STUDI DESKRIPTIF KONSEP DIRI PRIYAYI YOGYAKARTA YANG TINGGAL DI MALANG

STUDI DESKRIPTIF KONSEP DIRI PRIYAYI YOGYAKARTAYANG
TINGGAL DI MALANG
Oleh: DIYAH RATNASARI ( 02810269 )
Psychology
Dibuat: 2007-04-17 , dengan 3 file(s).

Keywords: Konsep Diri, Priyayi
Kebudayaan Jawa berkembang di sekeliling kraton dan berupa kebudayaan istana. Bahasa yang
bertingkat sesuai dengan tingkat orang, sistem hormat dalam gerak-gerik, pakaian, bentuk rumah,
gelar dan sistem perkawinan. Mempertahankan damai batin dan keseimbangan jiwa
mengakibatkan sikap tertutup yang begitu sering disinyalir oleh banyak orang asing. Orang Jawa
tidak bisa melepaskan diri dari lilitan tradisinya, belum bisa untuk berpikir dan berbuat bebas.
Sistem sikap, pedoman, aturan, doktrin, etika yang berlaku di Jawa berlandaskan pada rasa
hormat dan rukun. Ini semua berperan penuh dalam pembentukan konsep diri priyayi. Perbedaan
yang seharusnya dan senyatanya inilah yang menjadi kesenjangan para priyayi yang berada di
luar keraton.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep diri priyayi yang berada di Malang dan
permasalahan apa saja yang berkaitan dengan gelar yang disandangnya. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode deskriptif dimana data yang diperoleh
berupa kata-kata dari subyek penelitian, dengan cara melakukan wawancara secara mendalam
dengan masing-masing subyek. Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan metode

purposive sampling yaitu dengan menetapkan terlebih dahulu karakteristik subyek penelitian.
Adapun subyek yang akan diteliti ada 2 orang dengan karakteristiknya adalah mahasiswa yang
mempunyai keturunan darah biru/bangsawan/priyayi Yogyakarta yang berada di kota Malang.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa subyek AD dengan pengasuhan orang tua yang
otoriter dan dengan adanya budaya priyayi membuat subyek AD merasa orang yang selalu
diharapkan untuk patuh/taat terhadap budaya priyayi yang ada. Batasan yang diberikan oleh
orang tua tersebut membuat AD merasa bermasalah dengan orang lain. Subyek AD sudah
menginternalisasi adat Jogja sejak dia lahir sampai umur 6 tahun. Gambaran konsep diri pada
subyek AD cenderung negatif. Adanya norma/aturan Jogja ini menyebabkan subyek AD merasa
bermasalah dan beban dengan gelar yang disandangnya. Adapun subyek YN yang diasuh dengan
pengasuhan demokratis sehingga tidak merasa demikian. YN merasa aturan/adat Jogja tersebut
adalah selayaknya orang yang memang keturunan ningrat/priyayi. Dalam gambaran diri YN
memang selalu berpenampilan formal dalam segala suasana, berbicara halus dan sopan, pendiam,
suka menolong dan selalu berperilaku baik. Hal ini membuat subyek YN tidak merasa beban
dengan gelar yang disandangnya. Tidak ada batasan yang diberikan karena sejak kecil YN sudah
berada di luar kraton (Malang). Jadi, YN tidak menginternalisasikan adat Jogja. Tidak adanya
batasan ini, membuat subyek YN tidak merasa bermasalah dengan orang lain. Gambaran konsep
diri subyek YN cenderung positif.

Abstract


Javanese culture developed around the palace and the palace of culture. Languages graded
according to the level of people, respect the system in gestures, clothing, house shape, degree
and marriage system. Maintaining inner peace and balance to the soul resulted in a closed
attitude that is so often pointed out by many foreigners. Javanese people can not escape the
winding tradition, have not been able to think and act freely. Attitude systems, guidelines, rules,
doctrines, ethics prevailing in Java based on respect and harmony. It's all full role in the
formation of self-concept priyayi. Actual differences should and that is the gap of which are
beyond the aristocratic palace.
This study aims to determine self-concept priyayi in Malang, and any issues relating to the title it
bears. The approach used in this research is descriptive method by which data obtained in the
form of words of research subjects, by doing in-depth interview with each subject. Sampling
technique use the method of purposive sampling is to determine in advance the characteristics of
research subjects. The subjects to be studied there are 2 people with their characteristics, are
students who have a blood descendant of blue / royal / aristocratic Yogyakarta is located in the
city of Malang.
From the results of this research is that AD subjects with an authoritarian parenting parents and
with the aristocratic culture of AD was made the subject of people who are always expected to
obey / obedience to the existing aristocratic culture. Restrictions given by the parents may make
AD felt troubled by someone else. AD subjects had internalized traditional Yogyakarta since her

birth until the age of 6 years. Picture of self-concept in AD subjects tended to be negative. The
existence of norms / rules Jogja AD subjects feel this causes trouble and expense to the title it
bears. The YN subjects who cared for democratic parenting so it does not feel that way. YN feel
the rules / customs Jogja is the appropriate person who is gently born / priyayi. In the description
of self-YN is a formal dress in all the atmosphere, soft spoken and polite, quiet, helpful and
always behave well. This makes the subject YN does not feel burden with the title it bears. There
are no restrictions imposed because since childhood YN was outside the palace (Malang). So, do
not internalize YN customary Jogja. The absence of this restriction, making the YN subjects did
not feel troubled by someone else. Preview YN self-concept subjects tend to be positive.