Potensi Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr) sebagai Inhibitor Enzim α-Glukosidae

(1)

PENDAHULUAN

Sindrom metabolik saat ini telah menjadi masalah dunia, tidak hanya di Eropa dan Amerika, akan tetapi di kawasan Asia pun angka penderitanya mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI), pravelensi sindrom metabolik yang menyerang warga Indonesia sekitar 13.1% pada tahun 2003. Angka ini didasarkan pada banyaknya warga Indonesia yang tercatat memiliki berat badan melebihi 25 kg/m2. Beberapa faktor resiko sindrom metabolik ditandai dengan meningkatnya penderita diabetes mellitus dan penyakit pembuluh darah (kardiovaskular). Akibat tingginya kadar glukosa darah hingga mencapai fase diabetes dapat memicu resiko serangan jantung, stroke, gagal ginjal, penyakit pembuluh darah perifer, serta penyakit komplikasi lainnya. Kondisi kasus yang telah akut, diabetes dapat menyebabkan kebutaan bahkan kematian (Wijayakusuma 2004).

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang dicirikan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah. Diabetes melitus dapat pula diartikan sebagai kondisi medis yang kronis artinya akan diderita seumur hidup. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa pada tahun 2003 tercatat hampir 200 juta orang di dunia menderita diabetes dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlah penderita dapat mencapai 330 juta jiwa. Sementara itu, di Indonesia berdasarkan data WHO tahun 2003 tercatat lebih dari 13 juta warga menderita diabetes, dari jumlah tersebut diperkirakan dapat meningkat menjadi lebih dari 20 juta penderita pada tahun 2030 (Depkes 2005).

Diabetes melitus disebabkan oleh berkurangnya produksi insulin terhadap kebutuhan tubuh atau insulin yang diproduksi tidak berfungsi optimal (ketidakmampuan sel untuk menggunakan insulin). Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel-sel β-pankreas yang membantu glukosa memasuki sel-sel tubuh dan mengatur kadar glukosa dalam darah. Glukosa yang berlebihan dalam darah (hiperglikemia) akan dikeluarkan melalui urin, sehingga membuat urin menjadi manis. Tidak adanya insulin juga dapat menyebabkan terjadinya penguraian lemak dalam sel yang dapat melepaskan benda

keton ke dalam darah. Keton dapat menyebabkan darah bersifat asam sehingga dapat menimbulkan gejala-gejala seperti mual, muntah, dan sakit pada perut (Matsui et al. 2004).

Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengobati penyakit diabetes tersebut, seperti menyuntikkan insulin maupun menggunakan obat antidiabetes yang dijual secara komersil atau lebih dikenal sebagai obat sintetik. Peralihan penggunaan obat sintetik menjadi obat tradisional dikarenakan obat sintetik banyak menimbulkan efek samping seperti kembung, diare, dan kejang perut sehingga penggunaannya dibatasi (Lee et al. 2007). Kelebihan obat tradisional adalah manfaatnya terhadap kesehatan yang beragam, sehingga tidak hanya digunakan untuk mengobati satu jenis penyakit saja. Obat tradisional merupakan tumbuhan yang digunakan sebagai obat. Pengobatan secara tradisional didasarkan pada faktor-faktor empiris, kebiasaan, dan pengalaman. Umumnya mekanisme penyembuhan yang terjadi dalam pengobatan jenis ini tidak dapat dijelaskan secara rinci seperti pengobatan sintetik (Wijayakusuma 2004).

Banyak jenis obat tradisional yang telah digunakan sebagai obat oral antidiabetik. Menurut Widowati et al. (1997), disebutkan bahwa terdapat 46 jenis tanaman yang digunakan sebagian obat antidiabetes, akan tetapi baru sekitar 16 jenis tanaman yang telah diteliti secara ilmiah diantaranya bawang putih (Allium cepa L), babakan pule (Alstonia scholaris), sambiloto (Andrographis paniculata), belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L), sembung (Blumea balsamifera), tapak dara (Catharathus roseus G. Don), ubi jalar (Ipomea batatas Poir), bungur putih (Lagerstroemia specioa (L) Pers), petai cina (Leucaena leuchepala de Win), bidara upas (Merremia mammosa Hall), mengkudu (Morinda citrifolia), lampes (Ocimum sanctum L), petai (Parkia speciosa Hassk), keji beling (Seriocalyx crispus L. Bremek), duwet (Syzgium cumini (L) Skeels), dan brotowali (Tinospora crispa (L) Miers). Tanaman obat antidiabets lainnya menurut Widowati et al(1997) belum diteliti secara ilmiah hanya berdasarkan pengalaman empiris, salah satu contohnya adalah pada tanaman buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr).

Penelitian bertujuan mengetahui potensi ekstrak tanaman buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) sebagai antidiabetes.


(2)

2

Hipotesis penelitian ini adalah fraksi air memiliki potensi sebagai antidiabetes dengan mekanisme penghambatan terhadap aktivitas enzim α-glukosidase secara in vitro. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat tanaman buah makasar, sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif pengobatan diabetes melitus.

TINJAUAN PUSTAKA

Buah Makasar

Tanaman buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) tergolong famili Simaroubaceae, divisi Magnoliophyta, ordo Sapindales, kelas Magnoliopsida, bangsa Geraniales, serta marga Brucea (Kumala 2007). Penyebaran tanaman obat buah makasar di Indonesia masih tergolong jarang, tanaman ini banyak ditemukan di pulau Jawa dan Madura, sebagian orang pun masih banyak yang belum mengenal tanaman ini padahal tanaman ini merupakan salah satu jenis tanaman yang sering dipakai untuk mengobati berbagai macam penyakit, seperti demam, hipertensi, kanker, malaria, stroke, dan diabetes. Selain di Indonesia, buah makasar juga banyak ditemukan di Srilanka, India, Cina, Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Australia utara (Wijayakusuma 2004).

Tanaman tersebut (Gambar 2) terdiri atas batang, daun, bunga, biji, dan akar. Batang tanaman ini memiliki ciri berkayu, bulat dan berbintik-bintik, sedangkan daunnya berbentuk majemuk lonjong, tepi bergerigi, ujung runcing dan lebar daun sekitar 1.5-5 cm, dan buahnya yang umum digunakan sebagai bahan obat tradisional berbentuk bulat, berwarna hijau hingga kehitaman. Tanaman tersebut dapat tumbuh pada ketinggian 0.5-550 meter di atas permukaan laut, dapat ditemukan dalam hutan jati, belukar, hutan sekunder, maupun pada tepi sungai (Kumala 2007).

Gambar 1 Tanaman buah makasar.

Buah makasar mengandung berbagai senyawa kimia diantaranya alkaloid, glukosida, bruceosida A dan B, phenol (brucenol dan asam bruceolat), brusatol, bruceine A, dan quassin. Senyawa brucein yang ditemukan dalam ekstrak buah makasar bersifat antimalaria dan antikanker. Senyawa tersebut bukan hanya memberikan efek sitotoksik akan tetapi juga bersifat menghambat pertumbuhan strain Plasmodium fasciperum K1 secara in vitro. Senyawa kimia lainnya yang terkandung dalam buah makasar dilaporkan juga mempunyai aktivitas melawan leukemia limfotik dan kanker paru-paru (Wijayakusuma 2004).

Diabetes Melitus

Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu penyakit kelainan metabolik kronis secara serius yang memiliki dampak signifikan tehadap kesehatan yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah. Salah satu penyebab diabetes melitus yaitu ditandai dengan menurunnya hormon insulin yang diproduksi oleh sel beta pulau langerhans dalam kelenjar pankreas. Insulin merupakan hormon yang berperan dalam metabolisme glukosa khususnya sebagai perantara masuknya glukosa di dalam darah ke sel-sel jaringan tubuh lainnya seperti otot dan jaringan lemak (Garrett & Grisham 2002).

Hiperglikemia merupakan keadaan saat konsentrasi kadar gula dalam darah melewati batas normal. Keadaan ini dapat terjadi akibat adanya defisiensi insulin sehingga penyerapan glukosa ke dalam sel menjadi terhambat (Ohta 2002). Kadar gula dalam darah normal kurang dari 100 mg/dL, sesaat setelah makan kadar gula dalam darah dapat meningkat hingga 120 mg/dL dan dapat kembali normal 2 jam setelah makan (Soegondo 2004).

Gejala umum yang timbul pada diabetes melitus diantaranya, sering haus, sering buang air kecil, kesemutan, penglihatan mulai terganggu, banyak makan akan tetapi berat badan menurun, cepat merasa lelah dan sering mengantuk (Purwakusumah 2003). Penyakit diabetes melitus dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pola makan, obesitas, faktor genetik, bahan kimia dan obat-obatan serta infeksi pada pankreas (Wijayakusuma 2004).


(3)

Hipotesis penelitian ini adalah fraksi air memiliki potensi sebagai antidiabetes dengan mekanisme penghambatan terhadap aktivitas enzim α-glukosidase secara in vitro. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat tanaman buah makasar, sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif pengobatan diabetes melitus.

TINJAUAN PUSTAKA

Buah Makasar

Tanaman buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) tergolong famili Simaroubaceae, divisi Magnoliophyta, ordo Sapindales, kelas Magnoliopsida, bangsa Geraniales, serta marga Brucea (Kumala 2007). Penyebaran tanaman obat buah makasar di Indonesia masih tergolong jarang, tanaman ini banyak ditemukan di pulau Jawa dan Madura, sebagian orang pun masih banyak yang belum mengenal tanaman ini padahal tanaman ini merupakan salah satu jenis tanaman yang sering dipakai untuk mengobati berbagai macam penyakit, seperti demam, hipertensi, kanker, malaria, stroke, dan diabetes. Selain di Indonesia, buah makasar juga banyak ditemukan di Srilanka, India, Cina, Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Australia utara (Wijayakusuma 2004).

Tanaman tersebut (Gambar 2) terdiri atas batang, daun, bunga, biji, dan akar. Batang tanaman ini memiliki ciri berkayu, bulat dan berbintik-bintik, sedangkan daunnya berbentuk majemuk lonjong, tepi bergerigi, ujung runcing dan lebar daun sekitar 1.5-5 cm, dan buahnya yang umum digunakan sebagai bahan obat tradisional berbentuk bulat, berwarna hijau hingga kehitaman. Tanaman tersebut dapat tumbuh pada ketinggian 0.5-550 meter di atas permukaan laut, dapat ditemukan dalam hutan jati, belukar, hutan sekunder, maupun pada tepi sungai (Kumala 2007).

Gambar 1 Tanaman buah makasar.

Buah makasar mengandung berbagai senyawa kimia diantaranya alkaloid, glukosida, bruceosida A dan B, phenol (brucenol dan asam bruceolat), brusatol, bruceine A, dan quassin. Senyawa brucein yang ditemukan dalam ekstrak buah makasar bersifat antimalaria dan antikanker. Senyawa tersebut bukan hanya memberikan efek sitotoksik akan tetapi juga bersifat menghambat pertumbuhan strain Plasmodium fasciperum K1 secara in vitro. Senyawa kimia lainnya yang terkandung dalam buah makasar dilaporkan juga mempunyai aktivitas melawan leukemia limfotik dan kanker paru-paru (Wijayakusuma 2004).

Diabetes Melitus

Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu penyakit kelainan metabolik kronis secara serius yang memiliki dampak signifikan tehadap kesehatan yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah. Salah satu penyebab diabetes melitus yaitu ditandai dengan menurunnya hormon insulin yang diproduksi oleh sel beta pulau langerhans dalam kelenjar pankreas. Insulin merupakan hormon yang berperan dalam metabolisme glukosa khususnya sebagai perantara masuknya glukosa di dalam darah ke sel-sel jaringan tubuh lainnya seperti otot dan jaringan lemak (Garrett & Grisham 2002).

Hiperglikemia merupakan keadaan saat konsentrasi kadar gula dalam darah melewati batas normal. Keadaan ini dapat terjadi akibat adanya defisiensi insulin sehingga penyerapan glukosa ke dalam sel menjadi terhambat (Ohta 2002). Kadar gula dalam darah normal kurang dari 100 mg/dL, sesaat setelah makan kadar gula dalam darah dapat meningkat hingga 120 mg/dL dan dapat kembali normal 2 jam setelah makan (Soegondo 2004).

Gejala umum yang timbul pada diabetes melitus diantaranya, sering haus, sering buang air kecil, kesemutan, penglihatan mulai terganggu, banyak makan akan tetapi berat badan menurun, cepat merasa lelah dan sering mengantuk (Purwakusumah 2003). Penyakit diabetes melitus dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pola makan, obesitas, faktor genetik, bahan kimia dan obat-obatan serta infeksi pada pankreas (Wijayakusuma 2004).


(4)

3

Diabetes melitus terbagi menjadi dua tipe yaitu diabetes tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) dan diabetes tipe II (Insulin Independent Diabetes Mellitus). DM tipe I dapat didefenisikan sebagai tipe diabetes yang tergantung pada insulin. Pada tipe ini sel pankreas yang menghasilkan insulin mengalami kerusakan, akibatnya sel-sel βpada pankreas tidak dapat mensekresi insulin atau apabila dapat mensekresi insulin hanya dalam jumlah yang sedikit. Kerusakan pada sel-sel β disebabkan oleh adanya peradangan pada pankreas. Akibat sel-sel β tidak dapat membentuk insulin maka penderita DM tipe I selalu tergantung pada insulin. DM tipe II merupakan tipe diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Hal tersebut terjadi karena sel β-pankreas yang tidak mengalami kerusakan, akan tetapi insulin yang disekresikan jumlahnya menurun. Penurunan tersebut disertai defisiensi insulin hingga resistensi insulin (Murray 2003). DM tipe II ini umumnya disebabkan oleh obesitas atau kelebihan berat badan. Pengobatan terhadap diabetes tipe ini dilakukan dengan pengaturan pola makan dan olahraga, namun dapat pula diobati dengan obat-obat antidiabetes tertentu (Matsumoto et al. 2002).

Menurut Wijayakusuma (2004), selain DM tipe I dan II terdapat satu tipe diabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan. Penyakit tersebut umumnya dialami oleh wanita hamil dan akan kembali normal setelah melahirkan. Seorang wanita hamil membutuhkan lebih banyak insulin untuk mempertahankan metabolisme karbohidrat. Jika tidak menghasilkan lebih banyak insulin, wanita hamil dapat menderita penyakit diabetes yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme glukosa (karbohidrat) dan metabolisme yang terjadi dalam tubuh lainnya.

Pengobatan Diabetes Melitus Pengobatan diabetes melitus umumnya dilakukan dengan pengaturan diet, pemberian obat antidiabetik oral, dan terapi insulin. Akan tetapi pemberian obat-obat antidiabetik oral dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya. Efek tersebut dapat berupa gangguan mekanisme dalam tubuh hingga kematian (Tuyet & Chuyen 2007).

Pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obat yang paling umum

dilakukan karena mudah, murah, dan aman. Pada umumnya pemberian obat antidiabetik oral hanya dilakukan untuk penderita DM tipe II, obat tersebut terbagi menjadi dua jenis diantaranya obat sintetik dan obat tradisional (Mathur & Shiel 2003).

Obat sintetik yang memiliki aktivitas antidiabetik dibagi menjadi 4 kelas menurut mekanisme kerjanya. Pertama, golongan sulfonilurea yang memiliki mekanisme kerja utama pada peningkatan insulin. Obat dari golongan ini yang banyak digunakan dalam pengobatan diabetes adalah glimepiride. Kedua, golongan biguanida yang dapat mengurangi produksi glukosa hati sehingga dapat meningkatkan sensitivitas periferal dan mengurangi penyerapan glukosa intestinal, contoh obat golongan ini adalah glucophage, diabex, glucotika,dan lain-lain. Ketiga, golongan inhibitor α-glukosidase salah satunya adalah Acarbose (Gambar 2). Obat ini dapat menghambat enzim spesifik yang menguraikan pati dalam usus halus sehingga menunda penyerapan glukosa hasil pemecahan karbohidrat di dalam usus. Keempat, merupakan insulin eksogen yang berperan dalam meningkatkan sensitivitas insulin secara tidak langsung dan menekan produksi glukosa hati. Obat lainnya yang sering digunakan dalam terapi diabetes adalah pioglitazone, yang termasuk ke dalam golongan thiazolidinedione. Poiglitazone bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan target, seperti menurunkan glukoneogenesis di hati (Tuyet & Chuyen 2007).

Pengukuran Konsentrasi Gula Darah Konsentrasi gula dalam darah dapat ditentukan atau diukur dengan berbagai macam cara seperti metode gugus amina, metode enzimatik, metode reduksi, dan metode pemisahan glukosa. Pengukuran dengan metode kondensasi gugus amina yaitu melalui mekanisme spektrofotometri dengan spektrofotometer. Berdasarkan intensitas warna yang terbentuk, prinsip metode ini adalah kondensasi aldosa dengan orto toluidin dalam suasana asam dan menghasilkan larutan berwarna hijau setelah dipanaskan.


(5)

Gambar 2 Struktur Acarbose. Secara enzimatik kadar glukosa dapat ditentukan melalui penambahan enzim glukosa oksidase (GOD), glukosa dioksidasi oleh enzim menjadi asam glukoronat disertai dengan terbentuknya H2O2. Adanya enzim peroksidase (POD), H2O2 akan membebaskan O2 yang mengoksidasi akseptor kromogen yang sesuai serta menghasilkan intensitas warna yang dapat dideteksi dengan spektrofotometer (Widowati et al. 1997).

Metode reduksi merupakan metode pengukuran glukosa yang menggunakan suatu oksidan ferisianida yang direduksi menjadi ferosianida oleh glukosa dalam suasana basa dengan pemanasan, kemudian kelebihan garam feri dititrasi secara iodometri. Metode lainnya adalah metode pemisahan glukosa, metode tersebut merupakan metode yang sangat jarang dilakukan. Metode ini memperlihatkan adanya pemisahan glukosa dalam keadaan panas dengan antron atau timol dalam suasana asam dengan menggunakan asam sulfat pekat. Glukosa tersebut kemudian dipisahkan dengan metode kromatografi (Widowati et al.1997).

Aktivitas antidiabetes dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu dengan menghambat aktivitas enzim α-glukosidase dan menstimulasi sel β-Langerhans untuk menghasilkan insulin. Pengujian terhadap aktivitas antidiabetes yang umum digunakan adalah melalui mekanisme penghambatan terhadap kerja enzim α-glukosidase (Matsumoto et al.2002).

Enzim α-glukosidase dengan nama kimia α-D-glikosida glukohidrolase merupakan enzim yang berperan dalam usus halus manusia. Enzim tersebut merupakan enzim kunci pada proses akhir pemecahan karbohidrat. α-Glukosidase mengkatalisis hidrolisis terminal residu glukosa non pereduksi yang berikatan α-1,4 pada berbagai substrat dan dihasilkan α-D-glukosa. α-Glukosidase menghidrolisis

ikatan α-glikosidik pada oligosakarida dan α-D-glikosida (Gao et al.2007).

Pengujian aktivitas daya hambat terhadap enzim α-glukosidase dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro. Metode spektrofotometri banyak digunakan dalam pengujian secara in vitro dengan menggunakan pseudo-substrat, seperti p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (p-NPG) dan enzim α-glukosidase, sedangkan secara pseudo in vivo menggunakan sel pankreas penghasil enzim α-glukosidase. Pengujian in vivodilakukan dengan memberikan inhibitor dengan dosis tertentu pada hewan percobaan yang menderita diabetes dan kadar glukosa dalam hewan percobaan tersebut diamati secara berkala. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, telah melahirkan suatu metode pengujian terhadap aktivitas antidiabetes terbaru yaitu dengan menggunakan biosensor (Matsumoto et al.2002).

Daya hambat terhadap aktivitas α-glukosidase sendiri dipelajari secara pseudo -substrat dengan mengetahui kemampuan sampel untuk menghambat reaksi hidrolisis glukosa pada substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (p-NPG). Setelah mengalami hidrolisis substrat akan terhidrolisis menjadi α-D-glukosa dan p-nitrofenol yang berwarna kuning (Gambar 3). Warna kuning yang dihasilkan oleh p-nitrofenol menjadi indikator kemampuan inhibitor untuk menghambat reaksi yang terjadi. Semakin besar kemampuan inhibitor untuk menghambat maka produk yang dihasilkan semakin sedikit atau warna larutan setelah inkubasi lebih cerah dibandingkan dengan larutan tanpa inhibitor (Sugiwati 2005).

Gambar 3 Reaksi α-glukosidase dengan p-nitrofenil α-D-glukopiranosida.

H2O


(6)

5

Uji Fitokimia

Fitokimia atau kimia tumbuhan telah berkembang menjadi disiplin ilmu tersendiri, berada diantara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta berkaitan erat dengan keduanya. Bidang perhatian dari fitokimia adalah keanekaragaman senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimia, biosintesis, perubahan serta metabolismenya, penyebaran secara ilmiah, dan fungsi biologisnya (Harborne 1987).

Analisis fitokimia atau uji fitokimia merupakan uji pendahuluan untuk mengetahui keberadaan senyawa kimia spesifik seperti alkaloid, senyawa fenol (termasuk flavonoid), steroid, saponin, dan triterpenoid. Uji tersebut sangat bermanfaat untuk memberikan informasi jenis senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan, terutama tumbuhan obat yang digunakan. Senyawa-senyawa ini merupakan metabolit sekunder yang mungkin dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat. Senyawa metabolit sekunder sangat bervariasi jumlah dan jenisnya dari setiap tumbuh-tumbuhan, beberapa dari senyawa tersebut telah diisolasi dan sebagain diantaranya memberian efek fisiologis dan farmakologis yang lebih dikenal sebagai senyawa kimia aktif (Copriyadi 2005)

Analisis ini merupakan tahapan awal dalam isolasi senyawa bahan alam sehinga menjadi panduan bersama-sama dengan uji aktivitas biologis senyawa tersebut. Salah satu tujuan pengelompokan senyawa-senyawa aktif tersebut adalah untuk mengetahui hubungan biosintesis dan famili tumbuhan (Jenner 2005). Informasi ini sangat berguna oleh ahli sintesis kimia organik untuk memprediksi subsituen senyawa aktif tersebut sehingga dapat lebih berkhasiat. Tanaman yang diuji fitokimianya dapat berupa tanaman segar, kering, serbuk, ekstrak, maupun dalam bentuk sediaan (Harborne 1987).

Ekstraksi

Keanekaragaman flora (biodiversity) berarti pula keanekaragamn senyawa kimia (chemodiversity) yang terkandung di dalamnya. Hal tersebut memicu dilakukannya suatu analisis terhadap metabolit sekunder yang terkandung dalam tumbuh-tumbuhan melalui teknik

pemisahan, metode analisis, dan uji farmakologi (Simpen 2008).

Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen atau zat aktif dari suatu campuran padatan atau cairan dengan menggunakan pelarut tertentu. Pelarut yang digunakan tidak bercampur atau hanya bercampur sebagian dengan campuran padatan atau cairan. Dengan kontak yang intensif, komponen aktif pada campuran akan berpindah ke dalam pelarut (Gamse 2002). Pemilihan pelarut merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan kesempurnaan proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi harus dapat menarik komponen aktif dari campuran dalam sampel (Gamse 2002).

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut diantaranya, selektivitas, sifat pelarut dan kemampuan pelarut untuk mengekstraksi, tidak bersifat racun, mudah diuapkan, dan relatif murah (Gamse 2002). Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi dapat menembus pori-pori bahan padat sehingga bahan yang ingin diekstrak dapat dengan mudah tertarik. Pelarut yang umum digunakan diantaranya, etil asetat, heksana, eter, benzena, toluena, etanol, isopropanol, aseton, dan air (Simpen 2008).

Metode ekstraksi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri atas maserasi, perkolasi, reperkolasi, evakolasi, dan dialokasi. Ekstraksi khusus terbagi atas sokletasi, arus balik, dan ultrasonik (Harborne 1987). Penelitian ini menggunakan metode maserasi.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah makasar, akuades, alkohol 95%, heksana, metanol, kloroform, enzim α-glukosidase, p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (p-NPG), larutan buffer fosfat (pH 7), serum bovine albumin, acarbose (glucobay), dimetilsulfoksida (DMSO), HCl 2N, dan Na2CO3. Bahan-bahan yang dipakai untuk uji fitokimia adalah H2SO4 2M, pereaksi (Dragendorf, Mayer & Wagner), etanol 30%, asam asetat anhidrat, H2SO4pekat, dan metanol 30%.


(7)

Uji Fitokimia

Fitokimia atau kimia tumbuhan telah berkembang menjadi disiplin ilmu tersendiri, berada diantara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta berkaitan erat dengan keduanya. Bidang perhatian dari fitokimia adalah keanekaragaman senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimia, biosintesis, perubahan serta metabolismenya, penyebaran secara ilmiah, dan fungsi biologisnya (Harborne 1987).

Analisis fitokimia atau uji fitokimia merupakan uji pendahuluan untuk mengetahui keberadaan senyawa kimia spesifik seperti alkaloid, senyawa fenol (termasuk flavonoid), steroid, saponin, dan triterpenoid. Uji tersebut sangat bermanfaat untuk memberikan informasi jenis senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan, terutama tumbuhan obat yang digunakan. Senyawa-senyawa ini merupakan metabolit sekunder yang mungkin dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat. Senyawa metabolit sekunder sangat bervariasi jumlah dan jenisnya dari setiap tumbuh-tumbuhan, beberapa dari senyawa tersebut telah diisolasi dan sebagain diantaranya memberian efek fisiologis dan farmakologis yang lebih dikenal sebagai senyawa kimia aktif (Copriyadi 2005)

Analisis ini merupakan tahapan awal dalam isolasi senyawa bahan alam sehinga menjadi panduan bersama-sama dengan uji aktivitas biologis senyawa tersebut. Salah satu tujuan pengelompokan senyawa-senyawa aktif tersebut adalah untuk mengetahui hubungan biosintesis dan famili tumbuhan (Jenner 2005). Informasi ini sangat berguna oleh ahli sintesis kimia organik untuk memprediksi subsituen senyawa aktif tersebut sehingga dapat lebih berkhasiat. Tanaman yang diuji fitokimianya dapat berupa tanaman segar, kering, serbuk, ekstrak, maupun dalam bentuk sediaan (Harborne 1987).

Ekstraksi

Keanekaragaman flora (biodiversity) berarti pula keanekaragamn senyawa kimia (chemodiversity) yang terkandung di dalamnya. Hal tersebut memicu dilakukannya suatu analisis terhadap metabolit sekunder yang terkandung dalam tumbuh-tumbuhan melalui teknik

pemisahan, metode analisis, dan uji farmakologi (Simpen 2008).

Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen atau zat aktif dari suatu campuran padatan atau cairan dengan menggunakan pelarut tertentu. Pelarut yang digunakan tidak bercampur atau hanya bercampur sebagian dengan campuran padatan atau cairan. Dengan kontak yang intensif, komponen aktif pada campuran akan berpindah ke dalam pelarut (Gamse 2002). Pemilihan pelarut merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan kesempurnaan proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi harus dapat menarik komponen aktif dari campuran dalam sampel (Gamse 2002).

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut diantaranya, selektivitas, sifat pelarut dan kemampuan pelarut untuk mengekstraksi, tidak bersifat racun, mudah diuapkan, dan relatif murah (Gamse 2002). Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi dapat menembus pori-pori bahan padat sehingga bahan yang ingin diekstrak dapat dengan mudah tertarik. Pelarut yang umum digunakan diantaranya, etil asetat, heksana, eter, benzena, toluena, etanol, isopropanol, aseton, dan air (Simpen 2008).

Metode ekstraksi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri atas maserasi, perkolasi, reperkolasi, evakolasi, dan dialokasi. Ekstraksi khusus terbagi atas sokletasi, arus balik, dan ultrasonik (Harborne 1987). Penelitian ini menggunakan metode maserasi.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah makasar, akuades, alkohol 95%, heksana, metanol, kloroform, enzim α-glukosidase, p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (p-NPG), larutan buffer fosfat (pH 7), serum bovine albumin, acarbose (glucobay), dimetilsulfoksida (DMSO), HCl 2N, dan Na2CO3. Bahan-bahan yang dipakai untuk uji fitokimia adalah H2SO4 2M, pereaksi (Dragendorf, Mayer & Wagner), etanol 30%, asam asetat anhidrat, H2SO4pekat, dan metanol 30%.


(8)

6

Alat-alat yang dipakai adalah spketrofotometer UV, penangas air, neraca analitik, rotavapor, corong pisah, pipet mikro, pipet volumetrik, pipet tetes, labu Erlenmeyer, tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur, bulb, batang pengaduk sudip, corong gelas, kertas saring, kapas, dan sentrifus.

Metode

Ekstraksi Buah Makasar (Usman 2000) Ekstrak buah makasar dibuat menjadi dua fraksi yaitu fraksi air dan heksana. Buah makasar yang telah kering dan menjadi serbuk kemudian direndam dalam alkohol 95% selama 24 jam dan disaring. Residu yang didapat kemudian direndam kembali dengan alkohol 95% dan dilakukan berulang kali hingga larutan hasil ekstraksi tidak berwarna lagi. Semua filtrat kemudian dijadikan satu dan dipekatkan dengan rotavapor 40oC sehingga bebas alkohol.

Ekstrak kasar yang telah diperoleh kemudian dipartisi dengan campuran heksan, metanol, dan air dengan perbandingan 5:9:1 (v/v). Partisi dilakukan dengan menggunakan corong pisah sehingga diperoleh fase heksan dan fase metanol air. Bahan dalam fase heksan yang telah diperoleh kemudian dikeringkan dengan rotavapour 40oC, hingga diperoleh fraksi heksanayang siap untuk diuji. Bahan dalam fase metanol air, setelah dikeringkan dengan rotavapor 40oC, kemudian dipartisi kembali dengan campuran kloroform dan air dengan perbandingan 1:1 hingga diperoleh dua fase, fase kloroform dan fase air. Masing-masing fase kemudian dikeringkan dengan rotavapour 40oC hingga diperoleh fraksi air untuk diujikan.

Uji Fitokimia (Harborne 1987)

Analisis fitokimia yang dilakukan dalam penelitian ini hanya dilakukan secara kualitatif, analisis ini dilakukan untuk mengetahui senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam fraksi heksana dan air ekstrak buah makasar. Senyawa yang diidentifkasi adalah senyawa flavonoid, alkaloid, dan triterpenoid.

Uji Alkaloid. Sebanyak 0.05 gram ekstrak buah makasar ditambahkan 5 mL kloroform dan amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 1 tetes H2SO4 2M. Fraksi asam dibagi menjadi tiga tabung kemudian masing-masing ditambahkan

pereaksi Dragendorf, Meyer, dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Meyer, endapan merah pada pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat pada pereaksi Wagner.

Uji Flavonoid. Sebanyak 0.05 gram ekstrak buah makasar ditambahkan dengan metanol 30% kemudian dipanaskan selama 5 menit. Filtrat ditambahkan dengan H2SO4, senyawa flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah karena adanya penambahan H2SO4.

Uji Triterpenoid. Sebanyak 0.05 gram ekstrak buah makasar ditambahkan dengan 12.5 mL etanol 30% lalu dipanaskan selama 5 menit dan disaring. Filtratnya kemudian diuapkan dan kemudian ditambahkan dengan eter. Lapisan ditambahkan dengan pereaksi Lieberman Burchard (3 tetes asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat). Warna merah atau ungu yang terbentuk menunjukkan adanya triterpenoid.

Pembuatan Kurva Standar

Kurva standar dibuat melalui enam titik deret standar, diantaranya pada konsentrasi 15 M, 30 M, 45 M, 60 M, 75 M, dan λ0 M. Larutan standar dibuat dengan melarutkan 4-nitrofenol dalam larutan buffer fosfat (pH 7) dan dibuat menjadi enam konsentrasi seperti di atas. Kemudian larutan standar diukur pada panjang gelombang 400 nm. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.

Uji Inhibisi α-Glukosidase (Sutedja 2003) Pengujian terhadap daya hambat aktivitas enzim α-glukosidase menggunakan substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (p-NPG) dan enzim α-glukosidase, pada pengujian tersebut α-glukosidase akan menghidrolisis substrat p-NPG menjadi glukosa dan p-nitrofenol yang berwarna kuning. Sampel yang ditambahkan ke dalam campuran substrat diharapkan akan menghambat kerja enzim sehingga mengurangi terbentuknya glukosa dan intensitas warna kuning yang terbentuk.

Larutan enzim dibuat dengan melarutkan 1.0 mg enzim α-glukosidase dalam larutan buffer fosfat (pH 7) yang mengandung 200 mg serum bovin albumin, sebelum digunakan enzim diencerkan 25 kali dengan buffer fosfat (pH 7). Campuran pereaksi terdiri atas 250 Lp-nitrofenil α-D-glukopiranosida (p-NPG) 20 mM sebagai substrat, 4λ0 Llarutan buffer fosfat (pH 7) 100 mM, dan 10 L larutan contoh dalam


(9)

DMSO 1% (b/v). Kemudian campuran tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit, setelah itu ditambahkan larutan enzim sebanyak 250 L dan diinkubasi kembali selama 15 menit. Reaksi enzim dihentikan dengan menambahkan Na2CO3 200 mM sebanyak 1000 L. Kemudian larutan diukur pada panjang gelombang 400 nm.

Tablet Acarbose (glukobay) dilarutkan dalam buffer dan HCl 2N (1:1) dengan konsentrasi 1% (b/v) sebagai blanko, kemudian disentrifuse dan supernatan diambil sebanyak 10 L dan dimasukkan ke dalam campuran reaksi seperti dalam sampel. Hasil campuran tersebut diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 400 nm. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.

Analisis Data (Mattjik 2002)

Rancangan percobaan pada penelitian ini adalah rancanan acak lengkap (RAL) satu faktor dengan tiga kelompok perlakuan dan tiga kali ulangan. Analisis data menggunakan ANOVA dengan model rancang sebagai berikut:

Yij= + αi+ εij Keterangan:

= Pengaruh rataan umum

αi= Pengaruh perlakuan ke-I, i = 1,2,3,4 εij =Pengaruh galat perlakuan ke-i dan

ulangan ke-j, j = 1,2,3 i = 1 adalah blanko

i = 2 adalah fraksi air buah makasar 1% i = 3 adalah fraksi heksana buah makasar

1%

i = 4 adalah pembanding atau kontrol positif Acarbose1%

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi

Ekstraksi dilakukan untuk mengambil zat-zat yang terkandung dalam suatu campuran dengan bantuan pelarut tertentu. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan cara merendam sampel yaitu serbuk buah makasar dalam pelarut tertentu. Maserasi merupakan metode yang cukup sederhana karena tidak memerlukan pemanasan sehingga dapat mencegah rusaknya kandungan senyawa metabolit sekunder yang tidak tahan terhadap suhu tinggi. Pelarut yang digunakan pada metode maserasi adalah etanol 95%. Pemilihan pelarut tersebut didasarkan pada ketertarikan

semua senyawa metabolit yang terkandung di dalam ekstrak tersebut. Ekstrak yang diperoleh kemudian dievaporasi untuk menguapkan sisa pelarut yang digunakan sehingga diperoleh ekstrak kental yang pekat. Pemekatan dilakukan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40oC untuk mencegah kemungkinan terjadinya kerusakan komponen yang terkandung di dalam ekstrak. Hasil pemekatan kemudian difraksinasi untuk mendapatkan 2 jenis fraksi yang berbeda yaitu fraksi air dan fraksi heksana.

Fraksinasi merupakan proses pemisahan komponen dalam suatu ekstrak menjadi kelompok-kelompok senyawa yang memiliki kemiripan karakteristik secara kimia (Hougton & Raman 1998). Fraksinasi tersebut dilakukan dengan menggunakan corong pisah, cara ini tergolong cara yang cukup sederhana dan cepat. Pemilihan fraksi air berdasarkan pada pola konsumsi masyarakat yang pada umumnya menggunakan air sebagai pelarutnya. Pemilihan fraksi heksana dilakukan untuk mengidentifikasi adanya senyawa metabolit sekunder yang larut dalam pelarut nonpolar.

Rendemen ekstrak buah makasar yang didapat dari fraksi air sebesar 4.38%, sedangkan rendemen dari fraksi heksana sebesar 6.45%. Rendemen ekstrak buah makasar fraksi air tersebut tergolong rendah bila dibandingkan dengan rendemen buah lain yang juga digunakan sebagai obat tradisional yaitu buah mahkota dewa. Rendemen ekstrak buah mahkota dewa fraksi air diketahui sebesar 22.17% (Septiawati 2008). Perbedaan hasil rendemen tersebut dapat dikarenakan buah makasar yang kurang halus serbuknya sehingga dapat mengurangi efektifitas ekstraksi. Semakin kecil atau halus ukuran bahan yang digunakan maka semakin luas bidang kontak antara bahan dengan pelarutnya (Tuyet & Chuyen 2007).

Uji Fitokimia

Analisis fitokimia dilakukan pada ekstrak buah makasar fraksi air dan heksana. Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar fraksi air mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid, sedangkan fraksi heksana hanya mengandung senyawa alkaloid (Tabel 1). Hasil uji fitokimia ini berbeda dengan hasil penelitian Kumala (2007) yang menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar mengandung senyawa

7


(10)

7

DMSO 1% (b/v). Kemudian campuran tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit, setelah itu ditambahkan larutan enzim sebanyak 250 L dan diinkubasi kembali selama 15 menit. Reaksi enzim dihentikan dengan menambahkan Na2CO3 200 mM sebanyak 1000 L. Kemudian larutan diukur pada panjang gelombang 400 nm.

Tablet Acarbose (glukobay) dilarutkan dalam buffer dan HCl 2N (1:1) dengan konsentrasi 1% (b/v) sebagai blanko, kemudian disentrifuse dan supernatan diambil sebanyak 10 L dan dimasukkan ke dalam campuran reaksi seperti dalam sampel. Hasil campuran tersebut diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 400 nm. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.

Analisis Data (Mattjik 2002)

Rancangan percobaan pada penelitian ini adalah rancanan acak lengkap (RAL) satu faktor dengan tiga kelompok perlakuan dan tiga kali ulangan. Analisis data menggunakan ANOVA dengan model rancang sebagai berikut:

Yij= + αi+ εij Keterangan:

= Pengaruh rataan umum

αi= Pengaruh perlakuan ke-I, i = 1,2,3,4 εij =Pengaruh galat perlakuan ke-i dan

ulangan ke-j, j = 1,2,3 i = 1 adalah blanko

i = 2 adalah fraksi air buah makasar 1% i = 3 adalah fraksi heksana buah makasar

1%

i = 4 adalah pembanding atau kontrol positif Acarbose1%

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi

Ekstraksi dilakukan untuk mengambil zat-zat yang terkandung dalam suatu campuran dengan bantuan pelarut tertentu. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan cara merendam sampel yaitu serbuk buah makasar dalam pelarut tertentu. Maserasi merupakan metode yang cukup sederhana karena tidak memerlukan pemanasan sehingga dapat mencegah rusaknya kandungan senyawa metabolit sekunder yang tidak tahan terhadap suhu tinggi. Pelarut yang digunakan pada metode maserasi adalah etanol 95%. Pemilihan pelarut tersebut didasarkan pada ketertarikan

semua senyawa metabolit yang terkandung di dalam ekstrak tersebut. Ekstrak yang diperoleh kemudian dievaporasi untuk menguapkan sisa pelarut yang digunakan sehingga diperoleh ekstrak kental yang pekat. Pemekatan dilakukan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40oC untuk mencegah kemungkinan terjadinya kerusakan komponen yang terkandung di dalam ekstrak. Hasil pemekatan kemudian difraksinasi untuk mendapatkan 2 jenis fraksi yang berbeda yaitu fraksi air dan fraksi heksana.

Fraksinasi merupakan proses pemisahan komponen dalam suatu ekstrak menjadi kelompok-kelompok senyawa yang memiliki kemiripan karakteristik secara kimia (Hougton & Raman 1998). Fraksinasi tersebut dilakukan dengan menggunakan corong pisah, cara ini tergolong cara yang cukup sederhana dan cepat. Pemilihan fraksi air berdasarkan pada pola konsumsi masyarakat yang pada umumnya menggunakan air sebagai pelarutnya. Pemilihan fraksi heksana dilakukan untuk mengidentifikasi adanya senyawa metabolit sekunder yang larut dalam pelarut nonpolar.

Rendemen ekstrak buah makasar yang didapat dari fraksi air sebesar 4.38%, sedangkan rendemen dari fraksi heksana sebesar 6.45%. Rendemen ekstrak buah makasar fraksi air tersebut tergolong rendah bila dibandingkan dengan rendemen buah lain yang juga digunakan sebagai obat tradisional yaitu buah mahkota dewa. Rendemen ekstrak buah mahkota dewa fraksi air diketahui sebesar 22.17% (Septiawati 2008). Perbedaan hasil rendemen tersebut dapat dikarenakan buah makasar yang kurang halus serbuknya sehingga dapat mengurangi efektifitas ekstraksi. Semakin kecil atau halus ukuran bahan yang digunakan maka semakin luas bidang kontak antara bahan dengan pelarutnya (Tuyet & Chuyen 2007).

Uji Fitokimia

Analisis fitokimia dilakukan pada ekstrak buah makasar fraksi air dan heksana. Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar fraksi air mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid, sedangkan fraksi heksana hanya mengandung senyawa alkaloid (Tabel 1). Hasil uji fitokimia ini berbeda dengan hasil penelitian Kumala (2007) yang menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar mengandung senyawa

7


(11)

metabolit sekunder triterpenoid. Perbedaan kandungan metabolit sekunder pada jenis tanaman yang sama sering kali dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya perbedaan jenis pelarut yang digunakan saat ekstraksi, variasi genetik, umur tanaman, serta lingkungan atau kondisi geografis tempat tanaman tersebut tumbuh (Kardono 2003).

Penelitian mengenai kegunaan buah makasar sebagai antidiabetes belum dilakukan, akan tetapi secara empiris buah makasar dipercaya dapat menurunkan kadar gula dalam darah. Alkaloid, flavonoid, dan triterpenoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang memiliki potensi sebagai antidiabetes dengan mekanisme penghambatan kerja enzim -glukosidase, misalnya pada tanaman Origanum majorana mengandung senyawa flavonoid yang dapat menghambat kerja enzim tersebut (Kawabata et al. 2003). Selain Origanum majorana tanaman lain yang dapat menghambat kerja enzim -glukosidase diantaranya mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), buah salak (Sallaca edulis Reinw) varietas bongkok (Pratama 2009), Commeliana communis, Punica grantum, dan Eugenia jambolana (Tuyet & Chuyen 2007).

Tabel 1 Analisis fitokimia fraksi air dan heksana buah makasar

Uji Fraksi air Fraksi heksana Alkaloid Dragendorf Wagner Mayer + -+ -+

-Flavonoid +

-Triterpenoid -

-Daya Inhibisi Enzim α-Glukosidase Enzim α-glukosidase merupakan enzim yang berperan dalam pembentukan glukosa di usus halus manusia melalui pemecahan karbohidrat. Kerja enzim tersebut diindikasikan sebagai pemicu timbulnya penyakit diabetes melitus tipe 2. penghambatan terhadap kerja enzim α-glukosidase dapat dilakukan untuk mencegah peningkatan secara drastis kadar glukosa di dalam tubuh penderita diabetes tipe 2 tersebut, melalui penundaan proses pemecahan karbohidrat sehingga dapat menunda penyerapan glukosa oleh usus ke dalam darah.

Uji daya inhibisi terhadap kerja enzim α-glukosidase dilakukan dengan menggunakan ekstrak buah makasar fraksi air dengan konsentrasi 1%, fraksi heksana 1% dan larutan Acarbose sebagai pembanding pada konsentrasi yang sama dengan ekstrak. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar fraksi air dan heksana memiliki potensi sebagai antidiabetes melalui mekanisme penghambatan kerja enzim α-glukosidase. Hal tersebut ditunjukkan dari nilai inhibisi ekstrak terhadap kerja enzim α-glukosidase sebesar 14.32%, sedangkan fraksi heksana sebesar 12.76%. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa daya inhibisi fraksi air lebih besar bila dibandingkan dengan fraksi heksana. Hal tersebut dapat dikarenakan oleh adanya senyawa metabolit sekunder yang bersifat lebih mudah larut dalam pelarut polar seperti air, akan tetapi sukar larut dalam pelarut nonpolar. Senyawa metabolit sekunder yang mudah larut dalam pelarut polar diantaranya alkaloid dan flavonoid. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, alkaloid dan flavonoid merupakan senyawa metabolit yang menyebabkan suatu tanaman berpotensi sebagai antidiabetes melalui penghambatan kerja enzim α-glukosidase. Senyawa alkaloid yang teridentifikasi pada kedua fraksi menunjukkan bahwa senyawa yang berperan dalam mekanisme penghambatan terhadap kerja enzim α-glukosidase adalah alkaloid.

Larutan pembanding sebagai kontrol positif (Acarbose) dengan konsentrasi yang sama memiliki daya hambat sebesar 81.15%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai dari daya hambat Acarbose dengan kedua fraksi terlampau jauh, meskipun memiliki konsentrasi yang sama (Tabel 2). Hal ini disebabkan di dalam tablet Acarbose telah mengandung senyawa aktif yang secara efektif dapat menghambat kerja enzim α-glukosidase, sedangkan di dalam ekstrak yang dimiliki masih mengandung campuran antara senyawa aktif dengan senyawa penggangu lainnya. Senyawa pengganggu yang dimaksud dapat berupa aktivator atau senyawa sakarida yang berbentuk disakarida dan oligosakarida (Sugiwati 2005). Senyawa-senyawa tersebut mungkin dapat meningkatkan kerja enzim α-glukosidase atau sebaliknya yaitu dapat menghambat kerja senyawa aktif tersebut, sehingga menjadikan daya inhibisi menurun karena pembentukan produk yang jauh lebih tinggi


(12)

9

dibandingkan dengan laju pengikatan inhibitor-enzim. Hal tersebut ditandai dengan terbentuknya produk berupa p-nitrofenol yang lebih cepat.

Beberapa tanaman obat yang telah diteliti memiliki kemampuan untuk menghambat kerja enzim α-glukosidase. Besarnya daya hambat terhadap kerja enzim tersebut pada konsentrasi yang sama (1%) dan penggunaan jenis pelarut yang sama yaitu pelarut polar diantaranya, buah mahkota dewa memiliki daya inhibisi sebesar 40% (Historya 2004), buah salak (Sallaca edulis Reinw) varietas bongkok sebesar 13.18% (Pratama 2009), Chaenomeles sinensis sebesar 20% (Sancheti 2009), dan Cleistocalyx operculatus sebesar 47.5% (Tuyet & Chuyen 2007). Besarnya daya hambat terhadap kerja enzim α-glukosidase yang ditunjukkan oleh beberapa tanaman obat berbeda satu dengan yang lainnya. perbedaan tersebut terjadi dikarenakan beberapa faktor antara lain, adanya perbedaan senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam suatu tanaman obat, adanya senyawa pengganggu, perbedaan metode ekstraksi, dan perbedaan jenis pelarut yang digunakan (Kardono 2003).

Nilai inhibisi dari fraksi heksana sebesar 12.76% terlihat lebih rendah bila dibandingkan dengan fraksi air. Hasil tersebut dapat mengindikasikan bahwa fraksi air lebih berpotensi sebagai antidiabetes melalui penghambatan kerja enzim α-glukosidase. Beberapa tanaman obat yang diekstrak dengan menggunakan pelarut nonpolar seperti heksana telah diteliti khasiatnya sebagai antidiabetes secara in vivo. Tanaman obat tersebut diantaranya, Adhatoda zeylanica (Ilango et al. 2009), Cassia fistula (Nirmala 2008), dan Nigella sativa Linn (Khanam & Zesmin 2008). Secara in vitro fraksi heksana dari suatu tanaman obat juga telah diuji khasiatnya sebagai antidiabetes melalui mekanisme penghambatan terhadap kerja enzim α-glukosidase. Fraksi heksana dari ekstrak tanaman Chaenomeles sinensis dapat menghambat kerja enzim α-glukosidase sebesar 35% pada konsentrasi 2% (Sancheti et al.2009)

Daya inhibisi terhadap aktivitas enzim α-glukosidase diukur berdasarkan terbentuknya produk p-nitrofenol yang dihasilkan dari hidrolisis substrat, yaitu p-nitrofenil α-D-glukopiranosida (p-NPG) menjadi p-nitrofenol (berwarna kuning) dan

glukosa oleh α-glukosidase. Intensitas warna kuning yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometer. Semakin besar aktivitas inhibisi dari suatu sampel terhadap kerja enzim α-glukosidase, maka jumlah p-nitrofenol yang dihasilkan semakin sedikit, sehingga intensitas warna kuning yang terbentuk semakin berkurang. Hal tersebut ditandai dengan nilai absorban yang kecil ketika pengukuran.

Produk p-nitrofenol yang terbentuk dapat mengindikasikan adanya penghambatan terhadap kerja enzim tersebut. Rata-rata produk p-nitrofenol yang terbentuk pada penambahan ekstrak buah makasar fraksi air dengan konsentrasi 1%, fraksi heksana 1%, Acarbose, dan blanko berturut-turut adalah 70.64 M, 71.92 M, 15.45 M, dan 82.44 M. Hasil tersebut menunjukkan bahwa produk berupa p-nitrofenol yang terbentuk setelah penambahan fraksi air lebih rendah bila dibandingkan dengan blanko. Seperti halnya fraksi air, produk p-nitrofenol yang terbentuk dari fraksi heksana juga lebih rendah dibandingkan dengan blanko, meskipun produk yang terbentuk masih lebih banyak bila dibandingkan dengan fraksi air. Produk p-nitrofenol yang terbentuk paling sedikit ditunjukkan oleh kontrol positif yaitu larutan Acarbose (Gambar 4). Besarnya nilai produk p-nitrofenol ini diperoleh melalui formula kurva standar yang terbentuk (Lampiran 5).

Analisis data statistik secara keseluruhan dengan menggunakan ANOVA (α=0.05) menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar fraksi air dan fraksi heksana memberikan pengaruh terhadap aktivitas enzim α-glukosidase. Hasil analisis statistik Duncan (α=0.05) menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar fraksi air dan heksana memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap kontrol positif dan blanko, meskipun besarnya daya hambat terhadap kerja enzim α-glukosidase antara fraksi air dan fraksi heksana secara signifikan tidak berbeda nyata (Lampiran 6).

Tabel 2 Daya inhibisi ekstrak buah makasar fraksi air dan fraksi heksana terhadap enzim α-glukosidase

Sampel Daya inhibisi (%)

Fraksi air 1% 14.3212

Fraksi heksana 1% 12.7623 Acarbose* 81.1591 Ket: * = kontrol positif


(13)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

blanko fraksi air 1% fraksi heksana 1% acarbose 1%

sampel perlakuan k o n s e n t r a s i p -n it r o f e n o l ( u M )

Gambar 4 Aktivitas enzim α-glukosidase terhadap inhibisi ekstrak buah makasar.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstraksi buah makasar menggunakan etanol 95% dan proses fraksinasi menghasilkan rendemen fraksi air sebesar 4.38% dan fraksi heksana sebesar 6.45%. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar fraksi air mengandung alkaloid dan flavonoid, sedangkan fraksi heksana mengandung alkaloid. Penambahan ekstrak buah makasar pada sistem reaksi enzim α-glukosidase dan substratnya p-nitrofenil- α-D-glukopiranosida (p-NPG) dapat menghambat kerja enzim tersebut. Daya hambat yang ditunjukkan oleh fraksi air dengan konsentrasi 1% sebesar 14.3212% dan fraksi heksana 1% sebesar 12.7623%. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar fraksi air berpotensi sebagai antidiabetes melalui mekanisme penghamabatan aktivitas enzim α-glukosidase.

Saran

Pengujian lebih lanjut terhadap potensi buah makasar sebagai antidiabetes perlu dilakukan dengan ragam konsentrasi untuk menentukan konsentrasi yang efektif menghambat kerja enzim α-glukosidase, sehingga dapat memberikan hasil yang optimum. Selain itu, perlu dilakukan pengujian terhadap khasiat ekstrak buah makasar fraksi air secara in vivo.

DAFTAR PUSTAKA

Copriyadi J, Yasmi E, Hidayati. 2005. Isolasi dan karakterisasi senyawa kumarin dari kulit buah jeruk purut (Citrus hystrixDC). J Biogenesis 2:13-25.

[Depkes] Depatemen Kesehatan. 2005. Jumlah penderita diabetes indonesia ranking-4 di dunia. [terhubung berkala].http//www.depkes.go.id/index. php. html[7 januari 2008].

Gamse T. 2002. Liquid-Liquid Extraction and Solid-Liquid Extraction. New York: Graz Pr.

Gao H et al. 2008. Chebulagic acid is a potent α-glucosidsae inhibitor. Bosci Biotechnol Biochem 72:601-603. Garret RH, Grisham CM. 2002.

Biochemistry and Molecular Biology Education. New Orleans: Wiiley Intersci.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Iwang S, penerjemah. Bandung: ITB Pr. Terjemahan dari: Phytochemical Method.

Historya D. 2004. Perbandingan daya inhibisi terhadap kerja enzim α-glukosidase dan aktivitas antibakteri antara ekstrak ramuan tunggal penyusun formula obat antidiabetes alami [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Hougton J, Raman. 1998. Laboratory Handbook for Fractination of Natural Extract. London: Chapman & Hall. Ilango K et al. 2009. Antidiabetic,

antioxidant and antibacterial activities of leaf extract of Adhatoda zeylanica. J Pharm Sci & Res1:67-73.

Jenner H, Townsend B, Osbourn A. 2005. Unravelling triterpen glycoside synthesis in plants: phytochemistry and functional genomics join forces. Planta 22: 503-506.


(14)

POTENSI BUAH MAKASAR (

Brucea javanica

(L.) Merr)

SEBAGAI INHIBITOR ENZIM α

-GLUKOSIDASE

NOVITA SARI

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(15)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

blanko fraksi air 1% fraksi heksana 1% acarbose 1%

sampel perlakuan k o n s e n t r a s i p -n it r o f e n o l ( u M )

Gambar 4 Aktivitas enzim α-glukosidase terhadap inhibisi ekstrak buah makasar.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstraksi buah makasar menggunakan etanol 95% dan proses fraksinasi menghasilkan rendemen fraksi air sebesar 4.38% dan fraksi heksana sebesar 6.45%. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar fraksi air mengandung alkaloid dan flavonoid, sedangkan fraksi heksana mengandung alkaloid. Penambahan ekstrak buah makasar pada sistem reaksi enzim α-glukosidase dan substratnya p-nitrofenil- α-D-glukopiranosida (p-NPG) dapat menghambat kerja enzim tersebut. Daya hambat yang ditunjukkan oleh fraksi air dengan konsentrasi 1% sebesar 14.3212% dan fraksi heksana 1% sebesar 12.7623%. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar fraksi air berpotensi sebagai antidiabetes melalui mekanisme penghamabatan aktivitas enzim α-glukosidase.

Saran

Pengujian lebih lanjut terhadap potensi buah makasar sebagai antidiabetes perlu dilakukan dengan ragam konsentrasi untuk menentukan konsentrasi yang efektif menghambat kerja enzim α-glukosidase, sehingga dapat memberikan hasil yang optimum. Selain itu, perlu dilakukan pengujian terhadap khasiat ekstrak buah makasar fraksi air secara in vivo.

DAFTAR PUSTAKA

Copriyadi J, Yasmi E, Hidayati. 2005. Isolasi dan karakterisasi senyawa kumarin dari kulit buah jeruk purut (Citrus hystrixDC). J Biogenesis 2:13-25.

[Depkes] Depatemen Kesehatan. 2005. Jumlah penderita diabetes indonesia ranking-4 di dunia. [terhubung berkala].http//www.depkes.go.id/index. php. html[7 januari 2008].

Gamse T. 2002. Liquid-Liquid Extraction and Solid-Liquid Extraction. New York: Graz Pr.

Gao H et al. 2008. Chebulagic acid is a potent α-glucosidsae inhibitor. Bosci Biotechnol Biochem 72:601-603. Garret RH, Grisham CM. 2002.

Biochemistry and Molecular Biology Education. New Orleans: Wiiley Intersci.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Iwang S, penerjemah. Bandung: ITB Pr. Terjemahan dari: Phytochemical Method.

Historya D. 2004. Perbandingan daya inhibisi terhadap kerja enzim α-glukosidase dan aktivitas antibakteri antara ekstrak ramuan tunggal penyusun formula obat antidiabetes alami [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Hougton J, Raman. 1998. Laboratory Handbook for Fractination of Natural Extract. London: Chapman & Hall. Ilango K et al. 2009. Antidiabetic,

antioxidant and antibacterial activities of leaf extract of Adhatoda zeylanica. J Pharm Sci & Res1:67-73.

Jenner H, Townsend B, Osbourn A. 2005. Unravelling triterpen glycoside synthesis in plants: phytochemistry and functional genomics join forces. Planta 22: 503-506.


(16)

11

Kardono LBS. 2003. Kajian kandungan kimia mahkota dewa (Phaleria marcocarpa). Di dalam: Prosiding Pameran Produk Obat Tradisional dan Seminar Sehari Mahkota Dewa. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi dan Obat Tradisional Departemen Kesehatan, hlm 72-76. Kawabata J et al. 2003.

6-Hydroxyflavonoids as a-glukosidase inhibitors from marjoram (Origanum marjorana) Leaves. Biosci Biotechno Biochem 67:445-447.

Khanam M, Zenim F. 2008. Effect of the crude and the n-hexane extract of Nigella sativa Linn (Kalajara) upon diabetic rats. J Pharmacol4:17-20. Kumala S. 2007. Cytotoxic secondary

metabolites from fermentation broth of Brucea javanica endophytic fungus 1.2.11.J Microbiol 2: 625-631.

Lee et al. 2007. Inhibitory activity of Euonymus alatus against α-glucosidase in vitro and in vivo. J nutr Re Pract 1:184-188.

Mathur R, Shiel WC. 2003. Diabetes Mellitus.http://www.medicine.com/diab et mellitus/article.htm [28 Juli 2005]. Matsui T et al. 2002. caffeoylsophorose, a

new natural α-glucosidase inhibitor, from red vinegar by fermented purple-fleshed sweet Potato. J Biosci Biotechnol Biochem 68:2239-2246. Matsumoto K et al. 2002. A novel method

for the assay of a-glucosidase inhibitory activity using a multi-channel oxygen sensor. J Anal Sci18:1351-1319. Mattjik AA. 2002. Rancangan Percobaan.

Bogor: IPB Pr.

Murray KR. 2003. Harper’s Illustrated Biochemistry. Ed ke-26. London: Longe Medical Pub.

Nirmala et al. 2008. Effect of hexane extract of Cassia fistula barks on blood glucose and lipid profile in streptozotocin diabetic rats. Int J Pharmacol 4:292-296.

Ohta T et al. 2002. α-Glucosidase inhibitory activity of a 70% methanol extract from ezoishige (Palvetia Bibingtoniide Tonii) and its effect on the evaluation of blood glucose level in rats. J Biosci Biotechnol Biochem 66:1552-1554. Purwakusumah ED. 2003. Tumbuhan

sebagai sumber biofarmaka. Di dalam Pelatihan Tanaman Obat Tradisional, 3-4 Mei 2003. Bogor: Pusat Studi Biofarmaka Lembaga Penelitian IPB. Pratama NR. 2009. Aktivitas

antihiperglikemia ekstrak daging dan kulit buah salak (Salacca edulisReinw) varietas bongkok [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Sancheti et al. 2009. Chaenomeles sinensis: a potent α-and β-glucosidase inhibitor. Am J Pharm & Toxicol4:8-11.

Septiawati T. 2008. Daya hambat ekstrak etanol buah mahkota dewa terhadap aktivitas α-glukosidase secara in vitro [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Simpen I. 2008. Isolasi cashew nut shell liquid dari kulit jambu mete (Anacardium occidentale L) dan kajian beberapa sifat fisiko-kimianya. J Kimia 2:71-76.

Soegondo S. 2004. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus Terkini. Di dalam: Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Sebagai panduan penatalaksanaan diabetes mellitus bagi dokter maupun educator. Jakarta: Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran UI.

Sugiwati S. 2005. Aktivitas antihiperglikemik dari ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) sebagai inhibitor α-glukosidase in vitro dan in vivo pada tikus putih. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut pertanian Bogor. Sutedja L. 2003. Bioprospekting Tumbuhan

Obat Indonesia Sebagai Sediaan Fitofarmaka Antidiabetes. Laporan


(17)

Kemajuan Tahap II Riset Unggulan Terpadu, Pusat Penelitian Kimia-LIPI. Tuyet T, Chuyen NV. 2007.

Antihiperglycemic activity of an aqueous extract from flower buds of Cleistocalyx operculatus (Roxb.)Merr and Perry. Biosci Biotechnol Biochem 71: 69-76.

Usman AP. 2000. Potensi

antihiperkolesterolemia kulit batang kayu gabus (Alstonia scholaris, R. Br.) [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Widowati L, Dzulkarnain, Sa’roni. 1997.

Tanaman obat untuk diabetes melitus. Cermin Dunia Kedokteran116:53-60. Wijayakusuma H. 2004. Atasi Diabetes

Mellitus dengan Tanaman Obat.


(18)

POTENSI BUAH MAKASAR (

Brucea javanica

(L.) Merr)

SEBAGAI INHIBITOR ENZIM α

-GLUKOSIDASE

NOVITA SARI

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(19)

NOVITA SARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(20)

Judul Skripsi : Potensi Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr) sebagai

Inhibitor Enzim α-Glukosidase

Nama

: Novita Sari

NIM

: G84051899

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Anna P. Roswiem, M.S.

Mega Safithri, M.Si

Ketua

Anggota

Diketahui

Dr.Ir.I Made Artika, M.App.Sc

Ketua Departemen Biokimia


(21)

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

segala karuniaNya, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi

Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Penelitian yang dipilih berjudul Potensi Buah Makasar (Brucea javanica

(L.)

Merr) sebagai In

hibitor Enzim α

-Glukosidase. Karya ilmiah ini disusun

berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Laboratorium Biokimia,

Departemen Biokimia, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret sampai Agustus

2009.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Anna P. Roswiem, MS

dan Mega Safithri, S.Si, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan saran,

kritik, dan dukungannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk

mamah, papah, dan adik yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dan

dukungan. Penulis juga tidak lupa ucapkan terima kasih kepada Fitri, Mira, Raiza,

ka Abi, Trias, Novan, ka Andre, dan ka Bugi atas motivasi dan bantuannya selama

ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Amin.

Bogor, Januari 2010


(22)

ABSTRAK

NOVITA SARI. Potensi Buah Makasar (Brucea javanica

(L.) Merr) sebagai

Inhibitor Enzim

α-Glukosidase. Dibimbing oleh ANNA P. ROSWIEM dan

MEGA SAFITHRI.

Buah makasar merupakan salah satu tanaman obat Indonesia yang kaya

akan manfaat. Secara empiris buah makasar dapat menurunkan kadar gula darah

pada penderita diabetes melitus. Ekstrak buah makasar fraksi air dan heksana

diteliti untuk mengetahui potensinya sebagai antidiabetes pada konsentrasi 1%

dan dibandingkan dengan

acarbose

1% sebagai kontrol positif. Uji antidiabetes

dengan ekstrak buah makasar fraksi air ini dilakukan dengan metode inhibisi

enzim

α

-glukosidase. Aktivitas antidiabetes diukur berdasarkan terbentuknya

produk berupa p-

nitrofenol dari reaksi enzim α

-glukosidase dan substratnya

p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (p-NPG) yang diukur dengan spektrofotometer

pada panjang gelombang 400 nm. Uji fitokimia menunjukkan bahwa fraksi air

mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid, sedangkan fraksi heksana

mengandung senyawa alkaloid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi air

dan heksana ekstrak buah makasar pada konsentrasi 1% (b/v) dapat menghambat

aktivitas enzim α

-glukosidase sebesar 14.32% dan 12.76%, lebih rendah dari

kontrol positif (Acarbose)

dengan hambatan terhadap aktivitas enzim

α-glukosidase sebesar 81.15%.


(23)

of

α

-glucosidase enzyme. Under the direction of ANNA P. ROSWIEM and

MEGA SAFITHRI.

Brucea fruit is one Indonesian medicine plants which rich in advantages.

Empirically, brucea fruit can decrease blood glucose concentration for patient of

diabetes mellitus. Water fraction of brucea fruit extract have been observed to

determine its ability as antidiabetic would be compared with acarbose

as positive

control in same concentration (1%). Antidiabetic test in water and hexane fraction

of brucea fruit extract use α-glucosidase inhibition method. Antidiabetic activity

has been measured by formation of p-nitrophenol from enzymatic reaction of

nitrophenil-

-D-glucopyranose (p-NPG) which is catalyze by

α

-glucosidase

enzyme. The formation of p-nitrophenol was measured by spectrophotometer at

=400 nm. Phytochemistry test showed that water fraction contains alkaloid and

flavonoid, whereas hexane fraction only contain alkaloid. The result of this

research is water fraction and hexane of brucea fruit (Brucea javanica

(L.) Merr)

at concentration 1% (b/v) can inhibit

α

-glucosidase enzyme activity 14.32% and

12.76%, whereas

Acarbose

as positive control can inhibit α-glucosidase enzyme

activity 81.15%.


(24)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 November 1987 sebagai anak

pertama dari dua bersaudara dari pasangan ayah Suparno dan ibu Yunarti. Tahun

2005 penulis lulus dari SMUN 2 Tangerang dan pada tahun yang sama lulus

seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)

pada program mayor-minor dan memilih mayor Biokimia, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).

Penulis pernah melakukan Praktik Lapangan (PL) di Laboratorium Pangan,

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN), Jakarta, selama periode

Juli sampai September 2008 dan menulis karya ilmiah yang berjudul Potensi buah

makasar (Brucea javanica

(L.) Merr)

sebagai inhibitor enzim α-glukosidase.

Selain itu, penulis juga pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu

sebagai staf Departemen Kewirausahaan Community of Research and Education

in Biochemistry (CREB’s) pada periode 2006-2007. Tahun 2009 penulis pernah

mengikuti Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) dalam bidang penelitian dengan

judul Teh herbal campuran dari teh hijau dan lempuyang gajah sebagai

antihiperkolesterolemia.


(25)

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vi

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Buah Makasar (Brucea javanica

(L.) Merr.)... 2

Diabetes Melitus ... 2

Pengobatan Diabetes Mellitus ... 3

Pengukuran Konsentrasi Gula darah... 3

Uji Fitokimia... 5

Ekstraksi ... 5

BAHAN DAN METODE ... 5

Bahan dan Alat ... 5

Metode... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

Ekstraksi ... 7

Uji Fitokimia... 7

Daya Inhibisi Enzim α-Glukosidase ... 8

SIMPULAN DAN SARAN ... 10

Simpulan... 10

Saran... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 10

LAMPIRAN ... 13


(26)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Buah makasar ... ... 1

2

Struktur Acarbose

... 4

3

Reaksi enzim dengan substrat...

4

4

Aktivitas enzim

α

-glukosidase terhadap inhibisi ekstrak buah makasar ..

10

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

Tahapan penelitian ... 14

2

Uji aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase ... 15

3

Data daya inhibisi enzim α-glukosidase ekstrak buah makasar ... 16

4 Perhitungan rendemen dan daya inhibisi ekstrak buah makasar ... 17

5

Hasil pengukuran kurva standar 4-nitrofenol... 18

6 Analisis statistik daya inhibisi ekstra

k buah makasar terhadap enzin α


(27)

PENDAHULUAN

Sindrom metabolik saat ini telah menjadi masalah dunia, tidak hanya di Eropa dan Amerika, akan tetapi di kawasan Asia pun angka penderitanya mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI), pravelensi sindrom metabolik yang menyerang warga Indonesia sekitar 13.1% pada tahun 2003. Angka ini didasarkan pada banyaknya warga Indonesia yang tercatat memiliki berat badan melebihi 25 kg/m2. Beberapa faktor resiko sindrom metabolik ditandai dengan meningkatnya penderita diabetes mellitus dan penyakit pembuluh darah (kardiovaskular). Akibat tingginya kadar glukosa darah hingga mencapai fase diabetes dapat memicu resiko serangan jantung, stroke, gagal ginjal, penyakit pembuluh darah perifer, serta penyakit komplikasi lainnya. Kondisi kasus yang telah akut, diabetes dapat menyebabkan kebutaan bahkan kematian (Wijayakusuma 2004).

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang dicirikan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah. Diabetes melitus dapat pula diartikan sebagai kondisi medis yang kronis artinya akan diderita seumur hidup. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa pada tahun 2003 tercatat hampir 200 juta orang di dunia menderita diabetes dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlah penderita dapat mencapai 330 juta jiwa. Sementara itu, di Indonesia berdasarkan data WHO tahun 2003 tercatat lebih dari 13 juta warga menderita diabetes, dari jumlah tersebut diperkirakan dapat meningkat menjadi lebih dari 20 juta penderita pada tahun 2030 (Depkes 2005).

Diabetes melitus disebabkan oleh berkurangnya produksi insulin terhadap kebutuhan tubuh atau insulin yang diproduksi tidak berfungsi optimal (ketidakmampuan sel untuk menggunakan insulin). Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel-sel β-pankreas yang membantu glukosa memasuki sel-sel tubuh dan mengatur kadar glukosa dalam darah. Glukosa yang berlebihan dalam darah (hiperglikemia) akan dikeluarkan melalui urin, sehingga membuat urin menjadi manis. Tidak adanya insulin juga dapat menyebabkan terjadinya penguraian lemak dalam sel yang dapat melepaskan benda

keton ke dalam darah. Keton dapat menyebabkan darah bersifat asam sehingga dapat menimbulkan gejala-gejala seperti mual, muntah, dan sakit pada perut (Matsui et al. 2004).

Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengobati penyakit diabetes tersebut, seperti menyuntikkan insulin maupun menggunakan obat antidiabetes yang dijual secara komersil atau lebih dikenal sebagai obat sintetik. Peralihan penggunaan obat sintetik menjadi obat tradisional dikarenakan obat sintetik banyak menimbulkan efek samping seperti kembung, diare, dan kejang perut sehingga penggunaannya dibatasi (Lee et al. 2007). Kelebihan obat tradisional adalah manfaatnya terhadap kesehatan yang beragam, sehingga tidak hanya digunakan untuk mengobati satu jenis penyakit saja. Obat tradisional merupakan tumbuhan yang digunakan sebagai obat. Pengobatan secara tradisional didasarkan pada faktor-faktor empiris, kebiasaan, dan pengalaman. Umumnya mekanisme penyembuhan yang terjadi dalam pengobatan jenis ini tidak dapat dijelaskan secara rinci seperti pengobatan sintetik (Wijayakusuma 2004).

Banyak jenis obat tradisional yang telah digunakan sebagai obat oral antidiabetik. Menurut Widowati et al. (1997), disebutkan bahwa terdapat 46 jenis tanaman yang digunakan sebagian obat antidiabetes, akan tetapi baru sekitar 16 jenis tanaman yang telah diteliti secara ilmiah diantaranya bawang putih (Allium cepa L), babakan pule (Alstonia scholaris), sambiloto (Andrographis paniculata), belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L), sembung (Blumea balsamifera), tapak dara (Catharathus roseus G. Don), ubi jalar (Ipomea batatas Poir), bungur putih (Lagerstroemia specioa (L) Pers), petai cina (Leucaena leuchepala de Win), bidara upas (Merremia mammosa Hall), mengkudu (Morinda citrifolia), lampes (Ocimum sanctum L), petai (Parkia speciosa Hassk), keji beling (Seriocalyx crispus L. Bremek), duwet (Syzgium cumini (L) Skeels), dan brotowali (Tinospora crispa (L) Miers). Tanaman obat antidiabets lainnya menurut Widowati et al(1997) belum diteliti secara ilmiah hanya berdasarkan pengalaman empiris, salah satu contohnya adalah pada tanaman buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr).

Penelitian bertujuan mengetahui potensi ekstrak tanaman buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) sebagai antidiabetes.


(28)

2

Hipotesis penelitian ini adalah fraksi air memiliki potensi sebagai antidiabetes dengan mekanisme penghambatan terhadap aktivitas enzim α-glukosidase secara in vitro. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat tanaman buah makasar, sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif pengobatan diabetes melitus.

TINJAUAN PUSTAKA

Buah Makasar

Tanaman buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) tergolong famili Simaroubaceae, divisi Magnoliophyta, ordo Sapindales, kelas Magnoliopsida, bangsa Geraniales, serta marga Brucea (Kumala 2007). Penyebaran tanaman obat buah makasar di Indonesia masih tergolong jarang, tanaman ini banyak ditemukan di pulau Jawa dan Madura, sebagian orang pun masih banyak yang belum mengenal tanaman ini padahal tanaman ini merupakan salah satu jenis tanaman yang sering dipakai untuk mengobati berbagai macam penyakit, seperti demam, hipertensi, kanker, malaria, stroke, dan diabetes. Selain di Indonesia, buah makasar juga banyak ditemukan di Srilanka, India, Cina, Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Australia utara (Wijayakusuma 2004).

Tanaman tersebut (Gambar 2) terdiri atas batang, daun, bunga, biji, dan akar. Batang tanaman ini memiliki ciri berkayu, bulat dan berbintik-bintik, sedangkan daunnya berbentuk majemuk lonjong, tepi bergerigi, ujung runcing dan lebar daun sekitar 1.5-5 cm, dan buahnya yang umum digunakan sebagai bahan obat tradisional berbentuk bulat, berwarna hijau hingga kehitaman. Tanaman tersebut dapat tumbuh pada ketinggian 0.5-550 meter di atas permukaan laut, dapat ditemukan dalam hutan jati, belukar, hutan sekunder, maupun pada tepi sungai (Kumala 2007).

Gambar 1 Tanaman buah makasar.

Buah makasar mengandung berbagai senyawa kimia diantaranya alkaloid, glukosida, bruceosida A dan B, phenol (brucenol dan asam bruceolat), brusatol, bruceine A, dan quassin. Senyawa brucein yang ditemukan dalam ekstrak buah makasar bersifat antimalaria dan antikanker. Senyawa tersebut bukan hanya memberikan efek sitotoksik akan tetapi juga bersifat menghambat pertumbuhan strain Plasmodium fasciperum K1 secara in vitro. Senyawa kimia lainnya yang terkandung dalam buah makasar dilaporkan juga mempunyai aktivitas melawan leukemia limfotik dan kanker paru-paru (Wijayakusuma 2004).

Diabetes Melitus

Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu penyakit kelainan metabolik kronis secara serius yang memiliki dampak signifikan tehadap kesehatan yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah. Salah satu penyebab diabetes melitus yaitu ditandai dengan menurunnya hormon insulin yang diproduksi oleh sel beta pulau langerhans dalam kelenjar pankreas. Insulin merupakan hormon yang berperan dalam metabolisme glukosa khususnya sebagai perantara masuknya glukosa di dalam darah ke sel-sel jaringan tubuh lainnya seperti otot dan jaringan lemak (Garrett & Grisham 2002).

Hiperglikemia merupakan keadaan saat konsentrasi kadar gula dalam darah melewati batas normal. Keadaan ini dapat terjadi akibat adanya defisiensi insulin sehingga penyerapan glukosa ke dalam sel menjadi terhambat (Ohta 2002). Kadar gula dalam darah normal kurang dari 100 mg/dL, sesaat setelah makan kadar gula dalam darah dapat meningkat hingga 120 mg/dL dan dapat kembali normal 2 jam setelah makan (Soegondo 2004).

Gejala umum yang timbul pada diabetes melitus diantaranya, sering haus, sering buang air kecil, kesemutan, penglihatan mulai terganggu, banyak makan akan tetapi berat badan menurun, cepat merasa lelah dan sering mengantuk (Purwakusumah 2003). Penyakit diabetes melitus dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pola makan, obesitas, faktor genetik, bahan kimia dan obat-obatan serta infeksi pada pankreas (Wijayakusuma 2004).


(29)

Diabetes melitus terbagi menjadi dua tipe yaitu diabetes tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) dan diabetes tipe II (Insulin Independent Diabetes Mellitus). DM tipe I dapat didefenisikan sebagai tipe diabetes yang tergantung pada insulin. Pada tipe ini sel pankreas yang menghasilkan insulin mengalami kerusakan, akibatnya sel-sel βpada pankreas tidak dapat mensekresi insulin atau apabila dapat mensekresi insulin hanya dalam jumlah yang sedikit. Kerusakan pada sel-sel β disebabkan oleh adanya peradangan pada pankreas. Akibat sel-sel β tidak dapat membentuk insulin maka penderita DM tipe I selalu tergantung pada insulin. DM tipe II merupakan tipe diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Hal tersebut terjadi karena sel β-pankreas yang tidak mengalami kerusakan, akan tetapi insulin yang disekresikan jumlahnya menurun. Penurunan tersebut disertai defisiensi insulin hingga resistensi insulin (Murray 2003). DM tipe II ini umumnya disebabkan oleh obesitas atau kelebihan berat badan. Pengobatan terhadap diabetes tipe ini dilakukan dengan pengaturan pola makan dan olahraga, namun dapat pula diobati dengan obat-obat antidiabetes tertentu (Matsumoto et al. 2002).

Menurut Wijayakusuma (2004), selain DM tipe I dan II terdapat satu tipe diabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan. Penyakit tersebut umumnya dialami oleh wanita hamil dan akan kembali normal setelah melahirkan. Seorang wanita hamil membutuhkan lebih banyak insulin untuk mempertahankan metabolisme karbohidrat. Jika tidak menghasilkan lebih banyak insulin, wanita hamil dapat menderita penyakit diabetes yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme glukosa (karbohidrat) dan metabolisme yang terjadi dalam tubuh lainnya.

Pengobatan Diabetes Melitus Pengobatan diabetes melitus umumnya dilakukan dengan pengaturan diet, pemberian obat antidiabetik oral, dan terapi insulin. Akan tetapi pemberian obat-obat antidiabetik oral dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya. Efek tersebut dapat berupa gangguan mekanisme dalam tubuh hingga kematian (Tuyet & Chuyen 2007).

Pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obat yang paling umum

dilakukan karena mudah, murah, dan aman. Pada umumnya pemberian obat antidiabetik oral hanya dilakukan untuk penderita DM tipe II, obat tersebut terbagi menjadi dua jenis diantaranya obat sintetik dan obat tradisional (Mathur & Shiel 2003).

Obat sintetik yang memiliki aktivitas antidiabetik dibagi menjadi 4 kelas menurut mekanisme kerjanya. Pertama, golongan sulfonilurea yang memiliki mekanisme kerja utama pada peningkatan insulin. Obat dari golongan ini yang banyak digunakan dalam pengobatan diabetes adalah glimepiride. Kedua, golongan biguanida yang dapat mengurangi produksi glukosa hati sehingga dapat meningkatkan sensitivitas periferal dan mengurangi penyerapan glukosa intestinal, contoh obat golongan ini adalah glucophage, diabex, glucotika,dan lain-lain. Ketiga, golongan inhibitor α-glukosidase salah satunya adalah Acarbose (Gambar 2). Obat ini dapat menghambat enzim spesifik yang menguraikan pati dalam usus halus sehingga menunda penyerapan glukosa hasil pemecahan karbohidrat di dalam usus. Keempat, merupakan insulin eksogen yang berperan dalam meningkatkan sensitivitas insulin secara tidak langsung dan menekan produksi glukosa hati. Obat lainnya yang sering digunakan dalam terapi diabetes adalah pioglitazone, yang termasuk ke dalam golongan thiazolidinedione. Poiglitazone bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan target, seperti menurunkan glukoneogenesis di hati (Tuyet & Chuyen 2007).

Pengukuran Konsentrasi Gula Darah Konsentrasi gula dalam darah dapat ditentukan atau diukur dengan berbagai macam cara seperti metode gugus amina, metode enzimatik, metode reduksi, dan metode pemisahan glukosa. Pengukuran dengan metode kondensasi gugus amina yaitu melalui mekanisme spektrofotometri dengan spektrofotometer. Berdasarkan intensitas warna yang terbentuk, prinsip metode ini adalah kondensasi aldosa dengan orto toluidin dalam suasana asam dan menghasilkan larutan berwarna hijau setelah dipanaskan.


(1)

Lampiran 1 Tahapan penelitian

Saring Buah makasar

Ekstraksi dengan etanol 95%

Uji in vitroekstrak buah makasar terhadap aktivitas enzim α

-glukosidase

Analisis statistika

fraksi heksana Fraksi air

Uji fitokimia Rotavapour 40oC


(2)

Lampiran 2 Uji aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase

Inkubasi 37 oC selama 5 menit

Inkubasi 37 oC selama 15 menit 10 L larutan

sampel 1% (b/v) dalam dimetil

sulfoksida (DMSO)

Larutan Acarbose 1% sebanyak 10

L

Akuades sebagai blanko

250 L20 mM p- nitofenil-D-glukopiranosa

4λ0 l buffer fosfat (pH 7)

Hasil inkubasi

1 mg α-glukosidase dalam buffer fosfat pH 7

yang mengandung 200 mg BSA

1000 Llarutan Na2CO3200 mM

p-nitrofenol

Spektrofotometer = 400 nm


(3)

Lampiran 3 Perhitungan rendemen ekstrak buah makasar fraksi air dan heksana Bobot sampel = 73.52 gram

Bobot fraksi air = 3.22 gram

bobot ekstrak

Rendemen = x 100%

bobot sampel 3.22

= x 100% 73.52

= 4.38%

Bobot sampel = 71.90 gram Bobot fraksi heksana = 4.49 gram

bobot ekstrak

Rendemen = x 100%

bobot sampel 4.49

= x 100% 71.90


(4)

Lampiran 4 Data daya inhibisi enzim α-glukosidase ekstrak buah makasar Sampel A Konsentrasi produk

p-nitrofenol ( M) Rata-rata produk p-nitrofenol ( M) Inhibisi (%)

Kontrol blanko 1 Kontrol blanko 2 Kontrol blanko 3

0.670 0.680 0.660 82.4457 83.6506 81.2409 82.4457

Fraksi air 1% 1 Fraksi air 1% 2 Fraksi air 1% 3

0.567 0.567 0.582 70.0361 70.0361 71.8434 70.6385 14.3212

Fraksi heksana 1% 1 Fraksi heksana 1% 2 Fraksi heksana 1% 3

0.580 0.560 0.608 71.6024 69.1928 74.9759 71.9237 12.7623

Acarbose1% 1 Acarbose1% 2 Acarbose1% 3

0.112 0.110 0.120 15.2169 14.9759 16.1807 15.4578 81.1591

Contoh perhitungan % inhibisi: C - S

% Daya inhibisi ekstrak = x 100% C

= [(C-(S1-S0)] x 100% C

Keterangan: C = konsentrasi kontrol blanko

S = konsentrasi ekstrak sampel buah makasar S0 = konsentrasi ekstrak tanpa penambahan enzim S1 = konsentrasi ektrak dengan penambahan enzim


(5)

Lampiran 6 Analisis statistik daya inhibisi ekstrak buah makasar terhadap kerja enzim α-glukosidase

Uji ANOVA sampel ekstrak buah makasar Sumber

keragaman

Jumlah kuadrat (JK)

Derajat Bebas (DB)

Kuadrat

Tengah (KT) F hitung F tabel

Perlakuan 8229.343 3 2743.114 963.735 4.066

Galat 22.771 8 2.846

Total 8252.114 11

Uji lanjut Duncan

Kelompok perlakuan

Ulangan (N)

Alpha(α)= 0.05

1 2 3

Kontrol positif 3 15.4578

Fraksi air 1% 3 70.6385

Fraksi heksana 1% 3 71.9237

Blanko 3 82.4457


(6)

Lampiran 5 Hasil pengukuran kurva standar 4-nitrofenol [4-nitrofenol]

( M)

Absorbansi ulangan

Rata-rata absorbansi

1 2 3

15 0.113 0.110 0.157 0.126

30 0.213 0.224 0.239 0.225

45 0.359 0.352 0.347 0.352

60 0.466 0.484 0.502 0.464

75 0.593 0.623 0.617 0.611

90 0.737 0.726 0.757 0.740

y = 0.0083x - 0.0143

R2 = 0.997

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

0 20 40 60 80 100

[4-nitrofenol] (uM)

a

b

s

o

rb

a