perbandingan tingkat upah pegawai perlu memperhatikan tingkat pendidikan, masa kerja dan ukuran perusahaan.
5. Permintaan dan persediaan
Dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai perlu mempertimbangkan tingkat persediaan dan permintaan pasar. Artinya, kondisi pasar pada saat itu
perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan tingkat upah pegawai.
6. Kemampuan membayar
Dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai perlu didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam membayar upah pegawai. Artinya, jangan sampai
menentukan kebijakan kompensasi di luar batas kemampuan yang ada pada perusahaan”.
Dalam sistem kompensasi yang efektif, kebijakan penggajian dipilih untuk membantu pencapaian tujuan sistem penggajian. Milkovich dan Boudreau 2002
menyatakan bahwa, “Ada 3 tiga dasar kebijakan penggajian yang harus dipertimbangkan dalam menentukan gaji, yaitu:
1. Persaingan dengan Eksternal External Competitiveness
Mengacu pada perbandingan penggajian antara organisasi yang satu dengan organisasi saingannya. Ada 2 dua akibat dari kebijakan ini yaitu:
a. Jika karyawan melihat bahwa gaji mereka tidak sebanding dengan karyawan
lain dalam organisasi lain, maka mereka akan keluar. b.
Biaya sumber daya manusia akan memberi dampak tambahan biaya total sumber daya manusia yang kemudian akan mempengaruhi harga barang dan
Universitas Sumatera Utara
jasa yang diproduksi oleh organisasi. Biaya sumber daya manusia ini harus ditetapkan pada suatu tingkat di mana perusahaan dapat memaksimalkan
tingkat efisiensinya.
2. Kesamaan Internal Internal Alignments
Mengacu pada perbandingan antara posisi jabatan atau keahlian dalam perusahaan sendiri. Jadi ini merupakan perbandingan antarposisi, atau gaji yang dibayarkan
berdasarkan nilai jabatan.
3. Kontribusi Karyawan Employee Contributions
Mengacu pada pembayaran berdasarkan karyawan yang melakukan pekerjaan yang sama atau memiliki keterampilan yang sama atau berdasarkan senioritas
karyawan. Jadi ini merupakan perbandingan antar karyawan, atau insentif yang dibayar berdasar hasil penilaian kerja”.
II.4. Teori Tentang Kepuasan Kerja
II.4.1. Pengertian Kepuasan Kerja
Robbins 2003 menyatakan bahwa, “Kepuasan kerja merupakan pernyataan perasaan dan sikap pegawai yang positif dan negatif terhadap pekerjaannya”.
Luthans 2006 menyatakan bahwa “Kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau
pengalaman kerja seseorang”. Menurut Rivai 2004, “Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu
yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-
Universitas Sumatera Utara
beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi
tingkat kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Dengan demikian, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang
atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja”.
II.4.2. Teori-teori Kepuasan Kerja
II.4.2.1. Teori ketidasesuaian discrepancy theory Porter 1961 pertama kali memelopori teori kepuasan kerja yang disebut
discrepancy theory. Porter mengukur kepuasan kerja seseorag dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Kemudian
As’ad 2004 menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang tergantung pada discrepancy antara should be expectation, needs or values, dengan apa menurut
perasaannya atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan. Dengan demikian, orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara
yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi.
Apabila yang dicapai ternyata lebih besar daripada yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy, tetapi merupakan
positive discrepancy. Sebaliknya makin jauh kenyataan yang dirasakan itu di bawah standar minimum akan menjadi negative discrepancy, maka makin besar pula
ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
Rivai 2004 menyatakan bahwa teori ketidaksesuaian discrepancy theory adalah teori yang mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih
antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. II.4.2.2. Teori keadilan equity theory
Menurut As’ad 2004 teori keadilan menekankan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas
suatu situasi. Perasaan adil dan tidak adil atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di
tempat lain. Menurut teori ini, elemen-elemen dari equity ada tiga yaitu: input, outcomes
dan comparison person Wexley Yukl, 2005. Wexley berpendapat: input is anything of value than an employee perceives that the contributes to his job input
adalah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan. Dalam hal ini misalnya: education, experience, skills, amount of
effort expected, number of hours worked, and personal tools dan sebagainya. Selanjutnya Wexley Yukl 2005 menyatakan bahwa, “outcomes is anything
of value that the employee perceives he obtains from the job outcomes adalah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai “hasil” dari pekerjaannya,
misalnya pay, fringe benefits, status symbols, recognition, opportunity for achievement or self-expression. Sedangkan yang dimaksud dengan comparison
persons ialah kepada orang lain dengan siapa karyawan membandingkan rasio input- outcomes yang dimilikinya”.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Wexley Yukl 2005, comparison persons ini bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat lain, atau bisa pula dengan dirinya
sendiri di waktu lampau the comparison person maybe someone in the same organization, someone in a different organization, or even the person himself in
previous job. Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input- outcomes dirinya dengan rasio input-outcomes orang lain comparison persons.
II.4.2.3. Teori dua faktor two factor theory Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Herzberg tahun 1959. Studi awal
yang dilakukan Herzberg ini menghasilkan dua kesimpulan penting. Pertama, terdapat satu kelompok kondisi ekstrinsik konteks pekerjaan yang meliputi: upah,
keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu pengawasan, dan hubungan interpersonal antara sesama rekan kerja, atasan dan bawahan As’ad,
2004. Keberadaan kondisi ini terhadap kepuasan karyawan tidak selalu memotivasi
mereka. Tetapi ketidakberadaannya menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan, karena mereka perlu mempertahankan setidaknya suatu tingkat “tingkat tidak ada
kepuasan”; kondisi ekstrinsik ini disebut ketidakpuasan, atau faktor hiegiens. Kedua, juga terdapat suatu kelompok intrinsik, yang meliputi: pencapaian prestasi,
pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, kemungkinan berkembang. Ketidakberadaan kondisi ini bukan berarti membuktikan adanya kondisi
sangat tidak puas. Tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi yang kuat yang
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh karena itu, mereka disebut sebagai pemuas atau motivator.
II.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut Robbins 2003, faktor-faktor penting kepuasan kerja adalah:
a. Kondisi Pekerjaan
Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan
menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang.
Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang akan menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi
tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.
Lebih lanjut menurut Robbins 2003, “Faktor lain dari kondisi kerja adalah kondisi kerja yang mendukung, karyawan peduli akan lingkungan kerja yang baik
untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan fisik
sekitar yang tidak berbahaya atau merepotkan dan dengan fasilitas yang bersih dan relatif modern dan dengan alat-alat dan peralatan yang memadai”.
Pegawai cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka dan
Universitas Sumatera Utara
menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan pekerjaan mereka. Karakteristik seperti ini membuat kerja
secara mental menantang.
b. Gaji
Menurut Mathis dan Jackson 2002 menyatakan bahwa “Gaji merupakan bayaran yang secara langsung dihitung berdasarkan jumlah waktu kerja”.
Selanjutnya Nawawi 2000 menyatakan bahwa, “Gaji bagi organisasi atau perusahaan berarti penghargaan atau ganjaran pada para pekerja yang telah
memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuannya melalui kegiatan yang disebut bekerja”.
Kepuasan terhadap gaji akan tercipta dengan adanya usaha atau kerja yang dilakukan oleh seseorang sebab secara pribadi seseorang akan merasa puas jika
hasil pekerjaannya dihargai dalam bentuk materi maupun non materi. Pemberian gaji yang layak akan menjadi penentu kepuasan seseorang dalam bekerja.
c. Supervisi
Supervisi atau pengawasan merupakan fungsi penilaian terhadap pekerjaan, apakah telah memenuhi standar sesuai yang direncanakan atau terdapat
penyimpangan di dalamnya. Terry menyatakan bahwa pengawasan merupakan proses penentuan standar yang
harus dicapai yaitu: pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan jika perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu sesuai
dengan standar Hasibuan, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Winardi 2004 menyatakan bahwa, “Pengawasan controling sebagai aktivitas yang dilaksanakan oleh atasan dalam upaya memastikan hasil
aktual sesuai dengan yang direncanakan. Inti pengawasan adalah evaluasi yang dilakukan oleh atasan sebagai orang yang bertanggung jawab
menyelaraskan rencana dengan tindakan pekerjaan”.
Peran pimpinan dalam pengawasan cukup berarti untuk mewujudkan tujuan organisasi. Hal yang perlu dipertimbangkan oleh pimpinan dalam proses
pengawasan adalah menciptakan pengawasan yang fleksibel atau tidak terlalu kaku. Pengawasan yang terlalu kaku dapat mengurangi kepuasan kerja karyawan.
d. Rekan kerja yang mendukung
Rekan kerja yang ramah dan mendukung dapat meningkatkan kepuasan dalam bekerja. Salah satu tujuan yang diharapkan dalam melakukan pekerjaan setelah
terpenuhinya kepuasan akan kebutuhan fisik adalah kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial terwujud dalam bentuk interaksi orang-orang yang berada pada lingkungan
kerja.
Sesuai dengan pernyataan Robbins 2003, bahwa “Bagi kebanyakan karyawan
kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Jika seseorang memiliki rekan kerja yang ramah, mendukung akan menghantar pada kepuasan kerja yang
tinggi”. Rekan kerja adalah orang-orang yang turut membantu sukses tidaknya kerja yang
dilakukan. Perilaku sesama pekerja mendorong tumbuhnya kepuasan jika satu sama lain bersikap menghargai, memotivasi, tidak terjadi konflik negatif dan
bersikap bijaksana jika terdapat kesalahan yang dilakukan oleh rekan sekerja yang lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Hubungan yang baik dalam kerja timbul karena ada komunikasi dan kepercayaan diantara mereka yang berinteraksi selama bekerja. Dalam membangun hubungan
baik harus ada saling kepercayaan diantara orang tersebut. Kepercayaan ini dapat diwujudkan dalam bentuk frekwensi komunikasi yang didasari kesamaan
pengertian satu sama lain. Komunikasi dapat mengurangi kesalahpahaman diantara sesama anggota organisasi. Suatu permasalahan dapat diatasi dengan
melakukan komunikasi terbuka dan kesediaan untuk menerima kesalahan jika memang terdapat kesalahan objektif yang telah dilakukan. Hubungan komunikasi
yang baik ini dapat menjadikan tingkat kepuasan seseorang dalam bekerja menjadi tinggi.
Luthans 2006 menyatakan bahwa, “Ada lima faktor kepuasan kerja yaitu:
a. Pekerjaan yang menantang
Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan ketrampilannya, kebebasan
dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja.
b. Pemberian Upah
Karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang dipersepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapannya. Bila upah
dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan
kepuasan.
Universitas Sumatera Utara
c. Kondisi Kerja
Kondisi kerja dalam perusahaan sangat membantu karyawan dalam bekerja. Dengan kondisi kerja yang sangat nyaman dan memadai akan mempengaruhi
kualitas karyawan.
d. Supervisi
Supervisi berhubungan dengan karyawan secara langsung dan mempengaruhi karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Umumnya karyawan lebih suka
mempunyai supervisi yang adil, terbuka dan mau bekerjasama dengan bawahannya.
e. Rekan kerja
Mempunyai rekan kerja yang ramah dan mendukung dapat meningkatkan kepuasan kerja”.
II.5. Teori Tentang Perilaku Prososial Organisasi Organizational Citizenship Behavior
II.5.1. Pengertian Perilaku Prososial Organisasi
Organ et.al 2006 menyatakan bahwa, ”Perilaku prososial organisasi sebagai individual behaviour that is discretionary, not directly or explicitly recognized by the
formal reward system, and in the aggregate promotes the effective functioning of the organization. Perilaku prososial organisasi adalah perilaku individu yang bebas
Universitas Sumatera Utara
memilih, tidak diatur secara langsung atau eksplisit oleh sistem penghargaan formal, dan secara bertingkat mempromosikan fungsi organisasi yang efektif”.
Menurut Organ, et.al 2006, “Perilaku prososial organisasi Organizational
Citizenship Behavior OCB adalah perilaku-perilaku yang dilakukan oleh para karyawan:
1. Tidak secara tegas diberi penghargaan apabila mereka melakukannya dan
juga tidak akan diberi hukuman apabila mereka tidak melakukannya. 2.
Tidak merupakan bagian dari deskripsi pekerjaan yang dimiliki karyawan. 3.
Merupakan perilaku-perilaku karyawan yang tidak membutuhkan latihan terlebih dahulu untuk melaksanakannya”.
Robbins 2003 menyatakan bahwa, “Perilaku prososial organisasi adalah perilaku kebebasan untuk memilih perilaku yang tidak menjadi bagian dari
kewajiban formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif dan efisien”.
II.5.2. Dimensi Perilaku Prososial Organisasi organizational citizenship behavior
Menurut Organ et al. 2006, “Perilaku Prososial Organisasi Organizational Citizenship Behavior memiliki lima dimensi, yaitu sikap menolong altruism,
sikap sopan dan taat courtesy, sikap hati-hati conscientiousness, sikap positif sportsmanship, dan sikap kewarganegaraan yang baik civic virtue.
Pengertian dari dimensi-dimensi tersebut adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Sikap menolong Altruism, terjadi pada saat seorang karyawan membantu