Degradasi in vitro mikrosfer polipaduan poli(asam laktat) dan poli (kaprolakton)

ABSTRAK
MIA KARFENY. Degradasi in vitro Mikrosfer Polipaduan Poli(asam laktat) dengan
Poli(ε-kaprolakton). Dibimbing oleh TETTY KEMALA dan AHMAD SJAHRIZA.
Poli(asam laktat) (PLA) dan poli(ε-kaprolakton) (PCL) merupakan polimer yang
dapat digunakan sebagai matriks pengungkung obat karena sifatnya yang degradabel.
Sistem pengungkung obat tersebut dilakukan dengan cara pembuatan mikrosfer.
Mikrosfer dibuat dengan berbagai metode, salah satunya emulsifikasi. Penelitian ini
bertujuan mengamati degradasi secara in vitro mikrosfer polipaduan PLA-PCL pada pH
7.4. Tahapan penelitian ini adalah sintesis PLA, pembuatan polipaduan PLA-PCL,
pembuatan mikrosfer, pengamatan bentuk, dan uji degradasi secara in vitro. Sintesis PLA
menghasilkan bobot molekul 6064 g/mol. Mikrosfer dibuat dengan metode emulsifikasi
menggunakan polivinilalkohol (PVA) 1.5% (v/v) sebagai pengemulsi. Pengamatan
bentuk dilakukan dengan mikroskop stereo dan mikroskop elektron payaran (SEM). Uji
degradasi dilakukan selama 2 bulan pada pH 7.4, setiap minggu dianalisis bobot molekul
dan viskositasnya dengan viskometer sedangkan kehilangan bobot diukur dengan neraca
analitik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikrosfer komposisi PLA:PCL 9:1
memiliki waktu degradasi lebih cepat daripada komposisi yang lain. Perbedaan komposisi
PLA dan PCL juga mempengaruhi struktur morfologi, viskositas, dan bobot mikrosfer
selama uji degradasi. Semakin besar komposisi PLA, semakin kecil nilai viskositas,
sehingga bobot molekul mikrosfer juga kecil. Selama masa degradasi nilai viskositas dan
%kehilangan bobot mikrosfer juga semakin menurun tiap minggunya. Kinetika

penurunan bobot mikrosfer mengikuti model kinetika antara orde nol dan orde kesatu.

ABSTRACT
MIA KARFENY. In Vitro Degradation of Polyblend of Poly(lactic acid) with Poly(εcaprolactone) Microspheres. Supervised by TETTY KEMALA and AHMAD
SJAHRIZA.
Poly(lactic acid) (PLA) and poly(ε-caprolactone) (PCL) are examples of polymer
that can be used as a matrix in drug delivery system because of its degradability property.
Drug encapsulation system could be achieved by microspheres formation with emulsion
method. The aim of this research was to examine in vitro degradation of microspheres
obtained from PLA-PCL polyblend at pH 7.4. Several stages in the study consisted of
PLA synthesis, mixing of PLA-PCL in polyblend, microspheres formation, shape and
texture observation, and in vitro degradation test. Synthesis PLA produced a polymer
with molecular weight 6064 g/mol. Microspheres were formed by emulsification with
polyvinylalcohol (PVA) 1.5% (v/v) as an emulsifier. Physical texture of the microspheres
was observed with stereomicroscope and scanning electron microscope (SEM).
Degradation was analyzed weekly by measuring its molecular weight and viscosity using
a digital viscometer, while its weight loss was measured using an analytical balance. The
results showed that the composition of PLA microspheres: PCL (9:1) had degradation
time faster than the others and it also affected morphological structure, viscosity, and
weight of microsphere during degradation analysis. The higher the PLA composition the

lower the viscosity value, therefore, the lower the molecular weight of microspheres.
During degradation time, viscosity value and weight loss percentage decreased gradually.
Kinetics of microsphere weight loss followed between zero and first order kinetic model.

PENDAHULUAN
Polimer adalah makromolekul yang
memiliki bobot molekul besar dan dibangun
dari pengulangan unit monomer. Polimer
dengan bobot molekul rendah yang hanya
terdiri dari beberapa unit monomer disebut
oligomer (Steven 2000). Polimer terdiri atas
polimer biodegradabel dan polimer nondegradabel. Polimer biodegradabel merupakan
polimer yang dapat terurai secara biologis.
Poli(asam laktat) (PLA), poli(ε-kaprolakton)
(PCL), dan poli(asam glikoat) (PGA) merupakan contoh polimer biodegradabel sintetik.
Poli(asam laktat) dapat disintesis melalui
polikondensasi
langsung.
Metoda
ini

merupakan metoda paling murah untuk
menghasilkan PLA, namun sangat sulit untuk
mendapatkan PLA dengan bobot molekul
yang tinggi (Averous 2008). Sintesis PLA
umumnya menggunakan katalis Sn(Oct)5
(Steven 2001). Logam dari katalis ini bersifat
toksik dan sulit dipisahkan bila sudah
berikatan dengan polimer, sehingga akan
berbahaya untuk PLA yang diaplikasikan
sebagai kebutuhan medis (Badami 2004).
Hasil
penelitian
Rusmana
(2009)
menunjukkan
PLA
disintesis
dengan
polikondensasi langsung tanpa menggunakan
katalis menghasilkan berat molekul yang tidak

jauh
berbeda
dengan
sintesis
PLA
menggunakan katalis. Pencampuran PLA
dengan polimer lain seperti PCL atau PLGA
memiliki fungsi yang lain seperti pembuatan
plastik dan sebagai pengukung obat.
PCL digunakan sebagai pengukung obat
karena mempunyai permeabilitas obat yang
baik, memiliki kekuatan mekanik yang cukup
baik, tapi memiliki waktu degradasi dalam
tubuh lebih dari 24 bulan. Menurut Gunatilake
dan Adhikari (2003) sistem pengukung obat
merupakan salah satu aplikasi modifikasi
pencampuran PCL dengan polimer lain yang
memiliki berat molekul yang lebih rendah.
Penggabungan PCL dan PLA dapat
menurunkan sifat degradibilitas dan memiliki

banyak keuntungan karena dapat didegradasi
oleh proses hidrolisis dalam tubuh sehingga
dapat digunakan sebagai sistem transplantasi
atau pengukung obat (Lu & Chen 2004).
Sistem pengukung obat dilakukan dengan
cara pembuatan mikrosfer yang berbahan
dasar polimer biodegradabel. Pembuatan
mikrosfer dilakukan dengan berbagai metode
seperti emulsifikasi, pemisahan fase, dan
pengeringan semprot. Pembuatan mikrosfer
dengan metode emulsifikasi mempunyai
keuntungan lebih, yakni akan mendapatkan

mikrosfer dengan diameter sesuai dengan
yang diinginkan sehingga dapat digunakan
sebagai pengungkung obat (Jain 2000). PLA
dan PCL dalam diklorometana tidak dapat
bercampur dengan air karena perbedaan bobot
jenis dan kepolaran. Kecepatan putar
pengadukan yang tinggi akan membentuk

suatu emulsi antara air dan diklorometana
sehingga keduanya terlihat satu fase pada
awalnya tetapi semakin lama akan terlihat
perbedaan fase. Penambahan poli(vinil
alkohol) (PVA) ke dalam air berfungsi
sebagai pengemulsi. Gugus hidroksi dari PVA
yang bersifat polar akan berinteraksi dengan
molekul air, sedangkan rantai vinilnya akan
berinteraksi dengan molekul diklorometana
sehingga emulsi menjadi lebih stabil.
Penggabungan PLA dan PCL dapat
menurunkan sifat degradibilitas. Perbedaan
komposisi penggabungan PLA dan PCL
mempengaruhi perbedaan dalam aplikasinya.
PLA dan PCL memiliki sifat mekanik
berbeda yang apabila dicampurkan akan
menghasilkan polipaduan. Nurhayani (2008)
telah melakukan penelitian tentang degradasi
polipaduan PLA dan PCL yang diaplikasikan
dalam pembuatan plastik. Pada penelitian ini

polipaduan PLA dan PCL dibuat untuk
pembuatan mikrosfer yang diaplikasikan
sebagai pengukung obat. Penelitian bertujuan
mengamati degradasi secara in vitro mikrosfer
polipaduan PCL dan PLA pada pH 7.4
menggunakan pengemulsi PVA 1.5 %.

TINJAUAN PUSTAKA
Polimer Biodegradabel
Averous (2008) mengelompokkan polimer
biodegradabel ke dalam dua kelompok, yaitu
yang pertama agropolimer yang terdiri dari
polisakarida, protein, dan yang kedua
biopoliester seperti PLA, polihidroksi
alkanoat (PHA) dan poliester alifatik. Polimer
biodegradabel adalah polimer yang dapat
terdegradasi karena mikroorganisme.
Degradasi adalah proses terurainya suatu
senyawa menjadi lebih sederhana. Proses
degradasi melibatkan fotodegradasi (degradasi

yang melibatkan cahaya), degradasi kimiawi
(hidrolisis),
degradasi
enzimatik,
dan
degradasi mekanik (angin, abrasi) (Latief
2001). Degradasi dapat terjadi melalui empat
tahap, yaitu penyerapan air, pengurangan
kekuatan
mekaniknya
(modulus
dan
kekuatan), pengurangan masa molar, dan
kehilangan bobot.

PENDAHULUAN
Polimer adalah makromolekul yang
memiliki bobot molekul besar dan dibangun
dari pengulangan unit monomer. Polimer
dengan bobot molekul rendah yang hanya

terdiri dari beberapa unit monomer disebut
oligomer (Steven 2000). Polimer terdiri atas
polimer biodegradabel dan polimer nondegradabel. Polimer biodegradabel merupakan
polimer yang dapat terurai secara biologis.
Poli(asam laktat) (PLA), poli(ε-kaprolakton)
(PCL), dan poli(asam glikoat) (PGA) merupakan contoh polimer biodegradabel sintetik.
Poli(asam laktat) dapat disintesis melalui
polikondensasi
langsung.
Metoda
ini
merupakan metoda paling murah untuk
menghasilkan PLA, namun sangat sulit untuk
mendapatkan PLA dengan bobot molekul
yang tinggi (Averous 2008). Sintesis PLA
umumnya menggunakan katalis Sn(Oct)5
(Steven 2001). Logam dari katalis ini bersifat
toksik dan sulit dipisahkan bila sudah
berikatan dengan polimer, sehingga akan
berbahaya untuk PLA yang diaplikasikan

sebagai kebutuhan medis (Badami 2004).
Hasil
penelitian
Rusmana
(2009)
menunjukkan
PLA
disintesis
dengan
polikondensasi langsung tanpa menggunakan
katalis menghasilkan berat molekul yang tidak
jauh
berbeda
dengan
sintesis
PLA
menggunakan katalis. Pencampuran PLA
dengan polimer lain seperti PCL atau PLGA
memiliki fungsi yang lain seperti pembuatan
plastik dan sebagai pengukung obat.

PCL digunakan sebagai pengukung obat
karena mempunyai permeabilitas obat yang
baik, memiliki kekuatan mekanik yang cukup
baik, tapi memiliki waktu degradasi dalam
tubuh lebih dari 24 bulan. Menurut Gunatilake
dan Adhikari (2003) sistem pengukung obat
merupakan salah satu aplikasi modifikasi
pencampuran PCL dengan polimer lain yang
memiliki berat molekul yang lebih rendah.
Penggabungan PCL dan PLA dapat
menurunkan sifat degradibilitas dan memiliki
banyak keuntungan karena dapat didegradasi
oleh proses hidrolisis dalam tubuh sehingga
dapat digunakan sebagai sistem transplantasi
atau pengukung obat (Lu & Chen 2004).
Sistem pengukung obat dilakukan dengan
cara pembuatan mikrosfer yang berbahan
dasar polimer biodegradabel. Pembuatan
mikrosfer dilakukan dengan berbagai metode
seperti emulsifikasi, pemisahan fase, dan
pengeringan semprot. Pembuatan mikrosfer
dengan metode emulsifikasi mempunyai
keuntungan lebih, yakni akan mendapatkan

mikrosfer dengan diameter sesuai dengan
yang diinginkan sehingga dapat digunakan
sebagai pengungkung obat (Jain 2000). PLA
dan PCL dalam diklorometana tidak dapat
bercampur dengan air karena perbedaan bobot
jenis dan kepolaran. Kecepatan putar
pengadukan yang tinggi akan membentuk
suatu emulsi antara air dan diklorometana
sehingga keduanya terlihat satu fase pada
awalnya tetapi semakin lama akan terlihat
perbedaan fase. Penambahan poli(vinil
alkohol) (PVA) ke dalam air berfungsi
sebagai pengemulsi. Gugus hidroksi dari PVA
yang bersifat polar akan berinteraksi dengan
molekul air, sedangkan rantai vinilnya akan
berinteraksi dengan molekul diklorometana
sehingga emulsi menjadi lebih stabil.
Penggabungan PLA dan PCL dapat
menurunkan sifat degradibilitas. Perbedaan
komposisi penggabungan PLA dan PCL
mempengaruhi perbedaan dalam aplikasinya.
PLA dan PCL memiliki sifat mekanik
berbeda yang apabila dicampurkan akan
menghasilkan polipaduan. Nurhayani (2008)
telah melakukan penelitian tentang degradasi
polipaduan PLA dan PCL yang diaplikasikan
dalam pembuatan plastik. Pada penelitian ini
polipaduan PLA dan PCL dibuat untuk
pembuatan mikrosfer yang diaplikasikan
sebagai pengukung obat. Penelitian bertujuan
mengamati degradasi secara in vitro mikrosfer
polipaduan PCL dan PLA pada pH 7.4
menggunakan pengemulsi PVA 1.5 %.

TINJAUAN PUSTAKA
Polimer Biodegradabel
Averous (2008) mengelompokkan polimer
biodegradabel ke dalam dua kelompok, yaitu
yang pertama agropolimer yang terdiri dari
polisakarida, protein, dan yang kedua
biopoliester seperti PLA, polihidroksi
alkanoat (PHA) dan poliester alifatik. Polimer
biodegradabel adalah polimer yang dapat
terdegradasi karena mikroorganisme.
Degradasi adalah proses terurainya suatu
senyawa menjadi lebih sederhana. Proses
degradasi melibatkan fotodegradasi (degradasi
yang melibatkan cahaya), degradasi kimiawi
(hidrolisis),
degradasi
enzimatik,
dan
degradasi mekanik (angin, abrasi) (Latief
2001). Degradasi dapat terjadi melalui empat
tahap, yaitu penyerapan air, pengurangan
kekuatan
mekaniknya
(modulus
dan
kekuatan), pengurangan masa molar, dan
kehilangan bobot.

2

Poli(asam laktat)
Poli(ε-kaprolakton)
Poli(asam laktat) (Gambar 1) merupakan
polimer sintetik yang bersifat biodegradabel
dan biokompatibel. PLA dapat terdegradasi
secara alami oleh panas, cahaya, bakteri,
maupun oleh proses hidrolisis. PLA dapat
terdegradasi dalam tubuh tanpa menimbulkan
efek yang berbahaya, bersifat termoplastik,
dan termasuk dalam kelompok poliester
alifatik. Polimer ini tidak larut dalam air tetapi
larut dalam pelarut organik seperti kloroform
dan diklorometana (Algaer 1989). PLA dapat
disintesis dari pembukaan cincin laktida
dengan penambahan katalis seperti PbO, SbF5,
Sn (Oct)5 atau pemanasan pada suhu 140 °C
(Ajioka 1995 dan Baimarck 2004).
CH3
O HC

O
C

n

Gambar 1 Struktur poli(asam laktat).
PLA mempunyai titik leleh yang tinggi
dan dapat dibuat menjadi lembaran film yang
transparan. Sifat fisik PLA disajikan dalam
Tabel 1. Sifat fisik dan mekanis PLA dapat
berubah apabila dicampur dengan polimer lain
(Lu&Chen 2004).
Tabel 1 Sifat fisik poli(asam laktat)
Sifat Fisik
Poli(asam laktat)
Suhu Transisi Kaca (°C)
55-75
Titik leleh (°C)
130-215
Kuat tarik (Mpa)
49
Elongasi (%)
2.5
Densitas (g/cm3)
1.25
Sumber : Lu&Chen 2004
PLA dapat berada dalam bentuk optis aktif
(L-PLA) dan (D,L-PLA) atau dalam bentuk
campuran rasemiknya yang tidak bersifat optis
aktif. L-PLA yang terdapat di alam
mempunyai struktur kristalin dengan derajat
kristalinitas sekitar 37%. Bentuk D,L-PLA
mempunyai struktur amorf karena rantai
polimernya tidak teratur. Umumnya polimer
ini tersusun dari campuran struktur kristalin
dan amorf, dengan struktur yang dominan
akan mempengaruhi sifat mekanik polimer
tersebut. Bentuk D,L-PLA lebih disukai
daripada L-PLA karena lebih mampu
didispersikan obat secara homogen dalam
matriks polimer (Gonzales 1999).

Poli(ε-kaprolakton) (Gambar 2) merupakan polimer semikristalin bersifat termoplastik. Plastik biodegradabel ini disintesis
dari turunan minyak mentah melalui proses
polimerisasi pembukaan cincin kaprolakton.
PCL memiliki sifat tahan terhadap air,
minyak, dan klorin, mempunyai titik leleh,
dan kekentalan yang rendah (Flieger et al.
2003).
O
O

(CH 2)5

C

n

Gambar 2 Struktut poli(ε-kaprolakton).
Pencampuran PCL dengan polimer
berbentuk serat (seperti selulosa) dapat
menghasilkan polimer yang biodegradabel.
Laju rata-rata hidolisis dan biodegradasi PCL
bergantung pada bobot molekul dan derajat
kristalinitas. Namun, banyak jenis mikrob di
alam yang mampu mendegradasi PCL. Sifat
fisik poli(ε-kaprolakton) disajikan dalam
Tabel 2.
Tabel 2 Sifat fisik poli(ε-kaprolakton)
Sifat fisik
Poli(ε-kaprolaktan)
Suhu transisi kaca (°C)
-60
Titik leleh (°C)
60
Kuat tarik (MPa)
4
Elongasi (%)
800-1000
Densitas (g/cm3)
1,145
Sumber : Lu&Chen 2004
Poli(vinil alkohol)
Poli(vinil alkohol) (Gambar 3) adalah
polimer yang terbentuk dari vinil alkohol.
PVA terbentuk ketika banyak molekul vinil
alkohol terhubung secara bersama membentuk
polimer yang panjang (Flieger et al. 2003).
PVA dibuat dari monomernya vinil asetat,
PVA dijual dalam bentuk emulsi dalam air
sebagai bahan perekat seperti kayu. PVA juga
dapat digunakan untuk melindungi keju dari
jamur dan kelembaban. PVA bereaksi
perlahan dengan basa dan membentuk asam
asetat sebagai hasil hidrolisis.
PVA berfungsi sebagai pengemulsi dalam
pembuatan mikrosfer. Gugus hidroksi dari
PVA yang bersifat polar akan berikatan
dengan molekul air sedangkan rantai vinilnya
akan berikatan dengan molekul diklorometana
sehingga emulsi menjadi lebih stabil (Robani
2007).

3

OH
CH

CH2
n

Gambar 3 Struktur po
poli(vinil alkohol).
Mikros
osfer
Mikrosfer adalah par
artikel berbentuk bola
berskala mikron, yangg terbuat dari bahan
keramik, kaca, atau polim
limer yang digunakan
sebagai pengungkung gas, larutan atau
padatan dalam bentukk senyawa organik
maupun anorganik (Sudaryanto
(S
2003).
Mikrosfer dapat dibuatt ddengan banyak cara,
salah satunya dengan car
cara melarutkan bahan
dasar mikrosfer meggun
unakan pelarut atsiri
kemudian mendispersikan
an dalam pelarut lain
yang tak campur. Se
Setelah itu, dengan
menguapkan pelarut awal
alnya, dapat diperoleh
mikrosfer berupa serbukk hhalus berukuran kecil
yang tak larut dalam air.
Ukuran mikrosfer ber
eragam sesuai dengan
fungsinya berkisar an
antara 1-1000 µm.
Menurut Jain (2000),
), ukuran mikrosfer
sebagai pembawa obat tidak
tid boleh lebih besar
dari 250 μ
μm, idealnya
ya