Strategi Penanggulangan Sedimen Di Sub-DAS Citanduy Hulu Provinsi Jawa Barat Dengan Menggunakan Model SWAT

(1)

SAID KARIM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

STRATEGI PENANGGULANGAN SEDIMEN DI

SUB-DAS CITANDUY HULU PROVINSI JAWA BARAT


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Penanggulangan Sedimen Di Sub-DAS Citanduy Hulu Provinsi Jawa Barat Dengan Menggunakan Model SWAT adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2014 Said Karim NRP. F451120051


(3)

RINGKASAN

SAID KARIM. Strategi Penanggulangan Sedimen Di Sub-DAS Citanduy Hulu Provinsi Jawa Barat Dengan Menggunakan Model SWAT. Dibimbing oleh NORA H. PANDJAITAN sebagai ketua dan ASEP SAPEI sebagai anggota komisi pembimbing.

Permasalahan yang terjadi di Sub-DAS Citanduy Hulu adalah banyaknya sedimen dan penurunan kualitas air. Hal ini memicu permasalahan lainnya seperti banjir dan kekurangan air baku, serta permasalahan kesehatan. Oleh karena itu perlu dilakukan penanggulangan sedimen di Sub-DAS Ciatnduy Hulu. Dengan menggunakan model Soil and Water Assessment Tool (SWAT) dapat diketahui besarnya sedimen hasil erosi yang terendapkan di outlet dan selanjutnya dapat disusun skenario penanggulangan dengan menggunakan check dam sebagai struktur bangunan pengendali sedimen.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah (1) menganalisis sedimen di Sub-DAS Citanduy Hulu dengan model SWAT; (2) menyusun strategi pengendaliannya dengan menggunakan check dam sebagai bangunan pengendali sedimen. Penelitian ini dilakukan di wilayah Sub-DAS Citanduy Hulu Provinsi Jawa Barat dan dilaksanakan mulai bulan Juni 2013 hingga Februari 2014.

Luas Sub-DAS Citanduy Hulu adalah 270.918,26 ha dan terletak pada ketinggian antara 16-2192 m dpl. Pos dugaan air Bendung Manganti merupakan outlet Sub-DAS Citanduy Hulu.

Berdasarkan peta tutupan lahan tahun 2011 teridentifikasi sembilan klasifikasi penggunaan lahan, yaitu; semak belukar, hutan, perkebunan, ladang/tegalan, pemukiman, sawah, lahan pertanian, perairan dan hutan pinus. Pelaksanaan penelitian terbagi dalam empat tahap yaitu: (1) tahap pengumpulan data, (2) tahap pengolahan data input, (3) tahap penggunaan model SWAT, dan (4) tahap penyajian data dan analisis. Tahap penggunaan model SWAT terdiri dari (1) penentuan batas DAS secara otomatis (Automatic Watershed Delineation), (2) pembentukan HRU, (3) SWAT Setup and Run, dan (4) kalibrasi.

Dari hasil kalibrasi model dapat diidentifikasi 13 parameter yang sensitif yaitu: ALPHA_BF, ALPHA_BNK, GW_REVAP, GWQMN, GW_DELAY, CH_N1, CH_N2, CH_K1, CH_K2, CN2, USLE_P, SLSUBBSN, HRU_SLP. Berdasarkan hasil analisis dengan model SWAT jumlah sedimen di outlet Sub-DAS Citanduy Hulu sebesar 81.351.783, 23 ton/tahun. Hasil analisis model SWAT dengan menggunakan skenario pengendalian berupa check dam, yang ditempatkan pada sungai utama di Sub-DAS Citanduy Hulu, menunjukkan bahwa jumlah sedimen di outlet Sub-DAS Citanduy Hulu menurun sebesar 29.557.556 ton/tahun atau menurun lebih dari 64%.

Kata kunci: check dam, kontrol sedimen, model SWAT, sedimen, Sub-DAS Citanduy Hulu


(4)

SUMMARY

SAID KARIM. Sediment Control Strategy at Upper Citanduy Sub-Watershed West Java Province Using SWAT Model. Supervised by NORA H. PANDJAITAN as chairman and ASEP SAPEI as member of advisory commitee.

Sedimentation and degradation of water quality are major problems in Upper Citanduy Sub-Watershed (UCSW). It cause flood, water shortage as well as health problems. According to this, sediment control strategy is needed to reduce the sediment yield in river outlet. Soil and Water Assessment Tool (SWAT) could be used to analyze sediment yield at Citanduy river outlet , and the result was used to develop a sediment control strategy using check dam.

The objectives of this study were (1) to analyze sediment at Upper Citanduy Sub-Watershed using SWAT model and (2) to develop sediment control strategy using check dam as a sediment control structure. The study was conducted in basin area of the UCSW West Java Province from June 2013 to February 2014.

The area of Upper Citanduy Sub-Watershed is approximately 270,918.261 ha and located 16-2192 m above mean sea level. Manganti station is the outlet of UCSW.

Based on land use map of 2011, it was classified nine land use types i.e. scrub, forest, plantation, pasture, settlement, paddy field, agricultural land, lake and pine forest. The research implementation were divided into four phase i.e. (1) data collection, (2) input data processing, (3) runing SWAT model and (4) data layout and analysis. Utilization of SWAT models were consisted of (1) Automatic Watershed Delineation, (2) constructing HRU, (3) SWAT setup and run, and (4) calibration.

From calibration proses 13 sensitive parameters could be identified i.e. ALPHA_BF, ALPHA_BNK, GW_REVAP, GWQMN, GW_DELAY, CH_N1, CH_N2, CH_K1, CH_K2, CN2, USLE_P, SLSUBBSN, HRU_SLP. The result of SWAT model analysis showed that sediment yield at the outlet of UCSW was 81.351.783,23 tons per year. The result of SWAT model analysis using check dam, as a sediment control structure was placed on the main river of UCSW, showed that sediment at the outlet UCSW could be reduced 29.557.556 tons per year or reduced more than 64%.

Key words: check dam, sediment, sediment control, SWAT model, Upper Citanduy Sub-Watershed,


(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(6)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

STRATEGI PENANGGULANGAN SEDIMEN DI

SUB-DAS CITANDUY HULU PROVINSI JAWA BARAT

DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT

SAID KARIM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(7)

(8)

Judul Tesis : Strategi Penanggulangan Sedimen Di Sub-DAS Citanduy Hulu Provinsi Jawa Barat Dengan Menggunakan Model SWAT

Nama : Said Karim

NIM : F451120051

Program Studi : Teknik Sipil dan Lingkungan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Nora H. Pandjaitan , DEA Prof Dr Ir Asep Sapei, MS

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor

Dr Satyanto K Saptomo, STP, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian : 21 Agustus 2014 Tanggal Lulus :


(9)

PRAKATA

Alhamdulillah dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia dan pertolongan-Nya sehingga tesis yang berjudul “Strategi Penanggulangan Sedimen Di Sub-DAS Citanduy Hulu Provinsi Jawa Barat Dengan Menggunakan Model

SWAT ” dapat diselesaikan. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan.

Pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang besar kepada:

1. Dr Ir Nora H. Pandjaitan, DEA dan Prof Dr Ir Asep Sapei, MS yang telah memberikan dorongan semangat dan bimbingannya selama masa kuliah dan penyelesaian tesis.

2. Dr Ir Suria Darma Tarigan, MSc sebagai dosen penguji, atas waktu dan masukannya.

3. Pimpinan, staf pengajar dan staf administrasi Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan.

4. Pimpinan dan staf Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sorong Selatan. 5. Bapak Iwan Ridwansyah,MSc atas bantuanya dalam pengumpulan dan

pengolahan data.

6. Ibu Heni Maria, SE di Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air Bandung atas bantuan data yang berharga.

7. Bapak Eko, ST di Balai Besar Wilayah Sungai Citanduy atas bantuan data yang diberikan.

8. Ibu Endy Handayani, S.Hut (istri) dan anak-anakku Fathiyah, Hilman, Affan, Amilah, Afiqoh dan Zhafran yang sabar dan setia menemani selama kuliah. 9. Teman-teman mahasiswa Pascasarjana Program Studi Teknik Sipil dan

Lingkungan angkatan 2012 atas dukungan dan kebersamaannya.

Kepada pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah membantu selama ini, juga disampaikan terima kasih. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pihak yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2014

Said Karim NRP. F451120051


(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Daerah Aliran Sungai (DAS) 4

Erosi dan Sedimentasi 5

Bangunan Pengendali Sedimen 8

Model SWAT 9

3 METODE PENELITIAN 13

Lokasi dan Waktu 13

Bahan dan Alat 13

Metode Analisis 14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Kondisi Umum Sub-DAS Citanduy Hulu 20

Model SWAT 24

Analisis Penurunan Sedimen 30

5 SIMPULAN DAN SARAN 34

Simpulan 34

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 35

LAMPIRAN 37


(11)

DAFTAR TABEL

1 Indikator Evaluasi Pengelolaan DAS 6

2 Variabel Input SWAT Yang Berhubungan Dengan Sedimen 12 3 Parameter Input Model SWAT Yang Disesuaikan Nilainya 13 4 Kondisi Umum Wilayah Sub-DAS Citanduy Hulu 22

5 Luas Sub-DAS Hasil Delineasi 24

6 Parameter Yang Digunakan Dalam Proses Kalibrasi 27

7 Spesifikasi Check dam 32

8 Pengaruh Check dam Terhadap Penurunan Sedimen Di Outlet 33

9 Daya Tampung dan Usia Check dam 33

DAFTAR GAMBAR

1 Skema Siklus Hidrologi dalam Model SWAT 10

2 Peta Lokasi Penelitian 13

3 Skema Sistem Model SWAT 16

4 Diagram Alir Metode Penelitian 17

5 Windows Pada Saat Memasukan Titik Reservoir 18

6 Windows Pada Saat Memasukan Spesifikasi Reservoir 19

7 Stasiun Iklim dan Hujan 20

8 Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tahun 2010-2012 21 9 Temperatur Rata-rata Bulanan Tahun 2010-2012 21

10 Peta Tutupan Lahan DAS Citanduy Hulu 22

11 Peta Jenis Tanah 23

12 Peta Kemiringan Lereng 23

13 Tampilan Hasil Pembentukan HRU 25

14 Kurva Sedimen Hasil Simulasi dan Observasi Sebelum Kalibrasi 26 15 Kurva Debit Hasil Simulasi dan Observasi Sebelum Kalibrasi 26 16 Kurva Debit Hasil Simulasi dan Observasi Setelah Kalibrasi 28 17 Kurva Sedimen Hasil Simulasi dan Observasi Setelah Kalibrasi 28 18 Kurva Debit Aliran Hasil Simulasi dan Observasi Proses Validasi 29 19 Kurva Sedimen Hasil Simulasi dan Observasi Proses Validasi 29

20 Hubungan Debit Aliran Terhadap Sedimen 30

21 Ilustrasi Distribusi Air Pada Check Dam 31


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai Curve Number dan C untuk berbagai penggunaan lahan 38

2 Nilai Faktor C untuk USLE_C 39

3 Nilai Debit Observasi Bulanan di Outlet Sub-DAS Citanduy 40 4 Nilai Debit Bulanan Hasil Validasi Model Tahun 2012 41 5 Nilai Sedimen Observasi Bulanan di Outlet Sub-DAS Citanduy 42 6 Nilai Sedimen Bulanan Hasil Validasi Model Tahun 2008 43


(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki banyak DAS dengan luasan beragam dan letaknya berada di beberapa wilayah administrasi kabupaten dan provinsi. Dalam rangka pelaksanaan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 76 tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan dan adanya asset yang perlu diselamatkan serta keragaman derajat mendesaknya permasalahan dalam pengelolaan DAS di Indonesia perlu menetapkan DAS yang diprioritaskan untuk ditangani. Dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 511/Menhut-V/2011 tentang penetapan peta daerah aliran sungai disebutkan bahwa jumlah DAS di Indonesia meliputi 17.088 DAS dengan ukuran luas sangat beragam mulai kurang dari 100 ha hingga lebih dari empat juta hektar.

Data Kementerian Kehutanan menunjukkan adanya peningkatan kerusakan DAS dari yang semula 22 DAS pada tahun 1984 menjadi berturut–turut sebesar 39 dan 62 DAS pada tahun 1992 dan 1998. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. SK.328/Menhut-II/2009, Tanggal 12 Juni 2009 ditetapkan 108 DAS kritis dengan prioritas penanganan yang dituangkan dalam RPJM 2010–2014. Dari 108 DAS kritis dan prioritas penanganan, enam diantaranya terdapat di Provinsi Jawa Barat dan salah satunya adalah DAS Citanduy.

Peran Pemerintah Daerah Jawa Barat sangat dibutuhkan dalam pengelolaan dan perhatian yang diberikan dalam rangka rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam (hutan, tanah dan tata air) di DAS Citanduy. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki dan mengurangi jumlah DAS kritis sehingga kondisi dan fungsinya membaik serta daya dukung DAS meningkat.

Bagian hulu Sub-DAS Citanduy yang merupakan kawasan penyangga bagi daerah hilir dan tengah harus tetap terjaga kemampuan konservasinya. Kenyataan tersebut memiliki arti bahwa upaya konservasi tanah dan konservasi air pada DAS hulu menjadi keharusan demi kelangsungan hidup penduduk di sekitar DAS yang pada umumnya merupakan masyarakat tani yang sangat tergantung dengan lahan pertanian, baik berupa kebun campuran maupun sawah.

Selain masalah banjir pada musim hujan dan kekurangan air pada musim kemarau, di bagian Hulu Sub-DAS Citanduy juga ditemukan adanya lahan kritis seluas 48.277 ha, dan pencemaran sungai. DAS Citanduy dengan tingkat erosi yang tinggi diperkirakan memasok sedimen ke Segara Anakan sebanyak lima juta m3/ tahun, atau 74% dari seluruh sedimen yang masuk ke Segara Anakan (Yunus 2005).

Sehubungan dengan itu maka perlu dilakukan kajian dan analisis pada bagian hulu Sungai Citanduy untuk mengetahui tingkat kerusakan pada bantaran sungai dan lahan kritis akibat erosi dan longsor serta laju sedimen yang terjadi akibat perubahan pola penggunaan lahan serta respon hidrologi (debit sungai, water yield, runoff dan sediment yield) di bagian hulu Sungai Citanduy. Dengan mengetahui tingkat erosi dan sedimen yang terjadi maka dapat dilakukan alternatif pencegahan dan skenario yang sesuai untuk DAS Citanduy.

Sehubungan dengan itu dalam proses pengelolaan kawasan DAS diperlukan kajian yang berhubungan dengan dampak penggunaan lahan terhadap respon


(14)

hidrologi melalui evaluasi pengukuran langsung di lapangan atau dengan simulasi menggunakan model. Pemilihan model hidrologi umumnya terkait dengan batasan waktu dan biaya. Model hidrologi yang dipilih hendaknya memiliki kemampuan dalam mengintegrasikan berbagai data input sumber daya lahan dan iklim serta mampu memprediksi pengaruhnya terhadap respon hidrologi.

Perkembangan pengetahuan dalam ranah model hidrologi telah berhasil menyediakan beberapa model yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi proses erosi pada skala DAS, diantaranya adalah SWRRB, SWAT dan SWIM (Arnold et al. 1990). Model SWAT dan SWIM adalah model yang mengkombinasikan beberapa hubungan deskripsi proses matematik dan empiris untuk simulasi pertumbuhan tanaman dan proses pengangkutan sedimen.

Soil and Water Assesment Tool (SWAT) merupakan suatu model hidrologi yang dibangun oleh Dr. Jeff Arnold untuk USDA Agricultural Research Services (ARS). SWAT dikembangkan untuk memprediksi dampak praktik-praktik manajemen lahan terhadap hasil air, sedimen maupun residu kimia pertanian pada suatu DAS yang kompleks dengan berbagai variasi jenis tanah, penggunaan lahan dan manajemen lahan pada suatu periode waktu tertentu (Arnold et al. 1990) .

Penerapan model SWAT di Indonesia belum banyak dilakukan dan tergolong masih baru. Model ini dapat digunakan dalam mengidentifikasi, menilai dan mengevaluasi permasalahan pada skala DAS serta sebagai alat untuk memilih tindakan yang tepat guna menyelesaikan permasalahan di DAS tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang ada adalah sebagai berikut :

1. Kurangnya informasi yang jelas tentang tingkat sedimen yang terjadi pada Sub-DAS Citanduy Hulu;

2. Diperlukannya strategi penanggulangan sedimen keluaran Sub-DAS Citanduy Hulu, sebagai upaya pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Menganalisis laju sedimen di Sub-DAS Citanduy Hulu dengan model Soil and Water Assessment Tool (SWAT);

2. Menyusun strategi pengendalian sedimen di Sub-DAS Citanduy Hulu dengan menggunakan check dam sebagai bangunan pengendali sedimen.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk :

1. Memberikan informasi mengenai besarnya lahan yang tererosi dan sedimen yang terjadi di Sub-DAS Citanduy Hulu ;

2. Bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Jawa Barat dan pihak terkait dalam upaya peningkatan pengelolaan DAS Citanduy


(15)

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah :

1. Penelitian dilakukan di Sub-Daerah Aliran Sungai Citanduy Hulu Provinsi Jawa Barat;

2. Penelitian ini membahas tentang strategi penanggulangan sedimen di Sub-DAS Citanduy Hulu Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan check dam sebagai bangunan pengendali sedimen;

3. Penelitian ini membahas tentang daya tampung dan usia check dam sebagai bangunan pengendali sedimen di Sub-DAS Citanduy Hulu.


(16)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah aliran sungai merupakan daerah yang dibatasi oleh punggung topografi, yang dapat mengumpulkan dan menyimpan air hujan kemudian menyalurkannya ke laut melalui saluran alami berupa sungai. Di dalam DAS terdapat sumber daya tanah, air dan vegetasi yang membentuk suatu ekosistem alami dimana berlangsung proses-proses fisik hidrologi maupun ekonomi – sosial masyarakat yang tinggal di sekitarnya (Asdak 2007). Di dalam Peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No: P.04/V-SET/2009 juga disebutkan bahwa perubahan kondisi hidrologis suatu DAS yang berdampak negatif seperti erosi dan sedimen, penurunan produktivitas lahan dan degradasi lahan dipicu oleh faktor kegiatan manusia, selain faktor peristiwa alam. Oleh karena itu, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi untuk mengidentifikasi kondisi DAS sedini mungkin agar dapat dilakukan pengelolaan DAS yang sesuai. Ekosistem hulu dari suatu DAS adalah bagian yang paling penting dan sering menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS. Bagian hulu memegang peranan utama dalam keberlanjutan dan perlindungan fungsi tata air hingga wilayah hilir. Ada keterkaitan erat antara wilayah hulu dan hilir. Alih fungsi lahan di wilayah hulu tidak hanya berdampak pada daerah itu saja tetapi juga di bagian hilir dalam hal kualitas air, fluktuasi debit dan sedimen yang terbawa. Begitu pula dalam hal biogeofisik karena upaya reboisasi, konservasi dan deforestasi di wilayah hulu akan mengubah fluktuasi hasil air dan kualitas aliran permukaan (Asdak 2007).

Kegiatan perusakan wilayah konservasi di hulu seperti penebangan liar dan pembukaan area hutan akan menyebabkan dampak menurunnya water yield dan kualitas air, serta meningkatnya erosi. Terjadinya erosi dan tanah longsor menjadi sumber utama transpor sedimen. Sementara itu di bagian tengah DAS yang umumnya terdapat reservoir air akan mengalami pendangkalan. Keterkaitan antara daerah hulu – hilir tersebut kemudian dijadikan landasan perencanaan DAS yang terpadu, meliputi wilayah kajian, lembaga dan program-program yang diimplementasikan (Asdak 2007).

Penggunaan lahan didefinisikan sebagai suatu bentuk campur tangan manusia yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Penggunaan lahan dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu kelompok penggunaan lahan pertanian dan non pertanian. Penggunaan lahan pertanian adalah yang berkaitan dalam hal penyediaan air dan komoditas pertanian yang diusahakan di atas lahan tersebut, misalnya ladang/tegalan, perkebunan, kebun campuran, sawah, padang rumput, hutan primer dan hutan sekunder. Penggunaan lahan non pertanian adalah kegiatan yang tidak berkaitan dengan penyediaan air dan tidak berhubungan dengan tanaman, misalnya pemukiman, transportasi, pertambangan, institusi dan kawasan komersial (Arsyad 2009).

Ada banyak komponen hidrologi yang terpengaruh oleh adanya alih fungsi penggunaan lahan dan kegiatan pembangunan di bagian hulu DAS. Namun hanya beberapa yang menjadi fokus utama dan perlu menjadi perhatian (Asdak 2007), yaitu:


(17)

1. Koefisien runoff (C), yang menunjukkan persentase besarnya air hujan yang menjadi runoff;

2. Koefisien Rejim Sungai (KRS), adalah koefisien yang menyatakan perbandingan debit harian rata-rata maksimum dan rata-rata minimum; 3. Nisbah/perbandingan antara debit maksimum (Qmax) dan debit minimum

(Qmin) dari tahun ke tahun, dan diamati kecenderungan perubahannya.

Evaluasi ini untuk melihat keadaan DAS secara makro;

4. Kadar muatan sedimen dalam aliran sungai, yang dinyatakan dalam satuan mg/liter air. Evaluasi sedimen aliran sungai dikaitkan dengan debit air yang mengalir, dan digambarkan pada Sediment (Cs)-Discharge (Q) Rating Curve;

5. Frekuensi dan periode ulang banjir.

Evaluasi keenam komponen hidrologi tersebut memerlukan data iklim (curah hujan, temperatur, kelembaban, kecepatan angin dan radiasi surya), data runoff, debit aliran sungai, potensi air tanah dan sedimen air sungai. Hasil dari evaluasi tersebut digunakan untuk mengidentifikasi apakah DAS yang diobservasi berada dalam kondisi normal atau mulai terganggu. Kondisi DAS dalam keadaan normal bilamana fluktuasi C, nisbah Qmax/Qmin dan koefisien arah kurva Cs

terhadap Q cenderung normal dan nilainya relatif tetap. Namun apabila nilai komponen-komponen tersebut terus naik dari tahun ke tahun maka DAS dianggap mulai terganggu. Kriteria dan indikator untuk mengevaluasi pengelolaan Daerah Aliran Sungai diberikan pada Tabel 1.

Erosi dan Sedimentasi Erosi

Erosi dan sedimentasi merupakan dua peristiwa alam yang saling terkait satu sama lain. Peristiwa erosi yang terjadi di hulu DAS akan diikuti oleh peristiwa sedimentasi di bagian tengah dan hilir. Erosi merupakan pengangkutan tanah dari suatu tempat ke tempat lain yang disebabkan oleh aliran air alami dan angin, sedangkan sedimentasi merupakan dampak lanjutan dari terjadinya erosi (Prastowo dan Pawitan 2011).

Arsyad (2009), mendefinisikan erosi sebagai proses pengangkutan tanah atau bagian dari tanah dari suatu tempat ke tempat lain yang disebabkan oleh aliran air alami dan angin. Di daratan tropis seperti Indonesia, erosi yang disebabkan oleh aliran air lebih dominan daripada oleh faktor angin. Dengan adanya proses erosi maka lapisan permukaan tanah yang subur untuk tanaman akan terkikis dan terbawa ke daerah muara aliran. Kerusakan yang ditimbulkan berdasarkan letaknya terhadap DAS dibedakan menjadi dua, yaitu; (1) di bagian hulu, terjadi pengikisan lapisan tanah, degradasi lahan, berkurangnya kapasitas infiltrasi air ke tanah dan memunculkan lahan kritis, dan (2) di bagian hilir, terjadi pengendapan muatan sedimen sehingga merusak bangunan hidrologi dan sempadan sungai, memperlambat aliran sungai dan mengurangi performa waduk, danau, reservoir, saluran irigasi serta kolam-kolam ikan.


(18)

Tabel 1. Indikator Evaluasi Pengelolaan DAS

Sumber: Supriyono 2001 dan Asdak 2007 dalamSucipto 2008

Kriteria Indikator Parameter Standar Keterangan

A.Penggunaan Lahan

1. Penutupan oleh Vegetasi

IPL= (LVP/luas DAS×100%

˗IPL ≥ 75%, baik IPL=indeks penutupan lahan

˗30%≤IPL ≤ 75%,

sedang

LVS= luas lahan Vegetasi permanen (info peta landuse)

˗IPL ≤ 30%, buruk

2. Indeks Erosi (IE) IE=erosi aktual/erosi ditolerir × 100%

-IE ≤ 1, baik perhitungan erosi merujuk pada RLT – RLKT 1998 -IE ≥ 1, buruk

3. Pengelolaan Lahan

pola tanam (C) & tindakan konservasi (P)

-C×P≤ 0,1, baik perhitungan nilai C&P merujuk pedoman RLT-RLKT 1998 -0,1≤ C×P≤ 0,5,

sedang

-C×P=0,5, buruk B. Tata Air 1. Debit Air Sungai

KRS=Qmaks / Qmin ˗KRS≤ 50, baik KRS = kofisen rejim sungai

˗50≤ KRS≤ 120,

sedang

˗KRS≥ 120, buruk

CV=

(Sd/Qrata2)×100%

˗CV ≤ 10%, baik data SPAS

˗CV ≥ 10%, burk IPA = kebutuhan/

persediaan

nilai IPA semakin kecil semakin baik

IPA = kebutuhan/ persediaan 2. Kandungan

sedimen

kadar sedimen dalam air semakin kecil semakin baik data SPAS 3. Kandungan Pencemaran

kadar bofisika-kimia menurut standar yang berlaku

menurut standar pp 82/2001 4. Nisbah hantar

Sedimen

SDR=total sedimen/total Erosi

˗SDR≤ 50, normal SDR =

Sedimentery Delivery Ratio ˗50≤ SDR≤ 75, tdk

normal

(dari data SPAS dan pengukuran erosi)

˗SDR≥ 75%, rusak

C. Ekonomi 1.Ketergantungan Penduduk terhadap lahan kontribusi pertanian terhadap total pendapatn

≥ 75% tinggi dihitung per KK/tahun 50- 75% sedang

≤ 50%, rendah

2. Tingkat Pendapatan

pendapatan keluarga/thn

garsis kemiskinan data dari instansi terkait

3. Produktivitas lahan

produksi ha per tahun BPS data BPS / responden 4. Jasa lingkungan

(air,wisata,iklim, makro,umur waduk ) internalisasi,eksternali sasi, pembiayaan, pengelolaan bersama (cost sharing) -menurun -tetap -meningkat dalam bentuk pajak retribusi untuk dana lingkungan D. Kelembagaan 1. Keberdayaan

lembaga

peranan lembaga lokal dalam pengelolaan DAS

-berperan data hasil pengamatan -tidak berperan 2. Ketergantungan masyarakat kpd pemerintah intervensi pemerintah (kebijakan dan peraturan)

-tinggi data hasil

pengamatan -sedang

-rendah

3. KISS konflik -tinggi data hasil

pengamatan -sedang

-rendah 4. Kegiatan Usaha

Bersama

jumlah unit -bertambah data dari instansi terkait

-berkurang -tetap


(19)

Secara umum dikenal empat macam erosi yang dibedakan berdasarkan bentuknya, antara lain : (1) Sheet erosion atau erosi lembaran yang merupakan pengangkutan secara uniform lapisan tanah dalam lapisan yang tipis dan disebabkan karena jatuhan air hujan dan aliran limpasan pada suatu areal tertentu, (2) rill erosion, adalah pengikisan tanah oleh aliran air yang terkonsentrasi melalui saluran yang kecil (3) gully erosion, merupakan jenis erosi sepanjang garis saluran drainase yang terbentuk oleh aliran runoff permukaan dan (4) riverbank erosion, adalah erosi yang terjadi di dinding tepi sungai yang disebabkan derasnya aliran air pada sisi meander sungai. Konsep erosi merupakan interaksi beberapa faktor yang berpengaruh dan menentukan besarnya erosi yang terjadi. Arsyad (2009), menjelaskan interaksi tersebut dalam persamaan :

E = f (i, r, v, t, m) ….. (1)

Yang dimaksud dengan E adalah besarnya erosi, i adalah iklim, r adalah topografi, v adalah faktor tumbuhan yang ada di atas tanah, t adalah sebagian sifat tanah dan m adalah faktor manusia atau campur tangan manusia. Dari faktor iklim, hujan merupakan faktor utama dengan sifat-sifatnya antara lain; (1) lama hujan, (2) intensitas, (3) distribusi. Faktor r (topografi) mempengaruhi erosi dengan dua komponen utama, yaitu; (1) kemiringan, dan (2) panjang lereng selain oleh arah lereng, keseragaman dan konfigurasinya. Faktor vegetasi merupakan kondisi tanaman/tumbuhan yang berfungsi sebagai lapisan pelindung tanah dari energi air dan kecepatan aliran permukaan. Faktor tanah yang penting dalam proses erosi adalah sifat tanah yang mempengaruhi: (1) infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air, (2) ketahanan struktur tanah terhadap energi perusak hujan yang jatuh ke tanah. Faktor terakhir adalah faktor manusia yang merupakan faktor penentu dari suatu lahan yang berada pada pilihan lestari, produktif ataukah sebaliknya.

Sedimentasi

Sedimentasi merupakan proses yang terjadi setelah erosi. Asdak (2002), mendefinisikan sediment yield (hasil sedimen) sebagai besarnya sedimen yang dihasilkan dari proses erosi di catchment area (daerah tangkapan air) pada suatu tempat dan waktu tertentu. Konsentrasi sedimen dalam suatu sungai menentukan kualitas fisik perairan. Kandungan sedimen diukur dari banyaknya sedimen terlarut dalam air sungai (suspended sediment). Ada dua elemen terkandung dalam muatan sedimen total, yaitu; (1) sedimen di dasar (bedload); dan (2) sedimen melayang (suspended sediment). Dengan mengasumsikan konsentrasi sedimen di semua bagian penampang melintang sama, maka Asdak (2002) menyatakan :

….. (2)

Dimana Qs = debit sedimen (ton/hari); C = konsentrasi sedimen; dan Q = debit sungai (m3/dtk).

Hasil sedimen dari suatu daerah aliran tertentu dapat ditentukan dengan pengukuran pengangkutan sedimen terlarut (suspended sediment) pada titik kontrol dari alur sungai. Sedimen yang sering dijumpai dalam sungai baik terlarut maupun tidak terlarut merupakan produk dari pelapukan batuan induk yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama perubahan iklim. Hasil pelapukan


(20)

batuan-batuan tersebut dikenal sebagai partikel-partikel tanah. Oleh karena itu dengan adanya pengaruh dari tenaga kinetis air hujan dan aliran air permukaan terutama di daerah tropis, partikel-partikel tanah tersebut dapat terkelupas dan terangkut ke tempat yang lebih rendah untuk kemudian masuk ke dalam sungai dan dikenal sebagai sedimen. Karena adanya proses transportasi sedimen oleh aliran air sungai maka akan terjadi pendangkalan-pendangkalan dan terbentuknya tanah- tanah baru di daerah pinggir sungai dan di tengah (delta) sungai.

Sedimen yang terus menerus meningkat di Sub-DAS Citanduy Hulu menyebabkan berkurangnya luas Laguna Segara Anakan. Pada tahun 1903 luas Laguna Segara Anakan sekitar 6.450 ha, kemudian pada tahun 1992 menjadi 2.800 ha dan pada tahun 1994 berkurang menjadi 1.400 ha. Pada tahun 2000 diperhitungkan luasnya tinggal 500 ha. Sedimen yang masuk ke Sungai Citanduy telah mempersempit laguna dan memperluas daratan di Segara Anakan, yang merupakan tempat bermuaranya Sungai Citanduy. Erosi dari daerah hulu, tengah dan hilir masuk ke sungai melalui aliran air dan terakumulasi di daerah hilir menjadi stock pollutan yang berakibat pendangkalan atau sedimentasi. Sungai Citanduy adalah pemasok stock pollutan berupa sedimen yang terbesar yaitu 5.000.000 m3/tahun. Besarnya pasokan sedimen dari Sungai Citanduy merupakan akibat rusaknya kawasan DAS baik dilihat dari luasan hutan yang ada maupun dari adanya lahan kritis (Yunus 2005).

Besarnya perkiraan hasil sedimen menurut Asdak (2007) dapat ditentukan berdasarkan persamaan sebagai berikut :

Y = E (SDR) Ws ….. (3) Dimana

Y = Hasil sedimen per satuan luas E = Jumlah Erosi

Ws = Luas Daerah Aliran Sungai.

SDR = Sediment Delivery Ratio (Nisbah Pelepasan Sedimen)

Besarnya nilai SDR dalam perhitungan hasil sedimen suatu daerah aliran sungai umumnya ditentukan dengan menggunakan tabel hubungan antara luas DAS dan besarnya SDR. Model-model erosi seperti USLE dan RUSLE dapat menduga laju tanah tererosi di skala plot, tetapi seringkali perkiraan tersebut memberikan hasil yang lebih tinggi nilainya dari nilai yang terukur di titik outlet sungai. Peran SDR adalah berfungsi untuk mengoreksi ketidakakuratan hasil prediksi tersebut (Benedict dan Klik 2006).

Bangunan Pengendali Sedimen

Bangunan pengendali sedimen (check dam) adalah bangunan yang dibuat melintang sungai dan berfungsi untuk menghambat kecepatan aliran permukaan serta menangkap sedimen yang dibawa aliran air, sehingga kedalaman dan kemiringan sungai tidak berkurang (Suripin 2001). Sistem Pengendali sedimen dengan pendekatan struktural sangat efektif dalam penangkapan serta pengurangan sedimen dan juga mengurangi banjir pada musim hujan (Van Liew et al. 2003). Selain meminimalisir sedimen di outlet suatu DAS, langkah-langkah struktural seperti membangun check dam merupakan hal yang sangat dianjurkan untuk mengurangi efek banjir pada musim hujan dan kekurangan air pada musim kemarau (Patel dan Dholakia 2010). Menurut Mishra et al. (2006), bahwa aplikasi


(21)

model SWAT dengan menggunakan check dam sebagai bangunan pengendali sedimen dapat mengurangi sedimentasi pada suatu DAS lebih dari 64%. Check dam sangat efektif dalam mengelola dan mengendalikan sedimentasi ke bagian hilir suatu DAS. Bendung-bendung penahan dibangun di sebelah hulu DAS yang berfungsi memperlambat gerakan dan berangsur-angsur mengurangi volume banjir.

Walaupun terdapat sedikit perbedaan perilaku gerakan sedimen, tetapi metode pembuatan desain untuk bendung pengendali sama, kecuali perbedaan pada konstruksi sayap mercu serta ukuran pelimpah dan bahan tubuh bendung. Persyaratan dan informasi dalam perencanaan teknis bangunan penahan sedimen adalah sebagai berikut (SNI 03-2851-1991):

1. Parameter desain meliputi parameter desain topografi, hidrologi,dan geoteknik yang merupakan hasil analisis data;

2. Data lain yang diperlukan seperti bahan bangunan tersedia, pemukiman, sarana prasarana, serta tenaga kerja tersedia.

Tata letak bendung penahan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

1. Penentuan lokasi ditetapkan agar dapat menghasilkan bangunan paling ekonomis sehingga biaya pembuatan per daya tampungnya menghasilkan nilai paling kecil;

2. Di sekitar titik pertemuan kedua sungai dengan lokasi di sebelah hilirnya; 3. Sumbu bendung penahan sedimen harus tegak lurus arah aliran di bagian

hilirnya;

4. Apabila lokasi bendung penahan pada tikungan sungai, harus dilakukan tinjauan hidraulik terhadap kemungkinan limpasan dan gerusan pada tebing luar baik di hulu maupun hilir bangunan.

Urutan perencanaan check dam adalah:

a. perencanaan pelimpah, letak arah, lebar dan dalam

b. perencanaan main dam, tebal mercu, tinggi, penampang melintang & stabilitas c. perencanaan pondasi, daya dukung, geser, piping dan rembesan

d. perencanaan sayap, tebal dan tinggi

e. perencanaan sub dam dan lantai, jarak, tinggi, tebal lantai dan ruang olakan f. bangunan pelengkap

(Sumber : SNI 03-2851-1991)

Model Soil and Water Assessment Tool (SWAT)

SWAT adalah model berskala DAS yang dikembangkan oleh Dr. Jeff Arnold pada awal tahun 90-an untuk Agricultural Research Service (ARS) dari USDA. Model tersebut dikembangkan untuk memprediksi dampak dari manajemen lahan terhadap air, sedimentasi serta jumlah bahan kimia yang berasal dari pertanian dan untuk area DAS yang kompleks dengan variasi jenis tanahnya, penggunaan lahan dan kondisi manajemen pengelolaan (Arnold et al. 1990).

SWAT merupakan hasil gabungan dari beberapa model yaitu Simulator for Water Resources in Rural Basin (SWWRRB), Chemical, Runoff and Erosion from Agricultural Management System (CREAMS), Groundwater Loading effect an Agricultural Management System (GREAMS), dan Erosion Productivity Impact Calculator (EPIC), (Neitsch et al. 2002a). Model SWAT dikembangkan untuk mengetahui pengaruh dari manajemen lahan terhadap siklus hidrologi serta


(22)

sedimen yang ditimbulkan dan daur dari bahan kimia pertanian yang diperoleh berdasarkan data jangka waktu tertentu. Simulasi dari beberapa proses fisik yang berbeda pada DAS dapat dimungkinkan dengan menggunakan SWAT. Neraca air di dalam SWAT adalah fenomena paling utama yang dijadikan dasar dari setiap kejadian dari suatu DAS. Siklus hidrologi yang dijalankan oleh SWAT dibagi menjadi dua bagian, yaitu pertama adalah fase lahan yang mengatur jumlah air, sedimen, unsur hara serta pestisida untuk mengisi saluran utama pada masing-masing sub-basin dan kedua adalah fase air yang berupa pergerakan air, sedimen dan yang lainnya melalui jaringan-jaringan sungai pada DAS menuju outlet.

Siklus Hidrologi

Dalam proses simulasi SWAT, DAS dibagi beberapa sub-DAS berdasarkan penggunaan lahan dan karakteristik lainnya yang memiliki kesamaan dalam mempengaruhi siklus hidrologi. Ada beberapa kategori pengelompokan informasi setiap sub-DAS, yaitu; (1) Hydrologic Response Unit (HRU) yang merupakan Unit Respon Hidrologi, (2) genangan, (3) iklim, (4) air bawah tanah, dan (5) reach (saluran utama).

HRU merupakan kelompok lahan di suatu kawasan Sub-DAS yang memiliki elemen kombinasi tanaman penutup, karakteristik tanah dan faktor pengelolaan yang khas. Skema siklus hidrologi di dalam SWAT dijelaskan pada Gambar 1. ( Neitsch et al. 2002a).

Sumber : Neitsch et al. 2002a

Gambar 1 Skema Siklus Hidrologi Dalam Model SWAT

Persamaan keseimbangan neraca air yang digunakan dalam SWAT adalah sebagai berikut (Neitsch et al. 2002a):

∑ ….. (4)

Dimana SWt= kandungan akhir air tanah (mm H2O); SW0= kandungan air tanah


(23)

Qsurf = jumlah surface runoff pada hari ke-i (mm H2O); Ea = jumlah

evapotranspirasi pada hari ke-i (mm H2O); Wseep = jumlah air yang memasuki

vadose zone pada profil tanah hari ke-i (mm H2O); dan Qgw = jumlah air yang

kembali pada hari ke-i (mm H2O).

Pada model SWAT ada dua metode untuk menganalisis aliran permukaan (surface run off) yaitu dengan metoda SCS curve number (CN) dan metode infiltrasi Green and Ampt. SWAT mensimulasikan volume aliran permukaan dan puncaknya pada setiap HRU. Pada metoda SCS curve number aliran permukaan (Qsurf) dihitung dengan :

….. (5)

Dimana Rday = banyaknya hujan (mm/hari); dan S = parameter retensi (mm)

Parameter retensi (S) dihitung berdasarkan nilai CN dengan persamaan : ….. (6)

SCS curve number adalah fungsi dari permeabilitas tanah, penggunaan lahan dan kondisi bagian air tanah.

Penentuan Erosi dan Sedimen dalam Model SWAT

Erosi dan hasil sedimentasi dihitung untuk setiap HRU dengan menggunakan model MUSLE. Persamaan MUSLE secara matematis dituliskan sebagai:

….. (7)

Dimana sed = beban sedimentasi (m3); Qsurf = volume aliran permukaan (mm

H2O/ha); qpeak= tingkat runoff puncak (m3/dtk); areaHRU= luas area dari HRU (ha);

KUSLE= faktor erodibilitas tanah USLE; CUSLE= faktor penutupan dan manajemen

USLE; PUSLE= faktor konservasi lahan USLE; LSUSLE= faktor topografi USLE; dan

CFRG = faktor pecahan batuan. Dengan tujuan membandingkan dugaan hasil perhitungan beban sedimentasi, di dalam model SWAT disertakan pada hasil pendugaan dengan menggunakan persamaan USLE. Hasil perhitungan dengan persamaan USLE tidak digunakan oleh model, hanya sebatas keperluan komparasi. Persamaan USLE secara matematis dituliskan sebagai:

….. (8)

Dimana sed = beban sedimentasi (m3); EIUSLE= indeks rainfall erosion; KUSLE=

faktor erodibilitas tanah USLE; CUSLE= faktor penutupan dan manajemen USLE;

PUSLE= faktor konservasi lahan USLE; LSUSLE= faktor topografi USLE; dan CFRG

= faktor pecahan batuan.

Total jumlah sedimen yang ditransportasikan keluar dari bagian aliran sungai dihitung berdasarkan:

….. (9) Keterangan:

sedout, total jumlah sedimen yang ditransportasikan keluar (ton); sedch, jumlah


(24)

segmen aliran (m3) setiap waktunya; Vch, volume air pada segmen aliran sungai

(m3) setiap waktunya. Terdapat beberapa variabel input yang berhubungan langsung dengan pendugaan beban erosi dan sedimentasi pada model SWAT, yang dijelaskan pada Tabel 2.

Tabel 2 Variabel Input SWAT yang berhubungan dengan sedimen

Sumber : Neitsch et al. 2002a

Parameter Model Soil and Water Assessment Tool (SWAT)

Penetapan parameter model dilakukan agar model dapat sesuai dengan kondisi pengukuran di lapangan. Maka yang perlu dilakukan adalah menentukan parameter-parameter dalam model SWAT yang memungkinkan untuk diubah pada saat kalibrasi. Kalibrasi dilakukan melalui pengaturan dan estimasi secara manual terhadap parameter input yang bersifat sensitif terhadap debit aliran dan sedimen. Adanya 500 parameter dalam model SWAT yang dapat digunakan sesuai kondisi lapangan dan ketersedian data. Prosedur dalam mengkalibrasi model mengacu pada dasar-dasar proses water balance (neraca air), total aliran dan sedimen pada SWAT. Selama kalibrasi model untuk debit aliran sungai dan sedimen, beberapa parameter perlu disesuaikan agar memberikan output mendekati data observasi di lapangan.

Hasil model sebelum kalibrasi masih jauh dari yang diharapkan sehingga dilakukan langkah pengaturan secara manual pada beberapa parameter input yang terdapat di dalam model, yang sensitif terhadap perubahan output. Menurut Wahdani (2011), terdapat 12 parameter yang disesuaikan nilainya (Tabel 3).

Tabel 3. Parameter Input Model SWAT yang disesuaikan nilainya

*Semua nilai parameter CN2 diseluruh DAS dikalikan dengan bilangan 0.9


(25)

3 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian berada di Sub-DAS Citanduy Hulu, Provinsi Jawa Barat. Kawasan DAS Citanduy Hulu secara geografis terletak pada koordinat 070 39’ 30” – 070 58’ 30” LS dan 1080 01’ 30” – 1090 03’ 00” BT. Wilayah ini secara administrasi termasuk ke dalam Kab. Tasikmalaya, Kota Ciamis dan Kota Banjar, Pos dugaan air bendung Manganti merupakan outletnya (Gambar 2). Lokasi ini luasnya ± 270.918,261 ha dan terletak pada ketinggian 16- 2192 m dpl. Kegiatan penelitian dilaksanakan selama sembilan bulan, dari bulan Juni 2013 sampai Februari 2014.

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian

Bahan dan Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian berupa perangkat komputer dengan spesifikasi:

- Processor intel core i3 (2.4 GHz)

- Hard drive sebesar 500 GB (5400RPM)

- Memory 8 GB

- Graphic card 512MB DDR2

- Operating system windows 7® edisi home premium (64-bit)

Perangkat lunak (software) yang digunakan adalah :

- Software pengolah data Geographic Information System (GIS) seperti MapWindow Open Source 4.6.602

- Model SWAT 1.5 berbentuk plug-in terintegrasi dengan MapWindow 4.6 yang kemudian disebut MWSWAT


(26)

- SWAT Editor 2.1.5

- SWAT Plot and Graph

- Software pengolah data dan kata Microsoft Office Professional Suite 2010 sebagai software pengolah data dan kata.

Bahan yang diolah dalam penelitian berupa data primer dan sekunder yaitu :

- Data hidrologi DAS

- Data iklim (curah hujan, suhu, solar radiasi, kecepatan angin, kelembaban)

- Peta DEM (Digital Elevation Model) resolusi spasial 30 × 30 m.

- Peta tutupan lahan (landuse).

- Peta tanah dan karakteristiknya

Metode Analisis

Penelitian ini dilakukan di Sub-DAS Citanduy Hulu Provinsi Jawa Barat, untuk menyusun dan menganalisis strategi penanggulangan sedimen di Sub-DAS Citanduy Hulu dengan menggunakan model SWAT. Kegiatan ini mensimulasikan keadaan hidrologi dan membutuhkan input data hasil pengolahan penginderaan jauh, sehingga penelitian yang dilakukan ini merupakan integrasi dari GIS dan model hidrologi SWAT.

Adapun metode penelitian dilaksanakan dalam empat tahapan yaitu (1) tahap pengumpulan data, (2) tahap pengolahan data input, (3) tahap penggunaan model SWAT, dan (4) tahap analisis dan penyajian data.

1. Pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dari instansi-instansi terkait. Data yang digunakan adalah peta DEM, peta tutupan lahan, peta dan data tanah, data iklim serta data biofisik DAS yang diperoleh dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air – Bandung, Balai Besar Wilayah Sungai Citanduy Banjar, BP DAS Cimanuk-Citanduy-Bandung, dan BMKG Darmaga Bogor.

2. Pengolahan Data Input

SWAT membutuhkan data yang sesuai dengan format input yang telah

ditentukan seperti dalam panduan “SWAT Input/Output File Documentation”. Untuk data yang tersedia perlu diolah dulu sebelum dapat digunakan sebagai input model. Pengolahan data input meliputi:

2.1 Pengolahan Data Spasial

Langkah-langkah yang dilakukan adalah:

1. Data spasial seperti peta DEM, peta tutupan lahan dan peta jenis tanah ditandai sesuai dengan batas DAS yang menjadi daerah observasi.

2. Agar dapat dibaca oleh SWAT, peta-peta tersebut diberi ID tambahan

pada kolom attributes peta yang disesuaikan dengan database yang ada pada SWAT2012.mdb (umumnya terletak pada direktori C:\Program Files\Window\Plugins\SWAT).

3. Mengubah sistem koordinat proyeksi peta sesuai yang dibutuhkan oleh SWAT dengan sistem proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator). 2.2 Pengolahan Data Iklim

1. Membuat file text (.txt) yang berisi daftar stasiun iklim dan pos hujan yang digunakan, elevasi dan koordinat posisi stasiun pos penakar hujan.


(27)

2. Membuat file data curah hujan harian (.pcp) yang berisi data curah hujan harian (mm) selama lima tahun yang akan disimulasikan. Banyaknya file .pcp bergantung pada jumlah pos penakar hujan yang datanya digunakan dalam simulasi.

3. Membuat file data temperatur harian (.tmp) yang memuat data temperatur harian (0C) selama lima tahun yang akan disimulasikan.

4. Membuat file text weather generator (.wgn) iklim selama lima tahun yang akan menjadi periode simulasi. File ini dibuat atas dasar cara kerja SWAT dalam membangkitkan data iklim atau mengisi kekosongan data seri iklim menggunakan WXGEN weather generator.

2.3 Pengolahan Database SWAT

Model SWAT memerlukan beberapa input file (Neitsch et al. (2002b), terdapat kurang lebih 500 parameter pada seluruh input file SWAT. Pengisian data dilakukan pada parameter-parameter yang dapat diperoleh di lapangan maupun berdasarkan literatur dan penelitian-penelitian sebelumnya.

3. Penggunaan model SWAT

Model SWAT diaplikasikan melalui serangkaian proses yang berurutan. Input data yang diperlukan dimasukkan ke dalam proses model sesuai dengan urutan proses algoritma yang dilakukan oleh SWAT. Ada lima tahap yang harus dilalui, yaitu (1) Delineasi batas DAS, (2) Pembentukan HRU (Unit Respon Hidrologi), (3) Menjalankan model SWAT, (4) Visualisasi, (5) Kalibrasi.

Proses tersebut dilakukan secara berurutan. Langkah visualisasi bersifat pilihan karena hasil simulasi SWAT dapat dilihat pada folder TxtInOut berdasarkan kriteria penggolongan tertentu. Delineasi batas DAS yang diobservasi dilakukan dengan menggunakan outlet sungai sebagai bagian paling hilir dari DAS. Delineasi dilakukan terhadap peta DEM yang telah diproyeksi sistem UTM zona 49S – datum WGS84. Garis batas DAS diperoleh berdasarkan titik-titik tertinggi punggung topografi. Proses delineasi merupakan langkah awal untuk menentukan catchment area DAS. Proses delineasi secara otomatis melalui empat tahap yaitu, (1) Setup and Preprocessing, yang menggunakan satuan ketinggian dalam meter dan DEM yang telah dikonversi ke dalam format ASCII (.asc), (2) Network Delineation by Threshold Method. Adalah delineasi jaringan sungai menggunakan ambang batas (threshold) pada angka 5000 dalam satuan ha, sedangkan jumlah grid cells yang terbentuk berdasarkan angka ambang batas yang ditetapkan, (3) Custom Outlet/Inlet Definition and Delineation Completion. Untuk melakukan input titik lokasi outlet dan (4) Calculate of Subbasin Parameters, pembentukan sub das sesuai dengan parameter-parameter yang ada dan memasukkan sejumlah titik reservoir sesuai kebutuhan.

HRU merupakan unit-unit dalam suatu DAS yang turut menentukan respon sistem siklus hidrologi pada suatu areal tertentu. HRU merupakan karakter bagian DAS yang unik dan dibentuk dari unsur area batas Sub-DAS, karakteristik tanah, penggunaan lahan dan kemiringan lereng. Setelah itu dilakukan setup model SWAT dan model dijalankan.

SWAT memberikan keleluasaan penyajian visualisasi hasil running model dengan diberikannya pilihan visualisasi data statik dan animasi. Langkah kalibrasi dilakukan dengan cara membandingkan secara statistik debit dan angkutan sedimen hasil prediksi menggunakan model SWAT dengan debit dan angkutan


(28)

sedimen sungai hasil observasi. Hal ini dilakukan untuk menilai sampai sejauh mana performa model dalam merepresentasikan keadaan aktual.

Hasil kalibrasi dievaluasi berdasarkan nilai R2 dan efisiensi model NSE (Nash Sutcliffe Efficiency). Secara umum skema alur SWAT model dapat dilihat pada Gambar 3 dan tahapan alur penelitian ini disajikan pada Gambar 4. Simulasi model SWAT terkalibrasi dilakukan setelah model divalidasi dengan menggunakan periode tahun yang berbeda dari periode kalibrasi. Model dikatakan valid jika nilai Nash-Sutcliffe (NSE) lebih besar sama dengan 0,36 dan koefisien determinasi (R2) lebih besar sama dengan 0,5 (Nash dan Sutcliffe 1970). Perhitungan NSE dan R2 dihitung sebagai berikut:

….. (10)

{ ∑ ̅

[∑ ̅ ] [∑ ̅ ] } ….. (11)

Keterangan:

Oi = nilai data observasi hari ke-i, Si= nilsi data simulasi hari ke-i, = nilai

rata-rata data observasi, ̅ = nilai data simulasi rata-rata.

Menurut Van Liew et al. (2005), dalam Stehr et al. (2009), nilai NSE dikategorikan ke dalam tiga kriteria hasil penilaian, antara lain:

- Jika NSE ≥ 0.75 maka dikategorikan baik

- Jika 0.75 ≥NSE ≥ 0.36 maka dikategorikan memuaskan - Jika NSE < 0.36 maka dikategorikan kurang memuaskan


(29)

Gambar 4 Diagram Alir Penelitian ya

tidak

ya NSE≥0,36

R2≥0,5

Model SWAT terkalibrasi & tervalidasi

Kalibrasi

Skenario dengan Check Dam

Selesai

Data Debit & Sedimen

Run Model SWAT Data Iklim

Input Data

Peta DEM Peta Jenis Tanah & Tutupan lahan

Delineasi Sub-DAS dan Pembentukan HRU

Debit dan sedimen Mulai

Sedimen Berkurang

˃40%

tidak Validasi Model dengan


(30)

4. Analisis dan Penyajian Data

Tahap analisis yang dilakukan meliputi analisis hidrologi dan analisis penggunaan reservoir sebagai check dam untuk penanggulangan sedimentasi pada Sub-DAS Citanduy Hulu.

1. Analisis Hidrologi

Analisis hidrologi Sub-DAS Citanduy Hulu dilakukan dengan menggunakan model SWAT. Karakteristik hidrologi yang diprediksi dalam penelitian ini adalah aliran permukaan dan sedimen.

2. Analisis Pengendalian Sedimen Dengan Check dam

Analisis pengendalian sedimen pada model SWAT menggunakan reservoir sebagai check dam. Prosedur input reservoir pada penelitian ini melalui tahapan terakhir dari proses delineasi secara otomatis yaitu saat memasukkan sejumlah titik reservoir (add or delete reservoir) setelah model menghitung parameter-parameter sub DAS (calculate subbasin parameter-parameters) secara otomatis (Gambar 5). Penentuan lokasi titik reservoir mengacu pada beberapa persyaratan yaitu: desain check dam (meliputi pertimbangan topografi, hidrologi dan geoteknik), tinjauan teknis ( meliputi lokasi, infrastruktur penunjang check dam dan SDM yang tersedia) dan tinjauan ekonomis (biaya pembangunan check dam paling ekonomis) sesuai dengan kaidah SNI 03-2851-1991.

Gambar 5 Windows pada saat memasukan titik reservoir

Setelah lokasi titik-titik reservoir dimasukkan maka langkah selanjutnya adalah memasukkan sejumlah data mengenai reservoir yang dibutuhkan yaitu: kapasitas, luas genangan, luas permukaan air saat reservoir penuh dan disalurkan melalui principle spillway, luas permukaan air saat reservoir penuh dan disalurkan


(31)

melalui emergency spillway (Gambar 6). Pada penelitian ini digunakan check dam sebagai bangunan pengendali sedimen sehingga pada saat pembangunan dam di lapangan spesifikasi spillway utama ditiadakan.

Gambar 6 Windows pada saat memasukkan spesifikasi reservoir 3. Analisis penentuan lokasi check dam

Dalam penentuan lokasi check dam yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Bendung diletakkan pada bagian sungai yang tidak terlalu dalam sehingga tanggul sungai tidak terlalu tinggi;

2. Bendung diletakkan pada bagian sungai yang lurus. Hal ini untuk menghindari endapan sedimen karena pada bagian dalam tikungan sungai arus yang terjadi kecil sehingga sedimen akan mudah mengendap;

3. Bendung diletakkan pada bagian dalam alur sungai yang memiliki kecepatan dan arah air relatif sedang atau kecil;

4. Bendung direncanakan terletak pada tanah yang memiliki daya dukung cukup baik sehingga bangunan akan stabil;

5. Bendung diletakkan pada daerah alur sungai yang memiliki kedalaman muka air pada waktu debit banjir relatif sedang atau kecil.


(32)

20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Sub-DAS Citanduy Hulu

DAS Citanduy adalah salah satu dari 40 DAS yang ada di Provinsi Jawa Barat. Secara geografis Sub-DAS Citanduy Hulu terletak pada koordinat 070 39’ 30” – 070 58’ 30” LS dan 1080 01’ 30” – 1090 03’ 00” BT dengan luas wilayah kurang lebih 270.918,26 ha dan berada pada ketinggian antara 16-2192 m dpl. Sungai Ciatnduy mengalir dari hulu ke daerah hilir melalui Kabupaten Tasikmalaya, Ciamis, dan Banjar (Jawa Barat) serta bermuara di hilir Segara Anakan Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Iklimnya dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Berdasarkan data curah hujan tiga tahun terakhir (2010-2012) dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air Bandung didapatkan bahwa pada musim hujan, curah hujan rata-rata bulanan tertinggi pada DAS bagian hulu sebesar 506,35 mm/bulan pada tahun 2010 dan curah hujan rata-rata bulanan terendah mencapai 13,49 mm/bulan pada tahun 2012 (Gambar 8). Temperatur Sub-DAS Citanduy Hulu bervariasi antara 19,40 C-32,650C, dengan temperatur maksimum mencapai 32,650C pada tahun 2010 dan temperatur minimum 19,40C pada tahun 2012 (Gambar 9). Kelembaban rata-rata di wilayah ini sebesar 65%, dengan kecepatan angin 3,5 m/dtk dan radiasi surya 10, 3 MJ.m-2.hari-1. Distribusi letak stasiun hujan dan stasiun iklim di lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7 Stasiun Iklim dan Hujan

Wilayah Sub-DAS Citanduy Hulu berupa daerah pegunungan di bagian Utara dan daerah pantai di bagian Selatan yang berbatasan dengan Samudera Indonesia, sedangkan pada bagian tengah merupakan daerah perbukitan. Ketinggian topografi bervariasi antara 2192 m di bagian Utara dan 16 m di bagian Selatan, dengan kemiringan rata-rata lahan yang bervariasi dari datar (0-8%), berombak (9-15%), bergelombang (16-30%), berbukit dan bergunung


(33)

45%), hingga bergunung curam (>45%). Kelerengan merupakan faktor yang mempengaruhi karakteristik aliran air karena dapat menentukan besar dan kecepatan volume run-off.

Gambar 8 Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tahun 2010-2012

Gambar 9 Temperatur Rata-rata Bulanan Tahun 2010-2012

Jenis tutupan lahan dikelompokkan menjadi sawah, lahan pertanian, hutan, perkebunan campur dan permukiman (Gambar 10). Tutupan lahan sawah, hutan dan lahan pertanian mendominasi wilayah ini. Adapun keadaan umum tutupan

0 100 200 300 400 500 600

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

2010 2011 2012

0 5 10 15 20 25 30

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

2010 2011 2012

Te

m

p

eratur

R

ata

-rata

(C

0 )

Cu

rah

Hu

jan

(

m

m


(34)

lahan, karakteristik tanah dan kemiringan lereng pada Sub-DAS Citanduy Hulu dapat dilihat pada Tabel 4, Gambar 11 dan Gambar 12.

Sumber : BP DAS Cimanuk-Citanduy

Gambar 10 Peta Tutupan Lahan Sub-DAS Citanduy Hulu (Tahun 2011) Tabel 4 Kondisi umum wilayah Sub-DAS Citanduy Hulu

Sumber : Hasil analisis model SWAT

Kondisi Umum

Luas

ha %

Jenis Tutupan lahan

Sawah 53.015,41 19,57

Lahan Pertanian 142.262,39 52,51

Hutan 1.038,64 0,38

Kebun Campur 7.375,01 2,72

Pemukiman Semak Belukar Hutan Pinus Ladang/Tegalang 14.627,05 1.157,02 50.604,23 129,39 5,40 0,43 18,68 0,05

Perairan 709,12 0,26

TOTAL 270.918,26 100,00

Jenis Tanah

Aluvial 144.288,42 53,26

Histosol latosol Regosol 8.840,79 86.092,49 29.836,95 3,26 31,78 11,01

Grumusol 1.859,61 0,69

TOTAL 270.918,26 100,00

Kemiringan lereng (%)

0 – 7 87.227,39 32,19

8-15 16-30 59.316,99 78.986,99 21,89 29,16 31-45 >45 30.196,38 15.190,51 11,15 5,60


(35)

Sumber: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Departeman Pertanian Gambar 11 Peta Jenis Tanah (Tahun 1992)

Pada umumnya jenis tanah di bagian Sub-DAS Citanduy hulu bertekstur lempung, lempung berpasir, lempung berliat, liat berdebu, dan lempung berdebu. Selain itu di wilayah ini kedalaman solum tanah dari sedang sampai dalam.

Sumber : Diolah dari peta DEM

Gambar 12 Peta Kemiringan Lereng


(36)

Model SWAT

Penggunaan model SWAT tergantung pada ketersediaan data yang diperoleh di lokasi penelitian. Periode waktu simulasi model dipilih pada rentang waktu yang ketersediaan datanya lengkap. Pada penelitian ini periode model SWAT dilakukan selama lima tahun, yaitu pada rentang waktu tahun 2008-2012 sesuai dengan ketersedian data yang ada.

Proses Delineasi Sub-DAS

Delineasi atau pembentukan Sub-DAS dilakukan secara otomatis (Automatic Watershed Delineation – AWD). Dengan analisis menggunakan fitur AWD yang terdapat di SWAT sebelum melakukan penentuan HRU. Delineasi terhadap peta DEM memberikan batas DAS beserta pembagian Sub-DAS yang menyusunnya. Dengan menggunakan angka ambang batas (treshold) 5000 terbentuk 33 Sub-DAS pada daerah penelitian seluas 270.918, 261 ha (Tabel 5).

Aliran Sungai Citanduy bermula dari Sub-DAS nomor 1 dan memasuki outlet penelitian di Sub-DAS nomor 33, sehingga debit simulasi SWAT yang dikalibrasi adalah debit yang mengalir pada Sub-DAS nomor 33. Panjang sungai utama hingga mencapai titik outlet adalah 167,30 km.

Tabel 5 Luas Sub DAS Hasil Delineasi SWAT

Nomor ha %

Sub - Das 1 15.402,70 5,69 Sub - Das 2 12.037,67 4,49 Sub - Das 3 29.942,3 11,05

Sub - Das 4 9.236,49 3,41

Sub - Das 5 8.154,37 3,01

Sub - Das 6 8.738,07 3,23

Sub - Das 7 31.722,69 11,71

Sub - Das 8 6.313,02 2,33

Sub - Das 9 5.839,59 2,16

Sub - Das 10 6.033,71 2,23 Sub - Das 11 23.918,51 8,83 Sub - Das 12 10.202,71 3,77

Sub - Das 13 418,29 0,15

Sub - Das 14 3.338,71 1,23 Sub - Das 15 15.359,11 5,67

Sub - Das 16 17,93 0,01

Sub - Das 17 5.431,51 2,00 Sub - Das 18 2.309,15 0,85

Sub - Das 19 76,31 0,03

Sub - Das 20 727,55 0,27

Sub - Das 21 807,39 0,30

Sub - Das 22 12.260,41 4,55 Sub - Das 23 5.194,27 1,92 Sub - Das 24 7.642,59 2,82 Sub - Das 25 3.731,91 1,38 Sub - Das 26 3.178,16 1,17 Sub - Das 27 7.496,74 2,77 Sub - Das 28 6.686,67 2,47 Sub - Das 29 6.856,09 2,53 Sub - Das 30 10.224,84 3,77

Sub - Das 31 609,46 0,22

Sub - Das 32 9.071,46 3,35 Sub - Das 33 1.937,88 0,72


(37)

Pada Tabel 5 terlihat bahwa luas Sub-DAS bervariasi antara 17, 93 ha sampai dengan 31.722, 69 ha. Antara Sub-DAS yang satu dengan yang lainnya terhubung melalui aliran sungai utama. Penggunaan GIS dalam model SWAT memberikan kemudahan untuk melihat kaitan antar Sub-DAS dalam hal posisi, aliran air, sedimen, dan zat hara yang terangkut aliran sungai.

Penentuan HRU

Setiap HRU yang terbentuk merupakan kombinasi khusus dari Sub-DAS, penggunan lahan, jenis tanah dan rentang lereng. Pembagian Sub-DAS telah dilakukan secara otomatis pada proses Automatic Watershed Delineation, sehingga penentuan HRU terfokus pada penambahan informasi penggunaan lahan dan karakteristik tanah.

Peta tutupan lahan dan jenis tanah yang digunakan sebagai input hanya menyimpan informasi angka ID (identity) saja. Angka ID tersebut harus dihubungkan dengan kode pada database SWAT. Selain itu, pengelompokkan HRU juga dipisahkan berdasar rentang kemiringan lahan.

Pembentukan HRU menggunakan kriteria Multiple HRU’s dengan nilai ambang batas untuk tutupan lahan adalah (8%), untuk jenis tanah (8%) dan nilai kemiringan (7%). Hal ini berarti apabila persentase suatu penggunaan lahan, tanah dan kemiringan berturut-turut di bawah 8%, 8% dan 7% dalam suatu Sub-DAS maka bahan tersebut tidak diikutsertakan dalam perhitungan.

Pemilihan kombinasi nilai ambang batas ka treshold dalam proses menjalankan model SWAT bergantung pada ukuran luas DAS yang diobservasi dan tingkat ketelitian yang diinginkan. Perbedaan penggunaan besarnya nilai ambang batas juga akan mempengaruhi output hasil simulasi sehingga penting untuk menentukan nilai ambang batas yang tepat agar simulasi memberikan hasil yang terbaik.

Hasil HRU yang terbentuk di daerah penelitian disimpan dalam bentuk file .txt, seperti ditunjukkan pada Gambar 13. Jumlah HRU yang terbentuk 451 pada 33 Sub-DAS. Laporan hasil HRU juga memuat kuantitas dan persentase tutupan lahan, jenis tanah dan kemiringan lahan di daerah DAS yang terdelineasi.


(38)

Simulasi Model SWAT

Dari asil simulasi awal model SWAT dengan data hasil pengukuran diperoleh nilai NSE sebesar -0,10 dan nilai koefisien determinasinya (R2) sebesar 0,45 untuk debit, sedangkan untuk sedimen nilai NSE sebesar -1,51 dan nilai koefisien determinasinya (R2) sebesar 0,21. Agar model dapat sesuai dengan data pengukuran, maka yang dilakukan adalah menentukan parameter-parameter dalam model SWAT yang memungkinkan untuk diubah. Adapun kurva sedimen hasil smimulasi dan observasi sebelum kalibrasi disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14 Kurva Sedimen Hasil Simulasi Dan Observasi (Tahun 2011-2012) Sebelum Kalibrasi

Simulasi model dilakukan dengan menjalankan model yang ada sebelum dikalibrasi selama periode sebelum kalibrasi tanpa ada perubahan pada set data input lain. Periode simulasi debit pada 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Desember 2011, dengan maksud untuk mendapatkan perbandingan antara simulasi debit sungai dan data hasil pengamatan (Gambar 15). Beberapa pilihan pada simulasi model yaitu; waktu untuk curah hujan dan routing (harian), metode untuk menghitung limpasan; Curve Number Method, distribusi curah hujan dengan metode skewned normal, dan metoda untuk evapotranspirasi adalah Penman-Monteith.

Gambar 15 Kurva Debit Hasil Simulasi Dan Observasi (Tahun 2008-2011) Sebelum Kalibrasi 500.000,00 1.000.000,00 1.500.000,00 2.000.000,00 2.500.000,00 3.000.000,00 3.500.000,00 1-Jan -11 1-Ma r-1 1 1-Ma y -11 1-Ju l-11 1-Se p -11 1-N o v-11 1-Jan -12 1-Ma r-1 2 1-Ma y -12 1-Ju l-12 1-Se p -12 1-N ov -12 Sedimen Sim Sedimen Obs Sedi m en ( ton/ bl n) 100,00 200,00 300,00 400,00 500,00 600,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 1-Jan -08 1-Ap r-0 8 1-Ju l-08 1- Oct-08 1-Jan -09 1-Ap r-0 9 1-Ju l-09 1- Oct-09 1-Jan -10 1-Ap r-1 0 1-Ju l-10 1- Oct-10 1-Jan -11 1- Apr-1 1 1-Ju l-11 1- Oct-11 CH Qobs Qsim Q (m ³/ d tk) (m m )


(39)

Kalibrasi

Kalibrasi dilakukan melalui pengaturan dan estimasi secara manual terhadap parameter input yang bersifat sensitif. Adanya keterbatasan waktu dan data pendukung yang tersedia di lokasi menyebabkan tidak semua parameter dari 500 parameter di dalam SWAT dapat digunakan. Prosedur dalam mengkalibrasi model mengacu pada dasar-dasar proses water balance (neraca air), total aliran dan sedimen pada SWAT. Dari sekian banyak parameter tersebut, kalibrasi hanya dilakukan pada beberapa parameter yang signifikan mempengaruhi hasil simulasi. Selama kalibrasi model untuk debit aliran sungai dan sedimen, beberapa parameter perlu disesuaikan agar memberikan output mendekati data observasi di lapangan. Terdapat 13 parameter sensitif yang disesuaikan nilainya (Tabel 6).

Pada tahap kalibrasi, data yang digunakan adalah data debit bulanan observasi dan simulasi tahun 2008 sampai dengan 2011. Untuk kalibrasi sedimen digunakan data sedimen bulanan observasi tahun 2011 dan 2012. Kalibrasi debit dan sedimen ini sesuai dengan ketersedian data yang ada di lapangan.

Prosedur kalibrasi dapat dilakukan secara manual maupun otomatis. Pada penelitian ini proses kalibrasi model dilakukan secara manual trial-error. Proses simulasi debit aliran dilakukan selama empat tahun yaitu dari 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Desember 2011 dan untuk sedimen dilakukan selama dua tahun yaitu 1 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2012. Hasil simulasi debit, curah hujan dan sedimen di sajikan pada Gambar 16 dan 17. Parameter yang digunakan dalam proses kalibrasi merupakan parameter yang sensitif terhadap kondisi hidrologi DAS Citanduy Hulu. Untuk hasil simulasi dengan model SWAT yang telah dikalibrasi diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,56 dan nilai NSE sebesar 0,34 untuk debit sedangkan untuk sedimen nilai R2 0,35 dan nilai NSE 0,64. Hasil tersebut jauh lebih bagus dari hasil simulasi model sebelumnya yang belum dilakukan penyesuaian parameter-parameter model yang sensitif (belum dikalibrasi). Langkah-langkah penyesuain model dilakukan terdapat 13 parameter yang disesuaikan nilainya seperti ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Parameter Yang Digunakan Dalam Proses Kalibrasi


(40)

Simulasi Model SWAT setelah kalibrasi pada tahun 2008 sampai dengan 2011 disajikan pada Gambar 16 yang juga menunjukkan data hasil pengukuran.

Gambar 16 Kurva Debit Hasil Simulasi Dan Observasi (Tahun 2008-2011) Setelah Kalibrasi

Gambar 17 Kurva Sedimen Hasil Simulasi Dan Observasi (Tahun 2011-2012) Setelah Kalibrasi

Validasi

Dalam proses validasi hanya dilakukan satu kali simulasi dengan kombinasi nilai parameter terbaik pada saat kalibrasi. Validasi model SWAT terkalibrasi dilakukan dengan menggunakan data debit sungai observasi, yaitu Januari sampai dengan Desember 2012 (Gambar 18). Validasi untuk sedimen dilakukan dengan menggunakan data sedimen observasi dari bulan Januari-Desember 2008 (Gambar 19). Validasi model terkalibrasi menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,65 dan nilai NSE sebesar 0,53 untuk debit dan R2 sebesar 0,75 dan nilai NSE 0,68 untuk sedimen. Berdasarkan hasil tersebut model dikatakan memuaskan (Nash dan Sutcliffe 1970).

100,00 200,00 300,00 400,00 500,00 600,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 350,00 1-Jan -08 1-Ap r-0 8 1-Ju l-08 1- Oct-08 1-Jan -09 1-Ap r-0 9 1-Ju l-09 1- Oct-09 1-Jan -10 1-Ap r-1 0 1-Ju l-10 1- Oct-10 1-Jan -11 1-Ap r-1 1 1-Ju l-11 1- Oct-11 CH Qobs Qsim Q (m ³/ d tk ) (m m ) 500.000,00 1.000.000,00 1.500.000,00 2.000.000,00 2.500.000,00 3.000.000,00 Sedimen Obs Sedimen Sim S ed im e n ( to n /b ln )


(41)

Gambar 18 Kurva Debit Aliran Hasil Simulasi Dan Observasi Proses Validasi

Gambar 19 Kurva Sedimen Hasil Simulasi Dan Observasi Proses Validasi Hubungan antara sedimen dengan debit hasil simulasi model SWAT membentuk persamaan polinomial sebagai berikut:

Y=46,024X + 264,01 ….. (12)

dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,74, dimana Y merupakan hasil sedimen (mg/kg) dan X merupakan debit air (m3/dtk) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 20. Dengan menggunakan rumus tersebut diperoleh korelasi antara debit terhadap sedimen pada setiap musim.

0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00

Debit Obs Debit Sim

Q

(

m

³/

dt

k)

200.000,00 400.000,00 600.000,00 800.000,00 1.000.000,00 1.200.000,00 1.400.000,00 1.600.000,00 1.800.000,00

Sedimen Obs Sedimen Sim

Sed

im

e

n

(

to

n

/b

ln


(42)

Gambar 20 Hubungan Debit Aliran Terhadap Sedimen

Hanya sebagian material sedimen yang tererosi dari lahan suatu DAS akan mencapai outlet Sub DAS karena sebgaian sedimen telah mengendap disepanjang saluran. Hasil erosi yang mencapai saluran outlet sub DAS disebut dengan sediment yield. Disepanjang perjalanannya dari tempat terjadinya erosi lahan sampai outlet sub DAS akan terjadi pengendapan, baik pengendapan permanen maupun pengendapan sementara, terutama di daerah-daerah cekungan, daerah landai, dataran banjir dan di saluran itu sendiri. Perbandingan antara sedimen yang terukur di outlet dan erosi di lahan biasa disebut dengan nisbah pengangkutan sedimen (SDR). Pengaruh curah hujan dan aliran permukaan memberikan konstribusi yang besar terhadap pengendapan sedimen di outlet.

Menurut Hudson (1976) dalam Suripin (2001), pembentukan lapisan atas tanah setebal 2,5 cm atau kira-kira 300 ton/ha (bulk density 1,2 ton/m3) pada kondisi alamiah akan memakan waktu 300 tahun. Akan tetapi waktu tersebut dapat diperpendek hanya dalam 30 tahun saja, apabila dilakukan pengelolaan tanah dengan baik, sehingga tata air dan tata udara diperbaiki disertai penambahan bahan organik. Pembentukan tanah setebal 2,5 cm dalam 30 tahun, untuk tanah berpasir kira-kira setara dengan 10 ton/ha/tahun, dan untuk tanah liat sebesar 12,5 ton/ha/tahun. Secara umum dapat dianggap bahwa apabila besarnya erosi, untuk lahan pertanian khususnya masih lebih kecil dari 12,5 ton/ha/tahun, maka besarnya erosi yang terjadi masih dapat dibiarkan. Sementara prediksi erosi yang terjadi di Sub-DAS Citanduy berdasarkan hasil simulasi model SWAT untuk tahun 2010-2012 masing-masing sebesar 122,91 ton/ha/thn, 56,98 ton/ha/thn dan 46, 30 ton/ha/thn. Oleh karena erosi yang terjadi di Sub-DAS Citanduy Hulu melebihi 12.5 ton/ha/tahun maka dianggap melebihi ambang batas yang ditolerir sehingga harus dilakukan upaya penanganan yang tepat untuk penanggulangan sedimen.

Analisis Penurunan Sedimen

Tindakan yang dapat dilakukan agar sedimentasi yang terjadi masih di bawah ambang batas yang maksimum salah satunya adalah dengan melakukan teknik konservasi secara mekanik. Tujuan konservasi mekanis/fisik adalah melakukan fungsi konservasi lahan dan air melalui perubahan fisik lahan, salah

Y = 46,024X + 264,01

R² = 0,7421

2.000,00 4.000,00 6.000,00 8.000,00 10.000,00 12.000,00 14.000,00 16.000,00 18.000,00 20.000,00

- 100,00 200,00 300,00 400,00

Ko n se n tr asi Sed ime n ( m g /k g )


(43)

satunya adalah dengan membangun bangunan pengendali sedimen yang berfungsi untuk menghambat kecepatan aliran permukaan dan menangkap sedimen yang dibawa aliran air sehingga kedalaman dan kemiringan sungai tidak berkurang. Perbaikan permukaan lahan akan mengatur aliran permukaan sedemikian rupa sehingga mengalir dengan energi yang tidak merusak karena mengurangi aliran permukaan, menahan aliran permukaan dan mengendalikan aliran permukaan. Bentuk tindakan secara teknik sipil yang dilakukan adalah dengan membangun check dam di saluran utama DAS yang berfungsi untuk menghambat kecepatan aliran dan menangkap sedimen yang dibawa aliran menuju outlet sub DAS. Oleh karena itu perlu dilakukan skenario model SWAT dengan menggunakan struktur bangunan check dam.

Lokasi dan Kapasitas Check Dam

Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk menurunkan sedimen adalah dengan membangun bangunan pengendali sedimen di saluran utama DAS. Check dam adalah salah satu dari bangunan pengendali sedimen yang berfungsi untuk menghambat kecepatan aliran dan menangkap sedimen yang dibawa aliran menuju outlet Sub DAS. Strategi yang dilakukan untuk menurunkan sedimen di outlet Sub-DAS Citanduy Hulu adalah dengan membangun 3 unit check dam dengan kapasitas berbeda pada saluran utama Sungai Citanduy bagian hulu (Gambar 22 dan Tabel 7). Selain jaringan utama aliran sungai, pertimbangan penempatan lokasi check dam harus diperhatikan dari sisi topografi dan pemukiman yang ada agar pembangunan check dam benar-benar efektif dan efisien sesuai dengan fungsinya.

Check dam sebagai bangunan pengendali sedimen dilengkapi dengan bangunan intake yang terletak di dasar bendungan, serta saluran pelimpah air (spillway) dan alat pengatur debit untuk melimpahkan kelebihan air pada saat mencapai ketinggian tertentu. Pada saat debit air meningkat dan melewati ketinggian air yang diijinkan maka air disalurkan melalui saluran pelimpah (Gambar 21).

Sumber : SNI 03-2851-1991


(44)

Gambar 22 Lokasi Penempatan Check Dam Tabel 7 Spesifikasi Check Dam

Check Dam Tinggi Dam Luas Genangan Tinggi Spillway Kapasitas

(m) (ha) (m) (m³)

1 2 3

6 6 6

17,89 12,44

6,94

5 5 5

447.000 311.000 173.500

Tabel 7 menunjukkan bahwa luas genangan air dan kapasitas masing-masing check dam berbeda. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan topografi yang mempengaruhi penentuan lokasi masing-masing check dam dan luas dam yang dapat dibangun sesuai dengan kondisi di lapangan.

Hasil analisis pengaruh check dam terhadap penurunan sedimen berdasarkan hasil simulasi model 3 tahun terakhir (dari tahun 2010-2012) diperoleh penurunan sedimen rata-rata di outlet DAS sebesar 29.557.556,67 ton/tahun atau 64,99% dari 81.351.783,23 ton/tahun. Menurut Van Liew et al. (2003) dan Mishra et al. (2006), aplikasi Model SWAT dengan menggunakan check dam dapat mengendalikan banjir di hilir 65 % dan menurunkan sedimen di daerah hilir suatu DAS lebih dari 64%. Selain meminimalisir sedimen dan banjir, langkah-langkah struktural seperti membangun check dam juga merupakan hal yang sangat dianjurkan karena dam dapat berfungsi untuk menyimpan dan menampung air pada musim hujan yang dapat dimanfaatkan pada musim kemarau (Patel dan Dholakia 2010). Pengaruh check dam terhadap penurunan sedimen disajikan pada Tabel 8.


(45)

Tabel 8 Pengaruh Check Dam Terhadap Penurunan Sedimen di Outlet (ton)

Tahun Jumlah sedimen Penurunan

Simulasi tanpa check dam dengan 3 check dam %

2010 119.190.000,00 46.552.300,00 60,94

2011 72.613.970,69 27.277.720,00 62,43

2012 52.251.379,00 14.842.650,00 71,59

Rata-rata 81.351.783,23 29.557.556,67 64,99 Hasil analisis model SWAT sebelum dibangun 3 check dam diperoleh sedimen total rata-rata yang dihasilkan di outlet sebesar 81.351.783,23 ton/tahun. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa adanya kecenderungan penurunan sedimen dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jumlah curah hujan yang turun dan jumlah aliran permukaan pada masing-masing tahun yang menyebabkan terjadinya erosi. Apabila dilihat dari jumlah curah hujan yang turun di Sub DAS Citanduy Hulu pada tahun 2010 (4159, 20 mm/tahun) maka sebanyak 51, 13% berubah menjadi aliran permukaan (surface runoff) dan tingkat erosi yang terjadi di lahan sebesar 122, 91 ton/ha. Pada tahun 2011 jumlah curah hujan yang turun di Sub-DAS Citanduy Hulu sebesar 2784, 47 mm/tahun dan 47, 24% berubah menjadi aliran permukaan. Hal ini menyebabkan erosi di lahan sebesar 56, 98 ton/ha. Sementara pada tahun 2012 jumlah curah hujan yang turun sebesar 2.443, 85 mm/tahun dan sebanyak 37, 73% berubah menjadi aliran permukaan. Kondisi ini menyebabkan erosi yang terjadi di lahan sebesar 46, 30 ton/ha. Salah satu faktor dari penyebab terjadinya erosi adalah berkurangnya area hutan dan meningkatnya lahan terbuka yang minim tanaman pelindung terhadap erosi. Kurangnya tanaman pelindung di area terbuka menyebabkan hilangnya penahan air dan menurunkan kemampuan tanah meresapkan air sehingga menyebabkan besarnya aliran permukaan dan erosi yang kemudian membawa sedimen masuk ke aliran sungai sampai terendapkan di outlet DAS (Wahdani 2011).

Tabel 9 Daya Tampung dan Usia Check dam

Check Dam Luas Genangan Jumlah Sedimen Kapasitas Dam akan (ha) (m³/thn) (m³) penuh(thn) 1 17,89 92.725,22 447.250 4,82 2 12,44 9.810,57 311.000 31,70 3 6,94 3.577,15 173.500 48,50

Penentuan umur masing-masing check dam diperoleh dari hasil pembagian kapasitas check dam dengan muatan sedimen yang terdapat pada setiap lokasi masing-masing check dam (Tabel 9), dengan asumsi dam tidak pernah dikeruk atau dibersihkan dan semua kapasitas terisi sedimen. Berdasarkan hasil analisis model maka diperkirakan check dam no 1 akan penuh setelah 4, 82 tahun, check dam no 2 akan penuh setelah 31, 70 tahun dan check dam no 3 akan penuh setelah 48, 50 tahun.


(46)

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Selama 3 tahun terakhir jumlah sedimen rata-rata di outlet Sub-DAS Citanduy

Hulu sebesar 81.351.783, 23 ton/tahun.

2. Penggunaan 3 buah check dam sebagai bangunan pengendali sedimen di Sub-DAS Citanduy Hulu dapat menurunkan sedimen dari 81.351.783, 23 ton/tahun menjadi 29.557.556,67 ton/tahun atau menurun sebesar 64,99%.

Saran

1. Perlu dilakukan pengkajian alternatif skenario yang lain agar melihat secara keseluruhan presentasi penurunan sedimen di outlet Sub-DAS Citanduy Hulu. 2. Pengendalian sedimen perlu dikombinasikan dengan metode konservasi

lainnya.

S 1 S


(1)

Lampiran 2. Nilai faktor C (pengelolaan tanaman) untuk USLE_C

Macam Penggunaan Lahan Nilai C

Tanah terbuka/tanpa tanaman 1,00

Sawah 0,01

Tegalan tidak dispesifikasi 0,70

Ubi kayu 0,80

Jagung 0,70

Kedelai 0,39

Kentang 0,40

Kacang tanah 0,20

Padi 0,56

Tebu 0,20

Pisang 0,60

Akar wangi (sereh wangi) 0,40

Kopi dengan penutup tanah buruk 0,20

Talas 0,85

Kebun campur :

˗ Kerapatan tinggi 0,10

˗ Kerapatan sedang 0,20

˗ Kerapatan rendah 0,50

perladangan 0,40

Hutan alam :

˗ Serasah banyak 0,01

˗ Serasah kurang 0,01

Hutan produksi :

˗ Tebang habis 0,50

˗ Tebang pilih 0,20

Semak belukar/padang rumput 0,30

Ubi kayu+kedelai 0,18

Ubi kayu+kacang tanah 0,19

Padi-sorghum 0,35

Padi-kedelai 0,42

Pola tanam tumpang gilir + mulsa jerami 0,08 Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanaman 0,36

Alang-alang murni subur 0,01


(2)

Lampiran 3. Nilai debit observasi bulanan (m³/dtk)di outlet Sub-DAS Citanduy Hulu selama 5 tahun (tahun 2008-2012)

Bulan 2008 2009 2010 2011 2012

Januari 47,00 119,20 135,88 76,21 196,38

Februari 53,59 161,42 286,34 97,58 193,27

Maret 114,42 115,96 145,59 69,59 191,88

April 107,55 96,26 130,37 69,84 193,50

Mei 51,64 55,82 150,96 64,17 118,19

Juni 22,83 76,05 101,28 35,09 49,14

Juli 8,17 26,68 77,65 31,71 41,01

Agustus 10,42 6,50 117,51 22,83 7,66

September 24,07 6,62 146,51 19,87 7,33

Oktober 44,67 36,25 128,18 29,72 39,40

November 112,84 79,13 114,21 56,76 85,86

Desember 146,83 62,06 168,96 56,70 132,72

Min 8,17 6,62 77,65 19,87 7,33

Mak 146,83 161,42 286,34 97,58 196,38

Rataan 62,00 70,16 141,95 52,51 104,29 Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Citanduy, 2013


(3)

Lampiran 4. Nilai debit bulanan hasil validasi model SWAT tahun 2012

Bulan Debit obs Debit sim

Januari 196,38 106,30

Februari 193,27 103,80

Maret 191,88 164,58

April 193,50 166,50

Mei 118,19 38,86

Juni 49,14 11,76

Juli 41,01 5,48

Agustus 7,66 3,08

September 7,33 2,07

Oktober 39,40 6,78

November 85,86 46,60

Desember 132,72 174,90

Min 7,33 2,07

Mak 196,38 174,90

Rataan 104,69 69,23

Keterangan :

Debit obs = Debit observasi (m3/dtk) Debit sim = Debit simulasi (m3/dtk)


(4)

Lampiran 5. Nilai sedimen observasi bulanan (ton/bulan)selama3 tahun di Outlet Sub-DAS Citanduy Hulu

Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Citanduy, 2013

Bulan 2008 2011 2012

Januari 182.922,77 1.104.558,68 518.878,62 Februari 50.913,10 1.302.738,94 1.325.903,21 Maret 938.844,90 406.463,45 508.131,21 April 362.912,81 141.360,56 119.489,58 Mei 19.533,50 101.387,40 74.700,98 Juni 6.700,73 84.862,37 49.353,17 Juli 5.174,51 26.483,43 101.069,94 Agustus 5.070,66 28.517,11 93.143,85 September 4.903,67 17.110,86 102.922,64 Oktober 9.622,59 79.709,22 232.782,95 November 1.360.860,16 309.392,69 465.749,67 Desember 595.026,67 538.936,12 1.508.193,02 Jumlah 3.544.494,07 4.143.531,82 5.102.330,85 Rataan 272.653,39 318.733,22 392.486,99


(5)

Lampiran 6. Nilai sedimen bulananhasil validasi Model SWAT tahun 2008

Keterangan :

Sedimen obs = Sedimen observasi (ton/bulan) Sedimen sim = Sedimen simulasi (ton/bulan)

Bulan Sedimen obs Sedimen sim

Januari 182.922,77 365.500,00

Februari 50.913,10 729.800,00

Maret 938.844,90 644.700,00

April 362.912,81 160.100,00

Mei 19.533,50 2.749,00

Juni 6.700,73 0,50

Juli 5.174,51 -

Agustus 5.070,66 2,98

September 4.903,67 10,72

Oktober 9.622,59 131.700,00

November 1.360.860,16 1.640.000,00

Desember 595.026,67 638.200,00

Jumlah 3.544.494,07 4.312.763,20


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tidore pada tanggal 28 Mei 1978 dari ayah Kardi Karim (alm) dan ibu Ramlah Adrias. Penulis adalah putra terakhir dari delapan bersaudara. Tahun 1997 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Sorong Papua Barat dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, ISTJ, Jayapura-Papua melalui jalur seleksi masuk ISTJ. Penulis lulus pendidikan sarjana pada tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Pascasarjana Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, IPB diperoleh pada tahun 2012.

Penulis bekerja sebagai staf pada Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kab. Sorong Selatan Provinsi Papua Barat sejak tahun 2003-2009. Pada tahun 2009-2013 dimutasikan sebagai Kepala Bidang Pengembangan dan Pengusahaan Dinas Pertambangan dan Energi Kab. Sorong Selatan. Karya ilmiah penulis yang berjudul “Analisis Bangunan Pengendali Sedimen Dengan Menggunakan Model Soil and Water Assessment Tool pada Daerah Aliran Sungai Citanduy Hulu, Jawa Barat” dipublikasikan di Jurnal Sumber Daya Air, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air Bandung dengan no. ISSN 1907-0276. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari Tesis penulis yang berjudul “Strategi Penanggulangan Sedimen Di Sub-DAS Citanduy Hulu Provinsi Jawa Barat Dengan Menggunakan Model SWAT”.