Potensi fraksi air buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) terhadap gambaran histopatologi pankreas tikus yang diinduksi aloksan

ABSTRAK
ASEP DJUANDA. Potensi Fraksi Air Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr)
Terhadap Gambaran Histopatologi Pankreas Tikus Yang Diinduksi Aloksan.
Dibimbing oleh ANNA P. ROSWIEM dan WARAS NURCHOLIS.
Buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) merupakan salah satu tanaman
obat yang kaya akan manfaat. Secara empiris buah makasar dapat menurunkan
kadar gula darah pada penderita diabetes melitus. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui potensi fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar terhadap
histopatologi pankreas tikus yang diinduksi aloksan. Pada penelitian ini tikus
Sprague Dawley dibagi dalam 6 kelompok masing-masing 4 ekor, yaitu kelompok
A (Normal), B (aloksan + Glibenclamide 0.25 mg/kg BB), C (aloksan + akuades),
D (aloksan + fraksi air buah makasar 0.25 mg/kg BB), E (aloksan + fraksi air
buah makasar 25 mg/kg BB), dan F (aloksan + fraksi air buah makasar 50 mg/kg
BB). Analisis histopatologi pankreas dilakukan dengan pewarnaan Haematoksilineosin (HE) dan diamati dibawah mikroskop cahaya. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 0.25 mg/kg
BB, dosis 25 mg/kg BB, dan dosis 50 mg/kg BB dapat memperbaiki kerusakan
yang terjadi pada pankreas tikus diabetes yang diinduksi aloksan 150 mg/kg BB.
Fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 50 mg/kg BB memberikan efek
perbaikan yang lebih baik dari pada pemberian Glibenclamide.

ABSTRACT

ASEP DJUANDA. Potency of Aqueous Fraction Brucea Fruit (Brucea javanica
(L.) Merr) to Histopathological Rat Pancreas which Induced Alloxan. Under the
direction of ANNA P. ROSWIEM and WARAS NURCHOLIS.
Brucea fruit (Brucea javanica (L.) Merr) is one of Indonesian medicine plants
which rich in advantages. Empirically, brucea fruit can decrease blood glucose
concentration for patient of diabetes mellitus. This research was aimed to
determine the effect of aqueous fraction from ethanolic extract of brucea fruit on
histopathological in rat pancreas which induced alloxsan. On this research
Sprague Dawley rats were divided into 6 groups, each group were 4 rats, group A
(Normal), B (alloxan + Glibenclamide 0.25 mg/kg BB), C (alloxan + aquades), D
(alloxan + Brucea fruit water fraction 0.25 mg/kg BB), E (alloxan + Brucea fruit
water fraction 25 mg/kg BB), dan F (alloxan + Brucea fruit water fraction 50
mg/kg BB). Pancreas histopathological analysis was carried out with
Haematoxylin-eosin (HE) staining and observed under light microscope. Reserch
showed that aqueous fraction from ethanolic extract of brucea fruit dosage 0.25
mg/kg BB, 25 mg/kg BB, and 50 mg/kg BB can repair the damage of rat pancreas
which induced alloxan 150 mg/kg BB. Aqueous fraction from ethanolic extract of
brucea fruit dosage 50 mg/kg BB given better restoration effect on the islets of
Langerhans than Glibenclamide.


PENDAHULUAN
Jumlah penderita diabetes melitus saat ini
terus meningkat. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) menyebutkan bahwa pada tahun 2003
tercatat hampir 200 juta orang di dunia
menderita diabetes dan diperkirakan pada
tahun 2025 jumlah penderita dapat mencapai
330 juta jiwa. Sementara itu, di Indonesia
berdasarkan data WHO tahun 2003 tercatat
lebih dari 13 juta orang menderita diabetes,
dari jumlah tersebut diperkirakan dapat
meningkat menjadi lebih dari 20 juta
penderita pada tahun 2030 (Depkes 2005).
Diabetes melitus (DM) merupakan
penyakit atau gangguan metabolisme kronis
yang ditandai dengan tingginya kadar gula
darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat
menurunnya fungsi insulin. Menurunnya
fungsi insulin dapat disebabkan oleh

gangguan atau kurangnya produksi insulin
oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas atau kurang responsifnya sel-sel
tubuh terhadap insulin (Dirjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2005).
Selain itu, stres oksidatif juga terlibat dalam
diabetes melitus yang terjadi secara alami dan
induksi bahan kimia. Pada diabetes melitus
terjadi peningkatan produksi radikal bebas
sehingga sistem pertahanan antioksidan
terganggu.
Akhirnya
stres
oksidatif
menyebabkan kerusakan oksidatif seluler,
termasuk pada sel β pankreas (Winarto 2007).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk
menanggulangi diabetes, seperti pengaturan
pola makan dan olah raga teratur, penggunaan
obat antidiabetes oral misalnya golongan

sulfonil urea dan biguanida, serta suntikan
insulin. Saat ini insulin dan obat-obat yang
beredar di pasaran, selain memiliki harga
yang relatif mahal juga memiliki efek
samping yang merugikan. Oleh karena itu,
masyarakat selalu berupaya untuk mencari
alternatif
pengobatan
lain
misalnya
pengobatan dengan bahan alam, selain mudah
didapat, harga relatif murah, juga efek
samping yang lebih kecil, dibandingkan
dengan obat sintetik (Sunarsih et al. 2007).
Pengobatan dengan menggunakan bahan
alam (pengobatan tradisional) telah lama
dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dengan
berkembangnya prinsip back to nature,
manusia cenderung memilih bahan alam yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan sebagai obat.

Di antara 250.000 spesies tumbuhan obat di
seluruh dunia diperkirakan banyak yang

mengandung senyawa anti diabetes melitus
yang belum ditemukan (Suharmiati 2003).
Beberapa tanaman yang telah diteliti dan
memiliki potensi sebagai antidiabetes
diantaranya sambiloto, belimbing wuluh,
tapak dara, brotowali, dan mengkudu.
Tanaman buah makasar sendiri sudah sering
digunakan oleh masyarakat sebagai obat
berbagai penyakit, salah satunya sebagai obat
diabetes. Sari (2010) menyatakan bahwa
fraksi air 1% dari ekstrak etanol buah makasar
secara in vitro memiliki kemampuan dalam
menghambat enzim α-glukosidase sebesar
14.32%. Khasiat buah makasar sebagai
antidiabetes secara in vivo perlu dilakukan
untuk menguji aktivitasnya di dalam tubuh
hewan coba.

Penelitian bertujuan mengetahui potensi
fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar
terhadap gambaran histopatologi pankreas
tikus yang diinduksi aloksan. Hipotesis
penelitian ini adalah fraksi air dari ekstrak
etanol buah makasar dapat memperbaiki
pankreas tikus yang diinduksi aloksan. Oleh
karena itu, penelitian ini diharapannya dapat
memberikan alternatif pengobatan dan
pencegahan penyakit diabetes.

TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes Melitus
Diabetes melitus didefinisikan sebagai
suatu penyakit kelainan metabolik kronis
secara serius yang memiliki dampak
signifikan terhadap kesehatan yang ditandai
oleh tingginya kadar gula dalam darah. Gejala
umum yang ditimbulkan oleh penderita
diabetes melitus diantaranya sering haus,

sering buang air kecil, kesemutan, penglihatan
mulai terganggu, banyak makan akan tetapi
berat badan menurun, cepat merasa lelah dan
sering mengantuk (Purwakusumah 2003).
American Diabetes Association (ADA)
menetapkan konsentrasi glukosa darah normal
saat puasa kurang dari 100 mg/dL. Glukosa
plasma terganggu jika konsentrasi glukosa
saat puasa antara 100-125 mg/dL, sedangkan
toleransi glukosa terganggu jika konsentrasi
glukosa darah setelah pembebanan glukosa
75g, antara 140-199 mg/dL. Seseorang
dikatakan menderita diabetes jika konsentrasi
glukosa darah saat puasa lebih dari 126
mg/dL atau bila konsentrasi glukosa darah
setelah pembebanan 75 g lebih dari 200
mg/dL.
Menurut Misnadiarly (2006), diabetes
melitus diklasifikasikan ke dalam dua tipe


PENDAHULUAN
Jumlah penderita diabetes melitus saat ini
terus meningkat. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) menyebutkan bahwa pada tahun 2003
tercatat hampir 200 juta orang di dunia
menderita diabetes dan diperkirakan pada
tahun 2025 jumlah penderita dapat mencapai
330 juta jiwa. Sementara itu, di Indonesia
berdasarkan data WHO tahun 2003 tercatat
lebih dari 13 juta orang menderita diabetes,
dari jumlah tersebut diperkirakan dapat
meningkat menjadi lebih dari 20 juta
penderita pada tahun 2030 (Depkes 2005).
Diabetes melitus (DM) merupakan
penyakit atau gangguan metabolisme kronis
yang ditandai dengan tingginya kadar gula
darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat
menurunnya fungsi insulin. Menurunnya
fungsi insulin dapat disebabkan oleh

gangguan atau kurangnya produksi insulin
oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas atau kurang responsifnya sel-sel
tubuh terhadap insulin (Dirjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2005).
Selain itu, stres oksidatif juga terlibat dalam
diabetes melitus yang terjadi secara alami dan
induksi bahan kimia. Pada diabetes melitus
terjadi peningkatan produksi radikal bebas
sehingga sistem pertahanan antioksidan
terganggu.
Akhirnya
stres
oksidatif
menyebabkan kerusakan oksidatif seluler,
termasuk pada sel β pankreas (Winarto 2007).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk
menanggulangi diabetes, seperti pengaturan
pola makan dan olah raga teratur, penggunaan
obat antidiabetes oral misalnya golongan

sulfonil urea dan biguanida, serta suntikan
insulin. Saat ini insulin dan obat-obat yang
beredar di pasaran, selain memiliki harga
yang relatif mahal juga memiliki efek
samping yang merugikan. Oleh karena itu,
masyarakat selalu berupaya untuk mencari
alternatif
pengobatan
lain
misalnya
pengobatan dengan bahan alam, selain mudah
didapat, harga relatif murah, juga efek
samping yang lebih kecil, dibandingkan
dengan obat sintetik (Sunarsih et al. 2007).
Pengobatan dengan menggunakan bahan
alam (pengobatan tradisional) telah lama
dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dengan
berkembangnya prinsip back to nature,
manusia cenderung memilih bahan alam yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan sebagai obat.

Di antara 250.000 spesies tumbuhan obat di
seluruh dunia diperkirakan banyak yang

mengandung senyawa anti diabetes melitus
yang belum ditemukan (Suharmiati 2003).
Beberapa tanaman yang telah diteliti dan
memiliki potensi sebagai antidiabetes
diantaranya sambiloto, belimbing wuluh,
tapak dara, brotowali, dan mengkudu.
Tanaman buah makasar sendiri sudah sering
digunakan oleh masyarakat sebagai obat
berbagai penyakit, salah satunya sebagai obat
diabetes. Sari (2010) menyatakan bahwa
fraksi air 1% dari ekstrak etanol buah makasar
secara in vitro memiliki kemampuan dalam
menghambat enzim α-glukosidase sebesar
14.32%. Khasiat buah makasar sebagai
antidiabetes secara in vivo perlu dilakukan
untuk menguji aktivitasnya di dalam tubuh
hewan coba.
Penelitian bertujuan mengetahui potensi
fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar
terhadap gambaran histopatologi pankreas
tikus yang diinduksi aloksan. Hipotesis
penelitian ini adalah fraksi air dari ekstrak
etanol buah makasar dapat memperbaiki
pankreas tikus yang diinduksi aloksan. Oleh
karena itu, penelitian ini diharapannya dapat
memberikan alternatif pengobatan dan
pencegahan penyakit diabetes.

TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes Melitus
Diabetes melitus didefinisikan sebagai
suatu penyakit kelainan metabolik kronis
secara serius yang memiliki dampak
signifikan terhadap kesehatan yang ditandai
oleh tingginya kadar gula dalam darah. Gejala
umum yang ditimbulkan oleh penderita
diabetes melitus diantaranya sering haus,
sering buang air kecil, kesemutan, penglihatan
mulai terganggu, banyak makan akan tetapi
berat badan menurun, cepat merasa lelah dan
sering mengantuk (Purwakusumah 2003).
American Diabetes Association (ADA)
menetapkan konsentrasi glukosa darah normal
saat puasa kurang dari 100 mg/dL. Glukosa
plasma terganggu jika konsentrasi glukosa
saat puasa antara 100-125 mg/dL, sedangkan
toleransi glukosa terganggu jika konsentrasi
glukosa darah setelah pembebanan glukosa
75g, antara 140-199 mg/dL. Seseorang
dikatakan menderita diabetes jika konsentrasi
glukosa darah saat puasa lebih dari 126
mg/dL atau bila konsentrasi glukosa darah
setelah pembebanan 75 g lebih dari 200
mg/dL.
Menurut Misnadiarly (2006), diabetes
melitus diklasifikasikan ke dalam dua tipe

2

yaitu tipe 1 diabetes melitus tergantung
insulin atau Diabetes Mellitus DependenInsulin (IDDM) dan tipe 2 diabetes tidak
tergantung insulin atau Diabetes Mellitus
Non-Dependen Insulin (NIDDM). Tipe 1
diabetes melitus disebabkan oleh kerusakan
sel beta pankreas, sehingga sel beta pankreas
tidak mampu membuat dan mengeluarkan
insulin dalam kuantitas atau kualitas yang
cukup, bahkan kadang-kadang tidak terdapat
sekresi insulin sama sekali. Dalam hal ini
reseptor untuk insulin pada IDDM jumlah dan
kualitasnya dalam keadaan normal.
Tipe 2 diabetes melitus diduga terjadi
akibat sekresi insulin yang insufisien dan
resistensi jaringan terhadap insulin. Pada
penderita tipe 2 DM dapat dijumpai kadar
insulin yang lebih tinggi akan tetapi karena
ada gangguan pada reseptor insulin, maka
transport glukosa ke dalam sel terganggu
akibatnya kadar glukosa darah akan terus
meningkat. Pada keadaan ini penderita tipe 2
diabetes sama dengan diabetes melitus tipe 1,
perbedaanya adalah diabetes melitus tipe 2
disamping kadar gulanya meninggi, kadar
insulinnya normal. Keadaan ini yang disebut
resistensi terhadap insulin (Dalimunthe 2004).
Menurut Wijayakusuma (2004), selain
DM tipe I dan II terdapat satu tipe diabetes
melitus yang terjadi pada saat kehamilan.
Penyakit tersebut umumnya dialami oleh
wanita hamil dan akan kembali normal
setelah melahirkan. Seorang wanita hamil
membutuhkan lebih banyak insulin untuk
mempertahankan metabolisme karbohidrat.
Jika tidak menghasilkan lebih banyak insulin,
wanita hamil dapat menderita penyakit
diabetes melitus yang dapat menyebabkan
terjadinya perubahan metabolisme glukosa
dan metabolisme lainnya di dalam tubuh.
Pengobatan Diabetes Melitus
Pengobatan diabetes melitus umumnya
dilakukan dengan pengaturan diet, pemberian
obat antidiabetik oral, dan terapi insulin.
Akan tetapi pemberian obat-obat antidiabetik
oral dapat menimbulkan efek samping yang
berbahaya. Efek tersebut dapat berupa
gangguan mekanisme dalam tubuh hingga
kematian (Tuyet & Chuyen 2007). Pemberian
obat secara oral merupakan cara pemberian
obat yang paling umum dilakukan karena
mudah, murah, dan aman. Pada umumnya
pemberian obat antidiabetik oral hanya
dilakukan untuk penderita DM tipe II, obat
tersebut terbagi menjadi dua jenis diantaranya
obat sintetik dan obat tradisional (Mathur &
Shiel 2003).

Obat sintetik yang memiliki aktivitas
antidiabetik dibagi menjadi 4 kelas menurut
mekanisme kerjanya. Pertama, golongan
sulfonilurea yang memiliki mekanisme kerja
utama pada peningkatan insulin. Obat dari
golongan ini yang banyak digunakan dalam
pengobatan diabetes adalah glibenclamide.
Glibenclamide merupakan salah satu contoh
obat hipoglikemia oral yang merupakan
turunan sulfonilurea. Obat ini dimetabolisme
dalam hati, hanya 25% metabolit diekskresi
melalui ginjal, sebagian besar diekskresi
melalui empedu dan dikeluarkan bersama
tinja.
Glibenclamide
efektif
dengan
pemberian dosis tunggal. Bila pemberian obat
dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum
setelah 36 jam. Obat ini diperkirakan
memiliki efek samping terhadap agregasi
trombosit dan dalam batas-batas tertentu
masih dapat diberikan pada beberapa pasien
dengan kelainan fungsi hati dan ginjal (Dirjen
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2005).
Golongan kedua adalah biguanida yang
dapat mengurangi produksi glukosa hati
sehingga dapat meningkatkan sensitivitas
periferal dan mengurangi penyerapan glukosa
intestinal, contoh obat golongan ini adalah
glucophage, diabex, glucotika, dan lain-lain.
Ketiga, golongan inhibitor α-glukosidase
salah satunya adalah Acarbose. Obat ini dapat
menghambat
enzim
spesifik
yang
menguraikan pati dalam usus halus sehingga
menunda
penyerapan
glukosa
hasil
pemecahan karbohidrat di dalam usus.
Keempat, merupakan insulin eksogen yang
berperan dalam meningkatkan sensitivitas
insulin secara tidak langsung dan menekan
produksi glukosa hati. Obat lainnya yang
sering digunakan dalam terapi diabetes adalah
pioglitazone, yang termasuk ke dalam
golongan thiazolidinedione. Poiglitazone
bekerja
dengan
cara
meningkatkan
sensitivitas insulin pada jaringan target,
seperti menurunkan glukoneogenesis di hati
(Tuyet & Chuyen 2007)
Buah Makasar
(Brucea javanica (L.) Merr)
Tanaman buah makasar (Brucea javanica
(L.) Merr.) tergolong family Simaroubaceae,
divisi Magnoliophyta, ordo Sapindales, kelas
Magnoliopsida, bangsa Geraniales, serta
marga Brucea (Kumala 2007). Tanaman ini
banyak ditemukan di pulau Jawa dan Madura.
Tanaman ini sering dipakai untuk mengobati
berbagai macam penyakit seperti demam,
hipertensi, kanker, malaria, stroke, dan
diabetes. Selain di Indonesia, buah makasar

3

juga banyak ditemukan di Srilanka, India,
Cina, Taiwan, Thailand, Malaysia, dan
Australia utara (Wijayakusuma 2004).
Buah makasar tumbuh liar di hutan dan
terkadang ditanam sebagai tanaman pagar.
Ciri-ciri tanaman ini tumbuh pada ketinggian
1-500 m diatas permukaan laut (dpl), perdu
tegak, menahun, tinggi 1-2.5 m, berambut
halus warna kuning, daun majemuk menyirip
ganjil dengan jumlah daun 5-13, bertangkai,
dan letaknya berhadapan. Bunga majemuk
berkumpul dalam rangkaian berupa malai
padat yang keluar dari ketiak daun dengan
warna kehijauan (Gambar 1). Buahnya sendiri
merupakan buah batu berbentuk bulat telur
dengan panjang sekitar 8 mm, jika sudah
masak berwarna hitam. Untuk biji, bentuknya
bulat dan berwarna putih (Dalimartha 1999).
Berdasarkan Dalimartha (1999), sifat buah
ini rasanya pahit. Bagian buahnya dapat
menghilangkan
panas
dan
racun,
menghentikan pendarahan (hemostasis),
membunuh parasit (Subeki et al. 2007),
antidisentri, keputihan, dan antimalaria.
Bagian akar digunakan untuk mengobati
malaria, demam, dan keracunan makanan,
sedangkan daun digunakan untuk mengatasi
sakit pinggang. Buah makasar juga memiliki
kegunaan sebagai insektisida nabati untuk
hama serangga.
Buah makasar mengandung berbagai
senyawa
kimia
diantaranya
alkaloid,
glukosida, bruceosida A dan B, phenol
(brucenol dan asam bruceolat), brusatol,
bruceine A, dan quassin. Senyawa brucein
yang ditemukan dalam ekstrak buah makasar
bersifat antimalaria dan antikanker. Senyawa
kimia lainnya yang terkandung dalam buah
makasar dilaporkan juga mempunyai aktivitas
melawan leukemia limfotik dan kanker paruparu (Wijayakusuma 2004).

Gambar 1 Buah makasar (Rara 2009).
Pankreas
Pankreas merupakan kelenjar yang terdiri
atas kelenjar endokrin dan eksokrin. Kelenjar
eksokrin menghasilkan sejumlah enzim

pencernaan antara lain amilase, lipase, dan
tripsin. Kelenjar endokrin (pulau Langerhans)
merupakan kumpulan sel ovoid yang tersebar
diseluruh pankreas. Di dalam pulau
Langerhans terdapat beberapa jenis sel
berdasarkan
sifat
pewarnaan
dan
morfologinya terdapat kurang lebih 4 jenis sel
yaitu sel α, β, δ, dan f (Scobie 2007).
Sel α mensekresikan glukagon yang dapat
menaikkan konsentrasi glukosa dan asam
lemak bebas dalam darah. Sel α akan memicu
glikogenolisis, lipolisis, dan glukoneogenesis
dalam hati. Sebaliknya sel β mensekresikan
hormon insulin yang dapat menurunkan
konsentrasi glukosa darah dan memacu
sintesis glikogen, lemak, dan protein dalam
banyak sel. Sel β jumlahnya terbanyak di
dalam pulau Langerhans yaitu hampir sekitar
60-75%. Sel δ mensekresikan somatostatin
yang menghambat sekresi insulin dan
glukagon, sedangkan sel f fungsinya belum
diketahui. Sel ini mungkin adalah sel
cadangan atau sel yang sedang istirahat
(Scobie 2007).
Pulau Langerhans dilalui oleh kapilerkapiler darah. Pada pewarnaan HE, akan
terlihat pulau Langerhans lebih pucat
dibandingkan dengan sel-sel kelenjar acinar
disekelilingnya sehingga pulau Langerhans
mudah dibedakan. Penderita DM akan
mengalami perubahan morfologi pada pulau
Langerhans, baik dalam jumlah maupun
ukurannya. Jumlah dan ukuran pulau
Langerhans berkaitan dengan jumlah sel β
penghasil insulin pada jaringan pankreas.
Semakin besar jumlah dan ukuran pulau
Langerhans, diindikasikan semakin besar pula
jumlah sel β karena 60-75% pengisi pulau
Langerhans adalah sel β (Scobie 2007).
Aloksan
Menurut Rane (2000), salah satu bahan
kimia diabetogenik adalah aloksan. Aloksan
(2,4,5,6-tetraoksipirimidin; 5,6-dioksiurasil)
merupakan senyawa hidrofilik dan tidak stabil
(Gambar 2). Waktu paruh pada suhu 37°C
dan pH netral adalah 1,5 menit dan bisa lebih
lama pada suhu yang lebih rendah. Bahan
kimia tersebut diberikan dengan dosis yang
dapat menyebabkan kerusakan selektif
terhadap sel-sel β pankreas, sehingga
menghasilkan
keadaan
hiperglikemia
permanen yang merupakan salah satu etiologi
dari IDDM (Insulin Dependent Diabetes
Mellitus). Aloksan dapat digunakan secara
intravena, intraperitoneal dan subkutan. Dosis
intravena yang digunakan biasanya 65 mg/kg
BB, sedangkan intraperitoneal dan subkutan

4

adalah 2-3 kalinya (Szkudelski 2001 dan Rees
2005). Dosis pemberian aloksan bervariasi
tergantung pada spesies, nutrisi, dan jalur
pemberiannya
(Szkudelski
2001).
Kemampuan
aloksan
untuk
dapat
menimbulkan diabetes juga tergantung pada
jalur penginduksian, dosis, hewan coba, dan
status nutrisinya (Andayani 2003).
Aloksan dapat menyebabkan kerusakan
selektif terhadap sel-sel β pankreas.
Pembentukan oksigen reaktif merupakan
faktor utama pada kerusakan sel tersebut.
Pembentukan oksigen reaktif diawali dengan
proses reduksi aloksan dalam sel β
Langerhans. Salah satu target dari oksigen
reaktif adalah DNA pulau Langerhans
pankreas. Kerusakan DNA tersebut memicu
poly ADP-ribosylation, proses yang terlibat
pada DNA repair (Szkuldelski 2001, Walde et
al. 2002).
Faktor lain selain pembentukan oksigen
reaktif adalah gangguan pada homeostasis
kalsium
intraseluler.
Aloksan
dapat
meningkatkan konsentrasi ion kalsium bebas
sitosolik pada sel β Langerhans pankreas.
Efek tersebut diikuti oleh beberapa kejadian,
yaitu influks kalsium dari cairan ekstraseluler,
mobilisasi kalsium dari simpanannya secara
berlabihan, dan eliminasinya yang terbatas
dari sitoplasma. Influks kalsium akibat
aloksan tersebut mengakibatkan depolarisasi
sel β Langerhans, membuka kanal kalsium,
dan menambah masuknya ion kalsium ke
dalam sel. Pada kondisi tersebut, konsentrasi
insulin meningkat sangat cepat, dan secara
signifikan mengakibatkan gangguan pada
sensitivitas insulin perifer dalam waktu yang
singkat. Selain kedua faktor diatas, aloksan
juga diduga berperan dalam penghambatan
glukokinase dalam proses metabolisme energi
(Szkuldelski 2001, Walde et al. 2002).

Gambar 2 Struktur kimia aloksan (Nugroho
2006).

Hewan Percobaan
Hewan coba memiliki peranan penting
dalam penelitian, banyak bukti yang
menunjukkan bahwa penggunaan hewan coba
dapat menggambarkan dengan baik berbagai
keadaan pada manusia, baik dari aspek
fisiologi maupun morfologi. Hewan coba juga
merupakan sarana yang baik untuk
memanipulasi beberapa keadaan yang tidak
memungkinkan dilakukan pada manusia
(Andayani 2003).
Hewan coba yang digunakan dalam
penelitian DM adalah hewan laboratorium
yang memiliki respon alami ataupun respon
buatan serta memiliki sifat atau karakteristik
yang mirip (sebagian atau keseluruhan)
dengan DM yang terjadi pada manusia. Faktor
yang mempengaruhi pemilihan hewan model,
diantaranya harga, mudah diperoleh, dan
perawatannya mudah. Hewan yang paling
sering digunakan dalam penelitian diabetes
adalah tikus dan kelinci. Tikus banyak
digunakan
karena
sifat-sifatnya
telah
diketahui dengan baik, mudah dipelihara, dan
merupakan hewan yang relatif sehat, serta
peka terhadap pengaruh perlakuan dalam
komponen dietnya. Suharmiati (2003)
menggunakan tikus umur 3-4 bulan sebagai
hewan coba yang akan diinduksi diabetes.
Terdapat lima macam tikus putih (Albino
Normal rat, Rattus norvegicus) yang biasa
digunakan dalam penelitian yaitu Long Evans,
Osborne Mendel, Sherman, Sprague Dawley,
dan Wistar. Sunarsih (2007) menggunakan
tikus wistar jantan untuk melihat pengaruh
pemberian infusa umbi gadung terhadap
penurunan kadar glukosa darah. Tikus yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
Sprague Dawley jantan, berumur 2 bulan
dengan bobot badan berkisar antara 120-150
gram, dan sehat sebagai hewan coba.
Tikus Sprague Dawley betina tidak
digunakan karena kondisi hormonal yang
sangat berfluktuasi pada saat mulai beranjak
dewasa, sehingga dikhawatirkan akan
memberi respon yang berbeda dan dapat
mempengaruhi hasil penelitian. Tikus
Sprague Dawley memiliki ciri-ciri berwarna
albino putih, berkepala kecil,dan ekornya
lebih panjang daripada badannya. Beberapa
sifat karakteristik Sprague Dawley adalah (1)
nokturnal, aktif pada malam hari dan tidur
pada siang hari, (2) tidak mempunyai kantung
empedu, (3) tidak dapat memuntahkan
kembali isi perutnya, dan (4) tidak pernah
berhenti
tumbuh,
namun
kecepatan
pertumbuhannya akan menurun setelah
berumur 100 hari.

5

Percobaan mengenai diabetes melitus
dengan menggunakan hewan percobaan
didasarkan pada patogenesis penyakit tersebut
pada manusia, namun kondisi patologis
hewan percobaan tersebut tidak sepenuhnya
menggambarkan kondisi patologis secara
nyata pada manusia. Hal ini disebabkan
kondisi fisiologi, perbedaan patologis dari
beberapa tipe diabetes melitus, ragamnya
penyakit diabetes melitus, serta adanya
komplikasi yang menyertai dari penyakit
tersebut. Menurut Cheta (1998), berdasarkan
cara pembuatannya, hewan percobaan
diabetes melitus dibedakan menjadi dua yaitu:
(1) terinduksi (induced), misalnya melalui
pankreaktomi, senyawa kimia (diabetogenik)
dan virus; (2) spontan (spontaneous),
misalnya menggunakan tikus BB (bio
breeding) atau mencit NOD (non-obese
diabetic). Spontaneous animal models
mempunyai karakteristik yang relatif sama
dengan kondisi diabetes mellitus pada
manusia meliputi gejala-gejala penyakit,
imunologi, genetik maupun karakteristik
klinik lainnya.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tikus putih galur Sprague
Dawley jantan berumur 2 bulan dengan bobot
150-200 g, pakan standar, aloksan tetrahidrat,
akuades, NaCl 0.9%, Glibenclamide, dan
fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar
(Nurmala 2010). Selain itu, bahan yang
digunakan untuk analisis histopatologi
diperlukan dietil eter, Buffer Normal
Formalin (BNF) 10%, alkohol 70%, 80%,
90%, 95%, dan absolut, xilol, parafin,
pewarna hematoksilin eosin (HE), litium
karbonat, albumin, dan gliserin.
Alat yang digunakan pada analisis
histopatologi adalah alat bedah (pinset,
gunting, skapel), pot, kaset tissue, tissue
processor, mikroskop cahaya, kaca objek,
kaca penutup, tissue-tec, cetakan, serta rotary
microtom.

Metode
Pembuatan
Preparat
Histopatologi
Pankreas
Histopatologi (modifikasi Andrew Kent
1985) yang dilakukan meliputi proses
nekropsi, pengambilan sampel, fiksasi,
dehidrasi,
penjernihan,
pencetakan,

pemotongan, pewarnaan, dan pengamatan
dengan mikroskop cahaya. Sebelumnya tikus
telah dikelompokkan menjadi 6 kelompok
dengan 4 ekor tikus dalam setiap
kelompoknya. Kelompok A (normal) diinjeksi
dengan NaCl 0.9%, kelompok B diinduksi
dengan aloksan dan dicekok obat antidiabetes
Glibenclamide dosis 0.25 mg/kg BB,
kelompok C diinduksi aloksan dan dicekok
akuades, kelompok D diinduksi aloksan dan
dicekok fraksi air dari ekstrak etanol buah
makasar dosis 0.25 mg/kg BB, kelompok E
diinduksi aloksan dan dicekok fraksi air dari
ekstrak etanol buah makasar dosis 25 mg/kg
BB, dan kelompok F diinduksi aloksan dan
dicekok fraksi air dari ekstrak etanol buah
makasar dosis 50 mg/kg BB
Sebelum dilakukan pembedahan, terlebih
dahulu tikus putih didislokasi. Setelah mati,
tikus dibedah dengan melakukan sayatan
sepanjang toraks sampai pubis. Pankreas
diambil, lalu dicuci dengan menggunakan
larutan fisiologis NaCl 0.9% selama 30 menit.
Selanjutnya difiksasi dengan larutan BNF
10%. Jaringan yang telah difiksasi kemudian
didehidrasi dengan menggunakan alkohol
bertingkat, yaitu alkohol 70%, 80%, 90%, dan
95% masing-masing dilakukan selama 24 jam
dan dilanjutkan dengan alkohol 100% selama
1 jam yang diulang tiga kali pembilasan.
Setelah proses dehidrasi, dilanjutkan dengan
penjernihan dengan menggunakan xylol yang
dilakukan sebanyak tiga kali, pada masingmasing pembilasan akan dilakukan selama 1
jam. Setelah itu dilanjutkan dengan infiltrasi
parafin, yaitu jaringan pankreas ditanam
dalam media parafin, selanjutnya dilakukan
penyayatan dengan ketebalan 4-5 mikron
dengan menggunakan rotary microtom.
Hasil sayatan dilekatkan pada kaca objek,
kemudian dilakukan pewarnaan hematoksilin
eosin (HE) dengan urutan xilol (2 kali pada
larutan yang berbeda) dan alkohol absolut
masing-masing selama 2 menit, selanjutnya
dengan alkohol 95%, alkohol 80%, lalu dicuci
dengan air kran masing-masing selama 1
menit. Tahap selanjutnya adalah pewarnaan
dengan menggunakan mayer’s haematoxylin,
lalu dicuci dengan air kran masing-masing
selama 30 detik, litium karbonat selama 15-30
detik, dicuci dengan air keran selama 2 menit,
dan eosin selama 2-3 menit. Pewarnaan
kemudian dilanjutkan dengan mencuci
sediaan dengan air kran selama 3 menit,
dicelupkan ke dalam alkohol 95% dan alkohol
absolut masing-masing sebanyak 10 kali,
alkohol absolut selama 2 menit, xilol selama 1
menit dan xilol 2 menit. Setelah proses

5

Percobaan mengenai diabetes melitus
dengan menggunakan hewan percobaan
didasarkan pada patogenesis penyakit tersebut
pada manusia, namun kondisi patologis
hewan percobaan tersebut tidak sepenuhnya
menggambarkan kondisi patologis secara
nyata pada manusia. Hal ini disebabkan
kondisi fisiologi, perbedaan patologis dari
beberapa tipe diabetes melitus, ragamnya
penyakit diabetes melitus, serta adanya
komplikasi yang menyertai dari penyakit
tersebut. Menurut Cheta (1998), berdasarkan
cara pembuatannya, hewan percobaan
diabetes melitus dibedakan menjadi dua yaitu:
(1) terinduksi (induced), misalnya melalui
pankreaktomi, senyawa kimia (diabetogenik)
dan virus; (2) spontan (spontaneous),
misalnya menggunakan tikus BB (bio
breeding) atau mencit NOD (non-obese
diabetic). Spontaneous animal models
mempunyai karakteristik yang relatif sama
dengan kondisi diabetes mellitus pada
manusia meliputi gejala-gejala penyakit,
imunologi, genetik maupun karakteristik
klinik lainnya.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tikus putih galur Sprague
Dawley jantan berumur 2 bulan dengan bobot
150-200 g, pakan standar, aloksan tetrahidrat,
akuades, NaCl 0.9%, Glibenclamide, dan
fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar
(Nurmala 2010). Selain itu, bahan yang
digunakan untuk analisis histopatologi
diperlukan dietil eter, Buffer Normal
Formalin (BNF) 10%, alkohol 70%, 80%,
90%, 95%, dan absolut, xilol, parafin,
pewarna hematoksilin eosin (HE), litium
karbonat, albumin, dan gliserin.
Alat yang digunakan pada analisis
histopatologi adalah alat bedah (pinset,
gunting, skapel), pot, kaset tissue, tissue
processor, mikroskop cahaya, kaca objek,
kaca penutup, tissue-tec, cetakan, serta rotary
microtom.

Metode
Pembuatan
Preparat
Histopatologi
Pankreas
Histopatologi (modifikasi Andrew Kent
1985) yang dilakukan meliputi proses
nekropsi, pengambilan sampel, fiksasi,
dehidrasi,
penjernihan,
pencetakan,

pemotongan, pewarnaan, dan pengamatan
dengan mikroskop cahaya. Sebelumnya tikus
telah dikelompokkan menjadi 6 kelompok
dengan 4 ekor tikus dalam setiap
kelompoknya. Kelompok A (normal) diinjeksi
dengan NaCl 0.9%, kelompok B diinduksi
dengan aloksan dan dicekok obat antidiabetes
Glibenclamide dosis 0.25 mg/kg BB,
kelompok C diinduksi aloksan dan dicekok
akuades, kelompok D diinduksi aloksan dan
dicekok fraksi air dari ekstrak etanol buah
makasar dosis 0.25 mg/kg BB, kelompok E
diinduksi aloksan dan dicekok fraksi air dari
ekstrak etanol buah makasar dosis 25 mg/kg
BB, dan kelompok F diinduksi aloksan dan
dicekok fraksi air dari ekstrak etanol buah
makasar dosis 50 mg/kg BB
Sebelum dilakukan pembedahan, terlebih
dahulu tikus putih didislokasi. Setelah mati,
tikus dibedah dengan melakukan sayatan
sepanjang toraks sampai pubis. Pankreas
diambil, lalu dicuci dengan menggunakan
larutan fisiologis NaCl 0.9% selama 30 menit.
Selanjutnya difiksasi dengan larutan BNF
10%. Jaringan yang telah difiksasi kemudian
didehidrasi dengan menggunakan alkohol
bertingkat, yaitu alkohol 70%, 80%, 90%, dan
95% masing-masing dilakukan selama 24 jam
dan dilanjutkan dengan alkohol 100% selama
1 jam yang diulang tiga kali pembilasan.
Setelah proses dehidrasi, dilanjutkan dengan
penjernihan dengan menggunakan xylol yang
dilakukan sebanyak tiga kali, pada masingmasing pembilasan akan dilakukan selama 1
jam. Setelah itu dilanjutkan dengan infiltrasi
parafin, yaitu jaringan pankreas ditanam
dalam media parafin, selanjutnya dilakukan
penyayatan dengan ketebalan 4-5 mikron
dengan menggunakan rotary microtom.
Hasil sayatan dilekatkan pada kaca objek,
kemudian dilakukan pewarnaan hematoksilin
eosin (HE) dengan urutan xilol (2 kali pada
larutan yang berbeda) dan alkohol absolut
masing-masing selama 2 menit, selanjutnya
dengan alkohol 95%, alkohol 80%, lalu dicuci
dengan air kran masing-masing selama 1
menit. Tahap selanjutnya adalah pewarnaan
dengan menggunakan mayer’s haematoxylin,
lalu dicuci dengan air kran masing-masing
selama 30 detik, litium karbonat selama 15-30
detik, dicuci dengan air keran selama 2 menit,
dan eosin selama 2-3 menit. Pewarnaan
kemudian dilanjutkan dengan mencuci
sediaan dengan air kran selama 3 menit,
dicelupkan ke dalam alkohol 95% dan alkohol
absolut masing-masing sebanyak 10 kali,
alkohol absolut selama 2 menit, xilol selama 1
menit dan xilol 2 menit. Setelah proses

6

pewarnaan selesai, kaca preparat dikeringkan
dan ditetesi dengan zat perekat albumin :
gliserin (1:1) dan selanjutnya ditutup dengan
kaca objek dan siap untuk diamati di bawah
mikroskop cahaya.

1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Histopatologi Jaringan
Pankreas
Pengamatan
terhadap
gambaran
histopatologi pankreas digunakan untuk
mengetahui secara lebih rinci mengenai
pengaruh pemberian fraksi air buah makasar
terhadap pemulihan fungsi pankreas akibat
induksi aloksan. Pengamatan yang dilakukan
pada penelitian ini menggunakan pewarnaan
hematoksilin-eosin (HE) untuk mengamati
morfologi jaringan pankreas secara umum.
Pada pewarnaan HE terlihat bahwa pulau
Langerhans lebih pucat bila dibandingkan
dengan kelenjar acinar disekelilingnya
sehingga pulau Langerhans mudah dibedakan.
Pengamatan pada kelompok A (normal)
terlihat tidak ada kelainan spesifik. Pulau
Langerhans mudah ditemukan, terlihat adanya
keteraturan susunan sel endokrin yang
menyebar di pulau Langerhans dengan bentuk
sel yang seragam dan ukuran sitoplasma
terlihat proporsional terhadap besar inti serta
tidak
mengalami
perubahan
struktur
morfologi pankreas (Gambar 3 dan Gambar
4).
Pengamatan pada kelompok C (kontrol
negatif) yang diinduksi aloksan 150 mg/kg
BB dan tanpa diberikan obat terlihat adanya
kerusakan pada jaringan pankreas, yaitu
berupa vakuolisasi pada bagian acinus,
nekrosis acinus, serta sulit untuk menemukan
pulau Langerhans dan bila ada ukurannya
kecil (Gambar 5 dan Gambar 6). Vakuolisasi
ditandai dengan terlihatnya ruang-ruang
kosong.
Adanya
vakuolisasi
dapat
menyebabkan terjadinya degenerasi pada
bagian eksokrin. Hal serupa juga ditemukan
pada penelitian Andayani (2003) dan Jap
(2010) yang menunjukkan bahwa tikus yang
diinduksi aloksan akan mengalami penurunan
jumlah pulau Langerhans.
Penelitian terhadap mekanisme kerja
aloksan secara in vitro menunjukkan bahwa
aloksan akan menginduksi pengeluaran ion
Ca2+ dari mitokondria yang mengakibatkan
proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya ion
kalsium dari mitikondria ini dapat
mengganggu homeostasis yang merupakan
awal dari matinya sel (Suharmiati 2003).

Gambar 3 Pulau Langerhans pankreas tikus
kelompok normal. (1) pulau
Langerhans. Perbesaran 200x

1

Gambar 4 Acinus pankreas tikus kelompok
normal. (1) acinus. Perbesaran
200x.

1

Gambar 5 Pulau Langerhans pankreas tikus
kelompok kontrol negatif. (1)
pulau Langerhans. Perbesaran
200x.

1

Gambar 6 Acinus pankreas tikus kelompok
kontrol negatif. (1) nekrosis
acinus. Perbesaran 200x.

6

pewarnaan selesai, kaca preparat dikeringkan
dan ditetesi dengan zat perekat albumin :
gliserin (1:1) dan selanjutnya ditutup dengan
kaca objek dan siap untuk diamati di bawah
mikroskop cahaya.

1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Histopatologi Jaringan
Pankreas
Pengamatan
terhadap
gambaran
histopatologi pankreas digunakan untuk
mengetahui secara lebih rinci mengenai
pengaruh pemberian fraksi air buah makasar
terhadap pemulihan fungsi pankreas akibat
induksi aloksan. Pengamatan yang dilakukan
pada penelitian ini menggunakan pewarnaan
hematoksilin-eosin (HE) untuk mengamati
morfologi jaringan pankreas secara umum.
Pada pewarnaan HE terlihat bahwa pulau
Langerhans lebih pucat bila dibandingkan
dengan kelenjar acinar disekelilingnya
sehingga pulau Langerhans mudah dibedakan.
Pengamatan pada kelompok A (normal)
terlihat tidak ada kelainan spesifik. Pulau
Langerhans mudah ditemukan, terlihat adanya
keteraturan susunan sel endokrin yang
menyebar di pulau Langerhans dengan bentuk
sel yang seragam dan ukuran sitoplasma
terlihat proporsional terhadap besar inti serta
tidak
mengalami
perubahan
struktur
morfologi pankreas (Gambar 3 dan Gambar
4).
Pengamatan pada kelompok C (kontrol
negatif) yang diinduksi aloksan 150 mg/kg
BB dan tanpa diberikan obat terlihat adanya
kerusakan pada jaringan pankreas, yaitu
berupa vakuolisasi pada bagian acinus,
nekrosis acinus, serta sulit untuk menemukan
pulau Langerhans dan bila ada ukurannya
kecil (Gambar 5 dan Gambar 6). Vakuolisasi
ditandai dengan terlihatnya ruang-ruang
kosong.
Adanya
vakuolisasi
dapat
menyebabkan terjadinya degenerasi pada
bagian eksokrin. Hal serupa juga ditemukan
pada penelitian Andayani (2003) dan Jap
(2010) yang menunjukkan bahwa tikus yang
diinduksi aloksan akan mengalami penurunan
jumlah pulau Langerhans.
Penelitian terhadap mekanisme kerja
aloksan secara in vitro menunjukkan bahwa
aloksan akan menginduksi pengeluaran ion
Ca2+ dari mitokondria yang mengakibatkan
proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya ion
kalsium dari mitikondria ini dapat
mengganggu homeostasis yang merupakan
awal dari matinya sel (Suharmiati 2003).

Gambar 3 Pulau Langerhans pankreas tikus
kelompok normal. (1) pulau
Langerhans. Perbesaran 200x

1

Gambar 4 Acinus pankreas tikus kelompok
normal. (1) acinus. Perbesaran
200x.

1

Gambar 5 Pulau Langerhans pankreas tikus
kelompok kontrol negatif. (1)
pulau Langerhans. Perbesaran
200x.

1

Gambar 6 Acinus pankreas tikus kelompok
kontrol negatif. (1) nekrosis
acinus. Perbesaran 200x.

7

Pengamatan dengan teknik pewarnaan HE
pada kelompok B (kontrol positif)
menunjukkan
bahwa
pemberian
Glibenclamide dosis 0.25 mg/kg BB selama
12 hari memperlihatkan adanya perbaikan
pada sel-sel pankreasnya (Gambar 7 dan
Gambar 8). Perbaikan tersebut meliputi pulau
Langerhans yang mulai melakukan regenerasi
menuju bentuk normal, walaupun masih
ditemukan beberapa sel eksokrin yaitu bagian
acinar yang mengalami vakuolisasi tetapi
jumlahnya lebih sedikit bila dibandingkan
dengan kelompok C (kontrol negatif) yang
tidak diberi obat. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian
obat
Glibenclamide
dapat
memperbaiki pankreas akibat induksi aloksan
dosis 150mg/kg BB dan mengurangi
terjadinya vakuolisasi.
Adanya perbaikan yang ditimbulkan
menyebabkan sekresi insulin mulai kembali
seperti keadaan normal, karena berdasarkan
penelitian Nurmala (2010), pemberian obat
Glibenclamide dosis 0.25 mg/kg BB selama
12 hari mampu menurunkan kadar glukosa
darah sebesar 45.53%.

1

Gambar 7 Pulau Langerhans pankreas tikus
kelompok kontrol positif. (1)
pulau Langerhans. Perbesaran
200x.

Selain
itu,
dengan
pemberian
glibenklamid yang merupakan obat oral
hipoglikemik golongan sulfonilurea akan
merangsang sekresi insulin di kelenjar
pankreas. Sifat perangsangan ini berbeda
dengan perangsangan oleh glukosa karena
pada saat glukosa gagal merangsang sekresi
insulin (kondisi hiperglikemia), senyawasenyawa obat ini masih mampu meningkatkan
sekresi insulin (Dirjen Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan 2005).
Pengamatan organ pankreas kelompok D
(Gambar 9 dan Gambar 10) yang diberi fraksi
air dari ekstrak etanol buah makasar dosis
0.25 mg/kg BB dan kelompok E (Gambar 11
dan Gambar 12) yang diberi fraksi air dari
ekstrak etanol buah makasar dosis 25 mg/kg
BB menunjukkan bahwa pemberian fraksi air
buah makasar selama 12 hari dapat
memperbaiki kerusakan pada pankreas tikus
yang mengalami diabetes setelah pemberian
aloksan dosis 150 mg/kg BB meskipun masih
terdapat vakuolisasi pada acinus, namun
jumlahnya lebih sedikit bila dibandingkan
dengan tikus kelompok C (kontrol negatif)
yang tidak diberi obat. Hal ini didukung oleh
penelitian Nurmala (2010) yang menunjukkan
bahwa fraksi air dari ekstrak etanol buah
makasar dosis 0.25 mg/kg BB dan fraksi air
dari ekstrak etanol buah makasar dosis 25
mg/kg BB mampu menurunkan kadar glukosa
darah sebesar 37.64% dan 37.42%.
Perbaikan tersebut meliputi pulau
Langerhans yang mulai melakukan regenerasi
menuju bentuk normal walaupun khasiatnya
tidak setinggi dengan khasiat dari pemberian
Glibenclamide dosis 0.25 mg/kg BB. Jika
dibandingkan dengan ekstrak air kulit kayu
mahoni, efak perbaikan fraksi air buah
makasar lebih baik karena nekrosis lemak dan
acinus masih terjadi pada kelenjar pankreas
walaupun telah diberikan ekstrak kulit kayu
mahoni (Jap 2010).

2
1
1

Gambar 8 Acinus pankreas tikus kelompok
kontrol positif. (1) acinus, (2)
vakuolisasi
pada
acinus.
Perbesaran 200x.

Gambar 9 Pulau Langerhans pankreas tikus
kelompok fraksi air dari ekstrak
etanol buah makasar dosis 0.25
mg/kg BB. (1) pulau Langerhans.
Perbesaran 200x.

8

1
2
Gambar 10 Acinus pankreas tikus kelompok
fraksi air dari ekstrak etanol buah
makasar dosis 0.25 mg/kg BB.
(1) acinus, (2) vakuolisasi pada
acinus. Perbesaran 200x.

1

kelompok F lebih baik bila dibandingkan
dengan kelompok B, D, dan E. Hal ini
didukung pula oleh penelitian Nurmala (2010)
yang menunjukkan bahwa pemberian fraksi
air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 50
mg/kg BB mampu menurunkan kadar glukosa
darah sebesar 60.82% dan lebih baik bila
dibandingkan dengan obat pembanding
Glibenclamide yang mampu menurunkan
kadar glukosa darah sebesar 45.53%. Hasil ini
sama dengan potensi rebusan daun sirih
merah. Kelompok tikus yang diberi rebusan
daun sirih merah lebih sedikit mengalami
kerusakan daripada kelompok tikus yang
diberi obat pembanding (daonil) (Permata
2010).
Senyawa aktif flavonoid yang terkandung
di dalam buah makasar diduga mempunyai
peran dalam memulihkan kerusakan pada
pankreas. Efek dari flavonoid pada sel
pankreas yaitu memacu proliferasi dan sekresi
insulin telah dilaporkan oleh Sri et al. (2004)
sebagai
mekanisme
yang
mereduksi
hiperglikemia pada tikus diabetes yang
diinduksi streptozosin.

Gambar 11 Pulau Langerhans pankreas tikus
kelompok fraksi air dari ekstrak
etanol buah makasar dosis 25
mg/kg BB. (1) pulau Langerhans.
Perbesaran 200x.

1
2

Gambar 12 Acinus pankreas tikus kelompok
fraksi air dari ekstrak etanol buah
makasar dosis 25 mg/kg BB. (1)
acinus, (2) vakuolisasi pada
acinus. Perbesaran 200x
Pengamatan organ pankreas kelompok F (
Gambar 13 dan Gambar 14) yang diberi fraksi
air buah makasar dosis 50 mg/kg BB selama
12 hari menunjukkan efek perbaikkan pada
jaringan pankreas yaitu meliputi sel endokrin
yang mulai melakukan regenerasi menuju
bentuk normal meskipun masih terjadi
vakuolisasi pada acinus. Efek perbaikan pada

1

Gambar 13 Pulau Langerhans pankreas tikus
kelompok fraksi air dari ekstrak
etanol buah makasar dosis 50
mg/kg BB. (1) pulau Langerhans.
Perbesaran 200x.

1
2

Gambar 14 Acinus pankreas tikus kelompok
fraksi air dari ekstrak etanol buah
makasar dosis 50 mg/kg BB. (1)
acinus, (2) vakuolisasi pada
acinus. Perbesaran 200x.

9

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil pengamatan histopatologi organ
pankreas dengan pewarnaan hematoksilineosin menunjukkan bahwa fraksi air dari
ekstrak etanol buah makasar dosis 0.25 mg/kg
BB, dosis 25 mg/kg BB, dan dosis 50 mg/kg
BB dapat memperbaiki kerusakan yang terjadi
pada pankreas tikus diabetes yang diinduksi
aloksan 150 mg/kg BB.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang mekanisme kerja dari senyawa
bioaktif yang dikandung oleh ekstrak air buah
makasar terhadap histopatologi pankreas.
Selain itu perlu dilakukan pewarnaan
imunohistokimia untuk dapat mengetahui
perbedaan antara sel alfa dan sel beta
sehingga dapat dilakukan perhitungan jumlah
sel alfa dan sel beta.

DAFTAR PUSTAKA
Andayani Y. 2003. Mekanisme aktivitas
antihiperglikemik
ekstrak
buncis
(Phaseolus vulgaris Linn) pada tikus
diabetes dan identifikasi komponen aktif
[disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Anila L, Vijayalakshmi NR. 2003.
Antioxidant action of flavonoids from
Mangifera indica and Emblica officinalis
in hypercholesterolemic rats. Food Chem
83:569-574.
Cheta D. 1998. Animal models of type I
(insulin-dependent) diabetes mellitus.
Journal of Pediatric Endocrinology &
Metabolism 11:11-19.
Dalimartha S. 1999. Atlas Tumbuhan Obar
Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya.
Dalimunthe D. 2004. Diabetes Melitus:
Peranan Insulin, Reseptor Insulin, dan
Penanganannya. Medan : universitas
Sumatera Utara.
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2005. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta:
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik,
Direktorat
Jenderal
Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Depkes
RI.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2005.
Jumlah penderita diabete indonesia
ranking-4 di dunia. [terhubung berkala].
http//www.depkes.go.id/index.php.htm[8
Agustus 2010].
Harlan Laboratories. 2008. Sprague Dawley
rat: neuroscience [terhubung berkala].
http://www.harlan.com [3 Maret 2010].
Jap MC. 2010. Potensi antihiperglikemik
ekstrak kulit kayu mahoni (Swietenia
macrophylla King) pada tikus yang
diinduksi aloksan. [skripsi]. Bogor:
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Kumala S. 2007. Cytotoxic secondary
metabolites from fermentation broth of
Brucea javanica endophytic fungus
1.2.11. J Microbiol 2:625-631.
Kusumawati D. 2004. Bersahabat dengan
Hewan Uji. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Mathur R, Shiel WC. 2003. Diabetes
Mellitus.http://www.medicine.com/diabet
mellitus/article.htm. [28 Juli 2010]
Misnadiarly. 2006. Diabetes Melitusganggren, Ulcer, Infeksi, Mengenal
Gejala, Menanggulangi dan Mencegah
Komplikasi. Jakarta: Pustaka Populer
Obor.
Novitasari. 2010. Potensi buah makasar
(Brucea javanica (L.) Merr) sebagai
inhibitor enzim α-glukosidase [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Nugroho AE. 2006. Hewan percobaan
diabetes
mellitus:
patologi
dan
mekanisme
aksi
diabetogenik.
Biodiversitas 7:378-382.
Nurmala AP. Aktivitas antihiperlikemia fraksi
air buah makasar (Brucea javanica (L.)
Merr) pada tikus yang diinduksi aloksan
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Permata DA. 2006. Potensi rebusan daun sirih
merah (Swietenia merchophylla King)
dan toksisitas akutnya terhadap mencit
[skripsi]. Bogor: fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
pertanian Bogor.

POTENSI FRAKSI AIR BUAH MAKASAR (Brucea javanica
(L.) Merr) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
PANKREAS TIKUS YANG DIINDUKSI ALOKSAN

ASEP DJUANDA

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

9

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil pengamatan histopatologi organ
pankreas dengan pewarnaan hematoksilineosin menunjukkan bahwa fraksi air dari
ekstrak etanol buah makasar dosis 0.25 mg/kg
BB, dosis 25 mg/kg BB, dan dosis 50 mg/kg
BB dapat memperbaiki kerusakan yang terjadi
pada pankreas tikus diabetes yang diinduksi
aloksan 150 mg/kg BB.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang mekanisme kerja dari senyawa
bioaktif yang dikandung oleh ekstrak air buah
makasar terhadap histopatologi pankreas.
Selain itu perlu dilakukan pewarnaan
imunohistokimia untuk dapat mengetahui
perbedaan antara sel alfa dan sel beta
sehingga dapat dilakukan perhitungan jumlah
sel alfa dan sel beta.

DAFTAR PUSTAKA
Andayani Y. 2003. Mekanisme aktivitas
antihiperglikemik
ekstrak
buncis
(Phaseolus vulgaris Linn) pada tikus
diabetes dan identifikasi komponen aktif
[disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Anila L, Vijayalakshmi NR. 2003.
Antioxidant action of flavonoids from
Mangifera indica and Emblica officinalis
in hypercholesterolemic rats. Food Chem
83:569-574.
Cheta D. 1998. Animal models of type I
(insulin-dependent) diabetes mellitus.
Journal of Pediatric Endocrinology &
Metabolism 11:11-19.
Dalimartha S. 1999. Atlas Tumbuhan Obar
Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya.
Dalimunthe D. 2004. Diabetes Melitus:
Peranan Insulin, Reseptor Insulin, dan
Penanganannya. Medan : universitas
Sumatera Utara.
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2005. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta:
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik,
Direktorat
Jenderal
Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Depkes
RI.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2005.
Jumlah penderita diabete indonesia
ranking-4 di dunia. [terhubung berkala].
http//www.depkes.go.id/index.php.htm[8
Agustus 2010].
Harlan Laboratories. 2008. Sprague Dawley
rat: neuroscience [terhubung berkala].
http://www.harlan.com [3 Maret 2010].
Jap MC. 2010. Potensi antihiperglikemik
ekstrak kulit kayu mahoni (Swietenia
macrophylla King) pada tikus yang
diinduksi aloksan. [skripsi]. Bogor:
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Kumala S. 2007. Cytotoxic secondary
metabolites from fermentation broth of
Brucea javanica endophytic fungus
1.2.11. J Microbiol 2:625-631.
Kusumawati D. 2004. Bersahabat dengan
Hewan Uji. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Mathur R, Shiel WC. 2003. Diabetes
Mellitus.http://www.medicine.com/diabet
mellitus/article.htm. [28 Juli 2010]
Misnadiarly. 2006. Diabetes Melitusganggren, Ulcer, Infeksi, Mengenal
Gejala, Menanggulangi dan Mencegah
Komplikasi. Jakarta: Pustaka Populer
Obor.
Novitasari. 2010. Potensi buah makasar
(Brucea javanica (L.) Merr) sebagai
inhibitor enzim α-glukosidase [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Nugroho AE. 2006. Hewan percobaan
diabetes
mellitus:
patologi
dan
mekanisme
aksi
diabetogenik.
Biodiversitas 7:378-382.
Nurmala AP. Aktivitas antihiperlikemia fraksi
air buah makasar (Brucea javanica (L.)
Merr) pada tikus yang diinduksi aloksan
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Al