Aplikasi Pothole Untuk Lahan Sawah Pada Program Swat Untuk Menduga Debit Sungai Sub Das Citanduy Hulu, Jawa Barat

APLIKASI POTHOLE UNTUK LAHAN SAWAH PADA
PROGRAM SWAT UNTUK MENDUGA DEBIT SUNGAI
SUB DAS CITANDUY HULU, JAWA BARAT

PRADHANA RYANDIKA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Pothole untuk
Lahan Sawah pada Program SWAT untuk Menduga Debit Sungai Sub Das
Citanduy Hulu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015

Pradhana Ryandika
NIM F44110047

ABSTRAK
Pradhana Ryadika. Aplikasi Pothole untuk Lahan Sawah pada Program SWAT
untuk Menduga Debit Sungai Sub Das Citanduy Hulu, Jawa Barat. Dibimbing oleh
ASEP SAPEI.
SWAT merupakan perangkat lunak yang terintegrasi di dalam MapWindows
GIS, dan merupakan perangkat lunak yang bersifat terbuka (open source) sehingga
telah dikembangkan dan digunakan secara luas di berbagai negara. SWAT dapat
digunakan untuk melakukan analisis debit sungai suatu DAS suatu wilayah. Tujuan
penelitian ini adalah menguji penerapan modul pothole pada model SWAT guna
mendapatkan hasil analisis hidrologi yang lebih baik di daerah sub DAS Citanduy
Hulu. Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret hingga Juli 2015 di wilayah Sub
DAS Citanduy Hulu. Penelitian dimulai dengan melakukan deliniasi peta DEM.
Kemudian pembentukan Hydrological Respons Unit (HRU), lalu simulasi model

SWAT yang dilakukan dengan data periode tahun 2004-2007. Model pothole yang
telah terkalibrasi menghasilkan rata-rata debit harian sungai sebesar 85.64 m3/det
dan debit bulanan 87.14 m3/det. Proses validasi menghasilkan nilai rata-rata debit
harian 95.62 m3/det dan debit bulanan sebesar 96.33 m3/det.
Kata Kunci : Sub DAS Citanduy Hulu, SWAT, GIS, pothole, kalibrasi dan
validasi

ABSTRACT
Pradhana Ryandika. Application of Pothole in Rice Field Module on SWAT
Program for Estimating Upstream Discharge of Upper Citanduy Subwatershed
River, West Java. Supervised by ASEP SAPEI.
SWAT is a software that integrated in MapWindows GIS, and an open source
software that has been developed and used widely in many countries. SWAT can
be used to analyze the river discharge in a watershed. The goal of this research was
to evaluate the application of pothole module in SWAT model to get better analysis
result in the Upper Citanduy Subwatershed. This research was conducted from
March until July 2015. This research was started with a delineation of DEM map,
establishment of Hydrological Respons Unit (HRU), and simulation of SWAT
model using data of 2004-2007. The calibrated pothole model produced the mean
of daily discharge of 85.84 m3/s and monthly discharge of 87.14 m3/s. The

validation process produced the mean of daily discharge of 95.62 m3/s and monthly
discharge of 96.33 m3/s.
Keywords : Upper Citanduy watershed, SWAT, GIS, pothole, calibration and
validation

APLIKASI POTHOLE UNTUK LAHAN SAWAH PADA
PROGRAM SWAT UNTUK MENDUGA DEBIT SUNGAI
SUBDAS CITANDUY HULU, JAWA BARAT

PRADHANA RYANDIKA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah Aplikasi Pothole untuk Lahan Sawah
pada Program SWAT untuk Menduga Debit Sungai Sub Das Citanduy Hulu, Jawa
Barat.
Terima kasih penulis diucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS selaku
dosen pembimbing yang selalu membimbing dan mengarahkan dalam penyelesaian
skripsi ini dan kepada Dr. Ir. Meiske Widyarti, M.Eng dan Sutoyo, S.TP, M.Si
selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan banyak masukan dalam
penulisan skripsi ini, juga kepada staf Tata Usaha Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan dan Staf UPT (Unit Pelayanan Terpadu) Fakultas Teknologi Pertanian
yang telah membantu dalam hal administrasi. Terimakasih yang sebesar-besarnya
diucapkan kepada orang tua serta Aulia Rahma yang selalu mendukung dan
mendoakan, juga kepada teman-teman satu bimbingan Agung Trinanda, Giovani
Septiana, Eva Yunita, Arif Alfarisi, dan Achmad Hafiz Wahdah yang selalu
mendukung dan membantu penyelesaian skripsi ini. Demikian pula kepada bapak
Iwan Ridwansyah dan Eris Setianto yang telah membantu proses pengumpulan data
hingga proses analisis dilakukan, serta teman-teman angkatan 48 di Departemen

Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor untuk setiap semangat dan
dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan di
bidang Teknik Sipil dan Lingkungan.

Bogor, September 2015

Pradhana Ryandika

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian


2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Siklus Hidrologi

2

Sistem Informasi Geografis

3

Soil and Water Assesment Tool (SWAT)

4

Soil and Water Assesment Tool – Calibration and Uncertainty Program
(SWAT-CUP)


5

Pothole untuk Lahan Sawah

6

METODE PENELITIAN

6

Waktu dan Tempat

6

Alat dan Bahan

7

Tahapan Penelitian


7

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

10

Proses Deliniasi dan Karakteristik Sub DAS

11

Simulasi Debit Harian dan Bulanan

14

Kalibrasi dan Validasi Model Simulasi Tanpa Pothole


16

Aplikasi Pothole untuk Lahan Sawah

18

Analisis Nilai Variabel Tanpa Pothole dan Dengan Pothole

23

SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran


24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

27
28

DAFTAR TABEL
1 File data input pada SWAT untuk analisis hidrologi
2 Penggunaan lahan Sub Das Citanduy Hulu
3 Sebaran jenis tanah Sub DAS Citanduy Hulu
4 Kemiringan lahan Sub DAS Citanduy Hulu
5 Nilai variabel tiap proses

9
12
13
14
23

DAFTAR GAMBAR
1 Siklus hidrologi
2 Skema pothole
3 Lokasi Sub DAS Citanduy hulu
4 Diagram Alir Penelitian
5 Peta deliniasi Sub DAS Citanduy Hulu
6 Peta penggunaan lahan Sub DAS Citanduy Hulu
7 Peta sebaran jenis tanah Sub DAS Citanduy Hulu
8 Peta kemiringan lahan Sub DAS Citanduy Hulu
9 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian sebelum
proses kalibrasi
10 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan sebelum
proses kalibrasi
11 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian tanpa pothole
setelah proses kalibrasi
12 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan tanpa pothole
setelah proses kalibrasi
13 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian tanpa pothole
setelah proses validasi
14 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan tanpa pothole
setelah proses validasi
15 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian dengan pothole
sebelum proses kalibrasi
16 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan dengan pothole
sebelum proses kalibrasi
17 Hubungan debit simulasi dan observasi harian sebelum kalibrasi
18 Hubungan debit simulasi dan observasi bulanan sebelum kalibrasi
19 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian dengan pothole
setelah proses kalibrasi
20 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan dengan pothole
setelah proses kalibrasi
21 Hubungan debit simulasi dan observasi harian setelah kalibrasi
22 Hubungan debit simulasi dan observasi bulanan setelah kalibrasi
23 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian dengan pothole
setelah proses validasi

3
6
7
10
11
12
13
14
15
15
16
16
17
17
18
18
19
19
20
20
21
21
22

24 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan dengan pothole
setelah proses validasi
22
25 Hubungan debit simulasi dan observasi harian setelah validasi
23
26 Hubungan debit simulasi dan observasi bulanan setelah validasi
24

DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai input Parameter Kalibrasi

27

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu daeah yang dibatasi oleh
topografi secara alami dimana air hujan yang jatuh diatasnya akan mengalir keluar
melalui suatu outlet yang sama. DAS dapat dipandang sebagai suatu kesatuan
sistem hidrologi, dimana interaksi antar komponen sumberdaya dalam DAS dapat
digambarkan melalui suatu siklus/pergerakan air. DAS Citanduy dengan luas
352080 ha merupakan salah satu DAS di Jawa Barat yang kondisinya kritis, kondisi
kekritisan ini ditunjukkan oleh kondisi penutupan lahan yang semakin menyusut
(Sanudin dan Priambodo 2013). Masalah yang ada pada DAS Citanduy merupakan
masalah kekeringan. Pada tahun 2005, debit air sungai Citanduy hanya 20 m3/dt
dan hanya mampu mengairi lahan persawahan seluas 22479 ha. Karena terjadi
penurunan, diperkirakan hanya dapat mengairi lahan seluas 13765 ha (DIGILIB
2005).
SWAT (Soil and Water Assesment Tool) adalah model hidrologi yang
dikembangkan untuk memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap output
debit, sedimen, muatan pestisida dan kimia hasil pertaniaan. Untuk menjalankan
model diperlukan data berupa data spasial yang berupa peta tanah, peta kemiringan
lahan, dan peta jaringan aliran sungai. Data penunjang yang digunakan berupa data
debit sungai, data curah hujan, data iklim pada suatu daerah.
Para peneliti di Asia (Xie dan Cui 2011) telah menerapkan SWAT untuk DAS
yang mengandung sawah menggunakan modul pothole. Modul ini dikembangkan
untuk merubah perhitungan mengenai water balance untuk lahan padi yang
disamakan dengan tanaman lainnya. Oleh sebab itu penelitian ini diarahkan untuk
menerapkan aplikasi pothole untuk lahan sawah pada simulasi debit program
SWAT sehingga didapatkan hasil analisis hidrologi yang lebih baik.
Pothole, yang memiliki arti lubang berbentuk kerucut berlubang, adalah satu
daerah yang dapat menerima sebagian dari limpasan permukaan dari HRU yang
terkait. SWAT mengasumsikan sawah dapat tumbuh di area ini. Maka, sawah pada
HRU jenis ini diasumsikan berbentuk kerucut, dan permukaan airnya berubah
berdasarkan kedalaman atau volume air (Neitsch et al. 2001).
Perumusan Masalah
Permodelan SWAT padi aktual (tanpa pothole) telah mendapatkan hasil R2
dan NS (Nash Sutchiffe) yang masih kurang dari yang di harapkan karena belum
memperhitungkan lahan persawahan sehingga diterapkan pothole dan model
SWAT dapat digunakan pada sub DAS Citanduy Hulu. Hal yang harus ditinjau
dalam penelitian ini adalah bagaimana cara menerapkan pothole pada program
SWAT dan membandingkan hasilnya dengan program SWAT tanpa pothole
sehingga dapat digunakan untuk kawasan yang memiliki lahan sawah dan dapat
memberikan output debit yang lebih baik.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengaplikasikan modul pothole guna
memprediksi hasil analisis hidrologi yang lebih baik di daerah Sub DAS Citanduy
Hulu.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu memberikan
informasi mengenai debit DAS Citanduy Hulu dan pengaplikasian pothole guna
mendapatkan model SWAT efektif untuk DAS yang mengandung sawah. Informasi
tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Instansi terkait untuk menyusun
rencana pengelolaan Sub DAS Citanduy Hulu.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan simulai debit Sungai
Citanduy Hulu dalam periode waktu 2004-2007. Simulai memperhitungkan
keadaan topografi lahan, perubahan tata guna lahan, jenis tanah, kemiringan lereng,
dan kondisi iklim. Simulasi juga dilakukan dengan aplikasi pothole pada
pembentukan HRU lahan sawah dalam periode waktu yang sama. Kemudian
memperhitungkan beberapa parameter hidrologi yang berpengaruh untuk kalibrasi
model agar mendapatkan validitas model dalam periode waktu yang ditentukan.

TINJAUAN PUSTAKA
Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi merupakan proses pengeluaran air dan perubahannya
menjadi uap air yang mengembun kembali menjadi air yang berlangsung terus
menerus tiada henti. Sebagai akibat terjadinya sinar matahari maka timbul panas.
Dengan adanya panas ini maka air akan menguap menjadi uap air dari semua tanah,
sungai, danau, telaga, waduk, laut, kolam, sawah, dan lain-lain dan prosesnya
disebut penguapan (evaporation). Penguapan juga terjadi pada semua tanaman
yang disebut transpirasi (transpiration).

3

Sumber: wikipedia.org
Gambar 1 Siklus hidrologi
Siklus hidrologi dimulai dengan penguapan air dari laut. Uap yang dihasilkan
dibawa oleh udara yang bergerak. Dalam kondisi yang memungkinkan, uap tersebut
terkondensasi membentuk awan, pada akhirnya dapat menghasilkan presipitasi.
Presipitasi jatuh ke bumi menyebar dengan arah yang berbeda-beda. Sebagian besar
dari presipitasi tersebut sementara bertahan pada tanah di dekat tempat ia jatuh, dan
akhirnya dikembalikan lagi ke atmosfir oleh penguapan dan pemeluhan oleh
tanaman. Sebagian air mencari jalannya sendiri melalui permukaan dan bagian atas
tanah menuju sungai, sementara lainnya menembus masuk lebih jauh ke dalam
tanah menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Dibawah pengaruh gaya
gravitasi, baik aliran air permukaan (surface streamflow) maupun air dalam tanah
bergerak ke tempat yang lebih rendah yang dapat mengalir ke laut. Namun,
sejumlah besar air permukaan dan air bawah tanah dikembalikan ke atmosfer oleh
peguapan dan pemeluhan sebelum sampai ke laut (Linsley et al. 1989).
Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS)
merupakan sistem yang dapat mempermudah atau memberikan bantuan terhadapat
informasi spasial (keruangan). SIG adalah sistem berbasis komputer yang
digunakan untuk memasukan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan
mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi keruangan untuk berbagai
tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan (Burrough 1986).
Aplikasi GIS digunakan dalam berbagai keperluan informasi keruangan,
selama data yang digunakan memiliki referensi geografi. Pada pelaksanaannya, GIS
digunakan untuk melakukan pengolahan data peta digital yang memiliki sistem
koordinat sendiri. Sistem koordinat merupakan pendefinisian suatu titik awal dari
pembuatan peta. Sistem koordinat di Indonesia terdiri dari sistem koordinat

4
geografis dan sistem koordinat Universal Transverse Mecator (UTM). Kedua
sistem koordinat tersebut memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Pada
koordinat geografis, bumi dibagi menurut garis khayal yang biasa disebut dengan
garis lintang (latitude/paralell) dan garis bujur (longitude/meridian). Pada sistem
koodinat UTM permukaan bumi dibagi ke dalam 60 bagian zona bujur dan setiap
zona dibatasi oleh 2 meridian selebar 6° yang memiliki meridian tengah sendiri.
Zona 1 sampai 60 dimulai dari 180°-174°, 174°-168° BB dan seterusnya, sampai
174°-180° BT. Pada wilayah Indonesia terdapat sembilan zona yaitu zona 46-54
(Gandasasmita et al. 2003).
Soil and Water Assesment Tool (SWAT)
Soil and Water Assessment Tools yang disingkat SWAT adalah model
prediksi untuk skala daerah aliran sungai (DAS). SWAT dikembangkan untuk
memprediksi dampak praktek pengolahan lahan (land management practices)
terhadap air, sedimen, dan bahan kimia pertanian yang masuk ke sungai atau badan
air pada suatu DAS yang kompleks dengan tanah, penggunaan lahan dan
pengelolaannya yang bermacam-macam sepanjang waktu yang lama. SWAT
adalah untuk memprediksi pengaruh jangka panjang, bukan memprediksi hasil
untuk suatu kejadian hujan atau suatu peristiwa banjir.
SWAT merupakan model hidrologi berbasis proses fisik (physical based
model), sehingga memungkinkan sejumlah proses fisik yang berbeda untuk
disimulasikan pada suatu DAS. Proses fisik yang berhubungan dengan pergerakan
air, sedimen, pertumbuhan tanaman, siklus hara dan sebagainya yang terjadi pada
DAS yang disimulasikan model SWAT. Untuk mensimulasikan proses tersebut
model memerlukan informasi spesifik tentang iklim, sifat-sifat tanah, topografi,
vegetasi dan praktek pengolahan lahan yang terjadi. Proses dimodelkan SWAT
yang terjadi didalam DAS didasarkan pada neraca air. Persamaan neraca yang
berlaku pada model SWAT sebagai berikut :
SWt = SW0 + ∑

=�

(





−� −�



�)

(1)

Dimana:
SWt = Kandungan air tanah akhir (mm)
Swo = Kandungan air tanah permulaan hari 1 (mm)
t = Waktu (hari)
Rday = Jumlah curah hujan pada hari i (mm)
Qsurf = Jumlah aliran permukaan pada hari i (mm)
Ea = Jumlah evapotranspirasi pada hari i (mm)
Wseep = Jumlah air yang masuk ke dalam zone vadose pada profil tanah pada hari
i (mm)
Qgw = Jumlah air yang merupakan air kembali (mm).
SWAT merupakan model terdistribusi yang terhubung dengan Sistem
Informasi Geografis (SIG) dan mengintegrasikan Spatial DSS (Decision Support
System). Model SWAT dioperasikan pada interval waktu harian dan dirancang
untuk memprediksi dampak jangka panjang dari praktek pengelolaan lahan

5
terhadap sumberdaya air, sedimen dan hasil agrochemical pada DAS besar dan
komplek dengan berbagai skenario tanah, penggunaan lahan dan pengelolaan
berbeda (Pawitan 2004). Pada bagian sebelum proses, model SWAT menyediakan
satu set lengkap alat untuk delineasi DAS, definisi dan pengeditan input manajemen
hidrologi dan pertanian, menjalankan program, dan kalibrasi model (George dan
Leon 2007).
SWAT telah banyak digunakan di Amerika Serikat dan Eropa (Gassman et
al. 2007). Selain itu, SWAT semakin digunakan di Asia karena sifatnya yang
fleksibel. Para peneliti di Asia telah menerapkan SWAT untuk DAS yang
mengandung sawah menggunakan modul pothole (Xie dan Cui 2011). Mereka telah
mengembangkan algoritma untuk padi sawah terkait kedalaman penggenangan
pada tahun 2011. Kang et al. (2006) telah mengembangkan algoritma yang
memperhitungkan perkolasi pada genangan air di sawah. Hasilnya sesuai selama
masa penggenangan. Modul ini di SWAT memungkinkan untuk genangan di unit
respon hidrologi (HRUs), yang terjadi di lahan sawah. Di SWAT, HRUs adalah
daerah yang terdiri dari penggunaan lahan homogen, dengan pengelolaan lahan dan
karakteristik tanah di sub-DAS. Sakaguchi et al. (2014) dalam SWAT 2009, hanya
satu HRU per sub-DAS dapat ditetapkan sebagai pothole. Jadi, ambang ‘persentase
kelas tanah atas penggunaan lahan daerah' didefinisikan sebagai 50% dalam proses
definisi HRU. Fraksi daerah HRU yang mengalir ke lubang (POT FR) ditetapkan
untuk 100%, Rata-rata runoff pada sawah (POT_TILE) 5 mm/24 jam, dan
kedalaman air genangan maksimum (POT VOLX) ditetapkan untuk 100 mm.
Soil and Water Assesment Tool – Calibration and Uncertainty Program
(SWAT-CUP)
SWAT-CUP merupakan program komputer yang digunakan untuk proses
kalibrasi model hidrologi SWAT. SWAT-CUP digunakan untuk melakukan
analisis sensitivitas, kalibrasi, validasi, dan analisis ketidakpastian pada model
hidrologi. SWAT-CUP memiliki empat buah program yaitu SUFI2, GLUE, ParaSol,
dan MCMC. Penelitian kali ini digunakan metode kalibrasi Sequential Uncertainty
Fitting version 2 (SUFI2).
SWAT-CUP dengan metode SUFI2 memiliki 3 bagian penting dalam
melakukan proses klaibrasi, diantaranya calibration inputs, executable file, dan
calibration outputs. Calibration inputs merupakan bagian awal dari proses kalibrasi,
yaitu pemasukan data. Bagian ini terdiri dari Par_inf.txt, SUFI2_swEdit.def,
File.Cio, dan Absolute_SWAT_Values.txt, serta sub bagian pemasukan data,
diantaranya adalah Observation, Extraction, Objective Function, dan No
Observation. Executable file merupakan bagian proses yang digunakan untuk
melakukan perintah kalibrasi, bagian ini terdiri dari SUFI2_pre.bat, SUFI2_run.bat,
SUFI2_post.bat, dan SUFI2_Extract.bat. Pada bagian calibration outputs dapat
dilihat hasil dari proses kalibrasi yang telah dilakukan. Bagian ini terdiri dari 95ppu
plot, 95ppu No Observed plot, Dotty Plots, Best_par.txt, Best_Sim.txt, Goal.txt,
New_pars.txt, Summary_Stat.txt. Pemilihan parameter dilakukan berdasarkan halhal yang terkait dengan limpasan permukaan (surface runoff), limpasan bawah
permukaan (subsurface runoff), aliran air bawah tanah (groundwater flow), struktur
tanah, dan tekstur tanah (Abbaspour 2008).

6
Pothole untuk Lahan Sawah
SWAT telah banyak digunakan di Amerika Serikat dan Eropa (Gassman et
al. 2007). Selain itu, SWAT semakin digunakan di Asia dengan menerapkan modul
pothole untuk DAS yang mengandung sawah. Bentuk pothole adalah kerucut
dimana pada SWAT lahan sawah disimulasikan seperti pot berlubang berbentuk
kerucut. Penerapan pothole digunakan untuk menghitung tata air lahan sawah yang
tidak bisa disamakan dengan tanaman lain.

Sumber: Sakaguchi et al. (2014)
Gambar 2 Skema pothole
Kang et al. (2006) telah mengembangkan algoritma yang memperhitungkan
perkolasi pada genangan air di sawah. Hasilnya sesuai selama masa penggenangan.
Xie dan Cui (2011) telah mengembangkan algoritma untuk padi sawah terkait
kedalaman penggenangan. Modul ini di SWAT memungkinkan untuk genangan di
unit respon hidrologi (HRUs), yang terjadi di lahan sawah. Di SWAT, HRU adalah
daerah yang terdiri dari penggunaan lahan homogen, dengan pengelolaan lahan dan
karakteristik tanah di sub-DAS. Sakaguchi et al. (2014) dalam SWAT 2009, hanya
satu HRU per sub DAS dapat ditetapkan sebagai pothole. Jadi, ambang 'persentase
kelas tanah atas penggunaan lahan daerah' didefinisikan sebagai 50% dalam proses
definisi HRU. Fraksi daerah HRU yang mengalir ke lubang (POT_FR) ditetapkan
untuk 100%, Rata-rata runoff pada sawah (POT_TILE) 5 mm/24 jam, dan
kedalaman air genangan maksimum (POT VOLX) ditetapkan untuk 100 mm.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Sub DAS Citanduy Hulu dari bulan Maret hingga
bulan Juli 2015. Kawasan Sub DAS Citanduy Hulu berada di Provinsi Jawa Barat
secara geografis terletak pada 107°59'54,6"- 108°35'50,1" BT dan 7°7'21,7"7°23'27,8"LS.

7

U

Lokasi

SKALA 1:2500000
Gambar 3 Lokasi Sub DAS Citanduy hulu
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah laptop core i5 yang telah
dilengkapi software Microsoft Office 2013, Global Mapper, Mapwindows dengan
plug-in MWSWAT 2012, SWAT Editor, SWAT-CUP dan MapWindows
menggunakan aplikasi pothole. Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah
peta tinjau dengan skala 1:100.000, peta rupa bumi dengan skala 1:25.000, peta
DEM (Digital Elevation Model) dengan resolusi 30 meter, peta penggunaan lahan
tahun 2007 dan peta tanah yang didapat dari PUSLIT Limnologi LIPI. Data
penunjang lainnya adalah data debit sungai Citanduy Hulu tahun 2002-2007 yang
didapat dari PUSAIR KEMEN-PU, peta jaringan aliran sungai yang didapat dari
software MWSWAT 2012, data curah hujan harian tahun 2002-2007 dan data iklim
kabupaten Bandung tahun 2002-2007 yang didapat dari BMKG. Data debit tahun
2004-2006 digunakan untuk proses kalibrasi dan data tahun 2007 digunakan untuk
proses validasi.
Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu pengumpulan data
sekunder, pengolahan data dan penyusunan laporan. Tahapan kegiatan yang
dilakukan dalam penelitian ini diawali dengan pengumpulan data-data terkait yang
akan digunakan untuk proses analisis. Data yang dikumpulkan berasal dari internet,
PUSAIR KEMEN-PU, Puslit Limnologi-LIPI, dan BMKG.
Setelah data didapat, tahap berikutnya yaitu pengolahan data. Pengolahan data
aliran sungai sub DAS Citanduy Hulu dilakukan dengan menggunakan permodelan
SWAT. Data yang menjadi bahan input berupa data tanah, data iklim, peta tata guna
lahan, dan hidrologi telah disiapkan pada proses pengumpulan data di input ke
dalam data input file. Tahapan kegiatan analisis adalah sebagai berikut:

8
1.

Proses Delineasi Sub DAS
Proses delineasi menggunakan data DEM SRTM dengan resolusi 30 meter
yang diolah menggunakan perangkat lunak MWSWAT. Daerah observasi akan
didelineasi berdasarkan batas topografi alami DAS. Metode yang digunakan dalam
proses delineasi adalah metode threshold, di mana besar kecil nilai threshold yang
digunakan akan menentukan jumlah jaringan sungai yang terbentuk.
2.
Pembentukan HRU (Hydrological Response Unit)
Wilayah hidrologi dibentuk berdasarkan pembuatan Hydrological Response
Unit (HRU) pada aplikasi SWAT. HRU mengambarkan pengaruh suatu wilayah
terhadap faktor hidrologi yang terjadi pada wilayah tersebut, pembagian wilayah
tersebut berdasarkan karakteristik tanah, tata guna lahan, dan kemiringan lahan.
3.
Simulasi Debit Harian dan Bulanan
Setelah HRU dibentuk, input data iklim yang telah di format ke dalam bentuk
weather generator (WGN) ke dalam MWSWAT 2012. Setelah data iklim dapat
dijalankan, model SWAT bisa disimulasi
4.
Kalibrasi dan validasi Model
Debit simulasi yang didapat dari proses running program MWSWAT 2012
kemudian dikalibrasi dan divalidasi menggunakan software SWAT-CUP 2012.
Kalibrasi dan validasi ini dilakukan dengan metode SUFI2 (Sequential Uncertainty
Fitting version 2). Metode ini bekerja dengan memasukan parameter hidrologi
dengan cara trial and error. Sebelum dilakukan kalibrasi, terlebih dahulu diketahui
nilai NS dan R2 dari debit harian hasil simulasi SWAT. Nilai NS (Nash-Sutcliffe)
diartikan sebagai objective function tujuan optimasi. Cara menentukan nilai NS
menggunakan persamaan (2).
∑ �−�̂

� = 1 − [∑ �−�̅̅̅ ]

(2)

Dimana:
NS = Nilai koefisien Nash-Sutcliffe
y = Debit observasi (m3/dt)
�̂ = Debit hasil simulasi (m3/dt)
�̅ = Rata-rata debit observasi (m3/dt)
Kalibrasi ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai R2 dan NS (NashSutcliffe ). Simulasi dianggap baik jika nilai NS > 0.75, memuaskan jika 0.36 < NS
< 0.75, serta kurang baik jika NS < 0.36 (Neitsch 2004). Untuk melihat keakuratan
pola hasil keluaran model dengan hasil observasi lapangan digunakan koefisien
determinasi atau persamaan linear R2. Apabila R2 mendekati 1 maka terdapat pola
hubungan yang erat antara hasil prediksi model dengan hasil observasi lapangan.
Nilai R2 ditentukan menggunakan persamaan (3).
2

=

[∑�= (� ��,� −�̅ ��,� )(��� ,� −�̅�� ,� )]
∑�= (� ��,� −�̅ ��,� ) ∑�= � ��,�−�̅ ��,�

Dimana:
R2 = Koefisien determinasi
3
,� = Debit observasi (m /dt)
3
��,� = Debit hasil simulasi (m /dt)

(3)

9
̅
̅

��,�
,�

= Debit simulasi rata-rata (m3/dt)
= Debit observasi rata-rata (m3/dt)

Model SWAT menggunakan lebih dari 500 parameter hidrologi untuk
kalibrasi. Pada kalibrasi ini digunakan software SWAT-CUP 2012. Tidak semua
parameter digunakan pada tahap kalibrasi. Pemilihan parameter dilakukan dengan
cara melakukan studi literatur terhadap parameter yang sering digunakan dalam
model SWAT. Nilai dari parameter tersebut dikalibrasi dengan cara trial and error
untuk mendapatkan nilai terbaik yang dapat dilihat dari hasil NS dan R2 nya. File
data input yang terdapat di software SWAT-CUP disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 File data input pada SWAT untuk analisis hidrologi
Nama file
CIO
COD
FIG
BSN
SUB
HRU
GW
RTE
CROP
URBAN
PCP
TMP
SLR
HMD
WGN
SOL
MGT

Fungsi
File untuk mengontrol data input dan output
Mengontrol file input dan output
Mengidentifikasi jaringan hidrologi sungai
Mengontrol keragaman parameter di tingkat DAS
Mengontrol keragaman parameter di tingkat sub DAS
Mengontrol keragaman parameter di tingkat HRU
File air bawah tanah
File pergerakan air, sedimen, hara dan pestisida
File parameter tumbuh tanaman
File data lahan terbangun atau urban area
File data curah hujan harian
File temperatur udara maksimum dan minimum harian
File radiasi matahari harian
File kelembaban udara harian
File data generator iklim
File data tanah
File pengolahan dan penutupan lahan

Sumber : Neitsch et.al. 2004

Tahapan selanjutnya yaitu proses validasi. Validasi dilakukan dengan
memasukkan nilai parameter terbaik hasil kalibrasi. Setelah model SWAT
terkalibrasi dan di validasi, nilai R2 dan NS yang diperoleh dianalisis kembali
dengan nilai aplikasi pothole untuk lahan sawah. Sehingga nilai output yang
dihasilkan lebih akurat.
5.
Aplikasi Pothole untuk Lahan Sawah
Setelah simulasi Model SWAT terkalibrasi dan validasi sesuai dengan data
yang telah di input. Berikutnya dilakukan simulasi kedua menggunakan modul
pothole. Perbedaan dari simulasi yang pertama dan kedua ini adalah simulasi
pertama merupakan simulasi yang tidak diterapkan pothole dimana lahan sawah
disamakan dengan jenis tanaman lainnya. Oleh sebab itu dilakukan simulasi pothole
untuk lahan sawah dimana POT_FR, POT_TILE, dan POT_VOLX akan dirubah
nilainya sesuai dengan data yang telah di running pada simulasi pertama. Sehingga

10
diperoleh perbandingan nilai debit antara simulasi tanpa pothole dan simulasi
pothole. Berikut disajikan diagram alir penelitian pada Gambar 4.
Mulai

Pengumpulan dan
persiapan data sekunder
DAS Citanduy Hulu

Simulasi SWAT

Tanpa
Pothole

Diterapka
n Pothole

Kalibrasi
dan
Validasi

Kalibrasi
dan
Validasi

Output Debit

Output Debit

R2 dan NS

Pembandingan
Nilai

R2 dan NS

Gambar 4 Diagram alir penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Sub Daerah Aliran Sungai Citanduy Hulu merupakan bagian dari DAS
Citanduy yang terbagi menjadi 6 sub-DAS yaitu Citanduy Hulu, Ciseel, Cimuntur,
Cijolang, Cikawung, dan Kawunganten. Lokasi penelitian di hulu DAS Citanduy
yang terletak pada bagian utara Kabupaten Ciamis, dan memiliki luas sekitar
68125.12 ha. Outlet yang dipilih adalah Pos Duga air stasiun Pataruman yang

11
terletak di koordinat 7°23'00" LS dan 108°33'00" BT. Outlet ini merupakan stasiun
pengukur debit Sungai Citanduy bagian hulu.
Proses Deliniasi dan Karakteristik Sub DAS Citanduy Hulu
Pada tahap awal dilakukan deliniasi menggunakan peta DEM SRTM dengan
resolusi 30x30 m, koordinat titik outlet pengukuran debit, peta batas sub das dan
peta jaringan aliran sungai. Proses deliniasi adalah proses yang dilakukan untuk
membagi daerah tangkapan menjadi beberapa daerah tangkapan air (DTA). Setelah
dilakukan deliniasi, Sub DAS Citanduy Hulu diperoleh 63 daerah tangkapan. Peta
deliniasi disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Peta deliniasi Sub DAS Citanduy Hulu
Selanjutnya dilakukan pembentukan HRU (hydrological response unit) yang
merupakan kumpulan data input yang berupa karakteristik-karakteristik DAS. Pada
tahap ini dilakukan overlay antara hasil peta DEM, peta penggunaan lahan, serta
peta tanah. Selain dapat melakukan analisis hidrologi berdasarkan karakteristik
tanah dan penggunaan lahan yang spesifik, proses ini berguna dalam melakukan
pemasukan data slope (kemiringan). Peta penggunaan lahan Sub DAS Citanduy
Hulu disajikan pada Gambar 6.

12

Gambar 6 Peta penggunaan lahan Sub DAS Citanduy Hulu
Jenis penggunaan lahan pada DAS Citanduy Hulu dikelompokkan menjadi
beberapa macam penggunaan lahan seperti pemukiman, sawah, hutan tanaman,
tubuh air, semak/belukar, hutan, dan pertanian lahan kering. Penggunaan lahan
paling besar dari total luas wilayah sub DAS adalah untuk pertanian lahan kering
dengan persentase cakupan wilayah sebesar 39.12%.
Tabel 2 Penggunaan lahan Sub Das Citanduy Hulu
Tutupan Lahan

Hutan
Hutan Tanaman
Pemukiman
Pertanian Lahan Kering
Sawah
Semak Belukar
Tubuh Air
Total

Luas
ha

5561.98
7995.16
6537.07
26652.88
20460.94
519.22
397.87
68125.12

%

8.16
11.74
9.60
39.13
30.03
0.76
0.58
100.00

Jenis tanah di sub DAS Citanduy Hulu terlihat pada Gambar 7 dan
didominasi oleh aluvial dengan persentase 38.19% dan jenis tanah yang paling
sedikit adalah histosol dengan persentase 9.45%.

13

Gambar 7 Peta Sebaran jenis tanah Sub DAS Citanduy Hulu
Tabel 3 Sebaran jenis tanah Sub DAS Citanduy Hulu
Sebaran Tanah
Aluvial
Histosol
Latosol
Regosol
Total

Luas
ha
26014.21
6438.16
16180.09
19492.66

68125.12

%
38.19
9.45
23.75
28.61
100.00

Kelas kemiringan lahan memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Peta
kemiringan lahan dapat dilihat pada Gambar 8. Luas lahan dengan kemiringan 815% mencapai 25.81%, sedangkan yang kemiringannya 16-25% sebanyak 23.97%.
Hal ini menunjukkan bahwa lahan Sub DAS cukup landai. Data kemiringan lereng
disajikan pada Tabel 4.

14

Gambar 8 Peta kemiringan lahan Sub DAS Citanduy Hulu
Tabel 4 Kemiringan lahan Sub DAS Citanduy Hulu
Kemiringan Lereng (%)
45
Total

Luas
ha

13293.51
17581.63
16331.12
14265.57
6653.28
68125.12

%

19.51
25.81
23.97
20.94
9.77
100.00

Simulasi Debit Harian dan Bulanan
Tahap berikutnya yaitu melakukan simulasi permodelan SWAT tahun 20042006. Pada simulasi SWAT ini dilakukan periode pemanasan selama 2 tahun.
Periode pemanasan atau the number of years skip (NYSKIP) diperlukan untuk hasil
pendugaan yang lebih baik. Tanpa periode pemanasan, model cendrung menaksir
hasil terlalu tinggi pada permulaan simulasi model (Leo et al. 2013). Input data
iklim berupa data curah hujan harian, suhu maksimum dan minimum, kelembaban
udara, penyinaran matahari, dan kecepatan angin. Data-data iklim tersebut
dimasukkan ke dalam MWSWAT 2012 dalam format .wgn (weather generator).
Data tersebut akan di running sehingga diperoleh data debit simulasi harian dan
bulanan. Proses simulasi menghasilkan perbandingan debit simulasi dan debit
observasi yang disajikan pada Gambar 9.

0,0

900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

20,0
40,0
2

R = 0.4695 60,0
NS = 0.2334
80,0
100,0
120,0

Curah Hujan (mm)

Debit (m3/det)

15

140,0

Hari
Curah Hujan

Observasi

Simulasi

Gambar 9 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian sebelum proses
kalibrasi

0
5
10
15
20
25
30
35

200,00
150,00
100,00
50,00

11/01/2006

09/01/2006

07/01/2006

05/01/2006

03/01/2006

09/01/2005

07/01/2005

05/01/2005

03/01/2005

01/01/2005

11/01/2004

09/01/2004

07/01/2004

05/01/2004

03/01/2004

01/01/2004

0,00

01/01/2006

R2 = 0.7141
NS = 0.2523
11/01/2005

Debit (m3/det)

250,00

Curah Hujan (mm)

Hasil simulasi debit harian sebelum kalibrasi lalu dibandingkan dengan data
debit observasi yang berasal dari PUSAIR KEMEN-PU dan diperoleh nilai R2
0.4695 dan efisiensi NS 0.2334. Jika dilihat dari literatur nilai NS tersebut berada
dalam kategori kurang memuaskan. Model ini juga belum mampu menggambarkan
debit puncak dalam waktu yang sama dengan data observasi. Grafik perbandingan
debit simulasi bulanan dan data debit observasi bulanan disajikan pada Gambar 10.

Bulan
Curah Hujan

OBSERVASI

SIMULASI

Gambar 10 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan sebelum proses
kalibrasi

Bila simulasi debit bulanan sebelum kalibrasi dibandingkan dengan debit
observasi bulanan maka diperoleh nilai R2 0.7141 dan efisiensi NS 0.2523. Nilai ini
termasuk ke dalam kategori kurang memuaskan, sehingga diperlukan kalibrasi
parameter dan kemudian validasi agar data debit simulasi pada permodelan SWAT
memiliki nilai yang lebih mendekati nilai debit observasi.

16
Kalibrasi dan Validasi Model Simulasi Tanpa Pothole
Kalibrasi dan validasi model SWAT yang dilakukan pada penelitian ini
menggunakan SWAT-CUP 2012 dengan metode SUFI2 (Sequential Uncecrtainty
Fitting). Perhitungan dilakukan dengan cara trial and error. Pada tahap ini
dilakukan kalibrasi beberapa parameter yang dianggap sensitif dan dianggap dapat
mempengaruhi hasil secara signifikan. Terdapat 18 parameter yang dianggap
sensitif dan disajikan pada Lampiran 1.
Data debit obsevasi yang dimasukkan sebagai input ke dalam model adalah
data tahun 2004-2006. Setelah kalibrasi dilakukan maka nilai R2 dan NS simulasi
harian menjadi 0.5281 dan 0.3056 dan simulasi bulanan 0.7132 dan 0.2688. Hasil
ini menandakan bahwa model termasuk ke dalam kategori kurang memuaskan. Hal
ini dapat terjadi karena R2 merupakan index validitas yang mengukur kebaikan
suatu nilai atau goodness of fit dari persamaan regresi, sehingga persentase variasi
total data dalam variabel terikat yang dijelaskan oleh variabel bebas diharuskan
memiliki karakteristik atau fluktuasi sebaran yang sama (Rau, 2012). Dalam kasus
analisis debit di sub das Citanduy Hulu fluktuasi sebaran debitnya tidak sama maka
dihasilkan nilai NS yang kurang memuaskan. Grafik perbandingan debit simulasi
dan debit observasi harian dan bulanan setelah dilakukan kalibrasi parameter
disajikan pada Gambar 11 dan 12.
0,0
20,0
40,0
R2 = 0.5281 60,0
NS = 0.3056 80,0
100,0
120,0
140,0

Curah Hujan (mm)

Debit (m3/det)

1000
800
600
400
200

0

Hari
Curah Hujan

Observasi

Simulasi

Gambar 11 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian tanpa pothole setelah

0
5
10
15
20
25
30
35

200,00

150,00
100,00
50,00

11/01/2006

09/01/2006

07/01/2006

05/01/2006

03/01/2006

09/01/2005

07/01/2005

05/01/2005

03/01/2005

01/01/2005

11/01/2004

09/01/2004

07/01/2004

05/01/2004

03/01/2004

01/01/2004

0,00

01/01/2006

R2 = 0.7132
NS = 0.2866
11/01/2005

Debit (m3/det)

250,00

Curah Hujan (mm)

proses kalibrasi

Bulan
Curah Hujan

OBSERVASI

SIMULASI

Gambar 12 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan tanpa pothole
setelah proses kalibrasi

17

900

0

800

10

700

20

600

30

500

40

400

50

300

60

R2 = 0.4599
NS = 0.4578

200

70

100

80

0

90

Curah Hujan (mm)

Debit (m3/det)

Tahap selanjutnya adalah melakukan validasi permodelan dengan data debit
observasi tahun 2007. Nilai parameter yang digunakan pada saat kalibrasi
digunakan kembali pada proses validasi. Validasi dilakukan dengan program
SUFI2 pada SWAT-CUP hanya dengan mengganti nilai debit observasi tahun
2004-2006 menjadi data tahun 2007 kedalam programnya. Grafik perbandingan
debit simulasi dan debit observasi harian dan bulanan yang telah divalidasi
disajikan pada Gambar 13 dan 14.

Hari
Curah Hujan

Observasi

Simulasi

Gambar 13 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian tanpa pothole setelah
250

0

200

5
10

150

15
100

2

R = 0.9051
NS = 0.8988

50

20
25

0

Curah Hujan (mm)

Debit (m3/det)

proses validasi

30

Bulan
Curah Hujan

Observasi

Simulasi

Gambar 14 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan tanpa pothole
setelah proses validasi

Pada proses validasi diperoleh nilai R2 0.4599 dan NS 0.4578 untuk hasil
validasi simulasi harian. Untuk hasil simulasi bulanan dihasilkan nilai R2 0.9051
dan NS 0.8988. Dengan demikian model masuk kategori amat baik dan dapat
digunakan. Hasil simulasi tanpa pothole ini akan dibandingkan dengan simulasi

18
kedua dengan aplikasi pothole untuk lahan sawah sehingga terlihat perbedaan
antara kedua simulasi yang dilakukan dan nantinya akan dihasilkan output debit
yang lebih akurat.
Aplikasi Pothole untuk Lahan Sawah

0

900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
01/01/2004

20
40
2

R = 0.5061 60
NS = 0.2703 80
100
120

Curah Hujan (mm)

Debit (m3/det)

Penerapan pothole untuk lahan sawah dilakukan dengan mengubah nilai
parameter POT_FR, POT_TILE, dan POT_VOLX. Nilai POT_FR diperoleh dari
persentase HRU yang terbentuk pada lahan sawah sebesar 100%. Nilai POT_TILE
yang digunakan sebesar 5 mm/24 jam dan nilai POT_VOLX sebesar 100 mm. Data
ini akan di running menggunakan SWAT EDITOR untuk memperoleh hasil data
debit harian dan bulanan yang baru. Proses simulasi menghasilkan perbandingan
debit simulasi dan debit observasi harian dan bulanan yang disajikan pada Gambar
15 dan 16.

140
01/01/2005

01/01/2006

Hari
Curah Hujan

Observasi

Simulasi

Gambar 15 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian dengan pothole

Debit (m3/det)

250,00

0
5
10
15
20
25
30
35

200,00
150,00
100,00

R2 = 0.7183
NS = 0.2954

50,00

11/01/2006

09/01/2006

07/01/2006

05/01/2006

03/01/2006

01/01/2006

11/01/2005

09/01/2005

07/01/2005

05/01/2005

03/01/2005

01/01/2005

11/01/2004

09/01/2004

07/01/2004

05/01/2004

03/01/2004

01/01/2004

0,00

Curah Hujan (mm)

sebelum proses kalibrasi

Bulan
Curah Hujan

Observasi

Simulasi

Gambar 16 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan dengan pothole
sebelum proses kalibrasi

19
Hasil simulasi pothole untuk lahan sawah yang telah dilakukan mengalami
perubahan terhadap nilai simulasi pada model tanpa pothole. Walaupun nilai
perubahan tidak terlalu besar tetapi berpengaruh terhadap nilai R2 dan NS untuk
harian yaitu 0.5061 dan 0.2703 sedangkan untuk simulasi bulanan adalah 0.7183
dan 0.2954. Model menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Grafik
perbandingan hubungan debit observasi dan simulasi model tanpa pothole dan
model dengan pothole sebelum kalibrasi disajikan pada Gambar 17 dan 18 .

Tanpa Pothole
y = 0.5487x + 11.341
R² = 0.4695

800
600
400
200
0

0

500

1000

Debit Simulasi (m3/det)

Debit Simulasi (m3/det)

1000

Pothole
1000
800 y = 0.4736x + 19.927
R² = 0.5061
600
400
200
0
0

(m3/det)

Debit Observasi

500

1000

Debit Observasi (m3/det)

Gambar 17 Hubungan debit simulasi dan observasi harian sebelum kalibrasi

Pothole

250
y = 0.5745x + 8.3327
R² = 0.7141

200
150
100
50
0
0

100

200

Debit Observasi

(m3/det)

300

Debit Simulasi (m3/det)

Debit Simulasi (m3/det)

Tanpa Pothole
250

y = 0.5764x + 8.0543
R² = 0.7183

200
150
100
50
0
0

100

200

Debit Observasi

300

(m3/det)

Gambar 18 Hubungan debit simulasi dan observasi bulanan sebelum kalibrasi
Selanjutnya dilakukan kalibrasi dan validasi pada model dengan pothole
dengan cara yang sama menggunakan SWAT-CUP dan input parameter yang sama
dengan simulasi tanpa pothole yaitu 18 parameter sensitif yang telah ditentukan.
Hasil kalibrasi menghasilkan nilai R2 dan NS sebesar 0.5315 dan 0.3400 untuk
kalibrasi harian lalu 0.7199 dan 0.3096 untuk kalibrasi bulanan. Model menunjukan
hasil yang kurang memuaskan. Grafik perbandingan debit simulasi dan debit
observasi harian dan bulanan setelah kalibrasi disajikan pada Gambar 19 dan 20.

20
0

900
800

Debit (m3/det)

40

600

R2 = 0.5315 60
NS = 0.3400

500
400

80

300

100

200

Curah Hujan (mm)

20

700

120

100
0
01/01/2004

140
01/01/2005

01/01/2006

Hari
Curah Hujan

Observasi

Simulasi

Gambar 19 Grafik perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian dengan
pothole setelah proses kalibrasi
0

250

Debit (m3/det)

10
150

15

100

20
25

R2 = 0.7199
NS = 0.3096

50

Curah Hujan (mm)

5

200

30
35
11/01/2006

09/01/2006

07/01/2006

05/01/2006

03/01/2006

01/01/2006

11/01/2005

09/01/2005

07/01/2005

05/01/2005

03/01/2005

01/01/2005

11/01/2004

09/01/2004

07/01/2004

05/01/2004

03/01/2004

01/01/2004

0

Bulan
Curah Hujan

Observasi

Simulasi

Gambar 20 Grafik perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan dengan
pothole setelah proses kalibrasi

Hasil kalibrasi model simulasi pothole termasuk ke dalam kategori kurang
memuaskan meskipun terjadi perubahan nilai R2 dan NS pada kedua simulasi.
Grafik perbandingan hubungan debit observasi dan simulasi tanpa pothole dan
dengan pothole setelah kalibrasi disajikan pada Gambar 21 dan 22.

21

700 y = 0.4871x + 19.692
600
R² = 0.5281
500
400
300
200
100
0
0
500

Debit Observasi

Pothole

1000

Debit Simulasi (m3/det)

Debit Simulasi (m3/det)

Tanpa Pothole
700
600
500
400
300
200
100
0

y = 0.5122x + 19.592
R² = 0.5315

0

(m3/det)

500

1000

Debit Observasi

(m3/det)

Gambar 21 Hubungan debit simulasi dan observasi harian setelah kalibrasi

300

Pothole

y = 0.5750x + 8.2533
R² = 0.7158

200

100
0
0

100

200

Debit Observasi

300

(m3/det)

Debit Simulasi (m3/det

Debit Simulasi (m3/det)

Tanpa Pothole

y = 0.5788x + 7.9911
R² = 0.7199

300
200
100
0
0

100

200

Debit Observasi

300

(m3/det)

Gambar 22 Hubungan debit simulasi dan observasi bulanan setelah kalibrasi
Proses kalibrasi yang belum memuaskan dilanjutkan ke tahap validasi. Tahap
validasi dilakukan pada program SWAT-CUP dengan mengganti debit observasi
kalibrasi dengan debit observasi validasi. Proses validasi yang dilakukan
didapatkan hasil R2 dan NS untuk simulasi harian sebesar 0.5022 dan 0.4989 lalu
hasil simulasi bulanan 0.9075 dan 0.9040. Hasil yang didapatkan menunjukkan
model dalam kategori memuaskan dan dapat digunakan. Hasil validasi dapat dilihat
pada grafik perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian dan bulanan
yang telah divalidasi yang disajikan pada Gambar 23 dan 24.

Debit (m3/det)

900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

0
10
20
30
40
50
60
70
80
90

R2 = 0.5022
NS = 0.4989

Curah Hujan (mm)

22

Hari
Curah Hujan

Observasi

Simulasi

Gambar 23 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian dengan pothole
0
5
10
15
20
25
30

250

Debit (m3/det)

200
150

R2 = 0.9075
NS = 0.9040

100
50
0

Curah Hujan

Bulan
Observasi

Curah Hujan (mm)

setelah proses validasi

Simulasi

Gambar 24 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan dengan pothole
setelah proses validasi

Nilai R2 dan NS pada tahap validasi mengalami perubahan signifikan. Grafik
perbandingan hubungan debit observasi dan simulasi tanpa pothole dan dengan
pothole setelah validasi disajikan pada Gambar 25 dan 26.

600

Pothole

y = 0.4615x + 48.429
R² = 0.4599

400
200

0
0

500

1000

Debit Observasi (m3/det)

Debit Simulasi (m3/det)

Debit Simulasi (m3/det)

Tanpa Pothole
600
400

y = 0.4974x + 43.913
R² = 0.5022

200
0
0

500

1000

Debit Observasi (m3/det)

Gambar 25 Hubungan debit simulasi dan observasi harian setelah validasi

23

Pothole

250
200

Debit Simulasi (m3/det)

Debit Simulasi (m3/det)

Tanpa Pothole
y = 0.8896x + 6.5797
R² = 0.9051

150
100
50
0
0

50

100

150

Debit Observasi

250
y = 0.8632x + 11.43
R² = 0.9075

200
150
100
50
0
0

200

(m3/det)

50

100

150

Debit Observasi

200

(m3/det)

Gambar 26 Hubungan debit simulasi dan observasi bulanan setelah validasi
Analisis Nilai Variabel Tanpa Pothole dan Dengan Pothole
Setelah simulasi model SWAT dilakukan dapat dilihat perbedaan nilai R2 dan
NS antara metode tanpa pothole dan dengan metode aplikasi pothole. Nilai ini dapat
dilihat pada Tabel 5. Terlihat bahwa aplikasi pothole untuk lahan sawah memiliki
nilai yang lebih baik dibandingkan dengan model SWAT tanpa pothole. Hal ini
dikarenakan perubahan nilai input POT_FR, POT_TILE, dan POT_VOLX yang
memiliki dampak besar terhadap penggunaan lahan sawah di daerah Sub DAS
Citanduy Hulu.
Tabel 5 Nilai variabel tiap proses
Tanpa pothole
Proses

Harian

Bulanan
NS

R2

NS

R2

Sebelum Kalibrasi

0.4695

0.2334

0.7141

0.2523

Setelah Kalibrasi
Validasi

0.5281
0.4599

0.3056
0.4578

0.7158
0.9051

0.2688
0.8988

Pothole
Proses

Harian
R

2

2

Bulanan
NS

NS

R

Sebelum Kalibrasi

0.5061

0.2703

0.7183

0.2954

Setelah Kalibrasi
Validasi

0.5315
0.5022

0.3400
0.4989

0.7199
0.9075

0.3096
0.9040

Model SWAT tanpa pothole yang telah dikalibrasi menghasilkan nilai ratarata simulasi debit harian di sub DAS Citanduy Hulu sebesar 82.82 m3/det dan nilai
rata-rata debit observasi sebesar 129.59 m3/det, untuk hasil debit bulanan dihasilkan
rata-rata debit sebesar 83.19 m3/det. Model SWAT yang telah divalidasi
menghasilkan nilai rata-rata debit harian di sub DAS Citanduy Hulu sebesar 93.71

24
m3/det dan nilai rata-rata debit observasi sebesar 98.11 m3/det sedangakan untuk
hasil debit bulanan dihasilkan rata-rata debit bulanan sebesar 94.07 m3/det.
Model SWAT dengan aplikasi pothole yang telah dikalibrasi menghasilkan
nilai rata-rata simulasi harian sebesar 85.64 m3/detik dan nilai rata-rata debit
bulanan sebesar 87.14 m3/det. Model SWAT dengan pothole yang telah di validasi
diperoleh nilai rata-rata debit harian sebesar 95.62 m3/det dan nilai rata-rata debit
bulanan sebesar 96.33 m3/det. Dengan ini bisa disimpulkan bahwa model SWAT
dengan pothole bekerja dengan baik karena simulasi model menghasilkan nilai
debit yang lebih naik dan lebih akurat daripada simulasi tanpa penerapan pothole.
Untuk itu, modul pothole untuk lahan sawah dapat digunakan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Model SWAT tanpa pothole dan dengan aplikasi pothole dapat bekerja
dengan baik. Model mampu menduga besarnya debit sungai dengan baik. Aplikasi
pothole untuk lahan sawah pada sungai sub das Citanduy Hulu dapat dilakukan
dalam model SWAT sehingga hasil debit yang diperoleh lebih akurat dari model
yang belum diterapkan pothole. Aplikasi pothole yang dikalibrasi menghasilkan
nilai R2 sebesar 0.5315 dan koefisien NS sebesar 0.3400 untuk data harian dan
menghasilkan rata-rata debit harian sungai sebesar 85.64 m3/det. Model juga
dilakukan menggunakan data bulanan sehingga nilai R2 sebesar 0.7199 dan
koefisien NS sebesar 0.3096. Rata-rata debit bulanan sungai sebesar 87.14 m3/det.
Model SWAT dengan aplikasi pothole setelah validasi menghasilkan nilai
harian R2 sebesar 0.5022 dan NS sebesar 0.4989. Nilai rata-rata debit harian sugai
yang telah divalidasi adalah 95.62 m3/det. Untuk data bulanan, nilai R2 sebesar
0.9075 dan koefisien NS sebesar 0.9040 sehingga diperoleh nilai rata-rata debit
bulanan sebesar 96.33 m3/det.
Saran
Diperlukan pengembangan atau peninjauan lebih lanjut mengenai penerapan
pothole karena simulasi debit pada pothole untuk lahan sawah belum menunjukkan
keadaan sebenarnya
Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menerapkan simulasi sawah
yang sudah menunjukkan keadaan sawah sebenarnya agar hasil permodelan yang
diperoleh lebih akurat.

25

DAFTAR PUSTAKA
Abbaspour KC. 2008. SWAT-CUP2: SWAT Calibration and Uncertainty Programs.
Duebendorf: Department of Systems Analysis, Integrated Assessment and
Modelling (SIAM), Eawag, Swiss Federal Institute of Aquatic Science and
Technology.
Burrough P, 1986. Principle of Geographical Information System for Land
Resources Assesment, Oxford, Claredon Press.
DIGILIB. 2005. 8.177 ha Area Sawah Terancam Kekeringan. Di dalam: Jejaring
Perpustakaan Online Air Minum dan Penyehatan Lingkungan [Internet].
DIGILIB. 2005 Jun 20. Jakarta [tanggal akses 10 Agustus 2015].
Gandasasmita K, Hadi SA, Saroinsong FB. 2003. Data structure developing for
land resources information storage and management (in Indonesian). The
10th National Seminar of Persada, 3-4 July 2003. Nikko Hotel, Jakarta
Gassmann PW, Reyes MR, Green CH, Arnold JG. 2007. The soil and water assessment tool: historical development, applications, and future research
directions. Trans. ASABE 50 (4), 1211–1250.
George C, Leon LF. 2007. Waterbase: SWAT in Open source GIS. The Open
Hydrologi Journal. Bentham Scie