gratilla TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi bulu babi
12 pendugaan umur dilakukan dengan pendekatan berdasarkan pengalaman
Pauly 1983 dalam mnganalisis data frekuensi panjang, yang kemudian dikenal dengan rumus empiris Pauly:
– = 0.3952
−
0.2752
∞
−
1.038 K
Parameter pertumbuhan dan umur tersebut K, D
∞
, to dapat diduga dengan menggunakan metode ELEVAN 1 yang terakomodasi dalam software
FISAT II FAO 2002.
Mortalitas
Estimasi laju mortalitas total Z, menggunakan metode kurva hasil tangkapan yang dikonversi ke panjangdiameter Spare dan Venema, 1999 dan
menggunakan rumus Beverton dan Holt 1957:
=
− −
Metode lain jika ′ diketahui dapat digunakan rumus berikut:
=
− − ′
Keterangan: K
= Indeks kurva pertumbuhan von Bertalanffy D
∞
= diameter infiniti = diameter rata-rata bulu babi ukuran D’
Dc = diameter pertama tertangkap
D’ = diameter terkecil dalam sampel dengan jumlah sudah dapat
diperhitungkan representatif Mortalitas alami dapat diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly
1983,1984. Pauly menjelaskan bahwa ada pengaruh suhu tahunan terhadap laju mortalitas, berdasarkan pengamatan empirisnya. Rumus empiris Pauly adalah
sebagai berikut:
=
−
0.0066
−
0.279 log
∞
+ 0.6543 log + 0.4638 log
Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Analisis perhitungan ukuran pertama kali matang gonad D
m
dihitung dengan pendekatan formula kurva logistik seperti yang diperkenalkan oleh King
1995 sebagai berikut:
= 1
1 + exp
− −
Keterangan: P
= proporsi ukuran matang gonad r
= slove kurva D
= diameter rata-rata mm Dm
= ukuran matang pada porsi 50 mm
13
Intensitas Tangkapan
Analisis intensitas tangkapan per upaya CPUE sebagai indeks kelimpahan stok dilakukan dengan pendekatan:
=
∗ Keterangan:
C = intensitas tangkapan ekororangjam N = jumlah hasil tangkapan bulu babi ekor
B = jumlah nelayan orang T = lama waktu penangkapan jam
Status Dan Tingkat Pemanfaatan Bulu Babi
Variabel pengukuran dan pengumpulan data sama dengan aspek dinamika populasi yang telah dijabarkan sebelumnya. Penghitungan tingkat pemanfaatan
diperoleh dari nilai-nilai dugaan mortalitas alami M dan mortalitas penangkapan F. Pendekatan rumus dari nilai-nilai tersebut digunakan persamaan berikut:
= +
Dijelaskan lebih lanjut apakah suatu stok sudah mengalami kelebihan tangkap atau belum, dengan asumsi bahwa nilai E optimal E
opt
adalah 0,5. Penggunaan E~0,5 sebagai nilai optimal untuk rasio pengusahaan suatu stok didasarkan pada
asumsi bahwa hasil berimbang adalah optimal bila F=M Gulland 1983.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Pantai Semerang
Lokasi penelitian berada di bagian luar Teluk Seriwe dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Kondisi ini menyebabkan perairan pantai
Semerang memiliki kondisi fisika dan kimia perairan yang dinamis. Kondisi fisika dan kimia yang diamati meliputi suhu, kecerahan, kecepatan arus, pH, DO dan
salinitas perairan. Data hasil pengamatan kondisi fisik dan kimia perairan pantai Semerang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kondisi fisika dan kimia pantai Semerang Parameter
Hasil Pengamatan FISIKA
Suhu °C 27 – 30,5
Kecerahan 100
Kecepatan arus ms 0,013 – 0,033
Kedalaman cm 0 – 90
KIMIA pH
7,0 - 8,0 DO ppm
7,2 - 7,9 Salinitas ‰
28 - 30
14
Kondisi Vegetasi Lamun di Pantai Semerang Komposisi jenis lamun
Berdasarkan hasil pengamatan, ditemukan 6 jenis lamun di pantai Semerang yaitu Cymodocea rotundata, Cymodocea serullata, Syringodium
isoetifolium, Halophila ovalis, Halodule uninervis, dan Thalassodendron ciliatum
. Tipe vegetasi lamun di lokasi penelitian adalah vegetasi campuran yang memiliki komposisi 2 – 4 jenis lamun Gambar 8.
Gambar 8 Peta distribusi jenis lamun Pantai Semerang
Kerapatan lamun
Kerapatan lamun yang menyusun vegetasi di Pantai Semerang ditemukan tidak merata Gambar 9. Secara keseluruhan jenis lamun yang paling luas
sebarannya adalah jenis C. rotundata, S. isoetifolium dan H. ovalis dengan
kerapatan
jenis berturut-turut antara 273 – 1246 individum
2
, 321 – 1809
individu
m
2
dan 73 – 1173 individum
2
. Jenis lamun H. uninervis dan T. ciliatum merupakan jenis yang sebarannya terbatas dengan kerapatan masing-masing
sebesar 0 – 1131 individum
2
dan 0 – 514 individum
2
.
Gambar 9 Kerapatan minimum dan maksimum jenis lamun di pantai Semerang CR=Cymodocea
rotundata ;
CS=Cymodocea serulata
; SI=Syringodium isoetifolium; HO= Halophila ovalis; HU=Halodule
uninervis ; TC= Thalassodendron ciliatum
273 251
321 73
266 514
1246 1220
1809 1173
1331 514
200 400
600 800
1000 1200
1400 1600
1800 2000
CR CS
SI HO
HU TC
K e
ra p
a ta
n in
d iv
id u
m
2
M IN M AX
15
Tutupan lamun
Distribusi tutupan lamun di Pantai Semerang disajikan pada Gambar 10. Pada gambar tersebut terlihat bahwa distribusi tutupan lamun tidak merata dan
cenderung membentuk fragmentasi sebaran lamun. Fragmentasi ini kemungkinan disebabkan oleh sebaran substrat dan variasi kedalaman pada lokasi tersebut.
Tutupan lamun pada lokasi penelitian berkisar antara 0 – 90.
Gambar 10 Peta distribusi tutupan lamun Pantai Semerang
Distribusi dan Kepadatan Bulu Babi T. gratilla di Pantai Semerang
Jumlah individu bulu babi yang ditemukan berkisar antara 1–6 individukuadran 25m
2
. Secara keseluruhan kepadatan T. gratilla berkisar antara 1,07 – 6,32 individu100m
2
Gambar 11.
Gambar 11 Kepadatan bulu babi T. gratilla di Pantai Semerang Distribusi bulu babi T. gratilla pada padang lamun pantai Semerang tidak
merata Gambar 12. Distribusi bulu babi tidak tergantung pada kerapatan lamun. Bulu babi T. gratilla baru bisa dijumpai pada jarak sekitar 200 m dari garis pantai.
Sebaran bulu babi seperti ini diduga terkait dengan komposisi jenis lamun yang menjadi makanannya. Bulu babi banyak dijumpai pada jarak 200 – 500m yang
merupakan daerah dengan tutupan lamun yang relatif rendah dengan komposisi jenis lamun S. isoetifolium, H. uninervis dan C. rotundata.
4.83 6.00
6.32 5.33
1.07 0.00
1.00 2.00
3.00 4.00
5.00 6.00
7.00
1 2
3 4
5
K e
p a
d a
ta n
in d
1 m
2
Transek
16
Gambar 12 Peta distribusi bulu babi T. gratilla di pantai Semerang
Dinamika Populasi Bulu Babi T. gratilla
Hubungan Diameter Cangkang dengan Bobot Tubuh Bulu Babi T. gratilla
Diameter cangkang dan bobot tubuh bulu babi yang dianalisis dalam penelitian ini berkisar anatara 28,6 mm – 85,6 mm dan 12 gr – 286 gr. Kurva
hubungan diameter cangkang dengan bobot tubuh bulu babi gabungan disajikan pada Gambar 13. Nilai R
2
yang diperoleh menunjukan bahwa antara diameter cangkang dan bobot tubuh bulu babi terdapat hubungan yang sangat erat. Hal
serupa juga terjadi pada bulu babi T. gratilla jantan Gambar 14 dan betina Gambar 15.
Gambar 13 Hubungan diameter cangkang dengan bobot tubuh bulu babi T. gratilla
di Pantai Semerang
W = 0.001 D
2.818
R² = 0.939 n = 1201
50 100
150 200
250 300
350
0.0 20.0
40.0 60.0
80.0 100.0
B o
b o
t T
u b
u h
g r
Diameter mm
17
Gambar 14 Hubungan diameter cangkang dengan bobot tubuh bulu babi T. gratilla
jantan di Pantai Semerang
Gambar 15 Hubungan diameter cangkang dengan bobot tubuh bulu babi T. gratilla
betina di Pantai Semerang
Berdasarkan hasil analisis tersebut, persamaan hubungan diameter cangkang dengan bobot tubuh bulu babi T. gratilla adalah sebagai berikut:
Gabungan :
= 0,001
,
Jantan :
= 0,001
,
Betina :
= 0,0001
,
Parameter pertumbuhan dan umur D
∞
, K, t
o
Selama 4 bulan pengambilan sampel terlihat pergeseran modus data diameter bulu babi dari bulan Maret yang modusnya terletak pada 65,5 mm
bergeser menjadi 70,5 mm pada bulan April. Bulan Mei modus data masih di 70,5 mm akan tetapi individu dengan diameter 75,5 semakin bertambah sehingga pada
W = 0.001 D
2.810
R² = 0.947 n = 617
50 100
150 200
250 300
350
0.0 20.0
40.0 60.0
80.0 100.0
B o
b o
t T
u b
u h
g r
Diameter mm
W = 0.000 D
2.825
R² = 0.930 n = 584
50 100
150 200
250 300
350
0.0 20.0
40.0 60.0
80.0 100.0
B o
b o
t T
u b
u h
g r
Diameter mm