Pendugaan Nilai Tegakan dan Analisis Nilai Tambah Jati (Tectona grandis L.f.) di KPH Pemalang Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah

PENDUGAAN NILAI TEGAKAN DAN ANALISIS NILAI
TAMBAH JATI (Tectona grandis L.f.) DI KPH PEMALANG
PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH

RIZKA YUNI KARTIKA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Nilai
Tegakan dan Analisis Nilai Tambah Jati (Tectona grandis L.f.) di KPH Pemalang
Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Rizka Yuni Kartika
NIM E24090077

ABSTRAK
RIZKA YUNI KARTIKA. Pendugaan Nilai Tegakan dan Analisis Nilai Tambah
Jati (Tectona grandis L.f.) di KPH Pemalang Perum Perhutani Unit 1 Jawa
Tengah, Dibimbing oleh BINTANG CH SIMANGUNSONG.
Jati tergolong dalam fancy wood karena corak kayunya yang khas,
sehingga cocok dijadikan bahan furniture. Pemalang merupakan salah satu
kabupaten di provinsi Jawa Tengah yang sebagian besar kawasan hutannya
menghasilkan komoditas jati unggul. Sebagian besar kawasan hutannya
digunakan untuk produksi jati. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung
nilai tegakan, nilai lahan, dan nilai tambah hutan produksi di KPH Pemalang
Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
Hasil penelitian ini menunjukan realisasi produksi tebangan kayu jati
tahun 2012 sebesar 101,043 m3/ha. Biaya produksi sebesar Rp 407.000/m3. Profit
margin yang diperoleh 83%. Nilai tegakan yang diperoleh Rp. 6.205.000/m3.

Berdasarkan nilai tersebut diperoleh nilai lahan sebesar Rp 626.972.000/ha dan
nilai tambah sebesar Rp 4.274.000/m3.
Kata kunci: nilai lahan, nilai tambah, nilai tegakan

ABSTRACT
RIZKA YUNI KARTIKA. Stumpage Value and Added Value Analysis of Teak
Wood : A Case Study at KPH Pemalang Perum Perhutani Unit I Central Java,
Supervised by BINTANG CH SIMANGUNSONG.
Teak wood belongs to fancy wood, because of its decorative surfaces, and
it is suitable used as a raw material for furniture. Pemalang, one of regencies in
Central Java province, uses its to produce teak wood. The objective of this
research is to estimate the stumpage value, land value, and added value of teak
plantation in KPH Pemalang Perum Perhutani Unit 1 Central Java.
The results showed KPH Pemalang produced teak wood around 101,043
m3/ha with production cost Rp 407.000/m3 . Profit margin was 83%. Stumpage
value based on furniture product was Rp. 6.205.000/m3. Hence, land value and
added value were Rp 626.972.000/ha and Rp4.274.000/m3, respectively.
Key words: added value, land value, stumpage value

PENDUGAAN NILAI TEGAKAN DAN ANALISIS NILAI

TAMBAH JATI (Tectona grandis L.f.) DI KPH PEMALANG
PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH

RIZKA YUNI KARTIKA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pendugaan Nilai Tegakan dan Analisis Nilai Tambah Jati (Tectona
grandis L.f.) di KPH Pemalang Perum Perhutani Unit 1 Jawa
Tengah
Nama

: Rizka Yuni Kartika
NIM
: E24090077

Disetujui oleh

Ir Bintang CH Simangunsong, MS, PhD
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian ini ialah Pendugaan Nilai Tegakan dan Analisis Nilai

Tambah Jati (Tectona grandis L.f.) di KPH Pemalang Perum Perhutani Unit 1
Jawa Tengah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Bintang CH Simangunsong,
MS, PhD selaku dosen pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada seluruh staff dan karyawan Perum Perhutani Unit I Jawa
Tengah terutama KPH Pemalang yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tak lupa penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada kawan-kawan THH 46 terutama Tia, Ika
Kartika, Tika, Saridewi, Annyse, dan teman-teman Pondok NN.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan demi perbaikan tulisan ini selanjutnya. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

Rizka Yuni Kartika

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Tempat dan Waktu Penelitian

2

Data dan Informasi yang Diperlukan

2


Analisis Data

3

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

6

Penataan Areal Hutan

6

Letak Geografis Perusahaan

7

Tanah dan Geologi

7


Iklim

8

Kependudukan dan Mata Pencaharian

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Produksi Kayu Jati

8

Penghasilan dari Hutan Jati

9


Biaya Produksi Kayu Bulat Jati

10

Biaya Pembangunan Hutan Jati
Biaya Eksploitasi Hasil Hutan
Profitabilitas Kayu Jati

10
10
13

Nilai Tegakan dan Nilai Tambah

14

Nilai Lahan

16


SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL
1

Realisasi Produksi Tebangan Jati Tebang A, B, D, dan E Tahun 2012

2 Realisasi Angkutan dan Nilai Penjualan Tahun 2012 KPH
Pemalang
3 Pengamatan Anggaran (Biaya Produksi) KPH Pemalang Selama

9
9

Daur 60 Tahun

12

4

Profitabilitas KPH Pemalang

13

5

Perhitungan Nilai Tegakan dan Nilai Tambah

16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Bibit JPP Klon
Bibit Jati Stek Pucuk
Sistem Tanaman Tumpang Sari
Tegakan jati (Diteres)
Pembagian Batang Berdasarkan Kualitas Kayu

11
11
11
13
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Urutan Prioritas Pembagian Batang Kayu Bundar Jati Tahun 2005
2 Pengamatan Anggaran (Biaya Produksi Kayu Bulat Jati) KPH
Pemalang Selama Daur 60 Tahun
3

Realisasi Produksi, Rencana Produksi, Realisasi Angkutan
Hasil Hutan Sampai Dengan Bulan Desember KPH Pemalang

18
20

21

1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perusahaan Umum Perhutani didirikan dengan Peraturan Pemerintah No.
15 Tahun 1972, yang telah diubah dengan peraturan pemerintah nomor 2 tahun
1978, Peraturan Pemerintah No 36 tahun 1986 dan selanjutnya Peraturan
Pemerintah No. 53 tahun 1999. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 14
tahun 2001, terhitung sejak tanggal 23 September 2001 Perusahaan Umum
Kehutanan Negara di alihkan bentuknya menjadi Perusahaan Perseroan. Bentuk
PT. Perhutani diberlakukan sejak tanggal 1 juli 2001, berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 30 tahun 2003 (lembaran Negara RI tahun
2003 No. 67) ditetapkan bahwa bentuk hukum Perhutani adalah Perusahaan
Umum. Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah terbagi menjadi 20 KPH (Kesatuan
Pemangkuan Hutan), masing-masing KPH memiliki Bagian Kesatuan
Pemangkuan Hutan (BKPH), salah satu kabupaten yang menghasilkan komoditas
jati unggul yaitu Kabupaten Pemalang.
Menurut sistem penataannya, KPH Pemalang tersusun atas tiga bagian
hutan (BH) dan enam Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH). 97%
kawasan hutan produksi di KPH Pemalang dipakai untuk produksi kayu jati.
sampai saat ini jati masih dianggap sebagai primadona kayu komersial di
Indonesia, jati termasuk kelas awet I sampai II, dan kelas kuat II dan mudah
dikerjakan baik dengan mesin maupun dengan alat. Kayu jati tergolong kedalam
fancy wood corak kayunya yang khas banyak diminati oleh konsumen, baik dari
dalam negeri maupun luar negeri sebagai bahan baku furniture.
Keadaan kelas hutan di KPH Pemalang memiliki pertumbuhan cukup baik,
sehingga secara ekonomis dapat dipertahankan untuk dipungut hasilnya setelah
mencapai umur daur. Realisasi produksi kayu jati dari tahun 2008 hingga tahun
2012 berfluktuatif. Nilai terbesar yaitu pada tahun 2012 dengan realisasi produksi
mencapai 12.774,407 m3 dengan luas total 1.418,2 ha. Meningkatnya nilai hutan
tidak hanya menguntungkan bagi KPH Pemalang tetapi juga meningkatkan
pendapatan asli daerah, dan mendorong berkembangnya sentra usaha kecil dan
menengah furniture kayu jati.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari aspek pendugaan nilai tegakan
(stumpage value) hutan produksi di KPH Pemalang Perum Perhutani Unit 1 Jawa
Tengah. Keluaran yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang diambil oleh KPH
Pemalang. Kegiatan pengolahan kayu bundar jati menjadi kayu olahan seperti
produk furniture, dapat meningkatkan nilai tambah terhadap komoditas tersebut.
Nilai tambah yang dihasilkan diharapkan dapat meningkatkan keuntungan industri
pengolahan kayu jati.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai tegakan (stumpage
value) hutan produksi di KPH Pemalang Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah
dan nilai tambah pengolahan kayu pada usaha kecil dan menengah di Pemalang.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1 Sebagai informasi bagi KPH Pemalang Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah
mengenai besarnya nilai hutan.
2 Membantu menduga kontribusi hutan jati terhadap PAD (Pendapatan Asli
Daerah).

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)
Pemalang, Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah, dan CV Logis Jati. Penelitian ini
dilaksanakan selama dua bulan yaitu pada bulan Juni sampai Agustus tahun 2013.

Data dan Informasi yang Diperlukan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data
primer. Data primer merupakan data langsung dikumpulkan dari KPH Pemalang.
Data primer dapat diperoleh dengan cara pengamatan langsung, maupun
wawancara kepada pihak yang bersangkutan. Data sekunder merupakan data yang
diperoleh dari dokumen-dokumen, literatur, bahan pustaka, data statistik, hasil
penelitian terdahulu, internet maupun instansi-instansi terkait. Adapun jenis data,
sumber data, dan cara pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini
yaitu:
1 Buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) Kelas Perusahaan Jati
KPH Pemalang
2 Harga jual kayu jati
3 Laporan tahunan KPH Pemalang
4 Jenis dan Jumlah unit sumberdaya yang tersedia
5 Permintaan pasar dan volume penjualan tiap bulan
6 Tujuan pemasaran kayu jati
7 Buku rencana teknik tahunan (RTT)
8 Rendemen log, kayu gergajian, dan furniture
9 Biaya Produksi
10 Keuntungan normal

3
Analisis Data
Analisis yang dilakukan meliputi penentuan biaya produksi kayu bulat jati
yaitu biaya pembangunan hutan jati dan biaya eksploitasi hasil hutan. Selain biaya
tersebut, ditentukan juga nilai tegakan (stumpage value), nilai lahan (willingness
to pay for land), dan nilai tambah. Analisis ini diharapkan dapat membantu Perum
Pehutani dan industi-industri kecil furniture di Pemalang.

Biaya Produksi Kayu Bulat Jati
Adapun pengertian biaya secara umum dalam suatu perusahaan adalah
pengorbanan sumber daya produksi ekonomi yang dinilai dalam satuan uang.
Menurut Prawirisentono (2007) biaya dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu biaya
tetap dan biaya variabel. Biaya pembangunan hutan jati di KPH Pemalang terdiri
dari 2 komponen biaya yaitu, biaya pembangunan hutan jati dan biaya eksploitasi
hasil hutan.

Biaya Pembangunan Hutan Jati
Berdasarkan SK Direksi No. 793/Kpts/Dir/1994 tanggal 16 Oktober 1974
tentang pedoman pembuatan tanaman jati di KPH Pemalang meliputi persemaian,
pembuatan tanaman hutan jati, pemeliharaan hutan jati, persiapan pemanenan
hutan jati, penebangan, dasar-dasar pembagian batang, dan pemasaran kayu jati.
Prosedur kerja tanaman jati diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
pembuatan hutan tanaman jati.
Untuk menghitung besarnya penyusutan, asuransi, dan bunga modal.
Umur daur pohon yang ditanam 60 tahun dengan tingkat bunga pertahun sesuai
dengan tingkat suku bunga bank yang berlaku pada saat penelitian dilakukan.
Biaya asuransi per tahun di hitung dalam presentase yang berlaku di Perum
Perhutani. Biaya variabel terdiri dari material yang diperlukan untuk mendukung
kelancaran setiap tahap pembangunan hutan, yang dihitung adalah biaya yang
diperlukan untuk membiaya pembangunan hutan mulai dari kegiatan perencanaan
dan biaya pemeliharaan, sedangkan biaya eksploitasi hasil hutan dihitung mulai
dari awal pemanenan hingga pengangkutan kayu ke TPN (Tempat Pengumpulan
Kayu).
Seluruh biaya telah diklasifikasikan menjadi biaya pembangunan hutan
jati, dan biaya eksploitasi hasil hutan maka rumus yang digunakan untuk
menghitung total biaya pembangunan hutan adalah sebagai berikut:
BP = BPembangunan + BE
Dimana:
BP
B Pembangunan
BE

= Biaya produksi kayu bulat jati (Rp/ha)
= Biaya pembangunan hutan jati (Rp/ha)
= Biaya Eksploitasi Hasil Hutan (Rp/ha)

4
Biaya Eksploitasi Hasil Hutan
Biaya eksploitasi hasil hutan atau biaya pemungutan hasil hutan
merupakan biaya yang dikeluarkan pada akhir daur pemanenan kayu. Biaya
eksploitasi hasil hutan meliputi biaya pemungutan hasil hutan dan biaya
pemungutan kayu dari areal penebangan menuju ke TPN (Tempat Pengumpulan
Kayu). Menurut Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan (1990), tujuan dari
penebangan adalah kegiatan pemungutan kayu dari pohon-pohon yang
berdiameter sama dengan atau lebih besar dari diameter limit yang ditetapkan.
Menurut Conway (1976), kegiatan inti dari penebangan dimulai dengan penentuan
arah rebah yang dilanjutkan dengan pembuatan takik rebah dan takik balas.

Profitabilitas KPH Pemalang
Keuntungan KPH Pemalang didasarkan pada keseluruhan biaya yang
dikeluarkan dan pendapatan yang diperoleh untuk pengusahaan hutan, mulai dari
awal penanaman sampai kayu ditebang. Perhitungan biaya pengusahaan hutan
merupakan biaya yang dikeluarkan selama daur rata-rata tebang jati yaitu 60 tahun
dan pendapatan yang diperoleh adalah harga penyerahan kayu jati.

Nilai Tegakan (Stumpage Value)
Berdasarkan klemperer (1996), penilaian tegakan merupakan pembeli
membeli pohon berdiri yang siap untuk dipanen, kayu tersebut dipanen untuk
kemudian digunakan sebagai bahan baku pembuatan furniture kayu jati. Nilai
tegakan (stumpage value) ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:

Keterangan:
SV
PP
PC
R
HC
LC
MC

= Maksimum kemauan membeli tegakan (Stumpage Value), (Rp/m3)
= Harga akhir produk furniture (end product Price), (Rp/unit)
= Biaya produksi furniture (Production Cost), (Rp/unit)
= Perbandingan jumlah bahan baku kayu yang diperlukan untuk
menghasilkan tiap unit furniture (Yield), (m3/unit)
= Biaya pengangkutan kayu (Cost of Hauling Logs), (Rp/m3)
= Biaya pemanenan (Cost of Logging), (Rp/m3)
= Biaya pembangunan Hutan ( Cost of Manufacturing), (Rp/m3).

5
Nilai Lahan (Willingness to Pay for Land)
Willingness to Pay for Land atau nilai lahan adalah nilai present value
maksimum yang bersedia dibayarkan oleh pembeli untuk tanah hutan gundul yang
akan digunakan untuk tujuan penggunaan tertentu. Pada perhitungan nilai WPL
untuk penggunaan yang sama secara terus menerus maka rumus yang di gunakan
untuk menentukan WPL adalah:

Keterangan:
WPL
SV
V
c
r
t

= Kemauan pembeli membayar lahan (Rp/ha)
= Nilai tegakan jati (Rp/m3)
= Jatah tebang tahunan (m3/ha)
= Biaya tetap tahunan (Rp/ha)
= Tingkat suku bunga tahunan
= Lama rotasi (tahun)

Faktor yang dapat mempengaruhi nilai hutan atau kemauan untuk membeli lahan
hutan (Willingness to Pay for Land) antara lain:
1
2

3

4

5
6

Kualitas tegakan. Kualitas tegakan yang tinggi akan menaikan volume dan
pendapatan dari kegiatan pemanenan sehingga nilai lahan hutan juga naik.
Perdagangan kayu. Nilai lahan akan cenderung lebih tinggi pada saat
perdagangan kayu menguat dimana industri pebgolahan kayu harus bersaing
untuk memperoleh kayu sehingga harganya menjadi lebih mahal.
Lokasi lahan hutan. Lahan hutan berada dekat dengan daerah pemasaran kayu
atau industri pengolahan kayu. Lahan hutan yang jauh dari industri
pengolahan kayu cenderung memiliki nilai yang lebih rendah karena biaya
pengangkutan kayu yang tinggi.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan biaya pemanenan akan cenderung
mengurangi nilai hutan misalnya: kemiringan lahan yang terlalu curam, tanah
yang tidak stabil atau penghambat lainnya.
Biaya persiapan tegakan yang tinggi akan mengurangi nilai hutan.
Jika pemilik hutan atau pembeli merencanakan penggunaan lahan untuk
kepentingan lainnya yang nilainya lebih tinggi setelah tebang habis.

Analisis Nilai Tambah
Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena
mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan dalam suatu proses
produksi. Penelitian yang dilakukan Munawar (2010) mengenai analisis nilai
tambah dan pemasaran kayu sengon gergajian, dalam analisis nilai tambah,
terdapat tiga komponen pendukung yaitu faktor konversi yang menunjukan
banyak output yang dihasilkan dari satu-satuan input, faktor koefisien tenaga kerja
yang menunjukan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk

6
mengolah satu-satuan input, dan nilai produk yang menunjukan nilai output yang
dihasilkan dari satu-satuan input.
Distribusi nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang diterapkan
dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan keterampilan,
serta kualitas bahan baku. Apabila penerapan teknologi cenderung padat karya
maka proporsi bagian tenaga kerja yang diberikan lebih besar daripada proporsi
bagian keuntungan bagi perusahaan, sedangkan apabila diterapkan teknologi
padat modal maka besarnya proporsi bagian manajemen lebih besar daripada
proporsi bagian tenaga kerja.

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Penataan Areal Hutan
Kabupaten Pemalang memiliki luas wilayah 101.190 ha dengan luas area
hutan 36.652,42 ha yaitu sekitar 32,27% luas hutan di Provinsi Jawa Tengah. Luas
Hutan Produksi kurang lebih 1692,62 ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas
10.614 ha, Hutan Lindung 5085, 20 ha jumlah keseluruhan kawasan hutan
tersebut 32.624, 82 ha. Berdasarkan SK Dirjen 143/KPTS/DJ/1/1974 tanggal 10
Oktober 1974, tentang Peraturan Inventarisasi Hutan Jati dan Peraturan
Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH), kawasan hutan di
KPH Pemalang dibagi menjadi dua yaitu, kawasan hutan untuk tujuan produksi
dan kawasan hutan bukan untuk tujuan produksi. Kawasan hutan produksi
merupakan kawasan yang diperuntukan untuk menghasilkan kayu dan hasil hutan
lainnya. Total kawasan hutan untuk produksi berdasarkan RPKH jangka
perusahaan 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2019 21.464,8 ha, 20.666,1 ha
digunakan untuk produksi jati sisanya seluas 798,7 ha merupakan kawasan hutan
tidak baik untuk produksi kayu.
Kawasan hutan untuk kelas perusahaan, terdiri dari kawasan kelas hutan
produktif dan kawasan hutan tidak produktif. Kawasan hutan produktif terdiri dua
pertama, dari kelas umur I sampai dengan kelas umur IV (KU I s.d KU VI) kelas
umur ini dipisahkan kedalam 6 kelas umur dengan interval 10 tahun dengan total
luas 12.043,4 ha. Kedua kawasan hutan miskin riap (MR) dengan luas hutan 156,9
ha. Kawasan hutan tidak produktif dibagi menjadi empat kawasan hutan, pertama
lapangan tebang habis jangka lampau (LTJL) terdapat 77,5 ha. Kedua tanah
kosong (TK) berdasarkan risalah tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 luas
tanah kosong 422,0 ha. Ketiga tanaman jati bertumbuhan kurang (TJBK) luas
TJBK di kabupaten pemalang 1.654,1 ha. Dan keempat yaitu tanaman kayu lain
(TKL) dengan luas kelas hutan 6.312,2 ha. Selain kawasan hutan untuk kelas
perusahaan, di KPH Pemalang juga terdapat kawasan hutan bukan untuk kelas
perusahaan, kawasan penggunaan lain, dan kawasan perlindungan.

7
Letak Geografis Perusahaan

KPH Pemalang dengan luas wilayah 24.392,67 ha terjadi pengurangan
seluas 30,7 ha yang merupakan kawasan hutan konservasi berupa cagar alam pada
Bagian Hutan (BH) Jatinegara seluas 6,6 ha dan BH Comal seluas 24,1 ha. Letak
Geografis wilayah Kabupaten Pemalang adalah 2°20’28” sampai dengan
2°45’35” Bujur Timur 6°45’22” sampai dengan 7°5’17” Lintang Selatan.
Berdasarkan pembagian wilayah secara administratif pemerintahan,
wilayah KPH Pemalang berada di provinsi Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten
Pemalang dan Kabupaten Tegal. Wilayah KPH Pemalang seluas 15.898,37 ha (±
14,25%) dari luas KPH Pemalang (±111.530 ha) Meliputi 7 Kecamatan yaitu:
Pemalang,Warung Pring, Randudongkal, Bantar Bolang, Bodeh, Taman, dan
Ampelgading. Adapun batas Wilayah Administrasinya sebagai berikut :
1
2

3
4

Sebelah utara: Laut Jawa dari Sungai Kliwon sampai batas Kabupaten
Pemalang dan Pekalongan
Sebelah timur: dari batas Kabupaten Pemalang dengan Kabupaten
Pekalongan keselatan sampai Kedunggabang di tepi Sungai Layangan
(Genteng)
Sebelah selatan: dari Kedunggang kebarat sampai Kedungjati di Tepi Sungai
Telaga, ke barat sampai pertemuan dengan Sungai Comal
Sebelah barat: dari Lebaksiu Kaligung.

Tanah dan Geologi
Topografi lapangan wilayah hutan KPH Pemalang secara umum adalah
datar sampai curam, dengan persentase terbesar adalah pada topografi landai
sebesar 39,04%. Berdasarkan buku RPKH, areal kerja KPH Pemalang memiliki 3
jenis tanah, yaitu aluvial, mediteran, latosol. Bersumber pada data Lembaga
Penelitian Tanah Bogor, jenis tanah yang ada di Kabupaten Pemalang (Perhutani
2005) adalah :
1
2

3

4

5
6

Tanah Alluvial, terdapat di sepanjang wilayah pantai di Kecamatan Ulujami,
Comal, Petarukan, Taman dan Pemalang.
Tanah Latosol terdapat di wilayah Kecamatan Pemalang sebelah tenggara,
Bantarbolang pada daerah tangkapan air Sungai Pulaga, Sungai Lumeneng,
Sungai Comal dan Sungai Waluh.
Tanah Andosol, terdapat di sekitar Gunung Slamet yang merupakan hulu
Sungai Comal termasuk dalam wilayah Kecamatan Pulosari dan sebagian
wilayah Kecamatan Belik.
Tanah Kompleks Podsolik Merah Kekuningan, Podsolik Kuning dan Regosol
terdapat di Kecamatan Belik, memanjang ke arah barat laut terus ke wilayah
Kecamatan Moga bagian timur.
Tanah Regosol, terdapat di sepanjang pantai wilayah Kecamatan Pemalang
terus membujur ke timur wilayah Kecamatan Taman.
Tanah Lotosol, terdapat di wilayah Kecamatan Pemalang dan sebagian
wilayah Kecamatan Randudongkal.

8
Iklim
Iklim ditentukan oleh suhu udara, kelembaban udara, curah hujan dan
angin, yang diukur dalam jangka waktu 10 tahun, sedangkan cuaca merupakan
keadaan udara pada suatu saat tertentu dan dapat berubah dengan cepat tergantung
dari unsur-unsur pendukungnya. Wilayah hutan KPH Pemalang berada pada suatu
daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang jelas, berdasarkan
pengamatan cuaca si sekitar KPH Pemalang selama 3 tahun terakhir KPH
Pemalang termasuk dalam iklim type C.

Kependudukan dan Mata Pencaharian
Jumlah penduduk pada kecamatan yang masuk dalam wilayah kerja KPH
Pemalang adalah 977.593 orang, terdiri dari 484.699 orang laki-laki dan 492.894
orang perempuan. Mata pencaharian terbesar yaitu petani 38,4%, pedagang 4,4%,
industri 15,6%, buruh 32,44%, nelayan 0,07%, PNS dan TNI 0,74%, dan lainnya
sekitar 8,33%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Kayu Jati
Jumlah kayu jati yang dapat dipanen setiap tahunnya ditentukan oleh jatah
produksi tahunan atau etat tahunan, jatah produksi tahunan atau etat terdiri dari
dua yaitu etat luas (hektar) dan etat volume (meter kubik). Dalam rencana
pengaturan kelestarian hutan (RPKH) KPH Pemalang perhitungan etat dibedakan
menjadi dua yaitu etat jati APB dan etat jati JPP, dikarenakan daur yang dipakai
dalam perhitungan etat jati APB dan JPP berbeda. Perhitungan etat jati APB
menggunakan daur 60 tahun sedangkan jati JPP menggunakan daur 20 tahun.
Prediksi etat dan produksi tebangan A2 tahun 2012 berdasarkan RPKH
jangka 2010 sampai dengan 2019 untuk jati APB setiap tahunnya dapat dipungut
maksimal seluas 148,83 ha/tahun dengan taksiran produksi 13.698 m3/tahun.
Penaksiran produksi tebangan jati JPP menggunakan daur 20 tahun, etat luas jati
JPP 60,77 ha/tahun dengan etat massa 3.051 m3/tahun. Prediksi tersebut
merupakan taksiran atau kemampuan tegakan yang dapat dipungut oleh KPH
Pemalang, nilai tersebut dapat berubah sesuai dengan kondisi lapang.
Selain produksi dari tebang A2 atau tebang biasa pada jangka berjalan,
produksi jati juga diperoleh dari tebang B yaitu tebang pada lahan yang tidak
produktif, tebang D yaitu tebangan tak terduga, dan tebangan E adalah tebangan
penjarangan pada lahan yang produktif. Realisasi produksi tebangan tahun 2012
Perum Perhutani KPH Pemalang dapat dilihat pada tabel 1.

9
Tabel 1 Realisasi Produksi Tebangan Jati Tebang A, B, D, dan E Tahun 2012
Jenis
Tebangan

Luas
(ha)

Pohon

Volume
(m3)

Total
(m3/ha)

%

A
105,4 8.315 9.807,02 93,046 92,085
B
157,2 6.420
856,697
5,45 5,393
D
2.142,30 2.691 1.544,73
0,721 0,714
E
1.155,60 25.310 2.110,69
1,826 1,808
Total
3.560,50 42.736 14.319,14 101,043
100
Sumber KPH Pemalang Tahun 2012 (diolah)
Total realisasi produksi tahun 2012 yaitu 101,043 m3/ha, dengan
persentase tebangan A tertinggi dan terendah pada tebangan B atau tebangan pada
lahan tidak produktif. Semakin tinggi presentase tebang A menunjukan KPH
Pemalang menebang berdasarkan tebang yang direncanakan. Tebangan
penjarangan diperuntukan menjaga kualitas tegakan pada akhir daur, semakin luas
tebangan E tidak berpengaruh pada kualitas dan kuantitas kayu akan tetapi
besarnya volume tebang penjarangan merupakan indikator tingginya gangguan
hutan seperti pencurian kayu dan kebakaran hutan sehingga menyebabkan tegakan
jati harus ditebang sebelum masak tebang.

Penghasilan dari Hutan Jati
Pendapatan KPH Pemalang terutama diperoleh dari nilai jual kayu jati.
Tabel 2 menunjukan nilai jual berdasarkan sortimen kayu jati dari hasil
pemanenan tahun 2012, semakin tinggi nilai penjualan sortimen AIII menunjukan
KPH Pemalang menghasilkan kayu yang berdiameter besar, artinya kualitas kayu
yang dihasilkan termasuk baik. Pendapatan KPH Pemalang terbesar diperoleh dari
kayu pertukangan jati AIII, AII, AI, KBP, dan kayu persegi (pembagian batang
kayu jati dapat dilihat pada lampiran 1).
Tabel 2 Realisasi Angkutan dan Nilai Penjualan Tahun 2012 KPH Pemalang
Jenis Hasil Hutan Batang
m3
Juta
Juta/m3
A.I
121.877 3.254,64 2.561,86
0,787
A.II
47.049 4.335,10 6.200,56
1,43
A.III
31.138 5.897,85 17.339,13
2,94
KBP
6.135 624.691
552,422
0,836
Persegi
697
21.315
40,533
1,903
Kayu Bakar
358,719
47,396
0,132
Jumlah
26.711,92
Sumber KPH Pemalang Tahun 2012 (diolah)

10
KBP (kayu bahan parquet) merupakan kayu jati untuk membuat produk
lembar tipis (veneer) untuk melapisi lapisan luar kayu lapis dan dijadikan papan
persegi atau floring. Kayu persegi terdiri dari sortimen C1 dan C3 masing-masing
berukuran panjang dan lebar 20 cm x 10 cm dan dibawah 20 cm x 9 cm.

Biaya Produksi Kayu Bulat Jati
Biaya produksi kayu bulat jati dilakukan untuk mengetahui struktur biaya
yang diperlukan selam proses produksi, serta besarnya keuntungan yang dapat
diperoleh KPH Pemalang. Biaya produksi kayu bulat jati meliputi biaya
pembangunan hutan jati dan biaya eksploitasi hasil hutan.
Biaya Pembangunan Hutan Jati
Biaya pembangunan hutan jati terdiri dari material yang diperlukan untuk
mendukung kelancaran setiap tahap pembangunan hutan, yang dihitung adalah
biaya yang diperlukan untuk membiayai pembangunan hutan mulai dari kegiatan
perencanaan dan biaya pemeliharaan. Umur daur pohon yang ditanam 60 tahun
dengan tingkat bunga pertahun sesuai dengan tingkat suku bunga bank yang
berlaku pada saat penelitian dilakukan.
Biaya Perencanaan. Rencana kehutanan dalam rangka manajemen hutan untuk
hutan seumur (hutan tanaman/buatan) terdiri atas Rencana Pengaturan Kelestarian
Hutan (RPKH) dan Rencana Teknik Tahunan (RTT). Biaya perencanaan
dilakukan satu kali selama daur 60 tahun, biaya yang diperlukan dalam
perencanaan hutan jati pada tahun 2012 sebesar Rp 30.593.667/ tahun sehingga
biaya yang diperlukan untuk perhektarnya sebesar Rp 46.765/ ha nilai ini
diperoleh dari biaya pertahun dibagi dengan luas hutan jati yaitu 654,2 ha.
Biaya Persemaian. Tahun 2012 areal JPP Stek Pucuk direncanakan 442,9 ha dan
areal JPP KBK 211,3 ha. Pada areal hutan jati dengan jarak tanam 3 meter x 3
meter diperlukan 880 plances jati (termasuk penyisipan sebesar 10%), 220 plances
tanaman pengisi dan 200 plances tanaman tepi dan sela. Penanaman sela
dilakukan dengan benih yang ditabur dalam jalur yang telah disiapkan dengan
lebar 25 cm dikiri kanan larikan tanaman pokok, sedangkan tanaman pengisi
dengan jarak tanam 3 meter x 15 meter dan tanaman tepi dengan jarak tanam 1 m.
Realisasi biaya persemaian tahun 2012 untuk plances stek pucuk sebesar
Rp 191.085.920, nilai ini diperoleh dari kebutuhan plances stek pucuk tahun 2012
sebesar 230.224 plances dikalikan dengan harga per plances sebesar Rp 830
sehingga diperoleh biaya per hektarnya sebesar Rp 431.433, sedangkan untuk
plances jati KBK biaya yang diperlukan sebesar Rp 296.465.352, nilai tersebut
diperoleh dari perkalian antara banyaknya kebutuhan plances jati KBK yaitu
sebanyak 737.467 plances dengan harga per plancesnya yaitu Rp 402 sehingga
diperoleh biaya per hektarnya sebesar Rp 1.403.054. Total biaya yang dikeluarkan
untuk persemaian pada tahun 2012 sebesar Rp 1.834.000 /ha penjumlahan dari
biaya plances jati stek pucuk dan jati KBK.

11

Gambar 1 Bibit JPP Klon

Gambar 2 Bibit Jati Stek Pucuk

Biaya Penanaman. Penanaman bibit JPP di KPH Pemalang dilaksanakan pada
awal musim hujan yaitu sekitar bulan November sampai bulan Desember, dengan
jarak tanam 3 meter x 3 meter. Sistem pembuatan tanaman dilakukan dengan dua
metode yaitu banjarharian dan tumpangsari. Biaya tanaman jati terdiri dari dua
biaya, yaitu biaya tanaman rutin dan biaya tanaman pembangunan jati. Biaya
tanaman jati tumpangsari dan banjarharian dibagi menjadi biaya tahun pertama
hingga tahun ketiga, biaya tanaman rutin jati dan biaya pembangunan jati tahun
pertama terdiri dari persiapan lapang, pengadaan dan pengangkutan benih,
pengadaan sarana dan prasarana, pelaksanaan tanaman, dan biaya tanaman rutin
jati tahun satu lainnya.
Pada tahun kedua dan ketiga biaya yang digunakan seperti biaya untuk
pengangkutan dan pengadaan benih, pengangkutan dan langsir bibit, penyulaman
tanaman sebanyak 10%, pemupukan, dan biaya sarana dan prasarana lainnya.
Perbedaaan antara tanaman rutin dan tanaman pembangunan yaitu tanaman rutin
dilakukan pada areal bekas tebangan habis yang direncanakan (A2). Sedangkan
tanaman pembangunan dilakukan pada areal bekas tebangan yang tidak produktif
atau akibat gangguan hutan (B1 dan D2). Realisasi biaya penanaman jati pada
tahun 2012 sebesar Rp 4.752.093.599 dengan total luas lahan penanamannya
2.601 ha sehingga biaya perhektarnya sebesar Rp 1.980.000/ ha, biaya penanaman
merupakan nilai tertimbang dari biaya sistem penanaman tumpangsari dan
banjarharian.

Gambar 3 Sistem Tanaman Tumpang Sari
Biaya Pemeliharaan dan Pembinaan Hutan. Pemeliharaan hutan jati dilakukan
secara intensif hingga tanaman jati berusia lima tahun, pemeliharaan tegakan
hutan jati bertujuan untuk memperoleh tegakan tinggal yang sehat dan kualitas

12
yang baik diakhir daur. Pemeliharaan tanaman jati APB, JPP, dan Perhutanan
Klon JPP antara lain babad jalur, pendangiran, penyulaman, wiwil, pruning
cabang, pemupukan, penjarangan, perlindungan. Luas total hutan jati di KPH
Pemalang yatiu 20.666,1 ha diperlukan biaya pemeliharaan dan pembinaan hutan
sebesar Rp 782.031.540,6/ tahun sehingga biaya yang diperlukan perhektarnya
sebesar Rp 37.840,405 dalam satu daur biaya pemeliharaan dan pembinaan hutan
diperlukan Rp 186.000.
Biaya Pengendalian, Kebakaran, dan Pengamanan Hutan. Biaya
pengendalian, kebakaran, dan pembinaan hutan terdiri dari perlindungan terhadap
pencurian, perlindungan terhadap penggembalaan, sarana dan prasarana
perlindungan hutan, perlindungan terhadap kebakaran, perlindungan terhadap
bencana alam, biaya penyelesaian perkara, Biaya hukum agraria, honor pakam
dan pekerja harian, dan jumlah biaya perlindungan hutan lainnya. total biaya yang
dibutuhkan selama daur 60 tahun yaitu sebesar Rp 5.079.000 nilai ini diperoleh
dari biaya perhektar yaitu Rp 84.656,077 dikali dengan daurnya.
Tabel 3 Pengamatan Anggaran (Biaya Produksi Kayu Bulat Jati) KPH Pemalang
Selama Daur 60 Tahun
No
1

Uraian

Biaya Pembangunan Hutan Jati
A. Biaya Perencanaan
B. Biaya Persemaian
C. Biaya Penanaman
D. Biaya Pemeliharaan dan Pembinaan Hutan
E.Biaya Pengendalian, Kebakaran dan Pengamanan Hutan
F.Biaya Pemenuhan Kewajiban Finansial Kepada Negara,
Lingk, Sosial
G.Biaya Pemeliharaan Sarana dan Prasarana
H. Biaya Penyusutan Sarana dan Prasarana
I. Gaji Karyawan
J. Biaya Perjalanan Dinas
K. Biaya Penelitian, Pendidikan, dan Penyuluhan
K. Biaya Umum dan Perjalanan Dinas
2
Biaya Eksploitasi Hasil Hutan
A. Biaya Pemungutan Hasil Hutan
B. Biaya Pengangkutan Kayu
3
Biaya Produksi
Sumber KPH Pemalang (diolah)

Biaya
(Juta/ha)
37,668
0,047
1,834
1,98
0,189
5,079
8,575
0,819
1,038
13,138
1,868
1,268
1,833
3,471
0,945
2,526
41,139

13
Biaya Eksploitasi Hasil Hutan
Berdasarkan tarif upah 2012 biaya pemungutan hasil hutan terdiri dari
biaya persiapan eksploitasi kayu jati, biaya pengadaan perlengkapan babagan,
biaya pembangunan plang tebangan, biaya sarana tebangan lainnya, biaya
persiapan eksploitasi lainnya, biaya alat-alat penerangan, biaya obat obatan, biaya
air minum, biaya menandai pohon calon hara, biaya penerimaan kayu jati, dan
biaya teresan.
Realisasi produksi tebangan di KPH Pemalang seluas 3541,655 ha
membutuhkan biaya eksploitasi sebesar Rp 3.346.863.542 per tahun sehingga
biaya yang diperlukan untuk luasan satu hektar yaitu sebesar Rp 945.000. Biaya
pengangkutan kayu dari hutan menuju ke tempat pengumpulan kayu dibututuhkan
biaya Rp 150.000 untuk setiap 6 m3 kayu jati, dalam satu hektar volume kayu jati
101,043 m3 untuk itu diperlukan biaya pengangkutan sebesar Rp 2.526.000/ha.

Gambar 4 Tegakan Jati (Diteres)

Gambar 5 Pembagian Batang

Profitabilitas Kayu Jati
Penetapan keuntungan di Perum Perhutani didasarkan pada harga
penyerahan tahun 2012 dengan harga kayu jati tertimbang. Penetapan harga jual
dasar atau HJD ditentukan oleh pihak Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) dengan
patokan harga pada tahun sebelumnya dan ditentukan oleh pasar.
Tabel 4 Profitabilitas Kayu Jati KPH Pemalang
No
Uraian
1
Biaya Produksi Kayu Jati 1)
2
3

4
5

Satuan
Juta/m3

Biaya
0,407

Harga Penyerahan KPH (tertimbang)

Juta/m3

2,338

Biaya Tambahan (Surcharge) (a + b)

3

0,117

a Surcharge In Process (Biaya Produksi x 2,5%)
b Differensiasi (Biaya Produksi x 2,5%)
Harga Penyerahan KPH (tertimbang) + Biaya
Juta/m3
Tambahan (2 + 3)
Laba Sebelum Pajak (4 - 1)
Juta/m3

0,058
0,058

Profit Margin (5/4) x 100
6
Sumber KPH Pemalang (diolah)

Juta/m

%

2,455
2,047
83

14
Keterangan
1) dihitung dengan cara : Biaya produksi dibagi dengan volume total (Rp 41,139
juta/101,043 m3)
Surcharge teresan merupakan biaya yang ditambahkan apabila kayu telah
diteres selama dua tahun, dalam hal ini kayu yang telah diteres dalam bentuk A.II
dan A.III. Surcharge MHL (Menuju Hutan Lestari) adalah biaya yang
ditambahkan apabila kayu yang dihasilkan berasal dari hutan yang bersertifikasi,
dan Surcharge In Process yaitu biaya tambahan bagi KPH yang menuju hutan
lestari atau belum bersertifikasi.
Besarnya diferensiasi ditentukan oleh Unit maksimal 20%, harga kayu
bundar melalui saluran penjualan lelang (HPL) yaitu HJD 2012 +Surcharge
(biaya tambahan)+differensiasi. Besarnya biaya tambahan yang diberlakukan di
KPH pemalang yaitu sebesar 5% yang terdiri dari biaya Surcharge In Process
sebesar 2,5% dan biaya diferensiasi 2,5%.
Profitabilitas menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
laba selama periode tertentu. Bagi suatu badan usaha yang bergerak dalam bidang
kehutanan, keberhasilan, badan usaha tersebut tidak cukup hanya dilihat dari
keuntungannya yang tinggi, tetapi keterjaminannya untuk menjaga keberlanjutan
(suistainibilitas) usahanya. Keberlanjutan usaha dibidang kehutanan dapat
terjamin apabila hutannya dikelola dengan baik.
Nilai Tegakan dan Nilai Tambah
Perhitungan nilai tegakan (Stumpage Value) dan nilai tambah (Adeed
Value) didasarkan pada tujuan pemanfaatan kayu, yaitu sebagai bahan baku
pembuatan lemari. Nilai tegakan (Stumpage Value) menunjukan bahwa nilai
tegakan tersebut merupakan maksimum harga tegakan hutan jati yang dibeli oleh
perusahaan untuk menghasilkan satu unit lemari.
Nilai tambah di masing-masing lokasi pengolahan kayu sebenarnya
berbeda-beda tergantung dari tujuan akhir pemanfaatan kayu, faktor lain yang
juga mempengaruhi nilai tegakan dan nilai tambah adalah biaya produksi
pengolahan kayu karena semakin tingginya biaya pengolahan kayu maka nilai
tegakan yang dapat dibayarkan akan semakin rendah.
Untuk membuat sebuah unit lemari jati dua pintu dibutuhkan 0,401 m3
kayu jati dengan ukuran sortimennya panjang 2,10 m dan diameter 2 cm
rendemen yang diperoleh sekitar 50% dari kayu bulat menjadi kayu gergajian
sedangkan dari kayu gergajian ke produk rendemen dapat mencapai 70%. Nilai
tambah merupakan penambahan nilai yang terjadi selama proses produksi selama
proses produksi kayu bulat menjadi furniture , suatu barang dikatakan memiliki
nilai tambah apabila keuntungan yang diperoleh tinggi.

15
Tabel 5 Perhitungan Nilai Tegakan dan Nilai Tambah
No
1
2

3
4
5
6
7

8
9
10
11
12
13
14
15

Item
Harga Lemari
Biaya Produksi Lemari (a+b+c)
a Biaya Material (tidak termasuk kayu)
b Upah
c Angkutan
Keuntungan Normal Pengolahan Kayu (20%)
(0,2 x 2)
Harga Maksimal Bahan Baku (1 – (2+3))
Harga Maksimal Bahan Baku Kayu Gergajian
3 1)

(4 /0,210 m )

Harga Maksimal Kayu Bulat (4/0,420 m3) 2)
Biaya Produksi Kayu Gergajian (a+b+c)
a pengolahan log menjadi papan
b Biaya Pengangkutan
c Upah
Keuntungan Normal Pengolahan Kayu (20%)
(0,2 x 7)
Harga Maksimal Bahan Baku (6 – (7+8))
Harga Maksimal Bahan Baku Kayu Bulat
Biaya Produksi Kayu Bulat Jati
Keuntungan Normal Hutan Jati (46%)
(10 x 0,46)
Nilai Tegakan Berdasarkan Harga Lemari
(9 – (10+11))
Harga Penyerahan KPH (tertimbang)
Nilai Tegakan Kayu Bulat Jati (Berdasarkan
Harga Penyerahan)
(14-11)

16
Nilai Tambah (13-15)
Keterangan
1) Rendemen lemari (Rp 2,944 juta / 0,21 m3)
2) Rendemen kayu bulat (Rp 2,944 juta / 0,420 m3)

Satuan
Juta/Unit
Juta/Unit

%

Lemari
4,500
1,297
0,255
1,000
0,042
0,259

Juta/Unit

2,944

Juta/m3

14,019

Juta/m3

7,010

Juta/m3

0,350
0,200
0,100
0,050

%

0,070

Juta/m3

13,599

Juta/m3

6,800

Juta/m3

0,407

%

0,187

Juta/m3

6,205

Juta/m3

2,338

Juta/m3

1,931

Juta/m3

4,274

16
Nilai Lahan
Perhitungan nilai lahan meliputi jangka waktu satu daur dimana
dipergunakan rumus bunga berganda (coumpounded interest) dengan tingkat suku
bunga yang dipergunakan 8%, 10% dan 12% pada tingkat daur jati yaitu 60 tahun.
Semakin tinggi bunga yang digunakan maka nilai lahan akan semakin rendah.
Perhitungan nilai lahan dilakukan dengan membandingkan penggunaan lahan
sebagai hutan jati dengan lahan yang tidak digunakan atau lahan tidak produktif.
Nilai lahan sebagai hutan jati jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan
lahan yang tidak produktif. Tebangan akhir jati menghasilkan Rp 626.972.000
nilai ini berbeda jauh apabila lahan tidak digunakan, pada tingkat suku bunga 8%
nilai yang diperoleh sebesar Rp 517.092.000 dan pada tingkat suku bunga 10%
dan 12% masing-masing Rp 110.909.000 dan Rp 33.685.000, nilai ini
menunjukan semakin besar tingkat suku bunga maka akan menurunkan nilai lahan

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Laba perusahaan diperoleh berdasarkan harga jual dasar (HJD) dikurangi
dengan harga pokok produksi selama daur 60 tahun, semakin tinggi nilai laba
yang diperoleh maka pendapatan yang diperoleh akan semakin tinggi. Nilai
tegakan jati didasarkan pada penggunaan akhir kayu yaitu sebagai bahan baku
lemari, nilai tegakan jati untuk penggunaan sebagai lemari sebesar 6.205.000/m3.
Nilai lahan yang tidak digunakan untuk produksi jati jauh lebih rendah bila
dibandingkan dengan nilai lahan bukan untuk produksi jati, nilai ini dipengaruhi
oleh besarnya tingkat suku bunga yang digunakan semakin tinggi tingkat suku
bunga maka nilai lahannya akan semakin rendah. Dalam analisis nilai tambah,
diperoleh nilai tambah sebesar Rp 4.274.000/m3.

Saran
Perhitungan nilai tambah perlu didasarkan produk-produk lainnya, guna
mengetahui nilai tambah produk selain lemari.

DAFTAR PUSTAKA
Conway S. 1995. Pedoman Pembagian Batang Kayu Bulat Jati. Jakarta (ID):
Perum Perhutani.
Departemen Kehutanan. 1998. Pedoman Pembangunan HTI. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta (ID): Dephut.
Juta EHP. 1954. Pemungutan Hasil Hutan. Bogor (ID): Timun Mas NV.
Klemperer WD. Forest Resources Economics and Finance. Amerika Serikat
(US): McGraw-Hill Book Inc.

17
Munawar A. 2010. Analisis nilai tambah dan pemasaran kayu sengon gergajian
(studi kasus di kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Perum Perhutani 1. 2005. Petunjuk Pelaksanaan Pembagian Batang Kayu Bundar
Jati. Semarang (ID): Perum Perhutani.
Prawirosentono S. 2007. Manajemen Operasi: Analisis dan Studi Kasus. Jakarta
(ID): Bumi Aksara.

18
Lampiran 1 Urutan Prioritas Pembagian Batang Kayu Bundar Jati Tahun 2005
No.
1.

Jenis Sortimen
Kayu Bundar Vinir (Vi)

2.

Kayu Bundar Hara (H)

3.

Kayu Bundar Lokal
Industri (IN)

4.

Kayu Bundar Besar
(AIII) Lokal

5.

Kayu Bundar Sedang
(AII) Lokal

6.

Kayu Bundar Kecil
(AI)

Panjang (m)
2,40-2,90
2,20-2,30
2,50-2,90
2,20-2,40
1,20-1,90
0,40-0,90
2,50-2,90
2,20-2,40
1,20-1,90
0,40-0,90

Diameter (cm)
35 up

2,50-2,90
2,20-2,40
1,20-1,90
0,70-0,90
4,10 ke atas
3,10-3,90
2,50-2,90
2,10-2,40
1,10-1,90
0,70-0,90
0,40-0,60
4,00 ke atas
3,00-3,90
2,00-2,90
1,00-1,90
0,70-0,90
0,40-0,60
4,00 ke atas
3,00-3,90
2,00-2,90
1,00-1,90
0,70-0,90
0,40-0,60

22-28
22-28
22-28
22-28
30 Up
30 Up
30 Up
30 Up
30 Up
30 Up
30 Up
22-28
22-28
22-28
22-28
22-28
22-28
16-19
16-19
16-19
16-19
16-19
16-19

4,00 ke atas
3,00-3,90
2,00-2,90
1,00-1,90

10-13
10-13
10-13
10-13

30 Up
30 Up
30 Up
30 Up
30Up
30Up
30Up
30Up

19
Tabel 2 (Sambungan)

7.

8.

Kayu Bahan Parket
(KBP)

Kayu Bundar Limbah
(KBL)

9.
Brongkol
Sumber : Perhutani 2005

0,70-0,90

10-13

4,00 ke atas
3,00-3,90
2,00-2,90
1,50-1,90
1,00-1,90
0,40-1,90

4-7
4-7
4-7
4-7
30Up
30Up

1,00-1,90
0,40-1,90

22-28
22-28

1,00-1,90
0,40-1,90
0,50
0,50
1,00
Maks 0,90

16-19
16-19
9-15
5-8
2-4
Tidak terbatas

20

20
Lampiran 2 Pengamatan Anggaran (Biaya Produksi Kayu Bulat Jati) KPH Pemalang Selama Daur 60 Tahun
Tahun
No
1

2

Kegiatan
Biaya Pembangunan Hutan Jati
A. Biaya Perencanaan
B. Biaya Persemaian
C. Biaya Penanaman
D. Biaya Pemeliharaan dan Pembinaan Hutan
E. Biaya Pengendalian, Kebakaran
dan Pengamanan Hutan
F. Biaya Pemenuhan Kewajiban Finansial
Kepada Negara, Lingk, Sosial
G. Biaya Pemeliharaan Sarana dan Prasarana
H. Biaya Penyusutan Sarana dan Prasarana
I. Gaji Karyawan
J. Biaya Perjalanan Dinas
K.Biaya Penelitian, Pendidikan, dan
Penyuluhan
L. Biaya Umum dan Perjalanan Dinas
Biaya Eksploitasi Hasil Hutan
A. Biaya Pemungutan Hasil Hutan
B. Biaya Pengangkutan Kayu

Sumber KPH Pemalang (diolah)

0 I II III IV V

IV-Tebang

Jumlah
Kegiatan
(Tahun)

Biaya
(Juta /ha)

Biaya
Pada Akhir Daur
(Juta/ha)

1
1
1
5
60

0,047
1,834
1,980
0,038
0,085

0,047
1,834
1,980

60

0,143

8,575

60
60
60
60

0,014
0,017
0,219
0,031

0,819
1,038
13,138
1,868

0,021
0,031

1,268
1,833

0,945
2,526

0,945
2,526

60
60
1
1

0,189
5,079

21
Lampiran 3 Realisasi Produksi, Rencana Produksi, Realisasi Angkutan Hasil Hutan Sampai Dengan Bulan Desember KPH Pemalang

No

Jenis Hasil Hutan

Satuan

PRODUKSI
REALISASI
Dalam Bulan

I. TEBANGAN
a. Kayu Pertukangan Jati
-AI
- A II
- A III
- KBP
- Persegi
Jumlah

m3
m3
m3
m3
m3
m3

2,423
3,702
4,6
0,393
11,118

S/d Bulan

3.259,91
4.441,72
6.230,73
416,959
0,47602
14.349,79

ANGKUTAN
REALISASI
Dalam
S/d
Bulan
Bulan

4,886 3.254,64
6,844 4.335,10
7,02 5.897,85
0,262
624,691
3,05723 21,31505
22,06923 14.133,59

Sumber KPH Pemalang

21

22
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pemalang pada tanggal 23 Juni 1991. Penulis
merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Urip Priyo
Widodo dan Ibu Amiyati. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1
Petarukan dan pada tahun yang sama pula penulis diterima sebagai mahasiswa
jurusan Teknologi hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,
melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa penulis telah mengikuti beberapa kegiatan
praktek lapang diantaranya yaitu Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH)
pada tahun 2011 jalur Sancang dan Kamojang. Pada tahun 2012 penulis mengikuti
kegiatan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) dengan lokasi di Hutan Pendidikan
Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan PGT
Sindangwangi. Kemudian pada tahun 2013, penulis mengikuti kegiatan Praktek
Kerja Lapang (PKL) di perusahaan furniture yang bergerak di bidang ekspor pintu
dan komponennya yaitu PT Corinthian Doors Industries Indonesia.
Selain aktif mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga aktif dalam
kepanitiaan kegiatan kampus. Beberapa kegiatan yang telah diikuti oleh penulis
yaitu, Divisi Hubungan Masyarakat Himasiltan Dare to Care 2012, Divisi
Publikasi, desain, dan dekorasi KOMPAK 2011, serta kepengurusan Himpro
HIMASILTAN Divisi Kelompok Minat Biokomposit.
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis
melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Pendugaan Nilai
Tegakan dan Analisis Nilai Tambah Jati (Tectona grandis L.f.) di KPH Pemalang
Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah” dibawah bimbingan Ir Bintang CH
Simangunsong,MS,PhD

Dokumen yang terkait

Studi Efisiensi Metoda Tree Sampling dalam Pendugaan Dimensi Tegakan Jati (Tectona grandis) di KPH Saradan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 15 64

Perbandingan Efisiensi Metode Pohon Contoh (Tree Sampling) dan Metode Konvensional dalam Pendugaan Potensi Tegakan Jati (Tectona grandis L.F.) Di KPH Mantingan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 8 59

Pendugaan Simpanan Karbon di Atas Permukaan Lahan Pada Tegakan Jati (Tectona grandis) di KPH Blitar, Perhutani Unit II Jawa Timur.

1 17 74

Evaluasi Perubahan Kelas Hutan Produktif Tegakan Jati (Tectona grandis L.f.) (Kasus di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)

5 55 75

Model Rantai Nilai Kayu Jati (Tectona Grandis L.F) di Kesatuan Pemangkuan Hutan Bojonegoro Perum Perhutani Unit Ii Jawa Timur

0 8 75

Pendugaan Kandungan Karbon pada Tegakan Jati (Tectona Grandis) Tidak Terbakar dan Pasca Kebakaran Permukaan di Kph Malang, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

1 51 91

Pendugaan potensi kandungan karbon pada tegakan jati (Tectona grandis Linn. F) di areal KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

1 16 89

Penyusunan tabel volume sortimen jati (Tectona grandis, L.f.) di kph Pemalang perum perhutani unit I Jawa Tengah

4 35 49

Penyusunan tabel volume lokal pohon dan sortimen jati (Tectona grandis L.f ) di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

2 14 117

Pendugaan potensi kandungan karbon pada tegakan jati (tectona grandis linn.f) di areal kph cianjur perum perhutani Unit iii jawa barat dan banten

1 6 1