Kajian Perubahan Tutupan Lahan Sub DAS Citanduy Hulu terhadap Kualitas Air Sungai Citanduy Hulu

KAJIAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN SUB DAS
CITANDUY HULU TERHADAP KUALITAS
AIR SUNGAI CITANDUY HULU

INTAN HANDAYANI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Perubahan
Tutupan Lahan Sub DAS Citanduy Hulu terhadap Kualitas Air Sungai Citanduy
Hulu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Intan Handayani
NIM E34080048

ABSTRAK
INTAN HANDAYANI. Kajian Perubahan Tutupan Lahan Sub DAS Citanduy
Hulu terhadap Kualitas Air Sungai Citanduy Hulu. Dibimbing oleh SITI
BADRIYAH RUSHAYATI dan AGUS PRIYONO.
Bersamaan dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan
lahan tempat tinggal semakin meningkat sehingga mendesak keberadaan lahan
hutan daerah hulu aliran sungai. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di DAS
mengindikasikan terjadi penurunan kualitas air salah satunya di Sub DAS
Citanduy Hulu. Tujuan penelitian adalah mengkaji perubahan tutupan lahan,
perubahan kualitas air dan keterkaitan antar keduanya. Analisis yang digunakan
yaitu perubahan penutupan lahan dan perhitungan Indeks Kualitas Air–National
Sanitation Foundation (IKA-NSF). Tipe tutupan lahan Sub DAS Citanduy Hulu
mengalami penurunan luas tutupan pada hutan (33.27%), semak belukar (45.25%)
dan badan air (47.59%). Tipe tutupan mengalami peningkatan luas pada

permukiman (107.88%), sawah (98.52%), pertanian lahan kering (26.97%) dan
lahan terbuka (74.02%). Kualitas air Sungai Citanduy Hulu termasuk dalam
kategori baik. Nilai IKA Sungai Citanduy Hulu kecenderungan berkurang dari
73.16 di tahun 2003 menjadi 70.42 di tahun 2011. Semakin menurunnya luas
hutan, semak belukar dan badan air serta semakin meningkatnya luas permukiman,
sawah, pertanian lahan kering dan lahan terbuka di Sub DAS Citanduy Hulu
menyebabkan penurunan kualitas air Sungai Citanduy Hulu.
Kata kunci: kualitas air, Sub DAS Citanduy Hulu, tutupan lahan.
ABSTRACT
INTAN HANDAYANI. The Study of Land Cover Changes at Citanduy Hulu
Subwatershed Towards The Water Quality of Citanduy Hulu River. Supervised by
SITI BADRIYAH RUSHAYATI and AGUS PRIYONO.
Along with the growth of population, the need of areas for residential is
also increasing which interfere the existence of forest along the river upstream
areas. Land use changes which occured on the watershed indicates the decrease of
water quality for example in Citanduy Hulu subwatershed. The aim of this
research is to assess the changing of land cover, water quality and the relation
between both aspects. Analysis which was used in this research are changes of
land cover, and Index of Water Quality-National Sanitation Foundation (IKANSF) calculation. Land cover type in Citanduy Hulu subwatershed which
decreased are forest (33.27%), bushes (45.25%), and waterbody (47.59%). Land

cover type which increased are residential (107.88%), paddyfield (98.52%),
dryland farming (26.97%), and open space (74.02%). The water quality of
Citanduy Hulu river is categorized as good. The value of IKA on Citanduy Hulu
river showed the tendency to decline from 73.16 in 2003 to 70.42 in 2011. The
decrease of forest, bushes, and waterbody also the increase of residential,
paddyfield, dryland farming and open space at Citanduy Hulu subwatershed
caused the decrease of water quality at Citanduy Hulu river.
Keywords: water quality, Citanduy Hulu subwatershed, land cover.

KAJIAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN SUB DAS
CITANDUY HULU TERHADAP KUALITAS
AIR SUNGAI CITANDUY HULU

INTAN HANDAYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Kajian Perubahan Tutupan Lahan Sub DAS Citanduy Hulu
terhadap Kualitas Air Sungai Citanduy Hulu
Nama
: Intan Handayani
NIM
: E34080049

Disetujui oleh

Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, MSi
Pembimbing I

Ir Agus Priyono, MS

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus sampai
September 2012 ini Daerah Aliran Sungai (DAS), dengan judul Kajian Perubahan
Tutupan Lahan Sub DAS Citanduy Hulu terhadap Kualitas Air Sungai Citanduy
Hulu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Siti Badriyah Rushayati,
MSi dan Bapak Ir Agus Priyono, MS selaku pembimbing, serta Bapak Prof Dr Ir
Nurheni Wijayanto, MS yang telah banyak memberi saran. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Balai Pengelolaan Lingkungan Hidup

Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat dan Bina Program Sumber Daya Air (BP
SDA) yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada seluruh keluarga terutama ayah, ibu, ketiga kakak saya,
keponakan serta A Fajar Surahman dan keluarga atas segala doa dan kasih
sayangnya. Teman-teman Lab. Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial,
sahabat tercinta (Fatwa, Fiqh, Rika, Rifki dan Arya Arismaya), keluarga KSHE 45
(EDELWEIS) dan keluarga besar HIMAKOVA atas segala doa, bantuan dan
canda tawa. Seluruh staf pengajar, tata usaha, laboran, mamang bibi serta keluarga
besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Fakultas
Kehutanan IPB yang telah membantu, memberikan dukungan serta memberikan
ilmu pengetahuan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Intan Handayani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii


DAFTAR GAMBAR

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

TujuaN Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

METODE

3

Waktu dan Lokasi

3

Alat dan Bahan

3

Metode Pengumpulan Data

4


Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

7

Tutupan Lahan Sub DAS Citanduy Hulu

7

Perkembangan Kualitas Air Sungai Citanduy Hulu

10


Pengaruh Penutupan Lahan Sub DAS Citanduy Hulu terhadap Kualitas Air
Sungai Citanduy Hulu Periode 2003 sampai 2011

19

SIMPULAN DAN SARAN

21

Simpulan

21

Saran

21

DAFTAR PUSTAKA


22

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Alat dan bahan yang digunakan
Jenis data yang digunakan dalam penelitian
Bobot parameter dalam perhitungan indeks kualitas air nsf-wqi
Hubungan kisaran nilai Indeks Kualitas Air dengan tingkat mutu
kualitas air
Klasifikasi dan kunci interpretasi tipe penutupan lahan
Tutupan lahan Sub DAS Citanduy Hulu Tahun 2003 dan Tahun 2011
Perubahan tutupan lahan Sub DAS Citanduy Hulu (periode 2003-2011)
Suhu air Sungai Citanduy Hulu periode 2003 sampai 2011
Zat padat terlarut Sungai Citanduy Hulu periode 2003 sampai 2011
Zat padat tersuspensi Sungai Citanduy Hulu periode 2003 sampai 2011
Oksigen terlarut Sungai Citanduy Hulu periode 2003 sampai 2011
BOD Sungai Citanduy Hulu periode 2003 sampai 2011
pH Sungai Citanduy Hulu periode 2003 sampai 2011
Nitrat Sungai Citanduy Hulu periode 2003 sampai 2011
Fosfat Sungai Citanduy Hulu periode 2003 sampai 2011
Nilai Indeks Kualitas Air tahun 2003 sampai 2011

3
4
6
6
7
8
9
13
14
14
15
15
16
16
17
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
8

Bagan alir permasalahan penelitian
Peta lokasi penelitian
Skema tahapan pengolahan citra Landsat
Peta tutupan lahan Sub DAS Citanduy Hulu tahun 2003 dan tahun 2011
Peta sebaran industri dan peternakan Sub DAS Citanduy Hulu
Nilai IKA tahun 2003 sampai dengan tahun 2011

2
3
5
9
12
18

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan penduduk, meningkatnya kebutuhan tempat tinggal dan
kebutuhan akan lahan pertanian menyebabkan meningkatnya kebutuhan
penggunaan alami. Peningkatan penggunaan lahan menyebabkan terjadinya
pembukaan lahan baru dan alih fungsi ahan yang ada, salah satunya adalah
kawasan hutan tempat sumber mata air dan hulu daerah aliran sungai berasal.
Desakan terhadap kawasan hutan untuk dijadikan perumahan, industri serta fungsi
lainnya akan merubah tatanan lanskap dan struktur vegetasi kawasan hutan
sehingga berdampak pada penurunan fungsi hidrologis sebagai areal resapan air
dan pengendali erosi. Asdak (2007) menyatakan bahwa perubahan penggunaan
lahan yang terjadi di DAS mengindikasikan bahwa telah terjadi proses penurunan
kuantitas dan kualitas sumberdaya DAS.
Sub DAS Citanduy Hulu merupakan salah satu Sub DAS yang termasuk
DAS Citanduy. Sub DAS ini merupakan suatu kesatuan ekosistem yang memiliki
fungsi dan peranan penting, terutama sebagai sumber air serta pengendali DAS
bagian hilir. Perubahan tutupan lahan di bagian hulu akan menyebabkan
menurunnya kualitas lingkungan dan terganggunya beberapa fungsi DAS.
Perubahan tutupan lahan di Sub DAS Citanduy Hulu mengakibatkan perubahan
kualitas air sungai khususnya kandungan organik dan sedimen tersuspensi
terutama di bagian hilir yaitu Segara Anakan. Masukan limbah asing pada air
sungai akibat aktivitas manusia juga menyebabkan terjadinya pencemaran kualitas
air yang menyebabkan terganggunya keseimbangan ekologis. Guna melihat
seberapa besar dampak yang ditimbulkan perubahan tutupan lahan terhadap
kualitas air Sub DAS Citanduy Hulu, perlu dilakukan evaluasi perubahan tipe
tutupan lahan dan kualitas air dalam selang waktu beberapa tahun
Perumusan Masalah
Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy Hulu yang secara peruntukan
berfungsi sebagai kawasan konservasi tidak luput pula dari perubahan
penggunaan/konversi hutan dan lahan. Beberapa tahun terakhir luas hutan alam
Citanduy Hulu memang mengalami peningkatan, namun luas hutan tanaman
mengalami penurunan yang cukup tajan sebesar 31900 ha (6.7%) (Prasetyo 2004).
Kecenderungan penurunan kawasan resapan air ini menjadi peruntukan lain
terutama permukiman dan kegiatan pertanian. Aktivitas alih fungsi lahan dan
semakin intensifnya kegiatan pertanian karena lahan sempit di daerah hulu telah
berakibat pada kerusakan daerah aliran sungai. Permasalahan utama dalam
pengelolaan DAS Citanduy terutama Sub DAS Citanduy Hulu disebabkan oleh
tingginya tekanan penduduk terhadap lahan pertanian dan kehutanan yang
semakin intensif melebihi kemampuan daya dukungnya.
Wilayah Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis yang termasuk ke dalam
wilayah sub DAS Citanduy Hulu kondisinya saat ini masih dikategorikan sebagai
Sub DAS kritis akibat degradasi yang menurunkan kualitas lingkungan. Keadaan
tersebut diakibatkan masih kurangnya kawasan hutan dan masih minimnya areal
bervegetasi yang dapat berfungsi sebagai pengatur tata air.

2
Kerusakan kawasan hulu yang semestinya berfungsi sebagai kawasan
konservasi telah mengakibatkan permasalahan lingkungan seperti penurunan
kualitas air yang diakibatkan oleh peningkatan erosi karena perubahan peruntukan
lahan, penurunan kemampuan menyerap dan menyimpan air serta perubahan
lahan DAS menjadi permukiman dan areal pertanian juga mengakibatkan berbagai
pencemaran yang dihasilkan dari aktivitas tersebut, sehingga dapat menurunkan
kualitas air sungai Citanduy Hulu. Berdasarkan permasalahan tersebut dapat
dianalisis perubahan tutupan lahan tahun 2003 dan 2001 dan kualitas air Sungai
Citanduy Hulu tahun 2003 dan 2011 dengan menggunakan mutu kualitas air serta
pengaruh dari perubahan tutupan lahan dan kualitas air tersebut (Gambar 1).

Gambar 1 Bagan alir permasalahan penelitian.
Tujuan Penelitian
Penelitian memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Mengkaji perubahan tutupan lahan Sub DAS Citanduy Hulu dari tahun 2003
sampai tahun 2011.
2. Mengkaji perubahan kualitas air Sungai Citanduy Hulu dari tahun 2003
sampai tahun 2011.
3. Mengkaji kaitan antara perubahan tutupan lahan dengan perubahan kualitas air
Sungai Citanduy Hulu.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran serta kondisi
terbaru mengenai keadaan tutupan lahan dan kualitas air Sub DAS Citanduy Hulu
yang dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan DAS Citanduy.

3

METODE
Waktu dan Lokasi
Penelitian dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Agustus dan
September 2012. Pengambilan data lapangan berupa penandaan lokasi (ground
check) dilakukan di selama satu bulan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy
segmen hulu yaitu Sub DAS Citanduy Hulu dengan luas ± 24232.59 ha, secara
administrasi pemerintahan termasuk dalam dua kabupaten, yaitu Kabupaten
Ciamis yaitu Kecamatan Panjalu dan Panumbangan dan Kabupaten Tasikmalaya
yaitu Kecamatan Kadipaten, Ciawi, Pagerageung dan Sukaresik. Selain itu untuk
pengambilan data air dilakukan di titik pantau Panumbangan di Kabupaten Ciamis.
Pengolahan data dilakukan selama lima bulan di Laboratorium Analisis Spasial
Lingkungan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan IPB. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini tercantum
dalam Tabel 1, sebagai berikut:
Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan
No
1
2
3
4
5
6

Nama alat dan bahan
Global Positioning System (GPS)
Alat tulis
Kalkulator
Kamer digital
Seperangkat komputer dilengkapi dengan software
ArcGIS 9.3 dan ERDAS 9.1
Peta batas kawasan Sub DAS Citanduy Hulu, peta
aliran sungai Citanduy Hulu, peta citra Landsat ETM+
2003 dan citra Landsat ETM+ 2011

Kegunaan
Menetukan titik koordinat
Membantu penulisan data dilapang
Menghitung
Dokumetasi
Mengolah data
Mengolah data

4
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer adalah seluruh data yang diperoleh dari cek lapangan dan wawancara,
sedangkan data sekunder adalah informasi yang berhubungan dengan penelitian
seperti peta, data kualitas air, data debit sungai, data curah hujan dan kondisi
umum kawasan dan diperoleh melalui inventarisasi dari sumber data seperti
tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2 Jenis data yang digunakan dalam penelitian
No
1

2
3
4
5

Jenis data
Peta administrasi, peta Sub
DAS Citanduy Hulu serta
peta aliran sungai Citanduy
Hulu
Data Kualitas Air Tahun
2003 – 2011
Data Debit Sungai Tahun
2003 – 2011
Data Curah Hujan Tahun
2003 – 2011
Data industri tepung tapioka
dan tahu tempe, data
peternakan ayam dan sapi
yang ada di sepanjang Sungai
Citanduy Hulu.

Sumber data
BP DAS Citanduy –
Cimanuk dan PPLH
IPB

Teknik pengumpulan data
Inventarisasi data dari berbagai
sumber dan metode pengamatan
langsung (Observation)

BPLHD Provinsi Jawa
Barat
BP SDA Jawa Barat
dan PUS AIR
BP SDA Jawa Barat

Inventarisasi data

Observasi Lapang

Inventarisasi data dari
sumber
Inventarisasi data dari
sumber
Metode pengamatan
(Observation)
dan
wawancara

berbagai
berbagai
langsung
metode

Pengumpulan data primer dalam kegiatan ini diperoleh dari hasil observasi
lapangan dan wawancara di lapangan. Metode ini dilakukan untuk mengetahui
kesesuaian antara informasi yang diberikan oleh informan dan hasil pustaka
terhadap keadaan di lapangan. Data lain yang digunakan adalah data Ground
Control Point (GCP) untuk menandakan lokasi-lokasi jenis penutupan lahan yang
ada di lapangan. Data GCP merupakan data yang menyatakan posisi keberadaan
suatu benda di atas permukaan bumi. Pengambilan data ini dilakukan dengan cara
menandakan lokasi (ground check) dan dicatat koordinat lokasi melalui Global
Positioning System (GPS). Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi
literatur dan telaah dokumen. Data sekunder ini diperoleh dengan cara
inventarisasi data yaitu mengumpulkan, mempelajari dan menelaah dari berbagai
sumber yang berkaitan dengan penelitian.
Analisis Data
Peta Tutupan Lahan
Pemetaan tutupan lahan (land cover) merupakan suatu upaya untuk
menyajikan informasi tentang pola tutupan lahan di suatu wilayah secara spasial.
Peta tutupan lahan tahun 2003 dan 2011 diperoleh dengan cara pengolahan citra
Landsat tahun 2003 dan 2011 dengan menggunakan klasifikasi citra terbimbing
seperti tersaji pada Gambar 3.

5

Gambar 3 Skema tahapan pengolahan citra Landsat.
Perubahan Tutupan Lahan
Perubahan tutupan lahan yang dianalisis dengan membandingkan luasan
setiap tipe tutupan lahan tahun 2003 dan tahun 2011.
Analisis Kualitas Air
Data kualitas air tahun 2003 sampai tahun 2011 dianalisis dengan
membandingkan nilai hasil pemantauan setiap parameter pada musim hujan dan
musim dengan baku mutu air sungai yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
Analisis Status Mutu Kualitas Air
Status mutu kualitas air dihitung dengan menggunakan metode Indeks
Kualitas Air – National Sanitation Foundation (IKA-NSF) berdasarkan Ott (1978)
dalam Dwivedi dan Phatak (2007). Parameter yang diukur dalam perhitungan
IKA meliputi oksigen terlarut, pH, Biochemical Oxygen Demand, nitrat, phosfat,
suhu deviasi dan padatan total.
Tahapan analisis data:
a. Penentuan bobot (W) dan nilai sub indeks (I) masing-masing parameter.
Untuk menentukan bobot dan nilai sub indeks masing-masing parameter
menurut Ott 1978 dalam Dwivedi dan Phatak (2007) pada Tabel 3.

6
Tabel 3 Bobot parameter dalam perhitungan indeks kualitas air nsf-wqi
No

Parameter

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Bobot parameter
ke-i (Wa)
0.17
0.12
0.10
0.10
0.10
0.10
0.08
0.08
0.15
1.00

Bobot parameter
ke-i (Wb)
0.22
0.16
0.13
0.13
0.13
0.13
0.10
1.00

Satuan

Oksigen terlarut
% saturnasi
pH
BOD
mg/L
Nitrat
mg/L
Phosphat
mg/L
Suhu deviasi
°C
Kekeruhan
NTU
Padatan Total
mg/L
Fecal Coli
Jumlah/100 ml
Total
Keterangan :
a = Bobot parameter menurut Ott (1978)
b = Bobot parameter yang sudah dimodifikasi (jika data primer suhu air tidak digunakan).

b. Nilai IKA (Indeks Kualitas Air)
Untuk menentukan nilai IKA menggunakan rumus sebagai berikut :
IKA − NSF = ∑

Keterangan:
IKA-NSF= Indeks Kualitas Air – National Sanitation Foundation
Wi
= Bobot masing-masing parameter
Ii
= Nilai sub-indeks tiap parameter
n
= Jumlah parameter

c. Tingkat kualitas air
Menurut Ott 1978 dalam Dwivedi dan Phatak (2007) penggolongan kualitas
air atau hubungan nilai IKA dengan kualitas air dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Hubungan kisaran nilai Indeks Kualitas Air (IKA) dengan tingkat mutu
kualitas air
No
1.
2.
3.
4.
5.

Kisaran nilai indeks total
0 – 25
25 – 50
51 – 70
71 – 90
91 – 100

Tingkat mutu kualitas air
Sangat Buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat Baik

Analisis Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan Terhadap Kualitas Air
Analisis pengaruh perubahan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif.
Data yang digunakan untuk mengetahui hubungan tersebut yaitu nilai rata-rata
Indeks Kualitas Air tahun 2003 sampai 2011 serta luas tipe tutupan lahan hutan,
permukiman, sawah, pertanian lahan kering, semak belukar, lahan terbuka dan
badan air.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Sub DAS Citanduy Hulu secara geografis terletak pada 108° 6' 47'' Bujur
Timur sampai 108° 7' 33'' Bujur Timur dan 7° 9' 58'' Lintang Selatan sampai 7 °
10' 14'' Lintang Selatan. Secara administrasi pemerintahan Sub DAS Citanduy
Hulu berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten
Ciamis dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan DAS Cimanuk,
selatan berbatasab dengan Sub DAS Ciseel, barat berbatasan dengan DAS
Ciwulan dan timur berbatasan dengan Sub DAS Cimuntur. Sub DAS Citanduy
Hulu merupakan bagian dari DAS Citanduy yang mengalir dari Gunung Cakra
Bhuwana dengan luas ± 24232.59 ha. Secara topografis bentuk wilayah Sub DAS
Citanduy Hulu adalah bergelombang dengan kemiringan kurang dari 30%,
berbukit dengan kemiringan lereng 30 – 50% dan bergunung dengan kemiringan
50%. Ketinggian paling rendah 685 mdpl dan yang tertinggi 1100 mdpl.
Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson, Sub DAS Citanduy
Hulu pada umumnya mempunyai tipe iklim C dengan temperatur udara berkisar
antara 26° C sampai 30° C dan kelembaban udara relatif 67 % - 75 %. Kondisi
sosial ekonomi masyarakat di Sub DAS Citanduy Hulu dapat dilihat secara nyata
dengan adanya pertambahan jumlah penduduk yang mengakibatkan terjadinya
perubahan penutupan lahan yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas perairan
sub DAS Citanduy Hulu. Peningkatan jumlah penduduk di dua kabupaten tersebut
menyebabkan kepadatan agraris di Sub DAS Citanduy Hulu meningkat dengan
kepadatan paling tinggi yaitu 16.8 orang/ha. Mata pencaharia penduduk di
wilayah Citanduy adalah sebagai petani dan buruh tani dengan pola penggunaan
lahan terbanyak yaitu tegalan dan sawah.
Tutupan Lahan Sub DAS Citanduy Hulu
Tutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan
yang ada di permukaan bumi (Lillesand dan Kiefer 1990). Burley (1961) diacu
dalam Lo (1995) menyebutkan bahwa tutupan lahan menggambarkan konstruksi
vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan. Tutupan lahan di Sub DAS
Citanduy Hulu berdasarkan survey diklasifikasikan ke dalam tujuh kategori yaitu
hutan, permukiman, sawah, pertanian lahan kering, semak belukar, lahan
terbangun dan badan air. Klasifikasi dan kunci interpretasi tipe tutupan lahan pada
citra Landsat band 5,4,3 disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Klasifikasi dan kunci interpretasi tipe tutupan lahan
No
1

2

Tipe tutupan lahan
Hutan

Permukiman

Deskripsi
Hutan yang ada di lokasi penelitian yaitu hutan alam yang berada
di Gunung Galunggung, Gunung Syawal dan Gunung Cakra
bhuwana, selain itu terdapat pula hutan tanaman seperti hutan
tanaman sengon dan karet.
Ciri-ciri permukiman di lokasi penelitian merupakan lokasi yang
selalu berdekatan dengan jaringan jalan, sehingga akses menuju
lahan terbangun/ perumahan sangat mudah. Lahan terbangun/
perumahan mempunyai fisiografi datar dan tapak kering seperti
pusat Kecamatan Ciawi dan pusat Kecamatan Pagerageung.

8
Tabel 5 Klasifikasi dan kunci interpretasi tipe tutupan lahan (lanjutan)
No
3

4

Tipe tutupan lahan
Sawah

5

Pertanian lahan
kering
Semak Belukar

6

Lahan Terbuka

7

Badan Air

Deskripsi
Sawah yang ditemukan ada dua yaitu sawah tadah hujan dan
sawah irigasi. Sawah tadah hujan merupakan sawah yang hanya
memanfaatkan air hujan dan ketika musim kemarau tapak kering,
sedangkan sawah irigasi merupakan sawah yang setiap tahunnya
selalu hijau atau tapak basah sekalipun musim kemarau karena
memanfaatkan air irigasi atau dialiri dari sungai. Sawah irigasi
lebih mendominasi dibandingkan sawah tadah hujan.
Fisiografis pertanian lahan kering datar seperti yang ditemukan di
lapangan yaitu cabe, singkong, jagung dll.
Semak belukar merupakan areal terbuka yang ditumbuhi oleh
tumbuhan bawah dan semak/belukar. Banyak ditemukan di kaki
Gunung Galunggung dan Gunung Cakrabhuwana.
Lahan terbuka merupakan lahan yang tidak bervegertasi, yang
ditemui di lapangan adalah lahan bekas garapan atau pembukaan
lahan dan padang rumput. Fisiografis lahan terbuka dari datar
hingga curam dengan tapak kering.
Badan air memiliki fisiografis yang datar dan tapak berair. Badan
air yang ditemui dilapangan yakni Sungai Citanduy dan Situ
Panjalu.

Tutupan Lahan Sub DAS Citanduy Hulu Tahun 2003 dan Tahun 2011
Data tutupan lahan Sub DAS Citanduy Hulu tahun 2003 dan tahun 2011
diperoleh dari hasil pengolahan citra (Gambar 4). Berdasarkan interpretasi citra
Landsat tahun 2003 diperoleh data mengenai luasan pada setiap tipe tutupan lahan
(Tabel 6). Tipe penutupan lahan Sub DAS Citanduy Hulu yang terluas adalah
semak belukar dengan luas 6949.74 ha dengan persentasi 27.46 %, tipe penutupan
lahan terluas kedua yaitu pertanian lahan kering 5512.72 ha, kemudian hutan
5251.41 ha, sawah 2954.27 ha, badan air 1955.97 ha, lahan terbuka 915.3 ha dan
luasan terkecil adalah permukiman yaitu 693.18 ha.
Tabel 6 Tutupan lahan Sub DAS Citanduy Hulu Tahun 2003 dan Tahun 2011
Luas tutupan lahan (ha)
No

Tipe tutupan lahan

Total

Perubahan tutupan
lahan
Total
2003-2011
2003-2011
(ha)
(%)
-1747.08
-33.27

2003

%

2011

%

5251.41

20.75

3504.33

13.84

693.18

2.74

1440.99

5.69

747.81

107.88

2910.46

98.52

1

Hutan

2

Permukiman

3

Sawah

2954.27

11.67

5864.73

23.17

4

21.78

6999.33

27.65

1486.61

26.97

5

Pertanian lahan kering 5512.72
6949.74
Semak belukar

27.46

3805.29

15.03

-3144.45

-45.25

6

Lahan terbuka

915.3

3.61

1592.82

6.29

677.52

74.02

7

Badan air

1955.97

7.73

1025.10

4.05

-930.87

-47.59

Berdasakan Tabel 6, interpretasi citra Landsat tahun 2011 diperoleh data
mengenai luasan pada setiap tipe tutupan lahan. Tipe penutupan lahan Sub DAS
Citanduy Hulu yang terluas adalah pertanian lahan kering dengan luas 6999.33 ha
dengan persentasi 27.65 %, tipe penutupan lahan terluas kedua yaitu sawah
5864.73 ha, kemudian semak belukar 3805.29 ha, hutan 3504.33 ha, lahan terbuka

9
1592.82 ha, permukiman 1440.99 ha dan luasan terkecil adalah badan air yaitu
1025.10 ha.

Gambar 4 Peta tutupan lahan Sub DAS Citanduy Hulu tahun 2003 dan
tahun 2011.
Perubahan Tutupan Lahan Sub DAS Citanduy Hulu Periode 2003-2011
Perubahan tutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang berubah pada
waktu yang berbeda karena faktor alami dan manusia (Lillesand dan Kiefer 1990).
Lo (1995) menyatakan bahwa deteksi perubahan lahan mencakup penggunaan
fotografi udara berurutan di wilayah tertentu dan dari data tersebut penggunaan
lahan untuk setiap waktu dapat dipetakan dan dibandingkan. Cambell (1983)
diacu dalam Lo (1995) juga menyatakan bahwa peta perubahan penggunaan lahan
dua periode waktu biasanya dapat dihasilkan dan dibandingkan. Berdasarkan hasil
interpretasi citra Landsat ETM+ tahun 2003 dan citra Landsat ETM+ tahun 2011
dapat diketahui bahwa terjadi perubahan tutupan lahan di Sub DAS Citanduy
Hulu yang cukup menonjol. Jenis, luas tipe penutupan lahan dan perubahannya
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 7 Perubahan tutupan lahan Sub DAS Citanduy Hulu (periode 2003-2011)
Penutupan
lahan
tahun 2003
Hutan
Permukiman
Sawah
Pertanian
lahan
kering
Semak
belukar
Lahan
terbuka
Badan air
Jumlah

Hutan

Permukiman

Penutupan lahan tahun 2011 (ha)
Pertanian
Semak
Lahan
Sawah
lahan
belukar
terbuka
kering
797.63
1311.02
497.68
295.72

2003.61

199.86

24.13

337.19

56.24

82.91

119.07

102.16

203.72

1499.97

246.42

312.58

98.39

1548.56

674.96

299.87

99.74
287.15
3504.33

Badan
air

Jumlah

145.89

5251.41

48.55

25.09

693.18

411.03

343.65

147.32

2954.27

2498.73

651.07

250.29

153.1

5512.72

1301.43

2651.76

1524.35

352.87

144.5

6949.74

251.44

199.22

39.15

70.06

179.21

76.48

915.3

50.52
1440.99

461.68
5864.73

169.34
6999.33

532.03
3805.29

122.53
1592.82

332.72
1025.1

1955.97
24232.59

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa tipe tutupan lahan hutan cukup menonjol.
Hutan di wilayah penelitian berlokasi di Kabupaten Tasikmalaya (Gunung

10
Galunggung dan kaki Gunung Cakrabhuwana) dan Kabupaten Ciamis yaitu
Gunung Syawal. Tahun 2003 luas wilayah hutan di wilayah penelitian adalah
sebesar 5251.41 ha berkurang sebesar 1747.08 ha menjadi 3504.33 ha di tahun
2011 dengan persentase pengurangan sebesar 33.27 %. Perubahan ini akibat
konversi hutan menjadi sawah dan pertanian kering. Tahun 2003 luas permukiman
di Sub DAS Citanduy Hulu adalah 693.18 ha, bertambah menjadi 1440.99 ha di
tahun 2011 dengan persentase penambahan 107.88 %. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Dinas Kependudukan Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis, hal
ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat.
Peningkatan jumlah penduduk tersebut mengakibatkan aktivitas domestik
meningkat dan kegiatan industri serta peternakan yang berada di areal
permukiman.
Luas sawah tahun 2003 hanya sebesar 2954.27 ha. Pada tahun 2011 luas
sawah sebesar 5864.73 ha bertambah 2910.46 ha. Penambahan luasan ini juga
merupakan konversi dari hutan dan semak belukar. Luas sawah paling banyak
berada di wilayah hulu yaitu Kecamatan Pagerageung, Ciawi dan Sukaresik.
Pertanian lahan kering di wilayah penelitian adalah sebesar 5512.72 ha,
bertambah sebesar 1486.61 ha menjadi 6999.33 ha di tahun 2011. Masyarakat
yang berada di Sub DAS Citanduy Hulu selain pertanian lahan basah yakni sawah,
masyarakat juga bercocok tanam pertanian lahan kering.
Semak belukar di Sub DAS Citanduy Hulu tahun 2003 sebesar 6949.74 ha
sedangkan semak belukar pada tahun 2011 sebesar 3805.29 ha, berkurang sebesar
3144.45 ha. Areal semak belukar tersebut beralih fungsi menjad sawah, pertanian
lahan kering dan permukiman, terutama di wilayah hulu yaitu Kecamatan
Pagerageung dan Kecamatan Panjalu yang dimanfaatkan sebagai areal peternakan.
Tahun 2003 luas wilayah lahan terbuka di wilayah penelitian hanya seluas 915.30
ha bertambah luasannya sebesar 677.52 ha di tahun 2011 menjadi 1592.82 ha.
Lahan terbuka berasal dari pembukaan lahan terutama semak belukar yang akan
dijadikan lahan pertanian seperti lahan sawah yang sudah kering dan badan air
yang semakin sempit. Tutupan lahan berupa badan air mengalami penurunan luas
pada tahun 2003 sampai 2011 yaitu sebesar 930.87 ha. Penurunan luas badan air
ini disebabkan karena fluktuasi debit air sehingga dapat mempengaruhi dalam
interpretasi citra. Badan air ini terdeteksi baik di wilayah Situ Panjalu dan aliran
Sungai Citanduy.
Perkembangan Kualitas Air Sungai Citanduy Hulu
Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 mengelompokkan kualitas air
menjadi beberapa golongan menurut peruntukannya. Penggolongan tersebut yaitu
kelas I (air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut), kelas II (air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain), kelas III (air yang peruntukannya
dapat digunakan untuk membudayakan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman dan atau untuk keperluan lain) dan kelas IV (air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan
lain). Berdasarkan penggolongan tersebut, kualitas air Sungai Citanduy Hulu

11
ditujukan untuk kebutuhan air bersih (kelas II). Seiring perkembangannya,
penggolongan terhadap kondisi kualitas air Sungai Citanduy Hulu bisa berubah
yang dipengaruhi faktor alami dan faktor manusia. Perkembangan kualitas air
Sungai Citanduy Hulu tersebut dapat diketahui dari sumber dan karakteristik
pencemaran serta perubahan kualitas air setiap tahunnya yang dilihat dari
beberapa parameter.
Sumber dan Karakteristik Pencemaran
Sumber pencemar perairan ada dua, yaitu point source (lokasi tertentu)
dan non point source (lokasi tak tentu/tersebar). Sumber pencemar point source
adalah pencemaran yang dapat diketahui secara pasti sumbernya, misalnya limbah
industri. Sumber pencemar non point source adalah pencemaran yang tidak
diketahui secara pasti sumbernya, yaitu pencemar dari daerah pertanian yang
masuk ke perairan bersama air hujan dan limpasan permukaan. Berdasarkan hasil
identifikasi, sumber pencemar di Sub DAS Citanduy berasal dari limbah domestik
(permukiman penduduk), aktivitas perindustrian, peternakan dan pertanian yang
tersebar di dua kabupaten yaitu Kabupaten Tasikmalaya yang meliputi Kecamatan
Kadipaten, Pagerageung, Ciawi serta Sukaresik dan Kabupaten Ciamis yaitu
Kecamatan Panjalu dan Panumbangan.
Sub DAS Citanduy Hulu merupakan wilayah yang semakin ke hilir jumlah
permukiman dan penduduk semakin banyak. Namun jumlah permukiman dan
penduduk tersebut tidak menjamin bahwa permukiman dan penduduk hilir yang
lebih banyak mencemari sungai dengan membuang limbah domestik. Limbah
domestik selain sampah juga terdapat limbah cair yang berasal dari aktivitas
manusia seperti mencuci, mandi dan buang hajat. Berdasarkan hasil wawancara
dengan jumlah responden 30 orang didapatkan data bahwa masyarakat di Sub
DAS Citanduy Hulu sebanyak 31.67% membuang sampah ke sungai, dibakar
sebanyak 23.33% dan dibuang ke tempat pembuangan sementara sebanyak 45%.
Masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah ke sungai disebabkan oleh
tidak adanya tempat pembuangan sementara dan petugas sampah, terutama di
Kecamatan Pagerageung dan Kecamatan Panumbangan. Hal ini mengakibatkan
banyak terlihat sampah menumpuk di pinggir sungai baik itu sampah organik
maupun sampah anorganik sehingga apabila terjadi hujan akan terbawa hanyut ke
sungai dan bisa menyebabkan banjir. Berdasarkan Donal W. S dan H. E Klei
(1979) diacu dalam Taufik (2003) limbah domestik tersebut dapat meningkatkan
parameter kualitas air terutama parameter zat padat terlarut, DO, BOD, fosfat dan
nitrat.

12

Gambar 5 Peta sebaran industri dan peternakan di Sub DAS Citanduy Hulu.
Sumber pencemar lainnya yaitu berasal dari limbah industri yang biasanya
bertempat di pinggir sungai seperti indutri tepung tapioka dan industri tahu tempe
yang jumlahnya 5 dan 21. Industri tepung tapioka hanya berada di Hulu Sub DAS
Citanduy Hulu yaitu di Kecamatan Pagerageung dan Kecamatan Panumbangan,
sedangkan industri tahu dan tempe berada di Kecamatan Ciawi. Kebanyakan
industri tahu dan tempe berkumpul pada satu wilayah atau kecamatan (Gambar 5).
Industri-industri yang ada membuang limbah cairnya ke sungai tanpa pengolahan
terlebih dahulu untuk mengurangi kadar limbahnya sehingga dapat meningkatkan
kualitas air terutama parameter zat padat terlarut, DO, BOD, nitrat dan pH Donal
(W. S dan H. E Klei 1979 diacu dalam Taufik 2003). Berdasarkan hasil
wawancara, setiap harinya setiap industri rata-rata menghasilkan ampas kering
sekitar 150 kg dari rata-rata 50 kg bahan yang digunakan. Ampas dari industri
tersebut dijual dan bisa digunakan untuk pakan ternak tetapi limbah cair yang
mengandung bahan organik dan anorganik yang berbahaya ataupun beracun yang
dihasilkan oleh industri tersebut tidak diolah dan langsung dibuang ke sungai.
Biaya pengolahan dan pembuangan limbah yang semakin mahal menyebabkan
jarangnya industri-industri tersebut membuat unit Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL). Penyebaran peternakan sapi dan ayam berada hampir di
sepanjang aliran Sungai Citanduy Hulu (Gambar 5). Limbah yang berasal dari
peternakan seperti kotoran, urin ataupun sisa pakan dapat menjadi sumber
pencemaran air Sungai Citanduy Hulu. Menurut Donal W. S dan H. E Klei (1979)
diacu dalam Taufik (2003) limbah tersebut dapat meningkatkan kualitas air
terutama parameter suhu, pH, BOD, nitrat dan fosfat. Limbah peternakan tersebut
hanya sebagian yang dibuang ke aliran Sungai Citanduy Hulu, ada beberapa
peternakan yang menjadikan limbah tersebut sebagai pupuk organik untuk
tanaman.
Sumber pencemar nonpoint source salah satunya berasal dari kegiatan
pertanian terutama meningkatnya luasan sawah di Kecamatan Pagerageung, Ciawi
dan Sukaresik. Menurut Sutamiharja (1978) kegiatan pertanian secara langsung
ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas perairan yang diakibatkan
oleh penggunaan bermacam-macam pupuk buatan dan pestisida. Pupuk yang
digunakan petani dalam kegiatan pertanian yaitu urea, ZA dan SP36. Penggunaan

13
pestisida dan pupuk tersebut dapat mencemari sungai, karena pupuk tersebut
hanya sebagian yang diserap oleh tanah dan terbawa oleh air aliran ataupun air
hujan dan bermuara di sungai. Kegiatan pertanian tersebut dapat meningkatkan
kualitas air terutama parameter suhu, zat padat tersuspensi, pH, nitrat dan fosfat
(Donal W. S dan H. E Klei 1979 diacu dalam Taufik 2003).
Perubahan Kualitas Air Sungai Citanduy Hulu
Kualitas air Sungai Citanduy Hulu selama kurun waktu 2003 sampai 2011
mengalami perubahan secara signifikan. Perubahan kualitas air tersebut
dipengaruhi oleh beberapa parameter fisika, kimia dan biologi. Hasil pengukuran
di titik pantau Panumbangan diketahui bahwa parameter kualitas air zat padat
tersuspensi pada tahun 2003, 2004, 2005, 2008, 2009 dan 2011, DO yang terjadi
pada tahun 2011, BOD yang terjadi pada tahun 2003, 2004, 2008, 2009 dan 2011
dan Fosfat yang terjadi pada tahun 2003, 2005 dan 2009 melebihi baku mutu air
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Peningkatan parameter
zat padat tersuspensi tersebut dipengaruhi oleh perubahan tutupan lahan hutan dan
kegiatan pertanian. Peningkatan parameter DO dan BOD dipengaruhi oleh
aktivitas domestik, industri dan peternakan sedangkan parameter fosfat
dipengaruhi oleh kegiatan pertanian dan peternakan. Perubahan parameter dan
hubungan antara parameter yang satu dengan yang lainnya, dan/atau antara satu
parameter dengan faktor-faktor diluar parameter yang dapat mempengaruhi
kualitas air, akan dibahas satu per satu pada sub bab berikut.
Suhu air
Berdasarkan hasil pemantauan selama kurun waktu 2003 sampai dengan
2011. Nilai suhu musim kemarau lebih tinggi dibanding musim hujan. Suhu air
pada musim kemarau berkisar antara 22.8°C sampai 25.4°C, sedangkan pada
musim kemarau lebih tinggi berkisan antara 24.1°C sampai 28.1°C (Tabel 8). Hal
ini sesuai pernyataan Effendi (2003) bahwa suhu badan air dipengaruhi oleh
musim, lintang dan ketinggian dari permukaan air laut. Pada musim kemarau yaitu
bulan Juni sampai September curah hujan sedikit sehingga suhu air cenderung
naik, sedangkan pada musim hujan yaitu bulan Oktober sampai April curah hujan
berlimpah maka suhu air cenderung turun.
Perbedaan suhu antar musim kemarau dan hujan juga disebabkan oleh
pertumbuhan penduduk serta akumulasi limbah rumah tangga, limbah industri,
pertanian dan peternakan yang berada pada aliran sungai. Menurut Soeparman M
dan Suparmin (2001) semakin meningkatnya jumlah industri dan aktivitas
manusia dapat mengakibatkan kenaikan suhu air dan waktu pengukuran juga
dapat mempengaruhi nilai suhu air karena adanya kemampuan air menyerap panas
dari lingkungannya.
Tabel 8 Suhu air Sungai Citanduy Hulu periode 2003 sampai 2011

Musim
kemarau
Musim hujan
PP 82 Tahun
2011 Kelas II

2003

2004

2005

Suhu Air (°C) di Tahun
2006
2007
2008

2009

2010

2011

25.8
25
Devia
si 3

28.1
25
Devia
si 3

26.3
23
Devia
si 3

24.3
22.8
Devia
si 3

24.9
25.4
Devia
si 3

27.9
24.6
Devia
si 3

24.1
23.9
Devia
si 3

27.3
25.4
Devia
si 3

26.4
24.7
Devia
si 3

14
Berdasarkan baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah
No. 82 Tahun 2001 kisaran nilai suhu air tersebut masih memenuhi baku mutu
dan dapat digunakan untuk semua kebutuhan seperti yang tercantum dalam
peraturan tersebut.
Zat padat terlarut
Zat padat terlarut yang paling rendah yaitu pada musim hujan dan nilai zat
padat terlarut yang tinggi yaitu pada musim kemarau (Tabel 9). Pada musim
kemarau jumlah air cenderung sedikit, sehingga zat padat terlarut pekat,
sedangkan pada musim hujan jumlah air banyak yang akan mengencerkan
partikel-partikel yang terbawa ke sungai. Nilai zat padat terlarut pada musim
kemarau, musim hujan berada dalam kisaran baku mutu air berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 82 tahun 2001, yaitu batas nilai TDS 1000 mg/l. Nilai baku mutu
ini menunjukkan bahwa berdasarkan kandungan padatan terlarut kondisi air
Sungai Citanduy Hulu dapat digunakan untuk semua keperluan yang tercantum
dalam peraturan pemerintah tersebut.
Tabel 9 Zat padat terlarut Sungai Citanduy Hulu periode 2003 sampai 2011

Musim
kemarau
Musim hujan
PP 82 Tahun
2001 Kelas II

Zat Padat Terlarut (mg/L) di Tahun
2006 2007
2008
2009
2010

2003

2004

2005

106
105

17
96

71
56

1.000

1.000

1.000

56
58
1000

2011

120
130

112
102

130
82

60
52

150
148

1.000

1.000

1.000

1.000

1.000

Zat padat tersuspensi
Kandungan zat padat tersuspensi pada musim hujan lebih besar
dibandingan kandungan pada musim kemarau (Tabel 10). Hal ini karena pada
musim hujan, erosi yang terjadi di Sub DAS Citanduy Hulu semakin tinggi dan
menyebabkan kekeruhan air yang tidak terlarut dan tidak mengendap seperti tanah
liat, bahan-bahan organik dan sel-sel mikroorganisme. Berdasarkan hasil
pengukuran, kandungan zat padat tersuspensi tahun 2003, 2004, 2005, 2008, 2009
dan 2011 berada diatas baku mutu kualitas air berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 82 Tahun 2001 Kelas II yaitu 50 mg/L. Dengan demikian dilihat dari kadar
zat padat tersuspensi, kualitas air di Sub DAS Citanduy Hulu berdasarkan PP No
82 Tahun 2001 tidak dapat digunakan sesuai peruntukkannya.
Tabel 10 Zat padat tersuspensi Sungai Citanduy Hulu periode 2003 sampai 2011

Musim
kemarau
Musim hujan
PP 82 Tahun
2001 Kelas II

Zat Padat Tersuspensi (mg/L) di Tahun
2006 2007
2008
2009
2010

2003

2004

2005

2011

36
76*

62*
196*

50*
70*

36
48

13
25

50*
206*

82*
120*

30
40

58*
97*

50

50

50

50

50

50

50

50

50

Oksigen Terlarut
Kandungan DO pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan pada musim
kemarau (Tabel 11). Pada musim kemarau yaitu bulan Juni sampai September
dimana curah hujan rendah maka kandungan DO juga semakin rendah berkisar

15
antara 4.50 – 7.40 mg/L, sedangkan pada musim hujan yaitu bulan Oktober
sampai April dimana curah hujan tinggi maka kandungan DO semakin tinggi
berkisar antara 3.70 – 7.80 mg/L. Hal ini disebabkan karena pada musim hujan
debit air melimpah sehingga membatu pengenceran limbah yang berasal dari
permukiman dan industri yang mengakibatkan banyaknya oksigen dari lingungan
yang masuk ke dalam air.
Tabel 11 Oksigen terlarut Sungai Citanduy Hulu periode 2003 sampai 2011

Musim
kemarau
Musim hujan
PP 82 Tahun
2001 Kelas II

Oksigen Terlarut (mg/L) di Tahun
2006 2007
2008
2009

2003

2004

2005

5.1
5.8

6.2
5.1

5.4
6.7

5.4
6.2

5.5
5.7

6.2
7.3

4

4

4

4

4

4

2010

2011

6
7.6

7.4
7.8

4.5
3.7*

4

4

4

Menurut PP No 82 Tahun 2001 batas minimum oksigen terlarut yang
diizinkan agar dapat memenuhi kriteria mutu air kelas dua adalah 4 mg/l. Tetapi
kandungan DO tahun 2011 berada dibawah nilai minimum kandungan DO untuk
menjamin kehidupan biota yaitu 3.70 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa air
sungai di Sub DAS Citanduy Hulu tahun 2011 tidak dapat digunakan sesuai
dengan peruntukannya.
Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Nilai BOD pada musim kemarau lebih tinggi dengan nilai max 3.80 mg/L
dibandingkan pada musim hujan dengan nilai max 5.20 mg/L (Tabel 12). Hal ini
disebabkan karena pada musim hujan, curah hujan tinggi dan air hujan yang
masuk ke dalam air juga tinggi yang mengakibatkan debit air tinggi pula. Debit air
yang tinggi ini dapat mengencerkan bahan pencemar organik yang berasal dari
aktivitas industri, permukiman dan peternakan sehingga menurunkan nilai BOD.
Tabel 12 BOD Sungai Citanduy Hulu periode 2003 sampai 2011

Musim
kemarau
Musim hujan
PP 82 Tahun
2001 Kelas II

BOD (mg/L) di Tahun
2006 2007
2008
2009

2010

2011

2.4
1.9

1.92
2.02

1.15
0.8

3.61*
0.41

3

3

2003

2004

2005

3.8*
2.6

3.6*
1.8
3

3

0.63
0.97

3.4*
5.2*

3.2*
2.2

3

3

3

3

3

Selain itu, nilai BOD juga memiliki hubungan negatif dengan kadar
oksigen. Dimana nilai DO pada musim kemarau rendah dan musim hujan tinggi
maka nilai BOD sebaliknya. Menurut PP No 82 Tahun 2001 kadar maksimum
BOD yang memenuhi kelas II adalah 3 mg/L sedangkan kadar rata-rata BOD
tahun 2003, 2004, 2008, 2009 dan 2011 (Tabel 12) Sub DAS Citanduy Hulu
melebihi batas BOD yang diperuntukkan untuk air kelas II.
pH
Nilai pH air normal adalah sekitar netral, yaitu antara ph 6 sampai 8,
sedangkan pH air yang terpolusi, misalnya air buangan berbeda-beda tergantung
dari jenis buangannya (Fardiaz 1992). Hasil pengukuran pH pada musim kemarau
maupun musim hujan mengalami fluktuasi yang tidak jauh berbeda setiap

16
tahunnya (Tabel 13). Nilai pH pada musim kemarau cenderung lebih tinggi
dibanding musim hujan, hal ini dikarenakan pada musim hujan debit air tinggi
sehingga bahan-bahan pencemar yang berasal dari buangan limbah rumah tangga
dan limbah industri serta penggunaan pupuk pada lahan pertanian seperti detergen,
amonia dan lain-lain terencerkan. Selain itu aktifitas fotosintesis, suhu air dan
kandungan anion dan kation yang ada dan terjadi pada saat pengambilan contoh
juga mempengaruhi naik dan turunnya pH. Nilai pH dari tahun 2003 sampai 2011
masih berada dalam baku mutu air normal untuk kehidupan karena kadar pH-nya
berada dalam kisaran 6-9 berdasarkan PP No.82 tahun 2001. Sehingga jika ditinjau
dari parameter pH kondisi kualitas air Sungai Citanduy Hulu masih tergolong baik
dan aman untuk dijadikan bahan baku air minum.
Tabel 13 pH Sungai Citanduy Hulu periode 2003 sampai 2011

Musim
kemarau
Musim hujan
PP 82 Tahun
2001 Kelas II

Derajat Kemasaman/pH di Tahun
2006
2007
2008
2009

2003

2004

2005

6.8
7.7

7.3
7.4

6.8
7.3

6
6.4

7
7.8

6.6
7.4

6-9

6-9

6-9

6-9

6–9

6-9

2010

2011

6.3
6.7

7.4
7.8

6.15
6.89

6-9

6-9

6-9

Nitrat
Berdasarkan hasil pengukuran dari tahun 2003 sampai 201, kadar nitrat
paling tinggi yaitu pada musim hujan dengan nilai min nitrat 0.27 mg/L dan nilai
max 3.05 mg/L sedangkan kadar nitrat paling rendah yaitu pada musim kemarau
dengan nilai kadar min 0.14 mg/L dan nilai max 2.66 mg/L (Tabel 14).
Peningkatan kandungan nitrat ini diduga berhubungan erat dengan aktivitas
pertanian yang merupakan sumber utama masuknya nitrat. Pemberian pupuk
terutama pupuk ZA dan urea dengan komposisi 300 kg dan 100 kg untuk luas
lahan 1 ha dapat meningkatkan produktifitas pertanian selain bermanfaat terhadap
peningkatan hasil pertanian juga memberikan dampak negatif berupa masuknya
nitrat ke alam.
Tabel 14 Nitrat Sungai Citanduy Hulu periode 2003 sampai 2011

Musim
kemarau
Musim hujan
PP 82 Tahun
2001 Kelas II

2003

2004

2005

Nitrat (mg/L) di Tahun
2006 2007
2008
2009

2010

2011

0.52
0.97

0.56
0.44

0.14
0.27

0.23
0.43

2.66
3.05

0.63
1.03

0.3
0.53

0.1
0.35

0.17
0.31

10

10

10

10

10

10

10

10

10

Pada musim hujan pupuk tersebut terbawa oleh air hujan dan hanya
sebagian yang diserap oleh tanah, sehingga akan mencemari Sungai Citanduy
Hulu. Selain itu, mengeringnya lahan pertanian pada musim kemarau terutama
sawah tadah hujan menyebabkan penggunaan pupuk berkurang dan menyebabkan
penurunan kadar nitrat pada musim kemarau. Pencemaran juga berasal dari
limbah peternakan (tinja dan urin) yang berada disepanjang aliran sungai
Citanduy Hulu dan limbah domestik. Nitrat tersebut terbentuk dari manusia jika
manusia membuang kotoran dalam air. Menurut PP No 82 Tahun 2001 kadar
maksimum nitrat yang diizinkan agar suatu perairan (sungai/saluran) dapat

17
memenuhi golongan air kelas II (air yang dapat digunakan sebagai bahan baku air
minum) adalah 10 mg/l, walaupun tahun 2007 nilai kadar nitrat paling tinggi,
tetapi nilai tersebut masih dibawah batas kadar maksimum nitrat.
Fosfat
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air tahun 2003 sampai 2011 nilai
parameter fosfat mengalami fluktuatif yang cukup signifikan (lihat Tabel 15).
Nilai fosfat musim hujan lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau.
Perbedaan ini disebabkan karena berbagai masukan pencemaran yang diterima
badan air dan luas daerah cakupannya. Pencemar tersebut akibat aktivitas
permukiman dan industri seperti detergen. Limpasan dari daerah pertanian yang
menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi
keberadaan fosfat terutama penggunaan pupuk SP36 (Super Phosphate 36)
sebanyak 100 kg untuk luas lahan 1 ha.
Tabel 15 Fosfat rata rata Sungai Citanduy Hulu periode 2003 sampai 2011

Musim
kemarau
Musim hujan
PP 82 Tahun
2001 Kelas II

2003

2004

2005

Fosfat (mg/L) di Tahun
2006
2007
2008
2009

2010

2011

0.07
1.09*

0.1
0.18

0.03
0.62*

0.03
0.07

0.01
0.01

0.05
0.14

0.17
0.38*

0.02
0.01

0.01
0.02

0.2

0.2

0.2

0.2

0.2

0.2

0.2

0.2

0.2

Menurut PP No 82 Tahun 2001 kadar maksimum yang diizinkan agar
suatu perairan (sungai/saluran) dapat memenuhi golongan air kelas II (air yang
dapat digunakan sebagai bahan baku air minum) adalah < 0.2 mg/l, sedangkan
kadar rata-rata fosfat tahun 2003, 2005 dan 2009 menunjukkan angka sebesar >
0.2 mg/L. Dengan demikian kualitas air Sungai Citanduy Hulu tahun 2003, 2005
dan 2009 belum dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya.
Status Mutu Air Berdasarkan Indeks Kualitas Air
Perhitungan Indeks Kualitas Air Sungai Citanduy Hulu pada tahun 2003
sampai tahun 2011 didapatkan hasil pada musim kemarau dan musim hujan
menunjukkan tingkat kualitas air termasuk dalam kategori sedang sampai baik.
Pada Tabel 16 menunjukkan bahwa selama kurun waktu 2003 sampai 2011
terlihat adanya penurunan kualitas air. Kualitas air musim kemarau lebih rendah
dibandingkan dengan musim hujan, terdapat beberapa parameter kualitas air di
musim kemarau menunjukkan nilai yang lebih tinggi seperti suhu, zat padat
terlarut dan BOD. Hal ini disebabkan perbedaan curah hujan yang mempengaruhi
debit air sungai. Pada musim kemarau dimana curah hujan rendah dan debit air
sedikit, sehingga mengakibatkan kepekatan pada beberapa parameter. Pada musim
hujan dimana curah hujan tinggi dan debit air tinggi pula membantu
mengencerkan beberapa parameter yang disebabkan oleh sumber pencemar. Debit
air sungai sangat berpengaruh dalam proses penguraian limbah organik yang
dapat terdegradasi/terurai sendiri atau self purification, sehingga nilai IKA dari
tahun 2003 sampai tahun 2011 pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan
pada musim hujan.

18
Tabel 16 Nilai Indeks Kualitas Air tahun 2003 sampai 2011
Tahun

Musim kemarau
Nilai

Kategori

Musim hujan
Nilai

Kategori

2003

70.76

Sedang

67.83

Sedang

2004

76.71

Baik

74.18

Baik

2005

74.16

Baik

74.91

Baik

2006

69.34

Sedang

73.58

Baik

2007

77.82

Baik

78.09

Baik

2008

74.17

Baik

77.79

Baik

2009

70.86

Sedang

76.5

Baik

2010

84.4

Baik

84.83

Baik

2011

63.91

Sedang

69.63

Sedang

Kategori kualitas air sungai dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2011
termasuk dalam kategori baik. Nilai IKA dari tahun 2003 sampai tahun 2011
menunjukkan perubahan yang fluktuatif. Nilai IKA dari tahun ke tahun mulai dari
tahun 2003 sampai tahun 2011 rata-rata mengalami penurunan kualitas air
meskipun nilainya tidak terlalu jauh. Kondisi kualitas air terbaik Sungai Citanduy
Hulu terjadi pada tahun 2007 dengan nilai IKA 79.28, kemudian dari tahun 2007
sampai 2011 terjadi penurunan sehingga nilai IKA Sungai Citanduy tahun 2011
menjadi 70.42 se