9. Bobot kering total bibit R. apiculata ... 37

10. Analisis sidik ragam bobot kering total ... 37

11. Uji lanjut Beda nyata terkecil (BNT) bobot kering total ... 37


(12)

3

ABSTRAK

MONALIA HUTAURUK. Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, A. tereus

danTrichoderma harzianum untuk meningkatkan pertumbuhan bibit Rhizophora apiculata di Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat di bawah bimbingan akademik oleh YUNASFI dan MOHAMMAD BASYUNI.

Hutan mangrove merupakan hutan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan mangrove yang luas di dunia.Dewasa ini luasan hutan mangrove berkurang akibat degradasi.Degradasi tersebut dapat diatasi dengan kegiatan rehabilitasi. Penelitian ini memanfaatkan fungi A. flavus, A. tereus dan T. harzianum terhadap bibit R. apicuta yang merupakan salah satu spesies yang digunakan untuk kegiatan rehabilitasi hutan mangrove. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai Januari 2015 menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan A. flavus, A. tereus dan T. harzianum dan dengan 5 ulangan. Hasil pengamatan diperoleh bahwa perlakuan T. harzianum memberikan pertumbuhan bibit R. apiculata yang paling baik dimana dengan tinggi rata-rata 16.06 cm, diameter 0.676 cm, luas daun 259.68 cm2, dan bobot kering total 19 g dibanding kontrol tinggi rata-rata 10.86 cm, diameter 0.619 cm, luas daun 146.64 cm2, dan bobot kering total 10.92 g.


(13)

4

ABSTRACT

MONALIA HUTAURUK. Utilization of Fungi Aspergillus flavus, A. tereus

and Trichoderma harzianum to increase the growth of Rhizophora apiculata

seedlings in Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat under academic supervision of YUNASFI and MOHAMMAD BASYUNI

Mangrove is a forest that is affected by tides. Indonesia is one of country that has the largest mangrove forest in the world. Nowdays, the area has been reduced due to the degradation of mangrove forests. This degradation can be addressed with rehabilitation. This study used the fungi of A. flavus, A. tereus

and T. harzianum against R. apicuta seedlings which is one of the species used for the rehabilitation of mangrove forests. The research was conducted on August 2014 untill January 2015 using a completely randomized design (CRD) with A. flavus, A. tereus and T. harzianum treatments and with five replications. Results showed that treatment of T. harzianum provided seedlings, the best growth of R. apiculata where the average height of 16.06 cm, diameter of 0.676 cm, a leaf area of 259.68 cm2, and a total of 19 g dry weight compared to the control with average height of 10.86 cm, 0,619 cm of diameter, leaf area of 146.64 cm2, and the total dry weight of 10.92 g.


(14)

12

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan hutan yang berada di antara darat dan laut yang dipengaruhi oleh gelombang, topografi pantai dan pasang surut air laut (Priyono, 2010).Selain itu, menurut Kusmana(2009) hutan mangrove juga merupakan tempat berlangsungnya proses dekomposisi bahan organikdan mampu mengurangi kadar garam oleh bahan organik dari serasah yang telah terdekomposisi.

Indonesia merupakan satu diantara negara yang mempunyai hutan mangrove paling luas di dunia.Pada tahun 2011Giri dkk., (2011) menyebutkan bahwa Indonesia memiliki hutan mangrove dengan luas 3.112.989 Hayang merupakan 22,6 % dari total luas hutan mangrove di seluruh dunia. Walaupun mangrove Indonesia merupakan yang terluas di dunia namun kondisinya semakin menurun dari tahun ke tahun akibat degradasi hutan.

Degradasi dapat menurunkan fungsi-fungsi mangrove baik secara bio-ekologis berupa rusaknya sistem maupun fungsi ekonomis berupa penurunan produksikerusakan yang terjadi pada hutan mangrove akan memberikan dampak buruk baik bagi lingkungan maupun masyarakat di sekitar pesisir. Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya. Penyebab kerusakan mangrove seperti pencemaran, konversi hutan mangrove yang kurang memperhatikan faktor lingkungan dan penebangan yang berlebihan (Kusmana, 2003).Oleh karena itu


(15)

13

perlu dilakukan rehabilitasi untuk mengatasi fenomena kerusakan tersebut.Dalam Peraturan Pemerintah No. 76 tahun 2008, pasal 1 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi hutan, dinyatakan bahwa rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.

Bahan organik tanaman berperan penting dalam menciptakan kesuburan tanah karena berbagai macam bahan organik tanaman pada akhirnya mengalami proses dekomposisi dan menjadi unsur hara yang berguna untuk pertumbuhan tanaman (Iltifahdkk.,2005).Proses dekomposisi tersebut berlangsung dengan memanfaatkan berbagai jenis fungi.

Proses dekomposisi dimulai dengan kolonisasi bahan organik mati oleh fungi yang mampu mengautolisis jaringan mati melalui mekanisme enzimatik. Fungi akan mengeluarkan enzim yang menghancurkan molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati(Kurniawan, 2012).

Beberapa jenis fungi mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman.MenurutWulandari (2012) fungi Trichoderma harziamumyang diaplikasikan pada tanaman sawi hijau mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman tersebut.Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sihite (2014) menunjukkan bahwa T. harzianum mampu meningkatkan pertumbuhan Avicennia marina.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian tentang aplikasi berbagai jenis fungi inidiharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan R. apiculata.Karena


(16)

14

fungi mampu mempercepat dekomposisi bahan organik tanaman, sehingga unsur hara tercukupi untuk pertumbuhan R. apiculata.Tercukupinya unsur hara akan meningkatkan kecepatan dan kapasitas penyerapan hara, dengan demikian laju fotosintesis akan semakin meningkatkan berat kering tanaman (Poerwowidodo, 1992).Fungi yang digunakan dalam penelitian ini diperolehdengan cara isolasi fungi dari lumpur dan air laut yang diperoleh dari penelitiansebelumnya(Sihite, 2014) yaitu Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianum. Oleh karena itu peningkatan pertumbuhan bibit R. apiculata, sebagai salah satu jenis yang digunakan dalam program rehabilitasiakan membantu rehabilitasi hutan mangrove yang telah terdegradasi khususnya di Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat.

Tujuan Penelitian

1. Membandingkan kemampuan berbagai jenis fungi dalam meningkatkan pertumbuhan bibit R. apiculata di Desa Pulau Sembilan, Langkat.

2. Menetapkan jenis fungi yang mempunyai kemampuan yang besar dalam meningkatkan pertumbuhan bibit R. apiculata.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini berguna untuk memberikan informasi jenis-jenis fungi yang berperan meningkatkan pertumbuhan bibit R. apiculata.

Hipotesis Penelitian

Aplikasi fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan


(17)

15 Kerangka Pemikiran

Mangrove merupakan satu diantara ekosistem hutan yang berperan sebagai penyangga kehidupan masyarakat pesisir.Dewasa ini banyak aktivitas yang berlangsung di daerah pesisir yakni memanfaatkan lahan hutan mangrove dengan merubah fungsi dari ekosisten tersebut, sehingga terjadi degradasi.Degradasi tidak hanya mempengaruhi vegetasi yang ada di dalamnya, namun juga mempengaruhi kehidupan biota laut.Degradasi ekosistem mangrove dapat diatasi dengan melakukan rehabilitasi ekosistem mangrove.Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan bibit yang sehat yang memiliki pertumbuhan yang cepat.Dalam penelitian ini dimanfaatkan beberapa fungi yang mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik.Bahan organik yang telah terdekomposisi merupakan sumber unsur hara bagi bibit R. apiculata. Sehingga cepatnya proses dekomposisi bahan organikdiharapkan mampu mempercepat pertumbuhan bibit R. apiculata.Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.


(18)

16

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian. Konversi hutanmangrove

menjadi lahan perkebunan

Permukiman Pencemaran

Degradasi mangrove

Rehabilitasi

Pemanfaatan fungi

Mempercepat dekomposisi bahan organik

Peningkatan pertumbuhan R. apiculata


(19)

17

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove

Istilah “mangrove” dapat didefenisikan secara berbeda. Beberapa ahli mengemukakan pendapat mereka, namun pada dasarnya perbedaan istilah tersebut mengacu pada hal yang sama. Macnae (1968) menyebutkan kata mangrove merupakan perpaduanantara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris

grove.Sementara itu, menurut Mastaller(1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi yang digunakan untuk menerangkan marga Avicennia

dan masih digunakan sampai saat ini di Indonesiabagian timur.Tomlison (1986) menggunakan kata mangrove untuk menyatakan tumbuhan maupun komunitasnya, dan ada juga yang menyebutkan bahwa kata mangrove merupakan istilah umum untuk pohon yang hidup di daerah berlumpur, basah, dan terletak di perairan pasang surut dan disebut sebagai hutan pasang.

Hutan mangrove merupakan masyarakat hutan halofit yang menempati bagian zona intertidal tropika dan subtropika berupa rawa dan hamparan lumpur yang dibatasi oleh pasang surut air laut.Halofit merupakan sebutan bagi tumbuhan yang dapat hidup dalam lingkungan bergaram (Arief, 2003).

Hutan mangrove juga sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam kondisi salinitas yang tinggi (Nybakken, 1992). Hutan mangrove didominasi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 marga tumbuhan berbunga: Avicennia, Sonneratia,


(20)

18

Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000).

Mangrove hidup di daerah antara level pasang naik tertinggi (maximum spring tide) sampai level sekitar atau diatas permukaan laut rata-rata (mean sea level). Hampir 75% tumbuhan mangrove hidup diantara 350 LU – 350 LS, banyak terdapat di kawasan Asia Tenggara, seperti Malaysia, Sumatera dan beberapa daerah Kalimantan yang memiliki curah hujan yang tinggi dan bukan musiman (Kusmana, 2003).

Zonasi Hutan Mangrove

Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang tidak bermuara ke sungai, pertumbuhan vegetasi mangrove tidak optimal.Mangrove tidak atau sulit tumbuh di wilayah pesisir yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut yang kuat, karena kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan sebagai substrat bagi pertumbuhannya (Dahuri, 2003).

Zone vegetasi mangrove berkaitan erat dengan pasang surut.Di Indonesia,areal yang selalu digenangi walaupun pada saat pasang rendah umumnya didominasi oleh Avicennia albaatau Sonneratia alba. Areal yang digenangi oleh pasang sedang didominasi oleh jenis-jenis Rhizophorasp. Adapun areal yang digenangi hanya pada saat pasang tinggi, dan areal ini lebih ke daratan, umumnya didominasi oleh jenis-jenis Bruguierasp.dan Xylocarpus granatum, sedangkan areal yang digenangi hanya pada saat pasang tertinggi (hanya beberapa hari dalam sebulan) umumnya didominasi oleh Bruguiera sexangula dan


(21)

19

Anwar (1984) membagi hutan mangrove menjadi lima zone berdasarkan frekuensi air pasang, yaitu:

a. Hutan yang paling dekat dengan laut ditumbuhi olehAvicennia dan Sonneratia.

Sonneratia tumbuh pada lumpur lembek dengan kandungan organik yang tinggi. Avicennia marina tumbuh pada substrat berliat agak keras, sedangkan

Avicennia alba tumbuh pada substrat yang agak lembek.

b. Hutan pada substrat yang sedikit lebih tinggi biasanya dikuasai oleh Bruguiera cylindrica. Hutan ini tumbuh pada tanah liat yang cukup keras dan dicapai oleh beberapa air pasang saja.

c. Kearah sedikit daratan dikuasai oleh Rhizophora mucronata dan Rhizophora apiculata. Rhizophora mucronata lebih banyak dijumpai pada kondisi yang agak basah dan lumpur yang agak dalam. Pohon-pohon dapat tumbuh setinggi 30-40 m. Terdapat juga pohon lain seperti Bruguiera parviflora dan

Xylocarpus granatum.

d. Hutan yang dikuasai oleh Bruguiera parviflora kadang-kadang dijumpai tanpa jenis pohon lainnya.

e. Hutan mangrove terakhir dikuasai oleh Bruguiera gymnorrhiza. Selain pohon ini toleran terhadap naungan pada kondisi di mana Rhizophora tidak dapat tumbuh, seperti pohon cemara, semaian Bruguiera gymnorrhiza tidak mampu tumbuh di bawah induknya. Peralihan antara hutan ini dengan hutan dataran ditandai oleh adanya Lumnitzera racemosa, Xylocarpus granatum, Intsia bijuga, Ficus retusa, rotan, pandan dan nobong pantai.


(22)

20

Chapman (1984) mengelompokkan mangrove ke dalam dua kategori, yaitu:

a. Flora mangrove inti, yakni flora mangrove yang mempunyai peran ekologi utama dalam formasi mangrove, seperti: Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Avicennia, Nypa, Xylocarpus, Derris, Acanthus, Lumnitzera, Scyphiphora, Symythea dan Dolichandrone.

b. Flora mangrove peripheral (pinggiran), yaitu flora mangrove yang secara ekologi berperan penting dalam formasi hutan lain, seperti: Excoecaria agallocha, Acrostichum aureum, Cerbera manghas, Heritiera littorelis, Hibiscus tilliaceus, dan lain-lain.

Fungsi Hutan Mangrove

Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II Medan (2012) mengelompokkan manfaat ekosistem mangrove baik langsung maupun tidak langsung.Manfaat langsung adalah produk mangrove yang memiliki nilai pasar.Dimana masyarakat dapat memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan seperti untuk kayu bakar, konstruksi bangunan, bahan obat, sumber pangan alternatif dan lain-lain.Manfaat tidak langsung merupakan fungsi ekologi ekosistem mangrove meliputi margasatwa, perikanan, proteksi pantai, instalasi pengolahan limbah, pariwisata dan pendidikan.

Degradasi Hutan Mangrove

Saat ini di seluruh dunia hilangnya sumberdaya mangrove semakin meningkat yang disebabkan adanya pemanfaatan yang tidak berkelanjutan serta pengalihan peruntukan (Aksornkoae, 1993). Hal yang sama juga terjadi di


(23)

21

Indonesia.Pada tahun 1993 luas hutan mangrove Indonesia 3.765.250 Ha,tahun 2005 mempunyai luas 3,062,300 Ha, yang merupakan 19 % dari total luas hutan mangrove di seluruh dunia (FAO, 2007).Pada tahun 2011 luas hutan mangrove di Indonesia 3.112.989 Ha(Giri dkk.,2011).Sementara data Bakosurtanal(2009)luas hutan mangrove 3.244.018 melalui analisis citra satelit.Dalam kurun waktu dua tahun luas hutan mangrove Indonesia terjadi penurunan sebesar 131.029 Ha.

Kegiatanutama yang memberikan sumbangan terbesar terhadap penurunan luas areal mangrove di Indonesia adalah pengambilan kayu untuk keperluan komersial serta peralihan peruntukan untuk tambak dan areal pertanian (khususnya padi dan kelapa).Giesen(2006) memperkirakan bahwa25% darikerugianbakauini disebabkan olehpembukaanhutan mangroveuntukkolam ikanbudidaya(tambak), dan75% dari kombinasikonversi lahan untuk pertanian, degradasiakibateksploitasi berlebihan, danerosi pantai.Lebih dari setengah hutan mangrove yang ada (57,6%), ternyata dalam kondisi rusak parah, diantaranya 1,6 juta Ha dalam kawasan hutan dan 3,7 juta Ha di luar kawasan hutan. Luas hutan mangrove di pulau Sumatra ± 657.000 Ha, dari total ini sekitar 30% (± 200. 000 Ha) dijumpai di propinsi Sumatra Utara (Sunarto, 2008).

Fungi

Fungi adalah mikroorganisme tidak berklorofil, eukariotik, berdinding sel kitin atau selulosa, dan bereproduksi secara seksual atau aseksual. Fungi termasuk ke dalam kingdom tersendiri karenacara mendapatkan makanannya berbeda dengan mikroorganisme lainnya, yaitu melalui absorbsi. Fungi berkembangbiak secara seksual melalui peleburan peleburan inti sel.Sebagian besar tubuh fungi


(24)

22

terdiri atas benang-benang halus yang disebut dengan hifa, jalinan-jalinan hifa disebut dengan miselium.Hifa dapat dibedakan atas dua berdasarkan fungsinya tipe hifa menyerap unsur hara dari substrat dan tipe hifa yang menyangga alat-alat reproduksi (Gandjar dkk., 1999).

Fungi adalah mikroorganisme yang mampu mendekomposisi bahan organiktanah.Fungi diketahui melakukan dekomposisi selulosa secara aktif dengan menghasilkan enzim selulase ekstraselular (Gandjar dkk., 2006). Selulosa merupakan salah satu komponen pembangun pertumbuhan.Dari beberapa isolat fungi yang ada pada hutan mangrove ada empat fungi yang telah diperoleh dan diidentifikasikan menurut Sihite (2014) dalam penelitiannya yaitu Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, Trichoderma harzianum dan Penicillium sp.

Beberapa penelitian telah membuktikan peran fungi dalam pertumbuhan tanaman.Pada tanaman lidah buaya, pemberian Aspergillus sp.menghasilkan pertumbuhan tanaman lidah buaya yang lebih baik (Alimuddin dkk.,2012). Pemberian Aspergillus niger pada penelitian Juli dkk., (2013) berpengaruh nyata dalam meningkatkan bobot kering akar tanaman jagung. Firman dan Aryantha (2003) menyatakan bahwa fungi Penicilium sp., dan Aspergillus sp. dapat menghasilkan glukosa oksidase dengan aktivitas yang cukup tinggi, sehingga semakin banyak karbohidrat yang dihasilkan dan tersedia di dalam tanah maka laju pertumbuhan sel-sel baru akan semakin meningkat.

Penelitian Sihite (2014) membuktikan bahwa aplikasi fungi T. harzianum

berpengaruh terhadap pertumbuhan A. marina.Penelitian Lehar (2012)

Trichoderma sp. sebagai pupuk organik agen hayati juga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman kentang (Solanum tuberosum).Hal tersebut dikarenakan


(25)

23

T.harzianum memiliki nilai aktivitas enzim lipase tertinggisehingga mampu mendegradasi substrat secara optimal dengan menggunakan lipid dan memanfaatkan bahan organik sebagai nutrisi utama (Jalil, 2004).

Fungi tidak hanya berfungsi sebagai dekomposer, namun beberapa fungi seperti Aspergillus sp. mampu melarutkan alumunium fosfor dan ferum fosfor (Das, 1963).Fosfor relatif tidak mudah tercuci, tetapi karena pengaruh lingkungan P tersedia berubah menjadi tidak tersedia (Elfiati, 2005), sehingga dengan adanya aktivitas Aspergillus sp. mampu mengubah P tidak tersedia menjadi tersedia.Aspergillus sp. juga memiliki kemampuan menghasilkan enzim urea reduktase dan fosfatase yang berperan dalam penambatan N bebas dari udara dan pelarut P dari senyawa yang sukar larut.Selain itu fungi tersebut mampu menghasilkan asam-asam organik pelarut P dan/atau polisakarida yang berfungsi sebagai perekat dalam pembentukan agregat mikro (Goenadi dkk., 1995).Proses-proses tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, karena unsur-unsur hara yang ada pada tanah menjadi tersedia bagi tanaman.

Pemberian fungi pada tanaman juga dapat mengendalikan penyakit pada tanaman. Penelitian yang dilakukan oleh Latifah dkk., (2011) pemanfaatan fungi

T. harzianum dapat mengendalikan penyakit layu fusarium pada tanaman bawang merah. Fungi juga diketahui dapat menghidrolisis senyawa-senyawa toksik yang sulit diuraikan menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, sehingga dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme itu sendiri atau lainnya. Sebagai contoh fenol dapat dimanfaatkan oleh Aspergillus, Candida, Fusrium, Trichoderma, dan


(26)

24 Deskripsi Rhizophora apiculata

Rhizophora apiculata memiliki banyak nama lokal yaitu bakau minyak, bakau tandok, bakau akik, bakau puteh, bakau kacang, bakau leutik, akik, bangka minyak, donggo akit, jankar, abat, parai, mangi-mangi dan lain-lain(Noor dkk., 2006).

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malpighiales Family : Rhizophoraceae Genus : Rhizophora


(27)

25

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.Untuk peremajaan fungi dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai Januari 2015.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi, api bunsen, spatula, gelas ukur, timbangan analitik, oven, kalifer, penggaris, autoklaf, label kertas, cangkul, kamera digital, alumunium foil, gunting, sarung tangan, sprayer, polibag,spidol permanen, dan plastikclingwrap.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah propagul R. apiculata,akuades, kentang, dextrose, agar, spritus, alkohol 70%, antibiotik, isolat berbagai jenis fungi yang diperolehdaripenelitian Sihite (2014)A. flavus, A. tereus, dan T. harzianum.

Prosedur Penelitian Pembuatan PDA

Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA), kentang dikupas dan ditimbang sebanyak 200 gram, kemudian diiris tipis-tipis. Kentangdirebusdenganakuades 1 Liter selama 15-20 menit, kemudian disaring dengan kain.Gula dan agar masing-masing 20 gram dimasukkan ke dalam filtrat hasil rebusan kentang, selanjutnya dimasaksampai mendidih dan diaduk sampai


(28)

26

Isolat fungi

tidak terdapat endapan.Dimasukkan antibiotik setelah suhunya normal. Selanjutnya media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 15 psi selama 15 menit.

Peremajaan Isolat Fungi

Media yang telah disterilisasi dituang ke dalam cawan Petri.Ditunggu media dingin dan membeku selanjutnya biakan murni fungi dari penelitian sebelumnya dimasukkan ke dalam media.Selanjutnya diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang. Proses peremajaan fungi ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses Peremajaan Isolat Fungi

Pembuatan Media Tanam dan Penanaman

Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah lumpur dari bawah tegakan R. apiculata di Desa Pulau Sembilan.Wadah tanam yang digunakan adalah polibag dengan ukuran 15 cm.

Propagul R. apiculataditanam ke dalam polibag yang telah berisi media tumbuh.Kemudian polibag diberi label sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Propagul yang digunakan memiliki leher kotiledon berwarna merah jika sudah

PDA


(29)

27

matang, diameter ± 2 cm dan panjang ± 30 cm. Aplikasi fungi dapat dilakukan setelah propagul berkecambah dan memiliki 2 helai daun.

Aplikasi Fungi

Isolat fungi yang digunakan adalah A. flavus, A. tereus, dan T. harzianumJenis-jenis fungi tersebut diaplikasikan dalam bentuk suspensi fungi. Fungi yang tumbuh di media PDA diambil 1 x 1 cm, selanjutnya fungi ini dimasukkan ke dalam air steril 10 ml pada tabung reaksi.Fungi dalam tabung reaksi dikocok sampai fungi terlepas dari agar.Selanjutnya suspensi fungi tersebut dituang ke dalam polibag atau media tanam bibit. Proses aplikasi fungi pada bibit

R. apiculata dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Aplikasi fungi pada bibit R. apiculata, (a). Fungi diambil dari cawan petri dengan ukuran 1x1 cm, (b). Fungi dimasukkan ke dalam tabung reaksi, (c). Dikocok

hingga fungi terlepas dari media agar, (d). Suspensi fungi dituang ke dalam polibag

a b


(30)

28 Parameter yang Diamati

a. Tinggi semai (cm)

Pengukuran tinggi semaidilakukan sekali dua minggu selama 3 bulan.Alat ukur yang digunakan adalah penggaris.Pengukuran pertama dilakukan pada titik awal pertumbuhan hingga ke pangkal daun paling ujung,dan titik tersebut merupakan titik untuk pengukuran selanjutnya sehingga data yang diperoleh lebih akurat.

b. Diameter semai (cm)

Diameter batang diukur dengan menggunakan kalifer.Untuk mendapatkan pengukuran yang lebih akurat,diameter batang diukur pada batang dimana daun pertama muncul dan demikian untuk pengukuran selanjutnya.Pengukuran diameter dilakukan sekali dua minggu selama 3 bulan.

c. Luas permukaan daun

Perhitungan luas daun dilaksanakan pada pengamatan terakhir. Daun diletakkan di kertas putih kemudian difoto, lalu di scan ke computer, selanjutnya dihitung dengan menggunakan software image J.

d. Bobot kering tajuk dan akar

Dianalisis setelah data terakhir diambil. Daun dan akar dari setiap perlakuan

dan kontrol masing masing dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 70oC (1-2 hari) sampai berat konstan. Kemudian daun dan akar tersebut ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.


(31)

29 Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) karena kondisi lingkungan persemaian yang homogen dan faktor perlakuannya hanya satu yaitu pengaruh aplikasi fungi. Terdapat tiga jenis fungi yang diaplikasikan dengan lima kali ulangan.Data yang ada akan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dan jika berpengaruh nyata akan diuji lanjut menggunakan uji beda rerata perlakuan dengan kontrol (Uji Dunnet).

���= �+��+���

Keterangan:

���=respon pertumbuhan tanaman terhadap perlakuan ke-i ulangan ke-j �=rataan umum

�� =taraf perlakuan

��� =pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j i = Kontrol, A. flavus, A. tereus, dan T. harzianum


(32)

30

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pengaruh aplikasi fungi A. flavus. A. tereus dan T. harzianumterhadap pertumbuhan bibit R. apiculata dilakukan di Desa Pulau Sembilan, Kabupaten Langkat. Data pengukuran tinggi, diameter, luas daun dan bobot kering total dapat dilihat pada Tabel 1.Adapun kondisi semai pada pengamatan terakhir dapat dilihat pada Gambar 4.

Tabel 1. Data pengamatan bibit R. apiculata selama 12 minggu

Parameter pengamatan

Perlakuan

Satuan Kontrol A. flavus A. tereus T. harzianum

Tinggi rata-rata 10.060 15.04 10.54 16.06 cm

Diameter rata-rata 0.62 0.63 0.66 0.68 cm

Luas daun 146.64 193.00 191.19 259.68* cm2

Berat kering total 10.92 15.80 15.04 19.00* g

Keterangan: * Berpengaruh nyata berdasarkan uji beda rerata perlakuan dengan kontrol (Uji Dunnet)

Dari hasil pengamatan akhir dapat dilihat bahwa pertumbuhan bibit R. apiculata dengan perlakuan T. harzianum memiliki pertumbuhan yang lebih baik.Pada Gambar 4 dapat dilihat akar lebih besar dan daunnya lebih luas dibandingkan dengan perlakuan lainnya.Namun pada beberapa bagian daun berlubang akibat dimakan oleh teritip. Teritip merupakan organisme mangrove yang menempel pada organ tumbuhan mangrove baik pada akar, daun dan organ lainnya (Wibisono dkk., 2006). Organisme ini merupakan salah satu hama yang menyerang bagian tanaman mangrove sehingga dapat menyebabkan kerusakan bahkan kematian pada mangrove.


(33)

31

Gambar 4.Kondisi semai pada pengamatan akhir dengan perlakuan kontrol (a), A. flavus (b), A. tereus (c), T. harzianum (d)

a. Tinggi bibit

Pengukuran tinggi dilakukan sebanyak 6 kali pengkuran selama 12 minggu.Aplikasi fungi pada bibit R. apiculatamemiliki pertumbuhan tinggi yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol seperti yang tertera pada Lampiran 1.Dari semua fungi yang diaplikasikan, fungi T. harzianummerupakan fungi yang paling baikuntuk pertumbuhan tinggi bibit R. apiculata. Pertambahan tinggi dengan aplikasi T. harzianum sebesar 16.06 cm sementara tanpa perlakuan (kontrol) sebesar 10.06 cm. Pertambahan tinggi bibit selama 12 minggu dapat dilihat padaGambar 5.

a b


(34)

32

Gambar 5.Pengukuran tinggi bibit R. apiculata

b. Diameter batang

Hasil pengukuran diameter bibit R. apiculata dapat dilihat pada Lampiran 4.Aplikasi fungi mempengaruhi pertumbuhan diameter batang bibit. Diameter batang bibit tertinggi pada perlakuan T. harzianum yaitu sebesar 0.68 cm, sementara diameter terkecil terdapat pada bibit tanpa perlakuan (kontrol) yaitu sebesar 0.62 cm. Grafik pertambahan diameter batang bibit R. apiculata selama 12 minggu pengukuran dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6.Diameter bibit R. apiculata

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

0 2 4 6 8 10 12

Kontrol A. flavus A. tereus T. harzianum Minggu ke-T in g g i b ib it ( C m ) 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

0 2 4 6 8 10 12

Kontrol A. flavus A. tereus T. harzianum Minggu ke-D iam et er b ib it ( cm )


(35)

33

c. Luas permukaan daun

Pengukuran luas permukaan daun dilakukan pada hari terakhir pangukuran.Pengukuran ini bertujuan untuk melihat perbedaan luas daun dari setiap perlakuan. Data pengukuran luas daun dapat dilihat pada Lampiran 6. Luas permukaan daun tertinggi terdapat pada bibit dengan aplikasi fungi T. harzianum

yaitu sebesar 259.68 cm2 sementara yang terkecil terdapat pada bibit tanpa perlakuan (kontrol) sebesar 146.64 cm2. Data luas total permukaan daun per perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7.Luas permukaan daun bibit R. apiculata

d. Bobot kering total

Data bobot kering total diperoleh pada terakhir pengukuran setelah dilakukan pengukuran luas permukaan daun. Data bobot kering bibit R. apiculata

semua perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 9.Bobot kering bibit terbesar terdapat pada bibit dengan perlakuan fungi T. harzianum sebesar 19.00 g, sementara bobot kering total terkecil dimiliki bibit tanpa perlakuan fungi sebesar 10.92 g. Gambar 8menunjukkan perbedaan bobot kering total bibit pada setiap perlakuan. 0 50 100 150 200 250 300

Kontrol A. flavus A. tereus T. harzianum 259.68* 191.19 193.00 146.64 L ua s d aun ( cm 2) Keterangan: *Berpengaruh nyata


(36)

34

Keterangan: *Berpengaruh nyata

Gambar 8.Bobot kering total bibit R. apiculata

Pembahasan

Fungi yang yang diaplikasikan di lapangan mempengaruhi pertumbuhan bibit R. apiculata.Pengamatan tinggi yang telah dilakukan, diperoleh data tinggi bibit dengan aplikasi berbagai jenis fungi.Tinggi bibit yang paling rendah adalah dengan perlakuan kontrol (Tabel 1, Gambar 5).Berdasarkan analisis sidik ragam, pemberian fungi berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit R. apiculata. Dan setelah dilakukan Uji lanjut Dunnet, semua perlakuan fungi memberikan pengaruh yang sama terhadap kontrol (Lampiran 3).

Data rata-rata pertumbuhan tinggi yang lebik baik yaitu pada aplikasi T. harzianumyaitu 16.06 cm hal tersebut disebabkan karena fungi ini mampu mendekomposisi bahan organik yang ada pada media pertumbuhan.Hal tersebut didukung oleh tiga enzim yang dimiliki oleh T. harzianum yaitu enzim

celobiohidrolase (CBH) yang aktif merombak selulosa alami, enzim

endoglikonase yang aktif merombak selulosa terlarut dan enzim glukosidase yang aktif menghidrolisis unit selobiosa menjadi molekul glukosa. Enzim ini berkerja secara sinergis, sehingga proses penguraian dapat berlangsung lebih cepat dan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

kontrol A. flavus A. tereus T. harzianum 10.92 15.80 15.04 19.00* B o b o t k er in g to ta l (g) Jenis fungi


(37)

35

intensif (Salma dan Gunarto, 1996).Tidak hanya sebagai pengurai berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Latifah dkk.(2011) T. harzianum juga dapat digunakan sebagai agensia pengendali penyakit layu fusarium pada tanaman bawang.MenurutWidyastuti dkk. (2000) bahwapenambahanT. harzianum

mampu menghambat jamur R. lignosus, S. rolfsii, dan jamur akar putih (Ganoderma philipii) pada Acacia sp.

Hasil pengamatan pertumbuhan tinggi menunjukkan bahwa antar perlakuan mengahasilkan pertumbuhan tinggi bibit R. apiculata yang berbeda-beda.Hal tersebut disebabkan karena setiap fungi memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mendekomposisi bahan organik serta menyediakan unsur hara.Data pertumbuhan tinggi R. apiculata yang paling besar didapat pada perlakuan T. harzianum.Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sihite (2014) fungi T. harzianum ini memiliki kemampuan lebih baik dalam pertumbuhan A. marina.Hal tersebut dikarenakan T.harzianum memiliki nilai aktivitas enzim lipase tertinggi sehingga mampu mendegradasi substrat secara optimal dengan menggunakan lipid dan memanfaatkan bahan organik sebagai nutrisi utama (Jalil, 2004).

Diameter batang

Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan pertumbuhan diameter tertinggi terdapat pada perlakuan fungi T. harzianum.Berdasarkan analisis sidik ragam perlakuan fungitidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter bibit (Lampiran 5).Namun berdasarkan data diameter rata-rata perlakuan T. harzianummemiliki diameter yang lebih tinggi yaitu 0.68 cm sementara diameter rata-rata kontrol yaitu 0.62 cm.


(38)

36

Aplikasi fungi memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan R. apiculata. Fungi A. flavus dan A. tereus juga memberikan pengaruh dalam pertumbuhan bibit. Fungi Aspergillus sp. mampu melarutkan alumunium fosfor dan ferum fosfor (Das, 1963).Fosfor relatif tidak mudah tercuci, tetapi karena pengaruh lingkungan P tersedia berubah menjadi tidak tersedia (Elfiati, 2005), sehingga dengan adanya aktivitas Aspergillus sp. mampu mengubah P tidak tersedia menjadi tersedia.Aspergillus sp. juga memiliki kemampuan menghasilkan enzim urea reduktase dan fosfatase yang berperan dalam penambatan N bebas dari udara dan pelarut P dari senyawa yang sukar larut.Selain itu fungi tersebut mampu menghasilkan asam-asam organik pelarut P dan/atau polisakarida yang berfungsi sebagai perekat dalam pembentukan agregat mikro (Goenadi dkk, 1995).

Peran mikroba tanah dalam siklus berbagai unsur hara di dalam tanah sangat penting, sehingga bila salah satu jenis mikroba tersebut tidak berfungsi maka akan terjadi ketimpangan dalam daur unsur hara di dalam tanah. Ketersediaan unsur hara sangat berkaitan dengan aktivitas mikroba yang terlibat di dalamnya.

Luas permukaan daun

Hasil akhir pengamatan di lapangan menunjukkan pengaruh nyata terhadap luas permukaan daun.Pengaruh setiap perlakuan berbeda-beda terhadap luas permukaan daun.Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 7perlakuan fungi berpengaruh nyata terhadap luas permukaan daun bibit R. apiculata.Uji lanjut Dunnet menunjukkan bahwa fungiT. harzianummemiliki pengaruh yang berbeda dibandingkan dengan kontrol (Lampiran 8).Hal tersebut disebabkan karena fungi T. harzianummerupakan mikoparasitik yang memiliki kemampuan


(39)

37

untuk memparasit fungi lain sehingga dapat bersaing dan memiliki ruang pertumbuhan yang lebih baik dan T. harzianumdiduga menghasilkan antibiotik yang lebih banyak dan lebih efektif dibandingkan dengan fungi lainnya (Sudantha dkk., 2011).

Luas total daun perlakuan T. harzianum yaitu 259.68 cm2 sementara kontrol 146.64 cm2. Menurut Suwahyono (2004), bahwa pemberian T. harzianum mampu meningkatkan jumlah akar dan daun menjadi lebar. Hal tersebut diduga karena fungi tersebut mampu menyediakan unsur hara yang lebih tinggi dan mencukupi bahan untuk proses fotosintesis, sehingga pembentukan sel dan organ seperti daun juga lebih tinggi.

Trichodermaharzianum disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen antagonis terhadap fungi penyebab penyakit.Hal ini dikarenakan T. harzianum mampu menghambat dengan melakukan persaingan, baik dalam hal ruang atau nutrisi dengan jamur patogen (Tronsmo,1996). Menurut Cook dan Baker (1983) T. harzianumjuga menghasilkan senyawa gliotoksin dan viridin yang bersifat menghambat patogen tanaman.

Bobot kering total

Hasil analisis akhir yang dilakukan di laboratorium menunjukan bahwa aplikasi fungi mempengaruhi bobot kering total bibit R. apiculata. Pengaruh antar fungi juga berbeda terhadap bobot kering.Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 10, fungi juga berpengaruh nyata terhadap bobot kering total bibit.Berdasarkan uji lanjut Dunnetperlakuan fungi T. harzianum menunjukkan pengaruh yang berbeda dengan kontrol, sementara dua perlakuan lainnya tidak


(40)

38

berpengaruh nyata(Lampiran 11).Berat kering total rata-rata tanaman yang diberi fungi T. harzianum lebih tinggi yakni 19.00 gsementara kontrol 10.92 g.

T. harzianum juga memiliki glukosa oksidase yang dapat menguraikan karbohidrat dengan aktivitas yang cukup tinggi. Semakin banyak karbohidrat yang tersediabagi tanaman, maka laju pertumbuhan sel-sel baru tanaman juga akan semakin meningkat sehingga biomassa tanaman juga meningkat. T. harzianum juga memiliki asam-asam organik yang berguna sebagai perekat partikel tanah sehingga aerasi tanah menjadi lebih baik dan pertumbuhan tanaman juga akan lebih baik (Goenadi dkk., 1995).

Aplikasi fungi T. harzianum secara keseluruhanmemberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan bibit R. apiculata hal tersebut disebabkan karena T. harzianum mampu merangsang tanaman untuk memproduksi hormon/zat pengantur tumbuh asam giberelin (GA3), asam indolasetat (IAA), dan benzylaminopurin (BAP) dalam jumlah yang lebih besar, sehingga pertumbuhan tanaman lebih optimum, subur, sehat, kokoh, dan pada akhirnya berpengaruh pada ketahanan tanaman. Hormon giberelin dan auksin berperan dalam pemanjangan akar dan batang, merangsang pembungaan dan pertumbuhan buah serta meningkatkan pertumbuhan tanaman (Roco and Perez 2003dalamTriyatno, 2005).

Semua hasil pengamatan menunjukkan bahwa pengaruh aplikasi fungi A. flavus,A. terus, dan T. harzianum berbeda dengan kontrol.Dalam penelitian ini aplikasi fungi menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik.Hal tersebut disebabkan karena fungi memiliki kemampuan mendekomposisi bahan-bahan organik yang ada pada tanah.Senyawa-senyawa yang dimiliki fungi tersebut membantu mendegradasi bahan organik dan mengubah bahan organik tersebut menjadi unsur


(41)

39

hara yang tersedia bagi bibit R. apiculata.Terlepas dari hal tersebut faktor lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan bibit.

Berdasarkan NBIN (National Biodiversity Information Network) Pulau Sembilan memiliki curah hujan rata-rata 1530 mm setahun dengan iklim C menurut Schmidt dan Ferguson.Pertumbuhan R. apiculata optimal pada kisaran iklim tersebut.Pada lokasi penelitian, seluruh semai dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang merupakan kondisi habitat asli dari R. apiculata, Namun tidak dipengaruhi oleh arus gelombang yang dapat mengganggu pertumbuhan bibit.

Tabel 2. Korelasi antar perlakuan

Parameter Tinggi Diameter Luas daun Bobot kering total

Tinggi 1

Diameter -0.134 1

Luas daun 0.463 0.588 1

Bobot kering total 0.139 0.666 0.627 1

Keterangan: 0.00-0.199 : Sangat rendah 0.20-0.399 : Rendah 0.40-0.599 : Cukup 0.60-0.799 : Kuat 0.80-1.000 : Sangat kuat

Korelasi menunjukkan hubungan dari dua variabel. Berdasarkan data Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa setiap pertambahan tinggi memberikan korelasi negatif yang sangat rendah terhadap pertambahan diameter. Setiap pertambahan tinggi memberikan korelasi positif yang cukup kuat terhadap luas permukaan daun. Namun, tinggi bibit dengan bobot kering total menunjukkan korelasi positif yang sangat rendah. Diameter berkorelasi positif cukup kuat dengan luas permukaan daun, sementara korelasi antara diameter dengan bobot kering total mamiliki hubungan yang kuat dibandingkan dengan korelasi lainnya. Korelasi antara luas permukaan daun dengan bobot kering total tanaman juga cukup kuat. Korelasi negatif yang terjadi hanya antara tinggi dengan diameter bibit.


(42)

40

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Aplikasi fungi A. flavus, A.tereus, dan T. harzianum memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan bibit R. apiculata.

2. Perlakuan fungi yang paling baik terhadap pertumbuhan bibit R. apiculata

adalah fungi T. harzianum.

Saran

Sebaiknya untuk penelitian lanjutan dari aplikasi fungi terhadap R. apiculatadi lapangan ini digunakan isolat fungi dengan ukuran 2x2 cm, agar semua parameter yang diamati lebih berpengaruh.


(43)

41

DAFTAR PUSTAKA

Aksornkoae, S. 1993. Ecology and Management of Mangroves.IUCN Wetlands Programme.IUCN. Bangkok.

Alimuddin, H. Sulistyowati, dan R. Susana. 2012. Uji Penggunaan PGPF (Plant Growth Promoting Fungi) pada Budidaya Lidah Buaya di Lahan Gambut. Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura.

Anwar, J. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera. Gajah Mada University Press.Yogyakarta.

Arief, A. 2003. Hutan Mangrove, Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius. Jakarta. Bakosurtanal.2009. Peta Mangrove Indonesia.Pusat Survey Sumberdaya Alam

Laut.Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional.

Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II Medan.2012. Buku Pengenalan Jenis Mangrove. Medan.

Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan-Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Chapman, V.J. 1984. Botanical Surveys in Mangrove Communities. Dalam Panduan Mangrove di Indonesia. PHK/WI-IP. Bogor.

Cook, R.J. dan K.F. Baker. 1983. The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogens. The American Phytopathological Society, St. Paul, Minnesota. 539 pp.

Dahuri. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Das, A.C. 1963. Utilization of insoluble phosphate by soil fungi.J. Indian Soc. Soil. Sci 11: 203-207.

Elfiati, D. 2005. Peran Mikroba Pelarut Posfat terhadap Pertumbuhan Tanaman. Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.

FAO. 2007. Forest Resources AssessmentWorking Paper No. 153. Food and Agriculture Organization ofThe United Nations. Rome.


(44)

42

Firman, A. P. dan I. P. Aryantha. 2003. Eksplorasi dan Isolasi Enzim Glukosa Oksidase dari Fungi Inperfekti (Genus Penicillium dan Aspergillus). KPP Ilmu Hayati LPPM ITB.

Gandjar, I., R. A Samson, Karin van den Tweel-Vermeulen dan A. Oetari. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Gandjar, I., W. Sjamsuridjal, dan A. Oetari. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan.

Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Giesen, W. S. Wulfraatt, M. Zieren, dan L. Scholten. 2006. Mangrove Guide Book for Southeast Asia. FAO and Wetlands International.

Giri, C., E. Ochieng, L. L. Tieszen, Z. Zhu, A. Singh, T. Loveland, J. Masek dan N. Duke. 2011. Status and distribution of mangrove forests of the world using earth observation satellite data. Global Ecology and Biogeography 20:154–159.

Goenadi, D.H., R. Saraswati, N.N. Naganro, dan J.A.S. Adiningsih. 1995.

Nutrient solu-bilizing and aggregate-stabilizingmicrobes isolated from selected humic tropical soil. Menara perkebunan 63(2): 60-66.

Haryani, N.S. 2013. Analisis perubahan hutan mangrovemenggunakan citra landsat.Jurnal Ilmiah Widya 1:72-77.

Ichwan, B. 2007.Pengaruh dosis trichokompos terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabe merah (Capsicum annuum L.).Jurnal Agronomi 11(1): 47-50.

Iltifah, H., Sugiyarto dan Wiryanto. 2005. Pengaruh komposisi makrofauna tanah terhadap dekomposisi bahan organik tanaman dan pertumbuhan jagung (Zea mays L.) Jurnal Biosmart 7:110-114.

Ilman, M., Iwan T.C.W., dan I.N.N. Suryadiputra. 2011. State of the Art Information on Mangrove Ecosystems in Indonesia. Wetlands International–Indonesia Programme. Bogor.

Jalil, A.A.K. 2004.Enzim Mikroba dan Bahan Penguraian Berselulosa. Departemen Biologi. Jakarta.

Juli, P.A., H. Guchi, dan P. Marbun. 2013. Efektivitas Aspergillus niger danPenicillium sp. dalam meningkatkan ketersediaan fosfat dan pertumbuhan tanaman jagung pada tanah andisol. Jurnal Agroekoteknologi 1(4):1278-1287.

Kurniawan, F. 2012. Keanekaragaman jenis fungi pada serasah daun Avicennia marinayang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas.Jurnal Edu-Bio 3:99-100.


(45)

43

Kusmana, C. 2003. Jenis-jenis Pohon Mangrove di Teluk Bintuni, Papua. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

.2009. Pengelolaan Sistem Mangrove Secara Terpadu.Workshop Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Jawa Barat. Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Latifah, A., Kustantinah, dan L.Soesanto. 2011. Pemanfaatan beberapa isolat

Trichoderma harzianum sebagai agensia pengendali hayati penyakit layu fusarium pada bawang merah in planta. Jurnal Eugenia 17(2):86-94. Lehar, L. 2012. Pengujian pupuk organik agen hayati (Trichoderma sp.) terhadap

pertumbuhan kentang (Solanum tuberosum L).Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12:115-124.

Macnae, W. 1968.A general account of the fauna and flora of mangrove swamps and forests in the Indo-West-Pacific Region.Adv. mar. Biol. 6: 73-270.

Mastaller, M. 1997. Mangrove: The Forgotten Forest Between Land and Sea. Kuala Lumpur. Malaysia.

NBIN (National Biodiversity Information Network).Jaringan Informasi Keanekaragaman Hayati Nasional 2015)

Noor, Y.R., M. Khazali dan N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia.PHKA/WI-IP. Bogor.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa oleh M. Eidman., Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., S. Sukardjo. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 76. 2008. Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa. Bandung.

Priyono, A. 2010.Panduan Praktis Teknik Rehabilitasi Mangrove di Kawasan Pesisir Indonesia.Kesemat. Semarang.

Salma, S. dan L. Gunarto.1996. Aktivitas Trichoderma dalam perombakan selulosa.Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 15: 43-47.

Sihite, E.D. 2014. Jenis-jenis Fungi dan Pengaruh Aplikasinya terhadap Pertumbuhan Semai Avicennia marina. Skripsi Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.


(46)

44

Sudantha, M.I., I.G.M. Kusnarta, I.N. Sudana. 2011. Uji antagonisme beberapa jenis jamur saprofit terhadap jamur Fusarium oxysporum penyebab penyakit layu pada tanaman pisang serta potensinya sebagai agens pengurai serasah. Agroteksos 21(2-3): 106-119.

Sunarto.2008. Peranan Ekologis dan Antropogenis Ekosistem Mangrove. Karya Ilmiah Universitas Padjadjar Oktober 2014).

Suwahyono,2004.Trichoderma harzianum Indigeneous Untuk Pengendalian Hayati.Fakultas Biologi UGM dalam internet akses tanggal 20 Oktober 2012.

Tomlinson, P.B. 1986. The Botany of Mangroves.Cambridge University Press. Cambridge.

Triyatno, B.Y. 2005. Potensi beberapa Agensia Pengendali terhadap Penyakit Busuk Rimpang Jahe.Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Tronsmo, A. 1996.Trichoderma harzianumin Biological Control of Fungal Disease.Pp.212-221.

Widyastuti.S.M, Sumardi, dan Sumantoro. 2000. Efektivitas Trichoderma sp. sebagai pengandali hayati terhadap tiga patogen tular tanah pada beberapa jenis tanaman kehutanan. Jurnal Perlindung Tanaman Indonesia 8: 98-107. Wibisono, I.T.C., E.B. Priyanto dan Suryadiputra, I.N.N. 2006. Panduan Praktis

Rehabilitasi Pantai: Sebuah Pengalaman Merehabilitasi Kawasan Pesisir. Wetlands International – Indonesia Program, Bogor.

Wulandari, D.,D.Zulfita,dan Surachman2012.Pengaruh dekomposer Trichoderma harzianumterhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau pada tanah gambut. Artikel Ilmiah Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Tanjungpura 2(1): 1-10.


(47)

45 Lampiran 1. Data pengukuran tinggi tanaman

Perlakuan Ulangan 0 I II III IV V VI

Kontrol 1 2.6 4.7 6.5 7.4 8.1 8.5 9.1

2 1.9 3.5 4.5 6.5 7 9 9.9 3 3.2 4.9 5.5 8 8.9 10.5 11.3 4 2.1 3 3.7 5.4 6.5 9.5 11.7 5 2.5 3.4 6.5 9 9.9 11.5 12.3 Aspergillus flavus 1 4.9 7.5 10 11.2 12 13.6 14.9 2 3.5 4 5.2 6.7 7.3 9 9.9 3 5.9 9 12 14 16.1 19.3 20 4 3.5 5 7.8 9.3 10 13 14.8 5 4.1 8 10.1 11.4 12 14.8 15.6 Aspergillus tereus 1 3.5 4 4.5 5.5 5.9 6.5 6.9

2 4.5 5 7 8 9.5 10 10.4 3 3.9 6.8 8.7 11 12.2 14.5 15.4 4 2.8 4.5 5.6 7.8 8.5 9 10.1 5 3.9 5.5 6.7 8 8.5 9.2 9.9

T. harzianum 1 3.6 6.1 7 9 10 11.5 12.5

2 5.2 7.3 9 9.2 11.6 12.4 13.2 3 5.4 7.3 8.8 10 12.4 13.5 14.9 4 5.5 8.7 10.6 11.6 11.6 15 17.5 5 5 9.5 14.3 17.2 19 21.5 22.2

Lampiran 2.Analisis sidik ragam tinggi bibit R. apiculata

Sumber keragaman Jumlah kuadarat Derajat bebas Kuadrat tengah F. hitung F. tabel

Perlakuan 60.077 3 20.026 4.06 3.238

Galat 128.492 16 8.031

Total 188.569 19

Lampiran 3. Hasil uji Dunnet aplikasi fungi terhadap pertumbuhan tinggiR. apiculata

Perlakuan Rataan tinggi Beda dengan kontrol (K)

Kontrol (K) 10.06 -

A. Flavus 15.05 4.99 ns

A. Tereus 10.54 0.48 ns

T. harzianum 16.06 6.00 ns

D0.05 = 6.00

Keterangan: ns :non significant (Jika D<K tidak berpengaruh nyata, jika D>K berpengaruh nyata)


(48)

46

Lampiran 4. Data pengukuran diameter batang bibit R. apiculata

Perlakuan Ulangan 0 I II III IV V VI

Kontrol 1 0.302 0.387 0.41 0.48 0.551 0.592 0.62 2 0.32 0.372 0.408 0.459 0.564 0.694 0.711 3 0.344 0.382 0.413 0.511 0.613 0.7 0.735 4 0.288 0.317 0.362 0.42 0.547 0.601 0.621 5 0.213 0.251 0.274 0.33 0.362 0.4 0.41 Aspergillus flavus 1 0.41 0.474 0.505 0.61 0.625 0.699 0.701

2 0.345 0.396 0.416 0.49 0.572 0.684 0.71 3 0.345 0.385 0.412 0.53 0.554 0.57 0.61 4 0.352 0.383 0.413 0.465 0.539 0.603 0.621 5 0.289 0.311 0.341 0.416 0.445 0.493 0.509 Aspergillus tereus 1 0.299 0.314 0.368 0.41 0.473 0.529 0.604 2 0.346 0.376 0.409 0.53 0.612 0.674 0.715 3 0.345 0.391 0.41 0.513 0.61 0.669 0.719 4 0.302 0.374 0.401 0.47 0.514 0.588 0.61 5 0.334 0.382 0.405 0.442 0.514 0.524 0.67 T. harzianum 1 0.319 0.347 0.386 0.42 0.512 0.682 0.811

2 0.31 0.372 0.412 0.382 0.699 0.741 0.831 3 0.301 0.374 0.42 0.605 0.611 0.696 0.714 4 0.319 0.347 0.386 0.42 0.512 0.682 0.711 5 0.3 0.321 0.365 0.501 0.541 0.576 0.609

Lampiran 5.Analisis sidik ragam diameter R. apiculata

Sumber keragaman Jumlah kuadarat Derajat bebas Kuadrat tengah F. hitung F. table

Perlakuan 0.031 3 0.010 0.701 3.238

Galat 0.069 16 0.004

Total 0.099 19

Lampiran 6. Luas permukaan daun bibit R. apiculata

Perlakuan Ulangan Luas total

(cm2)

I II III IV V

Kontrol 134.26 199.79 137.47 187.47 74.21 733.2 A. flavus 209.23 171.33 227.65 202.89 153.93 965.03 A. tereus 151.39 173 229.69 177.21 224.64 955.93 T.harzianum 290.3 270.06 271.67 191.67 274.48 1298.4

Lampiran 7.Analisis sidik ragam luas permukaan daun

Sumber keragaman Jumlah kuadarat Derajat bebas Kuadrat tengah F. hitung F. tabel Perlakuan 32565.445 3 10855.148 7.152 3.238

Galat 24284.929 16 1517.808


(49)

47

Lampiran 8. Hasil uji Dunnet aplikasi fungi terhadap Luas permukaan daunR. apiculata

Perlakuan Rataan luas permukaan daun Beda dengan kontrol (K)

Kontrol (K) 146.64 -

A. Flavus 193.00 46.36ns

A. Tereus 191.19 44.55 ns

T. harzianum 259.68 113.04

D0.05 = 54.94

Keterangan: ns :non significant (Jika D<K tidak berpengaruh nyata, jika D>K berpengaruh nyata)

Lampiran 9. Bobot kering total bibit R. apiculata

Perlakuan Ulangan BKT (g)

I II III IV V

Kontrol 10.6 9.6 11.9 15.9 6.6 54.6

A. flavus 16.6 20.9 14.1 14.8 12.6 79

A. tereus 13.1 17.5 21.8 8.2 14.6 75.2 T.harzianum 22.8 22.7 19.4 18.4 11.7 95

Lampiran 10.Analisis sidik ragam bobot kering total

Sumber keragaman Jumlah kuadarat Derajat bebas Kuadrat tengah F. hitung F. tabel

Perlakuan 165.718 3 55.239 3.256 3.238

Galat 271.48 16 16.967

Total 437.198 19

Lampiran 11. Hasil uji Dunnet aplikasi fungi terhadap bobot kering totalR. apiculata

Perlakuan Rataan bobot kering total Beda dengan control (K)

Kontrol (K) 10.92 -

A. Flavus 15.80 4.88ns

A. tereus 15.05 4.12 ns

T. harzianum 19.00 8.08

D0.05 = 5.81

Keterangan: ns :non significant (Jika D<K tidak berpengaruh nyata, jika D>K berpengaruh nyata)


(50)

48 Lampiran 12. Dokumentasi penelitian

Persiapan lahan pembibitan

Lumpur dimasukkan ke dalam polibag


(51)

49

Propagul R. apiculata ditanam ke polibag

Bibit dipindahkan ke lapangan


(1)

44

Sudantha, M.I., I.G.M. Kusnarta, I.N. Sudana. 2011. Uji antagonisme beberapa

jenis jamur saprofit terhadap jamur

Fusarium oxysporum

penyebab

penyakit layu pada tanaman pisang serta potensinya sebagai agens

pengurai serasah.

Agroteksos 21(2-3): 106-119.

Sunarto.2008. Peranan Ekologis dan Antropogenis Ekosistem Mangrove. Karya

Ilmiah Universitas Padjadjar

Oktober 2014).

Suwahyono,2004.

Trichoderma harzianum Indigeneous

Untuk Pengendalian

Hayati.Fakultas Biologi UGM dalam internet akses tanggal 20 Oktober

2012.

Tomlinson, P.B. 1986.

The Botany of Mangroves

.Cambridge University Press.

Cambridge.

Triyatno, B.Y. 2005. Potensi beberapa Agensia Pengendali terhadap Penyakit

Busuk Rimpang Jahe.Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal

Soedirman, Purwokerto.

Tronsmo, A. 1996.

Trichoderma harzianumin Biological Control of Fungal

Disease

.Pp.212-221.

Widyastuti.S.M, Sumardi, dan Sumantoro. 2000. Efektivitas

Trichoderma

sp.

sebagai pengandali hayati terhadap tiga patogen tular tanah pada beberapa

jenis tanaman kehutanan.

Jurnal Perlindung Tanaman Indonesia 8: 98-107

.

Wibisono, I.T.C., E.B. Priyanto dan Suryadiputra, I.N.N. 2006. Panduan Praktis

Rehabilitasi Pantai: Sebuah Pengalaman Merehabilitasi Kawasan Pesisir.

Wetlands International – Indonesia Program, Bogor.

Wulandari, D

.,

D.Zulfita,dan Surachman2012

.

Pengaruh dekomposer

Trichoderma

harzianum

terhadap pertumbuhan dan hasil sawi hijau pada tanah gambut.

Artikel Ilmiah Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Tanjungpura

2(1):

1-10.


(2)

45

Lampiran 1. Data pengukuran tinggi tanaman

Perlakuan Ulangan 0 I II III IV V VI

Kontrol 1 2.6 4.7 6.5 7.4 8.1 8.5 9.1

2 1.9 3.5 4.5 6.5 7 9 9.9

3 3.2 4.9 5.5 8 8.9 10.5 11.3 4 2.1 3 3.7 5.4 6.5 9.5 11.7 5 2.5 3.4 6.5 9 9.9 11.5 12.3 Aspergillus flavus 1 4.9 7.5 10 11.2 12 13.6 14.9

2 3.5 4 5.2 6.7 7.3 9 9.9

3 5.9 9 12 14 16.1 19.3 20

4 3.5 5 7.8 9.3 10 13 14.8

5 4.1 8 10.1 11.4 12 14.8 15.6 Aspergillus tereus 1 3.5 4 4.5 5.5 5.9 6.5 6.9

2 4.5 5 7 8 9.5 10 10.4

3 3.9 6.8 8.7 11 12.2 14.5 15.4 4 2.8 4.5 5.6 7.8 8.5 9 10.1 5 3.9 5.5 6.7 8 8.5 9.2 9.9 T. harzianum 1 3.6 6.1 7 9 10 11.5 12.5

2 5.2 7.3 9 9.2 11.6 12.4 13.2 3 5.4 7.3 8.8 10 12.4 13.5 14.9 4 5.5 8.7 10.6 11.6 11.6 15 17.5 5 5 9.5 14.3 17.2 19 21.5 22.2

Lampiran 2.Analisis sidik ragam tinggi bibit

R. apiculata

Sumber keragaman Jumlah kuadarat Derajat bebas Kuadrat tengah F. hitung F. tabel

Perlakuan 60.077 3 20.026 4.06 3.238

Galat 128.492 16 8.031

Total 188.569 19

Lampiran 3. Hasil uji Dunnet aplikasi fungi terhadap pertumbuhan tinggi

R.

apiculata

Perlakuan

Rataan tinggi

Beda dengan kontrol (K)

Kontrol (K)

10.06

-

A.

Flavus

15.05

4.99 ns

A.

Tereus

10.54

0.48 ns

T. harzianum

16.06

6.00 ns

D0.05 = 6.00

Keterangan: ns :non significant (Jika D<K tidak berpengaruh nyata, jika D>K

berpengaruh nyata)


(3)

46

Lampiran 4. Data pengukuran diameter batang bibit

R. apiculata

Perlakuan Ulangan 0 I II III IV V VI

Kontrol 1 0.302 0.387 0.41 0.48 0.551 0.592 0.62 2 0.32 0.372 0.408 0.459 0.564 0.694 0.711 3 0.344 0.382 0.413 0.511 0.613 0.7 0.735 4 0.288 0.317 0.362 0.42 0.547 0.601 0.621 5 0.213 0.251 0.274 0.33 0.362 0.4 0.41 Aspergillus flavus 1 0.41 0.474 0.505 0.61 0.625 0.699 0.701

2 0.345 0.396 0.416 0.49 0.572 0.684 0.71 3 0.345 0.385 0.412 0.53 0.554 0.57 0.61 4 0.352 0.383 0.413 0.465 0.539 0.603 0.621 5 0.289 0.311 0.341 0.416 0.445 0.493 0.509 Aspergillus tereus 1 0.299 0.314 0.368 0.41 0.473 0.529 0.604 2 0.346 0.376 0.409 0.53 0.612 0.674 0.715 3 0.345 0.391 0.41 0.513 0.61 0.669 0.719 4 0.302 0.374 0.401 0.47 0.514 0.588 0.61 5 0.334 0.382 0.405 0.442 0.514 0.524 0.67 T. harzianum 1 0.319 0.347 0.386 0.42 0.512 0.682 0.811

2 0.31 0.372 0.412 0.382 0.699 0.741 0.831 3 0.301 0.374 0.42 0.605 0.611 0.696 0.714 4 0.319 0.347 0.386 0.42 0.512 0.682 0.711 5 0.3 0.321 0.365 0.501 0.541 0.576 0.609

Lampiran 5.Analisis sidik ragam diameter R. apiculata

Sumber keragaman Jumlah kuadarat Derajat bebas Kuadrat tengah F. hitung F. table

Perlakuan 0.031 3 0.010 0.701 3.238

Galat 0.069 16 0.004

Total 0.099 19

Lampiran 6. Luas permukaan daun bibit

R. apiculata

Perlakuan Ulangan Luas total

(cm2)

I II III IV V

Kontrol 134.26 199.79 137.47 187.47 74.21 733.2 A. flavus 209.23 171.33 227.65 202.89 153.93 965.03 A. tereus 151.39 173 229.69 177.21 224.64 955.93 T.harzianum 290.3 270.06 271.67 191.67 274.48 1298.4

Lampiran 7.Analisis sidik ragam luas permukaan daun

Sumber keragaman Jumlah kuadarat Derajat bebas Kuadrat tengah F. hitung F. tabel

Perlakuan 32565.445 3 10855.148 7.152 3.238

Galat 24284.929 16 1517.808


(4)

47

Lampiran 8. Hasil uji Dunnet aplikasi fungi terhadap Luas permukaan daun

R.

apiculata

Perlakuan

Rataan luas permukaan daun

Beda dengan kontrol (K)

Kontrol (K)

146.64

-

A.

Flavus

193.00

46.36ns

A.

Tereus

191.19

44.55 ns

T. harzianum

259.68

113.04

D0.05 = 54.94

Keterangan: ns :non significant (Jika D<K tidak berpengaruh nyata, jika D>K

berpengaruh nyata)

Lampiran 9. Bobot kering total bibit

R. apiculata

Perlakuan Ulangan BKT (g)

I II III IV V

Kontrol 10.6 9.6 11.9 15.9 6.6 54.6

A. flavus 16.6 20.9 14.1 14.8 12.6 79 A. tereus 13.1 17.5 21.8 8.2 14.6 75.2 T.harzianum 22.8 22.7 19.4 18.4 11.7 95

Lampiran 10.Analisis sidik ragam bobot kering total

Sumber keragaman Jumlah kuadarat Derajat bebas Kuadrat tengah F. hitung F. tabel

Perlakuan 165.718 3 55.239 3.256 3.238

Galat 271.48 16 16.967

Total 437.198 19

Lampiran 11. Hasil uji Dunnet aplikasi fungi terhadap bobot kering total

R.

apiculata

Perlakuan

Rataan bobot kering total

Beda dengan control (K)

Kontrol (K)

10.92

-

A.

Flavus

15.80

4.88ns

A. tereus

15.05

4.12 ns

T. harzianum

19.00

8.08

D0.05 = 5.81

Keterangan: ns :non significant (Jika D<K tidak berpengaruh nyata, jika D>K

berpengaruh nyata)


(5)

48

Lampiran 12. Dokumentasi penelitian

Persiapan lahan pembibitan

Lumpur dimasukkan ke dalam polibag


(6)

49

Propagul

R. apiculata

ditanam ke polibag

Bibit dipindahkan ke lapangan


Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianum untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bruguiera gymnorrhiza

1 48 56

Pengaruh Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus terreus dan Trichoderma harzianum Terhadap Pertumbuhan Bibit Avicennia officinalis

1 78 45

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus terreus dan Trichoderma harzianum untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Rhizophora mucronata Lamk

0 46 57

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus. terreus, dan Trichoderma harzianum Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Avicennia marina.

1 51 53

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrica di Desa Nelayan Indah

0 55 61

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianum untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bruguiera gymnorrhiza

0 0 8

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianum untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bruguiera gymnorrhiza

0 0 11

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus terreus dan Trichoderma harzianum untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Rhizophora mucronata Lamk

0 0 11

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus. terreus, dan Trichoderma harzianum Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Avicennia marina.

0 0 9

Pemanfaatan Fungi Aspergillus Flavus, Aspergillus Tereus Dan Trichoderma Harzianum Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Rhizophora Apiculata Di Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat

0 0 8