Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Gambir Di Kabupaten Pakpak Bharat

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI GAMBIR DI KABUPATEN

PAKPAK BHARAT

SKRIPSI

OLEH:

TASYA CHAIRUNA PANE

070304006

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI GAMBIR DI KABUPATEN

PAKPAK BHARAT

SKRIPSI

OLEH:

TASYA CHAIRUNA PANE

070304006

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Diana Chalil, MSi, PhD) (Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MSi) NIP 196703031998022001 NIP 196309281998031001

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

TASYA CHAIRUNA PANE (070304006/AGRIBISNIS) dengan judul

skripsi ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI GAMBIR DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT. Penelitian ini

dilakukan pada bulan Juni tahun 2011 dengan dibimbing oleh Ir. Diana Chalil, MSi, PhD dan Dr. Ir. Rahmanta Ginting, Msi.

Gambir merupakan komoditas ekspor tradisional spesifik Provinsi Sumatera Utara. Kebutuhan gambir dalam beberapa industri semakin meningkat. Kendala yang dihadapi saat ini adalah produktivitas gambir yang masih rendah. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi daun gambir dan gambir kering di Kabupaten Pakpak Bharat. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi daun gambir adalah tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, jumlah tanaman menghasilkan, umur tanaman, cara tanam, frekuensi panen, dan pengalaman petani. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi gambir kering adalah jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja, dan teknologi.

Data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh dari petani gambir di Kabupaten Pakpak Bharat melalui wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan. Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square). Dari hasil regresi dengan metode backward diperoleh hasil penelitian, yaitu 1) jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, jumlah tanaman menghasilkan, frekuensi panen, dan pengalaman petani secara simultan dan parsial, berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi daun gambir di Kabupaten Pakpak Bharat, sedangkan tenaga kerja, luas lahan, umur tanaman, dan cara tanam telah dikeluarkan dari model; 2) jumlah produksi daun gambir dan teknologi, secara simultan dan parsial, berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi gambir kering di Kabupaten Pakpak Bharat, sedangkan tenaga kerja telah dikeluarkan dari model.


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah... 5

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Tinjauan Pustaka ... 7

Landasan Teori ... 13

Konsep produksi ... 13

Fungsi produksi ... 15

Faktor-faktor produksi (input) ... 17

Kerangka Pemikiran ... 21

Hipotesis Penelitian... 22

METODE PENELITIAN ... 24

Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 24

Ruang Lingkup Penelitian ... 25

Metode Penentuan Populasi dan Sampel ... 25

Metode Pengumpulan Data ... 27

Variabel Penelitian ... 27

Metode Analisis Data ... 28

Uji asumsi Ordinary Least Squares (OLS) ... 30

Uji kesesuaian (test goodness of fit) ... 33

Definisi dan Batasan Operasional ... 36

Definisi ... 36

Batasan operasional ... 38

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL ... 39


(5)

Deskripsi Daerah Penelitian ... 39

Letak geografis ... 39

Keadaan daerah ... 42

Karakteristik Petani Sampel ... 48

Umur petani ... 48

Tingkat pendidikan petani ... 48

Lama bermukim ... 49

Status kepemilikan lahan gambir ... 50

Luas lahan gambir ... 50

Lama bertani gambir ... 52

Penyerapan tenaga kerja komoditas gambir ... 52

Produksi gambir ... 53

Keanggotaan kelompok tani ... 54

Jumlah anggota keluarga dan tanggungan petani ... 55

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Daun Gambir ... 56

Uji asumsi Ordinary Least Squares (OLS) ... 56

Uji kesesuaian (test goodness of fit) model ... 60

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Gambir Kering ... 68

Uji asumsi Ordinary Least Squares (OLS) ... 68

Uji kesesuaian (test goodness of fit) Model ... 71

KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

Kesimpulan... 77

Saran ... 77

Kepada petani gambir ... 77

Kepada pemerintah ... 77

Kepada peneliti ... 78


(6)

ABSTRAK

TASYA CHAIRUNA PANE (070304006/AGRIBISNIS) dengan judul

skripsi ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI GAMBIR DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT. Penelitian ini

dilakukan pada bulan Juni tahun 2011 dengan dibimbing oleh Ir. Diana Chalil, MSi, PhD dan Dr. Ir. Rahmanta Ginting, Msi.

Gambir merupakan komoditas ekspor tradisional spesifik Provinsi Sumatera Utara. Kebutuhan gambir dalam beberapa industri semakin meningkat. Kendala yang dihadapi saat ini adalah produktivitas gambir yang masih rendah. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi daun gambir dan gambir kering di Kabupaten Pakpak Bharat. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi daun gambir adalah tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, jumlah tanaman menghasilkan, umur tanaman, cara tanam, frekuensi panen, dan pengalaman petani. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi gambir kering adalah jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja, dan teknologi.

Data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh dari petani gambir di Kabupaten Pakpak Bharat melalui wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan. Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square). Dari hasil regresi dengan metode backward diperoleh hasil penelitian, yaitu 1) jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, jumlah tanaman menghasilkan, frekuensi panen, dan pengalaman petani secara simultan dan parsial, berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi daun gambir di Kabupaten Pakpak Bharat, sedangkan tenaga kerja, luas lahan, umur tanaman, dan cara tanam telah dikeluarkan dari model; 2) jumlah produksi daun gambir dan teknologi, secara simultan dan parsial, berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi gambir kering di Kabupaten Pakpak Bharat, sedangkan tenaga kerja telah dikeluarkan dari model.


(7)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gambir adalah sejenis

ekstrak remasan daun dan ranting tumbuhan bernama gambir (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir merupakan tanaman

yang serba guna karena tidak hanya digunakan sebagai campuran pinang oleh seorang penyirih, tetapi digunakan juga pada industri seperti minuman, kosmetik, obat-obatan, batik, dan lain-lain.

Secara tradisional, gambir digunakan sebagai pelengkap makan sirih dan obat-obatan. Biasanya, gambir digunakan untuk mengobati luka bakar, sakit kepala, rebusan daun muda dan tunasnya digunakan sebagai obat diare dan disentri, serta obat kumur-kumur pada sakit tenggorokan. Gambir juga dapat digunakan untuk obat sakit sariawan, sakit kulit, dan lain-lain (Nazir, 2001). Di Singapura, gambir digunakan sebagai bahan baku obat sakit perut dan sakit gigi. Secara moderen, gambir banyak digunakan sebagai bahan baku industri farmasi dan makanan, diantaranya adalah sebagai bahan baku obat penyakit hati dengan paten catergen dan bahan baku permen yang melegakan kerongkongan bagi perokok di Jepang karena gambir mampu menetralisir nikotin. Manfaat gambir yang lain adalah sebagai bahan penyamak kulit dan pewarna tekstil. Manfaat gambir yang sedang dikembangkan adalah sebagai perekat kayu lapis atau papan partikel.

Gambir merupakan komoditas perkebunan rakyat yang terutama ditujukan untuk ekspor. Berdasarkan data Departemen Pertanian (2006), gambir merupakan


(8)

salah satu komoditas unggulan Indonesia. Indonesia menjadi pemasok hingga mencapai 80% kebutuhan gambir dunia. Negara-negara tujuan ekspor gambir Indonesia adalah India, Singapura, Australia, Bangladesh, Hongkong, Malaysia, Nepal, Pakistan, Taiwan, Jepang, Saudi Arabia, Filipina, dan Thailand. Pada tahun 2006, volume ekspor gambir Indonesia yang tertinggi adalah ke India, yaitu sebesar 6.712.037 kg dan yang terendah adalah ke Thailand, yaitu sebesar 1.160 kg. India membutuhkan gambir sebanyak 6.000 ton per tahun, dengan 68% gambir tersebut diimpor dari Indonesia. Selain itu, Singapura juga merupakan pengimpor gambir penting, dengan 92,1% gambir tersebut diimpor dari Indonesia.

Volume dan nilai ekspor gambir dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Volume dan Nilai Ekspor Gambir Indonesia, Tahun 2000-2006

Tahun Volume (ribu ton) Nilai (US$ juta)

2000 2,44 1,52

2001 3,23 1,87

2002 3,12 1,51

2003 4,95 2,06

2004 4,47 2,52

2005 22,67 16,15

2006 7,98 8,28

Sumber: Direktorat Bina Produksi, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 2006.

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa ekspor gambir mengalami peningkatan yang cukup besar pada tahun 2000-2005, namun menurun pada tahun 2006. Hal ini menunjukkan peluang ekspor gambir sangat terbuka. Data untuk 5 tahun terakhir tidak dapat disajikan karena tidak dapat diperoleh.

Selain pasar luar negeri, pasar domestik juga masih menjanjikan. Gambir termasuk komoditas yang dapat dijadikan bahan baku untuk berbagai industri. Agroindustri yang dapat memanfaatkan gambir sebagai bahan baku diantaranya adalah industri makanan, industri obat, dan industri pengolahan. Potensi ini perlu


(9)

dimanfaatkan untuk menunjang pertumbuhan agroindustri dan peningkatan nilai tambah.

Sebagai pemasok utama, Indonesia berharap gambir menjadi komoditas ekspor yang dapat diandalkan. Gambir juga merupakan komoditas ekspor tradisional spesifik Provinsi Sumatera Utara. Sejalan dengan berkembangnya industri yang memerlukan bahan baku gambir dalam teknologi yang semakin canggih, maka kebutuhan gambir dalam beberapa industri semakin meningkat.

Peningkatan produksi melalui ekstensifikasi sudah sangat terbatas. Selain itu, kendala yang dihadapi saat ini adalah produktivitas gambir yang masih rendah dan besarnya kehilangan hasil dalam pengolahan. Produktivitas gambir rata-rata di Indonesia berkisar antara 400-600 kg getah kering per ha, sementara produktivitas optimal bisa mencapai 2.100 kg getah kering per ha. Rendahnya produktivitas gambir diduga karena teknik budidaya yang masih tradisional dan penggunaan input produksi yang tidak optimal. Petani belum menggunakan varietas unggul dan pemeliharaan yang juga belum memadai. Metode dan alat panen serta pengolahan hasil yang belum efektif dan efisien juga menjadi faktor rendahnya produktivitas gambir.

Selain produktivitas yang rendah, sentra produksi gambir di Indonesia juga masih terbatas. Di Pulau Sumatera, hanya terdapat tiga daerah yang produksi gambirnya besar, yaitu Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Pakpak Bharat, dan Kabupaten Dairi (Departemen Pertanian, 2006 dalam Manan, 2008). Daerah penghasil gambir terbesar di Indonesia adalah Provinsi Sumatera Barat, tepatnya di Kabupaten Lima Puluh Kota (Departemen Pertanian, 2009 dalam Mediawati, 2010).


(10)

Seluruh perkebunan gambir di Pulau Sumatera merupakan perkebunan rakyat. Belum ada investor yang mencoba mengelola potensi ini (Manan, 2008). Jika dilihat dari syarat tumbuh tanaman gambir, yaitu berada pada ketinggian 800 meter di atas pemukaan laut, ada beberapa daerah di Indonesia yang berpotensi sebagai daerah pengembangan komoditas gambir. Salah satu daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah Provinsi Sumatera Utara, tepatnya di Kabupaten Pakpak Bharat. Kabupaten Pakpak Bharat merupakan penghasil gambir terbesar kedua setelah Kabupaten Lima Puluh Kota di Provinsi Sumatera Barat (Departemen Pertanian, 2009 dalam Mediawati, 2010). Kabupaten Pakpak Bharat menjadi produsen utama gambir untuk memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor di Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (2009), pada tahun 2009, luas pertanaman gambir di Kabupaten Pakpak Bharat mencapai 1.050,14 ha, sedangkan pada tahun 2008 sebesar 850,8 ha, dan pada tahun 2007 sebesar 713 ha. Jumlah produksi pertahunnya pada tahun 2009 adalah sebesar 1.523 ha, sedangkan pada tahun 2008 sebesar 1.667,97 ha, dan pada tahun 2007 sebesar 365,37 ha. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 1.2. Luas Area dan Produksi Gambir di Kabupaten Pakpak Bharat, Tahun 2007-2009

Tahun Luas Tanaman/Area (ha) Produksi

(ton)

TBM TM TTM Jumlah

2007 225,00 488,00 - 713,00 365,37

2008 128,19 722,61 - 850,80 1.667,97

2009 140,00 909,00 1,00 1.050,14 1.523,00

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2009.

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa dari tahun 2008 ke 2009 terjadi pertambahan luas area tanaman menghasilkan gambir di Kabupaten Pakpak


(11)

Bharat. Namun, produksi yang dihasilkan malah menurun. Hal ini menunjukkan produksi yang belum optimal.

Berdasarkan berbagai hal yang telah dikemukakan sebelumnya, maka Penulis merasa perlu untuk meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gambir di Kabupaten Pakpak Bharat. Menurut beberapa penelitian terdahulu, diantaranya penelitian Mediawati (2010), Afrizal (2009), dan Tinambunan (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daun gambir adalah tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, jumlah tanaman menghasilkan, umur tanaman, cara tanam, frekuensi panen, dan pengalaman petani, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gambir kering adalah jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja, dan teknologi. Masih perlunya dilakukan penelitian yang sama dan di daerah yang sama dengan penelitian Mediawati (2010) dikarenakan

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut.

1. Bagaimana pengaruh tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, jumlah tanaman menghasilkan, umur tanaman, cara tanam, frekuensi panen, dan pengalaman petani terhadap jumlah produksi daun gambir di Kabupaten Pakpak Bharat?

2. Bagaimana pengaruh jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja, dan teknologi terhadap jumlah produksi gambir kering di Kabupaten Pakpak Bharat?


(12)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi daun gambir di Kabupaten Pakpak Bharat.

2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi gambir kering di Kabupaten Pakpak Bharat.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Sebagai bahan informasi, umumnya bagi petani gambir di Provinsi Sumatera

Utara dan khususnya bagi petani gambir di Kabupaten Pakpak Bharat, untuk peningkatan produksi.

2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya penelitian mengenai agribisnis.


(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Pustaka

Tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan tanaman daerah tropis. Tanaman ini telah dibudidayakan sejak beberapa abad lalu di daerah paling basah di Sumatera, Kalimantan, Malaysia, dan ujung barat Pulau Jawa. Saat ini, sebagian besar produksi gambir berasal dari Sumatera Barat dan sebagian kecil

dari Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Bengkulu (Ermiati dan Rosmeilisa, 2001).

Tanaman ini umumnya tumbuh baik pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Menurut Satrapradja (1980), tanaman ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan di Sumatera, Kalimantan, dan di Semenanjung Malaysia. Di samping itu gambir juga ditanam di Jawa, Bali, dan Maluku. Terdapat sekitar 34 spesies gambir (Manan, 2008).

Tanaman gambir termasuk salah satu jenis tanaman yang masuk dalam suku kopi-kopian. Bentuk keseluruhan dari tanaman ini seperti pohon bogenvil, yaitu merambat dan berkayu. Ukuran lingkar batang pohon yang sudah tua bisa mencapai 45 cm. Daunnya oval sampai bulat dengan panjang 8-14 cm dan lebar 4-6,5 cm (Manan, 2008).

Gambir adalah ekstrak daun dan ranting tanaman gambir yang dikeringkan (Manan, 2008). Dalam perdagangan, gambir merupakan istilah untuk ekstrak kering daun tanaman gambir. Ekstrak ini mengandung asam catechin (memberikan pasca rasa manis enak), asam catechu tannat (memberikan rasa pahit), dan quercetine (pewarna kuning) (Tarwiyah, 2001). Zat catechin sangat


(14)

penting bagi pabrik-pabrik obat-obatan. Kandungan zat tanin yang terdapat pada gambir berguna sekali sebagai bahan penyamak kulit agar kulit tidak cepat busuk dan merubah kulit menjadi kenyal (tidak keras dan kaku) (Nazir, 2001).

Gambir telah lama digunakan sebagai salah satu ramuan makan sirih. Selain itu, gambir digunakan sebagai astrigen, antiseptik, obat sakit perut, bahan pencampur kosmetika, penjernih air baku pabrik bir, pemberi rasa pahit pada bir, dan bahan penyamak kulit (Tarwiyah, 2001). Gambir dapat digunakan bukan hanya sebagai teman untuk makan sirih, tetapi juga sebagai bahan baku dalam berbagai industri, seperti industri farmasi, kosmetik, batik, cat, penyamak kulit, bio pestisida, hormon pertumbuhan, pigmen, dan sebagai bahan campuran pelengkap makanan. Pada industri batik, gambir digunakan sebagai bahan pembantu untuk pewarna coklat dan kemerah-merahan serta tahan terhadap pengaruh cahaya matahari. Sedangkan di Eropa, digunakan sebagai bahan pewarna kain wol dan sutera (Nazir, 2001).

Tanaman gambir mulai bisa dipanen pada saat tanaman berumur satu setengah tahun, maka tingkat pengembalian investasi usaha gambir ini tidak begitu lama dibandingkan dengan komoditas tanaman lain seperti cengkeh, kayu manis, dan kemiri. Di samping itu, tanaman gambir memiliki sifat toleran terhadap tanah-tanah marjinal dan berlereng. Sehingga, dengan memperhatikan teknologi pengelolaan lahan miring, maka tanaman gambir memiliki aspek konservasi yang baik. Gambir juga dapat bertahan lebih lama bila disimpan dan tidak cepat rusak dibandingkan dengan hasil-hasil tanaman hortikultura lainnya yang tidak bisa disimpan lebih lama. Faktor lainnya yang lebih penting adalah tanaman ini dapat dipanen secara berkelanjutan tergantung dari perawatan yang


(15)

kita lakukan. Tanaman ini bisa berumur puluhan tahun dan tetap bisa menghasilkan getah dengan baik (Manan, 2008).

Tanaman gambir mulai dipanen setelah berumur 1,5 tahun, tetapi produksinya masih relatif rendah, yaitu sekitar 2.000 kg daun dan ranting muda tanaman gambir atau setara dengan 100 kg gambir kering per hektar per panen. Pada umur 2 dan 2,5 tahun atau panen kedua dan ketiga, produksi meningkat masing-masing dua dan tiga kali lipat dari panen pertama, yaitu sebanyak 4.000 kg daun dan ranting muda tanaman gambir atau setara dengan 200 kg gambir kering per hektar per panen dan 6.000 kg atau setara dengan 300 kg gambir kering per hektar per panen. Mulai tanaman berumur tiga tahun ke atas produksi rata-rata sebanyak 6.900 kg daun dan ranting muda tanaman gambir atau setara dengan 550 kg gambir kering per hektar per panen dan relatif sama sampai berumur 10 tahun (Tinambunan, 2008). Masa pemanenan paling menguntungkan pada tanaman gambir dimulai pada tahun ketiga atau keempat dan kadang kadang sampai umur 20 tahunan, tergantung kepada cara pemangkasan dan perawatan yang dilakukan oleh petani gambir (Mediawati, 2010).

Ditinjau dari aspek lingkungan, tidak ada kompetisi penggunaan lahan antara gambir dengan tanaman lainnya. Tanaman gambir yang berbentuk perdu dengan sistem perakaran yang kuat dan daun yang menutup tersebut akan dapat dipergunakan sebagai tanaman produktif di lahan marjinal yang datar maupun lereng. Di samping itu, aspek lain dari kelayakan lingkungan adalah lingkungan sosial budaya. Tanaman gambir merupakan tanaman yang punya nilai sosial yang tinggi karena luas tanaman yang diusahakan masing-masing keluarga merupakan tingkat status sosial keluarga di tengah-tengah masyarakat (Manan, 2008).


(16)

Sebagai pemasok utama, Indonesia berharap gambir menjadi komoditas andalan. Gambir juga merupakan komoditas ekspor tradisional spesifik Sumatera Utara. Permintaan terhadap gambir selalu meningkat sehingga dapat diperkirakan bahwa tanaman gambir mempunyai prospek masa depan yang cerah. Namun, pengusahaannya menemui kendala-kendala, diantaranya terjadi kendala dalam proses pemasaran di dalam negeri sebelum menjadi komoditas ekspor. Belum ada rantai distribusi yang jelas dari petani sampai industri berbahan baku gambir. Sementara itu, hasil panenan hanya ditampung oleh pedagang perantara saja yang nantinya akan memperdagangkan gambir keluar wilayah Kabupaten Pakpak Bharat. Selanjutnya, mengenai kendala produksi, penyebab utamanya adalah sempitnya lahan yang dimiliki oleh para petani. Lahan pertanian di Pakpak Bharat jika dirata-ratakan hanya seluas 1 hektar dan itupun ditanami dengan berbagai jenis tanaman, kemudian hanya dikerjakan sebagai usaha sampingan (Manan, 2008).

Menurut Asben (2008), permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan komoditas gambir adalah 1) kualitas gambir rendah dan besarnya kehilangan dalam pengolahan yang memerlukan perbaikan mutu, 2) rantai tata niaga yang panjang dan didominasi pihak luar (Singapura dan India), 3) posisi tawar petani yang rendah dimana belum adanya jaminan harga yang stabil pada tingkat yang menguntungkan petani, 4) kurangnya informasi pasar internasional mengenai harga riil gambir, 5) adanya kebiasaan mencampur gambir dengan bahan-bahan lain sehingga harga jualnya lebih rendah, serta 6) peran pemerintah (daerah) yang terbatas. Permasalahan utama gambir saat ini adalah rendahnya produktivitas dan


(17)

mutu produk akibat dari cara budidaya dan proses pasca panen/pengolahan yang belum optimal serta minimnya dukungan teknologi.

Hasil penelitian Mediawati (2010) menunjukkan bahwa jumlah produksi gambir di Kabupaten Pakpak Bharat sebagai variabel terikat mampu dijelaskan oleh variabel-variabel bebas, yaitu jumlah pohon gambir, penggunaan pupuk, dan penggunaan tenaga kerja.

Hasil penelitian Afrizal (2009) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menjadi determinan produksi dalam usaha tani gambir perkebunan rakyat di Kabupaten Lima Puluh Kota yang berpengaruh secara nyata adalah tenaga kerja, luas lahan, jumlah pohon gambir yang menghasilkan, umur tanaman, dan penggunaan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit. Selain itu, pengalaman petani dalam berusaha tani gambir, frekuensi panen, dan cara tanam juga mempengaruhi tingkat produksi gambir secara nyata. Semua faktor tersebut berpengaruh positif terhadap tingkat produksi gambir, kecuali luas lahan dan pengalaman petani dalam berusaha tani gambir. Pengalokasian faktor produksi tenaga kerja, terutama pupuk dan pestisida, dalam usaha tani gambir belum efisien. Pemakaian kedua input tersebut masih bisa ditingkatkan atau ditambah penggunaannya guna memaksimalkan keuntungan dalam usaha tani gambir. Input tetap luas lahan, dalam pemanfaatannya, sudah tidak efisien lagi.

Gambir bisa tumbuh di lahan kritis dan tak perlu perawatan khusus meski tak berarti bisa dibiarkan. Gambir hanya memerlukan pupuk kandang atau urea bagi daunnya yang akan diambil sebagai bahan baku cat, pewarna pakaian, dan obat sakit perut (diare) (Manan, 2008).


(18)

Penelitian yang dilakukan oleh Mediawati (2010) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gambir di Kabupaten Pakpak Bharat menyatakan bahwa pupuk berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi gambir. Pada kenyataan di lapangan, petani gambir baik di Kabupaten Lima Puluh Provinsi Sumatera Barat maupun di Kabupaten Pakpak Bharat Provinsi Sumatera Utara, pada umumnya tidak menggunakan pupuk dalam budidaya tanaman gambir.

Ermiati (2004) melakukan penelitian tentang budidaya, pengolahan hasil, dan kelayakan usaha tani gambir (Uncaria gambir Roxb.) di Kabupaten Lima Puluh Kota. Hasil penelitian menunjukkan petani sampel tidak pernah melakukan pemupukan, kecuali hanya dengan ranting dan daun sisa kempaan yang diletakkan pada pokok tanaman. Petani tidak melakukan pemupukan karena, dengan pemberian pupuk Urea, daun menjadi rimbun, akan tetapi kandungan getahnya berkurang.

Tinambunan (2007) yang melakukan penelitian di Kabupaten Pakpak Bharat menyatakan bahwa masalah utama dalam pengelolaan komoditas gambir selama ini adalah produksi, produktivitas, serta mutu yang rendah. Rendahnya produksi gambir disebabkan, antara lain, karena sistem pengusahaannya masih sangat sederhana, bibit yang digunakan tidak unggul, tanpa perlakuan pemupukan, penyiangan, penggemburan, dan pengendalian hama dan penyakit.

Hadad dkk. (2007) yang melakukan penelitian tentang teknologi budidaya dan pengolahan hasil gambir di Kampar menyatakan bahwa rendahnya produksi gambir disebabkan karena sistem pengusahaannya masih sangat sederhana, bibit yang digunakan bukan bibit unggul, tanpa perlakuan pemupukan, penyiangan, penggemburan, dan pengendalian hama penyakit. Bibit yang digunakan diperoleh


(19)

secara turun-temurun dari daerah tersebut. Tanaman yang digunakan sebagai penghasil bibit tidak berada dalam kondisi optimal. Mutu produk yang rendah

disebabkan karena cara pengolahan masih sangat tradisional (Kanwil Departemen Perdagangan, 1997), kurang memperhatikan kebersihan

olahan, dan rendahnya kadar catechu tannat-nya disebabkan karena ikut terlarut dalam air pengepresan.

Landasan Teori

Penelitian ini berlandaskan pada teori ekonomi mikro mengenai produksi yang dijabarkan sebagai berikut.

Konsep produksi

Untuk memenuhi keinginan konsumen memperoleh barang-barang dan jasa-jasa, perusahaan-perusahaan didirikan. Fungsi perusahaan dalam perekonomian adalah menyediakan berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat. Dalam kegiatan mewujudkan barang dan jasa yang diperlukan masyarakat tersebut, perusahaan-perusahaan haruslah menggunakan faktor-faktor produksi. Teori produksi menerangkan sifat hubungan di antara tingkat produksi yang akan dicapai dengan jumlah faktor-faktor produksi yang digunakan (Sukirno, 1996).

Produksi adalah suatu aktivitas ekonomi atau proses pengombinasian, pengoordinasian, penggunaan, atau pemanfaatan dalam pembuatan suatu barang atau jasa (output atau produk) yang mengubah suatu komoditas, yaitu berbagai material-material dan kekuatan-kekuatan (input, faktor, sumberdaya, atau jasa-jasa produksi) untuk menghasilkan atau menjadi komoditas lainnya yang sama sekali berbeda (output). Baik dalam pengertian apa, di mana, atau kapan


(20)

komoditas-komoditas itu dialokasikan. Maupun dalam pengertian apa yang dapat dikerjakan oleh konsumen terhadap komoditas itu. Tidak hanya terbatas pada proses pembuatan saja, tetapi juga penyimpanan, distribusi, pengangkutan, pengemasan kembali, hingga pemasarannya (Miller dan Meiners, 1997; Agung dkk., 2008; Beattie dan Taylor, 1996; Pracoyo dan Pracoyo, 2006).

Istilah produksi berlaku untuk barang maupun jasa. Setiap produsen dalam melakukan kegiatan produksi diasumsikan dengan tujuan memaksimumkan keuntungan (Pracoyo dan Pracoyo, 2006). Istilah produksi berlaku untuk barang maupun jasa karena istilah “komoditas” memang mengacu kepada barang dan jasa. Bahkan sebenarnya perbedaan antar barang dan jasa itu sendiri, dari sudut pandang ekonomi, sangat tipis. Keduanya sama-sama dihasilkan dengan mengerahkan modal dan tenaga kerja (Miller dan Meiners, 1997).

Produksi merupakan konsep arus. Apa yang dimaksud dengan konsep arus (flow concept) di sini adalah produksi merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkat-tingkat output per unit periode/waktu. Sedangkan outputnya sendiri senantiasa diasumsikan konstan kualitasnya. Jadi, bila kita berbicara mengenai peningkatan produksi, itu berarti peningkatan tingkat output dengan mengasumsikan faktor-faktor lain yang sekiranya tidak berpengaruh tidak berubah sama sekali (konstan) (Miller dan Meiners, 1997).

Perkaitan di antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya dinamakan fungsi produksi. Faktor-faktor produksi dapat dibedakan kepada empat golongan, yaitu tenaga kerja, tanah, modal, dan keahlian keusahawanan (Sukirno, 1996).


(21)

Fungsi produksi

Dalam ekonomi, dikenal apa yang disebut fungsi produksi. Fungsi produksi menunjukkan dan menjelaskan sifat perkaitan atau hubungan antara tingkat produksi yang diciptakan atau hasil produksi fisik (output) terbesar yang dihasilkan suatu perusahaan untuk setiap kombinasi faktor-faktor produksi (input) tertentu. Fungsi produksi menggambarkan apa yang secara teknis layak (technically feasible) bila perusahaan beroperasi secara efisien, yaitu apabila

perusahaan menggunakan setiap kombinasi input seefektif mungkin

(Mubyarto, 1989; Pindyck dan Rubinfeld, 2008; Sukirno, 1996; Bangun, 2007). Faktor-faktor produksi dikenal pula dengan istilah input, dan jumlah produksi selalu juga disebut sebagai output (Sukirno, 1996; Bangun, 2007). Secara matematis hubungan antara input dan output diformalkan dalam bentuk fungsi produksi (Pracoyo dan Pracoyo, 2006). Fungsi produksi juga disebut dengan factor relationship (Soekartawi, 2005).

Fungsi produksi untuk setiap komoditas adalah hubungan fisik antara faktor-faktor produksi atau input-input (input dapat dibagi ke dalam tanah, buruh, modal, dan kewirausahaan) sumberdaya perusahaan dengan produksi atau output barang dan jasa yang dihasilkannya per unit waktu. Atau lebih lengkapnya merupakan suatu persamaan matematika, skedul, tabel, grafik, abstraksi, deskripsi matematis, atau kuantitatif dari berbagai macam kemungkinan-kemungkinan produksi teknis yang dihadapi oleh suatu perusahaan yang menunjukkan atau menggambarkan jumlah atau kuantitas maksimum komoditas yang dapat diproduksi (output) per unit waktu yang dapat dihasilkan dari berbagai kombinasi serangkaian input alternatif bila menggunakan teknik produksi terbaik yang


(22)

tersedia pada tingkat teknologi tertentu atau suatu proses produksi tertentu, ceteris paribus. Ceteris paribus di sini mengacu terutama kepada berbagai kemungkinan teknik atau proses produksi yang ada untuk mengolah input tersebut menjadi

output (singkatnya: teknologi) (Pracoyo dan Pracoyo, 2006; Beattie dan Taylor, 1996; Bilas, 1992; Salvatore, 1991; Miller dan Meiners, 1997;

Soekartawi, 2005).

Menurut Miller dan Meiners (1997), Sukirno (1996), Bangun (2007), Nicholson (1994), Mubyarto (1989), Pracoyo dan Pracoyo (2006), Soekartawi (2005), dan Bilas (1992), fungsi produksi dapat dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut.

Y = f (X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9) Y = jumlah output per unit periode

X1 = jumlah modal per unit periode X2 = jumlah tenaga kerja per unit periode

X3 = sumberdaya alam

X4 = teknologi yang digunakan

X5 = macam komoditas

X6 = luas lahan

X7 = manajemen

X8 = iklim

X9 = faktor sosial ekonomi produsen

Persamaan ini menunjukkan bahwa kuantitas output secara fisik ditentukan oleh kuantitas input-nya secara fisik. Persamaan itu sendiri kurang terinci. Tapi perlu ditambahkan bahwa semua fungsi produksi pada dasarnya hanya merupakan


(23)

ungkapan mekanis atau transformasi fisik dari input-input menjadi output. Tidak ada fungsi produksi yang cukup gamblang dalam menjelaskan nilai-nilai input dan output itu (Miller dan Meiners, 1997). Besarnya jumlah output yang dihasilkan tergantung dari penggunaan input-input tersebut. Jumlah output dapat

ditingkatkan dengan cara meningkatkan penggunaan jumlah input (Bangun, 2007).

Dalam menunjang keberhasilan agribisnis, maka tersedianya bahan baku pertanian secara kontinu dalam jumlah yang tepat sangat diperlukan (Soekartawi, 2005). Perusahaan dapat mengubah Y dengan cara mengubah jumlah X1, X2, X3, dan seterusnya yang digunakannya selama periode waktu tertentu. Output dapat juga diubah dengan cara mengubah jumlah penggunaan terhadap input sumberdaya tertentu sembari mempertahankan tingkat-tingkat input atas sumberdaya yang lain. Di bawah kondisi yang demikian, output pasti akan mencapai tingkat maksimum untuk kemudian turun kembali ketika semakin banyak input variabel yang ditambahkan kepada input yang sudah tetap (Bilas, 1992).

Faktor-faktor produksi (input)

Menurut Pindyck dan Rubinfeld (2008), faktor produksi adalah input pada proses produksi seperti tenaga kerja, modal, dan bahan-bahan lainnya. Sementara menurut Soekartawi (2005), adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik.

Dalam berbagai literatur, faktor produksi ini dikenal pula dengan istilah input, production factor, dan korbanan produksi. Faktor produksi memang sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Berbagai pengalaman


(24)

menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, dan aspek manajemen adalah faktor produksi yang terpenting diantara faktor produksi yang lain (Soekartawi, 2005).

Dalam proses produksi, perusahaan akan mengubah input menjadi output atau produk. Input yang juga disebut faktor-faktor produksi adalah faktor-faktor

atau barang atau jasa yang digunakan dalam proses produksi (Pindyck dan Rubinfeld, 2008; Pracoyo dan Pracoyo, 2006).

Menurut Pracoyo dan Pracoyo (2006), input juga dikenal dengan faktor-faktor produksi, yakni tanah, modal, manusia, serta entrepreneurship/kemampuan manajerial. Kemampuan manajerial diartikan sebagai suatu skill/keahlian yang dimiliki oleh individu dalam mengombinasikan sumberdaya untuk menghasilkan suatu produk dengan cara yang efisien, baik produk baru maupun produk yang sudah ada. Produk yang dihasilkan dari kegiatan produksi disebut dengan output. Output yang dihasilkan dapat berupa barang atau jasa. Input yang digunakan dalam proses produksi diklasifikasikan menjadi dua, yakni berikut ini.

1. Input tetap, yakni input yang tidak dapat diubah jumlahnya dalam waktu tertentu. Input tersebut mungkin pula dapat berubah namun harus dengan biaya yang sangat besar. Contoh, mesin dan gedung.

2. Input variabel, yakni input yang dapat diubah dengan cepat dalam jangka pendek. Contoh, tenaga kerja dan bahan baku.

Pembagian faktor-faktor produksi ke dalam tanah, tenaga kerja, dan modal adalah konvensional. Sumbangan tanah adalah berupa unsur-unsur tanah yang asli dan sifat-sifat tanah yang tak dapat dirusakkan (original and indestructible properties of the soil) dengan mana hasil pertanian dapat diperoleh. Tetapi, untuk


(25)

memungkinkan diperolehnya produksi, diperlukan tangan manusia, yaitu tenaga kerja petani (labor). Akhirnya, yang dimaksud modal adalah sumber-sumber ekonomi di luar tenaga kerja yang dibuat oleh manusia (Mubyarto, 1989).

Dalam penerapannya, hubungan input dan output dapat dipisahkan secara lebih khusus. Misalnya, untuk menghasilkan hasil-hasil pertanian akan digunakan input tanah, bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan alat-alat pertanian lainnya (tidak termasuk teknologi). Untuk meningkatkan hasil-hasil pertanian tersebut, maka harus ditingkatkan penggunaan input, seperti tanah yang luas, menambah jumlah tenaga kerja, menambah jumlah pupuk, menambah penggunaan pestisida, dan lain sebagainya. Atau cara lain, yaitu dengan meningkatkan teknologi pertanian. Untuk menghasilkan barang atau output, dapat dilakukan dengan menggunakan hanya satu input saja, dua, atau lebih input (Bangun, 2007). Suatu fungsi produksi pertanian yang sederhana diperoleh dengan menggunakan berbagai alternatif jumlah tenaga kerja per unit waktu untuk menggarap sebidang tanah tertentu yang tetap dan mencatat alternatif output yang dihasilkannya per unit waktu (Salvatore, 1991).

Kata input dan output hanya memiliki pengertian dalam hubungannya dengan proses produksi tertentu. Suatu output dari satu proses produksi bisa merupakan suatu input bagi proses produksi lainnya atau dapat merupakan barang konsumsi. Dalam spesifikasi multiproduksi, adalah penting membedakan antara faktor-faktor variabel dan tetap. Faktor-faktor variabel adalah faktor-faktor produksi yang dapat berkurang selama suatu periode tertentu. Faktor-faktor tetap adalah faktor-faktor yang tidak dapat (tidak akan) berubah selama periode produksi (Beattie dan Taylor, 1996).


(26)

Input dibutuhkan bagi produksi suatu komoditas. Istilah lainnya banyak, seperti faktor produksi (sering disingkat faktor) dan sumberdaya-sumberdaya produktif, tapi semua istilah ini artinya sama saja. Apa yang disebut input meliputi bakat manajerial, semangat kewirausahaan dan keberanian mengambil resiko, bahan-bahan mentah atau bahan baku, berbagai macam keterampilan atau tenaga kerja, mesin-mesin, modal, bangunan, pabrik dan peralatan, dan sebagainya (Miller dan Meiners, 1997).

Persamaan fungsi produksi merupakan suatu pernyataan matematik yang pada dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam, dan tingkat teknologi yang digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda dengan sendirinya akan memerlukan berbagai faktor produksi tersebut dalam jumlah yang berbeeda-beda juga. Tetapi di samping itu, untuk satu tingkat produksi tertentu, dapat juga digunakan gabungan faktor produksi yang berbeda. Sebagai contoh, untuk memproduksikan sejumlah hasil pertanian tertentu perlu digunakan tanah yang lebih luas apabila bibit unggul dan pupuk tidak digunakan, tetapi luas tanah dapat dikurangi apabila pupuk dan bibit unggul dan teknik bercocok tanam modern digunakan. Dengan membandingkan berbagai gabungan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan sejumlah barang tertentu, dapatlah ditentukan gabungan faktor produksi yang paling ekonomis untuk memproduksikan sejumlah barang tersebut (Miller dan Meiners, 1997).


(27)

Kerangka Pemikiran

Gambir merupakan salah satu komoditas strategis unggulan nasional Indonesia. Prospek yang baik terhadap permintaan gambir belum disertai dengan peningkatan produktivitas, mutu, dan pendapatan petani. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas. Jika produktivitas dapat ditingkatkan, maka produksi gambir dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan permintaan dalam negeri maupun ekspor. Untuk itu, perlu dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gambir, baik pada usaha tani gambir dengan output daun gambir maupun setelah daun gambir diolah menjadi gambir kering sebagai output-nya.

Kajian Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Gambir di Kabupaten Pakpak Bharat dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah produksi daun gambir dan gambir kering. Analisis ini penting karena, dari sisi permintaan, prospek gambir sangat cerah. Agroindustri yang berbahan baku gambir memiliki potensi (dan sudah dikaji oleh beberapa peneliti) untuk dikembangkan. Namun, dari sisi penawaran, belum dikaji sejauh mana supply dapat ditingkatkan, potensi-potensi peningkatan supply-nya, dan input-input yang masih dapat ditambah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daun gambir adalah tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, jumlah tanaman menghasilkan, umur tanaman, cara tanam, frekuensi panen, dan pengalaman petani. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gambir kering adalah jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja, dan teknologi.


(28)

Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, landasan teori, dan kerangka pemikiran, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida,

jumlah tanaman menghasilkan, umur tanaman, cara tanam, frekuensi panen, dan pengalaman petani, secara simultan dan parsial, berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi daun gambir di Kabupaten Pakpak Bharat.

Keterangan: Menghasilkan

Faktor yang berpengaruh Mempengaruhi

Tenaga Kerja Luas Lahan

Jumlah Tanaman Menghasilkan

Frekuensi Panen Pengalaman Petani

Produksi (Daun Gambir)

Produksi (Gambir Kering) Tenaga Kerja

Teknologi Umur Tanaman

Penggunaan Pupuk Penggunaan Pestisida

Cara Tanam Jenis Bibit

Usaha tani Gambir


(29)

2. Jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja, dan teknologi, secara simultan dan parsial, berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi gambir kering di Kabupaten Pakpak Bharat.


(30)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive, yaitu di Kabupaten Pakpak Bharat. Daerah ini dipilih karena merupakan daerah dengan luas tanam gambir terbesar di Provinsi Sumatera Utara. Luas area dan produksi gambir menurut kabupaten di Provinsi Sumatera Utara tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Luas Area dan Produksi Gambir di Provinsi Sumatera Utara,

Tahun 2009

No Kabupaten Luas Tanaman/Area (ha) Produksi

(ton)

TBM TM TTM Jumlah

1. Nias - - - - -

2. Mandailing Natal - 7,80 2,00 9,80 3,00

3. Tapanuli Selatan - - - - -

4. Tapanuli Tengah - 10,00 - 10,00 3,65

5. Tapanuli Utara - - - - -

6. Toba Samosir - - - - -

7. Labuhan Batu - - - - -

8. Asahan - - - - -

9. Simalungun - - - - -

10. Dairi 90,00 571,00 90,00 751,00 321,20

11. Karo - - - - -

12. Deli Serdang - 27,50 15,00 42,50 9,73

13. Langkat - - - - -

14. Nias Selatan - - - - -

15. Hbg Hasundutan - - - - -

16. Pakpak Bharat 140,00 909,00 1,00 1.050,14 1.523,00

17. Samosir - - - - -

18. Serdang Bedagai - - - - -

19. Batu Bara - - - - -

20.

Padang Lawas

Utara - - - - -

21. Padang Lawas - - - - -

22.

Labuhan Batu

Selatan - - - - -

23. 24. 25.

Labuhan Batu Utara Nias Utara Nias Barat - - - - - - - - - - - - - - -

Jumlah 230,00 1.525,30 108,00 1.863,44 1.860,58


(31)

Luas area dan produksi gambir menurut kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Luas Area dan Produksi Gambir di Kabupaten Pakpak Bharat, Tahun 2009

No Kabupaten Luas Tanaman/Area (ha) Produksi (ton)

Produktivitas TBM TM TTM Jumlah (kg/ha/tahun)

1. Salak - 34,50 - 34,50 53,50 1.550,10

2. Sitellu Tali Urang Jehe 75,00 499,00 - 574,00 873,30 1.750,00

3. Pagindar - 8,00 - 8,00 12,80 1.600,00

4. Sitellu Tali Urang Julu - 12,00 - 12,00 18,60 1.550,00 5. Pergetteng G. Sengkut. 26,00 72,00 - 98,00 115,20 1.600,00 6. Kerajaan 8,00 108,80 - 116,80 174,10 1.600,00 7. Tinada 13,40 99,20 1,00 113,60 156,20 1.575,00 8. Siempat Rube 5,00 75,30 - 80,30 120,50 1.600,00 Jumlah 127,40 908,80 1,00 1.037,20 1.524,20 1.677,10 Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Pakpak Bharat, 2009.

Data pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 dicantumkan sesuai yang tercatat di kedua instansi berwenang yang menjadi sumber data. Pada data di tingkat Kabupaten dengan data di tingkat Provinsi di atas memang terdapat sedikit selisih perbedaan. Namun, kedua data tersebut sangat dibutuhkan sebagai acuan dalam menentukan daerah penelitian.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daun gambir dan gambir kering di Kabupaten Pakpak Bharat. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi daun gambir adalah tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, jumlah tanaman menghasilkan, umur tanaman, cara tanam, frekuensi panen, dan pengalaman petani. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi gambir kering adalah jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja, dan teknologi.


(32)

Metode Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang mengusahakan lahan dengan tanaman gambir di Kabupaten Pakpak Bharat. Kabupaten Pakpak Bharat terpilih karena kebupaten ini mempunyai potensi produksi dan pengembangan tanaman gambir dan menjadi sentra produksi tanaman gambir di Provinsi Sumatera Utara.

Untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi daun gambir dan gambir kering, dibutuhkan sampel usaha tani gambir. Penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode sampel rumpun (cluster sampling). Pengelompokan dilakukan berdasarkan umur tanaman menghasilkan, yaitu sebagai berikut.

1. Umur >1 tahun-2 tahun 2. Umur >2 tahun-3 tahun 3. Umur >3 tahun-10 tahun 4. Umur >10 tahun-20 tahun

Untuk memperoleh data tentang usaha tani gambir, dilakukan wawancara dengan petani gambir. Jumlah petani gambir dari seluruh kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat adalah sebesar 1.315 orang. Jumlah petani gambir menurut kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 3.3.


(33)

Tabel 3.3. Jumlah Petani Gambir di Kabupaten Pakpak Bharat, Tahun 2009

No Kecamatan Jumlah Petani Gambir

(orang)

1. Salak 64

2. Sitellu Tali Urang Jehe 503

3. Pagindar 98

4. Sitellu Tali Urang Julu 12

5. Pergetteng G. Sengkut. 124

6. Kerajaan 185

7. Tinada 249

8. Siempat Rube 80

Jumlah 1.315

Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Pakpak Bharat, 2009.

Menurut Usman dan Akbar (2006), teknik statistika parametrik memerlukan data yang relatif besar, minimal 30. Jumlah sampel ditentukan setelah turun ke lapangan karena data jumlah populasi petani gambir berdasarkan umur tanaman belum tersedia. Sampel yang ditetapkan sebanyak 50 sampel telah memenuhi syarat karena sudah lebih besar dari 30. Komposisi petani sampel berdasarkan umur tanaman menghasilkan disajikan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Komposisi Petani Sampel Berdasarkan Umur Tanaman Menghasilkan

No Umur (tahun) Jumlah Sampel (orang) Persentase

(%)

1 1-2 13 26

2 2,1-3 8 16

3 3,1-10 23 46

4 10,1-20 6 12

Jumlah 50 100

Sumber: Analisis Data Primer, 2011.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari petani melalui wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan terlebih


(34)

dahulu. Data sekunder yang berhubungan dengan penelitian ini diperoleh dari berbagai instansi seperti Badan Pusat Statistik (BPS Indonesia, Provinsi, dan Kabupaten), Kementerian Perdagangan dan Perindustrian, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Pertanian.

Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi

daun gambir.

a. Variabel bebas atau variabel independent, terdiri dari sepuluh variabel, yaitu tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, jumlah tanaman menghasilkan, umur tanaman, cara tanam, frekuensi panen, dan pengalaman petani.

b. Variabel terikat atau variabel dependent adalah jumlah produksi daun gambir.

2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi gambir kering.

a. Variabel bebas atau variabel independent, terdiri dari tiga variabel, yaitu: jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja, dan teknologi.

b. Variabel terikat atau variabel dependent adalah jumlah produksi gambir kering.


(35)

Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan ditabulasi dan dianalisis. Untuk metode pendugaan model, digunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Untuk mengolah data, digunakan Program SPSS.

Fungsi produksi daun gambir dapat dituliskan sebagai berikut. Y1 = f (X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10)

Fungsi produksi ditransformasikan menjadi model persamaan regresi linier berganda sebagai berikut.

Y1 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + b6 X6 + b7 X7 + b8 X8 +

b9 X9 + b10 X10 + μ Di mana:

Y1 = jumlah produksi daun gambir (kg/ha/tahun) X1 = tenaga kerja (HKO/ha/tahun)

X2 = luas lahan (ha)

X3 = jenis bibit (dummy), di mana:

1: jika menggunakan bibit varietas unggul 0: jika menggunakan bibit varietas lokal X4 = penggunaan pupuk (dummy), di mana:

1: jika menggunakan pupuk 0: jika tidak menggunakan pupuk

X5 = penggunaan pestisida (dummy), di mana: 1: jika menggunakan pestisida

0: jika tidak menggunakan pestisida X6 = jumlah tanaman menghasilkan (pohon/ha)


(36)

X7 = umur tanaman (tahun)

X8 = cara tanam (dummy), di mana:

1: cara tanam pada lahan bertopografi miring 0: cara tanam pada lahan bertopografi datar X9 = frekuensi panen (kali/tahun)

X10 = pengalaman petani (tahun) b0 = koefisien intersep/konstanta

b1, b2, b3, b4, b5, b6, b7, b8, b9, b10 = koefisien regresi/parameter

μ = error/kesalahan pengganggu.

Fungsi produksi gambir kering dapat dituliskan sebagai berikut. Y2 = f (Y1, X11, X12)

Fungsi produksi ditransformasikan menjadi model persamaan regresi linier berganda sebagai berikut.

Y2 = b11 + b12 Y1 + b13 X11 + b14 X12 + μ Di mana:

Y2 = jumlah produksi gambir kering (kg/ha/tahun) Y1 = jumlah produksi daun gambir (kg/ha/tahun) X11 = tenaga kerja (HKO/ha/tahun)

X12 = teknologi (dummy), di mana:

1: jika menggunakan teknologi pengolahan moderen

0: jika menggunakan teknologi pengolahan sederhana atau tradisional b11 = koefisien intersep/konstanta

b12, b13, b14 = koefisien regresi/parameter


(37)

Uji asumsi Ordinary Least Squares (OLS) 1. Uji multikolinieritas

Satu dari asumsi model regresi linier klasik adalah bahwa tidak terdapat multikolineritas di antara variabel yang menjelaskan yang termasuk dalam model (Gujarati, 1988). Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent) dalam model regresi. Korelasi di antara variabel bebas (independent) seharusnya tidak terjadi dalam model regresi yang baik. Gejala terjadinya multikolinieritas dalam model regresi adalah sebagai berikut.

a. Nilai koefisien determinasi (R2) tinggi; dalam uji serempak (F-test), variabel-variabel bebas secara serempak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat; tetapi dalam uji parsial (t-test), variabel-variabel bebas secara parsial banyak yang tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

b. Menganalisis matriks korelasi antar variabel-variabel bebas (independent). Jika antar variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinieritas.

c. Melihat nilai standard error. Apabila terjadi multikolinieritas, nilai standard error akan besar.

d. Melihat nilai toleransi (tolerance) dan VIF. Di mana apabila nilai toleransi < 0,10 dan VIF > 10 menunjukkan terjadinya multikolinieritas.

2. Uji heterokedastisitas

Satu asumsi yang penting dari model regresi linier klasik adalah bahwa gangguan (disturbance) µ yang muncul dalam fungsi regresi populasi adalah


(38)

homoskedastik, yaitu semua gangguan tadi mempunyai varians yang sama (Gujarati, 1988). Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Cara mendeteksi terjadinya heterokedastisitas dalam model regresi dengan Program SPSS adalah sebagai berikut.

a. Metode grafik

Melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependent), yaitu Y: ZPRED dengan residualnya X: SRESID. Dengan kriteria uji sebagai berikut. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit): mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas.

Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y: tidak terjadi heterokedastisitas.

b. Uji Park

Park memformalkan metode grafik dengan menyarankan bahwa varians (si2) merupakan suatu fungsi yang menjelaskan variabel-variabel bebas (Xi) yang dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut.

si 2 = s2 Xibi evi

Persamaan ini dijadikan linier dalam bentuk persamaan logaritma sehingga menjadi sebagai berikut.


(39)

Karena si2 biasanya tidak diketahui, maka Park menyarankan untuk menggunakan variabel residual ei2 sebagai pendekatan, sehingga persamaan menjadi sebagai berikut.

Ln ei2 = b0 + bi Ln Xi + vi Cara melakukan Uji Park adalah sebagai berikut.

a. Lakukan regresi utama OLS dengan tidak memandang persoalan

heterokedastisitas.

b. Dapatkan variabel residual (ei) dengan mengaktifkan unstandardized residual.

c. Kuadratkan nilai residual (ei2) dengan menu Transform dan Compute. d. Hitung logaritma dari kuadrat residual (Ln ei2) dengan menu Transform dan

Compute.

e. Regresikan lagi dengan variabel Ln ei2 sebagai variabel terikat (dependent). Dengan kriteria uji sebagai berikut.

Jika thitung < ttabelatau jika signifikansi t > α : homokedastisitas. Jika thitung > ttabel atau jika signifikansi t < α : heterokedastisitas. 3. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui, bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Cara mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak dalam model regresi dengan Program SPSS adalah sebagai berikut.


(40)

Melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal dan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Dengan kriteria uji sebagai berikut.

Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola berdistribusi normal: menunjukkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.

Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal: menunjukkan bahwa model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

b. Uji normalitas Kolgomorov-Smirnov

Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov-Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Cara melakukan Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut.

a. Dari menu utama pilih menu Analyze, lalu pilih Nonparametric Test. b. Pilih submenu 1-Sample K-S.

c. Pada kotak Test Variable List, isi Unstandardized Residual, dan aktifkan Test Distribution pada kotak Normal.

d. Output SPSS akan menunjukkan besar nilai Kolgomorov-Smirnov Z. Dengan kriteria uji sebagai berikut.

Jika signifikansi > α : terima Ho atau tolak H1. Jika signifikansi < α : tolak Ho atau terima H1. Di mana:


(41)

Ho: data residual berdistribusi normal; H1: data residual tidak berdistribusi normal.

Uji kesesuaian (test goodness of fit)

Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit-nya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik disebut signifikan secara sratistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya, disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima (Ghozali, 2006). Koefisien yang dihasilkan dapat dilihat pada output regresi berdasarkan data yang dianalisis untuk kemudian diinterpretasikan serta dilihat siginifikansi tiap-tiap variabel yang diteliti.

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat (dependent). Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui kekuatan variabel-variabel bebas (independent) menjelaskan variabel terikat (dependent).

1. Uji hipotesis secara serempak

Uji serempak (F-test) pada dasarnya menunjukkan apakah secara serempak semua variabel bebas (independent) yang dimasukkan dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (dependent). Uji serempak (F-test) dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara serempak.


(42)

Untuk menguji hipotesis 1, yaitu analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi daun gambir, digunakan Uji F (F-test). Dengan kriteria uji sebagai berikut.

Jika Fhitung < Ftabelatau jika signifikansi F > α : terima Ho atau tolak H1. Jika Fhitung > Ftabel atau jika signifikansi F < α : tolak Ho atau terima H1. Di mana:

Ho: secara serempak, variabel bebas tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, jumlah tanaman menghasilkan, umur tanaman, cara tanam, frekuensi panen, dan pengalaman petani tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat jumlah produksi daun gambir; H1: secara serempak, variabel bebas tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit,

penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, jumlah tanaman menghasilkan, umur tanaman, cara tanam, frekuensi panen, dan pengalaman petani berpengaruh nyata terhadap variabel terikat jumlah produksi daun gambir.

Untuk menguji hipotesis 2, yaitu analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi gambir kering, digunakan Uji F (F-test). Dengan kriteria uji sebagai berikut.

Jika Fhitung < Ftabel atau jika signifikansi F > α : terima Ho atau tolak H1. Jika Fhitung > Ftabel atau jika signifikansi F < α : tolak Ho atau terima H1. Di mana:

Ho: secara serempak, variabel bebas jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja, dan teknologi tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat jumlah produksi gambir kering;


(43)

H1: secara serempak, variabel bebas jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja, dan teknologi berpengaruh nyata terhadap variabel terikat jumlah produksi gambir kering.

2. Uji hipotesis secara parsial

Uji parsial (t-test) pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas (independent) secara parsial dalam menerangkan variasi variabel terikat (dependent). Uji parsial (t-test) dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara parsial.

Untuk menguji hipotesis 1, yaitu analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi daun gambir, digunakan Uji t (t-test). Dengan kriteria uji sebagai berikut.

Jika thitung < ttabel atau jika signifikansi t > α : terima Ho atau tolak H1. Jika thitung > ttabel atau jika signifikansi t < α : tolak Ho atau terima H1. Di mana:

Ho: secara parsial, variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat jumlah produksi daun gambir;

H1: secara parsial, variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat jumlah produksi daun gambir.

Untuk menguji hipotesis 2, yaitu analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi gambir kering, digunakan Uji t (t-test). Dengan kriteria uji sebagai berikut.

Jika thitung < ttabelatau jika signifikansi t > α : terima Ho atau tolak H1. Jika thitung > ttabel atau jika signifikansi t < α : tolak Ho atau terima H1. Di mana:


(44)

Ho: secara parsial, variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat jumlah produksi gambir kering;

H1: secara parsial, variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat jumlah produksi gambir kering.

Definisi dan Batasan Operasional Definisi

Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu diberikan definisi sebagai berikut. 1. Faktor produksi (input) adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

proses produksi untuk menghasilkan output.

2. Jumlah produksi daun gambir adalah banyaknya produksi daun gambir yang diperoleh petani gambir dari hasil panen per tahun, diukur dalam satuan kilogram per hektar.

3. Jumlah produksi gambir kering adalah banyaknya produksi gambir dalam bentuk kering yang diperoleh petani gambir setelah melalui proses pengolahan sederhana per tahun, diukur dalam satuan kilogram per hektar. 4. Tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang dipekerjakan dalam

merawat tanaman gambir dan dalam mengolah daun gambir menjadi gambir kering per tahun, diukur dalam satuan HKO per hektar (1 HKO = 8 jam). 5. Luas lahan adalah jumlah luas tanah yang digunakan oleh petani gambir

untuk tempat bertanam gambir, di ukur dalam satuan hektar.

6. Jenis bibit adalah tergolong varietas unggul atau lokalnya bibit gambir yang digunakan petani gambir dalam usaha tani gambir.


(45)

7. Penggunaan pupuk adalah ada atau tidaknya pupuk organik dan kimia yang diberikan kepada tanaman gambir per tahun.

8. Penggunaan pestisida adalah ada atau tidaknya obat-obatan yang dipakai dalam pengendalian gulma maupun hama penyakit pada tanaman gambir per tahun.

9. Jumlah tanaman menghasilkan adalah banyaknya tanaman gambir yang dapat dipanen dan diolah daunnya oleh petani gambir, diukur dalam satuan pohon per hektar.

10. Umur tanaman adalah lamanya usia tanaman gambir yang sudah berproduksi, diukur dalam satuan tahun.

11. Cara tanam adalah jenis teknik atau metode untuk menanam tanaman gambir yang dipakai petani gambir dalam usaha tani gambir.

12. Frekuensi panen adalah kekerapan panen daun gambir atau jumlah

dilakukannya pemanenan daun gambir pada usaha tani gambir per tahun.

13. Pengalaman petani adalah lamanya petani gambir bertani dengan

mengusahakan usaha tani gambir, diukur dalam satuan tahun.

14. Teknologi adalah tergolong modern atau tradisionalnya teknik atau proses produksi yang dipakai untuk mengolah daun gambir menjadi gambir kering.

15. Petani gambir adalah petani yang mengusahakan (budidaya sekaligus

pengolahan) komoditas gambir di area perladangan, diukur dalam satuan orang.


(46)

Batasan operasional

Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu diberikan batasan operasional sebagai berikut.

1. Output yang diteliti dari budidaya gambir adalah daun gambir.

2. Output yang diteliti dari pengolahan gambir adalah getah gambir kering.

3. Pengolahan gambir yang diteliti adalah yang dilakukan dan dikelola secara mandiri oleh petani di area perladangan.

4. Petani sampel adalah petani yang mengusahakan tanaman gambir yang telah menghasilkan di Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara, yang melakukan kegiatan pertanian budidaya dan pengolahan daun gambir menjadi getah kering sebagai mata pencaharian dan sebagai sumber pendapatannya. 5. Penelitian difokuskan pada perkebunan gambir rakyat yang biasanya memiliki


(47)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

Deskripsi Daerah Penelitian Letak geografis

Kabupaten Pakpak Bharat, sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi, terletak pada garis 2o15'00''- 3o32'00" Lintang Utara dan 90o00' – 98o31' Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Dairi, sebelah Timur dengan Kabupaten Toba Samosir, sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Humbang Hasundutan, dan sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Singkil. Luas keseluruhan Kabupaten Pakpak Bharat adalah 1.218,30 km2, yang terdiri dari 8 kecamatan, yaitu Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, Kecamatan Tinada, Kecamatan Siempat Rube, Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kecamatan Pergetteng Getteng Sengkut, dan Kecamatan Pagindar. Luas wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan budidaya dari seluruh wilayah Kabupaten Pakpak Bharat, di luar kawasan lindung, untuk pemanfaatan adalah seluas 77.893,39 ha, sedangkan yang merupakan kawasan hutan lindung adalah seluas 43.936,61 ha.

Iklim sangat dipengaruhi oleh letak Kabupaten Pakpak Bharat yang berada di dekat garis khatulistiwa. Kabupaten Pakpak Bharat tergolong kepada daerah beriklim tropis. Ketinggian berada antara 700-1.500 m di atas permukaan laut dengan kondisi geografis yang berbukit-bukit. Kabupaten Pakpak Bharat beriklim sedang dengan rata-rata suhu 28oC dan curah hujan per tahun sebesar 311 mm.


(48)

Tabel 4.1. Letak Geografis Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

Kabupaten/Kota Lintang Utara Bujur Timur

(1) (2) (3)

1. N i a s 0012'00''- 1032'00" : 97000' - 98000'

2. Mandailing Natal 0010'00''- 1050'00" : 98050' - 100010

3. Tapanuli Selatan 0002'00''- 2003'00" : 98049' -100022'

4. Tapanuli Tengah 1011'00''- 2022'00" : 98007' - 98012'

5. Tapanuli Utara 1020'00''- 2041'00" : 98005' - 99016'

6. Toba Samosir 2003'00''- 2040'00" : 98056' - 99040'

7. Labuhan Batu 1026'00''- 2006'11" : 97007' - 98053'

8. A s a h a n 2003'00''- 3026'00" : 99001' -100000'

9. Simalungun 2036'00''- 3018'00" : 98032' - 99035'

10. D a i r i 2015'00''- 3000'00" : 98000' - 98030'

11. K a r o 2050'00''- 3019'00" : 97055' - 98038'

12. Deli Serdang 2057'00''- 3016'00" : 98033' - 99027'

13. L a n g k a t 3014'00''- 4013'00" : 97052' - 98045'

14. Pakpak Bharat 2015'00''- 3032'00" : 90000' - 98031' 15. Humbang Hasundutan 2001'00''- 2020'00" : 98010' - 98058'

16. Nias Selatan 0012'00''- 1032'00" : 97000' - 98000'

17. Samosir 2024'00''- 2048'00" : 98030' - 99001'

18. Serdang Bedagai 2057'00''- 3016'00" : 98033' - 99027'

17. S i b o l g a 1044'00'' : 98047'

18. Tanjung Balai 2058'00'' : 99048'

19. Pematang Siantar 3001'09''- 2054'00" : 99006' - 99001'

20. Tebing Tinggi 3019'00''- 3021'00" : 98011' - 98021'

21. M e d a n 2027'00''- 2047'00" : 98035' - 98044'

22. B i n j a i 3031'40''- 3040'22" : 98027' - 98032'

23. P.Sidempuan 1018'00''- 1029'00" : 99013' - 99021'

Sumber: Pakpak Bharat dalam Angka, 2010.

Jarak antara kabupaten dengan kecamatan cukup dekat sehingga tidak menyulitkan akses antara kecamatan dengan kabupaten. Kecamatan yang paling jauh di Kabupaten Pakpak Bharat adalah Kecamatan Pagindar yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Singkil dan Kotamadya Subulussalam, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).


(49)

Tabel 4.2. Jarak Antar Ibukota Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat (km)

Kota Salak Sukarame Sibande Ulumerah Kecupak Pagindar Tinada Jambu

Rea

Salak 18.00 29.00 10.00 4.20 112.40 8.00 5.00

Sukarame 18.00 9.00 28.00 22.20 99.00 10.00 15.00

Sibande 29.00 11.00 39.00 33.20 88.00 21.00 26.00

Ulumerah 10.00 28.00 39.00 14.20 127.00 18.00 15.00

Kecupak 4.20 22.20 33.20 14.20 121.20 12.20 11.20

Pagindar 112.40 99.00 88.00 127.00 121.20 109.00 116.00

Tinada 8.00 10.00 21.00 18.00 12.20 109.00 5.00

Jambu Rea 5.00 15.00 26.00 15.00 11.20 116.00 5.00

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pakpak Bharat, 2010.

Kecamatan yang paling luas di antara delapan kecamatan yang ada di Kabupaten Pakpak Bharat adalah Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, yaitu seluas 473,62 km2. Luasan Kecamatan ini adalah 30,87548 % dari luas seluruh Kabupaten Pakpak Bharat. Diikuti oleh Kecamatan Salak, yaitu seluas 245,57 km2. Luasan kecamatan ini adalah 20,15678 % dari luas seluruh Kabupaten Pakpak Bharat.

Tabel 4.3. Luas Daerah Menurut Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat, Tahun 2009

No Kecamatan Jumlah Desa Jumlah Dusun Luas Wilayah

(Km)

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Salak 6 30 245,57

2. Sitellu Tali Urang Jehe 10 49 473,62

3. Pagindar 4 12 75,45

4. Sitellu Tali Urang Julu 5 17 53,02

5. Pergetteng-getteng Sengkut 5 22 66,64

6. Kerajaan 10 36 147,61

7. Tinada 6 22 74,03

8. Siempat Rube 6 22 82,36

Jumlah 52 210 1.218,30


(50)

Keadaan daerah 1. Kependudukan

Jumlah penduduk di Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2009 adalah sebesar 42.814 jiwa yang terdiri dari 21.144 jiwa penduduk laki-laki dan 21.670 jiwa penduduk perempuan serta 8.436 rumah tangga. Sebanyak 42.814 penduduk Kabupaten Pakpak Bharat menyebar di delapan kecamatan dan 52 desa.

Tabel 4.4. Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat, Tahun 2009

No Kecamatan Desa Luas Area (Km)

Penduduk (Jiwa/Km)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Salak

Sitellu Tali Urang Jehe Pagindar

Sitellu Tali Urang Julu Pergetteng-getteng Sengkut Kerajaan Tinada Siempat Rube 6 10 4 5 5 10 6 6 245,57 473,62 75,45 53,02 66,64 147,61 74,03 82,36 7.009 9.596 1.325 3.542 3.798 8.739 4.559 4.246 29 20 18 67 57 59 62 52 Sumber: Pakpak Bharat dalam Angka, 2010.

Persentase kepadatan penduduk terbesar di Kabupaten Pakpak Bharat berada di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe (22,41%), sedangkan persentase terkecil berada di Kecamatan Pagindar (3,09%). Bila dibandingkan dengan luas Kabupaten Pakpak Bharat (1.218,30 km2), maka rata-rata tingkat kepadatan penduduknya mencapai 35 jiwa per km2 dan rata-rata sebanyak 5 jiwa di setiap rumah tangga.

Dari Tabel 4.5, diketahui sex ratio Kabupaten Pakpak Bharat sebesar 97,57%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dari jumlah penduduk perempuan.


(51)

Tabel 4.5. Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin di Kabupaten Pakpak Bharat, Tahun 2009

No Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Sex Ratio

Laki- laki Perempuan

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 2005 18.436 19.415 36.851 94,96

2 2006 18.757 19.529 38.286 96,36

3 2007 19.108 19.618 38.726 97,40

4 2008 20.271 20.791 41.062 97,50

5 2009 21.144 21.670 42.814 97,57

Sumber: Pakpak Bharat dalam Angka, 2010.

Berdasarkan Gambar 4.1 yang menunjukkan grafik pertumbuhan jumlah penduduk Kabupaten Pakpak Bharat, dapat dilihat adanya peningkatan setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan yang cenderung menurun. Rata-rata penurunan adalah sebesar 0,27%.

Berdasarkan Tabel 4.6 yang menunjukkan distribusi penduduk menurut kelompok umur, terlihat bahwa penduduk Kabupaten Pakpak Bharat tergolong pada penduduk kelompok usia muda karena sebesar 40,71% penduduk berumur kurang dari 15 tahun.

Jika dibandingkan antara penduduk laki-laki dan perempuan, terlihat bahwa penduduk usia muda laki-laki lebih banyak dari perempuan. Angka sex ratio menurut kecamatan yang terbesar berada di Kecamatan Siempat Rube dan yang terkecil berada di Kecamatan Tinada.


(52)

Sumber: Data Penduduk Pakpak Bharat dalam Angka, 2010.

Gambar 4.1. Grafik Jumlah Penduduk Kabupaten Pakpak Bharat, Tahun 2009

Tabel 4.6. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Pakpak Bharat, Tahun 2009

No Kelompok Umur (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

0 – 4 5 – 9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 – 69 70 – 74 75 + 3.024 2.906 3.132 2.371 1.756 1.323 1.292 1.281 1.107 865 608 455 428 247 195 154 3.011 2.640 2.718 2.516 1.722 1.598 1.481 1.400 1.224 820 692 584 472 296 258 238 6.035 5.546 5.850 4.887 3.478 2.921 2.773 2.681 2.331 1.685 1.300 1.039 900 543 453 392

Jumlah 21.144 21.670 42.814

Sumber: Pakpak Bharat dalam Angka, 2010.

16.500 17.000 17.500 18.000 18.500 19.000 19.500 20.000 20.500 21.000 21.500 22.000

2005 2006 2007 2008 2009

Tahun

Grafik 4.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Pakpak Bharat

Perempuan Laki - laki


(53)

Tabel 4.7. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk, dan Jenis Kelamin Menurut Kecamatan serta Rasio Jenis Kelamin di Kabupaten Pakpak Bharat, Tahun 2009

No Kecamatan Rumah

Tangga

Jenis Kelamin

Jumlah Sex

Ratio

Lk Pr

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Salak Sitellu Tali Urang Jehe Pagindar Sitellu Tali Urang Julu Pergetteng-getteng Sengkut Kerajaan Tinada Siempat Rube 1.459 2.023 62 723 715 1.702 801 751 3.498 4.727 658 1.762 1.893 4.214 2.183 2.209 3.511 4.869 667 1.780 1.905 4.525 2.376 2.037 7.009 9.596 1.325 3.542 3.798 8.739 4.559 4.246 99,63 97,08 98,65 98,99 99,37 93,13 91,88 108,44

Jumlah 8.436 21.144 21.670 42.814 97,57

Sumber: Pakpak Bharat dalam Angka, 2010.

Kecamatan dengan penduduk terpadat di Kabupaten Pakpak Bharat adalah Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu dengan tingkat kepadatan 67 jiwa/km2, walaupun memiliki luas wilayah paling kecil di antara kecamatan-kecamatan lainnya.

Tabel 4.8. Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat, Tahun 2009

No Kecamatan Desa

Luas Area (km2)

Penduduk (jiwa/km2)

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Salak

Sitellu Tali Urang Jehe

Pagindar

Sitellu Tali Urang Julu Pergetteng-getteng Sengkut Kerajaan Tinada Siempat Rube 6 10 4 5 5 10 6 6 245,57 473,62 75,4 53,0 66,6 147,61 74,03 82,36 7.009 9.596 1.325 3.542 3.798 8.739 4.559 4.246 29 20 18 67 57 59 62 52


(54)

Jumlah Penduduk terbesar di Kabupaten Pakpak Bharat terdapat di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe dengan jumlah penduduk sebesar 9.596 jiwa dan jumlah rumah tangga sebanyak 2.023 rumah tangga.

Tabel 4.9. Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Menurut Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat, Tahun 2009

No Kecamatan

Jumlah

Rata-rata Penduduk Per Rumah Tangga

Penduduk Rumah

Tangga

(1) (2) (3) (4) (5)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Salak

Sitellu Tali Urang Jehe

Pagindar

Sitellu Tali Urang Julu Pergetteng-getteng Sengkut Kerajaan Tinada Siempat Rube 7.009 9.596 1.325 3.542 3.798 8.739 4.559 4.246 1.459 2.023 262 723 715 1.702 801 751 4,80 4,74 5,06 4,90 5,31 5,13 5,69 5,65

Jumlah 42.814 8.436 5,08

Sumber: Pakpak Bharat dalam Angka, 2010.

Jumlah rata-rata penduduk per rumah tangga di Kabupaten Pakpak Bharat adalah sebesar 5,08 jiwa dan yang terbesar di kecamatan Tinada sebesar 5,69 jiwa. 2. Pendidikan

Kabupaten Pakpak Bharat pada tahun 2009 memiliki 66 sekolah pendidikan tingkat dasar yang terdiri dari 53 Sekolah Dasar negeri dan swasta serta 13 Madrasah Ibtidiyah negeri dan swasta dengan jumlah guru dan murid keseluruhan sebanyak 763 guru dan 7.257 murid. Jumlah sekolah menengah pertama adalah sebanyak 22 sekolah yang terdiri dari 18 SMP negeri dan swasta serta 4 MTS negeri dan swasta. Jumlah sekolah menengah atas adalah sebanyak 6 sekolah yang terdiri dari 5 SMA negeri dan swasta serta 1 MA negeri dan swasta


(55)

dengan jumlah guru dan murid seluruhnya masing-masing 153 guru dan 1.521 murid.

3. Kesehatan

Ketersediaan sarana kesehatan berupa rumah sakit merupakan faktor utama dalam menunjang perbaikan kualitas hidup. Terdapat satu rumah sakit umum di Kabupaten Pakpak Bharat, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Terdapat 8 buah Puskesmas di 8 Kecamatan, 24 buah Puskesmas Pembantu (PUSTU), 87 buah Posyandu, dan 33 buah Polindes. Untuk tenaga medis, di Kabupaten Pakpak Bharat terdapat 10 orang dokter umum, 4 orang dokter gigi, 110 bidan, 79 perawat umum, 1 orang perawat sanitasi, 5 orang perawat gigi, dan 6 perawat gizi.

4. Pertanian

Melihat keadaan alam dan topografi Kabupaten Pakpak Bharat, maka sektor pertanian merupakan potensi terbesar dalam mendukung perekonomian masyarakat. Jumlah rumah tangga pertanian di Kabupaten Pakpak Bharat sebesar 99,99% merupakan petani pengguna lahan dengan produksi jenis tanaman padi dan palawija, tanaman perkebunan rakyat, dan tanaman hortikultura. Tanaman gambir merupakan jenis tanaman perkebunan rakyat yang paling banyak diusahakan Kabupaten Pakpak Bharat. Luas area tanaman gambir pada tahun 2009 adalah sebesar 1.051 ha, meningkat 18,78% dari tahun sebelumnya sebesar 884,80 ha. Produksi tanaman gambir mencapai 1.523 ton, meningkat 35,80% dari tahun sebelumnya sebesar 1.121,5 ton. Produksi hasil-hasil hutan juga mengalami peningkatan di tahun 2009.


(1)

- Ember Plastik Besar

- Ember Plastik Kecil

- Gayung

- Dandang Besar - Dandang Kecil - Kompor - Tungku Besi - Tungku Semen

(bila ada) - Alat Pres

- Rak Penjemuran - Lainnya: ……… - Lainnya: ………

7. Bahan-bahan habis pakai yang digunakan per bulan:

No Jenis Bahan Habis Pakai Satuan Kebutuhan

(satuan/bulan

Harga (Rp/satuan)

1. Kayu Bakar 2. Minyak Tanah 3. Goni Plastik

4. Lainnya: ……… 5. Lainnya: ………

8. Metode pencetakan gambir yang dilakukan di usahatani yang Anda kelola: a. Cetakan sistem pres (mesin),

jumlah/1xolah ……… buah berat/buah ……… kg

lama pencetakan/1xolah ……… jam

b. Menggunakan tangan dengan bantuan sendok (manual) jumlah/1xolah ……… buah

berat/buah ……… kg

lama pencetakan/1xolah ……… jam c. Lainnya: ………

jumlah/1xolah ……… buah berat/buah ……… kg


(2)

Jelaskan mengapa metode pencetakan tersebut yang dipergunakan di usahatani yang Anda kelola: ………

……… …..

9. Biaya bahan untuk menyusun/penjemuran/pengeringan buah/lempeng gambir dalam 1 kali olah: Rp………

10. Tahan berapa lama bahan utk menyusun/penjemuran/pengeringan buah/lempeng gambir? ………

11. Berapa lama setelah panen bahan baku berupa daun atau daun dan ranting gambir disimpan sebelum diolah? ……… jam

12. Gambir kering yang dihasilkan di usahatani yang Anda kelola berupa:

a. Gambir untuk makan sirih b. Gambir untuk bahan baku industri 13. Darimanakah Anda memperoleh informasi teknologi tentang budidaya

tanaman gambir dan pengolahannya:

a. Orangtua b. Penyuluh pertanian

c. Agen pengumpul d. Lainnya: ………

14. Jika informasi dari PPL, berapa kali Anda mengikuti proses penyuluhan pertanian :

a. 2 kali seminggu b. 1 kali sebulan

c. Kadang-kadang jika ada waktu d. Lainnya: ………

15. Menurut Anda bagaimana pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan, sikap, dan ketrampilan setelah mendapatkan penyuluhan pertanian oleh PPL :

a. Ada peningkatan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan b. Tidak ada peningkatan dan pengaruh apa-apa

c. Mendengarkan/mengetahui tapi belum dilaksanakan/diterapkan d. Lainnya:

……….. 16. Kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pengolahan gambir berkaitan

dengan produksi gambir kering:

-………

……

-………

……

-………

……

-………

……

Bagaimana cara Anda mengatasi masalah tersebut?

-………

……

-………

……

-………

……

Produksi

1. Tabel rincian produksi tanaman gambir dan pengolahan gambir yang dihasilkan di usahatani yang Anda kelola:


(3)

Produksi Tanaman Gambir*5

)

Jumlah Produksi (kg/ha/panen

)

Kapasitas Produksi (kg/1xOlah

)

Jumlah Proses (olah/ha/panen

)

Lama Proses (hari/1xOlah

)

Produks i Akhir#5)

Jumlah Produksi (kg/1xOlah

)

*) daun segar/daun kering/lainnya (sebutkan) #

) gambir kering/bubur gambir/lainnya (sebutkan)

2. Produksi tanaman gambir yang diproduksi :

a. Daun gambir kering, produksi: ………kg/panen b. Daun gambir segar, produksi: ………kg/panen c. Bubur gambir (pulp), produksi: ………kg/panen d. Getah gambir kering, produksi: ………kg/panen

3. Kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pengelolaan tanaman gambir berkaitan dengan produksi gambir:

-………

……

-………

……

-………

……

-………

……

Bagaimana cara Anda mengatasi masalah tersebut?

-………

……

-………

……

-………

……

-………

……

4. Kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pengolahan gambir berkaitan dengan produksi getah gambir atau gambir kering:

-………

……

-………

……

-………

……

-………

……


(4)

-……… ……

-………

……

-………

……

-………

……

Identitas Produksi

1. Gambir dijual per :

a. kg, harga: Rp………

b. biji, berat: ……… kg, harga: Rp……… c. sam-sam (paket), berat: ……… kg, harga: Rp……… d. Lainnya: ……… berat: ……… kg, harga: Rp……… 2. Harga jual per kg saat ini : Rp………

3. Harga jual per kg 3 bulan yang lalu : Rp……… 4. Harga jual per kg 6 bulan yang lalu : Rp……… 5. Harga jual per kg 9 bulan yang lalu : Rp……… 6. Harga jual per kg 1 tahun yang lalu : Rp……… 7. Produksi berupa getah gambir atau gambir kering dijual kepada:

a. Koperasi desa b. Pabrik

c. Agen(tengkulak/pedagang pengumpul/toke) d. Lainnya: ………

8. Sistem pembayarannya:

a. Tunai b. Perminggu

c. Perbulan d. Lainnya: ………

9. Mengapa Anda menjual hasil ke tempat tersebut?

……… ……… ……… ……… …………

10. Berasal dari manakah sumber modal usaha tanaman gambir Anda sekarang? a. Dana sendiri

b. Kredit perbankan c. KUD

d. Agen (tengkulak/pedagang pengumpul/toke) e. Lainnya: ………

11. Tabel pengelompokan gambir kering berdasarkan kelas:

No. Jenis Buah/Lempeng Satuan Harga

(Rp/satuan)

Tujuan Penjualan*5)

1. Kelas I 2. Kelas II 3. Kelas III


(5)

12. Bila dilakukan pengepakkan, harga bahan tersebut per kotak/unit/drum5): Rp………

13. Upah biaya pengepakkan per hari: Rp………/ kotak/unit/drum4)

14. Lama industri pengolahan gambir (home industry) didirikan: ……… tahun

Biaya-biaya

1. Biaya pengangkutan dan pemasaran (diisi bila ada):

a. Biaya Pengangkutan = Rp………(sebutkan satuannya) b. Biaya Pemasaran :

- Biaya Sortir = Rp……… (sebutkan satuannya) - Biaya Timbang = Rp……… (sebutkan satuannya) - Retribusi = Rp……… (sebutkan satuannya) - Lainnya: ………… = Rp……… (sebutkan satuannya) 2. Penerimaan:

a. Berapa penjualan (pilih sesuai yang dijual)

- Rp………./Kg (Bubur/getah/daun segar)

- Rp………/Buah (cetak manual/cetak pakai alat/mesin) b. Berapa pendapatan total dari usaha gambir termasuk yang dimakan

sendiri juga dihitung

- Rp………/Minggu

- Rp………../Bulan

3. Kemanakah Anda menjual produk gambir? (pilih atau coret yang tidak perlu) pengumpul desa/ke ibukota kecamatan/ke ibukota kabupaten/ke ibukota propinsi/keluar propinsi

4. Pengeluran Rumah Tangga a. Belanja dapur :

- Beras = Rp………./Bulan

- Minyak Goreng = Rp………./Bulan - Ikan/Daging = Rp………./Bulan

- Sayuran = Rp………./Bulan

- Minyak Tanah = Rp………./Bulan - Belanja Susu = Rp………./Bulan - Lainnya: ……… = Rp………./Bulan b. Biaya Air/listrik/Telepon ;

- Biaya Air Bersih = Rp………./Bulan - Rekening Listrik = Rp………./Bulan - Rekening Telepon Rumah = Rp………./Bulan

- Pulsa HP = Rp………./Bulan

- Baterai Senter/Radio = Rp………./Bulan c. Biaya Sekolah = Rp………./Bulan d. Biaya Adat dan Sosial Lainnya = Rp………./Bulan e. Biaya Transportasi :

- BBM (Bensin/Solar) = Rp………./Bulan - Oli (Mesin/Kendaraan) = Rp………./Bulan - Perawatan kendaraan lainnya = Rp………./Bulan f. Biaya-biaya Pajak


(6)

- Pajak Kendaraan = Rp………./ Tahun

5. Bagaimana menurut Anda masa depan dan peluang usahatani gambir di Kabupaten Pakpak Bharat?

a. Baik, karena: ………

……… ……… ……… ………

b. Kurang baik, karena: ………

……… ……… ……… ………

6. Kendala dan hambatan lainnya yang dihadapi dalam pengelolaan tanaman gambir maupun pengolahan gambir:

-………

……

-………

……

-………

……

-………

……

7. Bagaimana cara Anda mengatasi masalah tersebut?

-………

……

-………

……

-………

……

-………

……

8. Apa harapan/himbauan Saudara kepada pemerintah, universitas, pemerhati pertanian dalam upaya meningkatkan produksi gambir, pendapatan petani gambir?

- ………

……

- ………

……

- ………