Hipersensitif Dentin dan Perawatannya

(1)

 

HIPERSENSITIF DENTIN DAN PERAWATANNYA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

ZILBY REBECA VALDA NIM : 050600065

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

   


(2)

 

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, Februari 2010

Pembimbing : Tanda tangan

Zulkarnain,drg.,M.Kes. ………... NIP : 19551002 198503 1001

   


(3)

 

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 13 Februari 2010

TIM PENGUJI

KETUA : Zulkarnain,drg., M. Kes. ...

ANGGOTA : 1. Saidina Hamzah Daliemunthe, drg., Sp. Perio. (K) ...

2. Irma Ervina, drg., Sp. Perio. (K) ...

Mengetahui

KETUA DEPARTEMEN

Zulkarnain,drg., M. Kes. ...

NIP : 19551002 198503 1001

   


(4)

 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, serta salawat beriring salam kepada Rasulullah SAW yang menjadi tauladan sehingga skripsi ini selesai disusun untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih buat kedua orang tuaku, Ayahanda Murad dan Ibunda Asma Farida, yang telah menjadi tauladan dan memberikan kasih sayang tanpa batas. Dan terima kasih kepada Bapak Zulkarnain, drg., M. Kes. selaku Ketua Departemen Periodonsia dan dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan kesabaran dalam membimbing penulis demi selesainya skripsi ini. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Ismet Danial Nst, drg., Ph.D., Sp. Prost.(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Saidina Hamzah Daliemunthe, drg., Sp. Perio. (K) dan Ibu Irma Ervina, drg. Sp. Perio. (K) selaku dosen penguji skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan petunjuk serta saran kepada penulis. 3. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Departemen Periodonsia dan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Keluarga besar dan adik-adikku, Amond, Lucky dan Yasin yang selalu memberikan semangat, doa dan dukungannya.

   


(5)

 

5. Sahabat-sahabatku, Andi Azwan, Ira, Lia dan Wulan atas kebersamaan, dukungan dan semua hal yang telah diberikan kepada penulis selama ini, serta Kakanda dan Adinda mahasiswa FKG USU yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi khususnya Departemen Periodonsia.

Medan, 13 Februari 2010

Penulis

(Zilby Rebeca Valda)

NIM: 050600065

   


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 2.1 Definisi... 3

2.2 Etiologi dan Faktor Yang Mempengaruhi... 4

BAB 3 GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSA 3.1 Gejala Klinis ... 14

3.2 Diagnosa... 15

BAB 4 TERAPI ... 17

4.1 Terapi Yang Bersifat Non Invasif ... 18

4.2 Terapi Yang Bersifat Invasif... 21

BAB 5 DISKUSI DAN KESIMPULAN 5.1Diskusi ... 23

5.2Kesimpulan ... 24

DARTAR PUSTAKA... 26

vi


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. (A) Tubulus dentin yang tertutup dan (B) Tubulus dentin yang terbuka ... 5 2. Gambaran etiologi dan mekanisme terjadinya hipersensitif dentin. ... 5 3. Ilustrasi mekanisme teori hidrodinamik yang diawali oleh adanya rangsangan

terhadap syaraf intradental dan akhirnya menimbulkan rasa sakit... 6 4. Wanita 14 tahun menunjukkan karakteristik kehilangan struktur pada permukaan

gigi yang menyeluruh dan enamel gigi insisivus maksila tampak seperti terpolis. Lapisan enamel yang ada tampak sangat tipis... 8 5. Wanita 33 tahun Pada permukaan amalgam yang menonjol keluar, di bawahnya

terlihat perluasan erosi pada permukaan oklusal... 8 6. Wanita 42 tahun dengan kebiasaan bruksism, tampak adanya atrisi yang sedang

sampai yang parah ... 9 7. Abrasi pada gigi C dan P pasien. Pasien tersebut memiliki kecenderungan

menyikat giginya dengan kuat. Resesi ringan terjadi pada gingiva dan semento-enamel yang mengalami keauasan tampak sebagai lesi abrasi pada permukaan prominensia akar gigi (tanda panah) ... 10 8. Pasien yang berusia 33 tahun ini mengalami abfraksi di servikal gigi posterior

mandibula ... 11 9. Resesi gingiva yang terjadi pada pasien wanita berusia 40 tahun. Resesi gingiva

menyebabkan tersingkapnya permukaan akar... 12

vii


(8)

10.Gambaran mikroskopis tubulus dentin (A) pada gigi yang tidak mengalami hipersensitif dentin dan (B) pada gigi yang mengalami hipersensitif dentin ... 15 11.Pasta gigi yang sering dipakai untuk mengurangi hipersensitif dentin ... 19

viii


(9)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Periodonsia

Tahun 2010

Zilby Rebeca Valda

Hipersensitif dentin dan perawatannya viii + 28

Hipersensitif dentin digambarkan sebagai rasa sakit yang berlangsung pendek dan tajam akibat adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar. Rangsangan tersebut antara lain taktil atau sentuhan, uap, kimiawi dan rangsangan panas. Rasa sakit yang terjadi pada hipersensitif dentin akan mempengaruhi kenyamanan dan fungsi rongga mulut dan bila tidak dirawat maka akan menimbulkan defisiensi nutrisi pada penderita.

Terkikisnya lapisan enamel yang menutupi gigi dan tersingkapnya permukaan akar merupakan awal dari terjadinya hipersensitif dentin. Penyebab terkikisnya lapisan enamel antara lain erosi, abrasi, atrisi dan abfraksi. Bentuk-bentuk kerusakan gigi tersebut memiliki gambaran klinis dan etiologi yang berbeda-beda. Etiologi hipersensitif dentin adalah adanya pergerakan cairan tubulus dentin akibat adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar atau terbuka. Hal ini sesuai dengan teori hidrodinamik yang dikemukakan oleh Brannström.

Gejala klinis hipersensitif dentin yakni berupa rasa sakit yang singkat, tajam dan spontan. Pada pemeriksaan mikroskopis, gigi yang mengalami hipersensitif dentin memiliki banyak tubulus dentin pada permukaan dentin yang tersingkap dimana jumlah tubulus dentin tersebut 8 kali lebih banyak dibandingkan gigi yang tidak mengalami hipersensitif dentin serta diameter tubulus dentin pun meningkat.

Untuk menentukan diagnosa yang tepat, seorang dokter gigi harus memeriksa pasien dengan hati-hati dan teliti, termasuk frekuensi minum jus atau minuman asam lainnya,


(10)

makanan, obat-obatan, riwayat medis (contoh muntah ataupun gangguan pola makan seperti anoreksia dan bulimia nervosa). Alat-alat dan tes yang dipakai untuk membantu penentuan diagnosa, antara lain semprotan udara atau air, sonde, alat perkusi, tes gigitan, tes thermal dan pemeriksaan oklusi.

Ada dua prinsip terapi hipersensitif dentin, yakni mencegah aliran cairan tubulus dentin dan mengurangi rangsangan terhadap syaraf. Berdasarkan berat ringan dilakukannya, terapi hipersensitif dentin dapat bersifat invasif dan non invasif. Terapi hipersensitif dentin yang bersifat invasif antara lain bedah mukogingival, resin dan pulpektomi serta laser. Sedangkan terapi yang bersifat non invasif antara lain pasta desensitisasi dan bahan topikal.

Daftar Pustaka : 34 (1997-2010)


(11)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Periodonsia

Tahun 2010

Zilby Rebeca Valda

Hipersensitif dentin dan perawatannya viii + 28

Hipersensitif dentin digambarkan sebagai rasa sakit yang berlangsung pendek dan tajam akibat adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar. Rangsangan tersebut antara lain taktil atau sentuhan, uap, kimiawi dan rangsangan panas. Rasa sakit yang terjadi pada hipersensitif dentin akan mempengaruhi kenyamanan dan fungsi rongga mulut dan bila tidak dirawat maka akan menimbulkan defisiensi nutrisi pada penderita.

Terkikisnya lapisan enamel yang menutupi gigi dan tersingkapnya permukaan akar merupakan awal dari terjadinya hipersensitif dentin. Penyebab terkikisnya lapisan enamel antara lain erosi, abrasi, atrisi dan abfraksi. Bentuk-bentuk kerusakan gigi tersebut memiliki gambaran klinis dan etiologi yang berbeda-beda. Etiologi hipersensitif dentin adalah adanya pergerakan cairan tubulus dentin akibat adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar atau terbuka. Hal ini sesuai dengan teori hidrodinamik yang dikemukakan oleh Brannström.

Gejala klinis hipersensitif dentin yakni berupa rasa sakit yang singkat, tajam dan spontan. Pada pemeriksaan mikroskopis, gigi yang mengalami hipersensitif dentin memiliki banyak tubulus dentin pada permukaan dentin yang tersingkap dimana jumlah tubulus dentin tersebut 8 kali lebih banyak dibandingkan gigi yang tidak mengalami hipersensitif dentin serta diameter tubulus dentin pun meningkat.

Untuk menentukan diagnosa yang tepat, seorang dokter gigi harus memeriksa pasien dengan hati-hati dan teliti, termasuk frekuensi minum jus atau minuman asam lainnya,


(12)

makanan, obat-obatan, riwayat medis (contoh muntah ataupun gangguan pola makan seperti anoreksia dan bulimia nervosa). Alat-alat dan tes yang dipakai untuk membantu penentuan diagnosa, antara lain semprotan udara atau air, sonde, alat perkusi, tes gigitan, tes thermal dan pemeriksaan oklusi.

Ada dua prinsip terapi hipersensitif dentin, yakni mencegah aliran cairan tubulus dentin dan mengurangi rangsangan terhadap syaraf. Berdasarkan berat ringan dilakukannya, terapi hipersensitif dentin dapat bersifat invasif dan non invasif. Terapi hipersensitif dentin yang bersifat invasif antara lain bedah mukogingival, resin dan pulpektomi serta laser. Sedangkan terapi yang bersifat non invasif antara lain pasta desensitisasi dan bahan topikal.

Daftar Pustaka : 34 (1997-2010)


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

Salah satu masalah gigi geligi yang dihubungkan dengan rasa sakit dan sulit diatasi oleh dokter gigi adalah masalah hipersensitif dentin.1,2,3 Hipersensitif dentin digambarkan sebagai rasa sakit yang berlangsung pendek dan tajam akibat adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar.4,5,6 Rasa sakit tersebut akan mempengaruhi kenyamanan dan fungsi rongga mulut dan bila tidak dirawat maka akan menimbulkan defisiensi nutrisi pada penderita.7,8,9 Beberapa dokter gigi masih bingung dengan diagnosa, etiologi dan mekanisme terjadinya hipersensitif dentin.10,11,12 Disamping itu, para dokter gigi tersebut merasa kurang yakin dalam melakukan perawatan hipersensitif dentin.1,13,14 Banyak perawatan dan bahan yang digunakan untuk merawat hipersensitif dentin, tetapi sebagian besar kurang efektif dan menunjukkan hasil yang bermacam-macam.15,16,17 Oleh karena itu, para dokter gigi harus mengetahui gejala dan etiologi hipersensitif dentin dan bentuk-bentuk kerusakan permukaan gigi agar diperoleh diagnosa dan rencana perawatan yang tepat.18,19

Pada Bab 2 akan dibahas mengenai definisi, etiologi dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipersensitif dentin.

Pada Bab 3 akan dibahas gejala klinis dan penentuan diagnosa hipersensitif dentin.

1


(14)

Pada Bab 4 akan dibahas terapi hipersensitif dentin meliputi terapi yang bersifat invasif dan non invasif. Kemudian tulisan ini akan ditutup dengan diskusi dan kesimpulan pada Bab 5.

Dari pembahasan tulisan ini, diharapkan agar dokter gigi dan pasien mengetahui mengenai hipersensitif dentin dan perawatannya. Dengan mengetahui mengenai hipersensitif dentin, diharapkan para dokter gigi tidak dibingungkan lagi oleh etiologi, diagnosa serta mekanisme terjadinya hipersensitif dentin dan pasien dapat melaksanakan terapi hipersensitif dentin secara adekuat, sehingga akhirnya didapatkan hasil perawatan yang sempurna serta memuaskan pasien dan dokter gigi.

2


(15)

BAB 2

DEFINISI, ETIOLOGI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Hipersensitif dentin merupakan masalah yang sering terjadi dan sulit untuk diatasi.1,2 Masalah hipersensitif dentin telah dikenal sejak lama, namun sampai saat ini belum teratasi dengan sempurna. Banyak dokter gigi yang masih bingung mengenai etiologi dan penentuan diagnosa serta penanganan kasus tersebut. Walaupun gejala yang timbul hanya berupa rasa sakit dalam jangka waktu pendek, tapi rasa sakit tersebut bersifat tajam dan spontan. Sehingga mengganggu kenyamanan pasien.1-5 Saat ini, sekitar 30 % penduduk dunia mengalami hipersensitif dentin.3

2.1 Definisi

Hipersensitif dentin dapat digambarkan sebagai rasa sakit yang berlangsung pendek dan tajam yang terjadi secara tiba-tiba akibat adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar. Rangsangan tersebut antara lain taktil atau sentuhan, uap, kimiawi dan rangsangan panas atau dingin. Selain itu, hipersensitif dentin tidak dihubungkan dengan kerusakan atau keadaan patologis gigi.1-5 Walaupun rasa sakit yang timbul hanya dalam jangka waktu pendek, namun dapat membuat makan menjadi sulit dan akhirnya mempengaruhi kesehatan rongga mulut jika tidak dirawat.6

3


(16)

2.2 Etiologi dan Faktor Yang Mempengaruhi

Etiologi hipersensitif dentin adalah adanya pergerakan cairan tubulus dentin akibat adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar atau terbuka (Gambar 1). Hal ini sesuai dengan teori hidrodinamik yang dikemukakan oleh Brannström. Berbagai teori telah dibuat untuk menjelaskan mengenai etiologi dan mekanisme terjadinya hipersensitif dentin, antara lain teori transducer, teori modulasi, teori gate control dan vibration dan teori hidrodinamik. Namun, sampai saat ini hanya teori hidrodinamik yang paling sering dipakai untuk menjelaskan etiologi dan mekanisme terjadinya hipersensitif dentin (Gambar 2 dan 3).22

Teori hidrodinamik mulai dikembangkan pada tahun 1960-an oleh Brannström dan tahun 1989 teori ini diterima dan dipakai untuk menjelaskan mekanisme terjadinya hipersensitif dentin. Teori ini menyimpulkan bahwa hipersensitif dentin dimulai dari dentin yang terpapar mengalami rangsangan, lalu cairan tubulus bergerak menuju reseptor syaraf perifer pada pulpa yang kemudian melakukan pengiriman rangsangan ke otak dan akhirnya timbul persepsi rasa sakit.1,3,22,31 Rangsangan terhadap tubulus dentin yang terbuka dapat berupa taktil atau sentuhan, uap, kimiawi dan rangsangan panas atau dingin. Namun, dingin merupakan rangsangan yang paling sering menyebabkan hipersensitif dentin.21 Pergerakan cairan tubulus dentin dipengaruhi oleh konfigurasi tubulus, diameter tubulus dan jumlah tubulus yang terbuka.8

4


(17)

A B

Gambar 1. (A) Tubulus dentin yang tertutup dan (B) Tubulus dentin yang terbuka (Walters PA. J Contemp Dent Pract Mei 2005; (6)2: 108).

Gambar 2. Gambaran etiologi dan mekanisme terjadinya hipersensitif dentin (Strassler HE, Drisko CL, Alexander DC. http://www.insidedentalassisting.com 17 Februari 2010)

Odontoblas Tubulus

dentin

Syaraf pulpa Pulpa gigi Rangsangan (sentuhan, uap, dingin, panas, dan manis)

Permukaan akar yang terkena rangsangan

Pergerakan cairan

Resesi gingiva

Dentin yang terpapar Cairan tubulus dentin

5


(18)

Rangsangan: Panas, mekanis, uap dan kimia

Mengenai

Dentin yang terpapar, tubulus dentin terbuka

Meningkatkan aliran cairan dentin

Menimbulkan aksi potensial pada syaraf intradental

Aksi potensial ke otak dan menimbulkan rasa sakit

Gambar 3. Gambar ilustrasi mekanisme teori hidrodinamikyang diawali oleh adanya rangsangan terhadap syaraf intradental dan akhirnya menimbulkan rasa sakit (Orchardson R and Gillam DG. J Am Dent Assoc 2006; 137: 991).

Dentin merupakan lapisan sensitif yang menutupi struktur jaringan pulpa dan memiliki hubungan fungsional dengan jaringan pulpa.1 Dentin terdiri dari ribuan struktur tubulus mikroskopis yang menghubungkan dentin dengan jaringan pulpa. Diameter tubulus dentin sekitar 0,5-2 mikron.6,7 Pemeriksaan mikroskopis pada pasien hipersensitif dentin menunjukkan bahwa tubulus dentin pada pasien hipersensitif dentin lebih besar dan banyak dibandingkan pada pasien yang tidak mengalami hipersensitif dentin.1 Terbukanya dentin disebabkan hilangnya enamel

6


(19)

akibat dari proses atrisi, abrasi, erosi, atau abfraksi serta rangsangan terhadap permukaan akar yang tersingkap akibat dari resesi gingiva atau perawatan periodontal. Semua proses di atas merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipersensitif dentin.8-11

Terkikisnya lapisan enamel yang menutupi gigi dan tersingkapnya permukaan akar merupakan awal dari terjadinya hipersensitif dentin. Penyebab terkikisnya lapisan enamel antara lain erosi, abrasi, atrisi dan abfraksi.4,26 Bentuk-bentuk kerusakan gigi tersebut memiliki gambaran klinis dan etiologi yang berbeda-beda. Erosi adalah kerusakan yang parah pada jaringan keras gigi akibat dari proses kimia tetapi tidak disebabkan oleh aktivitas bakteri (Gambar 4 dan 5).

Gambaran klinis erosi, sebagai berikut:

a. Bentuk lesi cekung yang luas dan permukaan enamel yang licin.

b. Permukaan oklusal yang melekuk (insisal yang beralur) dengan permukaan dentin yang terbuka.

c. Meningkatnya translusensi pada insisal (Gambar 4).

d. Permukaan restorasi amalgam yang bersih dan tidak terdapat tarnish (Gambar 5).

e. Rusaknya karakteristik enamel pada gigi anak- anak.

f. Sering ditemui enamel “cuff” atau ceruk pada permukaan servikal. g. Terbukanya pulpa pada gigi desidui. 24

7


(20)

Gambar 4. Wanita 14 tahun menunjukkan karakteristik kehilangan struktur pada permukaan gigi yang menyeluruh dan enamel gigi insisivus maksila tampak seperti terpolis. Lapisan enamel yang ada tampak sangat tipis (Gandara BK. J Contemp Dent Pract 1999; 1(1): 3).

Gambar 5. Wanita 33 tahun Pada permukaan amalgam yang menonjol keluar, di bawahnya terlihat perluasan erosi pada permukaan oklusal (Gandara BK. J Contemp Dent Pract 1999; 1(1): 3).

8


(21)

Bentuk kerusakan gigi yang lainnya adalah atrisi. Atrisi merupakan kerusakan pada permukaan gigi atau restorasi akibat kontak antar gigi selama pengunyahan atau karena adanya parafungsi/kelainan fungsi, seperti bruksism (Gambar 6).

Gambaran klinis atrisi, sebagai berikut:

a. Kerusakan yang terjadi sesuai dengan permukaan gigi yang berkontak saat pemakaian.

b. Permukaan enamel yang rata dengan dentin.

c. Kemungkinan terjadinya fraktur pada tonjol gigi atau restorasi. 4,26

Gambar 6. Wanita 42 tahun dengan kebiasaan bruksism, tampak adanya atrisi yang sedang sampai yang parah (Gandara BK. J Contemp Dent Pract 1999; 1(1): 4).

Abrasi juga penyebab terkikisnya enamel dan akhirnya menyebabkan terpaparnya dentin. Abrasi adalah kerusakan pada jaringan gigi akibat benda asing, seperti sikat gigi dan pasta gigi (Gambar 7).

Gambaran klinis abrasi, sebagai berikut: a. Biasanya terdapat pada daerah servikal gigi.

9


(22)

b. Lesi cenderung melebar daripada dalam. c. Gigi yang sering terkena P dan C. 24

Gambar 7. Abrasi pada gigi C dan P pasien. Pasien tersebut memiliki kecenderungan menyikat giginya dengan kuat. Resesi ringan terjadi pada gingiva dan semento-enamel yang mengalami keauasan tampak sebagai lesi abrasi pada permukaan prominensia akar gigi (tanda panah) (Gandara BK. J Contemp Dent Pract 1999; 1(1): 4).

Abfraksi juga dapat menyebabkan terkikisnya enamel (Gambar 8). Beda dengan kerusakan gigi lainnya, abfraksi merupakan kerusakan permukaan gigi pada daerah servikal akibat tekanan tensile dan kompresif selama gigi mengalami flexure atau melengkung.

Gambaran klinis abfraksi, sebagai berikut:

a. Kelainan ditemukan pada daerah servikal labial/bukal gigi. b. Berupa parit yang dalam dan sempit berbentuk huruf V.

10


(23)

c. Pada umumnya hanya terjadi pada satu gigi yang mengalami tekanan eksentrik pada oklusal yang berlebihan atau adanya halangan yang mengganggu oklusi.24

Gambar 8. Pasien yang berusia 33 tahun ini mengalami abfraksi di servikal gigi posterior mandibula (Gandara BK. J Contemp Dent Pract 1999; 1(1): 4).

Tersingkapnya permukaan akar akibat dari resesi gingiva juga merupakan penyebab hipersensitif dentin (Gambar 9). Resesi gingiva adalah penurunan tinggi tepi gingiva/marginal gingiva ke arah apikal hingga ke bawah Batas Sementum Enamel (BSE). Resesi gingiva merupakan penyebab hipersensitif dentin yang paling sering terjadi. Resesi gingiva bisa bersifat lokalisata ataupun generalisata. Prevalensi terjadinya resesi gingiva pada usia tua lebih besar dibandingkan dengan usia muda. Jika dihubungkan dengan jenis kelamin, maka frekuensi terjadinya resesi gingiva lebih sering pada pria dibandingkan pada wanita. Permukaan akar gigi yang mengalami resesi gingiva bisa menjadi sensitif dikarenakan hilangnya lapisan sementum. Sementum merupakan lapisan yang menutupi dan melindungi lapisan

11


(24)

dentin akar dari berbagai rangsangan. Resesi gingiva yang terjadi bisa disertai kehilangan tulang alveolar ataupun tidak. Jika terjadi kehilangan tulang, maka jumlah tubulus dentin yang terbuka akan lebih banyak lagi. Penyebab terjadinya resesi gingiva antara lain erupsi pasif akibat aging, ukuran dan lokasi gigi di dalam alveolus, pengaruh genetik dan cara penyikatan yang salah. 4,26

Gambar 9. Resesi gingiva yang terjadi pada pasien wanita berusia 40 tahun. Resesi gingiva menyebabkan tersingkapnya permukaan akar (Drisko CH. International Dental Journal 2002; 52: 386).

Selain resesi gingiva, tersingkapnya permukaan dentin akar juga dapat disebabkan oleh prosedur perawatan periodontal, seperti skeling dan penyerutan akar. Prosedur skeling dan penyerutan akar dapat menyebabkan hilangnya perlekatan jaringan periodontal dan terkikisnya sementum. Oleh karena itu, dokter gigi harus hati-hati dalam melakukan prosedur perawatan periodontal. 8,14,15,28

Hipersensitif dentin juga dapat disebabkan oleh efek samping dari prosedur bleaching. Walaupun bersifat ringan, namun sering terjadi dan mengganggu pasien. Belakangan ini, sebuah penelitian klinis pada pasien yang melakukan bleaching

12


(25)

menyatakan bahwa 54 % pasien mengalami sensitif ringan, 10 % pasien mengalami sensitif sedang dan 5 % pasien mengalami sensitif parah serta sisanya tidak mengalami sensitif.21,27 Bleaching juga memiliki efek samping yang lain diantaranya resesi gingiva, rasa gatal pada mukosa dan sakit pada kerongkongan. Hipersensitif dentin pada pasien yang melakukan perawatan bleaching dipengaruhi oleh faktor pasien, lamanya menerima perawatan, konsentrasi dan pH bahan bleaching. Konsentrasi bahan bleaching yang tinggi merupakan faktor resiko terbesar terjadinya hipersensitif dentin.11

13


(26)

BAB 3

GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSA

Hipersensitif dentin merupakan kondisi dengan rasa sakit yang sering terjadi dan mempengaruhi kenyamanan dan fungsi rongga mulut.4 Beberapa penelitian melaporkan bahwa prevalensi hipersensitif dentin sekitar 4 % - 57 %.10 Namun, data prevalensi hipersensitif dentin setiap daerah berbeda satu sama lain. Hal ini dipengaruhi oleh pola makan dan kehidupan sosial individu masing-masing.13 Di Amerika Serikat, sekitar 40 juta orang mengalami hipersensitif dentin setiap tahunnya.11

3.1 Gejala Klinis

Gejala klinis hipersensitif dentin yakni berupa rasa sakit yang singkat, tajam dan spontan. Pada pemeriksaan mikroskopis, gigi yang mengalami hipersensitif dentin memiliki banyak tubulus dentin pada permukaan dentin yang tersingkap dimana jumlah tubulus dentin tersebut 8 kali lebih banyak dibandingkan gigi yang tidak mengalami hipersensitif dentin. Disamping itu, diameter tubulus dentin pun menjadi meningkat (Gambar 10). Pada gigi yang tidak mengalami hipersensitif dentin, diameter tubulus dentin sekitar 0,4 mikron. Sedangkan pada gigi yang mengalami hipersensitif dentin, diameter tubulus dentin menjadi 0,8 mikron. Pada hipersensitif dentin yang parah, rasa sakit yang timbul dapat melibatkan seluruh gigi.1,11,23

14


(27)

A B

Gambar 10. Gambaran mikroskopis tubulus dentin (A) pada gigi yang tidak mengalami hipersensitif dentin dan (B) pada gigi yang mengalami hipersensitif dentin (Ricarte JM dkk. Med Oral Patol Oral Cir Bucal Maret 2008; 13(3): E203).

3.2 Diagnosa

Ketika pasien memiliki keluhan gigi yang sensitif, pertimbangan pertama harus dilakukan adalah mencari faktor penyebab. Hal ini disebabkan sulitnya membedakan hipersensitif dentin dan berbagai kerusakan gigi dengan atau tanpa dihubungkan dengan pulpa. Pasien sering kesulitan untuk menjelaskan atau menggambarkan kapan timbulnya rasa sakit dan menunjukkan lokasi yang spesifik gigi yang mengalami hipersensitif dentin. Karakter rasa sakit hipersensitif dentin dapat diperoleh dari rangsangan perubahan suhu, kimiawi, sentuhan dan semprotan udara atau air.4,29

Untuk menentukan diagnosa yang tepat, seorang dokter gigi harus memeriksa pasien dengan hati-hati dan teliti, termasuk frekuensi minum jus atau minuman asam lainnya, makanan, obat-obatan, riwayat medis (contoh muntah ataupun gangguan pola makan seperti anoreksia dan bulimia nervosa). Banyak dokter gigi yang hanya terfokus pada satu faktor penyebab hipersensitif dentin saja yakni akibat adanya abrasi yang disebabkan prosedur penyikatan gigi. Dokter gigi juga harus mencatat

15


(28)

riwayat dan bentuk nyeri (meliputi daerah yang nyeri pada gigi, intensitas nyeri, pemicu nyeri, serta frekuensi dan durasi masing-masing nyeri), keberadaan karies serta jumlah dan lokasi gigi yang sensitif. 4,29

Selama pemeriksaan, dentin terpapar yang menyebabkan tubulus dentin terbuka harus diperhatikan dan diperiksa. Alat-alat dan tes yang dipakai untuk membantu penentuan diagnosa, antara lain semprotan udara atau air, sonde, alat perkusi, tes gigitan, tes thermal dan pemeriksaan oklusi. Pemeriksaan gigi yang lengkap dengan sendirinya akan menentukan faktor penyebab hipersensitif dentin, apakah disebabkan oleh gigi atau restorasi yang fraktur, karies gigi, kegagalan perawatan endodonti, marginal leakage, ataupun pulpitis.22

Penegakan diagnosa pada pasien yang diduga mengalami hipersensitif dapat diawali dengan pemberian rangsangan berupa panas, sentuhan, semprotan udara atau air serta sentuhan dari alat sonde / eksplorer dan prob, Respon terhadap rangsangan-rangsangan tersebut bervariasi pada setiap pasien. Faktor yang menyebabkan respon pasien terhadap rangsangan bervariasi adalah toleransi pasien terhadap rasa sakit, tingkat emosi pasien, dan lingkungan. Pemeriksaan perkusi, penilaian oklusi, dan pengambilan radiografi juga dapat dilakukan dalam penegakan diagnosa hipersensitif.22 Penentuan diagnosa banding juga perlu dilakukan dalam penegakan diagnosa hipersensitif dentin. Diagnosa banding hipersensitif dentin antara lain karies gigi, pulpitis, gigi atau restorasi yang fraktur, cracked teeth, dan nyeri neuropatik.4

16


(29)

BAB 4 TERAPI

Terapi hipersensitif dentin merupakan tantangan bagi pasien dan dokter gigi. Disamping sulitnya mengukur dan membandingkan rasa sakit pasien yang berbeda-beda, mengubah kebiasaan pasien yang menyebabkan masalah hipersensitif dentin juga merupakan hal yang sulit.11,22 Selain itu, beberapa dokter gigi merasa kurang yakin dalam merawat hipersensitif dentin. Hal ini dikarenakan mereka kurang mengerti tentang biologis, etiologi, diagnosa dan pengelolaan hipersensitif dentin.1

Banyak terapi dan bahan yang digunakan untuk merawat hipersensitif dentin, tetapi kemanjuran sebagian besar dari bahan-bahan tersebut bermacam-macam dan tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu, dokter gigi harus mampu menentukan terapi yang memuaskan dan efektif dalam merawat pasien hipersensitif dentin di praktek.1

Hipersensitif dentin dapat dirawat tanpa terapi, tetapi dapat juga membutuhkan beberapa minggu terapi dengan bahan desensitisasi. Ada dua prinsip terapi hipersensitif dentin, yakni mencegah aliran cairan tubulus dentin dan mengurangi rangsangan terhadap syaraf.11 Berdasarkan berat ringan dilakukannya, terapi hipersensitif dentin dapat bersifat invasif dan non invasif. Terapi hipersensitif dentin yang bersifat invasif antara lain bedah mukogingival, resin dan pulpektomi serta laser. Sedangkan terapi yang bersifat non invasif antara lain pasta desensitisasi dan bahan topikal.19,22 Terapi hipersensitif dentin dapat dilakukan oleh pasien sendiri

17


(30)

di rumah ataupun oleh dokter gigi di praktek.Terapi di rumah lebih sederhana dan murah. Sedangkan terapi di praktek lebih lengkap dan mahal.1,11

4.1 Terapi Yang Bersifat Non Invasif

Terapi hipersensitif dentin yang bersifat non invasif seperti pasta desensitisasi dan agen topikal merupakan terapi yang ringan dan mudah dilakukan oleh pasien ataupun dokter gigi. Terapi non invasif lebih sederhana dan murah dibandingkan dengan terapi invasif.1

Pasta gigi merupakan terapi hipersensitif dentin yang paling sering dan mudah dilakukan. Beberapa pasta gigi mengandung bahan yang dapat menutup tubulus dentin seperti strontium salt dan fluoride. Selain itu ada juga pasta gigi yang mengandung bahan yang dapat mematikan elemen vital di dalam tubulus dentin seperti formaldehid. Saat ini, sebagian besar pasta desensitisasi mengandung bahan yang mengurangi hipersensitif dentin seperti potassium salt (potassium nitrate, potassium chloride atau potassium citrate).1,11

Pasta gigi yang mengandung potassium nitrate telah digunakan sejak tahun 1980. Setelah itu, pasta gigi yang mengandung potassium chloride atau potassium citrate diproduksi. Ion potassium menyebar sepanjang tubulus dentin dan mengurangi rangsangan terhadap syaraf-syaraf interdental dengan mengubah potensial membran syaraf-syaraf tersebut.1

Sejak tahun 2000, penelitian mengenai pasta gigi yang mengandung potassium telah banyak dilakukan. Para peneliti tersebut menemukan bahwa pasta gigi yang mengandung bahan 5 % potassium nitrate atau 3,75 % potassium chloride

18


(31)

secara signifikan dapat mengurangi hipersensitif dentin. Pasta gigi yang mengandung 5 % potassium nitrate dan 0,454 % stannous fluoride secara signifikan juga mengurangi hipersensitif dentin. Salah satu pasta gigi yang mengandung potassium nitrate yang sering dipakai untuk mengurangi hipersensitif dentin yakni sensodyne

(Gambar 11).14,30 Disamping itu, ada juga pasta gigi yang mengandung gabungan antara bahan desensitisasi, seperti fluoride (sodium monofluorophosphate, sodium fluoride, stannous fluoride) dan bahan abrasif, seperti bahan anti plak seperti triclosan atau zinc citrate.1

Gambar 11. Pasta gigi yang sering dipakai untuk mengurangi hipersensitif dentin. (Drisko CH. International Dental Journal, 2002; 52: 389)

Dalam pemakaian pasta gigi, dokter gigi harus memberi pengetahuan kepada pasien bagaimana menggunakan pasta gigi dan teknik penyikatan gigi yang benar. Banyak pasien yang berkumur-kumur secara berlebihan setelah menyikat gigi.

19


(32)

Padahal, kumur-kumur berlebihan setelah menyikat gigi dapat melarutkan dan menghilangkan bahan aktif pasta gigi tersebut dari rongga mulut sehingga mengurangi efek pasta gigi dalam mencegah terjadinya karies.1

Disamping pasta gigi, obat kumur dan permen karet juga merupakan bahan desensitisasi. Penelitian Gillam DG dkk dan Pereira R dkk menemukan bahwa obat kumur yang mengandung potassium nitrate dan sodium fluoride, potassium citrate atau sodium fluoride dapat mengurangi hipersensitif dentin. Penelitian Krahwinkel T dkk menyimpulkan bahwa permen karet yang mengandung potassium chloride secara signifikan dapat mengurangi hipersensitif dentin.1

Pasta gigi, obat kumur dan permen karet merupakan bahan desensitisasi yang dapat dilakukan oleh pasien sendiri di rumah. Namun, bahan desensitisasi topikal seperti fluoride, potassium nitrate, oxalate, dan calcium phosphates sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi di praktek. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan efek perawatan yang lebih maksimal. Bahan topikal fluoride seperti sodium fluoride dan stannous fluoride dapat mengurangi hipersensitif dentin dengan cara mengurangi permeabilitas dentin. Hal ini dimungkinkan oleh adanya pengendapan calcium fluoride yang tidak terlarut di dalam tubulus. Potassium nitrate yang biasanya terdapat pada pasta gigi, juga dapat digunakan secara topikal. Potassium nitrate tidak mengurangi permeabilitas dentin, namun ion potassium mengurangi rangsangan terhadap syaraf. Oxalate juga merupakan bahan desensitisasi topikal. Pada tahun 1981, Greenhill dan Pashley melaporkan bahwa 30 % potassium oxalate dapat mengurangi permeabilitas dentin sekitar 98 %. Sejak saat itu, sejumlah bahan desensitisasi yang mengandung oxalate diproduksi. Selain mengurangi permeabilitas

20


(33)

dentin, bahan yang mengandung oxalate juga dapat menutup tubulus dentin. Calcium phosphates juga efektif dalam mengurangi hipersensitif dentin dengan cara menutup tubulus dentin dan mengurangi permeabilitas dentin.1

4.2 Terapi Yang Bersifat Invasif

Terapi hipersensitif dentin yang bersifat invasif seperti bedah mukogingiva, pulpektomi, resin dan adesif serta laser merupakan terapi yang membutuhkan keahlian khusus dan hanya dilakukan oleh dokter gigi. Terapi invasif lebih kompleks dan lebih mahal dibandingkan dengan terapi non invasif.

Bahan resin dan adesif seperti fluoride varnish, oxalic acid dan resin, sealant dan primer, etching dan adhesive dapat juga digunakan sebagai terapi hipersensitif dentin. Bahan resin dan adesif lebih adekuat sebagai terapi hipersensitif dentin dibandingkan dengan yang topikal. Hal ini dikarenakan bahan desensitisasi topikal tidak berikatan dengan struktur gigi dan efeknya hanya sementara. Pada tahun 1970, Brännström dkk menyarankan penggunaan resin untuk mengurangi hipersensitif dentin. Saat ini, terapi hipersensitif dentin yang paling sering digunakan melibatkan bahan adesif diantaranya varnish, bahan bonding dan bahan restorasi.1

Terapi invasif lainnya adalah iontophoresis yang merupakan terapi dengan menggunakan daya listrik untuk meningkatkan difusi ion-ion ke dentin. Dental iontophoresis biasanya digunakan bersamaan dengan penggunaan pasta fluoride.1 Terapi dengan menggunakan laser juga dapat merawat hipersensitif dentin, tergantung pada jenis laser dan parameter perawatan. Penelitian Lier BB dkk melaporkan bahwa laser neodymium: Yttrium-Aluminum-Garnet (YAG), laser

21


(34)

erbium: YAG dan laser galium-aluminium- arsenide tingkat rendah juga dapat mengurangi hipersensitif dentin. Namun, terapi dengan menggunakan laser membutuhkan biaya lebih mahal dan perawatan yang kompleks.1

Jika faktor etiologi hipersensitif dentin merupakan resesi gingiva, maka terapi yang dipilih adalah bedah mukogingiva, seperti lateral sliding flaps, coronally positioned flaps dan connective tissue grafts, yang menghasilkan penutupan akar yang tersingkap sekitar 65 % hingga 98 %. Generasi jaringan terarah (Guided tissue regeneration) juga mulai dikenal sebagai terapi resesi gingiva dengan menggunakan membran yang bioabsorbable atau nonabsorbable dan mampu menutup akar yang tersingkap sekitar 48 % hingga 92 %.25

Pulpektomi juga dapat dilakukan untuk merawat hipersensitif dentin. Namun, terapi ini dipilih sebagai jalan terakhir. Pulpektomi merupakan perawatan saluran akar yang terpapar dengan cara membuang pulpa dan jaringan periradikular. Biasanya, kamar pulpa dibuka untuk mendapatkan akses ke saluran akar. Setelah pulpa dan jaringan yang terinfeksi lainnya dibuang, proses debridemen dan preparasi saluran akar dilakukan. Lalu proses pengisian saluran akar dilakukan dengan bahan yang diterima secara biologis dan tidak diserap (nonresorbable).33

22


(35)

BAB 5

DISKUSI DAN KESIMPULAN

5.1 Diskusi

Hipersensitif dentin merupakan masalah yang sering terjadi. Dokter gigi harus mengetahui dengan jelas faktor penyebab yang berperan termasuk lokasi dan gejala awal hipersensitif dentin. Pemeriksaan dengan teliti atau skrining sangat penting untuk mengidentifikasi hipersensitif dentin. Hal tersebut bermanfaat dalam menentukan rencana perawatan yang tepat. Saat pasien menunjukkan gejala hipersensitif dentin, pasien harus diperiksa dan dijelaskan pilihan terapi yang dibutuhkan untuk merawat hipersensitif dentin. Perawatan hipersensitif dentin harus dilakukan secara aktif oleh pasien di rumah dan dokter gigi di praktek. Dengan kata lain, keberhasilan perawatan hipersensitif dentin, bukan hanya peranan dokter gigi saja, tetapi juga melibatkan pasien. Selain perawatan, pengetahuan atau edukasi mengenai waktu dan teknik menyikat gigi harus diberikan juga oleh dokter gigi kepada pasien.

Selain itu, indeks nyeri yang universal sangat dibutuhkan untuk menentukan diagnosa dan rencana perawatan hipersensitif dentin yang tepat. Indeks nyeri tersebut membantu dokter gigi untuk memeriksa dan mengukur keparahan hipersensitif dentin. Hal ini dikarenakan respon terhadap rangsangan bervariasi pada setiap pasien. Faktor yang menyebabkan respon pasien terhadap rangsangan bervariasi adalah toleransi pasien terhadap rasa sakit, tingkat emosi pasien, dan lingkungan.

23


(36)

Walaupun perawatan hipersensitif dentin bervariasi saat ini, namun perawatan dengan pasta desensitisasi dianjurkan sebagai perawatan awal. Selain itu, setelah perawatan hipersensitif dentin juga diperlukan follow up. Hal ini perlu dilakukan karena dengan melakukan follow up maka dapat diketahui apakah perawatan yang telah dilakukan berhasil atau tidak. Dan dengan follow up juga dapat diketahui apakah perawatan yang telah dilakukan akan dilanjutkan ataupun diganti dengan perawatan yang lain.

5.2 Kesimpulan

Hipersensitif dentin digambarkan sebagai rasa sakit yang berlangsung pendek dan tajam akibat adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar sehingga menimbulkan pergerakan cairan tubulus dentin. Rangsangan tersebut antara lain taktil atau sentuhan, uap, kimiawi dan rangsangan panas. Selain itu, hipersensitif dentin tidak dihubungkan dengan keadaan patologis gigi. Terbukanya dentin disebabkan hilangnya enamel akibat dari proses atrisi, abrasi, erosi, atau abfraksi serta rangsangan terhadap permukaan akar yang tersingkap akibat dari resesi gingiva atau perawatan periodontal. Untuk menentukan diagnosa yang tepat, seorang dokter gigi harus memeriksa pasien dengan hati-hati dan teliti, termasuk frekuensi minum jus atau minuman asam lainnya, makanan, obat-obatan, riwayat medis (contoh muntah ataupun gangguan pola makan seperti anoreksia dan bulimia nervosa).

Ada dua prinsip terapi hipersensitif dentin, yakni mencegah aliran cairan tubulus dentin dengan menutup tubulus dentin dan mengurangi rangsangan terhadap syaraf. Berdasarkan berat ringan dilakukannya, terapi hipersensitif dentin dapat

24


(37)

bersifat invasif dan non invasif. Terapi hipersensitif dentin yang bersifat invasif antara lain bedah mukogingival, resin dan pulpektomi serta laser. Sedangkan terapi yang bersifat non invasif antara lain pasta desensitisasi dan bahan topikal.

25


(38)

DAFTAR RUJUKAN

1. Orchardson R and Gillam DG. Managing dentin hypersensitivity. J Am Dent Assoc 2006; 137: 990-8

2. Karen Cristina Kazue. Low level laser therapy for dentine hypersensitivity. Cienc Odontol Bras 2003 ; 6 (4): 17-24.

3. Carini F dkk. Effects of a ferric oxalate dentin desensitizier: SEM analysis. Research Journal of Biological Sciences 2007; 2(2): 147-9.

4. Kielbassa AM. Dentine hypersensitivity: Simple steps for everyday diagnosis and management. International Dental Journal 2002; 52: 394–6.

5. Ladalardo dkk. Laser therapy in the treatment of dentine hypersensitivity. Braz Dent J 2004; 15(2): 144-50.

6. Aldo B Jr. Laser therapy in the treatment of Dental hypersensitivity. http://www.walt.nu , 2002 (12): 16-21.

7. Wikipedia, the free encyclopedia. Dentine hypersensitivity. http://en.wikipedia.org/wiki/Dentine_hypersensitivity 2009.

8. Camila dkk. Efficacy of Gluma Desensitizer® on dentin hypersensitivity in periodontally treated patients. Braz Oral Res 2006; 20(3): 252-6.

9. Bamise CT, Olusile AO, Oginni AO. An Analysis of the Etiological and Predisposing Factors Related to Dentin Hypersensitivity. J Contemp Dent Pract Juli 2008; (9)5:052-9.

10. Schiff T, He T, Sagel L, Baker R. Efficacy and Safety of a Novel Stabilized Stannous Fluoride and Sodium Hexametaphosphate Dentifrice for Dentinal Hypersensitivity. J Contemp Dent Pract Mei 2006;(7)2:001-8.

11. Jacobsen PL, Bruce G. Clinical Dentin Hypersensitivity: Understanding the Causes and Prescribing a Treatment. J Contemp Dent Pract 2001; 2 (1): 1-8. 12. Ricarte JM dkk. Dentinal sensitivity:Concept and methodology for its objective

evaluation. Med Oral Patol Oral Cir Bucal Maret 2008; 13(3): E201-6.

26


(39)

13. Deiab H, EL-Soudany K. Comparative study of the clinical effectiveness between Nd: Yag laser and gluma desensitizer in the treatment of dentin hypersensitivity. Cairo Dental Journal Mei 2007; 23 (II): 193:200.

14. Drisko CH. Dentine hypersensitivity – dental hygiene and periodontal considerations. International Dental Journal 2002; 52: 385–393.

15. Pesevska S dkk. Dentinal hypersensitivity following scaling and root planing: comparison of low-level laser and topical fluoride treatment. Lasers Med Sci Juni 2009: 1007-10.

16. Santiago SL, Pereira JC, Martineli ACBF. Effect of Commercially Available and Experimental Potassium Oxalate-Based Dentin Desensitizing Agents in Dentin Permeability: Influence of Time and Filtration System. Braz Dent J 2006; 17(4): 300-5

17. Ritter AV dkk. Treating cervical dentin hypersensitivity with fluoride varnish: A randomized clinical study. J Am Dent Assoc 2006;137;1013-20.

18. Birang R dkk. Evaluation on Nd: Yag laser on partial oxygen saturation of pulpal blood in anterior hypersensitive teeth. Lasers Med Sci 2008; 23: 291-4. 19. Olusile AO, Bamise CT, Oginni AO, Dosumu OO. Short-term Clinical

Evaluation of Four Desensitizing Agents. J Contemp Dent Pract Januari 2008; (9)1:022-9.

20. Marvin K. Bright, White, and Sensitive: An Overview of Tooth Whitening and Dentin Hypersensitivity. http://www.dentistrytoday.com 2008.

21. Chonishvili K, Chonishvili V. Tooth sensitivity and whitening. Annals Of Biomedical Research And Education Oktober/Desember 2005; 5(4): 269-70. 22. Walters PA. Dentinal Hypersensitivity: A Review. J Contemp Dent Pract Mei

2005; (6)2: 107-17.

23. Kielbassa A. In vivo study on the effectiveness of a lacquer containing CaF2/NaF in treating dentine hypersensitivity. Clin Oral Invest 1997; 1: 95-9.

24. Gandara BK. Diagnosis and Management of Dental Erosion. J Contemp Dent Pract 1999; 1(1): 1-17.

27


(40)

25. Kassab MM, Cohen RE. The etiology and prevalence of gingival recession. J Am Dent Assoc 2003;134;220-5.

26. Litonjua LA dkk. Noncarious cervical lesions and abfractions. J Am Dent Assoc 2003;134:845-50.

27. Haywood VB. Dentine hypersensitivity: bleaching and restorative considerations for successful management. International Dental Journal 2002; 52: 7–10.

28. Sauro S. The influence of soft acidic drinks in exposing dentinal tubules after non-surgical periodontal treatment: A SEM investigation on the protective effects of oxalate-containing phytocomplex. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. Nov 2007 1;12(7): E542-8.

29. Dina Al-Tayeb. Management of root-dentine hypersensitivity following non-surgical periodontal therapy: Clinical and scanning electron microscopic study. E.D.J, 2008: 54(3): 1-12.

30. Jalalian E, Meraji N, Mirzaei M. A Comparison of the Efficacy of Potassium Nitrate and Gluma Desensitizer® in the Reduction of Hypersensitivity in Teeth with Full-crown Preparations. J Contemp Dent Pract Januari 2009; (10)1: 066-73.

31. von Troil B, Needleman I, Sanz M. A systematic review of the prevalence of root sensitivity following periodontal therapy. J Clin Periodontol 2002; 29(Suppl. 3): S173–7.

32. Beer R. Pocket Atlas of Endodontics. Stuttgart, Germany: Georg Thieme Verlag, 2006: 40-1.

33. American academy of pediatric dentistry. Guideline on Pulp Therapy for Primary and Young Permanent Teeth. Clinical guidelines 2004:170-4.

34. Strassler HE, Drisko CL, Alexander DC. Features Dentin Hypersensitivity. http://www.insidedentalassisting.com (17 Februari 2010)

28


(1)

BAB 5

DISKUSI DAN KESIMPULAN

5.1 Diskusi

Hipersensitif dentin merupakan masalah yang sering terjadi. Dokter gigi harus

mengetahui dengan jelas faktor penyebab yang berperan termasuk lokasi dan gejala

awal hipersensitif dentin. Pemeriksaan dengan teliti atau skrining sangat penting

untuk mengidentifikasi hipersensitif dentin. Hal tersebut bermanfaat dalam

menentukan rencana perawatan yang tepat. Saat pasien menunjukkan gejala

hipersensitif dentin, pasien harus diperiksa dan dijelaskan pilihan terapi yang

dibutuhkan untuk merawat hipersensitif dentin. Perawatan hipersensitif dentin harus

dilakukan secara aktif oleh pasien di rumah dan dokter gigi di praktek. Dengan kata

lain, keberhasilan perawatan hipersensitif dentin, bukan hanya peranan dokter gigi

saja, tetapi juga melibatkan pasien. Selain perawatan, pengetahuan atau edukasi

mengenai waktu dan teknik menyikat gigi harus diberikan juga oleh dokter gigi

kepada pasien.

Selain itu, indeks nyeri yang universal sangat dibutuhkan untuk menentukan

diagnosa dan rencana perawatan hipersensitif dentin yang tepat. Indeks nyeri tersebut

membantu dokter gigi untuk memeriksa dan mengukur keparahan hipersensitif

dentin. Hal ini dikarenakan respon terhadap rangsangan bervariasi pada setiap pasien.

Faktor yang menyebabkan respon pasien terhadap rangsangan bervariasi adalah


(2)

Walaupun perawatan hipersensitif dentin bervariasi saat ini, namun perawatan

dengan pasta desensitisasi dianjurkan sebagai perawatan awal. Selain itu, setelah

perawatan hipersensitif dentin juga diperlukan follow up. Hal ini perlu dilakukan

karena dengan melakukan follow up maka dapat diketahui apakah perawatan yang

telah dilakukan berhasil atau tidak. Dan dengan follow up juga dapat diketahui apakah

perawatan yang telah dilakukan akan dilanjutkan ataupun diganti dengan perawatan

yang lain.

5.2 Kesimpulan

Hipersensitif dentin digambarkan sebagai rasa sakit yang berlangsung pendek

dan tajam akibat adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar sehingga

menimbulkan pergerakan cairan tubulus dentin. Rangsangan tersebut antara lain taktil

atau sentuhan, uap, kimiawi dan rangsangan panas. Selain itu, hipersensitif dentin

tidak dihubungkan dengan keadaan patologis gigi. Terbukanya dentin disebabkan

hilangnya enamel akibat dari proses atrisi, abrasi, erosi, atau abfraksi serta

rangsangan terhadap permukaan akar yang tersingkap akibat dari resesi gingiva atau

perawatan periodontal. Untuk menentukan diagnosa yang tepat, seorang dokter gigi

harus memeriksa pasien dengan hati-hati dan teliti, termasuk frekuensi minum jus

atau minuman asam lainnya, makanan, obat-obatan, riwayat medis (contoh muntah

ataupun gangguan pola makan seperti anoreksia dan bulimia nervosa).

Ada dua prinsip terapi hipersensitif dentin, yakni mencegah aliran cairan


(3)

bersifat invasif dan non invasif. Terapi hipersensitif dentin yang bersifat invasif

antara lain bedah mukogingival, resin dan pulpektomi serta laser. Sedangkan terapi


(4)

DAFTAR RUJUKAN

1. Orchardson R and Gillam DG. Managing dentin hypersensitivity. J Am Dent Assoc 2006; 137: 990-8

2. Karen Cristina Kazue. Low level laser therapy for dentine hypersensitivity. Cienc Odontol Bras 2003 ; 6 (4): 17-24.

3. Carini F dkk. Effects of a ferric oxalate dentin desensitizier: SEM analysis. Research Journal of Biological Sciences 2007; 2(2): 147-9.

4. Kielbassa AM. Dentine hypersensitivity: Simple steps for everyday diagnosis and management. International Dental Journal 2002; 52: 394–6.

5. Ladalardo dkk. Laser therapy in the treatment of dentine hypersensitivity. Braz Dent J 2004; 15(2): 144-50.

6. Aldo B Jr. Laser therapy in the treatment of Dental hypersensitivity. http://www.walt.nu , 2002 (12): 16-21.

7. Wikipedia, the free encyclopedia. Dentine hypersensitivity. http://en.wikipedia.org/wiki/Dentine_hypersensitivity 2009.

8. Camila dkk. Efficacy of Gluma Desensitizer® on dentin hypersensitivity in periodontally treated patients. Braz Oral Res 2006; 20(3): 252-6.

9. Bamise CT, Olusile AO, Oginni AO. An Analysis of the Etiological and Predisposing Factors Related to Dentin Hypersensitivity. J Contemp Dent Pract Juli 2008; (9)5:052-9.

10. Schiff T, He T, Sagel L, Baker R. Efficacy and Safety of a Novel Stabilized Stannous Fluoride and Sodium Hexametaphosphate Dentifrice for Dentinal Hypersensitivity. J Contemp Dent Pract Mei 2006;(7)2:001-8.

11. Jacobsen PL, Bruce G. Clinical Dentin Hypersensitivity: Understanding the Causes and Prescribing a Treatment. J Contemp Dent Pract 2001; 2 (1): 1-8. 12. Ricarte JM dkk. Dentinal sensitivity:Concept and methodology for its objective


(5)

13. Deiab H, EL-Soudany K. Comparative study of the clinical effectiveness between Nd: Yag laser and gluma desensitizer in the treatment of dentin hypersensitivity. Cairo Dental Journal Mei 2007; 23 (II): 193:200.

14. Drisko CH. Dentine hypersensitivity – dental hygiene and periodontal considerations. International Dental Journal 2002; 52: 385–393.

15. Pesevska S dkk. Dentinal hypersensitivity following scaling and root planing: comparison of low-level laser and topical fluoride treatment. Lasers Med Sci Juni 2009: 1007-10.

16. Santiago SL, Pereira JC, Martineli ACBF. Effect of Commercially Available and Experimental Potassium Oxalate-Based Dentin Desensitizing Agents in Dentin Permeability: Influence of Time and Filtration System. Braz Dent J 2006; 17(4): 300-5

17. Ritter AV dkk. Treating cervical dentin hypersensitivity with fluoride varnish: A randomized clinical study. J Am Dent Assoc 2006;137;1013-20.

18. Birang R dkk. Evaluation on Nd: Yag laser on partial oxygen saturation of pulpal blood in anterior hypersensitive teeth. Lasers Med Sci 2008; 23: 291-4. 19. Olusile AO, Bamise CT, Oginni AO, Dosumu OO. Short-term Clinical

Evaluation of Four Desensitizing Agents. J Contemp Dent Pract Januari 2008; (9)1:022-9.

20. Marvin K. Bright, White, and Sensitive: An Overview of Tooth Whitening and Dentin Hypersensitivity. http://www.dentistrytoday.com 2008.

21. Chonishvili K, Chonishvili V. Tooth sensitivity and whitening. Annals Of Biomedical Research And Education Oktober/Desember 2005; 5(4): 269-70. 22. Walters PA. Dentinal Hypersensitivity: A Review. J Contemp Dent Pract Mei

2005; (6)2: 107-17.

23. Kielbassa A. In vivo study on the effectiveness of a lacquer containing CaF2/NaF in treating dentine hypersensitivity. Clin Oral Invest 1997; 1: 95-9.

24. Gandara BK. Diagnosis and Management of Dental Erosion. J Contemp Dent Pract 1999; 1(1): 1-17.


(6)

25. Kassab MM, Cohen RE. The etiology and prevalence of gingival recession. J Am Dent Assoc 2003;134;220-5.

26. Litonjua LA dkk. Noncarious cervical lesions and abfractions. J Am Dent Assoc 2003;134:845-50.

27. Haywood VB. Dentine hypersensitivity: bleaching and restorative considerations for successful management. International Dental Journal 2002; 52: 7–10.

28. Sauro S. The influence of soft acidic drinks in exposing dentinal tubules after non-surgical periodontal treatment: A SEM investigation on the protective effects of oxalate-containing phytocomplex. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. Nov 2007 1;12(7): E542-8.

29. Dina Al-Tayeb. Management of root-dentine hypersensitivity following non-surgical periodontal therapy: Clinical and scanning electron microscopic study. E.D.J, 2008: 54(3): 1-12.

30. Jalalian E, Meraji N, Mirzaei M. A Comparison of the Efficacy of Potassium Nitrate and Gluma Desensitizer® in the Reduction of Hypersensitivity in Teeth with Full-crown Preparations. J Contemp Dent Pract Januari 2009; (10)1: 066-73.

31. von Troil B, Needleman I, Sanz M. A systematic review of the prevalence of root sensitivity following periodontal therapy. J Clin Periodontol 2002; 29(Suppl. 3): S173–7.

32. Beer R. Pocket Atlas of Endodontics. Stuttgart, Germany: Georg Thieme Verlag, 2006: 40-1.

33. American academy of pediatric dentistry. Guideline on Pulp Therapy for Primary and Young Permanent Teeth. Clinical guidelines 2004:170-4.

34. Strassler HE, Drisko CL, Alexander DC. Features Dentin Hypersensitivity. http://www.insidedentalassisting.com (17 Februari 2010)