Pelepasan ibuprofen dari mikrokapsul tersalut polipaduan poli(asam laktat) dan poli(e-kaprolakton) secara in vitro

ABSTRAK
PENI MAHARINI. Pelepasan Ibuprofen dari Mikrokapsul Tersalut Polipaduan
Poli(asam laktat) dan Poli(ε-kaprolakton) secara In Vitro. Dibimbing oleh TETTY
KEMALA dan AHMAD SJAHRIZA.
Ibuprofen merupakan obat antiradang yang memiliki waktu paruh eliminasi
singkat dan dapat menimbulkan iritasi lambung. Mikroenkapsulasi dapat
digunakan untuk meminimumkan kekurangannya tersebut. Dalam penelitian ini,
mikroenkapsulasi ibuprofen dilakukan dengan metode emulsifikasi. Bahan
penyalut yang digunakan adalah polipaduan poli(asam laktat) dan poli(εkaprolakton) karena bersifat biodegradabel dan biokompatibel. Polivinilalkohol
digunakan sebagai pengemulsi pada konsentrasi 1.5%. Mikroenkapsulasi
dilakukan dengan ragam jumlah ibuprofen. Kenaikan jumlah ibuprofen
meningkatkan efisiensi enkapsulasi. Efisiensi enkapsulasi ibuprofen menunjukkan
nilai lebih dari 71% dengan nilai tertinggi sebesar 84.13% pada mikrokapsul
dengan nisbah polipaduan-ibuprofen 5:1.5. Hasil uji disolusi dalam medium basa
menunjukkan pengaruh efisiensi enkapsulasi terhadap pelepasan ibuprofen dari
mikrokapsul. Mikrokapsul dengan efisiensi enkapsulasi tertinggi mengalami
pelepasan ibuprofen sebesar 26.71-28.78% selama 6 jam. Kinetika pelepasan
ibuprofen mengikuti model kinetika orde ke-1. Mikrokapsul yang dihasilkan
memiliki kisaran ukuran sebesar 38-250 m.

ABSTRACT

PENI MAHARINI. In Vitro Release of Ibuprofen from Microcapsules Coated
Polyblend of Poly(lactic acid) and Poly(ε-caprolactone). Supervised by TETTY
KEMALA dan AHMAD SJAHRIZA.
Ibuprofen is an anti-inflammatory drug that has a short biological half-life
and imposes adverse gastrointestinal reaction. Microencapsulation could be used
to minimize its disadvantages. In this experiment, microencapsulation of
ibuprofen was done by emulsification method. Coating material which was used
were polyblend of poly(lactic acid) and poly(ε-caprolactone) which are
biodegradable and biocompatible. Polyvinylalcohol was used as an emulsifier at
concentrations of 1.5%. The microencapsulation was carried out with various
quantities of ibuprofen. The increase in quantities of ibuprofen would improve
encapsulation efficiency. Encapsulation of ibuprofen showed an efficiency of
more than 71% with the highest score of 84.13% in microcapsule with ratio of
polyblend-ibuprofen 5:1.5. The dissolution test results in basic medium showed
that the encapsulation efficiencies affected ibuprofen release from the
microcapsule. Microcapsules with the higest encapsulation efficiency released
ibuprofen ranged from 26.71 to 28.78% for 6 hours. Kinetic of ibuprofen release
followed first order kinetic model. The microcapsules particle sizes ranged from
38 to 250 µm.


PENDAHULUAN
Ibuprofen merupakan senyawa aktif yang
sering dijumpai dalam obat rematik komersial.
Ibuprofen dapat meredakan rasa nyeri akibat
peradangan atau bersifat analgesik. Namun,
senyawa ini dapat menimbulkan iritasi pada
lambung jika dikonsumsi dalam jumlah
berlebih serta memiliki waktu paruh eliminasi
yang cepat, yaitu sekitar 2 jam. Waktu paruh
eliminasinya yang cepat menyebabkan obat
ini harus lebih sering dikonsumsi (Gilman et
al. 1996). Oleh karena itu, sistem pengantaran
obat secara khusus diperlukan ibuprofen untuk
mengatasi hal tersebut.
Sistem pengantaran obat dapat dilakukan
dengan mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi
adalah teknik yang digunakan untuk
mengungkung senyawa dengan menggunakan
bahan penyalut dengan ukuran yang sangat
kecil. Bahan penyalut yang digunakan dapat

berasal dari polimer alam maupun sintetik.
Polimer biodegradabel sintetik seperti
poliester alifatik kini telah dikembangkan dan
diaplikasikan sebagai bahan penyalut obat.
Polimer ini memiliki sifat biodegradabel
sehingga dapat terurai secara biologis.
Beberapa contoh golongan poliester alifatik
tersebut di antaranya adalah poli(asam laktat)
(PLA), poli(asam glikolat) (PGA), poli(asam
laktat-ko-glikolat) (PLGA), dan poli(εkaprolakton) (PCL) (Gunatillake & Adhikari
2003). Zhu et al. (2005) telah melakukan
penyalutan
ibuprofen
menggunakan
kopolimer dari PLA dan PCL. Pada penelitian
ini akan dilakukan penyalutan ibuprofen
menggunakan PLA dan PCL sebagai suatu
polipaduan.
Poli(ε-kaprolakton) (PCL) digunakan
sebagai penyalut obat karena memiliki

permeabilitas obat dan kekuatan mekanik
yang cukup baik. Namun, PCL memiliki
waktu degradasi yang lama. Sementara itu,
PLA memiliki permeabilitas kurang baik
dibandingkan dengan PCL walaupun waktu
degradasinya lebih pendek dari PCL
(Gunatillake & Adhikari 2003). Oleh karena
itu, pencampuran PLA dengan PCL dapat
memperbaiki sifat mekaniknya (Broz et al.
2003; Rosida 2007).
Mikroenkapsulasi
ibuprofen
dengan
penyalut polipaduan PLA dan PCL dapat
menahan laju pelepasan ibuprofen dalam
medium
simulasi
cairan
lambung
(Maulidyawati

2009).
Mikroenkapsulasi
ibuprofen tersebut dilakukan dengan metode
emulsifikasi
dan
menggunakan

polivinilalkohol (PVA) sebagai pengemulsi
dengan
konsentrasi
sebesar
2.5%.
Mikroenkapsulasi ibuprofen dengan penyalut
yang sama dilakukan Kemala (2010) dan
menunjukkan bahwa efisiensi enkapsulasi
tertinggi dimiliki mikrokapsul ibuprofen
dengan penggunaan PVA pada konsentrasi
1.5%.
Dengan kondisi penyalutan yang sama dan
menggunakan metode emulsifikasi seperti

dalam penelitian Maulidyawati, penelitian ini
bertujuan
menghasilkan
mikrokapsul
ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL
dengan efisiensi enkapsulasi yang tinggi, yaitu
dengan penggunaan PVA 1.5% (Kemala
2010), dan mengetahui pelepasan ibuprofen
dari mikrokapsul secara in vitro melalui uji
disolusi dalam medium simulasi cairan usus.
Kinetika pelepasan ibuprofen kemudian dikaji
berdasarkan koefisien determinasi (R2) dari
persamaan dengan menggunakan pendekatan
orde reaksi ke-0, orde reaksi ke-1, dan
Higuchi untuk mengetahui model kinetika
pelepasannya.

TINJAUAN PUSTAKA
Ibuprofen
Ibuprofen (Gambar 1) merupakan senyawa

tidak larut air yang biasa digunakan sebagai
senyawa aktif dalam obat rematik. Ibuprofen
adalah turunan asam fenilasetat dengan nama
kimia asam 2-(4-isobutilfenil) propionat.
Ibuprofen memiliki bobot molekul sebesar
206.3 g mol-1.

Gambar 1 Struktur kimia ibuprofen (Depkes
1995).
Prinsip kerja ibuprofen sebagai obat
antiradang adalah dengan menghambat kerja
enzim prostaglandin sintetase. Prostaglandin
merupakan salah satu mediator dalam proses
peradangan. Contoh mediator lainnya dalam
proses peradangan adalah histamin, bradikin,
dan interleuksin.
Proses absorpsi ibuprofen terjadi di
saluran pencernaan, dan jika jumlahnya
berlebihan dapat mengakibatkan pendarahan
pada saluran pencernaan (Reynolds 1989).

Efek samping yang biasanya terjadi dari
konsumsi ibuprofen adalah pusing, kantuk,

PENDAHULUAN
Ibuprofen merupakan senyawa aktif yang
sering dijumpai dalam obat rematik komersial.
Ibuprofen dapat meredakan rasa nyeri akibat
peradangan atau bersifat analgesik. Namun,
senyawa ini dapat menimbulkan iritasi pada
lambung jika dikonsumsi dalam jumlah
berlebih serta memiliki waktu paruh eliminasi
yang cepat, yaitu sekitar 2 jam. Waktu paruh
eliminasinya yang cepat menyebabkan obat
ini harus lebih sering dikonsumsi (Gilman et
al. 1996). Oleh karena itu, sistem pengantaran
obat secara khusus diperlukan ibuprofen untuk
mengatasi hal tersebut.
Sistem pengantaran obat dapat dilakukan
dengan mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi
adalah teknik yang digunakan untuk

mengungkung senyawa dengan menggunakan
bahan penyalut dengan ukuran yang sangat
kecil. Bahan penyalut yang digunakan dapat
berasal dari polimer alam maupun sintetik.
Polimer biodegradabel sintetik seperti
poliester alifatik kini telah dikembangkan dan
diaplikasikan sebagai bahan penyalut obat.
Polimer ini memiliki sifat biodegradabel
sehingga dapat terurai secara biologis.
Beberapa contoh golongan poliester alifatik
tersebut di antaranya adalah poli(asam laktat)
(PLA), poli(asam glikolat) (PGA), poli(asam
laktat-ko-glikolat) (PLGA), dan poli(εkaprolakton) (PCL) (Gunatillake & Adhikari
2003). Zhu et al. (2005) telah melakukan
penyalutan
ibuprofen
menggunakan
kopolimer dari PLA dan PCL. Pada penelitian
ini akan dilakukan penyalutan ibuprofen
menggunakan PLA dan PCL sebagai suatu

polipaduan.
Poli(ε-kaprolakton) (PCL) digunakan
sebagai penyalut obat karena memiliki
permeabilitas obat dan kekuatan mekanik
yang cukup baik. Namun, PCL memiliki
waktu degradasi yang lama. Sementara itu,
PLA memiliki permeabilitas kurang baik
dibandingkan dengan PCL walaupun waktu
degradasinya lebih pendek dari PCL
(Gunatillake & Adhikari 2003). Oleh karena
itu, pencampuran PLA dengan PCL dapat
memperbaiki sifat mekaniknya (Broz et al.
2003; Rosida 2007).
Mikroenkapsulasi
ibuprofen
dengan
penyalut polipaduan PLA dan PCL dapat
menahan laju pelepasan ibuprofen dalam
medium
simulasi

cairan
lambung
(Maulidyawati
2009).
Mikroenkapsulasi
ibuprofen tersebut dilakukan dengan metode
emulsifikasi
dan
menggunakan

polivinilalkohol (PVA) sebagai pengemulsi
dengan
konsentrasi
sebesar
2.5%.
Mikroenkapsulasi ibuprofen dengan penyalut
yang sama dilakukan Kemala (2010) dan
menunjukkan bahwa efisiensi enkapsulasi
tertinggi dimiliki mikrokapsul ibuprofen
dengan penggunaan PVA pada konsentrasi
1.5%.
Dengan kondisi penyalutan yang sama dan
menggunakan metode emulsifikasi seperti
dalam penelitian Maulidyawati, penelitian ini
bertujuan
menghasilkan
mikrokapsul
ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL
dengan efisiensi enkapsulasi yang tinggi, yaitu
dengan penggunaan PVA 1.5% (Kemala
2010), dan mengetahui pelepasan ibuprofen
dari mikrokapsul secara in vitro melalui uji
disolusi dalam medium simulasi cairan usus.
Kinetika pelepasan ibuprofen kemudian dikaji
berdasarkan koefisien determinasi (R2) dari
persamaan dengan menggunakan pendekatan
orde reaksi ke-0, orde reaksi ke-1, dan
Higuchi untuk mengetahui model kinetika
pelepasannya.

TINJAUAN PUSTAKA
Ibuprofen
Ibuprofen (Gambar 1) merupakan senyawa
tidak larut air yang biasa digunakan sebagai
senyawa aktif dalam obat rematik. Ibuprofen
adalah turunan asam fenilasetat dengan nama
kimia asam 2-(4-isobutilfenil) propionat.
Ibuprofen memiliki bobot molekul sebesar
206.3 g mol-1.

Gambar 1 Struktur kimia ibuprofen (Depkes
1995).
Prinsip kerja ibuprofen sebagai obat
antiradang adalah dengan menghambat kerja
enzim prostaglandin sintetase. Prostaglandin
merupakan salah satu mediator dalam proses
peradangan. Contoh mediator lainnya dalam
proses peradangan adalah histamin, bradikin,
dan interleuksin.
Proses absorpsi ibuprofen terjadi di
saluran pencernaan, dan jika jumlahnya
berlebihan dapat mengakibatkan pendarahan
pada saluran pencernaan (Reynolds 1989).
Efek samping yang biasanya terjadi dari
konsumsi ibuprofen adalah pusing, kantuk,

2

mual, diare, sembelit, dan rasa panas (iritasi)
dalam perut. Namun, efek samping tersebut
dapat diminimumkan, salah satunya melalui
proses mikroenkapsulasi. Berbagai penelitian
telah dilakukan untuk itu, dan salah satunya
penelitian yang dilakukan Tayade & Kale
(2004) yang melakukan mikroenkapsulasi
ibuprofen dengan penyalut gelatin agar dapat
mencegah terjadinya pendarahan saluran
pencernaan.
Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi adalah teknik yang
digunakan untuk mengukung suatu senyawa
menggunakan bahan penyalut dengan ukuran
yang sangat kecil dengan diameter rerata 1520 mikron atau kurang dari setengah diameter
rambut manusia (Yoshizawa 2004). Bahan
yang akan dimikroenkapsulasi adalah bahan
inti yang dibatasi dinding kapsul untuk
beberapa waktu tertentu.
Babstov et al. (2002) menyatakan bahwa
enkapsulasi dalam ukuran kecil memiliki
beberapa keuntungan, antara lain melindungi
suatu senyawa dari penguraian dan
mengendalikan pelepasan suatu senyawa aktif.
Pengendalian pelepasan suatu senyawa aktif
(misalnya obat) tersebut dapat mencegah
terjadinya peningkatan konsentrasi obat dalam
saluran pencernaan secara serentak. Dengan
demikian iritasi pada saluran pencernaan,
terutama pada dinding lambung, dapat
dihindari.
Persebaran senyawa aktif dalam suatu
kapsul dapat bermacam-macam (Birnbaum &
Brannon-Peppas 2003). Senyawa aktif dapat
terletak tepat di tengah-tengah kapsul dan
bertindak sebagai intinya (Gambar 2a), atau
tersebar di seluruh kapsul atau tidak terpusat
pada satu titik saja (Gambar 2b).

(a)

(b)

Gambar 2 Ilustrasi persebaran senyawa aktif
tepat di tengah kapsul (a) dan
tersebar di seluruh kapsul (b).
Polimer yang lazim digunakan pada proses
mikroenkapsulasi senyawa obat adalah
polimer yang memiliki sifat biodegradabel
dan biokompatibel dalam tubuh. Hal tersebut
dikarenakan kapsul yang dihasilkan akan
dikonsumsi manusia dan masuk ke dalam
tubuh. Beberapa polimer yang dapat

digunakan antara lain gelatin (Tayade & Kale
2004), PLA (Robani 2004), poli(εkaprolakton) (Ramesh et al. 2002), poli(asam
laktat-ko-glikolat) (Bahl & Sah 2000), etil
selulosa (Sutriyo et al. 2004), poliakrilat, dan
ester selulosa (Babtsov et al. 2002).
Poli(asam laktat)
Poli(asam laktat) (PLA) (Gambar 3)
merupakan poliester alifatik termoplastik yang
bersifat biodegradabel, artinya PLA dapat
terdegradasi secara alami oleh panas, cahaya,
bakteri, maupun oleh proses hidrolisis. Selain
itu, polimer ini juga bersifat biokompatibel
yaitu dapat terdegradasi dalam tubuh tanpa
menimbulkan efek yang berbahaya. Polimer
ini tidak larut dalam air tetapi larut dalam
pelarut organik seperti kloroform dan
diklorometana. Sifat fisik PLA disajikan
dalam Tabel 1.
CH3 O
O HC

C

n

Gambar 3 Struktur poli(asam laktat).
Tabel 1 Sifat fisik PLA
D,LPLA
55-60
amorf
1.9
12-16

Sifat Fisik
o

Suhu transisi gelas ( C)
Titik leleh (oC)
Kekuatan tarik (MPa)
Waktu degradasi (bulan)

L-PLA
60-65
173-178
2.7
>24

Poli(ε-kaprolakton)
Poli(ε-kaprolakton) (PCL) (Gambar 4)
merupakan polimer semikristalin bersifat
termoplastik.
Poli(ε-kaprolakton)
adalah
plastik biodegradabel yang disintesis dari
penurunan minyak mentah dan diikuti oleh
proses polimerisasi pembukaan cincin. PCL
memiliki sifat tahan terhadap air, minyak, dan
klorin. Selain itu, PCL mempunyai titik leleh
dan kekentalan yang rendah (Flieger et al.
2003).
O
O

(CH2)5 C

n

Gambar 4 Struktur poli(ε-kaprolakton).
Pencampuran PCL dengan polimer
berbentuk serat (seperti selulosa) dapat
menghasilkan polimer yang biodegradabel.
Laju rata-rata hidrolisis dan biodegradasi PCL
bergantung pada berat molekul dan derajat

3

kristalinitas. Walaupun demikian banyak jenis
mikroba di alam yang mampu mendegradasi
PCL. Sifat fisik PCL disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Sifat fisik PCL
Sifat Fisik
Suhu transisi gelas (oC)
Titik leleh (oC)
Kekuatan tarik (MPa)
Waktu degradasi (bulan)
(Lu & Chen 2004)

PCL
(-65)-(-60)
58-63
0.4
>24

Polivinilalkohol
Polivinilalkohol (PVA) (Gambar 5) adalah
polimer yang terbentuk dari vinilalkohol.
PVA terbentuk ketika banyak molekul
vinilalkohol terhubung secara bersama
membentuk polimer yang panjang (Flieger et
al. 2003). PVA berfungsi sebagai pengemulsi
dalam pembuatan mikrokapsul. Gugus
hidroksil dari PVA yang bersifat polar akan
berikatan dengan molekul air, sedangkan
rantai karbonnya akan berikatan dengan
molekul diklorometana sehingga emulsi
menjadi lebih stabil.
OH
CH

CH2

Gambar 5 Struktur polivinilalkohol.
Kinetika Pelepasan Obat
Kinetika
pelepasan
obat
dapat
menggambarkan laju pelepasan obat dan
model pelepasannya. Laju didefinisikan
sebagai perubahan konsentrasi per satuan
waktu. Laju pelepasan obat diamati dengan
menggunakan parameter waktu paruh (t1/2),
orde reaksi, dan tetapan laju. Umumnya
kinetika pelepasan obat terkendali mengikuti
orde ke nol atau ke satu (Shoaib et al. 2006;
Saravanan et al. 2003). Reaksi orde ke nol
dapat dituliskan sebagai:
[A]t = [A]o – kt atau Q = kt .........................(1)
dengan [A]t ialah konsentrasi obat yang tersisa
di dalam sediaan obat setelah waktu t, [A]o
ialah konsentrasi obat mula-mula, Q ialah
persen pelepasan, dan k ialah tetapan laju.
Waktu paruh reaksi orde ke-0 dinyatakan
dengan

[A]0

1 2

⎛ ADCs⎞
=⎜

dt ⎝ 2t ⎠

dQ
n

=
t
12
2k

ln 2

...............................................(4)
=
t
12
k
(Atkins 1996).
Pelepasan obat dari sediaan dapat
berlangsung dengan mekanisme erosi atau
difusi. Pada mekanisme erosi, sediaan terkikis
sehingga obat terlepas ketika bersentuhan
dengan medium. Proses ini umumnya terjadi
pada sediaan obat yang berbentuk tablet.
Mekanisme pelepasan obat secara erosi
mengikuti hukum Fick pertama:
dW
DS [Cs − C ]
....................................(5)
=
dt
h
dW
dengan
adalah laju disolusi massa, S luas
dt
permukaan penghalang, D koefisien difusi, Cs
konsentrasi obat dalam keadaan jenuh, C
konsentrasi obat dalam medium, h adalah
ketebalan membran, dan t adalah waktu.
Pelepasan obat secara difusi pada
prinsipnya ialah terjadinya perpindahan obat
melalui bahan penghalang atau matriks.
Proses difusi ini umumnya terjadi pada
sediaan obat yang menggunakan penyalut dan
dinyatakan dengan persamaan Higuchi, yang
juga dikembangkan dari hukum Fick:

................................................(2)

sementara reaksi orde ke-1 dinyatakan dengan
persamaan-persamaan sebagai berikut:
ln [A]t = ln [A]o – kt ...................................(3)

12 12

atau Q = ( 2 DACs ) t

(6)

dQ

adalah laju pelepasan obat, A
dt
jumlah obat per satuan volume matriks, D
koefisien difusi obat melalui matriks, Cs
kelarutan dalam matriks, t waktu, dan Q
jumlah obat per satuan luas yang dilepaskan
dari matriks. jika nilai (2DACs)1/2 = k, maka
persamaan (6) menjadi persamaan (7).
dengan

Q = kt

12

....................................................(7)

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah asam laktat (Merck),
PCL (Aldrich), PVA (Merck), diklorometana,
bufer fosfat (KH2PO4-K2HPO4), etil asetat,
dan ibuprofen yang diperoleh dari PT Kalbe
Farma.
Alat-alat yang digunakan di antaranya
adalah viskometer Ostwald, pH-meter, alat
disolusi tipe dayung Guoming RC-6,
spektrofotometer UV-1700 PharmaSpec, dan

3

kristalinitas. Walaupun demikian banyak jenis
mikroba di alam yang mampu mendegradasi
PCL. Sifat fisik PCL disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Sifat fisik PCL
Sifat Fisik
Suhu transisi gelas (oC)
Titik leleh (oC)
Kekuatan tarik (MPa)
Waktu degradasi (bulan)
(Lu & Chen 2004)

PCL
(-65)-(-60)
58-63
0.4
>24

Polivinilalkohol
Polivinilalkohol (PVA) (Gambar 5) adalah
polimer yang terbentuk dari vinilalkohol.
PVA terbentuk ketika banyak molekul
vinilalkohol terhubung secara bersama
membentuk polimer yang panjang (Flieger et
al. 2003). PVA berfungsi sebagai pengemulsi
dalam pembuatan mikrokapsul. Gugus
hidroksil dari PVA yang bersifat polar akan
berikatan dengan molekul air, sedangkan
rantai karbonnya akan berikatan dengan
molekul diklorometana sehingga emulsi
menjadi lebih stabil.
OH
CH

CH2

Gambar 5 Struktur polivinilalkohol.
Kinetika Pelepasan Obat
Kinetika
pelepasan
obat
dapat
menggambarkan laju pelepasan obat dan
model pelepasannya. Laju didefinisikan
sebagai perubahan konsentrasi per satuan
waktu. Laju pelepasan obat diamati dengan
menggunakan parameter waktu paruh (t1/2),
orde reaksi, dan tetapan laju. Umumnya
kinetika pelepasan obat terkendali mengikuti
orde ke nol atau ke satu (Shoaib et al. 2006;
Saravanan et al. 2003). Reaksi orde ke nol
dapat dituliskan sebagai:
[A]t = [A]o – kt atau Q = kt .........................(1)
dengan [A]t ialah konsentrasi obat yang tersisa
di dalam sediaan obat setelah waktu t, [A]o
ialah konsentrasi obat mula-mula, Q ialah
persen pelepasan, dan k ialah tetapan laju.
Waktu paruh reaksi orde ke-0 dinyatakan
dengan

[A]0

1 2

⎛ ADCs⎞
=⎜

dt ⎝ 2t ⎠

dQ
n

=
t
12
2k

ln 2

...............................................(4)
=
t
12
k
(Atkins 1996).
Pelepasan obat dari sediaan dapat
berlangsung dengan mekanisme erosi atau
difusi. Pada mekanisme erosi, sediaan terkikis
sehingga obat terlepas ketika bersentuhan
dengan medium. Proses ini umumnya terjadi
pada sediaan obat yang berbentuk tablet.
Mekanisme pelepasan obat secara erosi
mengikuti hukum Fick pertama:
dW
DS [Cs − C ]
....................................(5)
=
dt
h
dW
dengan
adalah laju disolusi massa, S luas
dt
permukaan penghalang, D koefisien difusi, Cs
konsentrasi obat dalam keadaan jenuh, C
konsentrasi obat dalam medium, h adalah
ketebalan membran, dan t adalah waktu.
Pelepasan obat secara difusi pada
prinsipnya ialah terjadinya perpindahan obat
melalui bahan penghalang atau matriks.
Proses difusi ini umumnya terjadi pada
sediaan obat yang menggunakan penyalut dan
dinyatakan dengan persamaan Higuchi, yang
juga dikembangkan dari hukum Fick:

................................................(2)

sementara reaksi orde ke-1 dinyatakan dengan
persamaan-persamaan sebagai berikut:
ln [A]t = ln [A]o – kt ...................................(3)

12 12

atau Q = ( 2 DACs ) t

(6)

dQ

adalah laju pelepasan obat, A
dt
jumlah obat per satuan volume matriks, D
koefisien difusi obat melalui matriks, Cs
kelarutan dalam matriks, t waktu, dan Q
jumlah obat per satuan luas yang dilepaskan
dari matriks. jika nilai (2DACs)1/2 = k, maka
persamaan (6) menjadi persamaan (7).
dengan

Q = kt

12

....................................................(7)

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah asam laktat (Merck),
PCL (Aldrich), PVA (Merck), diklorometana,
bufer fosfat (KH2PO4-K2HPO4), etil asetat,
dan ibuprofen yang diperoleh dari PT Kalbe
Farma.
Alat-alat yang digunakan di antaranya
adalah viskometer Ostwald, pH-meter, alat
disolusi tipe dayung Guoming RC-6,
spektrofotometer UV-1700 PharmaSpec, dan

4

mikroskop elektron payaran (SEM) Jeol-JSM6360LA.
Metode
Penelitian ini diawali dengan sintesis
poli(asam laktat) (PLA) dan dilanjutkan
dengan pembuatan mikrokapsul ibuprofen
tersalut polipaduan PLA dan PCL.
Mikrokapsul yang terbentuk selanjutnya
dilakukan uji efisiensi enkapsulasi, uji disolusi
secara in vitro dalam medium simulasi cairan
usus, dan pengamatan morfologi mikrokapsul
dengan analisis SEM (Lampiran 1).
Sintesis PLA (Rusmana 2009; Gonzales et
al. 1999)
Pembuatan PLA dilakukan dengan cara
polikondensasi secara langsung tanpa
penambahan katalis. Gelas piala 100 mL
dibersihkan, dikeringkan, dan ditimbang
bobotnya. Asam laktat sebanyak 25 mL
dimasukkan ke dalam gelas piala tersebut dan
ditimbang. Kemudian asam laktat tersebut
dipanaskan secara perlahan-lahan hingga
mencapai suhu 120 °C selama 1 jam.
Pemanasan dilanjutkan dengan suhu 140-150
°C selama 24 jam. PLA yang dihasilkan
didinginkan pada suhu ruang dan ditimbang.
Pengukuran Bobot Molekul PLA (Kaitian
et al. 1996)
Pengukuran viskositas digunakan untuk
menghitung bobot molekul rata-rata. PLA
dilarutkan dalam etil asetat hingga diperoleh
larutan PLA dengan konsentrasi 0.2%, 0.3%,
0.4%, dan 0.5%. Pengukuran viskositas
dilakukan menggunakan viskometer Ostwald
pada suhu 25 °C (suhu konstan) dengan cara
menghitung waktu alir pelarut dan waktu alir
larutan PLA pada berbagai konsentrasi.
Setelah itu, viskositas relatif (η relatif)
ditentukan dengan cara membandingkan
waktu alir pelarut dengan waktu alir larutan
polimer (t0/t). Viskositas intrinsik [η] dicari
dengan cara memplotkan η spesifik/[PLA]
sebagai sumbu y dan konsentrasi sebagai
sumbu x.
Bobot
molekul
(Mv)
ditentukan
berdasarkan persamaan Mark-Houwink:
[η] = k(Mv)a
k dan a merupakan tetapan yang bergantung
pada pelarut, polimer, dan suhu. Pelarut dan
suhu yang digunakan pada penelitian ini
adalah etil asetat dan 25 °C. Nilai k dan a
secara berturut-turut adalah 1.58×10-4 dan
0.78.

Pembuatan
Mikrokapsul
Ibuprofen
Tersalut Polipaduan PLA dan PCL
Larutan polipaduan PLA dan PCL dibuat
dengan melarutkan PLA:PCL (9:1) dalam
diklorometana kemudian diaduk hingga
homogen. Setelah itu, ibuprofen dicampurkan
ke dalam larutan polipaduan PLA dan PCL.
Campuran tersebut kemudian diemulsikan
dengan larutan PVA 1.5% menggunakan
motor pengaduk dengan kecepatan putar 800
rpm selama 90 menit. Selanjutnya emulsi
tersebut didispersikan ke dalam 200 mL
akuades sambil diaduk menggunakan motor
pengaduk dengan kecepatan 600 rpm selama 1
jam. Setelah itu campuran didekantasi hingga
mikrokapsul yang terbentuk mengendap.
Mikrokapsul yang diperoleh kemudian
disaring,
dicuci
dengan
akuades,
dikeringudarakan selama 1 hari lalu
dikeringkan di dalam oven pada suhu 40 °C
selama 1 jam.
Mikrokapsul ibuprofen dibuat dalam
beberapa formula dengan nisbah massa
polipaduan-ibuprofen yang berbeda (Tabel 3).
Selain itu, dibuat mikrokapsul kosong tanpa
penambahan ibuprofen.
Tabel 3

Komposisi formula mikrokapsul
ibuprofen tersalut polipaduan
PLA dan PCL.
Nisbah
Formula
polipaduan-ibuprofen
A
5:0.75
B
5:1
C
5:1.25
D
5:1.5

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
dan Pembuatan Kurva Standar
Larutan ibuprofen dalam bufer fosfat pH
7.2 dengan konsentrasi 10 ppm diukur
absorbansnya pada panjang gelombang ( )
210-240 nm menggunakan spekrofotometer
ultraviolet
(UV).
Panjang
gelombang
maksimum ( maks) yang diperoleh digunakan
untuk analisis selanjutnya.
Kurva standar dibuat dengan mengukur
absorbans
larutan
ibuprofen
dengan
konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, dan
20 ppm pada panjang gelombang maksimum.
Hasil yang diperoleh merupakan hubungan
konsentrasi ibuprofen dengan absorbans.
Efisiensi Enkapsulasi
Sebanyak 25 mg kapsul ditimbang dan
dilarutkan ke dalam 50 mL bufer fosfat pH
7.2. Campuran tersebut dikocok selama 24
jam lalu disaring (Tayade & Kale 2004).

5

Kemudian filtrat diencerkan sebanyak 10 kali
dan
dibaca
absorbansnya
dengan
spektrofotometer
UV
pada
panjang
gelombang maksimum. Absorbans yang
diperoleh digunakan untuk menentukan
konsentrasi ibuprofen dengan bantuan kurva
standar.
Uji Disolusi secara In Vitro (Depkes 1995)
Uji disolusi mikrokapsul dilakukan dengan
alat disolusi tipe 2 (tipe dayung). Sebanyak
200 mg mikrokapsul ditimbang dan
dimasukkan ke dalam chamber disolusi. Uji
disolusi dilakukan dalam medium simulasi
cairan usus (larutan bufer fosfat pH 7.2)
selama 6 jam pada suhu (37 ± 0.5) °C dengan
kecepatan pengadukan 100 rpm. Volume
medium disolusi yang digunakan sebanyak
500 mL. Pengambilan alikuot dilakukan setiap
15 menit dengan volume setiap kali
pengambilan 10 mL. Setiap kali pengambilan
alikuot, volume medium yang terambil
digantikan dengan larutan medium yang baru
dengan volume dan suhu yang sama.
Konsentrasi ibuprofen dalam larutan alikuot
diukur menggunakan spektrofotometer UV
pada maks. Data yang diperoleh dibuat kurva
hubungan antara persen pelepasan ibuprofen
dan waktu disolusi, serta dikaji kinetika
pelepasannya.
Morfologi Mikrokapsul
Pengamatan
morfologi
mikrokapsul
dilakukan terhadap mikrokapsul kosong dan
yang terisi ibuprofen serta mikrokapsul
setelah disolusi dengan menggunakan SEM.

CH3 O
HO HC

Pemanasan

C OH

CH3 O
O HC

C

+ H2O
n

Gambar 6 Reaksi sintesis poli(asam laktat).
Mikroenkapsulasi Ibuprofen
Penyalutan ibuprofen dilakukan dengan
menggunakan paduan antara PLA hasil
sintesis dengan PCL dengan perbandingan 9:1
(Hanifa 2008) dengan alasan banyaknya
jumlah PLA akan mempercepat waktu
degradasi dan jumlah PCL akan memperbaiki
sifat permeabilitasnya. Menurut Rosida
(2007), paduan yang terbentuk antara PLA
dengan PCL merupakan paduan yang
homogen. Hal tersebut terlihat dari hasil film
polipaduan yang terbentuk, yaitu tidak terlihat
lagi perbedaan antara komponen-komponen
penyusunnya, baik dalam bentuk maupun
warna karena komponen-komponennya telah
tercampur secara merata.
Mikroenkapsulasi
dilakukan
dengan
metode emulsifikasi. Bahan penyalut (PLA
dan PCL) dan ibuprofen dilarutkan dalam
diklorometana kemudian diemulsikan, dan
didispersikan dalam pelarut lain (air) yang
tidak saling campur sehingga terbentuk
partikel mikro yang disebut dengan
mikrokapsul. Mikrokapsul ibuprofen yang
dihasilkan memiliki bentuk visual seperti
serbuk, halus, kering, dan berwarna putih
(Gambar 7).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Poli(asam laktat)
Sintesis PLA pada penelitian ini dilakukan
pada suhu 140-150 °C. PLA yang dihasilkan
merupakan PLA dalam bentuk campuran
rasemiknya (D,L-PLA) karena menurut
Dutkiewicz et al. (2003), sintesis PLA pada
suhu lebih dari 140 °C akan menghasilkan
PLA dalam bentuk rasemiknya. PLA dalam
bentuk D,L-PLA memiliki waktu degradasi
yang lebih cepat dibandingkan L-PLA (Lu &
Chen 2004).
Pengukuran bobot molekul PLA hasil
sintesis menggunakan metode viskometri.
PLA hasil sintesis ini memiliki bobot molekul
sebesar 6846.68 g mol-1 (Lampiran 2) dengan
rendemen sebesar 58.79%.

Gambar 7

Mikrokapsul ibuprofen tersalut
polipaduan PLA dan PCL.

Pengemulsi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah PVA. Gugus hidroksil
dari PVA yang bersifat polar akan berikatan
dengan molekul air sedangkan rantai
karbonnya akan berikatan dengan molekul
diklorometana sehingga emulsi selama
mikoenkapsulasi menjadi stabil. Pendispersian
ke dalam air berfungsi untuk menguapkan
diklorometana dari emulsi dan mikrokapsul
yang terbentuk akan mengendap. Mikrokapsul
yang didapatkan selanjutnya didekantasi dan
dibilas beberapa kali dengan akuades untuk
menghilangkan sisa-sisa PVA yang menempel
pada mikrokapsul.

5

Kemudian filtrat diencerkan sebanyak 10 kali
dan
dibaca
absorbansnya
dengan
spektrofotometer
UV
pada
panjang
gelombang maksimum. Absorbans yang
diperoleh digunakan untuk menentukan
konsentrasi ibuprofen dengan bantuan kurva
standar.
Uji Disolusi secara In Vitro (Depkes 1995)
Uji disolusi mikrokapsul dilakukan dengan
alat disolusi tipe 2 (tipe dayung). Sebanyak
200 mg mikrokapsul ditimbang dan
dimasukkan ke dalam chamber disolusi. Uji
disolusi dilakukan dalam medium simulasi
cairan usus (larutan bufer fosfat pH 7.2)
selama 6 jam pada suhu (37 ± 0.5) °C dengan
kecepatan pengadukan 100 rpm. Volume
medium disolusi yang digunakan sebanyak
500 mL. Pengambilan alikuot dilakukan setiap
15 menit dengan volume setiap kali
pengambilan 10 mL. Setiap kali pengambilan
alikuot, volume medium yang terambil
digantikan dengan larutan medium yang baru
dengan volume dan suhu yang sama.
Konsentrasi ibuprofen dalam larutan alikuot
diukur menggunakan spektrofotometer UV
pada maks. Data yang diperoleh dibuat kurva
hubungan antara persen pelepasan ibuprofen
dan waktu disolusi, serta dikaji kinetika
pelepasannya.
Morfologi Mikrokapsul
Pengamatan
morfologi
mikrokapsul
dilakukan terhadap mikrokapsul kosong dan
yang terisi ibuprofen serta mikrokapsul
setelah disolusi dengan menggunakan SEM.

CH3 O
HO HC

Pemanasan

C OH

CH3 O
O HC

C

+ H2O
n

Gambar 6 Reaksi sintesis poli(asam laktat).
Mikroenkapsulasi Ibuprofen
Penyalutan ibuprofen dilakukan dengan
menggunakan paduan antara PLA hasil
sintesis dengan PCL dengan perbandingan 9:1
(Hanifa 2008) dengan alasan banyaknya
jumlah PLA akan mempercepat waktu
degradasi dan jumlah PCL akan memperbaiki
sifat permeabilitasnya. Menurut Rosida
(2007), paduan yang terbentuk antara PLA
dengan PCL merupakan paduan yang
homogen. Hal tersebut terlihat dari hasil film
polipaduan yang terbentuk, yaitu tidak terlihat
lagi perbedaan antara komponen-komponen
penyusunnya, baik dalam bentuk maupun
warna karena komponen-komponennya telah
tercampur secara merata.
Mikroenkapsulasi
dilakukan
dengan
metode emulsifikasi. Bahan penyalut (PLA
dan PCL) dan ibuprofen dilarutkan dalam
diklorometana kemudian diemulsikan, dan
didispersikan dalam pelarut lain (air) yang
tidak saling campur sehingga terbentuk
partikel mikro yang disebut dengan
mikrokapsul. Mikrokapsul ibuprofen yang
dihasilkan memiliki bentuk visual seperti
serbuk, halus, kering, dan berwarna putih
(Gambar 7).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Poli(asam laktat)
Sintesis PLA pada penelitian ini dilakukan
pada suhu 140-150 °C. PLA yang dihasilkan
merupakan PLA dalam bentuk campuran
rasemiknya (D,L-PLA) karena menurut
Dutkiewicz et al. (2003), sintesis PLA pada
suhu lebih dari 140 °C akan menghasilkan
PLA dalam bentuk rasemiknya. PLA dalam
bentuk D,L-PLA memiliki waktu degradasi
yang lebih cepat dibandingkan L-PLA (Lu &
Chen 2004).
Pengukuran bobot molekul PLA hasil
sintesis menggunakan metode viskometri.
PLA hasil sintesis ini memiliki bobot molekul
sebesar 6846.68 g mol-1 (Lampiran 2) dengan
rendemen sebesar 58.79%.

Gambar 7

Mikrokapsul ibuprofen tersalut
polipaduan PLA dan PCL.

Pengemulsi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah PVA. Gugus hidroksil
dari PVA yang bersifat polar akan berikatan
dengan molekul air sedangkan rantai
karbonnya akan berikatan dengan molekul
diklorometana sehingga emulsi selama
mikoenkapsulasi menjadi stabil. Pendispersian
ke dalam air berfungsi untuk menguapkan
diklorometana dari emulsi dan mikrokapsul
yang terbentuk akan mengendap. Mikrokapsul
yang didapatkan selanjutnya didekantasi dan
dibilas beberapa kali dengan akuades untuk
menghilangkan sisa-sisa PVA yang menempel
pada mikrokapsul.

6

Panjang Gelombang Maksimum dan
Kurva Standar
Pelarut yang digunakan dalam pembuatan
larutan ibuprofen adalah bufer fosfat pH 7.2.
Nilai pH bufer tersebut dipilih untuk
menyesuaikan dengan pH usus dan biasa
digunakan sebagai medium disolusi tablet
ibuprofen (Depkes 1995).
Penentuan maks dilakukan pada daerah
ultraviolet karena larutan ibuprofen tidak
berwarna. Panjang gelombang maksimum
( maks) yang diperoleh yaitu 222 nm
(Lampiran 3). Nilai maks yang diperoleh
tersebut sesuai dengan literatur, yaitu 222 nm
(Depkes 1995).
Persamaan kurva standar yang diperoleh
adalah y = 0.0418x + 0.0144 dengan nilai R2
sebesar 99.91% (Lampiran 4). Persamaan
kurva standar tersebut digunakan dalam
perhitungan efisiensi enkapsulasi dan
persentase pelepasan ibuprofen.
Efisiensi Enkapsulasi
Efisiensi enkapsulasi merupakan salah satu
parameter yang dapat digunakan untuk
menentukan keberhasilan proses enkapsulasi.
Parameter ini menunjukkan berapa persen
senyawa aktif (ibuprofen) yang berhasil
disalut dalam mikrokapsul.
Hasil penentuan efisiensi enkapsulasi
mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan
PLA dan PCL (Lampiran 5) menunjukkan
nilai tertinggi pada mikrokapsul formula D,
yaitu sebesar 84.13%. Efisiensi enkapsulasi
mikrokapsul formula A, B, C, dan D
meningkat secara berturut-turut (Tabel 4). Hal
ini menunjukkan bahwa efisiensi enkapsulasi
meningkat seiring dengan meningkatnya
nisbah
polipaduan-ibuprofen.
Dengan
meningkatkan nisbah massa polipaduanibuprofen, berarti semakin banyak ibuprofen
yang ditambahkan ke dalam larutan
polipaduan untuk dimikroenkapsulasi. Oleh
karena itu, nisbah 5:1.5 menghasilkan
mikrokapsul dengan efisiensi enkapsulasi
tertinggi.
Hasil efisiensi enkapsulasi yang diperoleh
menunjukkan nilai yang lebih tinggi
dibandingkan
efisiensi
enkapsulasi
mikrokapsul ibuprofen Maulidyawati (2009).
Mikrokapsul formula A dan B yang dibuat
dengan komposisi (nisbah polipaduanibuprofen) yang sama seperti dilakukan
Maulidyawati (2009) dijadikan sebagai acuan
untuk
membandingkan
nilai
efisiensi
enkapsulasi yang diperoleh.

Mikrokapsul formula A pada penelitian ini
memiliki efisiensi enkapsulasi sebesar 71.17%
sedangkan Maulidyawati (2009) menunjukkan
efisiensi enkapsulasi sebesar 54.99% untuk
komposisi
mikrokapsul
yang
sama.
Mikrokapsul formula B pada penelitian ini
pun memiliki nilai efisiensi enkapsulasi yang
lebih tinggi, yaitu sebesar 72.43%, bila
dibandingkan
dengan
nilai
efisiensi
enkapsulasi mikrokapsul dengan komposisi
yang sama pada penelitian Maulidyawati
(2009), yaitu sebesar 70.25%. Perbedaan
efisiensi enkapsulasi ini disebabkan oleh
penggunaan PVA dengan konsentrasi yang
berbeda. Maulidyawati (2009) menggunakan
PVA dengan konsentrasi 2.5% sedangkan
pada penelitian ini digunakan PVA dengan
konsentrasi 1.5%. Hal ini membuktikan
bahwa penggunaan PVA 1.5% akan
menghasilkan mikrokapsul ibuprofen dengan
efisiensi enkapsulasi tertinggi (Kemala 2010).
Tabel 4 Efisiensi enkapsulasi ibuprofen
Formula

Nisbah
polipaduan-ibuprofen

A
B
C
D

5:0.75
5:1
5:1.25
5:1.5

Efisiensi
enkapsulasi
(%)
71.17
72.43
78.94
84.13

Pelepasan Obat
Kemala (2010) melaporkan pelepasan
ibuprofen
dari
mikrokapsul
tersalut
polipaduan PLA dan PCL dalam medium
simulasi cairan lambung adalah sebesar
4.87%. Hal ini sangat diharapkan karena
absorpsi obat tidak berlangsung di lambung
tetapi berlangsung di usus. Presentase
pelepasan yang kecil tersebut menunjukkan
bahwa penyalut polipaduan PLA dan PCL
dapat mengendalikan pelepasan ibuprofen
dalam lambung. Pelepasan ibuprofen yang
terkendali tersebut dapat mencegah terjadinya
peningkatan konsentrasi ibuprofen secara
serentak. Dengan demikian iritasi pada
dinding lambung dapat dihindari.
Proses disolusi pada penelitian ini
dilakukan secara in vitro pada medium
simulasi cairan usus, yaitu pada medium basa
(pH 7.2). Mikrokapsul yang diuji disolusi
adalah mikrokapsul formula C dan D yang
efisiensi enkapsulasinya lebih tinggi di antara
formula lain. Hasil uji disolusi mikrokapsul
ibuprofen diperlihatkan pada Lampiran 6 dan
7.
Pelepasan ibuprofen dari mikrokapsul
formula C dan D berturut-turut adalah 21.41-

7

35,00

Pelepasan ibuprofen (%)

25.19% dan 26.71-28.78%. Mikrokapsul
formula D memiliki persentase pelepasan
ibuprofen lebih besar dari mikrokapsul
formula C. Hal ini disebabkan mikrokapsul
formula D memiliki efisiensi enkapsulasi
lebih tinggi dari mikrokapsul formula C, yang
berarti
kandungan
ibuprofen
dalam
mikrokapsul formula D lebih tinggi daripada
kandungan ibuprofen dalam mikrokapsul
formula C. Kandungan ibuprofen yang lebih
tinggi tersebut menyebabkan pelepasan
ibuprofen yang lebih besar pada mikrokapsul
formula D.
Hubungan antara persentase pelepasan
ibuprofen dengan waktu ditunjukkan pada
Gambar 8. Gambar tersebut menunjukkan
adanya burst release pada menit ke-15 sekitar
22% untuk mikrokapsul formula C dan 27%
untuk mikrokapsul formula D. Burst release
yang terjadi dipengaruhi oleh banyaknya
kandungan obat dalam mikrokapsul dan
pelarut yang digunakan dalam proses
pembuatan mikrokapsul. Ibuprofen yang
tersalut diduga tidak tersalut sebagai inti tetapi
tersebar di seluruh mikrokapsul, termasuk
pada permukaannya. Penyalutan ibuprofen
pada permukaan mikrokapsul memungkinkan
ibuprofen untuk lebih mudah terlepas
sehingga mengakibatkan terjadinya burst
release. Burst release yang terjadi pada
mikrokapsul formula D lebih besar
persentasenya dibandingkan pada mikrokapsul
formula C karena mikrokapsul formula D
memiliki kandungan ibuprofen lebih banyak
dari mikrokapsul formula C sehingga
mengakibatkan
persentase
pelepasannya
menjadi lebih tinggi.
Gambar 8 juga menunjukkan persentase
pelepasan ibuprofen yang menjadi cenderung
stabil seiring dengan lamanya waktu disolusi
setelah terjadinya burst release, dan kemudian
menurun. Hal ini disebabkan terjadinya
kesetimbangan antara medium dan cairan
dalam
mikrokapsul
serta
terjadinya
pengenceran akibat pengambilan cuplikan.

30,00

(ii)

25,00

(i)
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
0

60

120

180

240

300

360

Waktu (menit)

Gambar

8

Pelepasan ibuprofen dari
mikrokapsul formula C (i)
dan D (ii) terhadap waktu
(menit).

Kinetika Pelepasan Obat
Model kinetika pelepasan ibuprofen
ditentukan dengan melihat nilai koefisien
determinasi (R2) tertinggi yang diperoleh
melalui pendekatan kinetika persamaan orde
ke-0 (Q = kt), orde ke-1 (ln [A]t = ln [A]o –
kt), dan Higuchi (Q = kt1/2) (Muthu & Singh
2009).
Pendekatan
kinetika
terhadap
pelepasan ibuprofen (Lampiran 8) dikaji
menggunakan data uji disolusi mikrokapsul
formula C dan D.
Hasil pendekatan kinetika terhadap
pelepasan ibuprofen pada mikrokapsul
formula C dan D menunjukkan bahwa orde
ke-1 memiliki linearitas tertinggi di antara
orde ke-0 dan Higuchi. Hal ini dapat dilihat
dari nilai R2 yang diperoleh melalui
persamaan regresi pada masing-masing
kinetika (Tabel 5). Pada kinetika orde ke-1,
mikrokapsul formula C memiliki R2 sebesar
0.9985 dengan persamaan regresi Ln [A]t = 0.001 t + 3.4176 sedangkan mikrokapsul
formula D memiliki R2 sebesar 0.9971 dengan
persamaan regresi Ln [A]t = -0.0011 t +
3.3748.
Perolehan R2 tertinggi pada orde ke-1
menunjukkan bahwa kinetika pelepasan
ibuprofen mengikuti model kinetika orde ke1. Hal ini menggambarkan bahwa pelepasan
obat berjalan dengan laju yang sebanding
dengan konsentrasi obat (Shoaib 2006). Laju
pelepasan obat akan tinggi pada saat
konsentrasi obat dalam mikrokapsul tinggi.

Tabel 5 Koefisien determinasi (R2) dan tetapan laju (k) pelepasan ibuprofen pada berbagai
model kinetika
Orde ke-0
Orde ke-1
Higuchi
Formula
R2
k
R2
k
R2
k
C
0.9938
0.0038
0.9985
0.0010
0.9875
0.0997
D
0.9120
0.0009
0.9971
0.0011
0.9377
0.0206

8

Hal ini diperlihatkan Gambar 8, yaitu laju
pelepasan obat tinggi dengan naiknya kurva
secara signifikan pada menit-menit pertama
proses disolusi, di mana konsentrasi obat
dalam mikrokapsul masih tinggi karena belum
terjadi terjadi pelepasan obat yang besar.
Kemudian kurva tidak lagi mengalami
kenaikan secara signifikan yang berarti laju
pelepasan obat menurun karena telah
terjadinya penurunan konsentrasi obat dalam
mikrokapsul. Selanjutnya kurva menjadi
cenderung stabil karena telah terjadinya
kesetimbangan antara medium dan cairan
dalam mikrokapsul sehingga laju pelepasan
obat menjadi sangat kecil, terlihat dari nilai
tetapan laju (k) yang diperoleh.
Morfologi Mikrokapsul
Hasil analisis morfologi mikrokapsul
ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL
menggunakan SEM menunjukkan bahwa
mikrokapsul kosong tanpa penambahan
ibuprofen (Gambar 9a) berbentuk bulat dan
halus. Sementara itu, mikrokapsul dengan
penambahan
ibuprofen
(Gambar
9b)
memperlihatkan bentuk yang bulat dengan
ukuran berkisar antara 38-250 m dengan
tonjolan halus berbentuk tidak beraturan yang
tersebar pada permukaannya. Tonjolan halus
tersebut diduga merupakan hasil penyalutan
ibuprofen yang tersebar pada permukaan
mikrokapsul. Hal ini sejalan dengan

pernyataan sebelumnya yang menduga bahwa
ibuprofen tidak tersalut sebagai inti tetapi
tersebar di seluruh dan permukaan
mikrokapsul. Foto SEM dengan perbesaran
yang lebih tinggi, sebanyak 2500×,
memperlihatkan
morfologi
permukaan
mikrokapsul ibuprofen tersebut (Gambar 9c).
Gambar
9c
menunjukkan
permukaan
mikrokapsul dengan lubang-lubang kecil dan
tonjolan-tonjolan halus tak beraturan yang
melekat pada permukaannya.
Morfologi mikrokapsul ibuprofen tersalut
polipaduan PLA dan PCL setelah proses
disolusi pada medium basa selama 360 menit
dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10a
memperlihatkan mikrokapsul hancur setelah
proses disolusi. Mikrokapsul terkikis sehingga
bentuknya tidak lagi bulat seperti bentuk
mikrokapsul
awal
sebelum
disolusi.
Terkikisnya mikrokapsul mengakibatkan
kontak luas permukaan mikrokapsul dengan
medium disolusi menjadi lebih besar sehingga
ibuprofen dapat lebih mudah terlepas dari
matriks penyalut.
Foto SEM dengan perbesaran 2000×
memperlihatkan
morfologi
permukaan
mikrokapsul ibuprofen setelah disolusi
(Gambar 10b). Tonjolan halus tidak lagi
tampak pada permukaan mikrokapsul. Selain
itu, permukaan mikrokapsul terlihat kasar dan
mengalami retakan.

(a)
(b)
(c)
Gambar 9 Foto SEM mikrokapsul tersalut polipaduan PLA dan PCL tanpa penambahan ibuprofen
(a) dan dengan penambahan ibuprofen (b) pada perbesaran 500×, serta pada perbesaran
2500× terhadap permukaan mikrokapsul dengan penambahan ibuprofen (c).

(a)
(b)
Gambar 10 Foto SEM permukaan mikrokapsul ibuprofen tersalut polipaduan PLA dan PCL
formula C setelah disolusi pada medium basa dengan perbesaran 500× (a) dan
2000× (b).

9

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Mikroenkapsulasi
ibuprofen
dengan
penyalut polipaduan poli(asam laktat) dan
poli(ε-kaprolakton)
menghasilkan
mikrokapsul dengan bentuk visual seperti
serbuk, halus, kering, dan berwarna putih.
Kenaikan nisbah massa polipaduan-ibuprofen
meningkatkan efisiensi enkapsulasi. Efisiensi
enkapsulasi ibuprofen menunjukkan nilai
lebih dari 71% dengan nilai tertinggi pada
mikrokapsul formula D sebesar 84.13%. Hasil
uji disolusi mikrokapsul dalam medium
simulasi cairan usus menunjukkan bahwa
mikrokapsul dengan efisiensi enkapsulasi
lebih tinggi mengalami pelepasan ibuprofen
yang lebih besar. Kinetika pelepasan
ibuprofen mengikuti model kinetika orde ke1.
Saran
Ukuran mikrokapsul dan distribusinya
perlu dianalisis menggunakan Particel Size
Analyzer (PSA) dan diperhatikan pengaruhnya
terhadap pelepasan obat sebagai hasil dari
penggunaan pengemulsi pada konsentrasi
tertentu. Selain itu, perlu dilakukan uji
disolusi secara in vivo untuk mengetahui
pelepasan ibuprofen dalam tubuh.

DAFTAR PUSTAKA
Atkins PW. 1996. Kimia Fisik Jilid 2. Ed ke4. Kartohadiprodjo, penerjemah; Indarto
PW, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan
dari: Physical Chemistry.
Babstov et al, penemu; Tagra Biotechnologies
Ltd. 30 Sep 2002. Method of
microencapsulation. US patent 6 932 984.
Bahl Y, Sah H. 2000. Dynamic changes in
size distribution of emulsion droplets
during
ethyl
acetate-based
microencapsulation process. AAPS Pharm
Sci Tech 1:1-9.
Birnbaum DT, Brannon-Peppas. 2003.
Microparticle drug delivery systems. Di
dalam: Drug Delivery Systems in Cancer
Therapy. Totowa: Humana Pr.
Broz ME, Vanderhart DL, Washbur NR.
2003. Structure and mechanical properties
of
poly(D,L-lactic
acid)/poly(εcaprolactone)
blends.
Biomaterials
24:4181-4190.

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1995.
Farmakope Indonesia. Ed ke-4. Jakarta:
Depatemen Kesehatan RI.
Dutkiewicz S, Grochowska D, Tomaszewski
W. 2003. Synthesis of poly(L(+) lactic
acid) by polycondensation method in
solution. Fibres & Textiles in Eastern
Europe 11 (4):66-70.
Flieger M, Kantorová M, Prell A, Řezanka T,
Votruba J. 2003. Biodegradable plastics
from renewable sources. Folia Microbiol
48 (1):27-44.
Gilman AG, Hardman JG, Limbird LE. 1996.
Goodman
&
Gilmans
The
Pharmacological Basic’s of Therapeutics.
Ed ke-9. New York: McGraw Hill.
Gonzales MF, Ruseckaite RA, Cuadrado TR.
1999. Structural changes of polylacticacid (PLA) microspheres under hydrolytic
degradation. J Appl Polym Sci 71:12231230.
Gunatillake PA & Adhikari R. 2003.
Biodegradable synthetic polymers for
tissue engineering. Eur Cells and
Materials 5:1-16.
Hanifa IK. 2009. Optimasi polivinilalkohol
pada pembuatan mikrosfer polipaduan
(poliasamlaktat dengan polikaprolakton)
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Kaitian X, Kozluca A, Denkbas EB, Piskin E.
1996.
Poly(D,L-lactic
acid)
homopolymers:
synthesis
and
characterization. Turkey J Chem 20:43-53.
Kemala T. 2010. Mikrosfer polipaduan
poli(asam
laktat)
dengan
poli(εkaprolakton) sebagai pelepasan terkendali
ibuprofen secara in vitro [disertasi].
Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas
Indonesia.
Lu Y, Chen SC. 2004. Micro and nanofabrication of biodegradable polymers for
drug delivery. Advanced Drug Delivery
Reviews 56:1621–1633.
Muthu MS, Singh S. 2009. Poly(D,L-lactide)
nanosuspensions of risperidone for
parenteral delivery: formulation and invitro evaluation. Current Drug Delivery
6:62-68.
Maulidyawati N. 2009. Mikroenkapsulasi
ibuprofen dengan penyalut polipaduan
poli(asam laktat) dan polikaprolakton
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.

PELEPASAN IBUPROFEN DARI MIKROKAPSUL
TERSALUT POLIPADUAN POLI(ASAM LAKTAT)
DAN POLI(ε-KAPROLAKTON) SECARA IN VITRO

PENI MAHARINI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

9

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Mikroenkapsulasi
ibuprofen
dengan
penyalut polipaduan poli(asam laktat) dan
poli(ε-kaprolakton)
menghasilkan
mikrokapsul dengan bentuk visual seperti
serbuk, halus, kering, dan berwarna putih.
Kenaikan nisbah massa polipaduan-ibuprofen
meningkatkan efisiensi enkapsulasi. Efisiensi
enkapsulasi ibuprofen menunjukkan nilai
lebih dari 71% dengan nilai tertinggi pada
mikrokapsul formula D sebesar 84.13%. Hasil
uji disolusi mikrokapsul dalam medium
simulasi cairan usus menunjukkan bahwa
mikrokapsul dengan efisiensi enkapsulasi
lebih tinggi mengalami pelepasan ibuprofen
yang lebih besar. Kinetika pelepasan
ibuprofen mengikuti model kinetika orde ke1.
Saran
Ukuran mikrokapsul dan distribusinya
perlu dianalisis menggunakan Particel Size
Analyzer (PSA) dan diperhatikan pengaruhnya
terhadap pelepasan obat sebagai hasil dari
penggunaan pengemulsi pada konsentrasi
tertentu. Selain itu, perlu dilakukan uji
disolusi secara in vivo untuk mengetahui
pelepasan ibuprofen dalam tubuh.

DAFTAR PUSTAKA
Atkins PW. 1996. Kimia Fisik Jilid 2. Ed ke4. Kartohadiprodjo, penerjemah; Indarto
PW, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan
dari: Physical Chemistry.
Babstov et al, penemu; Tagra Biotechnologies
Ltd. 30 Sep 2002. Method of
microencapsulation. US patent 6 932 984.
Bahl Y, Sah H. 2000. Dynamic changes in
size distribution of emulsion droplets
during
ethyl
acetate-based
microencapsulation process. AAPS Pharm
Sci Tech 1:1-9.
Birnbaum DT, Brannon-Peppas. 2003.
Microparticle drug delivery systems. Di
dalam: Drug Delivery Systems in Cancer
Therapy. Totowa: Humana Pr.
Broz ME, Vanderhart DL, Washbur NR.
2003. Structure and mechanical properties
of
poly(D,L-lactic
acid)/poly(εcaprolactone)
blends.
Biomaterials
24:4181-4190.

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1995.
Farmakope Indonesia. Ed ke-4. Jakarta:
Depatemen Kesehatan RI.
Dutkiewicz S, Grochowska D, Tomaszewski
W. 2003. Synthesis of poly(L(+) lactic
acid) by polycondensation method in
solution. Fibres & Textiles in Eastern
Europe 11 (4):66-70.
Flieger M, Kantorová M, Prell A, Řezanka T,
Votruba J. 2003. Biodegradable plastics
from renewable sources. Folia Microbiol
48 (1):27-44.
Gilman AG, Hardman JG, Limbird LE. 1996.
Goodman
&
Gilmans
The
Pharmacological Basic’s of Therapeutics.
Ed ke-9. New York: McGraw Hill.
Gonzales MF, Ruseckaite RA, Cuadrado TR.
1999. Structural changes of polylacticacid (PLA) microspheres under hydrolytic
degradation. J Appl Polym Sci 71:12231230.
Gunatillake PA & Adhikari R. 2003.
Biodegradable synthetic polymers for
tissue engineering. Eur Cells and
Materials 5:1-16.
Hanifa IK. 2009. Optimasi polivinilalkohol
pada pembuatan mikrosfer polipaduan
(poliasamlaktat dengan polikaprolakton)
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Kaitian X, Kozluca A, Denkbas EB, Piskin E.
1996.
Poly(D,L-lactic
acid)
homopolymers:
synthesis
and
characterization. Turkey J Chem 20:43-53.
Kemala T. 2010. Mikrosfer polipaduan
poli(asam
laktat)
dengan
poli(εkaprolakton) sebagai pelepasan terkendali
ibuprofen secara in vitro [disertasi].
Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas
Indonesia.
Lu Y, Chen SC.