Kombinasi emulsi dan ultrasonikasi dalam nanoenkapsulasi ibuprofen tersalut polipaduan poli(asam laktat) dan poli(e-kaprolakton)

2

ABSTRAK
SITI KOMARIAH. Kombinasi Emulsi dan Ultrasonikasi dalam Nanoenkapsulasi
Ibuprofen Tersalut Polipaduan Poli(asam laktat) dan Poli(ε-kaprolakton).
Dibimbing oleh TETTY KEMALA dan AHMAD SJAHRIZA.
Polipaduan poli(asam laktat) dan poli(ε-kaprolakton) digunakan sebagai
penyalut obat ibuprofen. Partikel enkapsulasi ibuprofen dengan ukuran mikro
memiliki kemampuan penetrasi di dalam jaringan tubuh yang terbatas sehingga
diperlukan ukuran nanometer. Nanoenkapsulasi ibuprofen dalam penelitian ini
dibuat dengan mengombinasikan metode emulsifikasi dan ultrasonikasi. Ragam
waktu ultrasonikasi yang digunakan adalah 30, 45, dan 60 menit. Efisiensi dan
ukuran nanokapsul meningkat dengan meningkatnya waktu ultrasonikasi.
Efisiensi nanokapsul pada waktu ultrasonikasi 30, 45, dan 60 menit berurutan
adalah 4.51, 5.01, dan 5.99%. Nanokapsul yang dihasilkan berkisar 480 hingga
950 nm. Waktu ultrasonikasi yang paling baik dalam pembentukan nanokapsul
adalah 60 menit.

ABSTRACT
SITIKOMARIAH. Combination of Emulsification and Ultrasonication in
Nanoencapsulation of Ibuprofen in Poly(lactid acid) with Poly(ε-caprolactone).

Supervised by TETTY KEMALA and AHMAD SJAHRIZA
Polybend of poly(lactid acid) and poly(ε-caprolactone) was used to
encapsulate ibuprofen drug. Encapsulationof ibuprofen in micron size have a
limited penetration into tissues, therefore, the particle should have nanometer size.
Nanoencapsulation of ibuprofen in this experiment was prepared by combining
emulsification and ultrasonication in 30, 45, and 60 minutes. The encapsulation
efficiency and size increased as the increased duration time of ultrasonication. The
efficiency on ultrasonication duration of 30, 45, and 60 minutes were 4.51, 5.01,
and 5.99%, respectively the produced capsules diameter ranged between 480 and
950 nm. The best duration of ultrasonication on prepation of nanocapsules was 60
minutes.

PENDAHULUAN
Banyak penelitian yang telah dilakukan
mengenai media transplantasi atau penyalut
obat yang berasal dari bahan poliester alifatik.
Yang et al. (2005) melaporkan poli(asam
laktat-ko-glikolat) dapat digunakan sebagai
pengantar obat implan atau sebagai media
transplantasi pada sistem jaringan. Cheng et

al. (2007) melaporkan poli(asam laktat-koglikolat)-poli(etilen glikolat) dapat digunakan
sebagai penyalut obat taxana dengan ukuran
nanopartikel dalam penyembuhan penyakit
tumor. Beberapa hasil penelitian lain yang
menggunakan poliester alifatik sebagai
penyalut obat adalah poli(asam laktat) (PLA)
(Lai & Tsiang 2004), poli(ε-kaprolakton)
(PCL) (Ramest et a.l 2002, Kim et al. 2003),
PLA-PCL (Kemala et al. 2010, Kemala 2010).
Poliester alifatik merupakan polimer
biodegradabel. Penggunaan polimer biodegradabel ini memiliki keuntungan karena
dapat didegradasi melalui proses hidrolisis
dalam tubuh dan akan diabsorbsi sehingga
tidak meracuni tubuh. PCL digunakan sebagai
penyalut obat karena memiliki permeabilitas
obat yang baik dan memiliki kekuatan
mekanik yang cukup, tetapi memiliki waktu
degradasi yang lama (Gunatillake & Raju
2003). PLA memiliki permeabilitas yang
kurang baik dibanding PCL, akan tetapi

memiliki waktu degradasi yang lebih pendek.
Pencampuran kedua polimer (polipaduan)
merupakan teknik pendekatanyang dapat
meningkatkan sifat fisik dan mekanik dari
polimer tersebut(Chen et al. 2003).
Polipaduan kemudian digunakan sebagai
pengungkung obat dan berguna dalam sistem
pelepasan obat terkendali. Sistem ini berguna
untuk mengurangi iritasi pada saluran
pencernaan akibat konsumsi obat yang
berlebihan dan dapat memperlambat waktu
pelepasan obat (Sutriyo et al. 2004). Sistem
pelepasan obat terkendali dapat dilakukan
dengan cara mengenkapsulasi obat dalam
ukuran kecil (mikrometer dan nanometer).
Enkapsulasi dalam ukuran kecil memiliki
banyak sekali keuntungan, di antaranya dapat
melindungi suatu senyawa dari penguraian,
senyawa dapat mencapai tepat sasaran
pengobatan (Babstov et al. 2002, Cheng et al.

2007).
Senyawa aktif yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ibuprofen. Ibuprofen
memiliki waktu paruh eliminasi yang pendek
yaitu 1.8-2 jam. Hal ini yang menyebabkan
ibuprofen sesuai untuk diformulasikan dalam

sediaan lepas terkendali. Ukuran partikel
enkapsulasi ibuprofen tersalut PLA-PCL yang
telah diteliti selama ini berukuran mikron.
Namun, bentuk mikrokapsul memiliki
kelemahan, salah satunya adalah kemampuan
penetrasi ke dalam jaringan tubuh terbatas
sehingga diperlukan ukuran partikel yang
lebih kecil yaitu mengarah pada ukuran
nanometer. Menurut Hartig et al. (2007),
Mohanraj (2006), Reis et al. (2006), Keuteur
(1996) nanopartikel memiliki ukuran 10-1000
nm.
Ukuran nanopartikel ini dapat berpenetrasi

di antara pembuluh kapiler maupun sel di
dalam tubuh sehingga obat dapat lebih tepat
sasaran (Hartig et al. 2007), memiliki luas
permukaan yang lebih besar sehingga obat
akan mudah terserap. Selain itu kelebihan
menggunakan nanopartikel sebagai sistem
pengantaran obat antara lain pertama, ukuran
partikel
dan
karakteristik
permukaan
nanopartikel dapat dengan mudah dimanipulasi sesuai target pengobatan. Kedua,
nanopartikel mengatur dan memperpanjang
pelepasan obat selama proses trasportasi obat
kesasaran. Ketiga, obat dapat dimasukan ke
dalam sistem nanopartikel tanpa reaksi kimia
kemudian sistem nanopartikel dapat diterapkan untuk berbagai sasaran pengobatan.
karena nanopartikel masuk ke dalam sistem
peredaran darah dan dibawa oleh darah
menuju target pengobatan (Mohanraj 2006).

Pembuatan nanopartikel dapat dilakukan
dengan 4 metode, yaitu emulsifikasi,
pemecahan, pengendapan, dan difusi emulsi.
Metode emulsifikasi menggunakan bahan
dasar cairan atau larutan dan energi mekanik
untuk mengurangi ukuran partikel. Metode
pemecahan menggunakan bahan dasar
padatan yang dipecah dengan menggiling
butiran-butiran padatan. Metode pengendapan
dilakukan dengan mengendalikan kelarutan
bahan di dalam larutan melalui perubahan pH,
suhu, atau pelarut. Metode difusi emulsi yang
merupakan
gabungan
dari
metode
emulsifikasi dan pengendapan (Haskell 2005).
Metode yang digunakan pada penelitian
ini adalah metode emulsi dengan menggunakan ultrasonikasi sebagai energi untuk
mengurangi ukuran partikel yang diberikan

setelah proses dispersi. Penelitian inibertujuan
membuat nanokapsul ibuprofen yang tersalut
polipaduan PLA dan PCL dengan nisbah
volume pelarut diklorometana dan dimetil
sulfoksida (DMSO) dan variasi waktu
ultrasonikasi serta melakukan pengukuran
efisiensi enkapsulasi ibuporfen.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Poli(asam laktat)
Poli(asam lakatat) (PLA) adalah salah satu
poliester alifatik yang dapat digunakan
sebagai pembawa obat karena sifat biokompatibel
dan
biodegradabel
yang
dimilikinya. PLA dapat mengalami penguraian dengan unit monomer asam laktat
sebagai

intermediet
alam di
dalam
metabolisme karbohidrat. Struktur PLA dapat
dilihat pada Gambar 1. Aplikasi PLA dalam
industri farmasi digunakan sebagai bahan
penyalut obat, benang jahit pembedahan, dan
media transplatasi jaringan atau peralatan
ortopedik (Lu & Chen 2004).

CH3
O HC

Ibuprofren
Ibuprofen atau asam 2-(p-isobutilfenil)
propionat merupakan obat antiinflamasi
nonsteroid (NSAID) yang memiliki bobot
molekul 206.3 g/mol. Struktur kimia
ibuprofen dapat dilihat pada Gambar 3.
Ibuprofen pada umumnya digunakan dalam

bentuk tablet dengan dosis 200-800 mg untuk
orang dewasa, yang dikonsumsi tiga sampai
empat kali sehari (Hadisoewignyo& Achmad
2007). Ibuprofen biasanya digunakan dalam
pengobatan rasa sakit dan radang untuk
rematik dan penyakit muskuloskelletal
lainnya. Ibuprofen tidak larut dalam air dan
sebagian besar senyawa yang termasuk jenis
NSAID merupakan asam organik lemah
dengan pKa 3.5-6.3 (Liden & Lovejoy 1998).

O
C

n

Gambar 1 Struktur kimia PLA
Gambar 3 Struktur kimia ibuprofen
PLA dapat dibuat dengan beberapa cara,
yaitu polikondensasi asam laktat dalam

larutan pada kondisi tekanan atmosfer dan
tekanan tereduksi (Dutkiewicz et al. 2003)
dan polikondensasi asam laktat secara
langsung tanpa katalis dengan suhu tinggi
(Rusmana 2010). Sifat fisik dan mekanis PLA
dapat berkurang apabila dicampur dengan
polimer lain yang memiliki sifat fisik dan
mekanik yang lebih rendah (Lu & Chen
2004).
Poli(ε-kaprolakton)
Poli(ε-kaprolakton) (PCL) merupakan
poliester alifatik yang dapat terdegradasi
seperti PLA. Namun, PCL memiliki
kristalinitas yang tinggi dan hidrofobilitas
dengradasi yang sangat lambat. PCL dapat
digunakan sebagai pengungkung obat yang
baik karena mempunyai permeabilitas obat
dan kekuatan mekanik yang cukup baik
(Gunatillake & Raju 2003). PCL memiliki
sifat tahan terhadap air, minyak, dan klorin,

mempunyai titik leleh dan kekentalan yang
rendah (Fliegar et al. 2003). Struktur PCL
dapat dilihat pada Gambar 2.

O
O

(CH 2)5

C

n

Gambar 2 Struktur kimia PCL

Proses kerja ibuprofen sebagai obat anti
radang adalah dengan menghambat kerja
enzim prostaglandin sintetase. Prostagladin
merupakan salah satu mediator lainnya dalam
proses peradangan, contoh mediator lainnya
dalam proses peradangan adalah histamin,
bradikin, dan interleuksin. Proses adsorpsi
ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, dan
jika jumlahnya berlebihan dapat mengakibatkan
pendarahan
pada
saluran
pencernaan. Efek samping yang biasanya
terjadi dari konsumsi ibuprofen adalah pusing,
kantuk, mual, diare, sembelit, dan rasa panas
(iritasi) dalam perut. Namun, efek samping
tersebut dapat diminimumkan salah satunya
melalui proses enkapsilasi.
Ultrasonikasi
Ultrasonikasi merupakan teknik pemberian
gelombang ultrasonik. Gelombang ultrasonik
merupakan rambatan energi dan momentum
mekanik, sehingga membutuhkan medium
untuk merambat sebagai interaksi dengan
molekul. Medium yang digunakan antara lain
padat, cair, dan gas (Tipler 2001). Gelombang
ultrasonik memiliki frekuensi melebihi batas
pendengaran manusia, yaitu di atas 20 kHz.
Aplikasi gelombang ultrasonik yang terpenting adalah pemanfaatannya dalam
menimbulkan efek kavitasi akustik. Kavitasi
merupakan proses pecahnya gelembung pada

3

fluida akibat penurunan tekanan secara tibatiba dalam suhu konstan (Brennen 1995).
Para ilmuan menemukan bahwa ketika
gelombang ultrasonik melalui medium
sebagai
gelombang
tekanan
dapat
meningkatkan terjadinya reaksi kimia
(Timuda 2010). Meningkatnya reaksi kimia
disebabkan terbentuknya ion dan partikel yang
teraktivasi akibat pemberian gelombang
ultrasonik yang kemudian terperangkap dalam
gelembung.
SEM
Mikroskop elektron payaran (SEM) adalah
mikroskop yang menggunakan pancaran sinar
yang timbul akibat eksitasi elektron untuk
melihat partikel berukuran mikro atau
nanometer. Sejak tahun 1950 SEM
dikembangkan dan banyak digunakan dalam
bidang medis maupun dalam pengembangan
ilmu pengetahuan. SEM telah banyak
digunakan oleh para peneliti untuk menguji
dan menemukan berbagai spesimen. SEM
dapat menunjukan gambar spesimen dengan
jelas dan memiliki tingkat resolusi lebih tinggi
dari pada mikroskop fotostereo.
SEM mampu memfoto suatu permukaan
dengan perbesaan dari 20–100.000 kali.
Prinsip kerja SEM adalah permukaan contoh
dibombardir oleh elektron berenergi tinggi
dengan energi kinetik antara 1-25 kV.
Elektron yang langsung menumbuk contoh ini
dinamakan elektron primer, sedangkan
elektron yang terpantul dari contoh dinamakan
elektron sekunder. Elektron sekunder yang
berenergi rendah dilepaskan dari atom-atom
yang ada pada permukaan contoh dan
menentukan bentuk rupa contoh.
Pengukuran menggunakan SEM harus
sampel yang merupakan zat yang dapat
menghantarkan arus listrik atau dilapisi
dengan logam yang dapat menghantarkan arus
listrik. Dua alasan utama untuk melapisi
sampel yang tidak dapat menghantarkan arus
listrik adalah untuk mengurangi artifak yang
disebabkan oleh beban elektrik dan muatan
termal (Mulder 1996). Logam emas lebih
disukai sebagai lapisan penghantar listrik
karena emas merupakan logam inert sehingga
tidak turut bereaksi dengan PLA maupun
PCL.

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat
yang
digunakan
selama
penelitian antara lain mikroskop stereo Nikon
eclipse 600 Japan, mikroskop stereo Nikon
SMZ 1000, mikroskop elektron payaran
(SEM) merk Jeol seri JSM-6360LA,
Spekrofotometer UV-1700 PharmaSpec,
ultrasonik prosesor Cole Parmer, Büchi 190
Mini Spray Dryer, dan viskometer Ostwald.
Bahan-bahan yang digunakan selama
penelitian ini adalah asam laktat, DMSO,
Polivinilalkohol (PVA) (BM 72.000 g/mol)
yang berasal dari Merck, PCL (BM 42.000
g/mol)
berasal
dari
Sigma-Aldrich,
diklorometana berasal dari Bratachem, larutan
buffer posfat, dan senyawa aktif ibuprofen
dari Kalbe Farma.
Metode
Penelitian ini terdiri atas penelitian
pendahuluan
dan
utama.
Penelitian
pendahuluan mencangkup pembuatan PLA
dengan polikondensasi PLA dan pengukuran
bobot molekul PLA. Penelitian utama
mencangkup pembuatan nanokapsul ibuprofen
dengan penyalut polipaduan PLA dan PCL,
pengamatan morfologi nanokapsul, dan
pengukuran efisiensi ibuprofen.
Pembuatan PLA (Rusmana 2009)
Pembuatan PLA dilakukan pada suhu 150
C selama 24 jam. Gelas piala dibersihkan,
dikeringkan, dan ditimbang bobotnya.
Kemudian asam laktat sebanyak 25 mL
dimasukan ke dalam gelas dan ditimbang.
Selanjutnya, asam laktat tersebut dipanaskan
secara perlahan-lahan sampai suhu 120 oC
selama satu jam. Kemudian pemanasan
dilanjutkan sampai suhu 150 oC selama 24
jam. Setelah itu PLA yang dihasilkan
didinginkan pada suhu ruang,ditimbang dan
ditentukan bobot molekulnya.
o

Pengukuran Bobot Molekul PLA (Kaitian
1996)
Pengukuran bobot molekul PLA dapat
dilakukan dengan mengukur viskositasnya.
PLA dengan konsentrasi 0.1, 0.2, 0.3,0.4, dan
0.5% diukur viskositasnya dengan metode
viskometri Ostwald pada suhu 25 oC. Setelah
itu, viskositas relatif (ηr) ditentukan dengan
cara membandingkan waktu alir pelarut

3

fluida akibat penurunan tekanan secara tibatiba dalam suhu konstan (Brennen 1995).
Para ilmuan menemukan bahwa ketika
gelombang ultrasonik melalui medium
sebagai
gelombang
tekanan
dapat
meningkatkan terjadinya reaksi kimia
(Timuda 2010). Meningkatnya reaksi kimia
disebabkan terbentuknya ion dan partikel yang
teraktivasi akibat pemberian gelombang
ultrasonik yang kemudian terperangkap dalam
gelembung.
SEM
Mikroskop elektron payaran (SEM) adalah
mikroskop yang menggunakan pancaran sinar
yang timbul akibat eksitasi elektron untuk
melihat partikel berukuran mikro atau
nanometer. Sejak tahun 1950 SEM
dikembangkan dan banyak digunakan dalam
bidang medis maupun dalam pengembangan
ilmu pengetahuan. SEM telah banyak
digunakan oleh para peneliti untuk menguji
dan menemukan berbagai spesimen. SEM
dapat menunjukan gambar spesimen dengan
jelas dan memiliki tingkat resolusi lebih tinggi
dari pada mikroskop fotostereo.
SEM mampu memfoto suatu permukaan
dengan perbesaan dari 20–100.000 kali.
Prinsip kerja SEM adalah permukaan contoh
dibombardir oleh elektron berenergi tinggi
dengan energi kinetik antara 1-25 kV.
Elektron yang langsung menumbuk contoh ini
dinamakan elektron primer, sedangkan
elektron yang terpantul dari contoh dinamakan
elektron sekunder. Elektron sekunder yang
berenergi rendah dilepaskan dari atom-atom
yang ada pada permukaan contoh dan
menentukan bentuk rupa contoh.
Pengukuran menggunakan SEM harus
sampel yang merupakan zat yang dapat
menghantarkan arus listrik atau dilapisi
dengan logam yang dapat menghantarkan arus
listrik. Dua alasan utama untuk melapisi
sampel yang tidak dapat menghantarkan arus
listrik adalah untuk mengurangi artifak yang
disebabkan oleh beban elektrik dan muatan
termal (Mulder 1996). Logam emas lebih
disukai sebagai lapisan penghantar listrik
karena emas merupakan logam inert sehingga
tidak turut bereaksi dengan PLA maupun
PCL.

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat
yang
digunakan
selama
penelitian antara lain mikroskop stereo Nikon
eclipse 600 Japan, mikroskop stereo Nikon
SMZ 1000, mikroskop elektron payaran
(SEM) merk Jeol seri JSM-6360LA,
Spekrofotometer UV-1700 PharmaSpec,
ultrasonik prosesor Cole Parmer, Büchi 190
Mini Spray Dryer, dan viskometer Ostwald.
Bahan-bahan yang digunakan selama
penelitian ini adalah asam laktat, DMSO,
Polivinilalkohol (PVA) (BM 72.000 g/mol)
yang berasal dari Merck, PCL (BM 42.000
g/mol)
berasal
dari
Sigma-Aldrich,
diklorometana berasal dari Bratachem, larutan
buffer posfat, dan senyawa aktif ibuprofen
dari Kalbe Farma.
Metode
Penelitian ini terdiri atas penelitian
pendahuluan
dan
utama.
Penelitian
pendahuluan mencangkup pembuatan PLA
dengan polikondensasi PLA dan pengukuran
bobot molekul PLA. Penelitian utama
mencangkup pembuatan nanokapsul ibuprofen
dengan penyalut polipaduan PLA dan PCL,
pengamatan morfologi nanokapsul, dan
pengukuran efisiensi ibuprofen.
Pembuatan PLA (Rusmana 2009)
Pembuatan PLA dilakukan pada suhu 150
C selama 24 jam. Gelas piala dibersihkan,
dikeringkan, dan ditimbang bobotnya.
Kemudian asam laktat sebanyak 25 mL
dimasukan ke dalam gelas dan ditimbang.
Selanjutnya, asam laktat tersebut dipanaskan
secara perlahan-lahan sampai suhu 120 oC
selama satu jam. Kemudian pemanasan
dilanjutkan sampai suhu 150 oC selama 24
jam. Setelah itu PLA yang dihasilkan
didinginkan pada suhu ruang,ditimbang dan
ditentukan bobot molekulnya.
o

Pengukuran Bobot Molekul PLA (Kaitian
1996)
Pengukuran bobot molekul PLA dapat
dilakukan dengan mengukur viskositasnya.
PLA dengan konsentrasi 0.1, 0.2, 0.3,0.4, dan
0.5% diukur viskositasnya dengan metode
viskometri Ostwald pada suhu 25 oC. Setelah
itu, viskositas relatif (ηr) ditentukan dengan
cara membandingkan waktu alir pelarut

4

dengan waktu alir larutan polimer (t0/t).
Viskositas intrinsik [η] dicari dengan cara
memplotkan ηspesifik/[PLA] sebagai sumbu y
dan konsentrasi sebagai sumbu x.
Bobot molekul (Mv) ditentukanberdasarkan persamaan Mark-Houwink:
[η] = k(Mv)a
k dan a merupakan tetapan yang bergantung
pada pelarut, polimer, dan suhu. Pelarut yang
digunakan pada penelitian ini adalah etil
asetat dengan nilai k dan a secara berturutturut adalah 1.58×10-4 dan 0.78 dan suhu yang
digunakan adalah 25 °C.
Pembuatan Nanokapsul
Pembuatan nanokapsul dilakukan dengan
membuat larutan polipaduan terlebih dahulu.
PLA dan PCL dengan nisbah 9:1 dilarutkan ke
dalam pelarut diklorometan dan dimetil
sulfoksida (DMSO) dengan nisbah 3:7 dan 1:1
hingga homogen. Polipaduan yang dihasilkan
dicampurkan dengan ibuprofen selama 30
menit.
Kemudian campuran tersebut
diemulsikan dengan larutan PVA 2.5%
sebanyak
10
ml
dengan
kecepatan
pengadukan 800 rpm. Emulsi yang terbentuk
kemudian didispersikan ke dalam akuades
selama 60 menit. Hasil dispersi kemudian di
ultrasonikasi dengan variasi waktu 30, 45, dan
60 menit.
Setelah diultrasonikasi larutan kemudian
di semprot kering untuk menghasilkan partikel
dan
menghilangkan
pelarut
DMSO.
Pembuatan nanokapsul kosong dilakukan
dengan perlakuan yang sama tanpa
penambahan senyawa aktif ibuprofen.
Efisiensi Enkapsulasi Nanokapsul
Sebanyak 25 mg nanokapsul dilarutkan
dalam 50 ml buffer posfat pH 7.2. Setelah itu
larutan dikocok selama 24 jam. Selanjutnya
larutan disaring dan di ambil filtratnya.
Kemudian
filtrat
tersebut
di
ukur
absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum 221.6 nm. Absorbansi yang
didapatkan kemudian digunakan untuk
menentukan konsentrasi ibuprofen yang
tersalut dalam PLA-PCL dan menghitung nilai
efisiensi enkapsulasinya.
Pengamatan Morfologi Nanokapsul dengan
Mikroskop Fotostereo dan SEM
Permukaan sampel diamati menggunakan
mikroskop fotostereo Nikon Eclipse 600 dan
Nikon SMZ 1000. Sampel diambil beberapa

miligram lalu diletakkan pada kaca preparat
dan diamati permukaannya dengan mengatur
perbesaran pada mikroskop sehingga bentuk
permukaan sampel dapat teramati dengan
baik. Setelah dilakukan pengamatan morfologi
dengan mikroskop fotostereo, sampel
kemudian diamati dengan menggunakan
SEM. Beberapa miligram nanokapsul
ibuprofen dalam penyalut polipaduan PLA
dan PLC diletakkan pada alumunium,
kemudian ditempelkan pada Specimen holder
dan dibersihkan dari kotoran dan molekul lain
yang dapat menguap ketika ditambahkan
elektron. Sampel selanjutnya dilapisi dengan
lapisan emas setebal 48 nm. Sampel yang
telah dilapisi diamati menggunakan SEM
dengan tegangan 10 kV pada perbesaran 500
dan 5000x.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis Poli(asam laktat)
Poli(asam laktat) (PLA) yang digunakan
pada penelitian ini merupakan hasil sintesis
dengan menggunakan metode polikondensasi
asam laktat secara langsung dengan suhu
tinggi (Rusmana 2009). Proses sintesis
dilakukan dengan memanaskan asam laktat
dalam keadaan vakum pada suhu 120 oC
selama satu jam untuk menghilangkan
molekul air yang masih terkandung dalam
asam laktat. Molekul air harus dihilangkan
karena dapat mengganggu proses polimerisasi
dan menurunkan laju polimerisasi sehingga
bobot molekul polimer yang dihasilkan rendah
(Kaitian et al. 1996, Steven 2001). Kondisi
sistem yang vakum sangat penting agar
molekul air banyak yang hilang dan PLA yang
dihasilkan pun akan memiliki bobot molekul
yang tinggi.
Pemanasan dilanjutkan pada suhu 150 oC
selama 24 jam untuk membentuk polimer.
PLA yang didapatkan kemudian ditimbang
massanya dan diukur bobot molekulnya
dengan menggunakan metode viskometri.
Pengukuran
bobot
molekul
PLA
menggunakan pelarut etil asetat. Pelarut ini
memiliki sifat kepolaran menengah yang
volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan
tidak higroskopis.
PLA yang dihasilkan berwarna kuning
kecoklatan (Gambar 4a). Warna PLA hasil
sintesis pada penelitian ini hampir sama
dengan PLA hasil sintesis yang dilakukan
Kemala (2010) (Gambar 4b). Rendemen dan

4

dengan waktu alir larutan polimer (t0/t).
Viskositas intrinsik [η] dicari dengan cara
memplotkan ηspesifik/[PLA] sebagai sumbu y
dan konsentrasi sebagai sumbu x.
Bobot molekul (Mv) ditentukanberdasarkan persamaan Mark-Houwink:
[η] = k(Mv)a
k dan a merupakan tetapan yang bergantung
pada pelarut, polimer, dan suhu. Pelarut yang
digunakan pada penelitian ini adalah etil
asetat dengan nilai k dan a secara berturutturut adalah 1.58×10-4 dan 0.78 dan suhu yang
digunakan adalah 25 °C.
Pembuatan Nanokapsul
Pembuatan nanokapsul dilakukan dengan
membuat larutan polipaduan terlebih dahulu.
PLA dan PCL dengan nisbah 9:1 dilarutkan ke
dalam pelarut diklorometan dan dimetil
sulfoksida (DMSO) dengan nisbah 3:7 dan 1:1
hingga homogen. Polipaduan yang dihasilkan
dicampurkan dengan ibuprofen selama 30
menit.
Kemudian campuran tersebut
diemulsikan dengan larutan PVA 2.5%
sebanyak
10
ml
dengan
kecepatan
pengadukan 800 rpm. Emulsi yang terbentuk
kemudian didispersikan ke dalam akuades
selama 60 menit. Hasil dispersi kemudian di
ultrasonikasi dengan variasi waktu 30, 45, dan
60 menit.
Setelah diultrasonikasi larutan kemudian
di semprot kering untuk menghasilkan partikel
dan
menghilangkan
pelarut
DMSO.
Pembuatan nanokapsul kosong dilakukan
dengan perlakuan yang sama tanpa
penambahan senyawa aktif ibuprofen.
Efisiensi Enkapsulasi Nanokapsul
Sebanyak 25 mg nanokapsul dilarutkan
dalam 50 ml buffer posfat pH 7.2. Setelah itu
larutan dikocok selama 24 jam. Selanjutnya
larutan disaring dan di ambil filtratnya.
Kemudian
filtrat
tersebut
di
ukur
absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum 221.6 nm. Absorbansi yang
didapatkan kemudian digunakan untuk
menentukan konsentrasi ibuprofen yang
tersalut dalam PLA-PCL dan menghitung nilai
efisiensi enkapsulasinya.
Pengamatan Morfologi Nanokapsul dengan
Mikroskop Fotostereo dan SEM
Permukaan sampel diamati menggunakan
mikroskop fotostereo Nikon Eclipse 600 dan
Nikon SMZ 1000. Sampel diambil beberapa

miligram lalu diletakkan pada kaca preparat
dan diamati permukaannya dengan mengatur
perbesaran pada mikroskop sehingga bentuk
permukaan sampel dapat teramati dengan
baik. Setelah dilakukan pengamatan morfologi
dengan mikroskop fotostereo, sampel
kemudian diamati dengan menggunakan
SEM. Beberapa miligram nanokapsul
ibuprofen dalam penyalut polipaduan PLA
dan PLC diletakkan pada alumunium,
kemudian ditempelkan pada Specimen holder
dan dibersihkan dari kotoran dan molekul lain
yang dapat menguap ketika ditambahkan
elektron. Sampel selanjutnya dilapisi dengan
lapisan emas setebal 48 nm. Sampel yang
telah dilapisi diamati menggunakan SEM
dengan tegangan 10 kV pada perbesaran 500
dan 5000x.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis Poli(asam laktat)
Poli(asam laktat) (PLA) yang digunakan
pada penelitian ini merupakan hasil sintesis
dengan menggunakan metode polikondensasi
asam laktat secara langsung dengan suhu
tinggi (Rusmana 2009). Proses sintesis
dilakukan dengan memanaskan asam laktat
dalam keadaan vakum pada suhu 120 oC
selama satu jam untuk menghilangkan
molekul air yang masih terkandung dalam
asam laktat. Molekul air harus dihilangkan
karena dapat mengganggu proses polimerisasi
dan menurunkan laju polimerisasi sehingga
bobot molekul polimer yang dihasilkan rendah
(Kaitian et al. 1996, Steven 2001). Kondisi
sistem yang vakum sangat penting agar
molekul air banyak yang hilang dan PLA yang
dihasilkan pun akan memiliki bobot molekul
yang tinggi.
Pemanasan dilanjutkan pada suhu 150 oC
selama 24 jam untuk membentuk polimer.
PLA yang didapatkan kemudian ditimbang
massanya dan diukur bobot molekulnya
dengan menggunakan metode viskometri.
Pengukuran
bobot
molekul
PLA
menggunakan pelarut etil asetat. Pelarut ini
memiliki sifat kepolaran menengah yang
volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan
tidak higroskopis.
PLA yang dihasilkan berwarna kuning
kecoklatan (Gambar 4a). Warna PLA hasil
sintesis pada penelitian ini hampir sama
dengan PLA hasil sintesis yang dilakukan
Kemala (2010) (Gambar 4b). Rendemen dan

5

bobot molekul rerata viskositas ( Mv ) PLA
yang dihasilkan pada penelitian ini adalah
29.51% dan9463 g/mol (Tabel 1). Penentuan
bobot molekul PLA dapat dilihat pada
Lampiran 1. Bobot molekul hasil penelitian
ini hampir sama dengan PLA hasil sintesis
yang dilakukan Kemala (2010) yaitu 10297
g/mol.
Tabel 1 Rendemen dan bobot molekul PLA
Ulangan

1
2

Berat
asam
laktat
(g)
29.0052
29.0501

Berat
PLA
(g)

Rendemen
(%)

Mv
PLA
(g/mol)

8.4302
8.7044
Total

29.06
29.96
29.51

9737
9189
9463

Gambar 4a PLA hasil sintesis (a)b penelitian
(b)Kemala(2010)
PLA hasil sintesis yang dihasilkan juga
tidak berbeda jauh dengan PLA komersial, hal
ini dapat dilihat pada spekrum FTIR yang
dihasilkan (Lampiran 2) yang menunjukkan
hampir semua gugus-gugus fungsi yang
terdapat pada PLA hasil sintesis (non
komersial) sama dengan gugus-gugus fungsi
yang terdapat pada PLA komersial (Kemala
2010). Seperti pada gugus fungsi C=O yang
terdapat pada PLA non komersial dan PLA
komersial memiliki bilangan gelombang
1760.4 dan 1752.4 cm-1. Selain itu terlihat
juga pada gugus fungsi lainnya seperti C-O
ester, ulur C-H, ulur C-C, dan C-H tekuk
(Tabel 2). Dari hasil analisis tersebut PLA
hasil sintesis menghasilkan PLA yang
diinginkan karena gugus fungsi yang dimiliki
mirip dengan PLA komersial.
Tabel 2 Gugus fungsi PLA hasil sintesis (non
komersial) dan komersial
Bilangan gelombang (cm-1)
PLA non
PLA
komersial
Komersial
2995.0
2995.1
2945.0
2945.1
1760.4
1752.4
1458.1
1455.4
1386.7
1383.1
1187.4
1184.5
1091.4
1092.2
871.6
869.9
756.0
756.3

Nanokapsul
Pembuatan nanokapsul dilakukan dengan
melarutkan PLA dan PCL dalam pelarut
organik diklorometan dan DMSO dengan
nisbah pelarut 1:1 dan 3:7. Setelah polimer
dilarutkan, kemudian ditambahkan ibuprofen.
Pengemulsi dalam pembentukan nanokapsul
sangat diperlukan sebagai pengemulsi agar
emulsi yang terbentuk stabil.
Pengemulsi
yang
digunakan
pada
penelitian ini adalah PVA 2.5%. Konsentrasi
PVA 2.5% dapat menghasilkan partikel
mikrosfer yang lebih kecil dan seragam
(Kemala et al. 2010). Proses emulsifikasi
dilakukan selama 1.5 jam pada kecepatan 800
rpm. Emulsi yang terbentuk kemudian
didispersikan dalam air. PVA yang
ditambahkan tidak akan mengkontaminasi
partikel karena PVA akan larut dalam air dan
akan hilang saat proses pengeringan.
Penggunaan nisbah pelarut ini bertujuan
untuk melarutkan polimer dan membantu
proses pembentukan nanokapsul saat poses
ultrasonikasi. Nisbah pelarut 3:7 menyebabkan proses dispersi tidak berhasil
karena polipaduan yang telah dicampur
ibuprofen tidak dapat terdispersi dengan baik
di dalam air terlihat dari larutan polipaduan
yang tercampur ibuprofen menempel pada
pengaduk stirer (Gambar 5). Oleh karena itu
nisbah pelarut 3:7 tidak dapat diaplikasikan
dalam pembuatan nanokapsul. Lain halnya
dengan nisbah pelarut 1:1 menghasilkan
polipaduan yang dapat terdispersi dalam air
dengan baik (tidak menempel pada
pengaduk).

Gugus fungsi
(Stuart 2003)

Gambar 5 Penggunaan pelarut dengan nisbah
3:7

ulur C-H
ulur C-H
C=O karbonil
–CH3 atau –CH2
C-O ester
C-O ester
ulur C-C
C-H tekuk
C-H tekuk

Setelah proses dispersi, partikel yang
terbentuk kemudian dilakukan pengecilan
ukuran partikel dengan metode ultrasonikasi.
Gelombang ultrasonik yang diberikan dapat
memecah partikel yang sebelumnya partikel
membentuk gelembung yang menyerap

6

gelombang kemudian partikel pecah menjadi
ukuran yang lebih kecil.
Nanopartikel yang dihasilkan rata-rata
berukuran sekitar 480 hingga 950 nm namun
masih terdapat ukuran lebih dari 1000 nm.
Nanopartikel adalah butiran atau partikel
padat dengan kisaran ukuran 10-1000 nm
(Hartig et al. 2007, Mohanraj 2006, Reis et al.
2006, dan Keuteur 1996). Partikel yang
terbentuk kemudian dikeringkan dengan
pengering semprot. Penggunaan pengering
semprot bertujuan agar pelarut DMSO dapat
teruapkan. Partikel yang dihasilkan dari
proses semprot kering memiliki bentuk yang
bergerombol dan bersatu dengan yang lainnya
(Gambar 6). Hasil pengamatan menggunakan
mikroskop pada perbesaran 40x terlihat
partikel berukuran kecil namun masih banyak
partikel yang bergerombol (Gambar 7a, b, dan
c).

Gambar 6 Hasil pengamatan nanokapsul
dengan mikroskop fotostereo
pada perbesaran 10 x
Partikel kemudian diamati kembali dengan
menggunakan SEM. Hasil SEM (Gambar 8
dan 9) menunjukkan partikel yang berbentuk
bulatan dan berkelompok. Nanokapsul berisi
ibuprofen (Gambar 8) memiliki bentuk yang
lebih teratur dari pada nanokapsul kosong
(nanosfer) (Gambar 9a).
Adanya perlakuan ultrasonikasi dapat
memperkecil ukuran partikel enkapsulasi

(1000nm. Semakin lama waktu
ultrasonikasi ukuran partikel semakin kecil
dan seragam. Waktu ultrasonikasi 60 menit
merupakan waktu yang efektif membentuk
partikel yang lebih kecil dan seragam.
Meskipun ultrasonikasi dapat menurunkan
ukuran diameter partikel tetapi efisiensi
enkapsulasi yang dihasilkan akan semakin
menurun dengan meningkatnya waktu
ultrasonikasi. Waktu ultrasonikasi 45 menit
memiliki nilai efisiensi yang lebih tinggi dari
pada ultrasonikasi pada 30 dan 60 menit.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan
mengenai waktu optimum pengadukan saat
proses pengadukan polipaduan dengan
ibuprofen dan saat proses emulsifikasi dengan
nisbah pelarut dan perlu dilakukan proses
ultrasonikasi saat emulsifikasi. Selain itu perlu
dilakukan analisis morfologi nanokapsul
dengan perbedaan bobot molekul PLA.

DAFTAR PUSTAKA
Babstov V, Shapiro Y, Kvitnitsky E,penemu;
Tagra Biotechnologies Ltd. 30 Sep 2002.
Method of microencapsulation. US patent
6 932 984.

Billati U, E. Alle’mann, E. Doelker. 2005.
Poly(D.L-lactide-co-glycolide)
proteinloaded nanoparticlesprepared by the
double emulsion method—processing
andformulation issues for enhanced
entrapment
efficiency.
Journal
of
Microencapsulation22(2): 205–214.
Brennen CE. 1995. Cavitation and Bubble
Dynamics. New York: Oxford University
Press.
Budhian A. et al. 2007. Haloperidol-loaded
PLGA nanoparticles: Systematic study of
particle
size
and
drug
content.International
Journal
of
Pharmaceutics 336: 367–375.
Chen CC, Ju-Yu C, How Tseng, Haw-Ming
H,Sheng-Yang L. 2003. Preparation and
characterization of biodegradable PLA
polymeric blends.Biomaterials24:1167–
1173.
Cheng
et
al.
2007.Formulation
of
functionalzed PLGA-PEG nanoparticles
for
in
vivo
targeted
drug
delivery.Biomaterial 28: 869-876.
Dutkiewicz S, Daniela GL, Waclaw T. 2003.
Synthesis of poly (L(+)) lacticacid by
polycondensation method in solution.
Fibres & Textiles in Eastern Europe
11: 66-70.
Fliegar M, kantorova M, Prell A, Rezanka T,
Vatruba J. 2003. Biodegradable plastic
from renewable sources. Folia Microbiol
48 (1): 27-44.
Gonzalez MF,R. A.Ruseckaite.T. R.Cuadrado.
1999. Structural changes of polyactiacid
(PLA) microspheres under hydrolytic
degradation. J Appl Polym Sci 71: 12211230.
Gunatillake PA, Raju A. 2003. Biodegradable
synthetic polymers for tissue engineering.
Eur Cells and Materials 5: 1-16.
Hadisoewignyo L, Achmad F. 2007. Studi
pelepasan in vitro ibuprofen dari matriks
anthan gum yang dikombinasikan dengan
suatu crosslinking agent. Majalah Farmasi
Indonesia 8(3): 133 – 140.

8

adanya ultrasonikasi yang diberikan selain
dapat membantu memperkecil ukuran partikel
tetapi juga dapat membantu proses penyalutan
ibuprofen oleh polipaduan PLA dan PCL
ditunjukkan dengan meningkatnya nilai
efisiensi pada seiring meningkatnya waktu
ultrasonikasi. Bilati et al. (2005) melaporkan
semakin lama waktu ultrasonikasi yang
diberikan maka nanopartikel yang dihasilkan
memiliki nilai efisiensi yang sangat baik (80 ±
5%) dan memiliki ukuran yang lebih kecil
(288 ± 10 nm).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nanokapsul ibuprofen dapat terbentuk
dengan adanya gelombang ultrasonik.
Ultrasonikasi juga dapat membantu proses
penyalutan ibuprofen oleh polipaduan PLA
dan PCL. Nanokapsul yang dihasilkan
berukuran sekitar 480 hingga 950 nm
meskipun masih terdapat (sedikit) partikel
berukuran >1000nm. Semakin lama waktu
ultrasonikasi ukuran partikel semakin kecil
dan seragam. Waktu ultrasonikasi 60 menit
merupakan waktu yang efektif membentuk
partikel yang lebih kecil dan seragam.
Meskipun ultrasonikasi dapat menurunkan
ukuran diameter partikel tetapi efisiensi
enkapsulasi yang dihasilkan akan semakin
menurun dengan meningkatnya waktu
ultrasonikasi. Waktu ultrasonikasi 45 menit
memiliki nilai efisiensi yang lebih tinggi dari
pada ultrasonikasi pada 30 dan 60 menit.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan
mengenai waktu optimum pengadukan saat
proses pengadukan polipaduan dengan
ibuprofen dan saat proses emulsifikasi dengan
nisbah pelarut dan perlu dilakukan proses
ultrasonikasi saat emulsifikasi. Selain itu perlu
dilakukan analisis morfologi nanokapsul
dengan perbedaan bobot molekul PLA.

DAFTAR PUSTAKA
Babstov V, Shapiro Y, Kvitnitsky E,penemu;
Tagra Biotechnologies Ltd. 30 Sep 2002.
Method of microencapsulation. US patent
6 932 984.

Billati U, E. Alle’mann, E. Doelker. 2005.
Poly(D.L-lactide-co-glycolide)
proteinloaded nanoparticlesprepared by the
double emulsion method—processing
andformulation issues for enhanced
entrapment
efficiency.
Journal
of
Microencapsulation22(2): 205–214.
Brennen CE. 1995. Cavitation and Bubble
Dynamics. New York: Oxford University
Press.
Budhian A. et al. 2007. Haloperidol-loaded
PLGA nanoparticles: Systematic study of
particle
size
and
drug
content.International
Journal
of
Pharmaceutics 336: 367–375.
Chen CC, Ju-Yu C, How Tseng, Haw-Ming
H,Sheng-Yang L. 2003. Preparation and
characterization of biodegradable PLA
polymeric blends.Biomaterials24:1167–
1173.
Cheng
et
al.
2007.Formulation
of
functionalzed PLGA-PEG nanoparticles
for
in
vivo
targeted
drug
delivery.Biomaterial 28: 869-876.
Dutkiewicz S, Daniela GL, Waclaw T. 2003.
Synthesis of poly (L(+)) lacticacid by
polycondensation method in solution.
Fibres & Textiles in Eastern Europe
11: 66-70.
Fliegar M, kantorova M, Prell A, Rezanka T,
Vatruba J. 2003. Biodegradable plastic
from renewable sources. Folia Microbiol
48 (1): 27-44.
Gonzalez MF,R. A.Ruseckaite.T. R.Cuadrado.
1999. Structural changes of polyactiacid
(PLA) microspheres under hydrolytic
degradation. J Appl Polym Sci 71: 12211230.
Gunatillake PA, Raju A. 2003. Biodegradable
synthetic polymers for tissue engineering.
Eur Cells and Materials 5: 1-16.
Hadisoewignyo L, Achmad F. 2007. Studi
pelepasan in vitro ibuprofen dari matriks
anthan gum yang dikombinasikan dengan
suatu crosslinking agent. Majalah Farmasi
Indonesia 8(3): 133 – 140.

1

KOMBINASI EMULSI DAN ULTRASONIKASI DALAM
NANOENKAPSULASI IBUPROFEN TERSALUT
POLIPADUAN POLI(ASAM LAKTAT) DAN
POLI(ε-KAPROLAKTON)

SITI KOMARIAH

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

8

adanya ultrasonikasi yang diberikan selain
dapat membantu memperkecil ukuran partikel
tetapi juga dapat membantu proses penyalutan
ibuprofen oleh polipaduan PLA dan PCL
ditunjukkan dengan meningkatnya nilai
efisiensi pada seiring meningkatnya waktu
ultrasonikasi. Bilati et al. (2005) melaporkan
semakin lama waktu ultrasonikasi yang
diberikan maka nanopartikel yang dihasilkan
memiliki nilai efisiensi yang sangat baik (80 ±
5%) dan memiliki ukuran yang lebih kecil
(288 ± 10 nm).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nanokapsul ibuprofen dapat terbentuk
dengan adanya gelombang ultrasonik.
Ultrasonikasi juga dapat membantu proses
penyalutan ibuprofen oleh polipaduan PLA
dan PCL. Nanokapsul yang dihasilkan
berukuran sekitar 480 hingga 950 nm
meskipun masih terdapat (sedikit) partikel
berukuran >1000nm. Semakin lama waktu
ultrasonikasi ukuran partikel semakin kecil
dan seragam. Waktu ultrasonikasi 60 menit
merupakan waktu yang efektif membentuk
partikel yang lebih kecil dan seragam.
Meskipun ultrasonikasi dapat menurunkan
ukuran diameter partikel tetapi efisiensi
enkapsulasi yang dihasilkan akan semakin
menurun dengan meningkatnya waktu
ultrasonikasi. Waktu ultrasonikasi 45 menit
memiliki nilai efisiensi yang lebih tinggi dari
pada ultrasonikasi pada 30 dan 60 menit.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan
mengenai waktu optimum pengadukan saat
proses pengadukan polipaduan dengan
ibuprofen dan saat proses emulsifikasi dengan
nisbah pelarut dan perlu dilakukan proses
ultrasonikasi saat emulsifikasi. Selain itu perlu
dilakukan analisis morfologi nanokapsul
dengan perbedaan bobot molekul PLA.

DAFTAR PUSTAKA
Babstov V, Shapiro Y, Kvitnitsky E,penemu;
Tagra Biotechnologies Ltd. 30 Sep 2002.
Method of microencapsulation. US patent
6 932 984.

Billati U, E. Alle’mann, E. Doelker. 2005.
Poly(D.L-lactide-co-glycolide)
proteinloaded nanoparticlesprepared by the
double emulsion method—processing
andformulation issues for enhanced
entrapment
efficiency.
Journal
of
Microencapsulation22(2): 205–214.
Brennen CE. 1995. Cavitation and Bubble
Dynamics. New York: Oxford University
Press.
Budhian A. et al. 2007. Haloperidol-loaded
PLGA nanoparticles: Systematic study of
particle
size
and
drug
content.International
Journal
of
Pharmaceutics 336: 367–375.
Chen CC, Ju-Yu C, How Tseng, Haw-Ming
H,Sheng-Yang L. 2003. Preparation and
characterization of biodegradable PLA
polymeric blends.Biomaterials24:1167–
1173.
Cheng
et
al.
2007.Formulation
of
functionalzed PLGA-PEG nanoparticles
for
in
vivo
targeted
drug
delivery.Biomaterial 28: 869-876.
Dutkiewicz S, Daniela GL, Waclaw T. 2003.
Synthesis of poly (L(+)) lacticacid by
polycondensation method in solution.
Fibres & Textiles in Eastern Europe
11: 66-70.
Fliegar M, kantorova M, Prell A, Rezanka T,
Vatruba J. 2003. Biodegradable plastic
from renewable sources. Folia Microbiol
48 (1): 27-44.
Gonzalez MF,R. A.Ruseckaite.T. R.Cuadrado.
1999. Structural changes of polyactiacid
(PLA) microspheres under hydrolytic
degradation. J Appl Polym Sci 71: 12211230.
Gunatillake PA, Raju A. 2003. Biodegradable
synthetic polymers for tissue engineering.
Eur Cells and Materials 5: 1-16.
Hadisoewignyo L, Achmad F. 2007. Studi
pelepasan in vitro ibuprofen dari matriks
anthan gum yang dikombinasikan dengan
suatu crosslinking agent. Majalah Farmasi
Indonesia 8(3): 133 – 140.

9

Hartig
et
al.
2007.
Multifuctional
nanoparticulate polyelectrolyte complexes.
Pharma Research 24 (12): 2353-2369.

Mulder M. 1996. Basic Principle of
Membrane
Technology.
Ed
ke-2.
Dordrecht: Kluwer.

Haskell R. 2005. Nanothecnology For Drug
Delivery. USA: Exploratory Formulations
Prfizer. Inc.

Ramesh DV, N. Medlicott, M. Razzak, L.G.
Tucker. 2002. Mocroencapsulation of
FITC-BSA into poly(ε-caprolactone) by a
water-in-oil-in-oilsolvent
evaporation
technique. Trend Biomater 15(2): 31-36.

Kaitian X,Ahmed K, Emir BD,Erhan P. 1996.
Poly(D.L-lacticacid) homopolimers:
Synthesis and characterisation. Turkey
Journal of Chemistry 20: 43-53.
Kemala T, Emil B, Bambang S.
2010.Preparation and characterization of
microspheres based on blend of poly(lactic
acid) and poly(ε-caprolactone) with
poly(vinyl alcohol) as pengemulsi.
Arabian Journal of Chemistry1-6.
Kemala T. 2010. Mikrosfer polipaduan
poli(asam
laktat)
dengan
poli(εkaprolakton) sebagai pelepasan terkendali
ibuprofen secara in vitro [disertasi].
Jakarta : Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia
Keuteur J. 1996. Nanoparticles and
microparticles for drug and vaccine
delivery.J. Anat 189: 503-505.
KimBK, S. J. Hwang, J. B. Park, H. J. Park.
2005. Characteristics of felodipine-located
poly(e-caprolactone) microsphere. Journal
of Microencapsulation22(2): 193–203.
Lai MK, R. C. C Tsiang. Encapsulating
acetaminophen into poly(L-lactide) microcapsules by solvent evaporation technique
in an O/W emulsion microencapsulation. J
microencapsulation 21(3): 307–316
Lista AG, Palomeque ME, Band BSF. 2006.
A fast fluorimetric flow injection method
to determine ibuprofen. J Braz Chem Soc
17: 1428-1431.
Lu

Y, Chen SC. 2004. Micro and
nanofabrication of
biodegradable
polymers for drug delivery. Advanced
drug Delivery Reviews 56:1621-1633.

Mohanraj VJ, Chen Y. 2006. Nanoparticles a
review. J Pharma Research 5:561-573.

Reis CP, Ronald JN, Antoniό JR,francisco V.
2006. Nanoencapsulation I. Methods for
preparation of drug-loaded polymeric
nanoparticles.
Nanomediceine:
Nanotechnology.Biology.and medicine 2:
8-21.
Rusmana,
Nana.
2009.
Optimalisasi
pembuatan poli(asam laktat) tanpa katalis
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan
Alam. Institut
Pertanian Bogor.
Steven MP. 2001. Kimia Polimer. Sopyan I.
penerjemah. Terjemahan dari Polymer
Chemistry: An Introduction. Jakarta:
Erlangga.
Stuart BH. 2003. Polymer Analysis. England:
John Wiley & Sons.
Timuda G.E. 2009. Sintesis anopartikel TiO2
dengan metode sonokimia untuk aplikasi
sel surya tersensitisi DYE (Dye Sensitized
Solal Cell-DSSC) menggunakan ekstrak
kulit buah manggis dan plum sebagai
photosensitizer [Tesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Tipler, Paul A. 2001. Fisika untuk Sains dan
Teknik.Jilid 2.Edisi Ketiga. Soegiyono B.
penerjemah.
Terjemahan
dari
PhysicsforScientistandEngineersVolume2
ThirdEdition. Jakarta: Erlangga.
Yang R, Tianning C, Hualing C, Wanjun W.
2005.Microfabrication of biodegradable
(PLGA)
honeycomb-structure
and
potential applications in implantable drug
delivery.Sensors and Actuators B:
Chemical 106 (2): 506-511.

1

KOMBINASI EMULSI DAN ULTRASONIKASI DALAM
NANOENKAPSULASI IBUPROFEN TERSALUT
POLIPADUAN POLI(ASAM LAKTAT) DAN
POLI(ε-KAPROLAKTON)

SITI KOMARIAH

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

2

ABSTRAK
SITI KOMARIAH. Kombinasi Emulsi dan Ultrasonikasi dalam Nanoenkapsulasi
Ibuprofen Tersalut Polipaduan Poli(asam laktat) dan Poli(ε-kaprolakton).
Dibimbing oleh TETTY KEMALA dan AHMAD SJAHRIZA.
Polipaduan poli(asam laktat) dan poli(ε-kaprolakton) digunakan sebagai
penyalut obat ibuprofen. Partikel enkapsulasi ibuprofen dengan ukuran mikro
memiliki kemampuan penetrasi di dalam jaringan tubuh yang terbatas sehingga
diperlukan ukuran nanometer. Nanoenkapsulasi ibuprofen dalam penelitian ini
dibuat dengan mengombinasikan metode emulsifikasi dan ultrasonikasi. Ragam
waktu ultrasonikasi yang digunakan adalah 30, 45, dan 60 menit. Efisiensi dan
ukuran nanokapsul meningkat dengan meningkatnya waktu ultrasonikasi.
Efisiensi nanokapsul pada waktu ultrasonikasi 30, 45, dan 60 menit berurutan
adalah 4.51, 5.01, dan 5.99%. Nanokapsul yang dihasilkan berkisar 480 hingga
950 nm. Waktu ultrasonikasi yang paling baik dalam pembentukan nanokapsul
adalah 60 menit.

ABSTRACT
SITIKOMARIAH. Combination of Emulsification and Ultrasonication in
Nanoencapsulation of Ibuprofen in Poly(lactid acid) with Poly(ε-caprolactone).
Supervised by TETTY KEMALA and AHMAD SJAHRIZA
Polybend of poly(lactid acid) and poly(ε-caprolactone) was used to
encapsulate ibuprofen drug. Encapsulationof ibuprofen in micron size have a
limited penetration into tissues, therefore, the particle should have nanometer size.
Nanoencapsulation of ibuprofen in this experiment was prepared by combining
emulsification and ultrasonication in 30, 45, and 60 minutes. The encapsulation
efficiency and size increased as the increased duration time of ultrasonication. The
efficiency on ultrasonication duration of 30, 45, and 60 minutes were 4.51, 5.01,
and 5.99%, respectively the produced capsules diameter ranged between 480 and
950 nm. The best duration of ultrasonication on prepation of nanocapsules was 60
minutes.

3

KOMBINASI EMULSI DAN ULTRASONIKASI DALAM
NANOENKAPSULASI IBUPROFEN TERSALUT
POLIPADUAN POLI(ASAM LAKTAT) DAN
POLI(ε-KAPROLAKTON)

SITI KOMARIAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MA