istimewa adalah ubi ini memiliki rasa yang khas, yaitu lebih manis dan legit bila dibandingkan dengan ubi jalar jenis lain. Oleh karena itu ubi Cilembu
banyak digemari oleh masyarakat sehingga mempunyai peluang bisnis yang menjanjikan dan mendatangkan keuntungan yang besar. Menurut Solihat
2005, saat panen raya harga ubi Cilembu di tingkat petani dapat mencapai sekitar Rp 2.000,00 per kilogram mentah. Pada saat produksi minimal, harga
ubi Cilembu berkisar Rp 3.500,00 – Rp 4.000,00 per kilogram mentah. Lain halnya dengan ubi jalar biasa, harga normal rata-rata hanya berkisar Rp
5.00,00 – Rp 1.000,00 per kilogram mentah. Melihat keistimewaan ubi Cilembu dan peluang bisnisnya yang
menjanjikan, mulai banyak daerah yang mengembangkannya, termasuk Kabupaten Wonogiri. Kabupaten Wonogiri terdapat dua kecamatan yang
sudah mengembangkan ubi Cilembu, yaitu Kecamatan Puhpelem dan Kecamatan Karangtengah. Hasil panen ubi Cilembu dari kedua kecamatan
tersebut menunjukkan bahwa kondisi lahan di Kecamatan Puhpelem dan Karangtengah sesuai untuk budidaya ubi Cilembu Suara Merdeka, 2004.
Di Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, ubi Cilembu bukan merupakan tanaman palawija yang diproduksi oleh petani. Hardilan 2005 menunjukkan bahwa jagung, ubi kayu, kacang tanah dan kedelai adalah tanaman palawija
yang diproduksi oleh petani-petani di Jatisrono. Untuk mengembangkan ubi Cilembu di Kecamatan Jatisrono, langkah yang tepat adalah mengetahui kesesuaian lahan di wilayah kecamatan tersebut untuk tanaman ubi Cilembu.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana kesesuaian lahan aktual untuk tanaman ubi Cilembu di
Kecamatan Jatisrono? Apakah terdapat faktor pembatasnya? Bagaimana mengatasi faktor pembatas tersebut? Bagaimana kesesuaian lahan
potensial dan faktor pembatasya? 2.
Kapankah waktu atau musim tanam yang tepat untuk tanaman ubi Cilembu di wilayah Kecamatan Jatisrono?
3. Bagaimana kelayakan usahatani tanaman ubi Cilembu di Kecamatan
Jatisrono?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kesesuaian lahan aktual dan faktor pembatasnya, serta usaha
untuk mengatasi faktor pembatas tersebut; dan mengetahui kelas kesesuaian lahan potensial serta faktor pembatasnya.
1
2. Mengetahui musim tanam yang tepat untuk tanaman ubi Cilembu di
Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. 3.
Mengetahui tingkat kelayakan usahatani tanaman ubi Cilembu di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri.
D. Manfaat Penelitian
Menjadi informasi dan rekomendasi bagi petani di wilayah Kecamatan Jatisrono maupun Pemerintah Kabupaten Wonogiri, mengenai: kesesuaian
lahan aktual, faktor pembatas dan upaya mengatasinya; musim tanam; serta kelayakan usahatani untuk tanaman ubi Cilembu di Kecamatan Jatisrono
Kabupaten Wonogiri. Sehingga, lahan yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal dan mampu meningkatkan pendapatan petani secara optimal
pula.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi, tanah, hidrologi, dan keadaan
vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang
telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia baik di masa lalu maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang
telah direklamasi atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu Djaenudin et al., 2003.
1. Tanah
Tanah dalam disiplin Ilmu Tanah adalah sekumpulan tubuh alam terletak di permukaan bumi, yang kadang diubah atau diusahakan oleh
manusia sebagai lahan usahatani, merupakan media alam sebagai tempat pertumbuhan tanaman dan biologi lainnya. Penetapan klasifikasi tanah di
lapangan sangat penting agar lebih memudahkan pekerjaan, dan dimantapkan setelah tersedia data tanah hasil analisis di laboratorium.
Penetapan klasifikasi tanah mengacu pada sistem Taksonomi Tanah Soil
Survey Staf, 1998, atau terjemahannya Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1999.
Ordo tanah yang terdapat dalam taksonomi tanah dan terkait dalam penelitian ini adalah Alfisols. Alfisols dicirikan dengan adanya horison
argilik dan mempunyai kejenuhan basa yang tinggi. Alfisols pada umumnya
berkembang dengan
bentuk wilayah
beragam dari
bergelombang hingga tertoreh. Teksturnya berkisar antara sedang hingga halus, drainasenya baik. Reaksi tanah berkisar antara agak masam hingga
netral, kapasitas tukar kation dan basa-basanya beragam dari rendah hingga tinggi, bahan organik pada umumnya sedang hingga rendah. Jeluk
tanah dangkal hingga dalam. Mempunyai sifat kimia dan fisika relatif baik Munir, 1996.
Tanah Alfisols sebagian besar telah diusahakan untuk pertanian dan termasuk tanah yang subur. Meskipun demikian, masih dijumpai
kendala-kendala yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaannya. Kendala-kendala tersebut, antara lain :
- Pada beberapa tempat dijumpai kondisi lahan yang berlereng dan
berbatu. -
Horison B argilik dapat mencegah distribusi akar yang baik pada tanah dengan horison B bertekstur berat.
- Pengelolaan yang intensif dapat menimbulkan penurunan bahan
organik pada lapisan tanah atas. -
Kemungkinan terjadi erosi untuk daerah berlereng. -
Kandungan P dan K yang rendah Munir, 1996.
2. Iklim
Menurut Tjasyono 2004, iklim merupakan rata-rata dari cuaca dalam periode yang panjang. Sesuai dengan pendapat Handoko 1995
bahwa iklim merupakan kesimpulan dari perubahan nilai unsur-unsur cuaca dalam jangka panjang di suatu tempat atau pada suatu wilayah yang
dapat diartikan pula sebagai nilai statistik cuaca jangka panjang disuatu 3
tempat atau wilayah. Menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 2004, unsur iklim yang penting dalam proses pembentukan tanah yaitu:
curah hujan, suhu udara, dan kelembaban udara. Selain faktor-faktor lainnya, ketiga faktor tersebut juga dapat memberikan gambaran kondisi
wilayah dalam kaitannya dengan potensi lahan. Curah hujan didefinisikan sebagai bentuk air cair dan padat es
yang jatuh ke permukaan bumi Tjasyono, 2004. Dalam evaluasi lahan, curah hujan yang digunakan adalah rerata tahunan dari curah hujan dan
dinyatakan dalam mm Djaenudin et al., 2003. Suhu udara merupakan unsur cuaca dan iklim yang sangat penting
dan berubah sesuai dengan tempat dan waktu Tjasyono, 2004. Tempat- tempat yang tidak tersedia data suhu stasiun iklim terbatas, maka suhu
udara dapat diduga berdasarkan ketinggian tempat dari atas permukaan laut. Pendugaan tersebut dengan menggunakan pendekatan rumus Braak
1928, sebagai berikut:
Djaenudin et al., 2003. Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara
yang dinyatakan dalam persen. Kelembaban udara dalam pengamatan tanah ialah rata-rata kelembaban udara nisbi setahun. Kelembaban nisbi
membandingkan antara kandungan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2004.
3. Topografi dan formasi geologi
Ketinggian di atas muka laut, panjang dan derajat kemiringan lereng, posisi pada bentang lahan dinilai sangat penting dalam evaluasi
lahan. Faktor-faktor topografi dapat berpengaruh tidak langsung terhadap kualitas tanah. Data topografi ini hampir selalu digunakan dalam setiap
sistem evaluasi lahan, terutama dalam kaitannya dengan nilai-nilai kritis dari kemiringan lereng atau ketinggian Sitorus, 1985.
Dalam sistem
budidaya pertanian,
umumnya selalu
menggantungkan kepada tanah yang merupakan salah satu benda yang 26,3
C – 0,01 x elevasi dalam meter x 0,6 C
26,3 C – 0,01 x elevasi dalam meter x 0,6
C
terbentuk akibat proses geologi. Oleh karena itu, bidang pertanian tidak terlepas dari peranan geologi, sehingga perlu adanya bahasan khusus
tentang hubungan antara geologi, jenis tanah dan produktivitas tanaman untuk keperluan evaluasi sumber daya lahan Munir, 1996.
Keadaan dan struktur formasi geologi mempunyai banyak pengaruh tidak langsung pada penggunaan lahan bagi usaha pertanian.
Relief atau topografi sangat berhubungan erat dengan keadaan geologinya. Formasi geologi sangat mempengaruhi struktur daerah dan merupakan
bahan dasar dari bahan induk tanah. Adanya informasi tentang geologi sangat memudahkan dalam mengevaluasi potensi dan kesesuaian lahan
untuk suatu penggunaan tertentu Sitorus, 1985. 4.
Vegetasi Vegetasi merupakan salah satu unsur lahan yang dapat berkembang
secara alami atau sebagai hasil dari aktivitas manusia, baik pada masa yang lalu atau masa kini. Vegetasi perlu dipertimbangkan dengan
pengertian bahwa vegetasi sering dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui potensi lahan atau kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan
tertentu melalui kehadiran tanaman-tanaman indikator Sitorus, 1985.
B. Survai Tanah dan Evaluasi Lahan