Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichodermaharzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrica di Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan

(1)

PEMANFAATAN FUNGI

Aspergillus flavus

,

Aspergillus tereus

,

DAN

Trichoderma harzianum

UNTUK

MENINGKATKANPERTUMBUHAN BIBIT

Bruguiera

cylindrica

di DESA NELAYAN INDAH KECAMATAN MEDAN

LABUHAN

SKRIPSI

OLEH:

ADE KHANA SAPUTRI 111201047

BudidayaHutan

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

2015

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian :Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichodermaharzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrica di Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan

Nama : Ade Khana Saputri

NIM : 111201047

Program Studi : Kehutanan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi., M.Si. Mohammad Basyuni, S.Hut.,M.Si.,Ph.D

Ketua Anggota

Mengetahui

Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bangkinang, 11 Oktober 1993 dari pasangan Bapak Edy Wahyu Saputra dan Ibu Dra. Siti Nurhayati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dengan adik bernama Fachrurrozy Salvador.Penulis menempuh pendidikan formal di SD N 31 Labuh Baru Payakumbuh tahun 2005, SMP N 1 Payakumbuh tahun 2008, dan SMA N 1 Payakumbuh tahun 2011.Tahun 2011 penulis diterima di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis SNMPTN.

Selama mengikuti kuliah, penulis pernah menjadi Asisten Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) tahun 2014.Penulis juga mendapatkan hibah penelitian yang diberikan oleh Tanoto Foundation pada tahun 2015.

Penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tanggal 22 Agustus 2013 – 31 Agustus 2013 di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Sumatera Utara.Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur pada tanggal 2 Februari 2015- 5 Maret 2015.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan perlindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrica di Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Kedua orang tua, ayahanda Edy Wahyu Saputra dan ibunda Dra.Siti Nurhayati adik saya Fachrurrozy Salvador yang telah menjadi motivasi dan mendukung penulis baik secara moril dan materil. Bapak Dr. Ir. Yunasfi, Msi sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Mohammad Basyuni, S.Hut.,M.Si.,Ph.D sebagai Anggota Komisi Pembimbing dalam menyelesaikan skripsi ini. Teman-teman Tim Mangrove (Darmanto Ambarita, M. Luthfi Dharmawan, Devita Mala Sari, Monalia Hutahuruk, Indah Sihombing, Lestari Marbun, dan Rachel Nababan), yang telah membantu dan bekerja sama selama melakukan penelitian. Teman-teman seperjuangan di Kehutanan USU Stambuk 2011 yang telah memberi dukungan kepada penulis Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan penelitian ini.

Medan, April 2015


(5)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

KerangkaPemikiran ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove... 5

Jenis dan Penyebaran Mangrove ... 7

Deskripsi Bruguiera cylindrica ... 9

Teknik Pembibitan Tanaman Mangrove ... 10

Peranan Fungi Hutan Mangrove ... 12

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 16

Alat dan Bahan ... 16

Prosedur Penelitian... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 20

Hasil pengamatan bibit B. cylindrica ... Tinggi Bibit ... 20

Diameter Bibit ... 21

Luas Daun ... 22

Berat Kering Total... 23

Pembahasan ... 23

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 29


(6)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1.

KerangkaPemikiran ... 4

2. Bunga dan Propagul B. cylindrica ... 10

3. Proses Pembuatan Suspensi Fungi Hingga Aplikasi ... 18

4. Pertambahan Tinggi Bibit B. cylindrica... 20

5. Pertambahan Diameter Semai B. cylindrica ... 20

6. Luas Daun B. cylindrica ... 21


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal.

1. Dokumentasi Penelitian ... 33

2. Data Pengukuran Tinggi Bibit B.cylindrica ... 34

3. Data Pengukuran Diameter Bibit B. cylindrica ... 35

4. Data Pengukuran Luas Daun Bibit B. cylindrica ... 36


(8)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis “mangue”

dan bahasa Inggris “grove”.Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut maupun untuk individu-individu jenis tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen dan hutan payau (bahasa Indonesia). Selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan Negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Penggunaan istilah hutan bakau untuk hutan mangrove sebenarnya kurang tepat dan rancu, karena bakau hanyalah nama lokal dari marga Rhizophora, sementara hutan mangrove disusun dan ditumbuhi oleh banyak marga dan jenis tumbuhan lainnya. Oleh karena itu, penyebutan hutan mangrove dengan hutan bakau sebaiknya dihindari (Kusmana dkk, 2005).

Sejauh ini di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis (diantaranya 33 jenis pohon dan beberapa jenis perdu) ditemukan sebagai mangrove sejati (true mangrove), sementara jenis lain ditemukan disekitar mangrove dan dikenal sebagai jenis mangrove ikutan (associate mangrove). Di seluruh dunia, Saenger, dkk (1983) mencatat sebanyak 60 jenis tumbuhan mangrove sejati.Dengan


(9)

demikian terlihat bahwa Indonesia memiliki keagaman jenis yang tinggi (Noor dkk, 2006).

Data terbaru tahun 2009 yang dirilis oleh BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) bahwa luas hutan mangrove di Indonesia masih mencapai 3,2 juta. Data dari BAKOSURTANAL menggunakan pendekatan pengindraan jauh, yaitu analisis citra Satelit Landsat yang direkam antara tahun 2006-2009 dan ditambah dengan data referensi terbaru dari setiap sumber data.Data dari BAKOSURTANAL telah dirilis tahun 2009 dalam bentuk buku berjudul Peta Mangrove Indonesia (Saputro, 2009).

Kerusakan ekosistem mangrove di Indonesia terus berlangsung, karena penebangan pohon mangrove untuk pengambilan kayu, pembangunan pemukiman, pembuatan tambak, pembangunan pelabuhan dan jalan, dan penangkapan biota di ekosistem tersebut.Ini merupakan kerusakan langsung karena aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan di ekosistem mangrove.Di samping itu, ada kerusakan mangrove tidak langsung yang disebabkan oleh aktivitas di luar ekosistem mangrove, seperti pengerukan pantai, pembuangan sampah dan limbah industri di laut dan pesisir, pertambangan di pesisir dan laut, penggundulan hutan, dan sebagainya.Saat ini, rehabilitasi mangrove melalui penanaman kembali ekosistem mangrove yang rusak telah menjadi program nasional, yang didukung oleh dunia internasional.Bahkan sejak tahun 2005, penanaman mangrove mengalami peningkatan yang luar biasa, ini dipicu oleh tsunami yang meluluhlantakkan Aceh dan Nias pada 24 Desember 2014 (Ghufran, 2012).

Kegiatan rehabilitasi dilakukan untuk memulihkan kondisi ekosistem mangrove yang telah rusak agar ekosistem mangrove dapat menjalankan kembali


(10)

fungsinya dengan baik.Untuk menjaga keanekaragaman yang ada pada hutan mangrove yang direhabilitasi, maka dapat digunakan jenisB. cylindrica yang dapat tumbuh pada substrat yang baru terbentuk.Selain itu, kayunya dapat digunakan sebagai kayu bakar dan dapat dikonversi menjadi arang.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitan ini adalah membandingkan kemampuan jenis fungi dan kombinasi berbagai jenis fungi dalam meningkatkan pertumbuhan Bruguiera cylindrica.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini berguna untuk memberi informasi tentang fungi yang mampu mempercepat pertumbuhan semai Bruguiera cylindrica.

Hipotesis Penelitian

Aplikasi fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianum mendukung pertumbuhan bibit B. cylindrica.

Kerangka Pemikiran

Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem pantai yang memiliki produktivitas tinggi.Ekosistem ini berupa formasi hijau yang kompleks dan dinamis dengan penyebaran yang terbatas hanya pada daerah tropik dan subtropik.Dewasa ini mangrove mengalami kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan secara langsung contohnya penebangan, pengambilan kayu, pembangunan pemukiman, pembuatan tambak, pembangunan pelabuhan dan jalan, dan penangkapan biota di ekosistem mangrove. Sementara itu yang tidak langsung contohnya pengerukan pantai, pembuangan sampah dan limbah industri di laut dan pesisir, pertambangan di pesisir dan laut,


(11)

penggundulan hutan. Akibatnya hutan mangrove mengalami degradasi. Untuk itu diperlukannya upaya-upaya rehabilitasi. Dalam penelitian ini digunakan fungi-fungi yang diharapkan mampu membantu dan mempercepat pertumbuhan bibit

B.cylindrica dengan cara mempercepat pendekomposisian serasah untuk menghasilkan unsur hara.

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Hutan mangrove

Kerusakan langsung dan tidak langsung

Mengalami degradasi

Upaya rehabilitasi dengan memanfaatkan fungi

Membantu mempercepat dekomposisi


(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem pantai yang memiliki produktivitas tinggi.Ekosistem ini berupa formasi hijau yang kompleks dan dinamis dengan penyebaran yang terbatas hanya pada daerah tropik dan subtropik.Hutan mangrove berkembang di daerah intertidal seperti di daerah pantai yang terlindung, lingkungan estuaria dan delta.Oleh karena itu ekosistem ini sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut dengan fluktuasi lingkungan yang lebar.Selain itu hutan mangrove dikenal juga sensitif terhadap pengaruh eksternal karena sifatnya yang terbuka terhadap bahan dan energi yang masuk atau keluar (Chapman, 1977).

Jenis vegetasi mangrove mempunyai bentuk khusus yang menyebabkan mereka dapat hidup di perairan yang dangkal yaitu mempunyai akar yang pendek, menyebar luas dengan akar penyangga atau tudung akarnya yang khas tumbuh dari batang dan atau dahan.Akar-akar dangkal sering memanjang yang disebut

“pneumatofor” ke permukaan substrat yang memungkinkan mereka mendapatkan oksigen dalam lumpur yang anoksik dimana pohon-pohon ini tumbuh.Daun-daunnya kuat dan mengandung banyak air dan mempunyai jaringan internal penyimpan air dan konsentrasi garamnya tinggi. Beberapa jenis tumbuhan mangrove mempunyai kelenjar garam yang menolong menjaga keseimbangan osmotik dengan mengeluarkan garam (Nybakken,1988).


(13)

Dalam hal struktur, mangrove di Indonesia lebih bervariasi bila dibandingkan dengan negara lainnya. Dapat ditemukan mulai dari tegakan

Avicennia marina dengan ketinggian 1-2 meter pada pantai yang tergenang air laut, hingga tegakan campuran Bruguiera-Rhizophora-Ceriops dengan ketinggian lebih dari 30 meter (misalnya, di Sulawesi Selatan). Di daerah pantai yang terbuka, dapat ditemukan Sonneratia alba dan Avicennia alba, sementara itu di sepanjang sungai yang memiliki kadar salinitas yang lebih rendah umunya ditemukan Nypa fruticans.Umumnya tegakan mangrove jarang ditemukan yang rendah kecuali mangrove anakan dan beberapa jenis semak seperti Acanthus ilicifolius dan Acrostichum aureum (Noor dkk, 2006).

Formasi hutan mangrove terdiri atas empat gugus utama, yaitu Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, dan Bruguiera. Hutan mangrove alami membentuk zonasi tertentu. Bagian luar didominasi Avicennia, Sonneratia, dan Rhizophora, bagian tengah Bruguiera gymnorhiza, bagian ketiga Xylocarpus, dan Heritiera, bagian dalam Bruguiera cylindrica, Scyphiphora hydrophyllacea, dan Lumnitzera, sedangkan bagian transisi didominasi Cerbera manghas. Pada perbatasan hutan mangrove dengan rawa air tawar tumbuh Nypa fruticans. Pada masa kini pola zonasi tersebut jarang ditemukan karena tingginya laju konversi habitat mangrove menjadi tambak, penebangan hutan, sedimentasi/reklamasi, dan pencemaran lingkungan.

Mangrove berkembang baik pada daerah pesisir yang terlindung dari gelombang yang kuat yang dapat menghempaskan anakan mangrove. Daerah yang dimaksud dapat berupa laguna, teluk, estuaria, delta, dan lain- lain. Beberapa ahli ekologi mangrove berpendapat bahwa faktor-faktor lingkungan yang paling


(14)

berperan dalam pertumbuhan mangrove adalah tipe tanah, salinitas, drainase dan arus yang semuanya diakibatkan oleh kombinasi pengaruh dari fenomena pasang surut dan ketinggian tempat dari rata-rata muka laut.

Jenis dan Penyebaran Mangrove

Hutan mangrove merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik dan sub tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin (Nybakken, 1992). Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga: Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus yang termasuk ke dalam 8 famili. Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas. Namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan dominan yang termasuk ke dalam empat famili:

Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera, Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus) (Bengen, 2001).

Walsh (1974) mencoba menjelaskan perbedaan pengembangan komunitas mangrove di dunia dengan membedakan lima persyaratan mendasar bagi mangrove untuk tumbuh, yaitu: 1) suhu tropik, 2) daratan alluvial, 3) pantai yang tidak bergelombang besar, 4) salinitas, dan 5) tingkat pasang surut air laut. Kelima faktor lingkungan tersebut mempengaruhi pembentukan dan luasan


(15)

mangrove, komposisi jenis, zonasi, karakteristik struktural lanilla, dan fungsi ekosistem itu sendiri.

Jenis-jenis tumbuhan di hutan bakau bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bias sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya. Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang (Wales, 2010).

Menurut Suryono (2013), pembagian zonasi pertumbuhan sering dibagi berdasarkan daerah penggerangan dan jenis tumbuhan yang tumbuh pada daerah tersebut. Misalnya menurut daerah yang tergenang diklasifikasikan dalam 3 zonasi yaitu:

1. Zona proksimal adalah zona yang dekat dengan laut atau zona terdepan. Pada daerah ini biasanya ditemukan jenis-jenis Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, dan Sonneratia alba.

2.Zona middle adalah zona yang terletak diantara laut dan darat atau zona pertengahan. Biasanya ditemukan jenis-jenis: Sonneratia caseolaris, Bruguiera gymnorhiza, Avecennia marina, Avecennia officinalis dan Ceriops tagal.

3. Zona distal adalah zona yang terjauh dari laut atau terbelakang. Pada daerah ini biasa ditemukan jenis-jenis Heriteria littoralis, Pongamia sp, Xylocarpus sp, Pandanus sp, dan Hibiscus tiliaceus.


(16)

Deskripsi Bruguiera cylindrica

Bruguiera cylindrica sering disebut dengan nama lokal: burus, lindur, tanjung sukim, tanjang. Adapun taksonomi dari Bruguiera cylindrica adalah sebagai berikut:

Kingdom : Tumbuhan Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales

Famili : Rhizophoraceae Genus : Bruguiera

Spesies : Bruguiera cylindrica(L.) Lamk.

Menurut Aston (1988); Backer dan Backer dan Bakhuizen v.d Brink (1963); Chapman (1976) dalam Sudarmadji (2004) perawakan

B.cylindricamerupakantumbuhan yang mengelompok dalam jumlah besar, biasanya pada tanah liat di belakang zonaAvicennia, atau di bagian tengah vegetasi mangrove kearah laut. B.cylindricamemiliki kemampuan untuk tumbuh pada tanah/substrat yang baru terbentuk dan tidak cocok untuk jenis lainnya. Kemampuan tumbuhnyapada tanah liat membuat pohon jenis ini sangat bergantung kepada akar nafas untuk memperoleh pasokan oksigen yang cukup, dan oleh karena itu sangat responsif terhadap penggenangan yang berkepanjangan. Memiliki buah yang ringan dan mengapung sehinggga penyebarannya dapat dibantu oleh arus air, tapi pertumbuhannya lambat.


(17)

Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Pohon selalu hijau, berakar lutut dan akar papan yang melebar ke samping di bagian pangkal pohon, ketinggian pohon kadang-kadang mencapai 23 meter. Kulit kayu abu-abu, relative halus dan memiliki sejumlah lentisel kecil.Pada bagian permukaan atas daun hijau cerah sedangkan pada bagian bawahnya hijau agak kekuningan. Bunga jenis ini muncul di ujung tandan dan mengelompok, sisi luar bunga bagian bawah biasanya memiliki rambut putih.Propagulnya berbentuk silindris memanjang, sering juga berbentuk kurva, warna hijau didekat pangkal buah dan hijau keunguan di bagian ujung. Bentuk bunga dan proapagul B. cylindrica dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Bunga dan propagul B. cylindrica

Kayu dari B. cylindrica dapat digunakan sebagai bahan kontruksi. Jenis ini biasa digunakan sebagai kayu bakar dan dapat dikonversi menjadi arang.Nelayan tidak menggunakan untuk menangkap ikan karena kayunya mengeluarkan bau yang menyebabkan ikan tidak mau mendekat.Dalam hal pengobatan tradisional, kulit buah digunakan untuk menghentikan pendarahan, dan daunnya dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Serta, pada daerah tertentu propagulnya dapat dijadikan sayuran.


(18)

Penanaman mangrove sebaiknya dilakukan pada saat air laut surut agar memudahkan dalam penanaman dan dapat dilihat jarak antar tanaman apakah seragam atau tidak. Untuk mengetahui kondisi pasang surut air laut ini, beberapa hari sebelum penanaman perlu diamati waktu dan lama pasang surut.Waktu penanaman ini sebaiknya didiskusikan dan disepakati bersama dengan masyarakat karena merekalah yang lebih menguasai kondisi setempat. Kesesuaian jenis tanaman dengan lingkungannya perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi tingkat keberhasilan penanaman. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk kesesuaian jenis ini adalah salinitas, frekuensi penggenangan, tekstur tanah (kandungan pasir dan lumpur), dan kekuatan ombak dan angin (Kusmana dan Onrizal, 1998).

Berdasarkan pengalaman di lapangan, penyiapan bibit mangrove sebaiknya menggunakan benih yang berasal dari buah yang telah masak. Secara umum, teknik pembibitan semua jenis mangrove relatif sama. Sebelum melakukan kegiatan pembibitan, pengenalan bagian-bagian buah bakau harus dilakukan terlebih dahulu. Benih sebaiknya dipilih yang sudah matang, pemanenan buah dapat dilakukan dengan cara memanjat atau menggunakan tongkat galah berpengait. Selain itu, buah juga bisa diperoleh dengan mengambilbuah yang telah jatuh dengan sendirinya dibawah pohon induk. Buah yang dipilihsebaiknya sehat, tidak terserang oleh hama dan penyakit, serta belum berdaun. Ciri-ciri buah bakau yang telah matang leher kotiledon berwarna kekuningan.Untuk mendapatkan benih yang bersih maka sebaiknya dilakukan pencucian (Wibisono dkk, 2006).

Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang


(19)

ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit.Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki kelembaban dan kecepatan angin yang berbeda.Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara (Mukhlis, 2007).

Pada lokasi penanaman berlumpur lembek atau dalam, sekitar sepertiga dari panjang buah/benih (R. apiculata dan B.cylindrica) ditancapkan kedalam lumpur secara tegak dengan bakal kecambah menghadap keatas.Pada lokasi penanaman berlumpur agak keras, terlebih dahulu dibuat lubang baru buah/ benih dimasukkan kedalam lubang secara tegak.Setelah itu lubang ditutup kembali dengan tangan sehingga benih dapat berdiri tegak dengan baik.Apabila ingin memasang ajir sebagai tanda adanya tanaman baru, maka ajir ditanam disamping buah atau benih.Untuk melindungi buah agar tidak hanyut terbawa ombak, sebaiknya buah diikatkan ada ajir (Suryono, 2013).

Salah satu faktor yang menentukan mutu benih adalah tingkat kemasakan.Benih mencapai vigor maksimum pada saat masak fisiologis. Benih yang dipanen setelah tercapainya masak fisiologis memiliki vigor yang relatif lebih tinggi sehingga akan menghasilkan tanaman yang lebih vigor dan memiliki daya simpan lebih lama.Vigor benih maksimum dan berat kering benih maksimum merupakan sebagian dari ciri-ciri tercapainya masak fisiologis. Benih yang telah masak fisiologis telah mempunyai cadangan makanan sempurna sehingga dapat menunjang pertumbuhan kecambah.Tingkat kemasakan benih dapat dicirikan dari tingkat kemasakan buahnya.Pemeraman sering digunakan untuk meningkatkan laju pematangan buah tertentu, Pemanenan sebelum masak


(20)

fisiologis diikuti dengan pemeraman diharapkan dapat menghasilkan benih dengan viabilitas dan vigor yang tinggi seperti benih yang diperoleh dari buah yang dipanen saat masak fisiologis di pohon (Kartasapoetra, 1994).

Peranan Fungi Hutan Mangrove

Fungi merupakan satu di antara berbagai kelompok mikroorganisme yang memainkan peran sangat penting dalam proses dekomposisi serasah bahan-bahan tumbuhan. Selain fungi, kelompok mikroorganisme dan organisme lain seperti bakteri, cacing, kepiting dan lain-lain, serta faktor lingkungan juga ikut mengambil bagian dalam proses dekomposisi serasah tersebut. Fungi memainkan peran penting dalam ekosistem mangrove terutama dalam hubungannya dengan bakteri untuk mempercepat dekomposisi serasah daun (Fell dkk, 1975).

Jamur (fungi) memiliki peran yang menguntungkan dan merugikan. Peran menguntungkannya adalah sebagai berikut:

1. Berperan sangat penting dalam siklus materi terutama siklus karbon, yang berperan bagi kelangsungan hidup seluruh organisme.

2. Sebagai dekomposer kedua kelompok tersebut dapat menguraikan sisa-sisa tumbuhan, bangkai hewan dan bahan bahan organik lainnya dan hasil penguraianya dikembalikan ke tanah sehingga dapat menyuburkan tanah. 3. Fungi saprofit bersama dengan protozoa dan bakteri saprofit merupakan

organisme yang dapat menguraikan sampah.

Selain memiliki peran yang menguntungkan, jamur (fungi) juga memiliki peran yang merugikan, seperti:


(21)

1. Fungi dapat berperan sebagai agen penyebab penyakit. Fungi pada umumnya lebih sering menyebabkan penyakit pada tumbuhan dibanding pada hewan atau manusia.

2. Fungi dapat menghasilkan racun, racun yang dihasilkan beberapa fungi seperti Amanita phalloides, A. muscaria, maupun A. flavus (menghasilkan aflatoksin) yang dapat mengurangi perkecambahan benih, persentase hidup bibit dan kualitas nutrisi benih. Selain itu, aflatoksin sangat berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan penyakit kronis seperti kanker dan bahkan kematian.

Trichoderma merupakan salah satu fungi yang dapat dijadikan agen biokontrol karena bersifat antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukan toksin seperti antibiotik.Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat pathogen.Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan menggunakan fungi

Trichoderma.Trichoderma sp. Menghasilkan enzim kitinase yang data membunuh atogen sehingga fungi ini sangat cocok digunakan dalam mengelola lahan bekas pertambangan untuk kembali melestarikannya (Tjandrawati, 2003).

Jamur Trichoderma sp memiliki kelebihan seperti mudah diisolasi, dikembangkan, mudah ditemukan di areal pertanaman, dapat tumbuh secara cepat pada berbagai substrat, memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas. Jamur

Trichoderma mempunyai kemampuan untuk meningkatkankecepatan

pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama kemampuannya untuk


(22)

(lebih dalam di bawah permukaan tanah).Akar yang lebih dalam ini menyebabkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan (Mulyanti, 2006).

Cendawan merupakan salah satu penyebab utama dari kerusakan benih. Cendawan dapat berupa patogen atau saprofit, diantaranya adalah cendawan

Aspergillus sp. dan Fusarium sp. Cendawan ini dapat bertahan pada benih dalam

kondisi dingin atau kering. Cendawan Aspergillus sp. adalah salah satu jenis

cendawan gudang yang banyak menginfeksi benih pada waktu penyimpanan (Justice dan Bass, 2002).

Pengaruh infeksi cendawan tentunya akan berbeda tergantung pada jenis dan umur atau tahapan perkembangan tanaman mulai dari bibit sampai tanaman dewasa. Hal ini disebabkan karena tingkat ketahanan secara individual terhadap cendawan dipengaruhi oleh genotip, tingkat perkembangan dan lingkungan serta interaksi antara faktor-faktor tersebut (Schmidt, 2000).


(23)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Nelayan, Kecamatan Medan Labuhan Sumatera Utara.Untuk peremajaan fungi dilakukan di Laboratorium Bioteknologi, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga bulan Januari 2015.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan Petri, tabung reaksi, spatula, gelas ukur, timbangan analitik, oven, kalifer, penggaris, autoklaf, label kertas, cangkul, kamera digital, alumunium foil, gunting, sarung tangan, sprayer, polibag, spidol permanen, plastic clingwrap dan lampu bunsen.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah propagulB. cylindrica,

akuades, kentang, dextrose, agar,spritus, alcohol 70%, antibiotikCalmicitin Chlorampenicol, isolat berbagai jenis fungi yang didapat pada percobaan pertama

A. flavus, A. tereus, T. harzianum.

Prosedur Penelitian Pembuatan PDA

Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA), kentang dikupas dan ditimbang sebanyak 200 gram, kemudian diiris tipis-tipis. Kentang direbus dengan akuades 1 L selama 15-20 menit, kemudian disaring dengan kain.Gula 20


(24)

gdan 20 g agar dimasukkan ke dalam filtrat hasil rebusan kentang, selanjutnya dimasak sampai mendidih dan diaduk sampai tidak terdapat endapan. Dimasukkan antibiotik setelah suhunya normal. Selanjutnya media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121o C dengan tekanan 15 psi selama 15 menit.

Peremajaan Fungi

Media PDA dipanaskan hingga mencair, cawan Petri yang telah steril disiapkan. Media PDA dimasukkan ke dalam cawan petri sampai seluruh cawan terisi. Fungi yang telah diisolasi sebelumnya diambil sedikit yaitu 1 cm x 1 cm sebagai inang dan dimasukkan kedalam cawan Petri. Cawan Petri yang berisi fungi kemudian disimpan dan ditunggu sampai fungi tersebut tumbuh dan berkembang. Waktu yang dibutuhkan fungi tersebut untuk tumbuh dan berkembang adalah 3 hari dan pertumbuhan maksimal akan terlihat setelah 1 minggu.

Pembuatan Media Tanam dan Penanaman

Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah lumpur dari Desa Nelayan.Wadah tanam yang digunakan adalah polibag dengan ukuran 20 cm.

Propagul B.cylindrica ditanam ke dalam polibag yang telah berisi media tumbuh. Kemudian polibag diberi label sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Aplikasi fungi dapat dilakukan setelah propagul berkecambah dan memiliki 2 sampai 4 helai daun.

Aplikasi Fungi

Isolat fungi yang digunakan adalah A. flavus, A. tereus, dan T. harzianum

Jenis-jenis fungi tersebut diaplikasikan dalam bentuk suspensi fungi. Fungi yang tumbuh di media PDA diambil 1 cm x 1 cm, selanjutnya fungi ini dimasukkan ke


(25)

dalam air steril 10 ml pada tabung reaksi. Fungi dalam tabung reaksi dikocok sampai fungi terlepas dari agar.Selanjutnya suspensi fungi tersebut dituang ke dalam polibag atau media tanam bibit.Tiap jenis fungi dibuat 5 kali ulangan sesuai dengan perlakuan yang akan dilaksanakan. Suspensi fungi ini selanjutnya dimasukkan ke dalam polibag. Proses pembuatan suspensi hingga aplikasi ke bibit dapat dilihat pada Gambar 3. Adapun dokumentasi kegiatan penelitian di lapangan disajikan pada lampiran 1.

Gambar 3. Proses pembuatan suspensi fungi yang akan diaplikasikan ke bibit

B. cylindrica

Parameter yang Diamati a. Tinggi semai (cm)

Pengukuran tinggi semai dilakukan sekali dua minggu selama 3 bulan.Alat ukur yang digunakan adalah penggaris.Pengukuran pertama dilakukan pada batang awal munculnya daun sampai pangkal daun paling ujung, demikian dengan pengukuran selanjutnya sehingga data yang diperoleh lebih akurat.

b. Diameter semai (cm)

Suspensi fungi dituang ke polibag potongan fungi

1 cm x 1 cm

Fungi A. Flavus

dalam cawan Petri

Potongan fungi dimasukkan ke dalam tabung rekasi


(26)

Diameter batang diukur dengan menggunakan kaliper.Untuk mendapatkan pengukuran yang lebih akurat, diameter batang diukur dari batang dimana daun pertama muncul selanjutnya dengan pengukuran selanjutnya.

c. Luas daun

Pada saat pengamatan dihitung semua jumlah daun dari semai.Perhitungan luas daun dilaksanakan pada pengamatan terakhir. Daun difoto di atas kertas putih yang telah diberi garis lurus sepanjang 10 cm, selanjutnya dihitung dengan menggunakan software image J.

d. Berat kering total

Dianalisis setelah data terakhir diambil. Daun dan akar dari setiap perlakuan dan kontrol masing masing dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 70 0

C sampai berat konstan. Kemudian daun dan akar tersebut ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.

Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) karena kondisi lingkungan yang homogen dan faktor perlakuannya hanya satu yaitu pengaruh aplikasi fungi. Terdapat tiga jenis fungi yang diaplikasikan dengan lima kali ulangan.

���= �+��+��� Keterangan:

���=respon pertumbuhan tanaman terhadap perlakuan ke-i ulangan ke-j � =rataan umum

�� =taraf perlakuan


(27)

i = Kontrol, A. flavus, A. tereus, dan T. harzianum

j = 1, 2, 3, 4, 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pengamatan dan pengukuran yang dilakukan terhadap bibit B. cylindrica

selama 12 minggu menunjukkan perbedaan terhadap pertambahan tinggi, diameter, luas daun dan berat kering total. Data pengamatan bibit B. cylindrica

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Bibit B. cylindrica 12 Minggu Setelah Tanam

Parameter pengamatan Perlakuan Satuan

Kontrol A flavus A tereus T harzianum

Tinggi rata-rata 5.16 4.40 5.26 4.94 cm

Diameter rata-rata 0.35 0.35 0.36 0.36 cm

Luas daun 79.76 78.41 76.94 80.44 cm2

Berat kering total 1.62 1.54 1.74 1.65 g

a. Tinggi Tanaman

Dari pengukuran yang dilakukan selama 12 minggu, didapatkan bahwa pemberian fungi pada bibit B. cylindricatidak memiliki pengaruh nyata hal ini diperoleh dari data tinggi semai B. cylindrica yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Semua bibit yang ada ditanam memiliki persen hidup 100% dan tumbuh dengan baik. Namun terlihat rata-rata pertambahan tinggi bibit B. cylindrica yang paling tertinggi adalah bibit yang diberi fungi A. tereus, yaitu 5.26 cm. Sementara itu


(28)

untuk rata-rata tinggi yang paling rendah adalah A. flavus, 4.40 cm. Grafik pertambahan tinggi setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4.Pertambahan Tinggi Bibit B. cylindrica

Diameter bibit

Pemberian fungi tidak berpengaruh nyata terhadap diameter bibit B. cylindrica. Hasil pengukuran diameter dapat dilihat pada Lampiran 3.Rata-rata diameter tertinggi terdapat pada bibit B. cylindrica yang diberi perlakuan aplikasi fungi T.harzianum dan A. tereus dengan diameter 0.36 cm. Sedangkan rata-rata diameter terkecil terdapat pada bibit yang diberi perlakuan aplikasi fungi A. flavus

dengan diameter sebesar 0.35 cm. Pertumbuhan diameter bibit B.cylindrica dapat dilihat pada Gambar 5.

0 1 2 3 4 5 6 7 8

1 2 3 4 5 6 7

T in g g i B ib it ( c m ) Pengukuran Ke kontrol harzianum flavus tereus


(29)

Gambar 4.Pertambahan diameter Bibit B. cylindrica

Luas daun

Luas daun dihitung pada akhir pengamatan untuk setiap perlakuan. Aplikasi fungi menunjukkan perbedaan luas permukaan daun pada masing-masing perlakuan. Hasil luas daun dapat dilihat pada Lampiran 4.Luas daun tertinggi terdapat pada bibitB. cylindrica dengan perlakuan pemberian fungi T. harzianum sebesar 80.44 cm2, sedangkan yang terendah terdapat pada bibit yang diberi perlakuan fungi A. tereusdengan luasdaun sebesar 76.94 cm2. Perbedaan luas permukaan daun pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45

1 2 3 4 5 6 7

D ia m et er ( cm ) Pengukuran Ke kontrol harzianum flavus tereus 79.78

78.41 76.94 80.44

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Kontrol A. flavus A. tereus T. harzianum

L ua s D a un ( c m 2) Perlakuan


(30)

Gambar 6. Luas Daun Bibit B.cylindrica

Berat Kering Total

Setelah data tinggi dan diameter diperoleh, dihitung berat kering total bibit

B. cylindrica seperti yang tercantum pada Lampiran 5.Berat kering total merupakan hasil penjumlahan dari berat kering tajuk dan berat kering akar. Rata-rata berat kering tertinggi terdapat pada bibit dengan perlakuanA. tereus sebesar 1.74 g dan yang terendah terdapat pada bibit yang diberi perlakuan fungi A. flavusyaitu sebesar 1.54 g. Perbedaan berat kering total pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7.Berat Kering Total Bibit B. cylindrica

Pembahasan

Pemberian fungi pada bibit B. cylindrica tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit baik dari segi tinggi, diameter, luas permukaan, dan berat kering total. Beberapa jenis fungi justru menghambat pertumbuhan bibit

B. cylindrica. Hal ini dapat dilihat dari hasil perbandingan antara bibit yang tidak

1.62 1.54 1.74 1.65 0 0,5 1 1,5 2 2,5

Kontrol A. flavus A. tereus T. harzianum

B e r at K e r in g T ot al ( g) Perlakuan


(31)

diberi perlakuan dengan bibit yang di beri perlakuan pengaplikasian beberapa jenis fungi.

Tinggi bibit

Hasil pengukuran yang dilakukan pada bibit B. cylindrica selama 12 minggu tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi bibit. Pemberian fungi yang berbeda pada tanaman B. cylindricamemberikan reaksi pertumbuhan dan pertambahan tinggi tanaman yang berbeda. Pengaplikasian fungi A. tereus awalnya memberikan pertumbuhan tinggi yang baik, namun pada pengukuran minggu terakhir rata-rata tinggi pada bibit yang diberi fungi A. tereus

tidak jauh berbeda dengan rata-rata tinggi dari bibit yang tidak diberi perlakuan. Beberapa jenis fungi justru menghambat pertumbuhan bibit B. cylindrica, seperti fungi A. flavus. Hal ini disebabkan karena fungi A.flavus menghasilkan senyawa toksik. Aflatoksin yang dihasilkan oleh jenis A. flavus tidak dapat ditoleransi oleh bibit B. cylindrica sehingga menghambat pertumbuhan tingginya. Menurut Halloin (1986); Vijayan dan Rehill (1990) dalam Schmidt (2000) sebagian besar cendawan patogenik, kerusakan tanaman inang lebih disebabkan oleh kerusakan pada sel akibat dikeluarkannya enzim dan toksin oleh cendawan tersebut. Toksin yang berupa aflatoksin dihasilkan oleh strain Asergillus sp terutama A. flavus

yang memiliki daya racun yang cukup tinggi sehingga mampu menyerang batang dan akar semai sehingga penyerapan unsur hara dan air menjadi terhambat.

Fungi yang diisolat dari bawah tegakan A. marina tentu berbeda dengan fungi yang diisolat dari bawah tegakan B. cylindrica. Perbedaan tempat tumbuh juga menghasilkan fungi yang dominan yang berbeda juga. B. cylindrica adalah spesies yang tumbuh pada zonasi dalam, zona air tawar hingga air payau yang


(32)

lebih ke arah darat dengan substrat tanah berlumbur keras yang hanya terendam pada saat air pasang tertinggi atau dua kali dalam sebulan.B. cylindrica tumbuh subur di lokasi yang kering, pada tanah yang dialiri air tawar, tetapi dapat tumbuh pula di tanah lumpur. Sedangkan, Avicennia terletak pada zona pada bagian depan.

Pemberian fungi yang berbeda pada tanaman B. cylindrica memberikan reaksi pertumbuhan dan pertambahan tinggi tanaman yang berbeda.Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kemampuan antara beberapa jenis fungi dalam menyediakan unsur hara bagi B. cylindricaserta perbedaan enzim yang dikeluarkan oleh fungi untuk mendekomposisikan lumpur sebagai media tanam. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian fungi tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi bibit B. cylindrica.

Diameter batang

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan, rata-rata pertambahan diameter tertinggi terdapat pada fungi T. harzianum dengan diameter rata-rata 0.42 cm dan pertambahan diameter terendah terdapat pada tanaman yang diberi A. flavus dengan diameter rata-rata 0.41 cm.

Fungi yang memberikan pertumbuhan terbaik adalah T. harzianum. Hal ini sesuai dengan pendapat Thaher (2013), fungi tanah seperti Aspergillus,

Trichoderma dan Penicillium berperan penting dalam menguraikan selulosa dan hemiselulosa, selanjutnya fungi banyak berperan dalam proses dekomposisi serasah karena memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim selulosa yang berguna dalam penguraian serasah. Fungi akan berperan sangat besar dalam proses dekomposisi serasah karena fungi mampu mendegradasi senyawa organik


(33)

seperti selulosa dan lignin yang merupakan komponen penyusun dinding sel daun. Peningkatan jumlah unsur hara dalam tanaman akan meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian fungi tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter bibit B. cylindrica.

Aplikasi fungi tidak berbeda nyata dengan kontrol, namun pemberian fungi T. Harzianum menunjukkan pertambahan diameter yang lebih baik dari kontrol. Luas daun

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa luas daun dengan aplikasi fungi T. harzianum memberikan hasil lebih bagus dibandingkan dengan yang lain. Hal ini dikarenakan T. harzianumadalah salah satu jamur tanah yang bersifat antagonis terhadap patogen tular tanah bahkan telah dilaporkan juga bahwa jamur ini mampu menginduksi ketahanan tanaman terhadap berbagai penyakit dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Harman, 2000). Keberhasilan penggunaan

Trichoderma untuk pengendalian penyakit tanaman baik di rumah kaca, maupun di lapangan telah banyak dilaporkan.

Daun merupakan organ utama yang melakukan fotosintesis yang akan menyusun biomassa (berat kering tanaman). Luas total daun perlakuan T. harzianum yaitu 402.23cm2 sementara kontrol 398.88cm2. Hal ini dikarenakan adanya peran fungi yang mampu mendegradasi senyawa organik seperti selulosa dan lignin yang merupakan komponen penyusun dinding sel daun.

Keadaan daun B. cylindrica yang diberi perlakuan dengan A. flavus pada daun mengalami gejala nekrotik, warna tidak normal, dan terdapat bercak-bercak. Hal ini dikarenakan racun aflatoksin yang dihasilkan mampu mengganggu sistem


(34)

metabolisme sehingga menghambat penyerapan unsur atau bahan organik tertentu.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian fungi tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun bibit B. cylindrica. Aplikasi fungi tidak berbeda nyata dengan kontrol, namun pemberian fungi menunjukkan luas daun yang lebih baik dari kontrol.

Berat kering total

Penggunaan jenis fungi memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap berat kering total tanaman. Berat kering total tertinggi adalah bibit yang diberikan

A. tereus yaitu 1.74 g, kemudian yang kedua adalah perlakuan dengan T. Harzianum dengan rata-rata 1.65 g. Sementara itu, untuk berat kering total yang terendah adalah bibit yang dibeikan perlakuan A. flavus dengan berat 1.54 g. Diketahui bahwa cendawan A. flavus dapat menurunkan nilai biomassa. Hal ini karena unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tidak dapat diserap dengan baik oleh akar sehingga menghambat proses fotosintesis dan aktivitas fisiologis lainnya seperti respirasi, dan pembentukan sel dan jaringan.

Menurut Hamilton dan King (1988) biomassa merupakan istilah untuk bobot hidup, biasanya dinyatakan sebagai bobot kering, untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme, populasi, atau komunitas. Biomassa tumbuhan merupakan jumlah total semua bagian tumbuhan hidup. Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap karbondioksida (CO2) dari udara kemudian mengubah zat ini menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis.


(35)

Pemberian Trichoderma spp. Dapat meningkatkan kandungan unsur hara juga mampu memperbaiki struktur tanah, membuat agregat atau butiran tanah menjadi besar atau mampu menahan air sehingga aerasi di dalamnya menjadi lancar dan dapat meningkatkan perkembangan akar.

Dari seluruh hasil yang diperoleh setiap fungi memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap pertumbuhan bibit B. cylindrica. Fungi T. harzianum

memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan bibit, sedangkan fungi A. flavus memberikan pengaruh yang kurang baik karna menghambat pertumbuhan bibit. Hal ini di karenakan bibit B. cylindrica tidak terlalu mampu toleransi terhadap pengaruh A. flavus hal ini dapat dibuktikan dengan bentuk daun yang menguning, dan mengalami bercak-bercak. Banyak faktor yang mungkin dapat mempengaruhi perbedaan kemampuan fungi tersebut seperti kemampuan menyediakan bahan organik dan sifat parasitik dari setiap fungi yang berbeda maupun faktor genetik dari tumbuhan tersebut dalam merespon pengaruh fungi tersebut. Sebab pertumbuhan suatu jenis tumbuhan dipengaruhi oleh dua hal yakni faktor internal yang berasal dari tumbuhan maupun faktor eksternal yang berasal dari lingkungan.


(36)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pemberian fungi A. flavus, A. tereus, dan T. harzianum tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit B. cylindrica

2. Fungi A. flavus berperan menghambat pertumbuhan bibit B. cylindrica

karena menghasilkan racun aflatoksin. Saran

Dilakukan penelitian lanjutan tentang isolat fungi di bawah tegakan B. cylindrica agar diketahui apakah memiliki perbedaan antara fungi di bawah tegakan A.marina dengan fungi di bawah tegakan B. cylindrica.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Bengen, G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir.Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan.IPB. Bogor.

Chapman, V.J. 1977. Intoduction. In: Wet Coastal Ecosystems: Ecosystems of the world I. Chapman, V.J (ed). Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam.

Fell, J.W., R. C. Cefalu, I. M. Masters dan A. S. Tallman. 1975. Microbial Activities in the Mangrove (Rhizophora mangle L.) Leaf Detrital Systems. Hlm. 661 – 679 dalam Proceedings of the International Symposium on Biology and Management of Mangroves. G.E. Walsh, S. C. Snedaker dan H. J. Teas (Peny.). Univ. Florida.Gainsville.

Ghufron, H. 2012. Ekosistem Mangrove: Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan. Rineka Cipta. Jakarta.

Halmiton.L.S dan HLM.N.King. 1988. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika. UGM Press.Yogyakarta.

Justice, O.L., and L.N. Bass.2002.Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih.PT Radja Persada. Jakarta.

Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Rineka Cipta. Jakarta.

Kusmana, C dan Onrizal.1998. Evaluasi Kerusakan Kawasan Mangrove dan Arahan Teknik Rehabilitasi-nya di Pulau Jawa. Jaringan Kerja Pelestari Mangrove.Instiper.Yogyakarta.


(38)

Kusmana C, S. Wilarso, I. Hilman, P. Pamoengkas, C. Wibowo, T. Tiryana, A. Triswanto, Yunasfi, Hamzah. 2005. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Muklis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. Universitas Sumatera Utara. USU Press. Medan.

Mulyanti, I., K.T. Dewandari dan S.I. Kailaku. 2006. Aflatoksin pada Jagung dan Cara Pencegahannya. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengenbangan Pascapanen Pertanian.

Noor.Y. R, M. Khazali, dan I. N. N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP. Bogor.

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Begen, M. Hutomo, dan S. Sukardjo [Penerjemah]. Terjemahan dari: Marine Biology: An Ecological Approach. PT. Gramedia. Jakarta.

Saputro.2009. Peta Mangroves Indonesia.Bogor: Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal)

Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Subtropis.Danida Forest Seed Centre. Denmark.

Sudarmadji.2004. Deskripsi Jenis-jenis Anggota Suku Rhizophoraceae di Hutan Manggrove Taman Nasional Baluran Jawa Timur.Vol. 5, No. 2, Hal.66-70.

Suryono, A. 2013. Sukses Usaha Pembibitan Mangrove: Sang Penyelamat Pulau. Pustaka Baru Press.Yogyakarta.

Thaher, E. 2013.Laju Dekomposisi Serasah Rhizophora mucronata dengan Aplikasi FungiAspergillus sp. Pada Berbagai Tingkat Salinitas. Skripsi. USU. Medan.

Tjandrawati, T. 2003. Isolasi dan Karakteristik sebagai Kitinase Trichoderma viride. TNJ 63. Jurnal Natural Indonesia.

Walsh. 1974. Mangroves: A Review. In: Ecology of Halophytes, Reinhold RJ, Queen WH (eds.). Academic Press.New York

Wibisono, I.T.C., Eko Budi priyanto, E.B dan Suryadiputra, I N.N. 2006. Panduan Praktis Rehabilitasi pantai: Sebuah Pengalaman Merehabilitasi Kawasan Pesisir. Wetlands International˗Indonesia Programme. Bogor.


(39)

Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan

Gambar a. Awal penanaman Gambar b. bibit berumur 1 bulan


(40)

Gambar e. Pengukuran diameter batang Gambar f. Pemberian suspensi fungi

Lampiran 1. Lanjutan


(41)

Lampiran 2. Data Pengukuran Tinggi Tanaman Bibit B. cylindrica

Perlakuan Ulangan Pengukuran Ke

I II III IV V VI VII

Kontrol

1 1.20 3.30 5.20 5.40 6.80 7.10 7.40

2 1.30 4.00 5.50 6.30 7.55 7.70 7.80

3 1.00 3.80 5.10 6.10 6.10 7.25 7.35

4 0.80 2.80 4.50 5.30 6.20 6.30 6.50

5 0.90 3.10 4.60 5.90 6.60 6.80 7.25

A. flavus

1 1.00 3.30 4.90 5.60 7.00 7.10 8.00

2 0.30 2.20 3.90 4.30 5.10 5.30 5.80

3 0.30 2.50 3.50 4.30 5.10 5.25 5.50

4 0.80 3.70 5.30 6.20 7.10 7.20 7.50

5 0.50 2.10 3.30 4.10 4.80 5.05 6.25

A. tereus

1 1.50 4.00 6.20 6.20 8.20 8.30 9.40

2 0.80 3.40 5.50 5.60 6.40 6.70 6.70

3 1.20 3.80 5.20 6.00 7.00 7.20 7.30

4 1.10 3.50 4.50 5.10 5.50 6.00 6.15

5 1.40 3.40 4.90 5.60 6.70 6.80 6.90

T. harzianum

1 0.70 3.10 4.60 5.50 6.65 6.90 6.90

2 0.90 3.00 4.60 5.20 6.30 6.50 6.70

3 1.00 3.40 4.80 5.40 6.60 6.80 7.40

4 1.10 3.70 4.90 5.65 6.60 6.75 6.80


(42)

ANNOVA Sumber Keragaman

Jumlah kuadrat

(JK) Db

Kuadrat tengah

(KT) F. hit F. tab

Perlakuan 0.22 3 0.07 0.15 3.24

Galat 8.07 16 0.50

Total 8.29 19

Lampiran 3. Data Pengukuran Diameter Bibit B.cylindrica

Perlakuan Ulangan Pengukuran Ke

I II III IV V VI VII

Kontrol

1 0.31 0.33 0.34 0.35 0.37 0.41 0.42

2 0.30 0.31 0.32 0.34 0.36 0.39 0.43

3 0.31 0.32 0.36 0.38 0.39 0.40 0.41

4 0.30 0.31 0.32 0.35 0.37 0.38 0.40

5 0.23 0.31 0.33 0.34 0.37 0.40 0.42

A. flavus

1 0.30 0.31 0.32 0.35 0.37 0.41 0.42

2 0.30 0.31 0.35 0.36 0.38 0.40 0.40

3 0.31 0.31 0.34 0.35 0.38 0.40 0.43

4 0.31 0.33 0.35 0.36 0.38 0.40 0.41

5 0.30 0.31 0.32 0.33 0.34 0.35 0.36

A. tereus

1 0.29 0.32 0.35 0.36 0.38 0.42 0.44

2 0.31 0.33 0.35 0.37 0.40 0.41 0.41

3 0.31 0.33 0.35 0.38 0.39 0.40 0.41

4 0.23 0.31 0.34 0.35 0.36 0.38 0.38

5 0.34 0.35 0.36 0.38 0.39 0.40 0.41

T. Harzianum

1 0.31 0.31 0.32 0.33 0.36 0.38 0.41

2 0.32 0.34 0.35 0.37 0.39 0.39 0.43

3 0.32 0.34 0.35 0.36 0.36 0.37 0.41

4 0.31 0.34 0.35 0.37 0.39 0.41 0.43


(43)

ANOVA Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

(JK) Db

Kuadrat Tengah

(KT) F. hit F. tab

Perlakuan 0.01 3 0.001 0.52 3.24

Galat 0.01 16 0.001

Total 0.02 19

Lampiran 4. Data Pengukuran Luas Daun Bibit B.cylindrica

Perlakuan Ulangan Ke Total

1 2 3 4 5

kontrol 84.72 76.79 73.88 82.38 81.09 398.88

A. flavus 95.04 58.41 56.53 114.67 67.39 392.04 A. tereus 114.15 64.45 89.28 54.03 62.78 384.69 T. harzianum 72.47 67.07 98.82 89.83 74.03 402.23

ANOVA Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

(JK) db

Kuadrat Tengah

(KT) F.hit F. tab

Perlakuan 36.23 3 12.08 0.03 3.24

Galat 5795.82 16 362.24

Total 5832.05 19

Lampiran 5. Data Pengukuran Berat Kering Total Bibit B. cylindrica

Perlakuan Ulangan Ke Rata-rata

1 2 3 4 5

kontrol 1.74 1.82 1.54 1.58 1.44 1.62

A. flavus 1.88 1.25 1.14 1.87 1.56 1.54

A. tereus 2.36 1.62 1.95 1.27 1.49 1.74


(44)

ANOVA Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

(JK) Db

Kuadrat Tengah

(KT) F.hit F. tab

Perlakuan 0.09 3 0.03 0.37 3.23

Galat 1.40 16 0.08


(1)

Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan

Gambar a. Awal penanaman Gambar b. bibit berumur 1 bulan


(2)

Gambar e. Pengukuran diameter batang Gambar f. Pemberian suspensi fungi

Lampiran 1. Lanjutan


(3)

Lampiran 2. Data Pengukuran Tinggi Tanaman Bibit B. cylindrica

Perlakuan Ulangan Pengukuran Ke

I II III IV V VI VII

Kontrol

1 1.20 3.30 5.20 5.40 6.80 7.10 7.40 2 1.30 4.00 5.50 6.30 7.55 7.70 7.80 3 1.00 3.80 5.10 6.10 6.10 7.25 7.35 4 0.80 2.80 4.50 5.30 6.20 6.30 6.50 5 0.90 3.10 4.60 5.90 6.60 6.80 7.25

A. flavus

1 1.00 3.30 4.90 5.60 7.00 7.10 8.00 2 0.30 2.20 3.90 4.30 5.10 5.30 5.80 3 0.30 2.50 3.50 4.30 5.10 5.25 5.50 4 0.80 3.70 5.30 6.20 7.10 7.20 7.50 5 0.50 2.10 3.30 4.10 4.80 5.05 6.25

A. tereus

1 1.50 4.00 6.20 6.20 8.20 8.30 9.40 2 0.80 3.40 5.50 5.60 6.40 6.70 6.70 3 1.20 3.80 5.20 6.00 7.00 7.20 7.30 4 1.10 3.50 4.50 5.10 5.50 6.00 6.15 5 1.40 3.40 4.90 5.60 6.70 6.80 6.90

T. harzianum

1 0.70 3.10 4.60 5.50 6.65 6.90 6.90 2 0.90 3.00 4.60 5.20 6.30 6.50 6.70 3 1.00 3.40 4.80 5.40 6.60 6.80 7.40 4 1.10 3.70 4.90 5.65 6.60 6.75 6.80 5 1.20 3.60 4.90 5.50 5.80 6.70 6.75


(4)

ANNOVA Sumber Keragaman

Jumlah kuadrat

(JK) Db

Kuadrat tengah

(KT) F. hit F. tab

Perlakuan 0.22 3 0.07 0.15 3.24

Galat 8.07 16 0.50

Total 8.29 19

Lampiran 3. Data Pengukuran Diameter Bibit B.cylindrica

Perlakuan Ulangan Pengukuran Ke

I II III IV V VI VII

Kontrol

1 0.31 0.33 0.34 0.35 0.37 0.41 0.42 2 0.30 0.31 0.32 0.34 0.36 0.39 0.43 3 0.31 0.32 0.36 0.38 0.39 0.40 0.41 4 0.30 0.31 0.32 0.35 0.37 0.38 0.40 5 0.23 0.31 0.33 0.34 0.37 0.40 0.42

A. flavus

1 0.30 0.31 0.32 0.35 0.37 0.41 0.42 2 0.30 0.31 0.35 0.36 0.38 0.40 0.40 3 0.31 0.31 0.34 0.35 0.38 0.40 0.43 4 0.31 0.33 0.35 0.36 0.38 0.40 0.41 5 0.30 0.31 0.32 0.33 0.34 0.35 0.36

A. tereus

1 0.29 0.32 0.35 0.36 0.38 0.42 0.44 2 0.31 0.33 0.35 0.37 0.40 0.41 0.41 3 0.31 0.33 0.35 0.38 0.39 0.40 0.41 4 0.23 0.31 0.34 0.35 0.36 0.38 0.38 5 0.34 0.35 0.36 0.38 0.39 0.40 0.41

T. Harzianum

1 0.31 0.31 0.32 0.33 0.36 0.38 0.41 2 0.32 0.34 0.35 0.37 0.39 0.39 0.43 3 0.32 0.34 0.35 0.36 0.36 0.37 0.41 4 0.31 0.34 0.35 0.37 0.39 0.41 0.43 5 0.31 0.35 0.35 0.34 0.37 0.38 0.42


(5)

ANOVA Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

(JK) Db

Kuadrat Tengah

(KT) F. hit F. tab

Perlakuan 0.01 3 0.001 0.52 3.24

Galat 0.01 16 0.001

Total 0.02 19

Lampiran 4. Data Pengukuran Luas Daun Bibit B.cylindrica

Perlakuan Ulangan Ke Total

1 2 3 4 5

kontrol 84.72 76.79 73.88 82.38 81.09 398.88

A. flavus 95.04 58.41 56.53 114.67 67.39 392.04

A. tereus 114.15 64.45 89.28 54.03 62.78 384.69

T. harzianum 72.47 67.07 98.82 89.83 74.03 402.23

ANOVA Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

(JK) db

Kuadrat Tengah

(KT) F.hit F. tab

Perlakuan 36.23 3 12.08 0.03 3.24

Galat 5795.82 16 362.24

Total 5832.05 19

Lampiran 5. Data Pengukuran Berat Kering Total Bibit B. cylindrica

Perlakuan Ulangan Ke Rata-rata

1 2 3 4 5

kontrol 1.74 1.82 1.54 1.58 1.44 1.62

A. flavus 1.88 1.25 1.14 1.87 1.56 1.54

A. tereus 2.36 1.62 1.95 1.27 1.49 1.74


(6)

ANOVA Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

(JK) Db

Kuadrat Tengah

(KT) F.hit F. tab

Perlakuan 0.09 3 0.03 0.37 3.23

Galat 1.40 16 0.08


Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianum untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bruguiera gymnorrhiza

1 48 56

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrica di Desa Nelayan Indah

0 55 61

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrica di Desa Nelayan Indah

0 3 61

Abstract Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrica di Desa Nelayan Indah

0 0 2

Chapter I Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrica di Desa Nelayan Indah

0 0 3

Chapter II Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrica di Desa Nelayan Indah

0 1 11

Reference Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrica di Desa Nelayan Indah

0 1 3

Appendix Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrica di Desa Nelayan Indah

0 0 6

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianum untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bruguiera gymnorrhiza

0 0 8

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichodermaharzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrica di Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan

0 0 11