Pemanfaatan Fungi Aspergillus Flavus, Aspergillus Tereus Dan Trichoderma Harzianum Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Rhizophora Apiculata Di Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat

  Hutan Mangrove

  Istilah “mangrove” dapat didefenisikan secara berbeda. Beberapa ahli mengemukakan pendapat mereka, namun pada dasarnya perbedaan istilah tersebut mengacu pada hal yang sama. Macnae (1968) menyebutkan kata mangrove merupakan perpaduanantara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris

  

grove .Sementara itu, menurut Mastaller(1997) kata mangrove berasal dari bahasa

  Melayu kuno mangi-mangi yang digunakan untuk menerangkan marga Avicennia dan masih digunakan sampai saat ini di Indonesiabagian timur.Tomlison (1986) menggunakan kata mangrove untuk menyatakan tumbuhan maupun komunitasnya, dan ada juga yang menyebutkan bahwa kata mangrove merupakan istilah umum untuk pohon yang hidup di daerah berlumpur, basah, dan terletak di perairan pasang surut dan disebut sebagai hutan pasang.

  Hutan mangrove merupakan masyarakat hutan halofit yang menempati bagian zona intertidal tropika dan subtropika berupa rawa dan hamparan lumpur yang dibatasi oleh pasang surut air laut.Halofit merupakan sebutan bagi tumbuhan yang dapat hidup dalam lingkungan bergaram (Arief, 2003).

  Hutan mangrove juga sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam kondisi salinitas yang tinggi (Nybakken, 1992).

  Hutan mangrove didominasi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 marga tumbuhan berbunga: Avicennia, Sonneratia,

  

Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia,

Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda , dan Conocarpus (Bengen, 2000).

  Mangrove hidup di daerah antara level pasang naik tertinggi (maximum

  

spring tide ) sampai level sekitar atau diatas permukaan laut rata-rata (mean sea

level ). Hampir 75% tumbuhan mangrove hidup diantara 35 LU – 35 LS, banyak

  terdapat di kawasan Asia Tenggara, seperti Malaysia, Sumatera dan beberapa daerah Kalimantan yang memiliki curah hujan yang tinggi dan bukan musiman (Kusmana, 2003).

  Zonasi Hutan Mangrove

  Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang tidak bermuara ke sungai, pertumbuhan vegetasi mangrove tidak optimal.Mangrove tidak atau sulit tumbuh di wilayah pesisir yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut yang kuat, karena kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan sebagai substrat bagi pertumbuhannya (Dahuri, 2003).

  Zone vegetasi mangrove berkaitan erat dengan pasang surut.Di Indonesia,areal yang selalu digenangi walaupun pada saat pasang rendah umumnya didominasi oleh Avicennia albaatau Sonneratia alba. Areal yang digenangi oleh pasang sedang didominasi oleh jenis-jenis Rhizophorasp. Adapun areal yang digenangi hanya pada saat pasang tinggi, dan areal ini lebih ke daratan, umumnya didominasi oleh jenis-jenis Bruguierasp.dan Xylocarpus granatum, sedangkan areal yang digenangi hanya pada saat pasang tertinggi (hanya beberapa hari dalam sebulan) umumnya didominasi oleh Bruguiera sexangula dan (Noor dkk., 2006).

  Lumnitzera littorea

  Anwar (1984) membagi hutan mangrove menjadi lima zone berdasarkan frekuensi air pasang, yaitu: a.

  Hutan yang paling dekat dengan laut ditumbuhi olehAvicennia dan Sonneratia.

  Sonneratia tumbuh pada lumpur lembek dengan kandungan organik yang

  tinggi. Avicennia marina tumbuh pada substrat berliat agak keras, sedangkan Avicennia alba tumbuh pada substrat yang agak lembek.

  b.

  Hutan pada substrat yang sedikit lebih tinggi biasanya dikuasai oleh Bruguiera

  cylindrica . Hutan ini tumbuh pada tanah liat yang cukup keras dan dicapai oleh beberapa air pasang saja.

  c.

  Kearah sedikit daratan dikuasai oleh Rhizophora mucronata dan Rhizophora

  apiculata . Rhizophora mucronata lebih banyak dijumpai pada kondisi yang

  agak basah dan lumpur yang agak dalam. Pohon-pohon dapat tumbuh setinggi 30-40 m. Terdapat juga pohon lain seperti Bruguiera parviflora dan Xylocarpus granatum .

  d.

  Hutan yang dikuasai oleh Bruguiera parviflora kadang-kadang dijumpai tanpa jenis pohon lainnya.

  e.

Hutan mangrove terakhir dikuasai oleh Bruguiera gymnorrhiza. Selain pohon ini toleran terhadap naungan pada kondisi di mana Rhizophora tidak dapat

  tumbuh, seperti pohon cemara, semaian Bruguiera gymnorrhiza tidak mampu tumbuh di bawah induknya. Peralihan antara hutan ini dengan hutan dataran ditandai oleh adanya Lumnitzera racemosa, Xylocarpus granatum, Intsia bijuga , Ficus retusa, rotan, pandan dan nobong pantai.

  Chapman (1984) mengelompokkan mangrove ke dalam dua kategori, yaitu: a.

  Flora mangrove inti, yakni flora mangrove yang mempunyai peran ekologi utama dalam formasi mangrove, seperti: Rhizophora, Bruguiera, Ceriops,

  

Kandelia, Sonneratia, Avicennia, Nypa, Xylocarpus, Derris, Acanthus,

Lumnitzera, Scyphiphora, Symythea dan Dolichandrone.

  b.

  Flora mangrove peripheral (pinggiran), yaitu flora mangrove yang secara ekologi berperan penting dalam formasi hutan lain, seperti: Excoecaria

  agallocha, Acrostichum aureum, Cerbera manghas, Heritiera littorelis, Hibiscus tilliaceus , dan lain-lain.

  Fungsi Hutan Mangrove

  Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II Medan (2012) mengelompokkan manfaat ekosistem mangrove baik langsung maupun tidak langsung.Manfaat langsung adalah produk mangrove yang memiliki nilai pasar.Dimana masyarakat dapat memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan seperti untuk kayu bakar, konstruksi bangunan, bahan obat, sumber pangan alternatif dan lain-lain.Manfaat tidak langsung merupakan fungsi ekologi ekosistem mangrove meliputi margasatwa, perikanan, proteksi pantai, instalasi pengolahan limbah, pariwisata dan pendidikan.

  Degradasi Hutan Mangrove

  Saat ini di seluruh dunia hilangnya sumberdaya mangrove semakin meningkat yang disebabkan adanya pemanfaatan yang tidak berkelanjutan serta pengalihan peruntukan (Aksornkoae, 1993). Hal yang sama juga terjadi di Indonesia.Pada tahun 1993 luas hutan mangrove Indonesia 3.765.250 Ha,tahun 2005 mempunyai luas 3,062,300 Ha, yang merupakan 19 % dari total luas hutan mangrove di seluruh dunia (FAO, 2007).Pada tahun 2011 luas hutan mangrove di Indonesia 3.112.989 Ha(Giri dkk.,2011).Sementara data Bakosurtanal(2009)luas hutan mangrove 3.244.018 melalui analisis citra satelit.Dalam kurun waktu dua tahun luas hutan mangrove Indonesia terjadi penurunan sebesar 131.029 Ha.

  Kegiatanutama yang memberikan sumbangan terbesar terhadap penurunan luas areal mangrove di Indonesia adalah pengambilan kayu untuk keperluan komersial serta peralihan peruntukan untuk tambak dan areal pertanian (khususnya padi dan kelapa).Giesen(2006) memperkirakan bahwa25% darikerugianbakauini disebabkan olehpembukaanhutan mangroveuntukkolam ikanbudidaya(tambak), dan75% dari kombinasikonversi lahan untuk pertanian, degradasiakibateksploitasi berlebihan, danerosi pantai.Lebih dari setengah hutan mangrove yang ada (57,6%), ternyata dalam kondisi rusak parah, diantaranya 1,6 juta Ha dalam kawasan hutan dan 3,7 juta Ha di luar kawasan hutan. Luas hutan mangrove di pulau Sumatra ± 657.000 Ha, dari total ini sekitar 30% (± 200. 000 Ha) dijumpai di propinsi Sumatra Utara (Sunarto, 2008).

  Fungi

  Fungi adalah mikroorganisme tidak berklorofil, eukariotik, berdinding sel kitin atau selulosa, dan bereproduksi secara seksual atau aseksual. Fungi termasuk ke dalam kingdom tersendiri karenacara mendapatkan makanannya berbeda dengan mikroorganisme lainnya, yaitu melalui absorbsi. Fungi berkembangbiak secara seksual melalui peleburan peleburan inti sel.Sebagian besar tubuh fungi terdiri atas benang-benang halus yang disebut dengan hifa, jalinan-jalinan hifa disebut dengan miselium.Hifa dapat dibedakan atas dua berdasarkan fungsinya tipe hifa menyerap unsur hara dari substrat dan tipe hifa yang menyangga alat-alat reproduksi (Gandjar dkk., 1999).

  Fungi adalah mikroorganisme yang mampu mendekomposisi bahan organiktanah.Fungi diketahui melakukan dekomposisi selulosa secara aktif dengan menghasilkan enzim selulase ekstraselular (Gandjar dkk., 2006). Selulosa merupakan salah satu komponen pembangun pertumbuhan.Dari beberapa isolat fungi yang ada pada hutan mangrove ada empat fungi yang telah diperoleh dan diidentifikasikan menurut Sihite (2014) dalam penelitiannya yaitu Aspergillus

  flavus, Aspergillus tereus, Trichoderma harzianum dan Penicillium sp.

  Beberapa penelitian telah membuktikan peran fungi dalam pertumbuhan tanaman.Pada tanaman lidah buaya, pemberian Aspergillus sp.menghasilkan pertumbuhan tanaman lidah buaya yang lebih baik (Alimuddin dkk.,2012). Pemberian Aspergillus niger pada penelitian Juli dkk., (2013) berpengaruh nyata dalam meningkatkan bobot kering akar tanaman jagung. Firman dan Aryantha (2003) menyatakan bahwa fungi Penicilium sp., dan Aspergillus sp. dapat menghasilkan glukosa oksidase dengan aktivitas yang cukup tinggi, sehingga semakin banyak karbohidrat yang dihasilkan dan tersedia di dalam tanah maka laju pertumbuhan sel-sel baru akan semakin meningkat.

  Penelitian Sihite (2014) membuktikan bahwa aplikasi fungi T. harzianum berpengaruh terhadap pertumbuhan A. marina.Penelitian Lehar (2012)

  

Trichoderma sp. sebagai pupuk organik agen hayati juga mampu meningkatkan

  pertumbuhan tanaman kentang (Solanum tuberosum).Hal tersebut dikarenakan

  T.harzianum memiliki nilai aktivitas enzim lipase tertinggisehingga mampu

  mendegradasi substrat secara optimal dengan menggunakan lipid dan memanfaatkan bahan organik sebagai nutrisi utama (Jalil, 2004).

  Fungi tidak hanya berfungsi sebagai dekomposer, namun beberapa fungi seperti Aspergillus sp. mampu melarutkan alumunium fosfor dan ferum fosfor (Das, 1963).Fosfor relatif tidak mudah tercuci, tetapi karena pengaruh lingkungan P tersedia berubah menjadi tidak tersedia (Elfiati, 2005), sehingga dengan adanya aktivitas Aspergillus sp. mampu mengubah P tidak tersedia menjadi tersedia.Aspergillus sp. juga memiliki kemampuan menghasilkan enzim urea reduktase dan fosfatase yang berperan dalam penambatan N bebas dari udara dan pelarut P dari senyawa yang sukar larut.Selain itu fungi tersebut mampu menghasilkan asam-asam organik pelarut P dan/atau polisakarida yang berfungsi sebagai perekat dalam pembentukan agregat mikro (Goenadi dkk., 1995).Proses- proses tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, karena unsur-unsur hara yang ada pada tanah menjadi tersedia bagi tanaman.

  Pemberian fungi pada tanaman juga dapat mengendalikan penyakit pada tanaman. Penelitian yang dilakukan oleh Latifah dkk., (2011) pemanfaatan fungi

  T. harzianum dapat mengendalikan penyakit layu fusarium pada tanaman bawang

  merah. Fungi juga diketahui dapat menghidrolisis senyawa-senyawa toksik yang sulit diuraikan menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, sehingga dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme itu sendiri atau lainnya. Sebagai contoh fenol dapat dimanfaatkan oleh Aspergillus, Candida, Fusrium, Trichoderma, dan

  Penicilium sebagai sumber karbon dan energi (Gandjar dkk., 2006).

  Deskripsi Rhizophora apiculata Rhizophora apiculata memiliki banyak nama lokal yaitu bakau minyak,

  bakau tandok, bakau akik, bakau puteh, bakau kacang, bakau leutik, akik, bangka minyak, donggo akit, jankar, abat, parai, mangi-mangi dan lain-lain(Noor dkk., 2006). Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malpighiales Family : Rhizophoraceae Genus : Rhizophora Species : Rhizophora apiculata Bl

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianum untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bruguiera gymnorrhiza

1 48 56

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichodermaharzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrica di Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan

0 37 44

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus terreus dan Trichoderma harzianum untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Rhizophora mucronata Lamk

0 46 57

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus. terreus, dan Trichoderma harzianum Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Avicennia marina.

1 51 53

Pemanfaatan Fungi Aspergillus Flavus, Aspergillus Tereus Dan Trichoderma Harzianum Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Rhizophora Apiculata Di Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat

0 42 51

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrica di Desa Nelayan Indah

0 55 61

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianum untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bruguiera gymnorrhiza

0 0 8

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianum untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bruguiera gymnorrhiza

0 0 11

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus terreus dan Trichoderma harzianum untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Rhizophora mucronata Lamk

0 0 11

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus. terreus, dan Trichoderma harzianum Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Avicennia marina.

0 0 9