Sibolga menginginkan investasi yang banyak,yang dampaknya juga akan mendorong perekonomian daerah kearah yang lebih bagus.
b. Etos Kerja Masyarakat
Selain sikap keterbukaan masyarakat, etos kerja masyarakat menjadi faktor pertimbangan investor untuk menanamkan modalnya di daerah Sibolga.
Etos kerja masyarakat ini ditunjukkan aspek-aspek yang mendukung terjadinya iklim yang kondusif di masyarakat, seperti sikap semangat
masyarakat yang bersaing secara sehat dinilai oleh responden sangat tinggi sebanyak 2 orang 18,18 sedangkan yang menilai tinggi sebanyak 9 orang
81,81. Artinya kategori nilai tinggi tersebut cukup signifikan bagi calon investor yang mencoba berinvestasi di daerah kota Sibolga. Data penilaian
responden dapat dilihat pada tabel 20 berikut.
Tabel 20. Penilaian Responden terhadap Etos Kerja masyarakat di daerah
Sangat Tinggi Tinggi
Total
INDIKATOR F F F
Semangat masyarakat untuk bersaing secara sehat 2
18 9
82 11
100 Nilai budaya masyarakat memberikan kesempatan
dan perlakukan yang sama kepada setiap orang tanpa memperdulikan ras, suku asal daerah dan
agama. 1 9 10 91 11
100
Masyarakat memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada setiap orang tanpa
memperdulikan gender 1 9 10 91 11
100 Nilai budaya masyarakat memberikan kesempatan
dan perlakuan yang sama kepada setiap orang tanpa memperdulikan asal daerah
1 9 10 91 11 100
Masyarakat memiliki semangat berusaha dan bekerja keras
1 9 10 91 11 100
Sumber : Data primer yang diolah, 2002
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
Kemudian aspek yang lain adalah nilai budaya masyarakat memberikan kesempatan dan perlakuan dalam masyarakat tanpa
memperdulikan ras, gender, asal daerah dan agama, dinilai sangat tinggi oleh seorang responden sedangkan sebanyak 10 orang 91 menilai tinggi. Nilai
ini juga cukup kondusif mengingat budaya di tiap-tiap daerah jelas berbeda- beda. Akan tetapi bila melihat nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat
daerah kota Sibolga yang cukup kondusif dan bagus ini, maka faktor etos kerja ini menjadi perhatian penting bagi setiap calon investor baru. Begitu juga
dengan adat istiadat di daerah ini juga mendukung terciptanya persainganyang sehat, artinya masyarakat tetap mempercayai terjadinya mekanisme pasar yang
sempurna, dimana prinsipnya, siapapun orang yang berkualitas dialah yang dapat dipakai bekerja. Dalam pengertian lain dapat dikatakan bahwa setiap
orang baik pendatang ataupun non pendatang tetap mempunyai peluang untuk bekerja dan berusaha sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang
dimilikinya. Faktor lain sebagai pendukung etos kerja adalah semangat kerja dan
berusaha pendudukmasyarakat, dimana responden yang menilai sangat tinggi sebanyak seorang dan yang menilai tinggi sebanyak 10 orang 91. Yang
artinya kemampuan setiap anggota masyarakat dalam usahanya menghasilkan sesuatu masih dalam kategori penilaian tinggi. Jadi setiap anggota masyarakat
dan kelompok umur pekerja mempunyai semangat kerja dan berusaha yang tinggi. Namun persoalannya adalah kesempatan untuk bekerja dan berusaha
masih kurang dan rendah. Oleh sebab itu masyarakat masih membutuhkan dan mengharapkan investor-investor yang baru menanamkan membuat usahanya
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
di kota Sibolga khususnya. Karena dengan adanya investasi otomatis akan terbuka lapangan kerja baru dan secara otomatis pula akan meningkatkan
pendapatan tingkat per kapita daerah kota Sibolga.
II.C. Gambaran Perekonomian Daaerah. II.C.1. Potensi Ekonomi
Melihat struktur perekonomian di kota Sibolga, yang cukup bagus yang mana ditandai dengan kenaikan tiap tahun dari PDRB atas dasar harga
harga berlaku. Dimana kenaikan pertumbuhan yang tertinggi terjadi pada tahun 1994 – 1995 yaitu kenaikan pertumbuhan sekitar 7,54. Pengertian dari
kenaikan ini adalah kecenderungan rata-rata kenaikan pendapatan masyarakat yang berdampak maningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat yang
berdampak meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Sementara persentase pertumbuhan PDRB untuk tahun 2000 mencapai
5,26, angka ini bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya jauh lebih menurun. Namun bila kita bandingkan nilai harga berlaku untuk tahun 2000
yaitu sebesar Rp.480.452,32 juta dengan nilai harga berlaku tahun-tahun sebelumnya peningkatan nilai ini cukup signifikan dan cukup stabil tanpa
adanya fluktuasi kenaikan. Grafik kenaikan pertumbuhan PDRB ini juga cukup stabil, dimana setiap tahunnya kenaikan persen pertumbuhan PDRB
rata-rata ± Rp.100 juta. Adapun ukuran untuk melihat potensi ekonomi masyarakat daerah
yaitu dengan mengukur pertumbuhan PDRB perkapita tahun 2000, yang dimana indikator ukuran ini berguna untuk melihat kemampuan masyarakat
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dimana pada tahun 2000 pertumbuhan PDRB perkapitanya mencapai nilai Rp.5.837,10. Angka ini diperoleh dari
perbandingan PDRB atas harga berlaku dibagi dengan jumlah penduduk. Maka dari angka ini kita dapat mengetahui bahwa tingkat pendapatan
perkapita masyarakat cukup tinggi yang ditandai dengan daya beli masyarakat yang juga cukup tinggi. Dari hasil wawancara dengan beberapa responden
terbukti sebahagian besar responden 54 beranggapan bahwa daya beli masyarakat Kota Sibolga relatif tinggi, disamping itu harga-harga kebutuhan
pokok juga lebih tinggi dibanding dengan kota-kota Tk II lainnya kecuali Medan.
Tabel 21. Penilaian Responden terhadap daya beli masyarakat daerah
Tinggi Rendah Total INDIKATOR
F F F
Daya beli Konsumsi masyarakat 6
54 5
45 11
100
Sumber : Data primer yang diolah, 2002
Bila kita lihat data-data statistik yang ada, maka daya beli masyarakat selama tahun 2001 maka pada sisi kebutuhan akan makanan jadi, minuman,
rokok dan tembakau yang menempati tingkat tertinggi, tepatnya pada bulan Desember yang mencapai angka 302,56. Pengertiannya adalah pada bulan
tersebut tingkat konsumsi tertinggi masyarakat berada pada kebutuhan akan makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Hal ini dapat dikaitkan dengan
adanya perayaan hari besar bagi umat beragama yaitu Muslim dan Nasrani. Untuk segmen ketersediaan dan kualitas sumber daya lahantanah ini
peneliti menilai bahwa lahan yang tersedia untuk dikembangkan sudahhampir
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
tidak ada lagi. Mengingat daerah kota Sibolga adalah daerah yang dikelilingi oleh daaerahperbukitan dan lautan, sehingga jelas tidak memungkinkan lagi
untuk melakukan pengembangan usaha. Kesimpulan ini juga diperkuat oleh argumen-argumen oleh pengusaha dan juga masyarakat selaku tokoh
masyarakat yang dituakan. Di sektor pertambangan dan penggalian hal-hal yang dapat kita kaji di
sini yaitu kontribusi sektor ini masih tergolong kecil dan tingkat kenaikan pertahun juga relatif kecil tidak terlalu menolok. Kemudian kenaikan tersebut
dapat kita lihat dari tahun 1996 ke tahun 2000, dimana pada tahun 1996 posisi nilai sektor pertambangan sebesar Rp. 81,31 juta, sampai ke tahun 2000 posisi
nilai sebesar Rp. 102,71 juta. Selama kurun waktu 4 tahun kenaikannya hanya mencapai nilai sebesar Rp. 21,40 juta. Angka ini menunjukkan bahwa potensi
ekonomi dari sektor pertambangan belum mampu menjadi potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut.
II.C.2. Struktur Ekonomi
Telah kita singgung diatas bahwa mencari nilai dari PDRB perkapita selaku daerah adalah dengan membagi jumlah total PDRB dengan jumlah
penduduk daerah. Total nilai PDRB untuk tahun 2000 adalah Rp. 480.452,32 juta yang dibagi dengan 82.310 maka hasil yang diperoleh sebesar Rp.
5.837,10. Namun bila kita membandingkan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah nilai diatas masih signifikan dengan fakta di lapangan.
Bila kita ingin menganalisa membahas tentang PDRB maka kita harus terlebih dahulu mengklasifikasikan menjadi 4 sektor, yaitu: sektor
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
Primer, sektor Sekunder, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ditambah sektor Jasa Keuangan. Disini kita akan membahas kontribusi masing-masing
sektor terhadap PDRB. Untuk sektor primer dibagi lagi ke dalam sub sektor pertanian,
pertambangan, kehutanan, perikanan, bahan makanan dan perkebunan. Dari sub sektor pertanian pada tahun 2000 kontribusinya terhadap PDRB adalah
sebesar 28,58, dimana nilai persentase ini adalah nilai tertinggi dari sub sektor lainnya. Kemudian disusul oleh sub sektor perikanan yang mencapai
nilai 24,84, yang artinya hampir seperempat dari total nilai PDRB ada di sub sektor perikanan. Namun alangkah ironisnya sub sektor perikanan ini
kontribusinya terhadap PAD hampir tidak ada. Selanjutnya sub sektor peternakan mencapai nilai sebesar 3,72 dan sub sektor bahan makanan
mencapai angka 0,02. Pada sektor sekunder kontribusinya terhadap PDRB tahun 2000
mencapai nilai sebesar 12,28 yang diperoleh dari industri besar dan sedang dengan nilai persentase 0,90 ditambah dengan industri kecil dan rumah
tangga sebesar 11,38. Dari nilai persentase ini kelihatan sektor industri dan pengolahan belum terlalu besar kontribusinya terhadap PDRB dalam rangka
mendongkrak roda perekonomian. Padahal program pemerintah saat ini adalah lebih mendorong sektor industri untuk lebih produktif dalam menggerakkan
roda perekonomian dengan keinginan mencapai era industrialisasi. Kontribusi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran pada tahun
2000 mencapai nilai persentase sebesar 16,54. Dengan komposisi pembagian per-sub sektor adalah sub sektor perdangangan dengan persentase
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
sebesar 11,98, kemudian sub sektor hotel dengan nilai persentase 1,76 serta sub sektor restoran mencapai nilai persentase sebesar 2,80. Nilai
kontribusi yang tinggi pada sub sektor perdagangan juga diperkuat dengan referensi yang diberikan oleh Ka Bidang Perekonomian BAPPEDA yaitu IR.
MAULI BADIA. Beliau mengatakan sektor yang paling dominan dikembangkan di kota Sibolga adalah sektor perdagangan.
Sektor yang terakhir yang kita bahas pada bagian ini adalah sektor jasa keuangan. Dimana besarnya kontribusi sektor perbangkan di tahun 2000
adalah sebesar 8,85 dengan klasifikasi pembagian sebagai berikut, sub sektor perbankan mempunyai kontribusi sebesar 1,30, lembaga keuangan
bukan bank kontribusinya 0,12, jasa perusahaan kontribusinya 0,11 dan sewa bangunan kontribusinya paling besar yaitu 7,27. Melihat keberadaan
sektor perbankan yang ada di daerah Sibolga ini tim peneliti berasumsi bahwa jasa keuangan atau bank sudah mampu untuk mengakomodir keinginan
masyarakat untuk berurusan dengan pihak bank. Dari wawancara yang dilakukan terhadap responden terpilih, mayoritas
dari responden tersebut 91 berpendapat bahwa sektor yang paling berpotensial untuk dikembangkan di Kota Sibolga adalah sektor perikanan.
Hal ini disebabkan karena sektor inilah yang banyak menunjang pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor lainnya. Menurut responden
sebagian besar penduduk berprofesi sebagai nelayan, sehigga jika sektor perikanan meningkat, maka potensi kenaikan konsumsi masyarakat pun akan
meningkat, yang nantinya menyebabkan tumbuhnya usaha-usaha sektor lainnya. Walaupun dari 11 responden tersebut bidang usahanya berbeda-beda,
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
tetapi mereka beranggapan bahwa usaha yang mereka jalankan tdak lain adalah usaha pendukung industri perikanan. Misalnya, usaha docking kapal 2
responden, perkayuan 1 responden, pelayaran 1 responden, penangkahan ikan 1 responden dan lain-lain. Responden lain berpendapat bahwa sektor
yang potensial untuk dikembangkan di Kota Sibolga adalah sektor kehutanan 9. Tapi setelah diwawancarai lebih mendalam, ternyata beliau beranggapan
bahwa sektor kehutanan tersebut nantinya akan mendukung sektor perikanan, dimana kayu hasil hutan tadi akan digunakan untuk industri kapal, sehingga
dapat turut menunjang sektor perikanan.
II.C.3. Perdagangan
Perdagangan yang terjadi di kota Sibolga terkesan hanya bertitik tumpu pada transaksiaktifitas ekspor dan tanpa dibarengi dengan kegiatan impor.
Nah, bila kita amati perdagangan ekspor tahun 2000 mencapai nilai US 16,12 juta atau sekitar Rp.128.953,97 milyar dengan asumsi nilai kurs Rp. 8000,-
Dimana jenis komoditi yang mempunyai kontribusi terbesar pada total nilai ekspor Sibolga pada tahun 2000 adalah komoditi plywood, yaitu sebesar US
9,18 atau sekitar 56,9 dan diikuti oleh komoditi logs dengan nilai ekspor US 6,65 juta atau sekitar 41, 22.
Sedangkan untuk tahun 2001 nilai ekspor nilai Sibolga mencapai US18,64 juta atau naik sebesar 15,64 bila dibandingkan tahun 2000. Jenis
komoditi yang mempunyai kontribusi terbesar pada total nilai ekspor Sibolga tetap sama yaitu komoditi terbesar plywood sebesar US 13,84 juta atau
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
74,22 dan diikuti logs dengan nilai ekspor US 4,45 juta sebesar atau 23, 87.
Bila kita bandingkan total nilai ekspor kota Sibolga sebesar Rp.128.953,97 milyar dengan total nilai PDRB sebesar Rp. 480.452,32 M
pada tahun 2000 maka kita peroleh rasio nilai sebesar 26,84. Angka ini menunjukkan tingkat perbandingkan yang tinggi, artinya perekonomian daerah
kota Sibolga memang telah terbiasa dan cenderung berorientasi dengan aktifitas perdagangan internasional, mengingat total nilai total rasio yang
cukup tinggi tersebut. Kemudian bila kita melihat perdagangan yang ada, maka disini dapat
kita gambarkan nilai rasio perdagangan antara yang masuk dan keluar daerah selama tahun 2001. Dimana jumlah arus perdagangan yang masuk mencapai
nilai 299.071,8 ton sedangkan jumlah arus ilmu yang keluar ada sebesar 140.138,7 ton. Sehingga rasio yang diperoleh adalah 2,13. Artinya posisi nilai
perdagangan yang masuk lebih besar dibanding barang yang keluar dari luar daerah.
Menurut salah seorang responden yang bergerak di bidang percetakan dan perdagangan ATK, Abd. H. Pohan, pesat atau tidaknya kemajuan dari
bidang perdagangan sangat tergantung pada tingkat konsumsi barang dari konsumen, yang ditentukan oleh keberhasilan mereka di dalam meningkatkan
penghasilan mereka yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Jadi jika pendapatan nelayan tinggi, maka permintaan mereka akan barang-barang
konsumsi pun akan tinggi juga.
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
II.C.4. Perbankan
Di sektor perbankan ini, kita dapat melihat sampai sejauh mana pihak bank dalam usaha membantu dan mendorong perekonomian daerah. Kita juga
dapat melihat dana yang beredar di masyarakat melalui indikator rasio tabungan pihak ketiga terhadap pinjaman pada bank umum daerah selam tahun
2000. Dimana posisi nilai tabungan rupiah berada pada angka Rp. 257.405 juta, sedangkan nilai pinjaman berada pada posisi Rp. 75.761, sehingga selisih
antara tabungan dengan pinjaman sebanyak Rp. 181.644 juta. Artinya peredaran uang di Kota Sibolga termasuk tidak terlalu tinggi dengan asumsi
perhitungan diatas menggunakan jenis mata uang rupiah. Atau dengan kata lain dana yang tersalurkan untuk kredit di masyarakat berada pada tingkat
persentase yang kecil yaitu sebesar 29 persen. Sedangkan nilai kredit untuk usaha kecil yang berjumlah Rp.53.740 juta masih terlalu kecil bila
dibandingakan dengan jumlah simpanan masyarakat, dengan persentase mencapai 20 dari total dana simpanan nasabah.
Kemudian secara matematis kita dapat mengukur laju pertumbuhan tabungan disetiap tahun yaitu selama periode 1991-2000 bergerak secara
fluktuatif, artinya pergerakan kenaikan laju pertumbuhan simpanan tidak stabil. Perhitungan ini diasumsikan pada seluruh total nilai tabungan baik yang
bersifat nominal maupun rekening. Kalau kita lihat secara cermat laju pertumbuhan yang tertinggi terjadi pada periode tahun 1998 yang mencapai
tingkat laju pertumbuhan sebesar 0,49 dengan total nilai tabungan mencapai Rp. 198.872 juta. Sedangkan tingkat laju pertumbuhan terendah berada pada
tahun 1995 dengan tingkat laju pertumbuhan sebesar 0,10 dengan posisi total
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
nilai tabungan mencapai Rp. 64.969 juta. Untuk tahun 2000 laju pertumbuhan mencapai nilai 0,11 yang berarti mengalami penurunan dibanding tahun 1999.
Namun dari posisi nilai tabungan tetap bergerak baik yaitu dengan posisi nilai Rp.257.405 juta. Jadi kesimpulan yang dapat diambil yaitu walaupun posisi
nilai tabungan setiap tahunnya mengalami peningkatan, namun tingkat laju pertumbuhan tidak secara otomatis bergerak naik.
Untuk suku bunga rata-rata deposito 3 bulan di BPD kita harus membagi mendefinisikan suku bunga tersebut menjadi 2 bagian penting yaitu
suku bunga tertinggi dan suku bunga terendah. Pada sutau akhir periode, dimana selama periode tahun 2000 pertumbuhan suku bunga tertinggi untuk
deposito 3 bulan mencapai 14,00 per tahun sedangkan suku bunga terendah mencapai posisi 5,00. Bila kita ambil rata-rata suku bunga untuk deposito 3
bulan maka hasil yang diperoleh adalah 9,5 per tahun. Nilai persentase dari suku bunga rata-rata ini masih bisa kita golongkan kedalam batas-batas wajar
untuk deposito berjangka 3 bulan. Sedangkan untuk suku bunga rata-rata deposito 3 bulan dari BPR
selama periode tahun 2000 memakai formula yang sama, maka nilai persentase yang kita peroleh sebesar 14,8. Bila kita Bandingkan antara suku
bunga rata-rata untuk deposito 3 bulan di BPD dengan BPR maka secara nilai persentase untuk suku bunga di BPR jelas lebih tinggi. Artinya disini adalah
bahwa pihak bank BPR sudah mampu melayani memfasilitasi serta mengelola aktifitas perekonomian melalui simpanan dana dari masyarakat.
Berdasarkan daya beli masyarakat dan melihat kecenderungan masyarakat mengkonsumsi kebutuhannya, maka kita dapat melihat seberapa
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
besar laju inflasi yang ada di kota Sibolga. Selama masa satu tahun periode 2000, tingkat laju inflasi mencapai 6,95. Dimana laju inflasi tertinggi dicapai
pada bulan Desember yaitu 4,63. Artinya biaya operasi yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya mencapai puncak pada bulan
Desember hal ini disebabkan pada bulan tersebut umat beragama mayoritas merayakan hari besarnya. Sehingga kecenderungan meningkatnya biaya
ekonomi selalu terjadi pada peringatan hari besar agama. Berdasarkan wawancara kuisioner A yang dilakukan terhadap 11
responden, sebahagian besar berpendapat bahwa daya dukung perbankan di Kota Sibolga untuk kegiatan usahainvestasi sebesar 73 responden
menanggapi sudah memadai, demikian juga dengan kemampuan perbankan sebagai fungsi intermediasi juga sebesar 73 responden menilai sudah
memadai.
Tabel 22. Penilaian Responden terhadap Lembaga Keuangan Perbankan di daerah
Kurang Memadai
Total Memadai
INDIKATOR F F F
Daya dukung perbankan di daerah untuk kegiatan usaha investasi
8 73 3 27 11 100 Kemampuan perbankan di daerah
menjalankan fungsi intermediasi 8 73 3 27 11 100
Sumber : Data Primer yang diolah 2002
II.C.5. Investasi Daerah
Kondisi yang ada dalam suatu wilayah, dalam pengembangannya mau tidak mau harus melibatkan unsur investasi. Investasi diharapkan akan dapat
menjadi motor pengembangan produksi, sehingga output yang dihasilkan akan
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
semakin baik dan berkualitas, sehingga pada akhirnya akan mampu masuk ke pasar yang lebih luas.
Dari hasil pengisian kuisioner A dan wawancara dengan responden, ada beberapa kegiatan penanaman modal investasi yang dilakukan oleh
insvestor dari luar daerah, misalnya: dari Tapanuli Tengah, Medan dan sebagainya. Dari 11 responden yang diwawancarai dalam penelitian 91
merupakan perusahaan dengan investasi lokal yang berasal dari pemilik itu sendiri. Kondisi ini paling tidak dapat menjelaskan bahwa tidak terlalu banyak
investor luar daerah yang masuk ke Kota Sibolga. Salah satu responden yang usahanya dimiliki oleh investor dari luar
kota, yaitu M.A. Ketaren mengatakan bahwa secara geografis, Kota Sibolga sangat sulit untuk berkembang, karena lahan sudah sangat terbatas, dan
langsung berbatasan dengan laut. Hal inilah yang menyebabkan investor dari luar kota enggan untuk membuka usaha di Kota Sibolga. Sementara itu
responden lain yang bergerak di bidang warung telekomunikasi, yaitu A. Pasaribu berpendapat bahwa penyebab lain yang membuat orang enggan
menanamkan modalnya di Kota Sibolga oleh karena semua sektor sangat bergantung pada sektor perikanan. Makanya jika sektor perikanan sedang lesu,
maka usaha bisa merugi, atau bisa bangkrut. Hal tersebut dipertegas kembali oleh Yahya Pasaribu yang bidang
usahanya adalah docking kapal. Beliau mengalami sendiri bahwa saat ini nelayan sedang mengalami kesulitan didalam bekerja, karena maraknya
pencurian ikan oleh kapal-kapal Thailand yang lebih modern, sehingga pendapatan nelayan jauh menurun. Hal ini berimbas pada timbulnya rasa
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
enggan melalut pada diri nelayan tadi, karena biaya operasional yang dikeluarkan tidak sesuai dengan hasil tangkapan ikan. Dengan malasnya
nelayan ke laut, maka kapal-kapal banyak yang menganggur, sehingga permintaan akan produksi kapal pun bisa tidak sampai jangka waktu 6 bulan.
Salah seorang responden yang bergerak di bidang penangkahan ikan, yaitu A. Saragih, berpendapat, investor dari luar untuk saat ini sulit untuk mau
masuk, karena kondisi pendapatan masyarakat saat ini sedang sulit maka tingkat konsumsinya agak menurun. Jadi investor pun saat ini tidak tahu mau
mengembangkan sektor yang mana, sedangkan usaha yang sudah ada sedang mengalami kesulitan.
Hal berbeda diungkapkan oleh Munzier, salah seorang responden yang berusaha di bidang pengeringan ikan. Menurut beliau usaha perikanan masih
bisan dikembangkan, hanya saja sub bidangnya harus lebih beragam. Walaupun nelayan mengatakan sulit mendapat ikan, tetapi beliau tidak pernah
mengalami kesulitan dalam mendapatkan bahan baku produksinya yang merupakan ikan basah. Jadi walaupun sebahagian orang mengatakan sulit
untuk bergerak di bidang perikanan, ia tidak setuju. Tetapi disamping itu, secara umum jika dilihat dari kondisi
masyarakatnya, sebenarnya Kota Sibolga merupakan tempat untuk berinvestasi yang baik. Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap 11
responden, tidak ada respondenn yang menolak adanya investor luar yang mau berinvestasi di Kota Sibolga, semua responden sangat berharap ada banyak
investor baru yang masuk. Hal ini juga menjelaskan bahwa semangat bersaing masyarakat Kota Sibolga sudah tinggi. Hal ini dapat terlihat dari survai yang
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
dilakukan, bahwa tidak ada responden yang tidak menerima datangnya pesaing-pesaing baru dari luar daerah.
II.D. GAMBARAN KONDISI TENAGA KERJA
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam pembentukan nilai tambah perekonomian suatu daerah. Pekerja yang selain
sebagai SDM juga merupakan komponen utama dari pembangunan yaitu sebagai manusia sebagai pelaku utama pembangunan. Pada hasil penelitian
lapangan gambaran daya tarik investasi daerah kota Sibolga, ada beberapa hal yang diteliti dan dibahas berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
daya tarik investasi di kota Sibolga berkaitan dengan kondisi ketenagakerjaannya.
II.D.1. Karakteristik Penduduk.
Jumlah penduduk kota Sibolga pada tahun 2001 adalah sebesar 84.032 jiwa berdasarkan data BPS, yang terdiri dari 42.820 jiwa penduduk laki-laki
dan 41.212 jiwa penduduk perempuan, yang terbesar di tiga kecamatan dengan total luas daerah 10.77 km
2
dan dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,41. Berdasarkan luas daerah dan jumlah penduduk tersebut, kota
Sibolga memiliki kepadatan penduduk 7.802 jiwa per km
2
, yang mana kecamatan Sibolga Selatan merupakan kecamatan yang padat penduduknya
yaitu 9.427 per km
2
. Dari 84.032 jiwa penduduk kota Sibolga, komposisi penduduk menurut
usia produktif antara 15-60 tahun, ada sebanyak 25.740 jiwa laki-laki dan
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
24.506 jiwa penduduk. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan maka 59,79 dari total penduduk kota Sibolga berada pada usia
produktif dan 36,09 adalah anak-anak dan 4,12 adalah lanjut usia. Berdasarkan data tersebut maka sebesar 18.134 jiwa penduduk pada usia
produktif yang nantinya dapat digantikan dari jumlah anak-anak yang ada. Kriteria penduduk kota Sibolga jika dilihat dari rasio penduduk yang
termasuk dalam angkatan kerja maka ada sebesar 42.29 atau sebanyak 35.357 jiwa penduduk yang bekerja dan sebesar 3,99 atau sebanyak 3.353
jiwa yang mencari pekerjaan dan total angkatan kerjanya adalah sebanyak 38.890 jiwa atau sebesar 46,28. Sedangkan kriteria penduduk yang termasuk
dalam bukan angkatan kerja, rasio penduduknya adalah 26,95 atau sebanyak 22.646 jiwa penduduk yang sekolah, 20,38 atau sebanyak 17.126 jiwa
penduduk yang mengurus rumah tangga dan 6,39 atau sebanyak 5.370 jiwa penduduk yang termasuk kriteria lainnya yang secara total jumlah penduduk
yang termasuk bukan angkatan kerja ada sebanyak 45.142 jiwa atau sebesar 53,72. Dari komposisi ini diketahui bahwa komposisi penduduk terbesar ada
pada penduduk bekerja 42,29 dan penduduk yang masih sekolah 26,95. Dan secara keseluruhan ditunjukkan bahwa komposisi bukan angkatan kerja
lebih besar dibandingkan dengan angkatan kerja. Karakteristik penduduk kota Sibolga pada komposisi kerja yang
sebesar 42,29 tersebut bekerja menurut lapangan usaha sebagai berikut yaitu Pertanian 30,16, Perdagangan 32,33, Jasa 13,37, Pengangkutan dan
Akomodasi 12,85, Industri 4,97, Bangunan 2,90 dan sisa pada usaha
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
bank dan lembaga keuangan, listrik, gas dan air, penggalian dan pertambangan serta lain-lainnya.
II.D.2. Ketersediaan Tenaga Kerja.
Seperti yang sudah disampaikan pada bagian sebelumnya bahwa jumlah penduduk kota Sibolga yang termasuk dalam komposisi bekerja ada
sebanyak 35.537 atau sebesar 42,29 dari total jumlah penduduknya. Dari jumlah ini diketahui bahwa jumlah kontribusi terbesar dari jumlah
penduduk yang bekerja memiliki pendidikan tamatan SD 25,08, SMU 24,87 dan SLTP sebesar 24,56. Hal ini menunjukkan hampir tiga perempat
bagian dari jumlah penduduk yang bekerja memiliki pendidikan minimal SD, SMU, atau SLTP, artinya adalah peluang dunia usaha untuk mendapatkan
pekerja yang memiliki tingkat pendidikan tinggi menengah atas kemungkinannya sama dengan pekerja yang pendidikannya SD dan SLTP.
Jadi dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa ketersediaan tenaga kerja bagi dunia usaha yang ada di kota Sibolga masih akan dipenuhi oleh pekerja dengan
pendidikan SMU, SLTP, dan SD. Yang mana hal ini dapat menunjukkan bahwa kondisi seperti ini tidak akan dapat mendukung peningkatan dan
kelancaran investasi untuk mengembangkan dunia usaha agar lebih terpacu secara terus menerus, dikarenakan semakin berkembangnya teknologi dan
pengetahuan yang akan selalu berubah dalam pengaplikasiannnya di dunia usaha.
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
II.D.3. Kualitas Keterampilan Tenaga Kerja
Kota Sibolga yang merupakan kota yang berada di kawasan pantai Barat, pada saat sekarang ini seperti yang dipaparkan sebelumnya, dari jumlah
tenaga kerja yang sebanyak 35.537 jiwa atau sebesar 42,29 dari total jumlah penduduknya, 32,33 bekerja disektor perdagangan, 30,16 bekerja disektor
pertanian, 13,37 bekerja disektor jasa, sebesar 42,85 bekerja disektor pengangkiutan dan akomodasi dan sisanya bekerja disektor industri,
bangunan, bank dan lembaga keuangan, listrik gas dan air serta penggalian dan pertambangan.
Apabila dilihat dari persentase tenaga kerja sektor manufaktur industri terhadap total tenaga kerja ada sebesar 4,97 tenaga kerja yang
bekerja disektor manufaktur. Prosentase ini cukup kecil dibandingkan dengan sektor pertanian 30,16, perdagangan 32,33, jasa 13,37 dan sektor
pengangkutan dan akomodasi 12,85. Dari kondisi tersebut dapat juga bahwa sekitar 52,44 dari juml;ah
penduduk yang bekerja tersebut 35.537 jiwa merupakan buruhpekerja dan sekitar 30,98 adalah penduduk yang bekerja dengan usaha sendiri tanpa
bantuan orang lain, dan selebihnya adalah pekerja lepas dan pekerja keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh dari jumlah penduduk yang
bekerja memiliki kualitas sebagai pekerja buruh ini dimungkinkan karena lebih dari separuh jumlah tenaga kerja yang ada memiliki tingkat pendidikan
SLTP ke bawah 64,14, artinya adalah bahwa pekerja yang ada hanya memungkinkan untuk mengisi lapangan pekerjaan yang hanya membutuhkan
kondisi fisik yang kuat agar dapat bekerja dengan menggunakan tenaga tanpa
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
harus memanfaatkan secara optimal keterampilan dan pendidikan yang dimiliki.
II.D.4. Produktivitas Tenaga Kerja
Dari bagian sebelumnya sudah dijelaskan bahwa prosentase jumlah tenaga kerja yang berada disektor manufaktur industri adalah sebesar 4,97
dari total jumlah penduduk yang bekerja yaitu 35.357 jiwa. Jika dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto PDRB kota Sibolga pada tahun 2001 yang
berjumlah Rp. 250.001.080, untuk sektor manufaktur industri menyumbang sebesar Rp. 24.761.560 atau sebesar 9,905 berdasarkan perhitungan PDRB
atas dasar harga konstan 1993. Apabila dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang ada disektor ini, maka yaitu sebesar 1.766 jiwa 4,97 dari total
penduduk yang bekerja, berarti untuk setiap tenaga kerja menyumbang sebesar Rp 14.024 kepada sektor manufaktur industri.
Sedangkan jika dilihat dari PDRB yang dihitung atas dasar harga berlaku jumlah PDRB kota Sibolga tahun 2001 adalah sebesar
Rp.527.424.220, dengan kontribusi sektor manufaktur industri terhadap total PDRB adalah sebesar Rp.60.932.330, atau sebesar 11,55 dan apabila
dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang ada disektor ini, maka sumbangan tiap satu orang tenaga kerja adalah sebesar Rp.34.503,-
Sedangkan berdasarkan penilaian responden terhadap kondisi tenaga kerja seperti yang tersaji pada tabel 23, sebanyak 64 responden menyatakan
bahwa kualitas atau keterampilan tenaga kerja adalah tingg dan 36 responden menyatakan agak kurang. Sama halnya dengan kualitas tenaga
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
kerja, dilihat dari sisi produktivitas tenaga kerja pun, sebesar 64 responden menyatakan tinggi dan 36 responden menyatakan agak kurang. Dari hal ini
menunjukkan bahwa penilaian terhadap gambaran kondisi tenaga kerja di Kotamadya Sibolga secara umum adalah baik.
Tabel 23. Penilaian Responden terhadap Tenaga Kerja di daerah
Sangat Tinggi
Agak Kurang
Tinggi Kurang Kurang
INDIKATOR F F F F F
Kualitas Keterampilan Tenaga Kerja
- - 7 64 4 36 - - 11 100 Produktifitas Tenaga Kerja
- -
7 64
4 36
- -
11 100
Sumber : Data primer yang diolah, 2002
II.E. INFRASTRUKTUR FISIK
Untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan suatu daerah dukungan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh daerah sangatlah penting.
Hal ini berkaitan dengan akan memperlancarnya hubungan akses daerah dengan daerah lain untuk melakukan kegiatan perekonomian antar daerah,
seperti kegiatan perdagangan baik yang dilakukan dengan menggunakan fasilitas darat, laut dan udara terhadap produk yang merupakan hasil produksi
dari daerah yang bersangkutan. Untuk kota Sibolga yang dalam hal ini merupakan salah satu daerah
yang menjadi tempat penelitian yang berkaitan dengan gambaran daya tarik investasi daerah, ketersediaan infrastruktur dan kondisinya akan sangat
penting guna mendukung proses ekonomi dan pembangunan daerah kearah yang lebih maju.
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
II.E.1. Ketersediaan Infrastruktur Fisik
Infrastruktur fisik yang ada dikota Sibolga selain panjang jalan provinsi dari kota, juga tersedia pelabuhan laut, sedangkan pelabuhan udara
tidak ada namun lokasinya masih cukup dekat walaupun berada di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah.
Panjang jalan untuk kota Sibolga berdasarkan data tahun 2001 secara keseluruhan adalah sepanjang 57.890 Km, yang terdiri dari panjang jalan
Negara 3540 km. Jika dibandingkan dengan luas wilayah kota Sibolga yang seluas 1.077 ha 10,77 km
2
antara panjang jalan Negara maka tiap satu hektar luas wilayah kota Sibolga, panjangnya jalan provinsi yang ada adalah sebesar
46,9 km. Sedangkan untuk perbandingan luas wilayah dengan panjang jalan kota yang tersedia adalah 421,6 km. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah kota
Sibolga memiliki panjang jalan yang cukup panjang. Untuk tipe pelabuhan laut yang ada di kota Sibolga adalah pelabuhan
NasionalNusantara atau disebut juga pelabuhan utama yang tersier multipurpose. Pelabuhan laut Sibolga melayani tidak hanya kapal-kapal
kargo yang terutama membawa barang-barang produksi dari kota Sibolga untuk keluar daerah maupun yang masuk ke pelabuhan Sibolga, juga melayani
kapal-kapal penumpang. Jarak pelabuhan Sibolga dengan pelabuhan laut terdekatnya yaitu pelabuhan Gunung Sitoli adalah 88 mil. Dari data pelayanan
yang ada pada syahbandar pelabuhan laut kota Sibolga, rata-rata pemberangkatan kapal perminggunya adalah 40-60 call kapal yang terdiri dari
kapal kargo, ferry, kapal penumpang dengan tujuan Jakarta dan Sabang dan kapal-kapal lokal. Dari data ini dapat digambarkan bahwa pelabuhan laut yang
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
ada di Kota Sibolga pada dasarnya sudah sangat memadai untuk melayani dan melaksanakan kegiatan untuk sebagai pelabuhan yang dapat memfasilitasi
setiap kegiatan yang ada di Kota Sibolga maupun Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai tetangga terdekatnya.
Untuk jumlah sambungan telepon jumlah pelanggan telepon yang ada di kota Sibolga, ada sebanyak 4633 sambungan pelanggan yang sudah
dilakukan oleh PT Telkom Cabang Sibolga sampai tahun 2001, yang mana dari kondisi ini ada pertumbuhan jumlah pelanggan dari 1999-2001 sebesar
18,09 walaupun dari jumlah pemasangan baru yang direalisasikan dibandingkan dengan permohonan pemasangan baru ada sekitar 18,97
permohonan yang tidak dapat direalisasikan untuk tahun 2001. Untuk kecukupan sambungan listrik sebagai salah satu infrastruktur
yang dibutuhkan oleh dunia usaha, sambungan listrik yang terjadi untuk Kota Sibolga selama tahun 2001 sebesar 27.072.947 KwH yang terjual, yang mana
sebesar 50,64 untuk konsumsi rumah tangga, 14,08 untuk komersil, 29,64 untuk sektor industri dan 5,64 untuk umum, sedangkan selama
tahun 2001 jumlah KwH yang terjual sebesar 25,4. Berdasarkan penilaian responden terhadap ketersediaan infrastruktur
fisik, ada sebesar 82 responden yang menilai cukup memadai jalan darat yang ada sebagai akses penunjang kegiatan usaha dan mobilitas antar wilayah
dan 18 responden menilai kurang memadai. Hal ini bersesuaian dengan cukup panjangnya jalan darat yang ada di Kota Sibolga yang melintasi hampir
semua wilayah Sibolga dan jalur hubungan dengan daerah-daerah lain.
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
Tabel 24. Penilaian Responden Terhadap Ketersediaan Infrastruktur Fisik
Sangat tidak
memadai Sangat
Memadai Cukup
Memadai Kurang
Memadai Total
INFRASTRUKTUR FISIK
F F F F F
Jalan darat
- - 9 82 2 18 - - 11 100 Transportasi
laut 1 9 9 82 1 9 - - 11
100 Transportasi
Udara - - 4 36 4 36 3 27 11 100
Sambungan listrik
1 9 10 91 - - - - 11
100 Sambungan
telpon 1 9 9 82 1 9 - - 11
100 Lahan untuk kawasan
industri 1 9 3 27 6 54 1 9 11
100 Lahan yang khusus
untuk limbah - - 8 73 2 18 1 9 11 100
Sumber : Data primer yang diolah, 2002
Untuk ketersediaan transportasi lau, sebesar 82 responden menilai cukup memadai, 9 responden menyatakan sangat memadai dan 9
responden menyatakan kurang memadai. Berarti ketersediaan sarana transportasi laut cukup memadai sehubungan dengan keberadaan pelabuhan
laut Kota Sibolga. Secara umum ketersediaan sarana transportasi udara adalah kurang
memadai, yang mana sebesar 36 responden menyatakan kurang memadai dan 27 responden menyatakan sangat tidak memadai, sedangkan 36
menyatakan cukup memadai. Hal ini berkaitan juga dengan belum beroperasinya secara maksimal pelabuhan udara Pinangsori yang ada di
Kabupaten Tapanuli Tengah yang akan menggunakan armada Sumatera Airlines secara optimal untuk menyelenggarakan penerbangan secara reguler,
serta masih cukup tingginya biaya untuk menggunakan fasilitas tersebut.
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
Tanggapan responden terhadap kecukupan sambungan listrik yang bisa dipasok oleh PT PLN Persero Cabang Sibolga untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, sebesar 91 responden menilai cukup memadai dan 9 responden menyatakan sangat memadai. Berarti persepsi dari responden
terhadap kecukupan sambungan listrik adalah cukup memadai, yang mana hal ini sejalan dengan data sekunder yang sebelumnya sudah dijelaskan mengenai
jumlah peningkatan sambungan listrik yang berhasil terjual selama tahun 2001.
Untuk kecukupan sambungan telepon, persepsi responden adalah sebesar 82 responden menyatakan cukup memadai dan responden yang
menyatakan sangat memadai serta kurang memadai masing-masing sebesar 9. Jika dilihat berdasarkan data sekunder, tanggapan responden yang kurang
terhadap kecukupan saluran telepon ini berhubungan juga dengan masih cukup besarnya jumlah permohonan pelanggan yang tidak dapat direalisasikan oleh
pihak Telkom selama tahun 2001 18,97. Indikator lain yang berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur fisik
adalah ketersediaan lahan untuk industri maupun lahan sebagai kawasan industri, sebesar 54 responden menyatakan kurang memadai, 27
responden menyatakan cukup memadai dan untuk penilaian sangat memadai dan sangat tidak memadai masing-masing sebesar 9. Ini berarti
menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap ketersediaan lahan untuk industri di Kota Sibolga sudah terasa sangat terbatas, sehingga apabila ada
pengembangan itupun hanya sebatas bertambahnya rumah toko untuk tempat tinggal. Sedangkan untuk ketersediaan lahan yang khusus disediakan untuk
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
pembuangan dan pengolahan limbah, sebesar 73 responden menilai cukup memadai, 18 responden menyatakan kurang memadai serta 9 responden
menyatakan sangat tidak memadai.
II.E.2. Kualitas Infrastruktur Fisik
Berdasarkan penilaian responden terhadap kualitas dan kemudahan akses infrastruktur fisik adalah untuk kondisi jalan darat sebagai akses
penunjang kegiatan usaha sebesar 54 responden menyatakan baik, 36 responden menilai cukup dan 9 menilai kurang baik.
Untuk kelancaran sarana transportasi laut tanggapan yang diberikan oleh responden sebesar 73 menyatakan baik, 18 responden menilai cukup
dan sebesar 9 responden menanggapi kurang baik. Berarti secara umum kelancaran sarana transportasi laut adalah baik. Sedangkan tanggapan
responden mengenai akses terhadap pelabuhan laut yang dilihat dari keberadaan jarak, kemudahan dan kelancaran ke pelabuhan sebesar 73
responden menyatakan baik dan 27 responden menilai cukup. Untuk persepsi responden terhadap kelancaran sarana transportasi
udara, yang merupakan salah satu faktor pendukung untuk meningkatkan kelancaran arus perekonomian dari daerah-daerah dan dapat mengembangkan
daya tarik bagi investor, prosentase terbesar menyatakan kurang baik yaitu sebesar 36 responden dan sangat tidak baik sebesar 27 responden,
sedangkan tanggapan baik dan cukup masing-masing sebesar 18. Hal ini jelas menggambarkan bahwa ketersediaan sarana transportasi udara juga sama
pentingnya seperti infrastruktur lainnya, namun kondisi ini belumlah berjalan
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
secara optimal, yang mana pelabuhan udara Pinangsori tertunda pengoperasiannya secara reguler, mengingat juga kondisi jalan darat menuju
Kota Sibolga sedang rusak.
Tabel 25. Penilaian Responden Terhadap Kualitas dan Kemudahan Akses Infrastruktur Fisik
Baik Cukup Kurang
Baik Sangat
tidak Baik Total
INDIKATOR F F F F F
Kondisi jalan
darat 6 54 4 36 1 9 - - 11 100
Kelancaran sarana transportasi laut
8 73 2 18 1 9 - - 11 100 Akses terhadap
pelabuhan laut 8 73 3 27 - - - - 11 100
Kelancaran sarana transportasi Udara
2 18 2 18 4 36 3 27 11 100 Akses terhadap
transportasi udara 2 18 3 27 5 45 1 9 11 100
Kualitas suplai
listrik 5 45 6 54 - - - - 11 100
Sumber : Data primer yang diolah, 2002
Sedangkan penilaian responden mengenai akses terhadap transportasi udara sebesar 45 responden menyatakan kurang baik dan 9 responden
menilai sangat tidak baik, serta penilaian baik dari responden sebesar 18 dan sebesar 27 responden menganggap cukup. Yang berarti secara umum
kelancaran dan akses terhadap transportasi udara kurang memadai untuk mendorong peningkatan perekonomian dan mendukung pengembangan daya
tarik investasi di Kota Sibolga. Demikian halnya dengan kualitas suplai listrik yang akan mendukung
kemudahan akan akses infrastruktur fisik daerah, sebesar 54 responden menyatakan cukup dan sebesar 45 responden menilai baik, yang secara
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
umum persepsi responden adalah baik dimana hal ini sejalan dengan ketersediaan infrastruktur fisik yang ada.
II.E.3. Akses Terhadap Infrastruktur
Berdasarkan data primer yang merupakan hasil dari penelitian lapangan yang menggunakan kuisioner A sebagai panduan untuk
mewawancarai responden dan menggali informasi-informasi dari mereka sehubungan dengan daya tarik investasi yang dapat dikembangkan untuk
daerah Kota Sibolga, yang dalam hal ini tercakup dalam hasil tabulasi pada tabel 24 dan 25, menunjukkan bahwa akses terhadap infrastruktur yang ada di
Kota Sibolga cukup memadai. Dimana ketersediaan atas sarana-sarana yang ada sebagai penunjang pengembangan dunia usaha dan akan menopang
perekonomian daerah cukup mudah walaupun disisi lain masih ada sarana lain yang aksesnya masih kurang, seperti lahan untuk kawasan industri dan tempat
pembuangan dan pengolahan limbah. Dalam hal ini apabila ada kecukupan lahan sebagai kawasan industri akan sangat menguntungkan bagi daerah
mengembangkan potensi daerahnya untuk diberikan kepada investor yang akan membutuhkan lahan untuk membangun industrinya.
Disamping itu juga perbaikan terhadap kondisi dan kualitas jalan lokai Batu Berlubang yang jalur menuju Kota Sibolga, akan sangat membantu sekali
bagi kelancaran jalur darat yang masuk dan keluar dari Kota Sibolga untuk melakukan kegiatan perekonomian maupun aktivitas lainnya.
Secara menyeluruh akses terhadap ketersediaan dan kualitas dari infrastruktur fisik yang tersedia masih cukup baik dan memadai, yang ditandai
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
dari kemudahan untuk mendapatkan pelayanan terhadap setiap fasilitas. Misalnya seperti transportasi darat, sudah cukup banyaknya alat transportasi
darat yang dapat menghubungkan tempat-tempat yang ada Kota Sibolga maupun menghubungkannya dengan daerah lainya. Untuk transportasi laut
juga demikian, dimana tersedianya fasilitas yang baik dari pelabuhan Kota Sibolga dan banyaknya jasa pelayaran yang dapat mendukung pengiriman
barang maupun hasil produksi dari Kota Sibolga ke daerah-daerah lainnya seperti Kabupaten Nias, serta jarak pelabuhan sangat dekat dan mudah untuk
dijangkau dari mana saja.
Murbanto Sinaga : Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Investasi di Kota Sibolga, 2002
USU Repository © 2006
BAB III KESIMPULAN