PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK BUAH MAKASAR (Brucea javanica) TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA TIKUS

(1)

ABSTRACT

EFECT OF THE USE OF MAKASAR FRUIT OIL (Brucea javanica) AGAINST QUALITY OF RAT SPERMATOZOA

By Reni Indriyani

Condition of the environment and human behavior are less well able to give effect to the difficulty of obtaining baby. To overcome this problem, community use traditional medicine to improve sexuality or fertility. One of them using makasar fruit oil (Brucea javanica). This study aimed to determine the effect of makasar fruit oil towards improving the quality of rat spermatozoa and determine the dosage of makasar fruit oil optimal to improve the quality of rat spermatozoa. This research was conducted in two stages. In the first step of extraction and isolation of makasar fruit oil and the second step of administration of makasar fruit oil against the quality of rat spermatozoa. The results showed that the makasar fruit oil effect on improving the quality of rat spermatozoa. Giving makasar fruit oil dose of 600 mg/kg bw improve the high quality of rat spermatozoa with motility (85.75%), concentration (1.46x109), viability (91.50%), abnormal (23.75%), testosterone (2.36 ng/mL), the relative weight of testis (1.1%), diameter of seminiferous tubules (250.72 m) and epithelium thickness of seminiferous tubules (60.12 m), as well as produce the numbers of copulation in female rats 100% with the number of fetuses (9.25).


(2)

ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK BUAH MAKASAR (Brucea javanica) TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA TIKUS

Oleh Reni Indriyani

Keadaan lingkungan dan berbagai kebiasaan manusia yang kurang baik dapat memberikan efek terhadap sulitnya memperoleh keturunan. Untuk mengatasi hal ini sebagian masyarakat menggunakan ramuan tradisional untuk meningkatkan seksualitas atau kesuburan. Salah satu diantaranya dengan menggunakan minyak buah makasar (Brucea javanica). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian minyak buah makasar terhadap peningkatan kualitas spermatozoa tikus dan mengetahui dosis pemberian minyak buah makasar yang optimal untuk meningkatkan kualitas spermatozoa tikus. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama dilakukan proses ekstraksi dan isolasi minyak buah makasar dan tahap kedua dilakukan pengujian pemberian minyak buah makasar terhadap kualitas spermatozoa tikus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian minyak buah makasar berpengaruh terhadap peningkatan kualitas spermatozoa tikus. Pemberian minyak buah makasar dosis 600 mg/kg bb meningkatkan kualitas spermatozoa tertinggi dengan motilitas spermatozoa (85,75%), konsentrasi spermatozoa (1,46 x 109), viabilitas spermatozoa (91,50%), abnormalitas spermatozoa (23,75%), kadar hormon testosteron (2,36 ng/mL), berat relatif testis (1,1%), diameter tubulus seminiferus (250,72 m), dan tebal epitel tubulus seminiferus (60,12 m), serta menghasilkan angka kopulasi pada tikus betina 100% dengan jumlah fetus (9,25 ekor).


(3)

PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK BUAH MAKASAR

(

Brucea javanica

) TERHADAP KUALITAS

SPERMATOZOA TIKUS

(Tesis)

Oleh

PROGRAM PASCASARJANA

TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016


(4)

ABSTRACT

EFECT OF THE USE OF MAKASAR FRUIT OIL (Brucea javanica) AGAINST QUALITY OF RAT SPERMATOZOA

By Reni Indriyani

Condition of the environment and human behavior are less well able to give effect to the difficulty of obtaining baby. To overcome this problem, community use traditional medicine to improve sexuality or fertility. One of them using makasar fruit oil (Brucea javanica). This study aimed to determine the effect of makasar fruit oil towards improving the quality of rat spermatozoa and determine the dosage of makasar fruit oil optimal to improve the quality of rat spermatozoa. This research was conducted in two stages. In the first step of extraction and isolation of makasar fruit oil and the second step of administration of makasar fruit oil against the quality of rat spermatozoa. The results showed that the makasar fruit oil effect on improving the quality of rat spermatozoa. Giving makasar fruit oil dose of 600 mg/kg bw improve the high quality of rat spermatozoa with motility (85.75%), concentration (1.46x109), viability (91.50%), abnormal (23.75%), testosterone (2.36 ng/mL), the relative weight of testis (1.1%), diameter of seminiferous tubules (250.72 m) and epithelium thickness of seminiferous tubules (60.12 m), as well as produce the numbers of copulation in female rats 100% with the number of fetuses (9.25).


(5)

ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK BUAH MAKASAR (Brucea javanica) TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA TIKUS

Oleh Reni Indriyani

Keadaan lingkungan dan berbagai kebiasaan manusia yang kurang baik dapat memberikan efek terhadap sulitnya memperoleh keturunan. Untuk mengatasi hal ini sebagian masyarakat menggunakan ramuan tradisional untuk meningkatkan seksualitas atau kesuburan. Salah satu diantaranya dengan menggunakan minyak buah makasar (Brucea javanica). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian minyak buah makasar terhadap peningkatan kualitas spermatozoa tikus dan mengetahui dosis pemberian minyak buah makasar yang optimal untuk meningkatkan kualitas spermatozoa tikus. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama dilakukan proses ekstraksi dan isolasi minyak buah makasar dan tahap kedua dilakukan pengujian pemberian minyak buah makasar terhadap kualitas spermatozoa tikus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian minyak buah makasar berpengaruh terhadap peningkatan kualitas spermatozoa tikus. Pemberian minyak buah makasar dosis 600 mg/kg bb meningkatkan kualitas spermatozoa tertinggi dengan motilitas spermatozoa (85,75%), konsentrasi spermatozoa (1,46 x 109), viabilitas spermatozoa (91,50%), abnormalitas spermatozoa (23,75%), kadar hormon testosteron (2,36 ng/mL), berat relatif testis (1,1%), diameter tubulus seminiferus (250,72 m), dan tebal epitel tubulus seminiferus (60,12 m), serta menghasilkan angka kopulasi pada tikus betina 100% dengan jumlah fetus (9,25 ekor).


(6)

PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK BUAH

MAKASAR (

Brucea javanica

) TERHADAP KUALITAS

SPERMATOZOA TIKUS

Oleh

RENI INDRIYANI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

MAGISTER SAINS

Pada

Program Pascasarjana Magister Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA

TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(7)

(8)

(9)

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 05 November 1975. Penulis adalah anak ke tujuh dari tujuh bersaudara buah hati dari pasangan Bapak Aqwam Soeripto dan Ibu Sri Moeliyati.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Nirmala Puspa Kramatjati Jakarta pada tahun 1982, Sekolah Dasar di SD Negeri 07 Kramatjati Jakarta tahun 1988, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 150 Jakarta tahun 1991. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 51 Jakarta tahun 1994. Selanjutnya menyelesaikan pendidikan S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati pada Tahun 2013. Pada tahun 2014, penulis diterima sebagai mahasiswa Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian.

Penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil tahun 1997-1998, sebagai tenaga pelaksana gizi di Puskesmas Talang Jawa Kabupaten Lampung Selatan, tahun 1998-2002 penulis bekerja di Puskesmas Penengahan Kabupaten Lampung Selatan. Pada tahun 2003-2013 penulis bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan. Tahun 2013 sampai dengan sekarang penulis bekerja di Jurusan Gizi Poltekkes Tanjung Karang.


(11)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat, petunjuk serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Minyak Buah Makasar (Brucea javanica)

terhadap Kualitas Spermatozoa Tikus”. Dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Subeki, M.Si., M.Sc. selaku Pembimbing Pertama atas bimbingan, nasihat, serta motivasi selama menyusun tesis.

2. Ibu Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si. selaku Pembimbing Kedua atas bimbingan, arahan, nasihat, serta motivasi selama menyusun tesis.

3. Bapak Dr. Ir. Samsu Udayana Nurdin, M.Si. selaku Pembahas dan Pembimbing Akademik atas bimbingan, saran, motivasi, serta evaluasinya selama menyusun tesis.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana.

6. Ibu Prof. Ir. Neti Yuliana, M.Si., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Magister Teknologi Industri Pertanian periode (2010-2016) atas bimbingan, dukungan serta motivasinya dalam penyelesaian tesis.

7. Ibu Dr. Sri Hidayati, S.TP., M.P. selaku Ketua Program Studi Magister Teknologi Industri Pertanian atas bimbingan, dukungan, serta motivasinya dalam penyelesaian tesis.


(12)

8. Bapak Dr. Hendri Bousman, S.Si., M.Biomed. selaku dosen Jurusan MIPA Universitas Lampung yang telah banyak membantu dalam memberikan saran dalam penyelesaian tesis.

9. Bapak dan ibu dosen, staf administrasi, dan Pranata Laboratorium Pendidikan Program Studi Magister Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

10. Bapak dan ibu dosen, staf administrasi dan Instruktur Laboratorium Jurusan Gizi, Poltekkes Tanjungkarang.

11. Bapak dan ibu penulis yang selalu mendoakan dalam menjalankan kehidupan. 12. Suami dan anak-anakku tercinta yang telah memberikan dukungan, motivasi,

dan doanya yang tidak terhenti untuk menyelesaikan tesis.

13. Keluarga besar Magister Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, rekan-rekan seangkatan, bapak-bapak, ibu-ibu, kakak-kakak, dan adik-adik seangkatan atas bantuan dan kebersamaannya selama ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT, membalas segala kebaikan yang telah diberikan dan semoga tesis ini dapat bermanfaat. Aamiin.

Bandar Lampung, Desember 2016


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………. iii

HALAMAN PERSETUJUAN………. iv

HALAMAN PENGESAHAN………. v

SANWACANA………. viii

DAFTAR ISI………. x

DAFTAR TABEL……….. xiii

DAFTAR GAMBAR……….. xvi

I. PENDAHULUAN………. 1

1.1. Latar Belakang dan Masalah ……… 1

1.2. Tujuan Penelitian ……….. 3

1.3. Kerangka Pemikiran ………. 3

1.4. Hipotesis ………... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA……… 7

2.1 Buah Makasar ……….. 7

2.2. Fisiologi Reproduksi Tikus Jantan ……….. 9

2.2.1. Viabilitas Spermatozoa………. 12

2.2.2. Morfologi Spermatozoa ……….. 12


(14)

2.3. Produksi Spermatozoa……… 14

2.3.1. Spermatogenesisi pada Tikus ……….. 14

2.3.2. PeranHormon pada Spermatogenesis……… 16

III. METODE PENELITIAN……….. 18

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian……… 18

3.2. Bahan dan Alat Penelitian……… 18

3.3. Rancangan Percobaan ………. 19

3.4. Pelaksanaaan Penelitian……… 19

3.4.1. Ekstrasi Minyak Buah Makasar……… 19

3.4.2. UjiIn VivoPemberian Minyak Buah Makasar terhadap Kualitas Spermatozoa Tikus Jantan………. 21

3.5. Pengamatan……… 23

3.5.1. Motilitas Spermatozoa……….. 23

3.5.2. Konsentrasi Spermatozoa ………. 24

3.5.3. Viabilitas Spermatozoa ……… 25

3.5.4. Abnormalitas Spermatozoa………... 25

3.5.5. Kadar Hormon Testosteron ………. 26

3.5.6. Berat RelatifTestis………. 26

3.5.7. Diameter dan Tebal Epitel Tubulus Semeniferus ………….. 26

3.5.8. Angka Konsepsi dan Jumlah Fetus pada Tikus Betina ……… 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 28


(15)

4.2. Motilitas Spermatozoa……… 29

4.3. Konsentrasi Spermatozoa ……… 31

4.4. Viabilitas Spermatozoa ………. 34

4.5. Abnormalitas Spermatozoa ……….. 36

4.6. Kadar Hormon testosteron……… 39

4.7. Berat Relatif Testis ……….. 41

4.8. Diameter dan Tebal Epitel Tubulus Semeniferus ………. 43

4.9. Angka Kopulasi, Konsepsi dan Jumlah Fetus……… 47

4.10. Penentuan Perlakuan Terbaik .……….. 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN………. 52

DAFTAR PUSTAKA……… 53


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi ransum standar untuk tikus percobaan …………...……. 21 2. Karakteristik minyak buah makasar ……….……... 28 3. Angka kopulasi, konsepsi, dan jumlah fetus pada tikus betina setelah

dikawinkan tikus jantan ………..…………. 48 4. Kualitas spermatozoa tikus pada berbagai pemberian dosis minyak

buah makasar ………...……….... 50 5 Motilitas spermatozoa tikus pada berbagai perlakuan dosis

pemberian minyak buah makasar setelah 48 hari …………... 61 6 Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’stest) motilitas

spermatozoa tikus pada berbagai perlakuan dosis pemberian minyak buah makasarsetelah 48 hari ………..…………. 61 7 Analisis ragam motilitas spermatozoa tikus pada berbagai perlakuan

dosis pemberian minyak buah makasarsetelah 48 hari……..………. 62 8 Uji BNT motilitas spermatozoa tikus pada berbagai perlakuan dosis

pemberian minyak buah makasarsetelah 48 hari ………..…….. 62 9. Konsentrasi spermatozoa tikus pada berbagai perlakuan dosis

pemberian minyak buah makasarsetelah 48 hari …………..……….. 63 10. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett's test) konsentrasi

spermatozoa tikus pada berbagai perlakuan dosis pemberian minyak buah makasarsetelah 48 hari ………..………. 63 11. Analisis ragam konsentrasi spermatozoa tikus pada berbagai

perlakuan dosis pemberian minyak buah makasar setelah 48 hari ... 64 12. Uji BNT konsentrasi spermatozoa tikus pada berbagai perlakuan

dosis pemberian minyak buah makasar setelah 48 hari ... 64 13. Viabilitas spermatozoa tikus pada berbagai perlakuan dosis


(17)

14. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett's test) viabilitas spermatozoa tikus pada berbagai perlakuan dosis pemberian minyak buah makasarsetelah 48 hari ………..………. 65 15. Analisis ragam viabilitas spermatozoa tikus pada berbagai

perlakuan dosis pemberian minyak buah makasar setelah 48 hari ... 66 16. Uji BNT viabilitas spermatozoa tikus pada berbagai perlakuan

dosis pemberian minyak buah makasar setelah 48 hari ... 66 17. Abnormalitas tikus pada berbagai perlakuan dosis pemberian

minyak buah makasarsetelah 48 hari ………..…… 67 18. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett's test) abnormalitas

spermatozoa tikus pada berbagai perlakuan dosis pemberian

minyak buah makasar 48 hari ………..……… 67 19. Analisis ragam abnormalitas spermatozoa tikus jantan pada berbagai

perlakuan dosis pemberian minyak buah makasar setelah 48 hari... 68 20. Uji BNT abnormalitas spermatozoa tikus pada berbagai perlakuan

dosis pemberian minyak buah makasarsetelah 48 hari ………..…… 68 21 Kadar hormon testosteron tikus jantan pada berbagai perlakuan

dosis pemberian minyak buah makasar setelah 48 hari………..……. 69 22 Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett's test) kadar hormon

testosteron tikus yang diberikan berbagai perlakuan dosis pemberian

minyak buah makasar 48 hari………...… 69 23 Analisis ragam kadar hormon testosteron tikus jantan pada berbagai

perlakuan dosis pemberian minyak buah makasar setelah 48

hari………...…... 70 24 Uji BNT kadar hormon testosteron tikus jantan pada berbagai

perlakuan dosis pemberian minyak buah makasar setelah 48

hari………... .

70 25 Berat testis tikus pada berbagai perlakuan dosis pemberian minyak

buah makasar setelah 48 hari………..….. 71 26 Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett's test) berat testis

tikus yang diberikan berbagai perlakuan dosis pemberian minyak

buah makasar 48 hari……… 71

27 Analisis ragam berat testis tikus pada berbagai perlakuan dosis


(18)

28 Uji BNT berat testis tikus pada berbagai perlakuan dosis

pemberian minyak buah makasar setelah 48 hari………...…… 72 29. Diameter tubulus semeniferus tikus jantan pada berbagai perlakuan

dosis pemberian minyak buah makasar setelah 48 hari ………...…… 73 30. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) diameter

tubulus semeniferus tikus jantan pada berbagai perlakuan dosis

pemberian minyak buah makssar setelah 48 hari ……….. 73 31. Analisis ragam diameter tubulus semeniferus tikus jantan pada

berbagai perlakuan dosis pemberian minyak buah makasar setelah

48 hari ……….. 74

32. Uji BNT berat diameter tubulus semeniferus tikus pada berbagai

perlakuan dosis pemberian minyak buah makasar setelah 48 hari ..… 74 33. Tebal epitel tubulus semeniferus tikus pada berbagai perlakuan dosis

pemberian minyak buahmakasar setelah 48 hari ……… 75 34 Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) tebal epitel

tubulus semeniferus tikus pada berbagai perlakuan dosis pemberian minyak buah makssar setelah 48 hari ……….. 75 35 Analisis ragam tebal epitel tubulus semeniferus tikus pada berbagai

perlakuan dosis pemberian minyak buah makasar setelah 48 hari … 76 36 Uji BNT tebal epitel tubulus semeniferus tikus pada berbagai

perlakuan dosis pemberian minyak buah makasar setelah 48 hari ..… 76 37 Jumlah fetus pada tikus betina setelah dikawinan dengan tikus yang

diberikan berbagai perlakuan dosis pemberian minyak buah makasar

48 hari……… 77

38 Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) jumlah fetus

pada tikus betina setelah dikawinkan dengan tikus yang diberikan berbagai perlakuan dosis pemberian minyak buah makssar setelah 48

hari ………...…… 77

39 Analisis ragam jumlah fetus pada tikus betina setelah dikawinkan dengan tikus yang diberikan berbagai perlakuan dosis pemberian

minyak buah makasar setelah 48 hari ………..… 78 40 Uji BNT jumlah fetus pada tikus betina setelah dikawinkan dengan

tikus yang diberikan berbagai perlakuan dosis pemberian minyak


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tanaman buah makasar ... 8

2. Morfologi spermatozoa tikus. ... 13

3. Tahapan siklus sel spermatogenesis pada tikus ... 15

4. Ekstraksi dan isolasi minyak buah makasar (Brucea javanica)... 20

5. Diagram alir pemberian minyak buah makasar pada tikus jantan ... 22

6. Motilitas spermatozoa tikus setelah pemberian berbagai dosis minyak buah makasar selama 48 hari ... 29

7. Konsentrasi spermatozoa tikus setelah pemberian berbagai dosis minyak buah makasar selama 48 hari ... 32

8. Viabilitas spermatozoa tikus setelah pemberian berbagai dosis minyak buah makasar selama 48 hari ... 34

9. Abnormalitas spermatozoa tikus setelah pemberian berbagai dosis minyak buah makasar selama 48 hari ... 37

10. Kadar hormon testosteron tikus jantan setelah pemberian berbagai dosis minyak buah makasar selama 48 hari ... 40

11. Berat relatif testis (%) tikus setelah pemberian berbagai dosis minyak buah makasar selama 48 hari ... 42

12 Diameter dan tebal epitel tubulus seminiferus tikus jantan setelah pemberian berbagai dosis minyak buah makasar selama 48 hari ... 44

13 Diameter dan tebal epitel tubulus seminiferus testis tikus yang diberikan berbagai dosis minyak buah makasar selama 48 hari dengan pebesaran 400x... 46

14 Proses ekstraksi dan isolasi minyak buah makasar... 80


(20)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Masalah

Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman tanaman sebesar 30.000 sepesies dan lebih dari 940 spesies merupakan tanaman obat (Akib, 2006). Tanaman obat menjadi bahan utama dalam pembuatan obat herbal dan semuanya mengklaim bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit. Namun demikian, sebagian besar hanya berdasarkan pengalaman turun temurun tanpa disertai bukti ilmiah sehingga efektifitas, dosis, efek samping, dan toksisitasnya belum jelas. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian ilmiah agar pemakaian obat herbal berpedoman pada penggunaan obat yang baik dan benar dalam menyembuhkan penyakit.

Berbagai spesies tanaman obat di Indonesia secara tradisional telah digunakan sebagai obat kesuburan. Tingkat kesuburan pada individu jantan dapat diukur dari kemampuan spermatozoa dalam melakukan proses fertilisasi. Proses fertilisasi sangat dipengaruhi oleh kemampuan organ dan hormon reproduksi. Testosteron merupakan hormon reproduksi yang berfungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan organ kelamin jantan. Selain berfungsi dalam kehidupan seksual, hormon testosteron juga memiliki efek biologis terhadap metabolisme, integritas tulang, otot, sistem kardiovaskular, dan otak. Kekurangan hormon testosteron dapat menyebabkan penurunan sensitivitas insulin, kelemahan otot, gangguan metabolisme karbohidrat, gangguan fungsi kognitif, kurang motivasi,


(21)

2 mudah lelah, peningkatan lemak tubuh, serta penurunan kemampuan seksual (Jones, 2008).

Buah makasar (Brucea javanica) merupakan salah satu jenis tanaman obat yang banyak tumbuh di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Secara tradisional, tanaman ini digunakan sebagai jamu untuk menyembuhkan penyakit malaria, kanker, demam berdarah, dan disentri (Siregar, 1999). Buah tanaman ini banyak mengandung senyawa quasinoid (Subeki et al., 2007, Elkhateeb et al., 2008; Bawm et al., 2008). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak pasak bumi (Eurycoma longifolia) yang mengandung senyawa quasinoid sehari sekali selama 14 hari dapat meningkatkan jumlah sel spermatozoa dan meningkatkan aktivitas seksual tikus jantan (Ang and Cheang, 2001; Ang and Lee, 2002; Ang et al., 2003).

Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa minyak buah makasar

mengandung vitamin E (α-tokoferol) sebesar 0,30 mg/g dan β-sitosterol 1,82 mg/g. Flohe dan Traber (1999) menyebutkan bahwa vitamin E sangat esensial untuk reproduksi. Vitamin E dapat mencegah kerusakan spermatozoa pada hewan jantan dan menjaga perkembangan zigot pada hewan betina. Pada proses spermatogenesis, vitamin E berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas hasil metabolisme aerob (Ogbuewuet al., 2010).

Menurut Hadiah (2002), pemberian akar pasak bumi dapat meningkatkan kadar hormon testosteron. Hal ini disebabkan oleh efek senyawa-sitosterol yang terkandung dalam akar pasak bumi. Senyawa -sitosterol memberikan pengaruh terhadap enzim mikrosomal dalam sel Leydig sehingga meningkatkan hormon testosteron. Pemberian minyak buah makasar yang mengandung senyawa 


(22)

-3 sitosterol kemungkinan besar juga dapat meningkatkan hormon testosteron dalam tubuh.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh pemberian minyak buah makasar terhadap kualitas spermatozoa individu jantan, sehingga dapat digunakan sebagai obat penyubur dalam sistem reproduksi individu jantan.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh pemberian minyak buah makasar terhadap peningkatan kualitas spermatozoa tikus jantan.

2. Mengetahui dosis pemberian minyak buah makasar yang optimal dalam meningkatkan kualitas spermatozoa tikus jantan.

1.3. Kerangka Pemikiran

Keadaan lingkungan yang semakin tidak ideal dan berbagai kebiasaan manusia yang kurang baik dapat memberikan efek kurang baik terhadap kehidupan manusia. Salah satu masalah yang terjadi saat ini adalah sulitnya memperoleh keturunan. Untuk mengatasi hal ini, sebagian besar masyarakat menggunakan ramuan tradisional untuk meningkatkan seksualitas atau kesuburan. Pada umumnya, penggunaan obat tradisional berdasarkan pengalaman secara turun temurun dan belum disertai kajian ilmiah yang jelas (Depkes RI, 1989).

Berbagai tanaman obat telah digunakan secara tradisional oleh masyarakat untuk meningkatkan kesuburan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak akar pasak bumi dosis 600 mg/kg bb secara oral sebanyak dua kali sehari


(23)

4 selama 14 hari terbukti dapat meningkatkan kadar hormon testosteron tikus wistar jantan tua sebesar 19,53% (Novianti, 2015).

Buah makasar merupakan salah satu tanaman obat yang banyak tumbuh di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Secara tradisional tanaman ini digunakan sebagai jamu untuk menyembuhkan penyakit malaria, kanker, demam berdarah, dan disentri (Siregar, 1999). Tanaman ini banyak mengandung senyawa quasinoid (Subeki et al., 2007, Elkhateeb et al., 2008; Bawm et al., 2008). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawa quasinoid yang diperoleh dari ekstrak pasak bumi berpengaruh terhadap fertilitas tikus jantan serta meningkatkan jumlah sel sperma dan aktivitas seksual (Ang and Cheang, 2001; Ang and Lee, 2002; Ang

et al., 2003).

Buah makasar banyak mengandung minyak. Menurut Wisnaningsih (2012), minyak buah makasar mengandung asam linoleat (40.15%), 2-ethyl hexanol (15.05%), asam palmitat (12.02%), di-9-octadecenoyl-gliserol (11.04%), ethyl oleat (5.6%), myristyl oleat (1.09%), ethyl palmitat (0.48%), dan o-phytalic acid anhydride (0.24%). Minyak buah makasar juga mengandung vitamin E ( -tokoferol) sebesar 0,304 mg/g dan -sitosterol 1,82 mg/g (Hasil penelitian pendahuluan). Vitamin E merupakan senyawa untuk kesuburan dan berfungsi sebagai zat antioksidan yang dapat melindungi membran sel dari kerusakan oksidasi (Tillmanet al., 1991).

Aktivitas vitamin E sebagai antioksidan berjalan secara sinergis dengan senyawa antioksidan lainnya di dalam tubuh. Vitamin E dapat melindungi sel dari serangan radikal bebas. Dengan mengkonsumsi minyak buah makasar, maka kemungkinan besar fertilitas dapat dipertahankan. Hal ini karena vitamin E


(24)

5 mampu melindungi sel penyusun tubulus seminiferus di dalam testis dari kerusakan akibat serangan radikal bebas (Tillmanet al., 1991).

Mekanisme kerja vitamin E dalam menangkal radikal bebas pada membran sel yaitu vitamin E akan memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal bebas yang terbentuk pada membran sel. Hal ini menyebabkan terbentuknya radikal vitamin E yang bersifat stabil. Radikal vitamin E selanjutnya akan diubah oleh selenium melalui induksi glutation peroksidasemenjadi vitamin E yang netral kembali di dalam sel (Qauliyah, 2006).

Fungsi reproduksi jantan diawali dengan proses spermatogenesis, yaitu tahap perubahan struktur sel spermatogonia yang membelah menjadi spermatozoa secara berurutan. Berbagai tahap ini diatur oleh hormon testosteron, follicle stimulating hormon(FSH), danluteinising hormon (LH) yang dihasilkan oleh sel Leydig dan Sertoli di dalam tubulus seminiferus pada testis (Combs, 1992).

Proses spermatogenesis diawali dengan pembelahan sel spermatogonia. Kekurangan vitamin E dapat menyebabkan terjadinya degenerasi sel spermatogonia. Jika sejak awal jumlah sel spermatogonia berkurang maka akan mempengaruhi perkembangan sel-sel spermatogenik berikutnya (Wahyuni, 2002). Quratulainy (2006) menyatakan bahwa kekurangan vitamin E dapat menyebabkan degenerasi jaringan testis, yaitu berkurangnya jumlah sel-sel spermatogenik di dalam tubulus seminiferus. Hal ini akan berpengaruh terhadap diameter dan tebal epitel tubulus seminiferus, serta bobot testis.

Vitamin E yang terkandung dalam minyak buah makasar dapat berperan dalam proses reproduksi dengan mencegah terjadinya degenerasi testis. Oleh karena itu, pemberian minyak buah makasar akan dapat meningkatkan sel


(25)

6 spermatogenik dalam tubulus seminiferus dan kualitas spermatozoa. Kekurangan vitamin E dapat menyebabkan otot lemah, pertumbuhan terhambat, degenerasi embrio, daya tetas telur rendah, degenerasi dan pelepasan sel epitel germinatif testis, terjadi kemandulan, penurunan produksi hormon dari testis, penurunan permeabilitas sel, memacu kematian, dan kerusakan syaraf (Sulistyowati, 2006).

Kandungan –sitosterol pada minyak buah makasar diharapkan dapat meningkatkan kadar hormon testosteron. Hal ini karena senyawa-sitosterol yang terdapat pada minyak buah makasar bersifat androgenik dan berpengaruh langsung terhadap enzim mikrosomal dalam sel Leydig sehingga dapat menaikkan kadar hormon testosteron (Hadiah, 2002).

1.4. Hipotesis

1. Pemberian minyak buah makasar dapat meningkatkan kualitas spermatozoa tikus jantan.

2. Terdapat dosis minyak buah makasar yang optimal dalam meningkatkan kualitas spermatozoa tikus jantan.


(26)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Buah Makasar

Buah makasar (Brucea javanica) merupakan tanaman yang tergolong famili Simaroubaceae. Tanaman ini banyak ditanam sebagai tanaman pagar dan tumbuh liar di hutan atau pekarangan. Buah makasar tumbuh pada ketinggian 1-500 m di atas permukaan laut, tanaman perdu, tegak, menahun, tinggi 1-2,5 m, dan berambut halus warna kuning. Daunnya bersifat majemuk menyirip ganjil, jumlah anak daun 5-13, bertangkai, dan letak saling berhadapan. Bunga majemuk berkumpul dalam rangkaian malai padat yang keluar dari ketiak daun dengan warna ungu kehijauan. Buahnya berupa buah batu dengan bentuk bulat telur, panjang sekitar 8 mm, dan jika sudah masak berwarna hitam. Bijinya bulat dan berwarna putih. Di Indonesia, buahnya disebut buah makasar (Ardhi, 2010).

Buah makasar memiliki berbagai nama antara lain ya danzi, false sumac, dan java brucea fruit. Tanaman ini memiliki nama lokal seperti malur (Batak), berul (Lampung), walot (Sunda), kwalot (Jawa), tambara marica (Makasar), dan nagas (Ambon). Buah makasar mengandung senyawa alkaloid brucamarine dan

yatamine, senyawa glikosida brucealin, yatanosid A dan B, serta kosamine, senyawa phenol brucenol danbruceolic acid, brusatol, dan brusein A, B, C, D,F, G, H. Daging buahnya mengandung asam oleat, asam linoleat, asam stearat, dan asam palmitoleat (wright et al., 1988). Tanaman dan buah makasar dapat dilihat pada Gambar 1.


(27)

8

a b

Gambar 1. (a) Tanaman buah makasar dan (b) buah makasar

Buah makasar banyak mengandung minyak. Ekstraksi minyak buah makasar dapat dilakukan dengan tepung buah makasar direndam dalam larutan etanol selama 4 minggu. Selanjutnya dilakukan penyaringan menggunakan kain saring dan filtrat yang diperoleh diuapkan dengan evaporator. Filtrat pekat yang diperoleh kemudian diekstrak dengan etil asetat (EtOAc) hingga diperoleh fraksi air dan EtOAc. Fraksi EtOAc diuapkan hingga kering dan selanjutnya dimasukkan ke dalam silika gel kolom khromatografi dan dielusi dengan CHCl3. Fraksi CHCl3

diuapkan hingga kering dan kemudian dimasukkan ke dalam silika gel kolom kromatografi dan dielusi dengan klorofom sehingga diperoleh tiga fraksi. Minyak buah makasar diperoleh dari fraksi kedua setelah dievaporasi (Subeki et al.,

2006).

Minyak buah makasar yang diperoleh dari proses ekstraksi berwarna agak kehijauan. Hal ini karena zat warna alami klorofil yang terdapat dalam bahan ikut terekstrak pada proses ekstraksi. Minyak buah makasar mempunyai aroma khas dan mengandung senyawa asam linoleat (40.15%), 2-ethyl hexanol (15.05%), asam palmitat (12.02%), di-9-octadecenoyl-gliserol (11.04%), ethyl oleat


(28)

9 (5.60%), myristyl oleat (1.09%), ethyl palmitat (0.48%), dan o-phytalic acid anhydride (0.24%) (Wisnaningsih, 2012). Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa minyak buah makasar mengandung vitamin E (-tokoferol) 30,4 mg/100 g dan-sitosterol 182 mg/100 g (data tidak dipublikasikan).

Pemberian minyak buah makasar secara oral dengan dosis 7.5 mg/kg berat badan sehari sekali selama 7 hari pada ayam broiler memberikan jumlah hemoglobin (12.34 g/dL), sel darah putih (9.70 m/mm3), hematokrit (30.98%), dan meningkatkan sistem imun tubuh dengan nilai GMT ND sebesar 54,68 pada hari ke-12 pasca vaksinasi (Wisnaningsih, 2012).

Hasil penelitian Suharyati dan Hartono (2013), menunjukkan bahwa pemberian vitamin E dan mineral Zn berpengaruh terhadap motilitas, persentase spermatozoa abnormal, spermatozoa hidup, dan meningkatkan kualitas spermatozoa kambing boer. Oleh karena itu, minyak buah makasar yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh, vitamin E, dan -sitosterol besar kemungkinan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas spermatozoa individu jantan.

2.2. Fisiologi Reproduksi Tikus Jantan

Sistem reproduksi tikus jantan terdiri dari testis dan kantong skrotum, epididimis dan vas deferens, sistem ekskretori pada masa embrio untuk transport sperma, kelenjar aksesoris, uretra, dan penis. Epididimis terletak pada bagian dorsolateral testis yang merupakan struktur memanjang dari bagian atas sampai bagian bawah testis. Organ ini terdiri dari bagian kaput, korpus, dan kauda epididimis. Bagian ini menerima sperma dari duktus eferen (Rugh, 1968).


(29)

10 Spermatozoa bergerak dari tubulus seminiferus lewat duktus eferen menuju kepala epididimis. Epididimis merupakan pipa berkelok-kelok yang menghubungkan vas eferensia pada testis dengan duktus eferen. Kepala epididimis melekat pada bagian ujung testis dimana pembuluh darah dan saraf masuk. Badan epididimis sejajar dengan aksis longitudinal dari testis dan ekor epididimis selanjutnya menjadi duktus deferen yang rangkap dan kembali ke daerah kepala. Epididimis berperan sebagai tempat untuk pematangan spermatozoa sampai pada saat spermatozoa dikeluarkan dengan cara ejakulasi. Spermatozoa belum matang ketika meninggalkan testikel dan harus mengalami periode pematangan di dalam epididimis sebelum mampu membuahi ovum (Frandson, 1995).

Jika spermatozoa terlalu banyak ditimbun karena tidak ejakulasi yang lama atau karena sumbatan pada saluran keluar, maka sel epididimis dapat bertindak phagocytosis terhadap spermatozoa. Spermatozoa itu kemudian terdegenerasi dalam dinding epididimis. Pada vasektomi, epididimis juga berperan untuk memphagocytosis spermatozoa yang tertimbun terus-menerus. Terbukti spermatozoa yang diambil dari daerah kaput dan korpus tidak fertil, sedang yang diambil dari daerah kauda fertil sama dengan spermatozoa yang terdapat dalam ejakulat (Yatim, 1994).

Spermatozoa tikus adalah sel kelamin atau gamet yang diproduksi di dalam tubulus seminiferus melalui proses spermatogenesis, dan bersama-sama dengan plasma semen akan dikeluarkan melalui sel kelamin jantan. Menurut Rugh (1968), spermatozoa tikus yang normal terbagi atas bagian kepala yang bentuknya bengkok seperti kait, bagian tengah yang pendek, dan bagian ekor yang sangat


(30)

11 panjang. Panjang bagian kepala kurang lebih 0,0080 mm dan panjang spermatozoa seluruhnya sekitar 0,1226 mm.

Kemampuan bereproduksi hewan jantan dapat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas semen yang dihasilkan. Produksi semen yang tinggi dinyatakan dengan volume semen dan dosis spermatozoa yang tinggi pula. Sedangkan kualitas semen yang baik dapat dilihat dari persentase spermatozoa yang normal dan motilitasnya (Hardjopranoto, 1995).

Sel germinal primordial tikus jantan muncul sekitar 8 hari kehamilan, dengan jumlah 100, yang merupakan awal dari jutaan spermatozoa yang akan diproduksi dan masih berada di daerah ekstrak gonad. Karena sel germinal kaya akan alkalin fosfatase untuk mensuplai energi pergerakannya melalui jaringan embrio, maka sel germinal dapat dikenali dengan teknik pewarnaan. Pada hari ke-9 dan hari ke-10 kehamilan sebagian mengalami degenerasi dan sebagian lagi mengalami proliferasi dan bahkan bergerak pada hari ke-11 dan ke-12 ke daerah genitalia. Pada saat itu jumlahnya mencapai sekitar 5000 dan identifikasi testis dapat dilakukan. Proses diferensiasi dan proliferasi berlangsung di daerah medula testis (Rugh, 1968).

Setiap spermatozoa membawa enzim yang cukup untuk membersihkan jalan melalui cell cumulus menuju matriks jel ovum. Bahan asam hialuronik semen cenderung bergabung ke sel granulosa sel cumulus, agar kepala sperma dapat disuplai dengan enzim. Proses spermatogenesis ini baru dimulai secara aktif pada hari ke-9 setelah lahir (Rugh, 1968). Volume cairan spermatozoa dapat ditingkatkan dengan rangsangan hormonal (Masrizal dan Efrizal, 1997).


(31)

12

2.2.1 Viabilitas Spermatozoa

Spermatozoa mudah sekali terganggu oleh lingkungan yang berubah. Perubahan pH dapat merusak sperma. kekurangan vitamin E menyebabkan sel sperma tidak bertenaga melakukan pembuahan. Bagi gamet yang membuahi dalam air, ketahanan spermatozoa sangat sedikit sekali ketika mencari ovum. Daya hidup atau viabilitas merupakan indikator fertilisasi. Bila semen tersimpan lama maka sedikit yang motil (Nalbandov, 1990).

Banyak faktor yang mempengaruhi pembuahan misalnya viabilitas sperma yang rendah sehingga sperma tersebut tidak mampu mengadakan pembuahan. Faktor hambatan ini dapat berasal dari struktur histologi saluran reproduksi jantan, struktur sperma yang diperoleh selama di dalam alat genital, enzim-enzim yang terdapat di dalam saluran reproduksi jantan serta dalam spermatozoa itu sendiri. Sperma yang belum dewasa maupun bentuk-bentuk yang tidak sempurna tidak akan mampu membuahi (Ilyas, 1997).

Viabilitas diukur dengan melihat persentase motil setelah jangka waktu tertentu. Makin lama semen tersimpan makin sedikit yang motil. Penurunan motilitas normal adalah 2-3 jam sudah ejakulasi 50-60% spermatozoa motil maju/mL dan 7 jam sudah ejakulasi 50% spermatozoa motil maju/mL. Jika setelah 3 jam yang motil kurang dari 50% menandakan adanya gangguan atau kelainan dalam genitalia. Jika ejakulasi sering menyebabkan volume semen dan dosis menurun, tetapi tidak menurun ketahanan (Yatim, 1994).

2.2.2 Morfologi Spermatozoa

Menurut Rugh (1968), spermatozoa tikus yang normal terbagi atas bagian kepala yang bentuknya bengkok seperti kait, bagian tengah yang pendek, dan


(32)

13 bagian ekor yang sangat panjang. Panjang bagian kepala kurang lebih 0,0080 mm sedangkan panjang spermatozoa seluruhnya sekitar 0,1226 mm.

Bentuk spermatozoa abnormal (Gambar 2) dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk kepala dan ekornya. Menurut Washington et al, (1983), bentuk sperma abnormal pada tikus terdiri dari bentuk kepala seperti pisang, bentuk kepala tidak beraturan (amorphous), bentuk kepala terlalu membengkok dan lipatan-lipatan ekor yang abnormal.

Gambar 2. Morfologi spermatozoa tikus. (a) spermatozoa normal, (b) pengait salah membengkok, (c) sperma melipat, (d) kepala terjepit, (e) pengait pendek, (f) kesalahan ekor sebagai alat tambahan, (g) tidak ada pengait, (h) sperma berekor ganda dengan kepala tidak berbentuk, (i) kepala tidak berbentuk. Perbesaran 800 x. (Wyrobek dan Bruce, 1975).

2.2.3 Motilitas Spermatozoa

Jumlah yang bergerak maju adalah jumlah spermatozoa semua dikurangi jumlah mati. Dianggap normal jika motil maju >40%. Menurut Yatim (1994) bahwa spermatozoa yang normal persentase motilnya adalah 63% dengan range 10-95%. Ada orang yang spermatozoanya lemah sekali gerak majunya (asthenozoospermia) dan jika semua sperma nampak mati, tak bergerak


(33)

14 (necrozoospermia) berarti orang ini infertil. Tapi ada laporan spermatozoa yang tak bergerak belum menunjukkan mati. Mungkin ada suatu zat cytotoxic atau antibodi yang membuatnya tak bergerak.

Menurut Tadjudin (1988), kategori untuk mengklasifikasi motilitas sperma yaitu: (a) jika sperma bergerak cepat dengan lurus ke muka (gerak maju sangat baik/buruk), (b) jika geraknya lambat/sulit maju lurus/bergerak tidak lurus (gerak lemah atau sedang), (c) jika tidak bergerak maju, dan (d) jika sperma tidak bergerak.

2.3. Produksi Sperma

Produksi sperma tiap hari per testis pada tikus adalah 35,4 x 106/mL, tidak berbeda signifikan dengan manusia yaitu sebesar 45,5 x 106/mL, tubulus seminiferustikus lebih tebal dari manusia yaitu 347 µm vs 262 µm, tetapi pembatas tubulus pada tikus lebih tipis dibanding manusia (1,4 µm vs 15,9 µm). Epitel seminiferus tikus mengandung 40% lebih sel spermatogenik dari volumenya, dua kali lebih banyak dari epitel seminiferus manusia (Ilyas, 2007).

Spermatozoa pada tikus lebih panjang dibandingkan dengan spesies mamalia lainnya, termasuk manusia dan hewan lainnya dan biasanya panjangnya sekitar 150 200 mm. Kepala sperma pada tikus berbentuk kail hal ini sama seperti pada hewan pengerat lainnya (Krinke, 2000).

2.3.1 Spermatogenesis Pada Tikus

Sel primodial germinal yang telah berhenti bermigrasi diliputi oleh sel sertoli dan membran basal yang menonjol dalam tubulus seminiferus pada alat


(34)

15 kelamin tikus jantan. Sel kelamin jantan tetap tidak aktif sampai sebelum masa pubertas, yaitu sekitar 50 hari setelah kelahiran. Pada tahap ini mereka mulai membelah dan menjadi sprematogonium dan terus membelah sampai hewan kehilangan kemampuan untuk memproduksi spermatozoa. Tahapan siklus sel spermatogenesis pada tikus dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tahapan siklus sel spermatogenesis pada tikus, dimulai dari kiri bawah searah jarum jam. A, tipe spermatogonium A; In, spermatogonium tipe intermediet; B, tipe spermatogonium B; R, spermatosit primer resting; L, spermatosit leptotene; Z, spermatosit zygotene; P(I), P(VII), P(XII), awal, pertengahan dan akhir spermatosit pachytene. Angka romawi menunjukkan tahap siklus dimana mereka ditemukan; Di, diplotene; II, spermatosit sekunder, 1-19, tahap spermiogenesis. Tabel ditengah memberikan komposisi sellular dari tahapan siklus pada epitel seminiferus (I-XIV) (Krinke, 2000)

Pada Gambar 3 terlihat pada stage II sprematid yang telah berekor yaitu spermatid yang telah mengalami maturasi. Sedangkan spermatozoa hanya ditemukan pada stage VII dan pada stage XII tidak ditemukannya lagi spermatid yang matur (tidak berekor). Pada tikus 14 tahapan siklus spermatogenesis terjadi


(35)

16 di dalam tubulus seminiferus. Tubulus memiliki susunan ruas dan setiap potongan melintang tubula menunjukkan tahapan yang seragam melibatkan empat atau lima generasi di sel germinal dengan sesuai. Tubulus seminiferus di tikus dikarakerisasi oleh struktur ruas, sedangkan pada manusia menunjukkan pola mosaik di beberapa tahap. Pada tikus, dibutuhkan 12 hari untuk menyelesaikan satu siklus yang terdiri dari 14 tahap. Spermatogonium tikus membutuhkan empat siklus sampai akhirnya membentuk spermatozoa, sehingga diperlukan 48 hari untuk menyelesaikan seluruh tahap spermatogenesis (Krinke, 2000).

2.3.2 Peran Hormon pada Spermatogenesis

Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon yang dihasilkan oleh organ hipotalamus, hiofisis, dan testis. Testis memproduksi sejumlah hormon jantan yang disebut androgen. Salah satu hormon androgen adalah testosteron yang berfungsi untuk merangsang pendewesaan spermatozoa yang terbentuk dalam tubulus seminifurus, merangsang pertumbuhan kelenjar-kelenjar asesori, dan merangsang pertumbuhan sifat jantan (Partodiharjo, 1980).

Spermatogenesis dan pematangan sperma sewaktu bergerak di sepanjang epididimis dan vas deferens memerlukan androgen. Androgen juga mengontrol pertumbuhan dan fungsi vesikula seminalis serta kelenjar prostat. Spermatogenensis hampir seluruhnya terjadi dibawah pengaruh hormon yang berasal dari hipofisa, terutama follicle stimulating hormon(FSH). Spermiogenesis adalah lanjutan spermatogenesis yang berlangsung dibawah peranan luteinizing hormone (LH) dan testosteron. Tanpa testosteron spermatozoa tidak dapat menjadi dewasa (Partodihardjo, 1980).


(36)

17 Spermatogenesis dimulai pada saat pubertas karena adanya peningkatan sekresi gonadotropin (FSH dan LH) dari hipofisis anterior. FSH merupakan hormon penting untuk induksi spermatogenesis dan merangsang secara langsung pada tubulus seminifurus. Spermatogenesis pada tikus dikendalikan oleh FSH dalam kombinasi dengan LH dan testosteron. Di sisi lain, efek spermatogenesis dari LH akan merangsang interstitial cell stimulating hormon (ICSH) pada pria karena tindakan andogenik pada sel Leydig diinterstitium. Sekresi LH juga merangsang sintesisi testosteron di sel Leydig pada testis (Krinke, 2000).

Aksi FSH pada spermatogenesis dimediasi oleh sel Sertoli. Hal ini karena hormon peptida tidak dapat secara langsung mencapai spermatosit dan spermatid karena melintasi sawar daerah testis yang terbentuk selama 16-19 hari setelah kelahiran. Sebaliknya, testosteron dapat dengan mudah melewati sawar daerah testis dengan cara difusi. Tingkat testosteron di dalam cairan interstisial (lebih dari 50 µg/mL) pada tikus dewasa jauh lebih tinggi dibanding pada testis (sekitar 30 µg/mL) atau cairan vena perifera (kurang dari 10 µg/mL). Hal ini menunjukkan aksi parakrin atau autokrin dari testosteron pada spermatogenesis di testis (Krinke, 2000).

Salah satu peran sel Sertoli adalah produksi androgen yang mengikat protein yang dirangsang oleh FSH dan testosteron. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang tidak diketahui yang dikeluarkan dari sel Sertoli sebagai respon untuk merangsang FSH dan testosteron (Krinke, 2000).


(37)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas Pertanian dan Laboratorium Reproduksi Jurusan Biologi MIPA Universitas Lampung. Penelitian dilakukan pada bulan April-Desember 2015.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah buah makasar yang diperoleh dari Desa Kurungan Nyawa Kabupaten Pesawaran. Bahan kimia untuk ekstraksi adalah hexan, EtOAc, SiO2, dan CHCl3. Tikus jantan dan betina strain Sprague Dawley

(SD) umur 4 bulan dengan berat sekitar 250 g diperoleh dari PT. Indoanilab Bogor. Bahan penyusun ransum adalah kasein, mineral mix, vitamin mix, minyak jagung, selulosa, air, dan tepung maizena. Bahan analisis spermatozoa adalah NaCl, eosin, nigrosin, giemsa, metanol, dan alkohol. Bahan uji histopatologi adalah formalin, buffer netral, aquades, haematoxylin-eosin, ammonium, merkuri oksida, asam asetat, hidroklorik acid, alkohol, dan paraffin.

Peralatan yang digunakan adalah mikroskop, gelas preparat, gelas penutup, tabung reaksi, mikropipet, tabung mikro kapiler, tabung eppendorf, haemocytometer, hand counter, lemari pendingin, thermometer, jarum ose, bunsen, tissue processor,cassete embedding, pisau mikrotom, inkubator, kandang tikus, serta tempat ransum dan minum tikus.


(38)

19

3.3. Rancangan Percobaan

Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan dosis minyak buah makasar terdiri dari 0, 100, 200, 300, 400, 500, dan 600 mg/kg berat badan. Data yang diperoleh diuji kesamaan ragamnya dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan Tukey. Analisis sidik ragam digunakan untuk mendapatkan penduga ragam galat dan mengetahui ada tidaknya pengaruh antar perlakuan. Apabila terdapat pengaruh yang nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5%.

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Ekstraksi Minyak Buah Makasar

Ekstraksi minyak buah makasar dilakukan sesuai dengan metode Subekiet al(2006). Sebanyak 10 kg buah makasar segar dikeringkan dengan sinar matahari hingga kadar air 12%. Selanjutnya buah makasar kering digilling dan diayak dengan ukuran 80 mesh. Sebanyak 5 kg tepung buah makasar yang diperoleh kemudian direndam dalam 15 L EtOH 95% selama 28 hari dan setiap hari selama 10 menit dilakukan pengadukan. Selanjutnya filtrat disaring dengan kain saring dan diuapkan dengan evaporator menjadi 1 L. Filtrat pekat tersebut kemudian diekstrak dengan etil asetat (EtOAc) hingga diperoleh fraksi air dan EtOAc. Fraksi EtOAc diuapkan hingga kering dan selanjutnya dimasukkan ke dalam silika gel kolom khromatografi dan dielusi dengan CHCl3 (3 L). Fraksi CHCl3

diuapkan hingga kering dan selanjutnya dimasukkan ke dalam silika gel kolom kromatografi dan dielusi dengan CHCl3sehingga diperoleh 3 fraksi. Minyak buah


(39)

20 makasar diperoleh dari fraksi ke-2 setelah dievaporasi. Prosedur ekstraksi minyak buah makasar dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Ekstraksi dan isolasi minyak buah makasar (Brucea javanica)

Buah makasar 10 kg

Buah makasar kering kadar air 12%

Pengeringan (sinar matahari)

Tepung buah makasar 5 kg

Penggilingan (80 mesh)

Perendaman EtOH (15L, 28 hari) Penyaringan

Filtrat (15 L)

Residu

Evaporasi Konsentrat

(1 L)

EtOAc (1L x 4) Lapisan H2O

(1 L)

Lapisan EtOAc (4 L)

Evaporasi Residu

SiO2kolom kromatografi (CHCl3

Fraksi CHCl3

Evaporasi Konsentrat

SiO2kolom kromatografi (CHCl3

Fraksi 1 Fraksi 1 Fraksi 1

Evaporasi Minyak


(40)

21

3.4.2. UjiInvivoPemberian Minyak Buah Makasar terhadap Kualitas Spermatozoa Tikus Jantan

Percobaan dilakukan dengan menggunakan 28 ekor tikus jantan dan 28 ekor tikus betina strain Sprague Dawley umur 4 bulan yang diberi 7 perlakuan yang berbeda. Perlakuan dosis minyak buah makasar terdiri dari 0, 100, 200, 300, 400, 500, dan 600 mg/kg berat badan. Masing-masing dosis dilarutkan dalam 100

L aquabides yang mengandung carboxy methyl cellulose (CMC) 0,1% untuk diberikan pada masing-masing tikus jantan. Sebelum digunakan, semua tikus diadaptasikan dalam lingkungan laboratorium selama 5 hari. Selama percobaan tikus diberikan ransum standar dan minum secara ad libitum. Ransum yang diberikan pada tikus jantan dan tikus betina merupakan ransum basal kasein dengan kadar protein sebesar 10% (AOAC, 1990). Komposisi ransum standar dapat dilihat pada Tabel 1 (Hegdeet al., 2005). Selanjutnya tikus dikelompokkan berdasarkan perlakuan dan diberikan minyak buah makasar secara oral dengan jarum sonde dua hari sekali selama 48 hari sesuai dengan perlakuan. Setelah 48 hari perlakuan, maka tikus jantan digabung dengan tikus betina (1:1). Prosedur pelaksanaan penelitian pemberian minyak buah makasar pada tikus jantan dapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 1. Komposisi ransum standar untuk tikus percobaan

Bahan Komposisi

(g/100 g)

Pati maizena 65

Kasein 20

Minyak jagung 9

Mineral mix 4

Vitamin mix 2

TOTAL 100


(41)

22

Gambar 5. Diagram alir pemberian minyak buah makasar pada tikus jantan

Contoh perhitungan pemberian dosis minyak buah makasar 600 mg/kg berat badan dilakukan dengan cara menimbang berat badan tikus terlebih dahulu. Jika seekor tikus mempunyai berat badan 250 g, berarti 600 mg/1000 g x 250 g = 150 mg. Dengan demikian, seekor tikus akan menerima 150 mg minyak buah makasar yang dilarutkan dalam 100L aquabides yang mengandung CMC 0,1%.

Tikus jantan (umur 4 Bulan)

Adaptasi (5 hari)

Perlakuan 48 hari pada tikus jantan Kontrol

normal

Penggabungan tikus jantan perlakuan dan betina (1:1) selama 5 hari

Pembedahan tikus betina setelah kebuntingan (15 hari) Pembedahan tikus jantan setelah

terjadi kopulasi

Pengamatan

Motilitas spermatozoa

Konsentrasi spermatozoa

Viabilitas spermatozoa

Abnormalitas spermatozoa

Hormon testosteron

Berat testis

Diameter tubulus semenifirus

Tebal epitel tubulus semenifirus Dosis 100 mg/kg Dosis 200 mg/kg Dosis 300 mg/kg Dosis 400 mg/kg Dosis 500 mg/kg Dosis 600 mg/kg Pengamatan

 Angka konsepsi


(42)

23 Setelah 48 hari perlakuan, selanjutnya tikus jantan digabung dengan tikus betina (1:1). Setiap pagi pada tikus betina dilakukan usap vagina dengan menggunakan teknik pewarnaan giemsa untuk mengetahui kondisi estrus dan mendeteksi ada tidaknya spermatozoa. Setelah terdeteksi adanya spermatozoa pada vagina tikus betina dan dihitung sebagai awal waktu kebuntingan, selanjutnya tikus jantan dikorbankan dengan cara dipatahkan tulang leher. Bagian testis dikoleksi dan dilakukan pengamatan terhadap berat testis dan kualitas spermatozoanya. Sampel spermatozoa diambil pada dari cauda epididimis yaitu 1 cm dibawah caput epididimis. Ditempat tersebut diklem kemudian dipotong dan dikeluarkan spermanya dengan cara dipencet, kemudian ditetesi NaCl 0,9% sebanyak 2 tetes dan diaduk hingga homogen. Pada umur kebuntingan hari ke-15, tikus betina kemudian dikorbankan untuk mengamati angka konsepsi dan jumlah fetus.

3.5. Pengamatan

Analisis dilakukan terhadap berat motilitas, konsentrasi, viabilitas, abnormalitas, hormon testosteron, berat relatif testis, diameter dan tebal epitel tubulus seminiferus, serta angka konsepsi dan jumlah fetus tikus betina.

3.5.1. Motilitas Spermatozoa

Perhitungan motilitas spermatozoa dilakukan dengan metode Partodiharjo (1992). Sperma tikus diambil dari bagian cauda epididimis dengan disayat dan dipencet perlahan. Satu tetes sperma ditempatkan pada gelas obyek, ditambah satu tetes larutan NaCl fisiologis 0,9%, dicampur merata dan ditutup dengan gelas penutup. Persentase spermatozoa motil dihitung dalam satu luasan bidang


(43)

24 pandang menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 400x dengan menghitung spermatozoa yang bergerak progresif dari keseluruhan area pandang kemudian dikali 100%.

3.5.2. Konsentrasi Spermatozoa

Perhitungan pada dosis spermatozoa dilakukan dengan slide

hemositometer dengan menggunakan metode Partodiharjo (1992). Caranya, pipet eritrosit diisi dengan sperma yang belum diencerkan sampai tanda 0,5. Selanjutnya, larutan eosin 0,2% dihisap sampai tanda 101 pada pipet eritrosit. Campuran dikocok dengan hati-hati menurut pola angka 8 selama 3 menit. Beberapa tetes dibuang dan dikocok lagi, beberapa tetes dibuang lagi, dan kemudian satu tetes ditempatkan di bawah gelas penutup (slide) hemositometer pada ketebalan 0,1 mm, kemudian dosis spermatozoa dihitung pada kamar hitung Neubauer.

Sel-sel spermatozoa dalam kamar dihitung menurut arah diagonal (5 kamar) karena setiap kamar mempunyai 16 ruang kecil, maka dalam kamar terdapat 80 ruang kecil. Seluruh gelas hemositometer memiliki 400 ruangan kecil. Volume setiap ruangan kecil adalah 0,1 mm3. Pengenceran 200 kali (101/0,5). Apabila dalam 5 kamar atau 80 ruang kecil kemudian terdapat Y spermatozoa, maka dosis spermatozoa yang diperiksa adalah:

Dosis spermatozoa = Y x (400/80) x 10 x 200

= Y x 0,01 juta spermatozoa/mm3 = Y x 107spermatozoa/mL


(44)

25

3.5.3. Viabilitas Spermatozoa

Sebanyak 10 µL larutan spermatozoa diambil dengan menggunakan mikropipet dan diteteskan pada kaca objek, kemudian diteteskan larutan eosin-Y sebanyak 10 µL, ditutup dengan kaca penutup dan diamati dengan mikroskop pembesaran 400x. Prinsip pewarnaan dilakukan karena membran plasma sel mati yang rusak dapat dimasuki oleh zat warna. Persentase jumlah spermatozoa hidup dapat diketahui dengan menghitung jumlah spermatozoa hidup dari 100 spermatozoa untuk tiap ulangan. Spermatozoa hidup tidak harus bergerak, tetapi memiliki kepala berwarna hijau sedangkan yang mati berwarna merah. Jika jumlah spermatozoa yang immotile lebih dari 60%, harus dilakukan uji viabilitas untuk melihat berapa banyak spermatozoa yang hidup. Banyaknya spermatozoa hidup tetapi tidak motil menunjukkan adanya kelainan struktur pada flagel (Partodiharjo, 1992).

3.5.4. Abnormalitas Spermatozoa

Sebanyak 10 µ L spermatozoa diambil dengan menggunakan mikropipet dan diteteskan pada kaca objek. Selanjutnya, sampel tersebut diwarnai dengan larutan eosin-Y dan dibuat sediaan oles dengan menggeserkan kaca objek lain di atasnya. Kaca objek yang digeser membentuk sudut 45° dan digeserkan hanya sekali geser. Sediaan oles spermatozoa selanjutnya dikeringanginkan. Sediaan oles yang telah dikeringkan kemudian difiksasi dengan metanol 96% selama 5 menit, selanjutnya sediaan diwarnai dengan larutan giemsa selama 30 menit dan dibilas dengan air mengalir. Sediaan kemudian dikeringkan pada suhu ruang. Pemeriksaan morfologi


(45)

26 abnormalitas spermatozoa dilakukan berdasarkan jumlah spermatozoa normal dan abnormal (Partodiharjo, 1992).

Jumlah spermatozoa abnormal

% Abnormalitas spermatozoa = x 100% Jumlah spermatozoa abnormal + normal

3.5.5. Kadar Hormon Testosteron

Pemeriksaan kadar hormon testosteron menggunakan metode

Imunofliorescence Immunoassay. Tikus jantan dimatikan dengan cara mematahkan tulang leher pada tikus, kemudian darah diambil melalui jantung sebanyak 1 ml dengan menggunakan spuite. Darah kemudian diperiksa di Laboratorium Klinik Pramitra Biolab Indonesia Bandar Lampung untuk mengukur kadar testosterone dalam serum. Darah yang diambil dimasukkan ke eppendorf kemudian di sentrifuse. Serum disimpan pada suhu -21°C hingga siap dilakukan analisis.

3.5.6. Berat Relatif Testis

Pengukuran bobot relatif testis tikus dilakukan terhadap bobot badan tikus dengan rumus sebagai berikut:

Berat testis (g)

% Berat relatif testis = x 100% Berat badan (g)

3.5.7. Diameter dan Tebal Epitel Tubulus Semenifirus

Pemeriksaan diameter dan tebal epitel tubulus semenifirus dilakukan dengan menggunakan metode uji histopatologi. Organ testis dimasukkan kedalam buffer netral formalin 10% dengan perbandingan 1 bagian jaringan dengan 10


(46)

27 bagian buffer neutral formalin 10%. Kemudian dilakukan pemotongan jaringan (trimming) yaitu pemotongan tipis pada jaringan dengan ketebalan 5 mikron. Jaringan didehidrasi pada tissue processor selama 23 jam dan dimasukkan ke dalam cassete embedding, Selanjutnya pemotongan blok jaringan (cutting) menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4-5 mikron. Pisau mikrotom kasar difiksir pada mikrotom, kemudian mengambil blok jaringan untuk dipotong pada bagian permukaan. Permukaan yang akan dipotong didinginkan dengan balok es dan difiksir pada mikrotom. Blok jaringan dipotong dengan pisau mikrotom kasar, sehingga didapatkan permukaan rata. Blok jaringan dipotong kembali dengan menggunakan pisau mikrotom halus dan dipilih potongan yang terbaik. Potongan jaringan diambil dengan menggunakan jarum ose dan kuas. Kemudian jaringan diapungkan ke dalam bak air yang telah berisi larutan pengapung. Kemudian jaringan disalut dengan gelas preparat yang telah berisi nomor patologi. Preparat dimasukkan ke dalam inkubator dan dibiarkan semalam. Preparat siap diwarnai dengan menggunakan haematoxylin dan eosin, kemudian diperiksa dengan mikroskop pembesaran 400 x.

3.5.8. Angka Konsepsi dan Jumlah Fetus pada Tikus Betina

Angka konsepsi dan jumlah fetus pada tikus betina diamati dengan menggunakan metode Astuti (2009). Terjadinya kopulasi diamati dengan terdeteksinya spermatozoa pada vagina tikus betina dan dihitung sebagai hari pertama kebuntingan. Tikus betina dimatikan pada umur kebuntingan 15 hari dengan cara mematahkan tulang leher. Persentase tikus betina bunting dinyatakan sebagai angka kebuntingan (angka konsepsi), serta dilakukan penghitungan terhadap jumlah fetus pada uterus kiri dan kanan.


(47)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Pemberian minyak buah makasar berpengaruh terhadap peningkatan motilitas spermatozoa, konsentrasi spermatozoa, viabilitas spermatozoa, abnormalitas spermatozoa, hormon testosteron, diameter dan tebal epitel tubulus seminiferus, serta jumlah fetus pada tikus betina.

2. Pemberian minyak buah makasar dosis 600 mg/kg bb meningkatkan kualitas spermatozoa tikus jantan tertinggi dengan motilitas spermaozoa 85,75%, konsentrasi spermatozoa 1,46x109, viabilitas spermatozoa 91,50%, abnormalitas spermatozoa 23,75%, hormon testosteron 2,36 ng/mL, berat relatif testis 1,19%, diameter tubulus semeniferus 250,72 µm, tebal epitel tubulus seminiferus 60,12 µm, serta menghasilkan angka konsepsi pada tikus betina sebesar 100% dengan jumlah fetus 9,25 ekor.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengaruh pemberian minnyak buah makasar terhadap gambaran histologi sel Leydig dan Sertoli pada tikus.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, A. 2005. Oxidadative Stress, DNA Damage and Apoptosis in Male Infertility: a Clinical Approach.BJU International. 25 (3):237-243.

Akib, H.R.T. 2006. Kebijakan Pengembangan Obat Asli Indonesia Menyongsong Era Pasar Bebas Asia 2006. Prosiding Seminar Tumbuhan Indonesia XXX. Bogor. 15-18 Oktober 2006.

Ang, H.H. and H.S. Cheang. 2001. Effects of Eurycoma longifolia Jack on Elevator Ani Muscle in Both Uncastrated and Testosterone Stimulated Castrated Intact Male Rats.Arc Phar Res.24:437-440.

Ang, H.H. and K.L. Lee. 2002. Effects ofEurycoma longifoliaJack on Libido in Middle Aged Male Rats. J Basic Clin Physol Pharmacol.13(3):249-254. Ang, H.H., T.H. Ngai, and T.H. Tan. 2003. Effects of Eurycoma longifolia Jack

on Sexual Qualities in Middle Aged Male Rats. Phytomed. 10(6-8):590-593.

AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of the AOAC. AOAC Inc. Arlington. Virginia.

Ardhi. 2010. Tanaman Obat: Khasiat Buah Makassar Sebagai Anti Kanker. www.iptek.net.id. Diakses tanggal 21 September 2010. Indonesia.

Astuti, S. 2009. Kualitas Spermatozoa Tikus Jantan yang Diberi Tepung Kedelai Kaya Isoflavon.Majalah Kedokteran Bandung. 41(4):180-186.

Aziz, R.A. 2005. Engineering Spects of Herbal and Phytochemical Processing a Malaysian Perpective. Jurutera. Malaysia.

Bawm, B.S., H. Matsuura, A. Elkhateeb, K. Nabeta, Subeki, Y. Oku, and K. Katakura. 2008. Invitro Antitrypanosamal Activities of Quassinoid Compounds from the Fruit of Medicinal Plant Brucea javanic. Vet Parasitol.158(4):288-294.

Bernhoft, A. 2010. Bioactive Compoundd in Plants Benefit and Risks For Man and Animals. Proceedings from a Symposium Held at The Norwegian Academy of Science and Letters. Oslo.

Brinkman, A.O. 2009. Androgen Fisologi Receptor and Metabolic

Disorders. Available at: http://www.endotext.org/male/male3index.html. acessed: 1 November 2010.


(49)

54

Combs, J.G.F. 1992. The Vitamins. Fundamental Aspects in Nutrition and Health.Academic Press Inc. San Diego.

Depkes R.I. 1989. Materia Medika Indonesia. Jilid V. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.

Deptan. 1999. Manual Standar Metode Diagnosa Laboratorium Kesehatan Hewan. Direktorat Bina Kesehatan Hewan. Jakarta.

Djelani, M.A. 2010. Konsentrasi Spermatozoa Mencit (Mus musculus) Swiss Webster L. setelah Pemberian Serbuk Rimpang Kunyit (Curcuma doestica) dengan Dosis Kronik. Buku Praktikum Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Hewan Jurusan Biologi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Elkhateeb, A., M. Yamasaki, K. Katakura, K. Nabeta, and H. Matsuura. 2008. Anti-babesial Quassinoids from the Fruits ofBrucea javanica. Nat Prod Commun.3(1):1-4.

Elpiana. 2011. Pengaruh Monosodium Glutamat terhadap Kadar Hormon Testosteron dan Berat Testis pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus). M. Biomed. (Tesis). Universitas Andalas. Padang.

Erlinasari, D. 2000. Pengaruh Penyuntikan Depot Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) Terhadap Histologi Testis Mencit (Mus musculud Linn). (Skripsi). FMIPA Unila. Bandar Lampung.

Ernawati dan A. Nurliani. 2012. Efek Antioksidan Ekstrak Etanol Bulbus Bawang Dayak (Eleutherine americanaMerr.) terhadap Struktur Mikroanatomi Tubulus Seminiferus Testis Tikus yang Dipapar Asap Rokok. (Skripsi). FMIPA Universitas Lambung Mangkurat. Kalimantan Selatan.

Favig, E.M. and O. Foad. 2009. Serum and Plasma levels of Total and Free Testosterone Binding Globulins in Rats Growing in the Belaow Sea Level Environtment of the Jordan Valley.Endocr. 5(2):1-6.

Flohe, R.B. and M.G. Traber. 1999. Vitamin E: Function and Metabolism. The Faseb Journal. 13:1145-1155.

Finlayson, A. and S. Sanders. 2007.Crash Course: Endocrine and Reproductive Systems. 3rd Edition. Elsevier Limited. Philadelphia.

Frandson, R.D. 1995. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.


(50)

55 Gaman, P.M. and K.B. Sherrington. 1994.Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan Mikrobiologi. Penerjemah Gardjito, Naruki, Murdiati, dan Sardjono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Gulkesen, K.H., T. Erdogru, C.F. Sargin, and G. Karpuzoglu. 2002. Expression of Extracellular Matrix Proteins and Vimentin in Testes of Azoospermic Man: An Immunohistochemical and Morphometric Study.Asian J Androl.

6:55-60.

Guru, P.Y., D.C. Warhurst, A. Harris, and J.D. Phillipson. 1983. Antimalarial Activity of BruceantinIn Vitro. Ann Trop Med Parasitol.77: 433-735. Guyton, A.C., and J.E. Hall. 2000.Reproduktive and Hormonal Functions of the

Male (and Function of the Pineal Gland). In Textbook of Medical Physiology.W.B.Saunders. Philadelphia.

Hadiah, T.J. 2002. Pasak Bumi (Jamu) IndonesiaWebsite:http://www.Pasak bumi.com./konstituen-efek.html. Diakses tanggal 14 Mei 2015.

Hedge, P.S., S. Namakkal, Rajasekaran, and T.S. Chandra. 2005. Effect of the Antioxidant Properties of Millet Species on Oxidative Stress and Glycemic Status in Alloxan Induced Rats. Nutrition Research. 25:1109-1120.

Hidayaturrahmah. 2007. Waktu Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Ikan Mas (Cyprinus carpioL) pada Beberapa Konsentrasi Larutan Fruktosa. Jurnal Biologi Universitas Lambung Mangkurat. 4(1):9-18.

Hafy, Z. dan N. Moeloek. 2001. Tinjauan Ultrastruktur dan Molekuler Sel Spermatozoa pada Kelainan Primary Ciliany Dyskeria (PCD) sebagai Salah Satu Penyebab Infertilitas Laki-laki serta Peranan Teknik IVF sebagai Alteranatif Utama Penanggulangannya. Majalah Kedokteran Indonesia.51(11):401-406.

Hardjopranoto, S. 1995.Ilmu Kemajiran pada Ternak. AUP. Surabaya.

Ilyas, S. 2007. Azoozpermia dan Pemulihannya Melalui Regulasi Apoptosis Sel Spermatogenik Tikus (Rattus sp.) pada Penyuntikan Kombinasi TU dan MPA. (Disertasi). Program Doktor Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Iswara, A. 2009. Pengaruh Pemberian Antioksidan Vitamin C terhadap Kualitas Spermatozoa Tikus Putih Terpapar Allethrin. (Skripsi). Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Jones, T.H. 2008. Clinical Physiology of Testosterone. In Jones, T.H. editor. Testosterone Deficiency in Men. Oxford University Press. New York.


(51)

56 Kempinas, W.G. and T.L. Lamano-Carvalho. 1988. A Method for Estimating the Concentration of Spermatozoa in the Rat Cauda Epididymidis.Laboratory Animals.22:154-6.

Krinke, G.J. 2000. The Handbook of Experimental Animal The Laboratory Rat.

Academy Press. New York.

Komala, S.S. 2004. Efek Pemberian Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon spicatus) terhadap Uji Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus

Linn.). (Skripsi). FMIPA Unila. Bandar Lampung.

Lamirande, E. and C. Gagnon. 1992. Reactive Oxygen Species (ROS) and Human Spermatozoa: Depletion of Adenosine Triphosphate.J Androl.13: 379-386.

Larasaty, W.S. 2013. Uji Anti Ekstrak Etil Asetat Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo. (Skripsi). Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Masrizal dan Efrizal. 1997. Pengaruh Ratio Pengenceran Mani Terhadap Fertilisasi Sperma dan Daya Tetas Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio L).

Fisheries Journal Garing. 6:47-55.

Mayes, P.A. 2003. Metabolisme Asam Lemak Tak Jenuh dan Eikosanoid. In Murray, R.K., D.K. Granner, P.A. Mayes, and V.W. Rodwell (Eds). Biokimia Harper. Alih bahasa Andri Hartono, A., P. Anna, Bani, Tiara, M.N. Sikumbang. EGC. Jakarta.

Metha R.H., H. Sridhar, B.R. Vijay Kumar, and T.C. Anand Kumar. 2008. High Incidence of Oligozoosperia and Teratozoospermia in Human Semen Infected with the Aerobik BacteriumStreptococcus faecalis.RBM online.

5:17-21.

Mooradian, A.D., J.E. Morley, and S.G. Korenman. 1987. Biological action of androgens. Endocr Rev.8(1):1-28.

Morgentaler, A. and C. Schulman. 2009. Testosteron and Prostate Safety. Front Horm Res. 37:197-203.

Manik, N.G.A., Ermayanti, dan N.M.R. Suarni. 2010. Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.) Setelah Perlakuan Infus Kayu Amargo Wood (Quassia amara Linn.) dan Pemulihannya. Jurnal Biologi Universitas Udayana. 15(1): 45-49.

Nalbandov, A.V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas.


(52)

57 Novianti, S. 2015. Pemberian Ekstrak Etanol Akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) secara Oral dapat Meningkatkan Kadar Hormon Testosteron pada Tikus (Rattus norvegicus) Wistar Jantan Tua. (Tesis). Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar.

Nurcahyani. 1996. Ekstrak Biji Pala (Myristica fragransHoutt) terhadap Struktur Histologis Testis dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L).

Jurnal Biosaintifika. 2(1):7-14.

Nurliyana, R., I. Syed Zahir, M.K. Suleiman, M.R. Aisyah, and K.K. Rahim. 2010. Antioxidant Study of Pulps and Peels of Dragon Fruits: a Comparative Study.International Food Research Journal.17(1):367-375. Nuriyah. 2000. Fertilitas Mencit Jantan (Mus musculus L.) yang Diberi Ekstrak Pasak Bumi (Eurycoma longifoliaJack). (Skripsi). FMIPA Unila. Bandar Lampung.

O’Neill, M.J., D.H. Bray, P. Boardman, K.L. Chan, and J.D. Philipson. 1987. Plants as Sources of Antimalaria Drugs, Part 4: Activity of Brucea javanicaFruits Against Chloroquine Resistant Plasmodium falciparum In Vitroand againstPlasmodium berghei In Vivo. J Nat Prod.50(1):41- 48. Ogbuewu. 2010. Relevance of Oxygen Free Radicals and Antioxidants in Sperm

Production and Function.Research Vet Sci.3:134-138.

Pacifici, R., I. Altieri, L. Gandini, A. Lenzi, Simena, and P. Zuccaro. 1993. Nicotine, Cotinine and Trans -3-Hydroxycotinine Levels in Seminal Plasma of Smpkers. Effect on Sperm Parameters.Terapeutic Drug Monitoring. 15:358363.

Pangkahila, W. 2011. Anti-aging Tetap Muda dan Sehat. Kompas Media Nusantara. Jakarta.

Partodihardjo, S. 1992.Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta. Payaran, K.O., W. Benny, and L. Tendean. 2014. Pengaruh Pemberian Zink terhadap Kualitas Spermatozoa pada Mencit Jantan (Mus musculus). Jurnal e-Biomedik (eBM). 2(2):18-22.

Purwaningsih, E. 1996. Morfologi Spermatozoa : Adakah Kaitannya dengan Keberhasilan Kehamilan.Jurnal Kedokteran Yarsi. 4(1):17-27.

Qauliyah.2006. Mekanisme Kerja Beberapa Antioksidan. http://astaqauliyah. blogspot. com. 18 April 2006.

Quratulainy, S. 2006. Pengaruh Pemberian Vitamin E terhadap Spermatozoa Mencit Strain Balb/C Jantan yang Diberi Paparan Asap Rokok. (Skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.


(53)

58

Rangari, K. 2003. A Study on Testosteron Dependent Molecular and Biomedicine. National institute of health and family welfare. New Delhi. Robbins, S.L., R.S. Cotran, and V. Kumar. 2007.Buku Ajar Patologi Edisi ke-7.

EGC. Jakarta.

Rugh, R. 1968. The Mouse its Reproduction and Development. Minneapolis, Burgess Publishing Company. New York.

Somwanshi, S.D., M.B. Madole, M.D. Bikkad, S.S. Bhavthankar, A. Gavkare, and B. Shelke. 2012. Effect of Cigarette Smoking on Sperm Count and Sperm Motility.Journal of Medical Education and Research. 2:30-38. Sherwood, L. 2007. Human Physiology From Cells to System. 6th Edition.

Thomson Brooks Cole. USA.

Shu, Y.Z., Y. Ito, O. Yamanoshita, Y. Yanagiba, M. Kobayashi, K. Taya, C.M. Li, M. Miyata, J. Ueyama, C.H. Lee, M. Kamijima, and T. Nakajima. 2007. Permethrin May Disrupt Testosterone Biosynthesis Via Mitochondrial Membrane Damage of Leydig Cells in Adult Male Mouse.

The Endocrine Society. 148:3941-3949.

Sikka, S., M. Rajasekaran, and W.J.G. Hellstrom. 1995. Role of Oxidative Stress and Antioxidants in Male Infertility.Journal of Andrology. 16:8-464. Siregar, A.H. 1999. Brucea javanica (L). Merr. In: Medical and Poisonous

Plants.Plant Resources of South-East Asia. 12 (1).

Subeki, Y. Maede, H. Matsuura, K. Nabeta, and K. Katakura. 2006. Isolation and Identification of Antibabesial Compound from Brucea javanica Fruit.

Japan Kokai Tokkyo Koho. Japan.

Subeki, H. Matsuura, K. Takahasai, K. Nabeta, M. Yamasaki, Y. Maede, and K. Katakura. 2007. Screening of Indonesia Medicinal Plant Extracts for Antibabesial Activity and Isolation of New Quassionoids from Brucea javanica. J Nat Prod.70:1654-1657.

Suharyati, M. Hartono, dan P.E. Santosa. 2002. Dasar Fisiologi Ternak. Buku Ajar Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sulistyowati, Y. 2006. Pengaruh Pemberian Likopen Terhadap Status Antioksidan (Vitamin C, Vitamin E dan Gluthation Peroksidase) Tikus (Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley Hiper kolesterolemik. (Tesis). Pascasarjana Universitas Dipenogoro. Semarang.

Sukra, Y. 2000. Wawasan Pengetahuan Embrio: Benih Masa Depan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(1)

Gaman, P.M. and K.B. Sherrington. 1994.Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan Mikrobiologi. Penerjemah Gardjito, Naruki, Murdiati, dan Sardjono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Gulkesen, K.H., T. Erdogru, C.F. Sargin, and G. Karpuzoglu. 2002. Expression of Extracellular Matrix Proteins and Vimentin in Testes of Azoospermic Man: An Immunohistochemical and Morphometric Study.Asian J Androl. 6:55-60.

Guru, P.Y., D.C. Warhurst, A. Harris, and J.D. Phillipson. 1983. Antimalarial Activity of BruceantinIn Vitro. Ann Trop Med Parasitol.77: 433-735. Guyton, A.C., and J.E. Hall. 2000.Reproduktive and Hormonal Functions of the

Male (and Function of the Pineal Gland). In Textbook of Medical Physiology.W.B.Saunders. Philadelphia.

Hadiah, T.J. 2002. Pasak Bumi (Jamu) IndonesiaWebsite:http://www.Pasak bumi.com./konstituen-efek.html. Diakses tanggal 14 Mei 2015.

Hedge, P.S., S. Namakkal, Rajasekaran, and T.S. Chandra. 2005. Effect of the Antioxidant Properties of Millet Species on Oxidative Stress and Glycemic Status in Alloxan Induced Rats. Nutrition Research. 25:1109-1120.

Hidayaturrahmah. 2007. Waktu Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Ikan Mas (Cyprinus carpioL) pada Beberapa Konsentrasi Larutan Fruktosa. Jurnal Biologi Universitas Lambung Mangkurat. 4(1):9-18.

Hafy, Z. dan N. Moeloek. 2001. Tinjauan Ultrastruktur dan Molekuler Sel Spermatozoa pada Kelainan Primary Ciliany Dyskeria (PCD) sebagai Salah Satu Penyebab Infertilitas Laki-laki serta Peranan Teknik IVF sebagai Alteranatif Utama Penanggulangannya. Majalah Kedokteran Indonesia.51(11):401-406.

Hardjopranoto, S. 1995.Ilmu Kemajiran pada Ternak. AUP. Surabaya.

Ilyas, S. 2007. Azoozpermia dan Pemulihannya Melalui Regulasi Apoptosis Sel Spermatogenik Tikus (Rattus sp.) pada Penyuntikan Kombinasi TU dan MPA. (Disertasi). Program Doktor Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Iswara, A. 2009. Pengaruh Pemberian Antioksidan Vitamin C terhadap Kualitas Spermatozoa Tikus Putih Terpapar Allethrin. (Skripsi). Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Jones, T.H. 2008. Clinical Physiology of Testosterone. In Jones, T.H. editor. Testosterone Deficiency in Men. Oxford University Press. New York.


(2)

Kempinas, W.G. and T.L. Lamano-Carvalho. 1988. A Method for Estimating the Concentration of Spermatozoa in the Rat Cauda Epididymidis.Laboratory Animals.22:154-6.

Krinke, G.J. 2000. The Handbook of Experimental Animal The Laboratory Rat. Academy Press. New York.

Komala, S.S. 2004. Efek Pemberian Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon spicatus) terhadap Uji Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus Linn.). (Skripsi). FMIPA Unila. Bandar Lampung.

Lamirande, E. and C. Gagnon. 1992. Reactive Oxygen Species (ROS) and Human Spermatozoa: Depletion of Adenosine Triphosphate.J Androl.13: 379-386.

Larasaty, W.S. 2013. Uji Anti Ekstrak Etil Asetat Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo. (Skripsi). Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Masrizal dan Efrizal. 1997. Pengaruh Ratio Pengenceran Mani Terhadap Fertilisasi Sperma dan Daya Tetas Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Fisheries Journal Garing. 6:47-55.

Mayes, P.A. 2003. Metabolisme Asam Lemak Tak Jenuh dan Eikosanoid. In Murray, R.K., D.K. Granner, P.A. Mayes, and V.W. Rodwell (Eds). Biokimia Harper. Alih bahasa Andri Hartono, A., P. Anna, Bani, Tiara, M.N. Sikumbang. EGC. Jakarta.

Metha R.H., H. Sridhar, B.R. Vijay Kumar, and T.C. Anand Kumar. 2008. High Incidence of Oligozoosperia and Teratozoospermia in Human Semen Infected with the Aerobik BacteriumStreptococcus faecalis.RBM online. 5:17-21.

Mooradian, A.D., J.E. Morley, and S.G. Korenman. 1987. Biological action of androgens. Endocr Rev.8(1):1-28.

Morgentaler, A. and C. Schulman. 2009. Testosteron and Prostate Safety. Front Horm Res. 37:197-203.

Manik, N.G.A., Ermayanti, dan N.M.R. Suarni. 2010. Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.) Setelah Perlakuan Infus Kayu Amargo Wood (Quassia amara Linn.) dan Pemulihannya. Jurnal Biologi Universitas Udayana. 15(1): 45-49.

Nalbandov, A.V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. Universitas Indonesia Press. Jakarta.


(3)

Novianti, S. 2015. Pemberian Ekstrak Etanol Akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) secara Oral dapat Meningkatkan Kadar Hormon Testosteron pada Tikus (Rattus norvegicus) Wistar Jantan Tua. (Tesis). Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar.

Nurcahyani. 1996. Ekstrak Biji Pala (Myristica fragransHoutt) terhadap Struktur Histologis Testis dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L). Jurnal Biosaintifika. 2(1):7-14.

Nurliyana, R., I. Syed Zahir, M.K. Suleiman, M.R. Aisyah, and K.K. Rahim. 2010. Antioxidant Study of Pulps and Peels of Dragon Fruits: a Comparative Study.International Food Research Journal.17(1):367-375. Nuriyah. 2000. Fertilitas Mencit Jantan (Mus musculus L.) yang Diberi Ekstrak Pasak Bumi (Eurycoma longifoliaJack). (Skripsi). FMIPA Unila. Bandar Lampung.

O’Neill, M.J., D.H. Bray, P. Boardman, K.L. Chan, and J.D. Philipson. 1987. Plants as Sources of Antimalaria Drugs, Part 4: Activity of Brucea javanicaFruits Against Chloroquine Resistant Plasmodium falciparum In Vitroand againstPlasmodium berghei In Vivo. J Nat Prod.50(1):41- 48. Ogbuewu. 2010. Relevance of Oxygen Free Radicals and Antioxidants in Sperm

Production and Function.Research Vet Sci.3:134-138.

Pacifici, R., I. Altieri, L. Gandini, A. Lenzi, Simena, and P. Zuccaro. 1993. Nicotine, Cotinine and Trans -3-Hydroxycotinine Levels in Seminal Plasma of Smpkers. Effect on Sperm Parameters.Terapeutic Drug Monitoring. 15:358363.

Pangkahila, W. 2011. Anti-aging Tetap Muda dan Sehat. Kompas Media Nusantara. Jakarta.

Partodihardjo, S. 1992.Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta. Payaran, K.O., W. Benny, and L. Tendean. 2014. Pengaruh Pemberian Zink terhadap Kualitas Spermatozoa pada Mencit Jantan (Mus musculus). Jurnal e-Biomedik (eBM). 2(2):18-22.

Purwaningsih, E. 1996. Morfologi Spermatozoa : Adakah Kaitannya dengan Keberhasilan Kehamilan.Jurnal Kedokteran Yarsi. 4(1):17-27.

Qauliyah.2006. Mekanisme Kerja Beberapa Antioksidan. http://astaqauliyah. blogspot. com. 18 April 2006.

Quratulainy, S. 2006. Pengaruh Pemberian Vitamin E terhadap Spermatozoa Mencit Strain Balb/C Jantan yang Diberi Paparan Asap Rokok. (Skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.


(4)

Rangari, K. 2003. A Study on Testosteron Dependent Molecular and Biomedicine. National institute of health and family welfare. New Delhi. Robbins, S.L., R.S. Cotran, and V. Kumar. 2007.Buku Ajar Patologi Edisi ke-7.

EGC. Jakarta.

Rugh, R. 1968. The Mouse its Reproduction and Development. Minneapolis, Burgess Publishing Company. New York.

Somwanshi, S.D., M.B. Madole, M.D. Bikkad, S.S. Bhavthankar, A. Gavkare, and B. Shelke. 2012. Effect of Cigarette Smoking on Sperm Count and Sperm Motility.Journal of Medical Education and Research. 2:30-38. Sherwood, L. 2007. Human Physiology From Cells to System. 6th Edition.

Thomson Brooks Cole. USA.

Shu, Y.Z., Y. Ito, O. Yamanoshita, Y. Yanagiba, M. Kobayashi, K. Taya, C.M. Li, M. Miyata, J. Ueyama, C.H. Lee, M. Kamijima, and T. Nakajima. 2007. Permethrin May Disrupt Testosterone Biosynthesis Via Mitochondrial Membrane Damage of Leydig Cells in Adult Male Mouse. The Endocrine Society. 148:3941-3949.

Sikka, S., M. Rajasekaran, and W.J.G. Hellstrom. 1995. Role of Oxidative Stress and Antioxidants in Male Infertility.Journal of Andrology. 16:8-464. Siregar, A.H. 1999. Brucea javanica (L). Merr. In: Medical and Poisonous

Plants.Plant Resources of South-East Asia. 12 (1).

Subeki, Y. Maede, H. Matsuura, K. Nabeta, and K. Katakura. 2006. Isolation and Identification of Antibabesial Compound from Brucea javanica Fruit. Japan Kokai Tokkyo Koho. Japan.

Subeki, H. Matsuura, K. Takahasai, K. Nabeta, M. Yamasaki, Y. Maede, and K. Katakura. 2007. Screening of Indonesia Medicinal Plant Extracts for Antibabesial Activity and Isolation of New Quassionoids from Brucea javanica. J Nat Prod.70:1654-1657.

Suharyati, M. Hartono, dan P.E. Santosa. 2002. Dasar Fisiologi Ternak. Buku Ajar Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sulistyowati, Y. 2006. Pengaruh Pemberian Likopen Terhadap Status Antioksidan (Vitamin C, Vitamin E dan Gluthation Peroksidase) Tikus (Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley Hiper kolesterolemik. (Tesis). Pascasarjana Universitas Dipenogoro. Semarang.

Sukra, Y. 2000. Wawasan Pengetahuan Embrio: Benih Masa Depan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(5)

Suparni. 2009. Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Jumlah Sperma dan Morfologi Sperma Mencit Jantan Dewasa yang Dipaparkan Monosodium Glutamat (MSG). (Tesis). Pascasarjana Universitas Sumatra Utara. Medan.

Sutyarso. 1997. Pengaruh Pemberian Pakan Berkadar Protein, Lemak dan Karbohidrat Berbeda terhadap Timbulnya Azoospermia pada Monyet Jantan (Macaca fascularis) yang Disuntik Kombinasi Testosteron Enantat (TE) dan Depot Medroksi Progesteron Asetat (DMPA). (Disertasi). FMIPA Universitas Indonesia. Jakarta.

Syahrum, H.M. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Tadjudin. 1988. Pengumpulan dan Pemeriksaan Semen Manusia. Penuntun Laboratorium WHO Untuk Pemeriksaan Semen Manusia dan Interaksi Semen Getah Servik. FKUI. Jakarta.

Tillman, D.A., H. Hartadi, S.L. Reksohadiprodjo, dan Lebdosoekojo. 1991.Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Tim Lentera. 2002. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah Si Rimpang Ajaib.

Agromedia Pustaka. Jakarta.

Tjokronegoro, A. 2002. Oksidative Stress and Male Infertility : Pathophisiology and Clinical Implication.Jurnal Kedokteran Yarsi. 10(1):50-59.

Toelihere, M.R. 1993. Fisiologi dan Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung.

Triwahyudi. Z.E. dan Y. Purwoko. 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak Eurycoma longifolia terhadap Diameter Tubulus Semineferus Mencit Balb/C Jantan yang Dibuat Stres dengan Stressor Renjatan Listrik. Media Medika Muda.4:57-62.

Umayah, E. dan M. Amrun. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ektrak Buah Naga. Jurnal Ilmu Dasar. 8(1):83-90.

Wahyuni, A. 2002. Pengaruh Solasodin terhadap Diameter Tubulus Seminiferus dan Gambaran Sel-Sel Spermatogenik Mencit (Mus musculus) Dewasa. Jurnal Kedokteran Yarsi.10(2): 56-65.

Washington, W.J., R.C. Murthy, A. Doye, K. Eugene, D. Brown, and I. Bradley. 1983. Induction of Morphologically Abnormal Sperm in Rats Exposed to Oxylene.Arch. Androl. 11:233-237.


(6)

World Health Organization (WHO). 2010. Penuntun Laboratorium WHO untuk Pemeriksaan Semen Manusia dan Interaksi Semen-Getah Serviks. Di dalam Tadjudin, M.K. (Ed). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Winarno, F.G. 1997.Kimia Pangan dan Gizi. Gamedia Pustaka Utama. Jakarta. Wisnaningsih. 2012. Penggunaan Minyak Buah Makasar sebagai Imunostimulan

Ayam Broiler. (Tesis). Magister Teknologi Agroindustri. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Wright, C.W., M.J. O’Neill, J.D. Philipson, and D.C. Warhust. 1988. Use of Microdilution to Asses In Vitro Antiamoebic Activities of Brucea javanica Fruits, Simarouba amara Stem and a Number of Quassinoids. Antimicrob Agent Chemother.32(11):1725-1729.

Woodhouse, D. 2003. Testosterone-Physiology and Factor Affecting Serum Consentration. Availabl From : http://www.absolutebodybuilding.com/ forums/articles-interest/7764-testosteron-physiology- factors-affecting-serum-concentration.html. Diakses tanggal 24 Juli 2015.

Wulandari, U.S. 2012. Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Anggur (Vitis vinifera) terhadap Viabilitas Spermatozoa dan Ekspresi Tumor Necrosis Faktor Alpha (TNF-α) Testis pada Hewan Model Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diberi Paparan Asap Rokok. (Skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang.

Wuryantari dan N. Moeloek. 2000. Perkembangan Mutakhir Fisiologi Fungsi Testis dari Organ Sampai Gen.Majalah kedokteran Indonesia. 50(8):377-384.

Yatim, W. 1994. Reproduksi dan Embriologi untuk Mahasiswa Biologi Kedokteran. Tarsito. Bandung.

Yurnadi, P. Sari, D.P. Ari, dan O. Soeradi. 2001. Pengaruh Penyuntikan Ekstrak Biji Papaya (Canira papaya L.) terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Keadaan Sel Spermatogenik Tikus Jantan (Rattus norvegicus L) Strain LMR.Makara, Kedokteran dan Kesehatan. 5(1):19-25.

Yuliatno, R.A. 2013. Pengaruh Vitamin E terhadap Kualitas Sperma Tikus Putih yang Dipapar Timbal. (Skripsi). FMIPA Universitas Negeri Semarang. Malang.