Tugas Dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Tindakan Penggusuran Pedagang Kaki Lima Sesuai Peraturan Daerah No 31 Tahun 2007 (Studi Kasus Kantor Polisi Pamong Praja Kota Medan)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku Pedoman dan Petunjuk Polisi Pamong Praja, 1995 ( Jakarta : Dirjen PUOD ) Muslimin, Amrah. 2000. Beberapa Azas dan Pengertian Pokok Tentang Administrasi Negara dan Hukum Administrasi. Bandung: Alumni

Philipus, Handjon. 1990. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Surabaya: Erlangga

Situmorang, Victor. 1999. Dasar-Dasar Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Penerbit Bina Aksara.

Peraturan daerah Kota Medan Nomor : 3 Tahun 2005 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja satuan polisi pamong praja kota medan.


(2)

BAB III

PENYELENGGARAAN TUGAS-TUGAS POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENINDAKAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA MEDAN

A. Gambaran umum Kota Medan

Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisata Brastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata Orangutan di Bukit Lawang, Danau Toba. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut.

Medan didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring Pelawi pada tahun 1590. John Anderson, orang Eropa pertama yang mengunjungi Deli pada tahun 1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini berpenduduk 200 orang dan seorang pemimpin bernama Tuanku Pulau Berayan sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada tahun 1886, Medan secara resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya residen Pesisir Timur serta


(3)

Sultan Deli pindah ke Medan. Tahun 1909, Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari 12 anggota orang Eropa, dua orang bumiputra, dan seorang Tionghoa.

Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan orang Minangkabau, Mandailing dan Aceh. Mereka datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru dan ulama.

Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal, dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha di tahun 1974. Dengan demikian dalam tempo 25 tahun setelah penyerahan kedaulatan, kota Medan telah bertambah luas hampir delapan belas kali lipat. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan sumber daya alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karena secara geografis Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun,


(4)

Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Di samping itu sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.

B. Gambaran Umum Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Medan

Polisi Pamong Praja didirikan di Yogyakarta pada tanggal 3 Maret 1950 moto Praja Wibawa, untuk mewadahi sebagian ketugasan pemerintah daerah. Sebenarnya ketugasan ini telah dilaksanakan pemerintah sejak zaman kolonial. Sebelum menjadi Satuan Polisi Pamong Praja setelah proklamasi kemerdekaan dimana diawali dengan kondisi yang tidak stabil dan mengancam NKRI, dibentuklah Detasemen Polisi sebagai Penjaga Keamanan Kapanewon di Yogjakarta sesuai dengan Surat Perintah Jawatan Praja di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menjaga ketentraman dan ketertiban masyarakat.

Pada tanggal 10 November 1948, lembaga ini berubah menjadi Detasemen Polisi Pamong Praja. Di Jawa dan Madura Satuan Polisi Pamong Praja dibentuk tanggal 3 Maret 1950. Inilah awal mula terbentuknya Satpol PP. dan oleh sebab


(5)

itu, setiap tanggal 3 Maret ditetapkan sebagai Hari Jadi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan diperingati setiap tahun.

Pada Tahun 1960, dimulai pembentukan Kesatuan Polisi Pamong Praja di luar Jawa dan Madura, dengan dukungan para petinggi militer /Angkatan Perang. Tahun 1962 namanya berubah menjadi Kesatuan Pagar Baya untuk membedakan dari korps Kepolisian Negara seperti dimaksud dalam UU No 13/1961 tentang Pokok-pokok Kepolisian. Tahun 1963 berubah nama lagi menjadi Kesatuan Pagar Praja. Istilah Satpol PP mulai terkenal sejak pemberlakuan UU No 5/1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Pada Pasal 86 (1) disebutkan, Satpol PP merupakan perangkat wilayah yang melaksanakan tugas dekonsentrasi.

Saat ini UU 5/1974 tidak berlaku lagi, digantikan UU No 22/1999 dan direvisi menjadi UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 148 UU 32/2004 disebutkan, Polisi Pamong Praja adalah perangkat pemerintah daerah dengan tugas pokok menegakkan perda, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat sebagai pelaksanaan tugas desentralisasi.

Sedangkan di kota Medan sesuai dengan amanat UUD 1945 Negara Republik Indonesia tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengawasi sendiri daerah pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas perbantuan, pemberian otonomi diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.


(6)

Demikian juga untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban bagi masyarakat umum. Pemerintah kota medan pada masa kemerdekaan Republik Indonesia di tahun 1950 membentuk suatu organisasi yang bertugas untuk membantu kepala daerah dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan termasuk penertiban terhadap pelaksanaan dan pelanggaran perundang-undangan dab peraturan daerah sesuai dengan bidang tugasnya.

Organisasi itu dibentuk pada tahun 1950 dengan nama Kota Praja. Kantor Kota Praja ini dibentuk oleh pemerintah kota medan dan pada tahun 1974 berganti nama menjadi Dinas Penertiban dan Peraturan dan kebijakan pemerintah kota medan pada tahun 2001 kantor dinas Penertiban dan Peraturan sesuai dengan Perda No. 5 tahun 2001 dirubah menjadi kantor Polisi Pamong Praja dan pada tahun 2005 kantor Polisi Pamong Praja sesuai dengan perda no 3 tahun 2005 diubah kembali menjadi Kantor Satuan Polisi Pamong Praja sampai sekarang yang mendapatkan tugas-tugas :

• Melaksanakan kebijakan teknis dibidang ketentraman dan ketertiban.

• Melaksanakan usaha-usaha penegakan terhadap pelanggaran peraturan per Undang-Undangan, peraturan daerah dan keputusan kepala daerah.

• Mengadakan tindakan operasional guna penegakan terhadap peraturan perUndang-Undangan, peraturan daerah dan keputusan kepala daerah. C. Tugas dan Fungsi Polisi Pamong Praja Di Kota Medan


(7)

pasal 3 yaitu satuan polisi pamong praja kota medan mempunyai tugas memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum, menegakkan peraturan daerah dan keputusan kepala daerah. Dan menurut pasal 4 untuk melaksanakan tugas yang dimaksud pada pasal 3 tersebut, satuan polisi pamong praja kota medan mempunyai fungsi :

a. Menyusun program dan melaksanakan ketentraman dan ketertiban umum, penegakan peraturan daerah dan keputusan kepala daerah.

b. Melaksanakan kebijakan pemeliharaan dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum di daerah.

c. Melaksanakan kebijakan penegakan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.

d. Melaksanakan koordinasi pemeliharaan dan penyelengaraan ketentraman dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah, keputusan kepala daerah dengan aparat kepolisian negara, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) atau aparatur lainnya.

e. Mengawasi terhadap masyarakat agar mematuhi dan menaati Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.

f. Melaksanakan seluruh kewenangan yang sesuai dengan bidang tugasnya.


(8)

D. Posisi Struktural Organisasi Polisi Pamong Praja Kota Medan

Posisi struktural organisasi Polisi Pamong Praja Kota Medan menurut Perda no 3

Pamong Praja tahun 2005 terdiri dari :

a. Satuan Polisi

b. Bagian Tata Usaha terdiri dari : 1. Sub Bagian Umum. 2. Sub Bagian Kepegawaian.

c. Bidang Operasi dan Pembinaan terdiri dari : 1. Seksi operasi.

2. Seksi pembinaan.

d. Bidang Pengawasan terdiri dari : 1. Seksi Usaha Industri. 2. Seksi Usaha Non Industri.

e. Bidang Penuntutan dan Peradilan terdiri dari : 1. Seksi Pengaduan dan Bukti-bukti. 2. Seksi Penuntutan dan Penindakan. f. Kelompok Jabatan Fungsional

1. Satuan Polisi Pamong Praja

Menurut Perda No 3 tahun 2005 pasal 3 Satuan Polisi Pamong Praja merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah, yang dipimpin oleh Kepala Satuan yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah dan di pasal 4 dikatakan bahwa satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban


(9)

umum, menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota dan memiliki fungsi yang dikatakan di pasal 5 yaitu :

a. Penyusunan program dan pelaksanaan ketentraman dan ketertiban umum, penegakan peraturan daerah dan peraturan walikota.

b. Pelaksanaan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum di kota medan.

c. Pelaksanaan kebijakan penegakan peraturan daerah dan peraturan walikota. d. Pelaksanaan koordinasi pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan

ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah dan peraturan walikota dengan aparat Kepolisian Negara, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan atau aparatur lainnya.

e. Pengawasan terhadap masyarakat agar mematuhi dan mentaati peraturan daerah dan peraturan walikota.

f. Pelaksanaan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya. g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan bidang

tugasnya.

2. Bagian Tata Usaha

Bagian Tata Usaha mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Satuan Polisi Pamong Praja di bidang ketatausahaan yang meliputi penyusunan program, pengelolaan administrasi kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kerumahtanggaan, dan urusan umum lainnya. Bagian Tata Usaha menyelenggarakan fungsi :


(10)

a. Pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana program dan pelaporan serta ketatalaksanaan satuan.

b. Pelaksanaan pengelolaan urusan administrasi dan kepegawaian.

c. Pelaksanaan pengelolaan urusan keuangan dan perbendaharaan serta penyusunan laporan keuangan.

d. Pelaksanaan pengelolaan urusan perlengkapan, kerumahtanggaan, dan urusan umum lainnya.

e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Satuansesuai dengan tugas dan fungsinya.

3. Sub Bagian Umum

Sub Bagian Umum dipimpin oleh Kepala Sub Bagian yang berada dibawah dan bertanggung jawab Kepala Bagian Tata Usaha, menurut pasal 9 Sub bagian umum mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Bagian tata usaha lingkup administrasi umum dan mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Penyusunan rencana program dan kegiatan Sub Bagian Umum. b. Penyusunan bahan petunjuk teknis pengelolaan administrasi umum.

c. Pengelolaan administrasi umum yang meliputi urusan surat menyura, perlengkapan, kerumahtanggaan, keuangan, perbendaharaan dan penyusunan laporan keuangan serta urusan umum lainnya.

d. Penyiapan bahan pembinaan dan pengembangan kelembagaan dan ketatalaksanaan.


(11)

f. Pelaksana tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bagian Tata Usaha sesuai dengan tugas fungsinya.

4. Sub Bagian Kepegawaian

Sub bagian kepegawaian dipimpin oleh kepala sub bagian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Tata Usaha. Menuerut pasal 11 Sub Bagian Kepegawaian mempunyai ugas pokok melaksanakan sebagian tugas Bagian Tata Usaha lingkup administrasi kepegawaian dan memiliki fungsi sebagai berikut :

a. Penyusunan rencana program dan kegiatan sub bagian kepegawaian.

b. Pengumpulan bahan petunjuk teknis lingkup pengelolaan administrasi kepegawaian.

c. Pelaksanaan pengelolaan administrasi kepegawaian.

d. Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

e. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bagian Tata Usaha sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

5. Bidang operasi dan Pembinaan

Bidang operasi pembinaan dipimpin oleh kepala bidang yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala satuan. Menurut pasal 13 Tugas bidang operasi dan pembinaan adalah melaksanakan sebagian tugas Satuan Polisi Pamong Praja lingkup operasi dan pembinaan atas pelanggaran ketentraman dan


(12)

ketertiban umum, Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota. Dan mempunyai fungsi :

a. Penyusunan rencana, program dan kegiatan bidang operasi dan pembinaan atas pelanggaran ketentraman dan ketertiban umum, Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota.

b. Penyusunan petunjuk teknis lingkup operasi dan pembinaan atas pelanggaran ketentraman dan ketertiban umum, peraturan daerah dan peraturan walikota. c. Pelaksanaan tindakan operasional represif terhadap pelanggaran ketentraman

dan ketertiban umum, peraturan daerah dan peraturan walikota.

d. Pelaksanaan pembinaan dalam rangka penegakan ketentraman dan ketertiban umum, peraturan daerah dan peraturan walikota.

e. Pengkoordinasian dan kerjasama dengan instansi terkait dalam rangka operasi dan pembinaan atas pelanggaran ketentraman dan ketertiban umum, peraturan daerah dan peraturan walikota.

f. Pelaksanaan monitoring evaluasi dan pelaporan lingkup bidang operasi dan pembinaan.

g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Satuan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

6. Seksi Operasi

Seksi operasi dipimpin oleh Kepala Seksi yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang operasi dan Pembinaan Seksi operasi


(13)

Pembinaan lingkup tindakan operasional represif terhadap pelanggaran ketentraman dan ketertiban umum, peraturan daerah, dan peraturan walikota. Seksi operasi mempunyai fungsi yaitu :

a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Seksi Operasi.

b. Penyusunan bahan petunjuk tejnis lingkup tindakan operasional represif terhadap pelanggaran ketentraman dan ketertiban umum, peraturan daerah dan peraturan walikota.

c. Penyiapan pelaksanaan kegiatan lingkup tindakan operasional represif terhadap pelanggaran ketentraman dan ketertiban umum, peraturan daerah dan peraturan walikota.

d. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas.

e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Operasi dan Pembinaan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

7. Seksi Pembinaan

Seksi pembinaan dipimpin oleh kepala seksi yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Operasi dan Pembinaan. Seksi pembinaan mempunyai tugas pokok melaksanakan tugas bidang operasi dan pembinaan lingkup pembinaan dalam rangka penegakan ketentraman dan ketertiban umum, peraturan daerah dan peraturan walikota. Seksi pembinaan mempunyai fungsi :


(14)

b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pembinaan dalam rangka penegakan ketentraman dan ketertiban umu, peraturan daerah dan peraturan walikota.

c. Penyiapan pelaksanaan kegiatan lingkup pembinaan dalam rangka penegakan ketentraman dan ketertiban umum, peraturan daerah dan peraturan walikota. d. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas.

e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh kepala bidang operasi dan pembinaan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

8. Bidang Pengawasan

Bidang pengawasan dipimpin oleh kepala bidang yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala satuan. Bidang pengawasan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Satuan Polisi Pamong Praja lingkup pengawasan ketentraman dan ketertiban umum, penegakan Peraturan daerah dan Peraturan Walikota. Bidang pengawasan mempunyai fungsi :

a. Penyusunan rencana, program dan kegiatan bidang pengawasan.

b. Penyusunan petunjuk teknis lingkup pengawasan ketentraman dan ketertiban umum penegakan peraturan daerah dan peraturan walikota.

c. Pelaksanaan pengawasan ketentraman dan ketertiban umum, penegakan peraturan daerah dan peraturan walikota.

d. Pengkoordinasian dengan instansi terkait dalam rangka pengawasan ketentraman dan ketertiban umum, penegakan peraturan daerah dan peraturan


(15)

e. Penyusunan laporan dan evaluasi pengawasan atas pelaksanaan ketentraman dan ketertiban umum, peraturan daerah dan peraturan walikota.

f. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang pengawasan. g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Satuan sesuai dengan tugas

dan fungsinya.

9. Seksi Usaha Industri

Seksi usaha industri dipimpin oleh kepala seksi yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Pengawasan. Seksi Usaha Industri mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas bidang pengawasan lingkup pengawasan dalam rangka penegakan peraturan Daerah dan Peraturan Walikota dibidang Industri. Seksi Usaha Industri mempunyai fungsi :

a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Seksi Usaha Industri.

b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pengawasan dalam rangka penegakan peraturan daerah dan peraturan walikota di bidang industri.

c. Penyiapan pelaksanaan kegiatan lingkup pengawasan dalam rangka penegakan peraturan daerah dan peraturan walikota dibidang industri.

d. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Pengawasan sesuai


(16)

10. Seksi Usaha Non Industri

Seksi usaha non industri dipimpin oleh kepala seksi yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala bidang pengawasan. Seksi usaha non industri mempunyai tugas pokok pelaksanaan sebagian tugas bidang pengawasan lingkup pengawasan dalam rangka penegakan peraturan daerah dan peraturan walikota dibidang non industri. Seksi usaha non industri mempunyai fungsi :

a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Seksi Usaha Non Industri.

b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pengawasan dalam rangka penegakan peraturan daerah dan peraturan walikota dibidang non industri. c. Penyiapan pelaksanaan kegiatan lingkup pengawasan dalam rangka penegakan

peraturan daerah dan peraturan walikota dibidang non industri

d. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas. e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Pengawasan sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

11. Bidang Penuntutan dan Peradilan

Bidang penuntutan dan peradilan dipimpin oleh kepala bidang yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Satuan. Bidang penuntutan dan peradilan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Satuan Polisi Pamong Praja lingkup Penuntutan dan Peradilan. Bidang penuntutan dan peradilan mempunyai fungsi :


(17)

b. Penyusunan petunjuk teknis lingkup penuntut dan peradilan.

c. Penerimaan pengaduan masyarakat dan temuan di lapangan atas pelanggaran ketentraman dan ketertiban umum, peraturan daerah dan peraturan walikota. d. Pelaksanaan penyidikan, pemeriksaan dan penyelesaian atas dugaan

pelanggaran peraturan daerah.

e. Pelaksanaan, penyitaan, penyimpanan, pengeluaran dan pemusnahan barang-barang bukti hasil operasi/hasil penindakan yustisial maupun non yustisial atas pelanggaran peraturan daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

f. Pengajuan perkara atas pelanggaran peraturan daerah ke pengadilan.

g. Fasilitas sarana administrasi dan tim pelaksana peradilan cepat atas pelanggaran peraturan daerah.

h. Pengkooordinasian dengan instansi terkait dalam pelaksanaan penuntutan dan peradilan sesuai dengan bidang dan bentuk pelanggaran peraturan daerah dan peraturan walikota.

i. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang penuntutan dan peradilan.

j. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Kepala Satuan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

12. Seksi Pengaduan dan Bukti-Bukti

Seksi Pengaduan dan Bukti-Bukti dipimpin oleh Kepala Seksi yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Penuntutan dan Peradilan. Seksi pengaduan dan bukti-bukti mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian


(18)

tugas bidang penuntutan dan peradilan lingkup pengaduan dan bukti-bukti. Seksi pengaduan dan bukti-bukti mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan seksi pengaduan dan bukti-bukti. b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pengaduan dan bukti-bukti.

c. Penerimaan pengaduan masyarakat dan temuan dilapangan atas pelanggaran ketentraman dan ketertiban umum, peraturan daerah dan peraturan walikota. d. Penyiapan, penyitaan, penyimpanan, pengeluaran dan pemusnahan

barang-barang bukti hasil operasi/penindakan yustisial maupun non yustisial atas pelanggaran peraturan daerah sesuai ketentuan yang berlaku.

e. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas. f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Penuntutan dan

Peradilan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

13. Seksi Penuntutan dan Penindakan

Seksi Penuntutan dan Penindakan dipimpin oleh Kepala Seksi yang berada dibawah dan bertanggung jawab Kepala Bidang Penuntutan dan Peradilan. Seksi penuntutan dan peradilan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Bidang penuntutan dan peradilan lingkup penuntutan dan penindakan. Seksi penuntutan dan penindakan mempunyai fungsi :

a. Penyusunan rencana, program dan kegiatan Seksi Penuntutan dan Penindakan. b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup penuntutan dan penindakan.


(19)

c. Penyiapan pelaksanaan penyidikan, pemeriksaan, pengajuan perkara, dan fasilitasi sarana administrasi dan tim pelaksana peradilan cepat atas pelanggaran peraturan daerah.

d. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas. e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Penuntutan dan

Peradilan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

14. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Satuan Polisi Pamong Praja sesuai dengan keahlian dan kebutuhan. Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang diatur dan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas setiap pimpinan unit organisasi dan kelompok tenaga fungsional wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan masing-masing maupun antar satuan organisasi di lingkungan pemerintah daerah serta dengan instansi lain di luar pemerintah daerah sesuai dengan tugas masing-masing.

E. Prosedural Penggusuran Pedagang Kaki Lima di kota Medan

Penggusuran Pedagang Kaki Lima yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Medan memiliki prosedur dengan memberikan surat peringatan pertama kepada para pedagang kaki lima yang akan dilakukan penggusuran, dalam waktu 3 x 24 jam apabila para pedagang belum menaati surat peringatan


(20)

dan belum membersihkan dagangannya maka pihak dari Satuan Polisi Pamong Praja akan melakukan tindakan penggusuran langsung. Penggusuran yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Medan juga dibantu oleh Poleresta Medan dan Kodim Medan. Tindakan penggusuran sengaja dilakukan karena melanggar ketertiban dan peraturan daerah. Berikut ini data penertiban dan penggusuran yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Medan :

No Bulan Jumlah yang ditindak Keterangan

1 Januari 15 PKL Pasar-pasar tradisional dan tempat lain di wilayah kota Medan

2 Februari 25 PKL -sda-

3 Maret 35 PKL -sda-

4 April 40 PKL -sda-

5 Mei 20 PKL -sda-

6 Juni 17 PKL -sda-

7 Juli 21 PKL -sda-

8 Agustus 16 PKL -sda-

9 September 29 PKL -sda-

10 Oktober 10 PKL -sda-

11 November 28 PKL -sda-


(21)

BAB IV

HAMBATAN-HAMBATAN DAN UPAYA-UPAYA YANG DIHADAPI DALAM MELAKSANAKAN PERDA NO. 31 TAHUN 2007

A. Pengertian Hukum Administrasi Negara

Istilah Hukum Administrasi Negara (yang dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0198/LI/1972 tentang Pedoman Mengenai Kurikulum Minimal Fakultas Hukum Negeri maupun Swasta di Indonesia, dalam pasal 5 disebut Hukum Tata Pemerintahan berasal dari bahasa Belanda

Administratiefrecht, Administrative Law (Inggris), Droit Administratief

(Perancis),atau Verwaltungsrecht (Jerman).

Dalam Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud No. 30/DJ/Kep/1983 tentang Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Bidang Hukum disebut dengan istilah Hukum Administrasi Negara Indonesia, sedangkan dalam Keputusan Dirjen Dikti No. 02/DJ/Kep/1991, mata kuliah ini dinamakan Asas-Asas Hukum Administrasi Negara. Dalam rapat dosen Fakultas Hukum Negeri seluruh Indonesia pada bulan Maret 1973 di Cibulan, diputuskan bahwa sebaiknya istilah yang dipakai adalah “Hukum Administrasi Negara”, dengan tidak menutup kemungkinan penggunaan istilah lain seperti Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Tata Pemerintahan atau lainnya.

Alasan penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara ini adalah bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan istilah yang luas pengertiannya sehingga


(22)

membuka kemungkinan ke arah pengembangan yang sesuai dengan perkembangan dan kemajuan negara Republik Indonesia ke depan. Dan berdasarkan Kurikulum Program Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Dirjen Dikti Depdiknas tahun 2000, mata kuliah ini disebut Hukum Administrasi Negara dengan bobot 2 SKS.

Hukum Administrasi Negara sebagai salah satu bidang ilmu pengetahuan hukum; dan oleh karena hukum itu sukar dirumuskan dalam suatu definisi yang tepat, maka demikian pula halnya dengan Hukum Administrasi Negara juga sukar diadakan suatu perumusan yang sesuai dan tepat. Mengenai Hukum Administrasi Negara para sarjana hukum di negeri Belanda selalu berpegang pada paham Thorbecke, beliau dikenal sebagai Bapak Sistematik Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.

Adapun salah satu muridnya adalah Oppenheim, yang juga memiliki murid Mr. C. Van Vollenhoven. Thorbecke menulis buku yang berjudul

Aantekeningen op de Grondwet (Catatan atas undang-undang dasar) yang pada pokoknya isi buku ini mengkritik kebijaksanaan Raja Belanda Willem I, Thorbecke adalah orang yang pertama kali mengadakan organisasi pemerintahan atau mengadakan sistem pemerintahan di Belanda, dimana pada saat itu Raja Willem I memerintah menurut kehendaknya sendiri pemerintahan di Den Haag, membentuk dan mengubah kementerian-kementerian menurut orang-orang dalam pemerintahan.


(23)

Oppenheim memberikan suatu definisi Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun yang rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara. Hukum Administrasi Negara menurut Oppenheim adalah sebagai peraturan-peraturan tentang negara dan alat-alat perlengkapannya dilihat dalam geraknya (hukum negara dalam keadaan bergerak atau staat in beweging). Sedangkan murid Oppenheim yaitu Van Vollenhoven membagi Hukum Administrasi Negara menjadi 4 yaitu sebagai berikut :

1) Hukum Peraturan Perundangan (regelaarsrecht/the law of the legislative process)

2) Hukum Tata Pemerintahan (bestuurssrecht/ the law of government)

3) Hukum Kepolisian (politierecht/ the law of the administration of security)

4) Hukum Acara Peradilan (justitierecht/ the law of the administration of justice),

yang terdiri dari:

a. Peradilan Ketatanegaraan

b. Peradilan Perdata

c. Peradilan Pidana


(24)

Utrecht (1985) dalam bukunya Pengantar Hukum Administrasi Negara mengatakan bahwa Hukum Administrasi Negara ialah himpunan peraturan – peraturan tertentu yang menjadi sebab, maka negara berfungsi. Dengan kata lain Hukum Administrasi Negara merupakan sekumpulan peraturan yang memberi wewenang kepada administrasi negara untuk mengatur masyarakat.

Sementara itu pakar huku m Indonesia seperti Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, S.H. (1994), berpendirian bahwa tidak ada perbedaan yuridis prinsipal antara Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara. Perbedaannya menurut Prajudi hanyalah terletak pada titik berat dari pembahasannya.

Dalam mempelajari Hukum Tata Negara kita membuka fokus terhadap konstitusi negara sebagai keseluruhan, sedangkan dalam membahas Hukum Administrasi Negara lebih menitikberatkan perhatian secara khas kepada administrasi negara saja. Administrasi merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam konstitusi negara di samping legislatif, yudikatif, dan eksaminasi. Dapat dikatakan bahwa hubungan antara Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara adalah mirip dengan hubungan antara hukum dagang terhadap hukum perdata, dimana hukum dagang merupakan pengkhususan atau spesialisasi dari hukum perikatan di dalam hukum perdata. Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu pengkhususan atau spesialisasi dari Hukum Tata Negara yakni bagian hukum mengenai administrasi negara.


(25)

Negara adalah hukum mengenai seluk-beluk administrasi negara (hukum administrasi negara heteronom) dan hukum operasional hasil ciptaan administrasi negara sendiri (hukum administrasi negara otonom) di dalam rangka memperlancar penyelenggaraan dari segala apa yang dikehendaki dan menjadi keputusan pemerintah di dalam rangka penunaian tugas-tugasnya.

Hukum administrasi negara merupakan bagian operasional dan pengkhususan teknis dari hukum tata negara, atau hukum konstitusi negara atau hukum politik negara. Hukum administrasi negara sebagai hukum operasional negara di dalam menghadapi masyarakat serta penyelesaian pada kebutuhan-kebutuhan dari masyarakat tersebut.

Hukum Administrasi Negara diartikan juga sebagai sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara administrasi Negara dengan warga masyarakat, dimana administrasi Negara diberi wewenang untuk melakukan tindakan hukumnya sebagai implementasi dari policy suatu pemerintahan.

Contoh, policy pemerintah Indonesia adalah mengatur tata ruang di setiap kota dan daerah di seluruh Indonesia dalam rangka penataan lingkungan hidup. Implementasinya adalah dengan mengeluarkan undang-undang yang mengatur tentang lingkungan hidup. Undang-undang ini menghendaki bahwa setiap pembangunan harus mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang. Pelaksanaannya adalah bahwa disetiap daerah ada pejabat administrasi Negara yang berwenang memberi/menolak izin bangunan yang diajukan masyarakat melalui Keputusan Administrasi Negara yang berupa izin mendirikan bangunan.


(26)

B. Aktivitas dan Fungsi Hukum Administrasi Negara

Dalam pengertian umum, menurut Budiono fungsi hukum adalah untuk tercapainya ketertiban umum dan keadilan. Ketertiban umum adalah suatu keadaan yang menyangkut penyelenggaraan kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama. Keadaan tertib yang umum menyiratkan suatu keteraturan yang diterima secara umum sebagai suatu kepantasan minimal yang diperlukan, supaya kehidupan bersama tidak berubah menjadi anarki.

Menurut Sjachran Basah ada lima fungsi hukum dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat, yaitu sebagai berikut :

• Direktif, sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara.

• Integratif, sebagai pembina kesatuan bangsa.

• Stabilitatif, sebagai pemelihara (termasuk ke dalamnya hasil-hasil pembangunan) dan penjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

• Perfektif, sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan administrasi negara, maupun sikap tindak warga negara dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

• Korektif, baik terhadap warga negara maupun administrasi negara dalam mendapatkan keadilan.


(27)

Secara spesifik, fungsi HAN dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, yakni fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Ketiga fungsi ini saling berkaitan satu sama lain. Fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah jelas berkaitan erat dengan fungsi instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan pada akhirnya norma pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat.

C. Fungsi Normatif Hukum Administrasi Negara

Penentuan norma HAN dilakukan melalui tahap-tahap. Untuk dapat menemukan normanya kita harus meneliti dan melacak melalui serangkaian peraturan perundang-undangan.Artinya, peraturan hukum yang harus diterapkan tidak begitu saja kita temukan dalam undang-undang, tetapi dalam kombinasi peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan TUN yang satu dengan yang lain saling berkaitan. Pada umumnya ketentuan undang-undang yang berkaitan dengan HAN hanya memuat norma-norma pokok atau umum, sementara periciannya diserahkan pada peraturan pelaksanaan. Penyerahan ini dikenal dengan istilah terugtred atau sikap mundur dari pembuat undang-undang.

Hal ini terjadi karena tiga sebab, yaitu Karena keseluruhan hukum TUN itu demikian luasnya, sehingga tidak mungkin bagi pembuat UU untuk mengatur seluruhnya dalam UU formal; Norma-norma hukum TUN itu harus selalu disesuaikan de-ngan tiap perubahan-perubahan keadaan yang terjadi sehubungan


(28)

dengan kemajuan dan perkembangan teknologi yang tidak mungkin selalu diikuti oleh pembuat UU dengan mengaturnya dalam suatu UU formal;

Di samping itu tiap kali diperlukan pengaturan lebih lanjut hal itu selalu berkaitan dengan penilaian-penilaian dari segi teknis yang sangat mendetail, sehingga tidak sewajarnya harus diminta pembuat UU yang harus mengaturnya. Akan lebih cepat dilakukan dengan pengeluaran peraturan-peraturan atau keputusan-keputusan TUN yang lebih rendah tingkatannya, seperti Keppres, Peraturan Menteri, dan sebagainya.

Seperti disebutkan di atas bahwa setiap tindakan pemerintah dalam negara hukum harus didasarkan pada asas legalitas. Hal ini berarti ketika pemerintah akan melakukan tindakan, terlebih dahulu mencari apakah legalitas tindakan tersebut ditemukan dalam undang-undang. Jika tidak terdapat dalam UU, pemerintah mencari dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait. Ketika pemerintah tidak menemukan dasar legalitas dari tindakan yang akan diambil, sementara pemerintah harus segera mengambil tindakan, maka pemerintah menggunakan kewenangan bebas yaitu dengan menggunakan freies Ermessen.

Meskipun penggunaan freies Ermessen dibenarkan, akan tetapi harus dalam batas-batas tertentu. Menurut Sjachran Basah pelaksanaan freies Ermessen harus dapat dipertanggung jawabkan, secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan secara hukum berdasarkan batas-atas dan batas-bawah. Batas-atas yaitu peraturan yang tingkat derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan


(29)

peraturan yang dibuat atau sikap-tindak administrasi negara (baik aktif maupun pasif), tidak boleh melanggar hak dan kewajiban asasi warga.

Di samping itu, pelaksanaan freies Ermessen juga harus memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Berdasarkan keterangan singkat ini dapat dikatakan bahwa fungsi normatif HAN adalah mengatur dan menentukan penyelenggaraan pemerintahan agar sesuai dengan gagasan negara hukum yang melatarbelakanginya, yakni negara hukum Pancasila.

D. Fungsi Instrumental Hukum Administrasi Negara

Pemerintah dalam melakukan berbagai kegiatannya menggunakan instrumen yuridis seperti peraturan, keputusan, peraturan kebijaksanaan, dan sebagainya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa dalam negara sekarang ini khususnya yang mengaut type welfare state, pemberian kewenangan yang luas bagi pemerintah merupakan konsekuensi logis, termasuk memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menciptakan berbagai instrumen yuridis sebagai sarana untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan.

Pembuatan instrumen yuridis oleh pemerintah harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku atau didasarkan pada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Hukum Administrasi Negara memberikan beberapa ketentuan tentang pembuatan instrumen yuridis, sebagai contoh mengenai pembuatan keputusan. Di dalam pembuatan keputusan, HAN menentukan syarat material dan syarat formal, yaitu sebagai berikut :


(30)

Syarat-syarat material

• Alat pemerintahan yang mem buat keputusan harus berwenang; :

• Keputusan tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis seperti penipuan, paksaan, sogokan, kesesatan, dan kekeliruan;

• Keputusan harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan dasarnya dan pembuatnya juga harus memperhatikan prosedur membuat keputusan;

• Isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.

Syarat-syarat formal

• Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan persiapan dibuatnya keputusan dan berhubung dengan cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi;

:

• Harus diberi dibentuk yang telah ditentukan;

• Syarat-syarat berhubung dengan pelaksanaan keputusan itu dipenuhi;

• Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu dan tidak boleh dilupakan.

Berdasarkan persyaratan yang ditentukan HAN, maka peyelenggarakan pemerintahan akan berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan sejalan dengan tuntutan negara berdasarkan atas hukum, terutama memberikan perlindungan bagi warga masyarakat.


(31)

E. Fungsi Jaminan Hukum Administrasi Negara

Menurut Sjachran Basah, perlindungan terhadap warga diberikan bilamana sikap tindak administrasi negara itu menimbulkan kerugian terhadapnya. Sedangkan perlindungan terhadap administrasi negara itu sendiri, dilakukan terhadap sikap tindaknya dengan baik dan benar menurut hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan perkataan lain, melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan yang salah menurut hukum.

Di dalam negara hukum Pancasila, perlindungan hukum bagi rakyat diarahkan kepada usaha-usaha untuk mencegah terjadinya sengketa antara pemerintah dan rakyat, menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan rakyat secara musayawarah serta peradilan merupakan sarana terakhir dalam usaha menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan rakyat. Dengan adanya UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menurut Paulus E. Lotulung, sesungguhnya tidak semata-mata memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan, tetapi juga sekaligus melindungi hak-hak masyarakat, yang menimbulkan kewajiban-kewajiban bagi perseorangan.

Hak dan kewajiban perseorangan bagi warga masyarakat harus diletakan dalam keserasian, keseimbangan, dan keselarasan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan masyarakat, sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam falsafah negara dan bangsa kita, yaitu Pancasila.


(32)

Berdasarkan pemaparan fungsi-fungsi HAN ini, dapatlah disebutkan bahwa dengan menerapkan fungsi-fungsi HAN ini akan tercipta pemerintahan yang bersih, sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum.

Pemerintah menjalankan aktifitas sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau berdasarkan asas legalitas, dan ketika menggunakan freies Ermessen, pemerintah memperhatikan asas-asas umum yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum. Ketika pemerintah menciptakan dan menggunakan instrumen yuridis, maka dengan mengikuti ketentuan formal dan material penggunaan instrumen tersebut tidak akan menyebabkan kerugian terhadap masyarakat. Dengan demikian, jaminan perlindungan terhadap warga negarapun akan terjamin dengan baik.

F. Aktualisasi fungsi hukum administrasi negara dalam mewujudkan pemerintahan yang baik

1. Mewujudkan Pemerintahan yang Baik

Meskipun diketahui bahwa penyelenggaraan negara dilakukan oleh beberapa lembaga negara, akan tetapi aspek penting penyelenggaraan negara terletak pada aspek pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan Indonesia, Presiden memiliki dua kedudukan, sebagai salah satu organ negara yang bertindak untuk dan atas nama negara, dan sebagai penyelenggara pemerintahan atau sebagai administrasi negara. Sebagai administrasi negara, pemerintah diberi wewenang baik berdasarkan atribusi, delegasi, ataupun mandat untuk melakukan


(33)

pembangunan dalam rangka merealisir tujuan-tujuan negara yang telah ditetapkan oleh MPR.

Dalam melaksanakan pembangunan, pemerintah berwenang untuk melakukan pengaturan dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Agar tindakan pemerintah dalam menjalankan pembangunan dan melakukan pengaturan serta pelayanan ini berjalan dengan baik, maka harus didasarkan pada aturan hukum. Di antara hukum yang ada ialah Hukum Administrasi Negara, yang memiliki fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Seperti telah disebutkan di atas, fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah berkaitan dengan fungsi instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan norma pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat.

Ketika pemerintah akan menjalankan pemerintahan, maka kepada pemerintah diberikan kekuasaan, yang dengan kekuasaan ini pemerintah melaksanakan pembangunan, pengaturan dan pelayanan. Agar kekuasaan ini digunakan sesuai dengan tujuan diberikannya, maka diperlukan norma-norma pengatur dan pengarah. Dalam Penyelenggaraan pembangunan, pengaturan, dan pelayanan, pemerintah menggunakan berbagai instrumen yuridis. Pembuatan dan pelaksanaan instrumen yuridis ini harus didasarkan pada legalitas dengan mengikuti dan mematuhi persyaratan formal dan metarial. Dengan didasarkan pada asas legalitas dan mengikuti persyaratan, maka perlindungan bagi


(34)

administrasi negara dan warga masyarakat akan terjamin. Dengan demikian, pelaksanaan fungsi-fungsi HAN adalah dengan membuat penormaan kekuasaan, mendasarkan pada asas legalitas dan persyaratan, sehingga memberikan jaminan perlindungan baik bagi administrasi negara maupun warga masyarakat.

2. Upaya Meningkatkan Pemerintahan yang Baik

Penyelenggaraan pemerintahan tidak selalu berjalan sebagaimana yang telah ditentukan oleh aturan yang ada. Bahkan sering terjadi penyelenggaraan pemerintahan ini menimbulkan kerugian bagi rakyat baik akibat penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) maupun tindakan sewenang-wenang (willekeur). Perbuatan pemerintah yang sewenang-wenang terjadi apabila terpenuhi unsur-unsur; pertama, penguasa yang berbuat secara yuridis memeliki kewenangan untuk berbuat (ada peraturan dasarnya); kedua, dalam mempertimbangkan yang terkait dalam keputusan yang dibuat oleh pemerintah, unsur kepentingan umum kurang diperhatikan; ketiga, perbuatan tersebut menimbulkan kerugian konkret bagi pihak tertentu.

Dampak lain dari penyelenggaraan pemerintahan seperti ini adalah tidak terselenggaranya pembangunan dengan baik dan tidak terlaksananya pengaturan dan pelayanan terhadap masyarakat sebagaimana mestinya. Keadaan ini menunjukan penyelenggaraan pemerintahan belum berjalan dengan baik. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan adalah antara lain dengan mengefektifkan pengawasan baik melalui pengawasan lembaga


(35)

ombusdman. Di samping itu juga dengan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

G. Pengertian Peraturan Daerah

Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/walikota). Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan Daerah terdiri atas:

• Peraturan Daerah Provinsi, yang berlaku di provinsi tersebut. Peraturan Daerah Provinsi dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.

• Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang berlaku di kabupaten/kota tersebut. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tidak subordinat terhadap Peraturan Daerah Provinsi.

Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Peraturan Daerah dikenal dengan istilah Qanun. Sementara di Provinsi Papua, dikenal istilah Peraturan Daerah Khusus dan Peraturan Daerah Provinsi. Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)


(36)

dapat berasal dari DPRD atau kepala daerah (gubernur, bupati, atau walikota). Raperda yang disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD. Sedangkan Raperda yang disiapkan oleh DPRD disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah. Pembahasan Raperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama gubernur atau bupati/walikota. Pembahasan bersama tersebut melalui tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna.

Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Perda, dalam jangka waktu paling lambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda tersebut disahkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota. Jika dalam waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui bersama tidak ditandangani oleh Gubernur atau Bupati/Walikota, maka Raperda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan.

H. Pelaksanaan Peraturan Daerah No 31 Tahun 2007

Sesuai dengan pengertian dari peraturan daerah maka pelaksanaan peraturan daerah meliputi kebijakan pemerintah daerah dalam pengelolaan, penyusunan, pengesahan, pelaksanaan dan pengawasan. Dari hal ini dapat dilihat bahwa pelaksanaan yang menyangkut penggusuran pedagang kaki lima tidak terlepas


(37)

dari Standart Operasional Prosedur (SOP). Standart Operasional Prosedur (SOP) tersebut melihat beberapa tahapan antara lain :

• Himbauan yang dilakukan oleh para petugas Satuan Polisi Pamong Praja dibawah komandan patroli dengan anggota 12 orang melalui pengeras suara yang dilakukan secara terus menerus selama satu hari di lokasi yang akan menjadi sasaran penggusuran pedagang kaki lima.

• Setelah tahap pemberitahuan melalui proses pengeras suara selanjutnya menyerahkan surat peringatan kepada para pedagang kaki lima sebanya 3 kali peringatan untuk membongkar sendiri lapak berdagang mereka. Dengan limit waktu 3 X 24 jam.

• Jika Pedagang Kaki Lima tidak juga memperdulikan surat peringatan tersebut maka diambil tindakan yakni upaya paksa bongkar lapak PK-5 tersebut oleh petugas Satpol-PP.

Penyelidikan pendahuluan ini bermaksud untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang ada sesuai dengan fakta dan situasi serta kondisi yang ada di lapangan objek yang akan dijadikan target penggusuran pedagang kaki lima. Penyelidikan pendahuluan adalah suatu usaha yang sistematis untuk meramalkan masa depan melalui fakta-fakta ini nantinya akan digunakan sebagai masukan dalam membuat suatu perencanaan yang cermat.

Suatu perusahaan atau organisasi yang tidak membuat perencanaan yang baik akan menemukan kegagalan dalam melakukan kegiatan organisasi atau permasalahannya. Kegiatan yang tanpa ditopang oleh perencanaan yang baik


(38)

tersebut akan menemukan kegagalan dan kegiatan tersebut akan sia-sia belaka. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang baik perlu ada perencanaan yang baik pula, karena perencanaan yang baik dapat mengarahkan kegiatan organisasi kearah tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Perencanaan merupakan dasar untuk tindakan administrasi atau pimpinan agar berhasil dengan baik, perencanaan yang baik sangat memudahkan tugas seorang pemimpin. Bila tujuan organisasi sudah diketahui, maka kemungkinan untuk mencapai tujuan yang tela ditetapkan oleh manajemen akan menjadi besar.

Perencanaan memungkinkan kita untuk menjalankan pelaksanaan tugas menjadi seefektif mungkin. Dalam membuat suatu perencanaan seorang pimpinan harus memperkirakan terlebih dahulu kesempatan-kesempatan, masalah-masalah dan rintangan-rintangan yang mungkin timbul pada masa yang akan datang. Perencanaan juga memberikan titik pengawasan dan penelitian yang sebaik-baiknya terhadap masa suatu pekerjaan dilaksanakan.

I. Pentingnya Peraturan Daerah No 31 Tahun 2007

Pelaksanaan peraturan daerah yang merupakan kebijakan dari pemerintah daerah merupaka sesuatu yang sangat penting. Dengan terlaksananya kegiatan penegakan peraturan daerah yang baik dan lancar akan dapat menunjang kegiatan sehari-hari pada organisasi.


(39)

pertanggung jawaban yang dilakukan dengan baik akan tercipta suatu sistem kebijakan peraturan daerah yang baik, dengan demikian program-program yang telah ditetapkan dalam terlaksana sebagaimana yang diharapkan oleh organisasi.

Pelaksanaan penegakan peraturan daerah yang baik juga akan menjamin terkelolanya kepercayaan dan sumber daya dan potensi yang ada dan dimiliki oleh organisasi, terutama pengelolaan dan menjadi pendukung utama kehidupan suatu organisasi. Peraturan daerah mengelola kegunaan daya yang dimiliki organisasi dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

J. Pengertian Pedagang Kaki Lima

Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya. Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalanan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter.

Sekian puluh tahun setelah itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan. Dahulu nmanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki lima.


(40)

Padahal jika merunut sejarahnya, seharusnya namanya adalah pedagang lima kaki. Dibeberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena menggangu para pengendara kendaraan bermotor. Selain itu ada PKL yang menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk membuang sampah dan air cuci. Sampah dan air sabun dapat lebih merusak sungai yang ada dengan mematikan ikan dan menyebabkan eutrofikasi.

Tetapi PKL kerap menyediakan makanan atau barang lain dengan harga yang lebih, bahkan sangat, murah daripada membeli di toko. Modal dan biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga kerap mengundang pedagang yang hendak memulai bisnis dengan modal yang kecil atau orang kalangan ekonomi lemah yang biasanya mendirikan bisnisnya disekitar rumah mereka.

K. Faktor-faktor pendukung dalam melaksanakan tindakan penggusuran pedagang kaki lima

Pada umumnya para pedagang kaki lima berjualan di badan jalan, diatas trotoar dan diatas parit padahal peraturan daerah telah membuat larangan bagi para pedagang. Dan larangan itu telah ditentukan di peraturan daerah yaitu :

1. Didalam dan diluar Loods meletakkan dan menjual barang-barang makanan dan minuman atau mengadakan suatu usaha atau pekerjaan selain tempat-tempat yang telah ditentukan untuk itu.

2. Mengambil dan mempergunakan tempat berjualan yang selain atau lebih luas dari pada yang telah ditentukan bagi sipemakai.


(41)

3. Merubah bentuk, mengotori dan merusak lapangan atau Loods bangunan dan segala sesuatu yang menjadi milik Pemerintah Daerah.

4. Mendirikan atau memperbaiki bangunan dilapangan yang sudah ditentukan untuk tempat berjualan.

5. Memperdagangkan atau menyimpan atau menempatkan barang atau benda-benda yang dapat menimbulkan kerusakan, gangguan atau bahaya kebakaran. 6. Menumpuk barang-barang dengan eceran lebih tinggi dari 1,65 meter dihitung

dari lantai pada Loods dan stand.

7. Didalam Loods yang sudah memakai dinding, membuat peti tempat menyimpan barang-barang tanpa izin pejabat yang dihunjuk.

8. Mengatapi atau menambah atap tempat berjualan tanpa izin.

9. Meninggalkan atau menempatkan barang-barang jualan dan alat-alat berjualan di jalan umum atau lapangan-lapangan atau tempat lain yang tidak khusus untuk itu.

10.Meninggalkan atau menempatkan barang-barang jualan dan alat-alat berjualan sesudah jam tutup Pasar sore di pasar-pasar dimaksud kecuali yang mempunyai bangunan permanen.

11.Menjual barang-barang diluar jenis dari yang sudah ditentukan.

12.Membawa sepeda atau kendaraan bermotor lainnya kedalam loods atau tempat-tempat lain.

13.Membiarkan kotor atau kurang bersih keadaan Stand atau kios, toko sebagian maupun keseluruhannya demikian juga keadaan gang atau jalan yang ada dimuka atau dibelakang dan disampingnya.


(42)

14.Memakai kayu api dan sejenisnya untuk bahan bakar memasak makanan dan minuman didalam stand atau kios, selain daripada bahan bakar minyak, gas dan sejenisnya.

15.Bagi orang yang mempunyai luka yang menjijikkan atau penyakit menular berada didalam loods.

16.Melakukan kegiatan usaha dalam lingkungan wilayah pasar dengan memakai tenaga penggerak yang tidak lebih dari 3 (tiga) PK tanpa izin pejabat yang dihunjuk.

17.Melakukan usaha atau kegiatan didalam Pasar yang dapat mengganggu dan membahayakan ketertiban umum dan keamanan bangunan pasar.

Oleh karena itu peran Satuan Polisi Pamong Praja Kota Medan sebagai penegak peraturan daerah mengambil langkah-langkah untuk melakukan penertiban untuk menindak para pedagang kaki lima yang telah melanggar Peraturan Daerah tersebut. Bahwa hambatan-hambatan yang telah ditemui Satpol PP kota Medan dalam melaksanakan tindakan penggusuran disertai dengan faktor-faktor pendukung dalam melakukan kegiatan tugas penegakan daerah. Adapun faktor-faktor pendukung tersebut sebagai berikut :

1. Adanya sarana kendaraan yang terdiri dari 10 patroli dimana setiap patroli terdiri dari 12 orang sehingga sasaran yang dianggap rawan atau tingkat kesulitannya cukup tinggi maka seluruh patroli dapat dikerahkan untuk melaksanakan penertiban terhadap pedagang kaki lima yang membandel.


(43)

2. Adanya kerjasama dengan instansi terkait seperti Polresta Medan, Kodim Medan untuk melakukan bantuan perlindungan apabila ada perlawanan dari para pedagang yang tempat berjualannya dibongkar.

3. Melakukan penindakan penggusuran terhadap para pedagang kaki lima pada malam, karena pada malam hari para pedagang tidak berada di tempat. Kalaupun ada ditempat tidak seluruhnya sehingga kekuatan pedagang dapat diperhitungkan, lebih-lebih dari masyarakat disekitarnya yang sering mendukung para pedagang, namun pada malam hari hal itu tidak akan ada. L. Hambatan-Hambatan Dan Upaya-Upaya Yang Dihadapi DanUsaha

Yang Dilakukan

Didalam melaksanakan kegiatan walaupun telah direncanakan dengan terarah, pasti akan terdapat hambatan atau kendala. Begitu juga dengan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan Peraturan Daerah yang datangnya bisa didalam (intern) maupun dari luar (external).

Berdasarkan wawancara dengan Kepala bidang operasional Polisi Pamong Praja Kota medan yang bernama O.R. Rambe SH menyebutkan ” Polisi Pamong Praja dalam melaksanakan tugas penegakan Peraturan Daerah mempunyai hambatan”. Hambatan hambatan tersebut adalah :

1. Kelembagaan : Meskipun sudah ada program kerja tahunan tentang rencana operasional pembinaan dan penegakan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, namun pada pelaksanaan masyarakat di cenderung tidak taat pada peraturan yang berlaku.


(44)

2. Sumber Daya Manusia : Adanya tuntutan masyarakat terhadap kecepatan pelayanan oleh aparat, namun kemampuan dan ketrampilan teknis operasi kurang memadai.

3. Jaringan Kerja : Kurangnya kerjasama dengan instansi terkait dalam rangka penegakan Peraturan Daerah dan kurangnya peraturan yang mendasari tentang koordinasi Polisi Pamong Praja dengan instansi lainnya.

4. Lingkungan yang belum Kondusif : Sarana dan prasarana pendukung teknis operasional pembinaan ketentraman dan ketertiban serta penegakan Peraturan Daerah masih kurang. Di sisi lain terjadi penurunan tingkat kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap peraturan yang berlaku.

Selain hambatan-hambatan diatas, menyebutkan gangguan- gangguan yang terjadi di bidang ketentraman dan ketertiban yaitu :

1. Gangguan yang di timbulkan oleh alam. Banjir yang menyebabkan berbagai kendala dan hambatan Polisi Pamong Praja dalam melakukan tugas dilapangan dan juga sebagai penghambat pembangunan daerah Kota Medan.

2. Gangguan di bidang ekonomi. Banyak Pedagang Kaki Lima berjualan tidak pada tempatnya atau berjualan diatas trotoar dan dipinggir jalan yang mengganggu pengguna jalan, dan tidak sesuai dengan Tata Ruang Kota. 3. Gangguan di bidang sosial budaya. Pengamen yang banyak dijumpai di


(45)

Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut maka Polisi Pamong Praja melakukan berbagai upaya antara lain :

1. Kelembagaan : Penanganan pelanggaran ketentraman dan ketertiban Peraturan Daerah di wilayah kota medan.

2. Sumber Daya Manusia : Dalam rangka peningkatan kinerja Polisi Pamong Praja di Kota medan rekruitment personil Polisi Pamong Praja harus sesuai ketentuan yang berlaku dan Polisi Pamong Praja berupaya mengirimkan personilnya dalam diklat teknis maupun fungsional.

3. Jaringan Kerja : Menjalin kerja sama dengan instansi-instansi terkait dalam penanganan Peraturan Daerah dengan didasari hukum yang berlaku.

4. Lingkungan yang belum kondusif : Memberikan penyuluhan dan bimbingan terhadap masyarakat tentang Peraturan Daerah dan personil Polisi Pamong Praja memerlukan sarana dan prasarana yang memadai agar kinerja Polisi Pamong Praja bisa optimal.

Polisi Pamong Praja cukup berupaya dalam mengatasi hambatan yang dihadapi dengan mengirim personil dalam diklat teknis untuk kelembagaan dan penyuluhan terhadap masyarakat agar terciptanya lingkungan yang kondusif. Polisi Pamong Praja yang mampu melaksanakan tugas secara efektif dan efisien. Menurut pernyataan di atas Polisi Pamong Praja dalam mengatasi hambatan-hambatan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sudah berupaya optimal dalam menegakan Peraturan Daerah. Upaya–upaya yang telah di lakukan dengan cara sering melakukan pengiriman personil Polisi Pamong Praja ke dalam diklat dan penyuluhan terhadap masyarakat tentang Peraturan Daerah. Dalam pelaksaan


(46)

kegiatan operasional Polisi Pamong Praja bekerjasama dengan instansi-instansi terkait.


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari uraian yang sudah ditulis maka penulis mengemukakan beberapa kesimpulan dan saran mengenai FUNGSI DAN TUGAS POLISI PAMONG PRAJA DALAM HAL PENGGUSURAN PEDAGANG KAKI LIMA SESUAI PERDA NO 31 TAHUN 2007

5.1. Kesimpulan

1. Peran Polisi Pamong Praja dalam penegakkan Peraturan Daerah di Kotamadya Medan sudah cukup berperan, karena Polisi Pamong Praja sering melakukan kegiatan operasi yang meliputi operasi dengan sistem stasioner, operasi dengan sistem mobil (Hunting), mengadakan patroli-patroli rutin terhadap pelanggaran Peraturan Daerah, mengadakan penjagaan tempat-tempat rawan pelanggaran Peraturan Daerah, mengadakan patroli kewilayahan, pengiriman personil Polisi Pamong Praja dalam diklat teknis maupun fungsional, pembinaan dan pendekatan teknis bagi personil Polisi Pamong Praja dan penyuluhan terhadap masyarakat tentang Peraturan Daerah.

2. Sebagai lembaga teknis di Pemerintah Daerah Kotamadya Medan Satuan Polisi Pamong Praja sudah barang tentu banyak mengalami hambatan-hambatan dalam penegakan Peraturan Daerah. Hambatan tersebut yaitu : a. Kelembagaan

Adanya program kerja tahunan tentang rencana operasional pembinaan dan penegakan peraturan daerah, namun pada masa transisi pelaksanaan masyarakat cenderung tidak taat pada peraturan yang berlaku dan hal ini juga


(48)

disebabkan belum adanya petunjuk pelaksanaan atau teknisnya tentang prosedur penanganan pelanggaran terhadap Peraturan Daerah.

b. Sumber Daya Manusia

Adanya tuntutan dari masyarakat terhadap kecepatan dan ketepatan pelayanan oleh aparatnya, namun kemampuan dan ketrampilan teknis aparat kurang memadai. Hal ini disebabkan belum optimalnya diklat teknis atau fungsional bagi personil Polisi Pamong Praja.

c. Jaringan Kerja

Adanya Tim Lantas yang merupakan dasar dalam melakukan koordinasi di bidang ketertiban dan kelancaran lalu lintas, namun masih perlu ada peraturan-peraturan dasar yang lain dalam mengatur koordinasi dengan dinas atau instansi maupun dalam rangka pemberian kewenangan Polisi Pamong Praja.

d. Lingkungan yang belum Kondusif

Sarana dan Prasarana pendukung teknis operasional pembinaan dan ketertiban serta penegakan Peraturan Daerah masih kurang. Di sisi lain terjadi penurunan tingkat kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, hal ini disebabkan oleh kondisi politik yang saat ini belum mantap (tidak menentu). 3. Prinsip dasar Polisi Pamong Praja dalam penertiban dan penegakkan Peraturan

Daerah diupayakan tidak menimbulkan masalah baru dan lebih mengutamakan pendekatan dan koordinasi.

Upaya-upaya Polisi Pamong Praja dalam mengatasi hambatan yang dihadapi sebagai berikut:


(49)

Penanganan pelanggaran ketentraman dan ketertiban Peraturan Daerah di wilayah yang sama pada wilayah berbeda ditangani oleh Polisi Pamong Praja tingkat kecamatan di bawah komando langsung Polisi Pamong Praja Kota Medan.

b) Sumber Daya Manusia :

Dalam rangka peningkatan kinerja Polisi Pamong Praja di Kota Medan rekruitment personil Polisi Pamong Praja harus sesuai ketentuan yang berlaku dan Polisi Pamong Praja berupaya mengirimkan personilnya dalam diklat teknis maupun fungsional.

c) Jaringan Kerja :

Menjalin kerja sama dengan instansi-instansi terkait dalam penanganan Peraturan Daerah dengan didasari hukum yang berlaku.

d) Lingkungan yang Belum Kondusif :

Memberikan penyuluhan dan bimbingan terhadap masyarakat tentang Peraturan Daerah dan personil Polisi Pamong Praja memerlukan sarana dan prasarana yang memadai agar kinerja Polisi Pamong Praja bisa optimal.

5.2. Saran

Adapun saran-saran penulis adalah sebagai berikut :

1. Polisi Pamong Praja disamping sebagai aparat daerah juga sangat terkait dengan kepentingan pemerintah Pusat, sehingga disini kedudukan Polisi Pamong Praja sebagai perekat kesatuan bangsa, karenanya langkah dibidang ketentraman dan ketertiban tidak boleh


(50)

2. Memperbanyak pengiriman personil Polisi Pamong Praja dalam diklat-diklat teknis fungsional dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan teknis operasional mereka di lapangan.

3. Dalam rangka pengembangan sumber daya manusia personil Polisi Pamong Praja kedepan seiring dengan diberlakukannya undang-undang Nomor 32 tahun 2004, maka tugas pokok dan fungsi Polisi Pamong Praja semakin luas, untuk itu perlu didukung oleh personil

yang kuantitas dan kualitasnya memenuhi kebutuhan dan profesional dibidang tugasnya.

5. Guna memudahkan penanganan terhadap para pelanggar Peraturan Daerah, perlu kiranya dibuat petunjuk pelaksanaan atau teknis tentang hal tersebut.


(51)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG POLISI PAMONG PRAJA

A. Pengertian Polisi Pamong Praja

Keberadaan Polisi Pamong Praja dalam jajaran Pemerintah Daerah mempunyai arti khusus yang cukup strategis, karena tugas-tugasnya membantu Kepala Daerah dalam pembinaan ketentraman dan ketertiban serta Penegakan Peraturan Daerah sehinga dapat berdampak pada upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (Pedoman dan Petunjuk Polisi Pamong Praja, Jakarta, Dirjen PUOD, 1995). Mengenai pengertian Polisi Pamong Praja mengalami perbedaan atau perubahan antara Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.

Pengertian Polisi Pamong Praja menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 adalah perangkat wilayah yang bertugas membantu kepala wilayah dalam menyelenggarakan pemerintah umum khususnya dalam melaksanakan wewenang, tugas dan kewajiban di bidang ketentraman dan ketertiban masyarakat (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah).

Pengertian Polisi Pamong Praja menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah perangkat daerah yang bertugas membantu kepala daerah dalam rangka menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah (Pasal 148 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).


(52)

Bila melihat pengertian Polisi Pamong Praja tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan Polisi Pamong Praja menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah :

- Polisi Pamong Praja menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 adalah sebagai aparat daerah yang bertanggung jawab kepada kepala wilayah artinya aparat pemerintah pusat yang dipekerjakan di daerah, (Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian). Sedangkan Polisi Pamong Praja menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah sebagai aparat daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah (Pasal 148 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ).

- Ruang lingkup tugas kerja Polisi Pamong Praja menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 hanya membantu Kepala wilayah di bidang ketentraman dan ketertiban masyarakat, (Undang-Undang No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian). Sedangkan ruang lingkup tugas Polisi Pamong Praja menurut Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 diperluas selain menyelenggarakan pembinaan ketentraman dan ketertiban umum juga melakukan penegakan Peraturan Daerah dalam rangka meningkatkan dan mengali pendapatan asli daerah ( PAD ) (Pasal 148 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).

Untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat maka dalam melaksanakan tugasnya Polisi Pamong Praja melakukan berbagai cara seperti memberikan penyuluhan, kegiatan patroli dan penertiban terhadap pelanggaran Peraturan


(53)

Daerah, keputusan kepala daerah yang didahului dengan langkah-langkah peringatan baik lisan maupun tertulis).

Untuk selanjutnya penulis akan menguraikan secara singkat sejarah pembentukan Polisi Pamong Praja yang keberadaannya tidak dapat disamakan dengan Polisi Khusus (melakukan tugas kepolisian terbatas) serta berbeda pula dengan keberadaan Hansip, Kamra dan Wanra (yang dibentuk dalam rangka perwujudan sistem Hamkarata). Pembentukan Polisi Pamong Praja tidak terlepas dari tuntutan situasi dan kondisi pada permulaan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945, pada waktu itu Polisi Pamong Praja tidak di bentuk secara serentak melainkan secara bertahap.

B. Sejarah Polisi Pamong Praja

Pembentukan Polisi Pamong Praja pada awalnya dilakukan oleh Praja Daerah Istimewa Yogyakarta dengan berdasarkan perintah Nomor 1/1948 tanggal 30 Oktober 1948 dengan nama DETASEMEN POLISI PENJAGA KEAMANAN KAPANEWON, kemudian berdasarkan perintah Nomor 2/1948 tanggal 10 Nopember 1948 diubah namanya menjadi DETASEMEN POLISI PAMONG PRAJA. Berdasarkan Keputusan menteri Dalam Negeri Nomor Up.32/2/21 tanggal 3 Maret 1950 dibentuk Kesatuan Polisi Pamong Praja untuk tiaptiap Kapanewon di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pembentukan Polisi Pamong Praja di Jawa dan Madura berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Up.32/2/21 tanggal 3 Maret 1950 dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja untuk Jawa dan Madura.


(54)

Untuk pembentukan Polisi Pamong Praja di luar Jawa dan Madura baru pada tahun 1960 dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 7 Tahun 1960. Sebagaimana dimaklumi bahwa peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang mengatur Polisi Pamong Praja yang ditetapkan sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 banyak yang kurang sesuai dengan perkembangan tugas-tugas yang dibebankan, terutama kewenangan yang dimiliki dan organisasi serta formasi yang berlaku. Untuk menindaklanjuti pasal 86 Undang-undang Nomor 5 tahun 1974,

Departemen Dalam Negeri sudah berusaha dengan merancang Peraturan Pemerintah mengenai Polisi Pamong Praja dan menunggu turunnya Peraturan Pemerintah tersebut, Departemen Dalam Negeri mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 33 tahun 1990 tentang Pembinaan dan Penataan Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Gubernur dan Surat Keputusan Bupati / Walikota seluruh Indonesia. Dan baru pada tahun 1998 dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1998 tentang Polisi Pamong Praja. Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dengan sendirinya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah di Daerah sudah tidak berlaku lagi dan otomatis Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1998 tentang Polisi Pamong Praja gugur dan sudah tidak bisa digunakan sebagai pedoman Polisi Pamong Praja (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).

Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, maka kedudukan dan fungsi Polisi Pamong Praja mengalami perubahan yaitu dari


(55)

perangkat wilayah menjadi perangkat daerah dan ini sangat mempengaruhi peraturan perundang-undangan yang ada, begitu juga misi, tugas dan fungsi akan berbeda, yang sebelumnya mengarah pada aspek mengawasi jalannya penyelenggaraan pemerintah di daerah sekarang sebagai aparat daerah yang bertugas untuk menegakkan Peraturan Daerah dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban masyarakat (Pasal 148 ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ).

C. Tugas Dan Fungsi Polisi Pamong Praja

Lingkup fungsi dan tugas Polisi Pamong Praja dalam pembinaan ketentraman dan ketertiban umum pada dasarnya cukup luas, sehingga dituntut kesiapan aparat baik jumlah anggota, kualitas personil termasuk kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Polisi Pamong Praja sebagai lembaga dalam pemerintahan sipil harus tampil sebagai pamong masyarakat yang mampu menggalang dan dapat meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam menciptakan dan memelihara ketentraman dan ketertiban sehingga dapat menciptakan iklim yang lebih kondusif di daerah. Penampilan Polisi Pamong Praja dalam pembinaan ketentraman dan ketertiban harus berbeda dengan aparat kepolisian (Polisi Negara), karena kinerja Polisi Pamong Praja akan bertumpu pada kegiatan yang lebih bersifat penyuluhan dan pengurusan, bukan lagi berupa kegiatan yang mengarah pada pemberian sanksi atau pidana.


(56)

D. Kedudukan Polisi Pamong Praja

Tugas Polisi Pamong Praja adalah selain melakukan penegakan Peraturan Daerah, juga membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan pembinaan ketentraman dan ketertiban (Pasal 148 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah). Mengingat luasnya daerah dan menjamin tindakan yang cepat serta tepat pada waktunya Kepala Daerah dalam “keadaan biasa” diberikan wewenang pembinaan ketentraman dan ketertiban di daerahnya yang meliputi (Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonomi) :

1. Wewenang pengaturan untuk dapat mendorong terciptanya ketentraman dan ketertiban masyarakat.

2. Wewenang pengaturan-pengaturan kegiatan penanggulangan bencana alam maupun bencana akibat perbuatan manusia.

3. Wewenang pengaturan kegiatan-kegiatan dibidang politik, ekonomi dan sosial budaya.

Tujuan dari pembinaan kentraman dan ketertiban adalah untuk menghilangkan atau mengurangi segala bentuk ancaman dan gangguan terhadap ketentraman dan ketertiban didalam masyarakat, serta menjaga agar roda pemerintahan dan peraturan pemerintah serta peraturan perundang-undangan di daerah dapat berjalan lancar, sehingga pemerintah dan rakyat dapat melakukan kegiatan secara umum, tertib dan teratur dalam rangka memantapkan ketahanan nasional (Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Pasal 2 Tahun 1993 tentang pembinaan ketentraman dan ketertiban di daerah).


(57)

Ketentraman dan ketertiban yaitu suatu keadaan dimana pemerintah dan rakyat dapat melakukan kegiatan secara aman, tertib dan teratur (Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Pasal 1 Tahun 1993 tentang pembinaan ketentraman dan ketertiban di daerah). Pembinaan ketentraman dan ketertiban daerah adalah segala usaha, tindakan dan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, penyusunan, pengembangan, pengarahan, pemeliharaan serta pengendalian segala masalah ketentraman dan ketertiban secara berdaya guna dan berhasil guna meliputi kegiatan pelaksanaan atau penyelenggaraan dan peraturan agar segala sesuatunya dapat dilakukan dengan baik, tertib dan seksama sesuai ketentuan petunjuk, sistem dan metode yang berlaku untuk menjamin pencapaian tujuan secara maksimal (Pasal 150 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan mutlak diperlukan adanya suatu kondisi ketentraman dan ketertiban yang mantap. Dalam hal ini urusan pembinaan ketentraman dan ketertiban daerah, Bupati atau wali kota dalam tugasnya dibantu oleh yang namanya Polisi Pamong Praja (Undang-undang No. 32 Pasal 148 ayat 1 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).


(58)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Kebijakan pemerintah dalam melaksanakan penertiban pedagang kaki lima banyak menjadi permasalahan di indonesiaterutama di kota-kota besar yang padat pemduduknya. Karena kebijakan tersebut dapat merugikan usaha masyarakat kecil dalam mencari rezekinya. Kebijakan pemerintah daerah dalam melakukan penertiban pedagang kaki lima terutama pedagang sayur-sayuran, buah-buahan dan penjual makanan selalu melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja karena mereka bertugas untuk melaksanakan penertiban dan peraturan daerah.

Di Kotamadya Medan kebijakan pemerintah dalam melakukan penertiban sering berupa penggusuran pedagang kaki lima selalu melibatkan satuan polisi pamong praja kota medan. Untuk melaksanakan tugasnya, polisi pamong praja sudah dibekali peraturan daerah yang selalu melibatkan satuan polisi pamong praja dalam melaksanakan penertiban pedagang kaki lima.

Setiap daerah dalam menata dan mengatur sistem pemerintahannya pasti mempunyai cita-cita yang ingin dicapai. Cita-cita dan tujuan yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat yang kemudian dijadikan sebagai dasar pijakan dalam melaksanakan pembangunan didaerahnya. Karena cita – cita merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya maka antara negara satu dengan negara lainnya tidak sama dalam hal pencapaian tujuan.


(59)

khususnya Alinea IV yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Cita-cita tersebut juga termasuk dalam sistem negara kita yang menganut sistem welfare state atau negara kesejahteraan yakni semua kebijakan pemerintah harus bertujuan untuk mensejahterakan rakyatnya baik pemerintah maupun daerah.

Sehubungan dengan adanya kondisi ketentraman dan ketertiban baik dalam hal pedagang kaki lima yang berjualan di atas trotoar jalan, maka perlu diadakan pembinaan terhadap ketentraman dan ketertiban di daerah secara terencana dan terpadu. Dalam penanggulangan ancaman gangguan ketentraman dan ketertiban diterapkan suatu sistem pembinaan ketentraman dan ketertiban menurut pola-pola tertentu, baik melalui usaha-usaha masyarakat maupun pemerintah melalui pendekatan prosperity (Kemakmuran) dan security

(keamanan).

Untuk dapat terciptanya suatu kondisi ketentraman dan ketertiban yang mantap di daerah, perlu dilakukan suatu pembinaan yang meliputi segala usaha, tindakan, pengarahan serta pengendalian segala sesuatu yang berkaitan dengan ketentraman dan ketertiban. Kondisi ketentraman dan ketertiban yang mantap dan terkendali dalam masyarakat akan mendorong terciptanya stabilitas nasional dan akan menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan di daerah maupun pelaksanaan pembangunan daerah maka tugas Kepala Daerah akan bertambah, terutama dalam menegakkan Peraturan Daerah dan Penyelenggaraan Ketertiban


(60)

Umum dan ketentraman masyarakat dibentuklah Satuan Polisi Pamong Praja (Undang-undang No. 32 Pasal 148 ayat 1 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 148 ayat 1, keberadaan Polisi Pamong Praja sangatlah strategis karena mempunyai fungsi sebagai pembantu Kepala Daerah dalam penegakan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban masyarakat. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 148. Berpijak pada Undang Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah inilah, penulis akan mencoba menguraikan keberadaan Polisi Pamong Praja dalam penegakkan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat.

Memperhatikan tugas Polisi Pamong Praja terutama dilapangan sebagai pembantu Kepala Daerah dalam penegakkan Peraturan Daerah dan Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban masyarakat tersebut, maka Polisi Pamong Praja dituntut untuk tanggap dan mampu menciptakan suatu kondisi ketentraman dan ketertiban yang mantap dan terkendali, oleh sebab itu perlu dilakukan suatu pembinaan yang meliputi berbagai usaha maupun tindakan dan segala kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, penyusunan, pembangunan, pengarahan serta pengendalian segala sesuatu yang berkaitan dengan ketentraman dan ketertiban secara berdayaguna dan berhasil guna sehingga peranan Polisi Pamong Praja tersebut akan dapat lebih dirasakan manfaatnya di semua bidang termasuk pembangunan pemerintah dan


(61)

kemasyarakatan yang tertib aman dan teratur dalam kepedulian terhadap adanya peraturan daerah yang diberlakukan.

Dengan memperhatikan tugas, wewenang, dan fungsi dari Polisi Pamong Praja, maka mereka di tuntut untuk memperbaiki dan menyelenggarakan berbagai sektor yang masih lemah dengan mempertahankan dan meningkatkan serta memelihara yang sudah mantap melalui suatu pola pembinaan yang tepat dan lebih konkret bagi Polisi Pamong Praja, sehingga peranan Polisi Pamong Praja dapat lebih dirasakan manfaatnya disemua bidang termasuk pembangunan pemerintahan dan kemasyarakatan. Menyadari bahwa laju pembangunan di masa mendatang cenderung terus meningkat kapasitas maupun intensitasnya serta semakin komplek masalahnya, maka akan membawa dampak terhadap kehidupan masyarakat dengan tingkat kebutuhan yang cenderung semakin meningkat pula.

Situasi dan kondisi yang semakin maju sangatlah diperlukanadanya anggota Polisi Pamong Praja yang mempunyai wawasan pengetahuan yang luas profesionalisme dan sikap disiplin serta ketahanan mental yang tinggi, sehingga dimungkinkan terwujudnya aparatur Polisi Pamong Praja yang mempunyai pola pikir yang cepat, produktif, proaktif dan berwibawa disertai dengan amal perbuatan dharma bhakti dan pengabdian yang nyata (Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 1990). Lebih – lebih dalam rangka pemantapan penyelenggaraan otonomi daerah dengan titik berat pada daerah Kotamadya Medan.

Tantangan yang perlu diwaspadai dan dijabarkan serta dikembangkan baik dalam bentuk kebijaksanaan maupun gerak operasional Polisi Pamong Praja


(62)

di harapkan dapat mendukung upaya Pemerintah Daerah untuk menegakkan peraturan dan kebijakan pemerinta serta meningkatkan dan menggali sumber pendapatan asli daerah, sehingga dapat untuk modal pembangunan yang benar-benar dapat diandalkan oleh masing- masing daerah. Berdasarkan uraikan diatas, maka perlu kiranya di cari permasalahan apa yang menghambat kinerja Polisi Pamong Praja yang selanjutnya perlu segera diadakan pemecahan masalah atau jalan keluarnya sehingga dapat mampu berperan aktif membantu Kepala Daerah di bidang pembinaan ketentraman dan ketertiban masyarakat.

B.

Rumusan Masalah

Masalah yang dibahas dalam penyusunan skripsi ini sangat singkat, agar mudah dimengerti dan dipahami oleh pembaca yang mana diantara masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana peran Polisi Pamong Praja dalam menegakkan Peraturan Daerah di Kotamadya Medan?

2. Hambatan-hambatan apa saja yang di hadapi Polisi Pamong Praja dalam rangka penengakan Peraturan Daerah di Kotamadya Medan dan Upaya apa saja yang telah dilakukan oleh Polisi Pamong Praja dalam mengatasi hambatan hambatan yang dihadapi dalam rangka penegakkan Peraturan Daerah di Kotamadya Medan ?

C.

Tujuan Penelitian

Setiap langkah seseorang yang akan mengadakan penelitian tentu mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Sebelum penelitian dilaksanakan terlebih dahulu harus menentukan tujuan dari penelitiannya, untuk menghindari agar penelitian yang akan dilaksanakan tidak menyimpang dari tujuan yang telah


(1)

ABSTRAKSI

TUGAS DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

DALAM TINDAKAN PENGGUSURAN PEDAGANG KAKI

LIMA SESUAI PERATURAN DAERAH NO 31 TAHUN 2007

(STUDI KASUS KANTOR POLISI PAMONG PRAJA KOTA

MEDAN)

* RONI EKO WISUDA RAMBE

* PENDASTAREN TARIGAN, SH, MS * JUSMADI SIKUMBANG, SH, MS

Penelitian skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan tugas Satuan Polisi Pamong Praja dalam melakukan tindakan penertiban penggusuran pedagang kaki lima di kota Medan. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, penulis mengumpulkan data berdasarkan sumber-sumber kepustakaan, pendapat sarjana dan poeraturan peundang-undangan.Dalam pelaksanakan tugasnya penggusuran pedagang kaki lima, yang dilakukan oleh polisi pamong praja harus berpedoman pada peraturan daerah dan kebijakan pemerintah Kota Medan. Dan untuk setiap pelaksanaan penggusuran maka masyarakat juga mengetahui seperti apa polisi pamong praja dan wewenangnya dalam melakukan tugasnya serta sampai sejauh mana batas kewenangan polisi pamong praja dalam pelaksanaan penggusuran, oleh sebab itu perlu dilihat perlu dilihat dari peraturan daerah dan kebijakan dari pemerintah Kota Medan, karena tindakan penggusuran yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja tersebut tidak diperkenankan menyalahi prosedur yang telah ditetapkan Penggusuran Pedagang yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Medan bertujuan untuk tercapainya cita-cita daerah yakni aman, tertib dan damai sehingga terjalin kerja sama yang sehat dan optimal dengan masyarakat demi trcapainya Penertiban Penertiban di Kota Medan.


(2)

TUGAS DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

DALAM TINDAKAN PENGGUSURAN PEDAGANG KAKI

LIMA SESUAI PERATURAN DAERAH NO 31 TAHUN 2007

(STUDI KASUS KANTOR POLISI PAMONG PRAJA KOTA

MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

RONI EKO WISUDA RAMBE

NIM : 080221002

Departemen : Hukum Administrasi Negara Program Kekhususan : Hukum Administrasi Negara

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2010


(3)

ABSTRAKSI

TUGAS DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

DALAM TINDAKAN PENGGUSURAN PEDAGANG KAKI

LIMA SESUAI PERATURAN DAERAH NO 31 TAHUN 2007

(STUDI KASUS KANTOR POLISI PAMONG PRAJA KOTA

MEDAN)

* RONI EKO WISUDA RAMBE

* PENDASTAREN TARIGAN, SH, MS * JUSMADI SIKUMBANG, SH, MS

Penelitian skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan tugas Satuan Polisi Pamong Praja dalam melakukan tindakan penertiban penggusuran pedagang kaki lima di kota Medan. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, penulis mengumpulkan data berdasarkan sumber-sumber kepustakaan, pendapat sarjana dan poeraturan peundang-undangan.Dalam pelaksanakan tugasnya penggusuran pedagang kaki lima, yang dilakukan oleh polisi pamong praja harus berpedoman pada peraturan daerah dan kebijakan pemerintah Kota Medan. Dan untuk setiap pelaksanaan penggusuran maka masyarakat juga mengetahui seperti apa polisi pamong praja dan wewenangnya dalam melakukan tugasnya serta sampai sejauh mana batas kewenangan polisi pamong praja dalam pelaksanaan penggusuran, oleh sebab itu perlu dilihat perlu dilihat dari peraturan daerah dan kebijakan dari pemerintah Kota Medan, karena tindakan penggusuran yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja tersebut tidak diperkenankan menyalahi prosedur yang telah ditetapkan Penggusuran Pedagang yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Medan bertujuan untuk tercapainya cita-cita daerah yakni aman, tertib dan damai sehingga terjalin kerja sama yang sehat dan optimal dengan masyarakat demi trcapainya Penertiban Penertiban di Kota Medan.


(4)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Metode Penelitian... 7

F. Sistematika Penulisan... 8

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG POLISI PAMONG PRAJA... 10

A. Pengertian Polisi Pamong Praja... 10

B. Sejarah Polisi Pamong Praja... 12

C. Tugas Dan Fungsi Polisi Pamong Praja... 14

D. Kedudukan Polisi Pamong Praja... 15

BAB III PENYELENGGARAAN TUGAS-TUGAS POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENINDAKAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA MEDAN... 17

A. Gambaran umum Kota Medan... 17

B. Gambaran Umum Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Medan 19 C. Tugas dan Fungsi Polisi Pamong Praja Di Kota Medan... 21


(5)

3. Sub Bagian Umum... 25

4. Sub Bagian Kepegawaian... 26

5. Bidang Operasi Dan Pembinaan... 26

6. Seksi Operasi... 27

7. Seksi Pembinaan... 28

8. Bidang Pengawasan... 29

9. Seksi Usaha Industri... 30

10. Seksi Usaha Non Industri... 31

11. Bidang Penuntutan dan Peradilan... 31

12. Seksi Pengaduan dan Bukti-bukti... 32

13. Seksi Penuntutan dan Penindakan... 33

14. Kelompok Jabatan Fungsional... 34

E. Prosedural Penggusuran Pedagang Kaki Lima Di Kota Medan... 34

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN DAN UPAYA-UPAYA YANG DIHADAPI DALAM MELAKSANAKAN PERDA NO. 31 TAHUN 2007... 36

A. Pengertian Hukum Administrasi Negara... 36

B. Aktivitas dan Fungsi Hukum Administrasi Negara... 40

C. Fungsi Normatif Hukum Adminsitrasi Negara... 42

D. Fungsi Instrumental Hukum Administrasi Negara... 44


(6)

F. Aktualisasi fungsi hukum administrasi negara dalam mewujudkan

pemerintahan yang baik... 47

1. Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik... 47

2. Upaya Meningkatkan Pemerintahan yang Baik... 49

G. Pengertian Peraturan Daerah... 50

H. Pelaksanaan Peraturan Daerah No 31 Tahun 2007... 51

I. Pentingnya Peraturan Daerah No 31 Tahun 2007... 53

J. Pengertian Pedagang Kaki Lima... 54

K. Faktor-faktor pendukung dalam melaksanakan tindakan penggusuran pedagang kaki lima... 55

L. Hambatan-Hambatan Dan Upaya-Upaya Yang Dihadapi Dan Usaha Yang Dilakukan... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 62

A. Kesimpulan... 62

B. Saran... 64