Kualitas Telur Ayam Yang Diberi Pakan Mengandung Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L) hasil Fermentasi

KUALITAS TELUR AYAM YANG DIBERI PAKAN
MENGANDUNG BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR
(Jatropha curcas L.) HASIL FERMENTASI

SKRIPSI
LANJARSIH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

RINGKASAN
Lanjarsih. D14086017. 2013. Kualitas Telur Ayam yang Diberi Pakan
Mengandung Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Hasil Fermentasi.
Skripsi. Program Alih Jenis, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Rudi Afnan, S.Pt.,M.Sc. Agr
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc
Sub sektor peternakan memiliki peranan yang sangat penting dalam
pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat, meningkatkan kesejahteraan

penduduk dengan perbaikan gizi masyarakat dan meningkatkan pendapatan
peternak. Salah satu usaha peternakan yang banyak dikembangkan di Indonesia
adalah usaha peternakan ayam petelur. Ayam petelur merupakan salah satu
komoditas yang banyak diminati konsumen dan menghasilkan produk protein
hewani yang murah dan terjangkau lapisan masyarakat. Peningkatan produksi
peternakan harus didukung dengan pengadaan pakan ternak yang berkualitas
tinggi, tersedia dalam jumlah yang cukup, memiliki kontinuitas dan harga yang
relatif murah serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Bungkil biji jarak
pagar yang difermentasi dengan Rhizhopus oligosporus diharapkan sebagai
suplementasi bungkil kedelai.
Penelitian dilaksanakan selama 12 minggu dari bulan Juni sampai
September 2011 di Laboratorium Nutrisi Unggas dan Kandang C, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Jumlah ternak yang digunakan sebanyak
200 ekor ayam petelur. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Data yang diperoleh
dianalisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Perlakuan terdiri
dari ransum yang tidak mengandung bungkil biji jarak (R0); Ransum mengandung
bungkil biji jarak pagar fermentasi 7,5% (R1); Ransum mengandung bungkil biji
jarak pagar terfermentasi 7,5% + selulase 200 g/ton pakan (R2); Ransum
mengandung bungkil biji jarak pagar terfermentasi 7,5% + fitase 200 g/ton pakan

(R3); Ransum mengandung bungkil biji jarak pagar terfermentasi 7,5% + selulase
selulase 200 g/ton pakan + fitase 200 g/ton pakan (R4).
Pemberian BBJp fermentasi atau yang ditambahkan dengan fitase dan
selulase (R1, R2, R3 dan R4) tidak menunjukkan pengaruh berbeda nyata
terhadapseluruh kualitas telur yang diukur dibandingkan dengan ransum
perlakuan kontrol (R0). Nilai bobot telur, bobot kuning telur, persentase bobot
kuning telur, bobot putih telur, persentase bobot putih telur, bobot kerabang telur,
persentase bobot kerabang telur, tebal kerabang telur, skor warna kuning telur dan
nilai Haugh Unit tidak berbeda diantara seluruh perlakuan. Penggunaan BBJP
fermentasi dalam ransum tidak mempengaruhi kualitas telur ayam dan dapat
diberikan dengan aman hingga level 7,5%.
Kata-kata kunci : unggas, Jatropha curcas L, selulase, fitase, fermentasi.

ABSTRACT
QUALITY OF CHIKEN EGG FED WITH MEAL CONTAIN
( JATROPHA CURCAS L.) OF FERMENTATION
Lanjarsih, R. Afnan and Sumiati
Livestock subsector products play important role in providing protein for
human need and increasing income of the famers. Laying hens farming
produces animal based protein such as meat and eggs. Eggs are commonly

consumed by the people as they are rich in protein, cheap and easily found in
the market. Improving of livestock production must be surported by provision
of high feed quality, available in sufficient quantities, cheap in price, easily
found and do not compete with human needs. Fermented Jatropha curcas
(castor) seed cakes with Rhizopus oligosporus and addition of phytase and
celullase is applied to replace soy bean meal in the ration. A completely
randomized design was applied to test used of castor seed cake in ration. This
experiment accomplished of 5 treatments, namely R0 (control ration eithout
castor seed cake), R1 (7.5% fermented castor seed cake), R2 (7.5% fermented
castor seed cake + 200 g cellulase/ton), R3 (7.5% fermented castor seed cake +
200 g phytase/ton) and R4 (7.5% fermented castor seed cake + 200 g
cellulase/ton + 200 g phytase/ton). The resuls showed no significant different
between treatments. Treatments with fermenteds castor seed cake without or
with fermented castor seed cake until level 7.5% in ration was relatively save
to use in ration.
Key words: Jatropha curcas L, cellulase, phytase, fermentation.

KUALITAS TELUR AYAM YANG DIBERI PAKAN
MENGANDUNG BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR
(Jatropha curcas L.) HASIL FERMENTASI


SKRIPSI
LANJARSIH

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

Judul : Kualitas Telur Ayam Yang Diberi Pakan Mengandung Bungkil Biji
Jarak Pagar (Jatropha Curcas L) hasil Fermentasi
Nama : Lanjarsih
NIM : D14086017

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Dr. Rudi Afnan, S.Pt.,M.Sc. Agr)
NIP 19680625 200801 1 001

Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Sumiati, M.Sc)
NIP 19611017 198603 2 001

Mengetahui;
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.)
NIP 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian:

11 Maret 2013


Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Juli 1970 di Yogyakarta. Penulis adalah
anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Hardjosutrisno (Alm) dan
Ibu Suminah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1983 di SD
Muhammadiyah Serut, Kelurahan Palbapang, Kecamatan Bantul, Kabupaten
Bantul, Propinsi Yogyakarta.

Pendidikan lanjutan menengah pertama

diselesaikan pada tahun 1986 di SLTP N 1 Bantul, Kecamatan Bantul, Kabupaten
Bantul dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 1989 di SMA IKIP
Veteran II, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada program politeknik Pertanian
Program Studi Teknisi Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 1989 dan
lulus pada tahun 1991. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan ke
jenjang strata satu di Program Alih Jenis Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Shalawat
serta salam semoga tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga,
sahabat dan para pengikutnya.
Semakin mahalnya harga pakan ternak di pasaran merupakan salah
satu alasan untuk mengolah bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L) yang
merupakan limbah industri pertanian hasil pengolahan minyak jarak pagar
menjadi biodiesel sebagai pengganti bungkil kedelai. Pengolahan biji jarak
menjadi biodiesel minyak jarak menghasilkan hasil samping berupa protein
kasar sebesar 58%-60%, namun beberapa zat antinutrisi dan racun yang
terkandung dalam bungkil biji jarak dapat menghambat proses pencernaan
jika diberikan pada ternak. Untuk mengurangi zat antinutrisi dan racun yang
terkandung dalam bungkil biji jarak perlu dilakukan detoksifikasi bungkil biji
jarak. Dalam penelitian ini detoksifikasi dilakukan secara biologis yaitu
dengan fermentasi menggunakan kapang Rhizopus oligosporus yang
bertujuan untuk menurunkan kadar lemak dan antitripsin, rendahnya kadar
lemak diharapkan sejalan dengan rendahnya kandungan phorbolester dalam

bungkil biji jarak. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian
bungkil biji jarak pagar difermentasi Rhizopus oligosporus pada kualitas telur
ayam petelur.
Penulis menyadari banyak terjadi kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan
sebagai sumber informasi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada

seluruh pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan.
Bogor, April 2013
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .........................................................................................




ABSTRACT ............................................................................................

ii 

RIWAYAT HIDUP.................................................................................

iii 

KATA PENGANTAR ............................................................................

iv 

DAFTAR ISI ............................................................................................



DAFTAR TABEL ...................................................................................

vii 


DAFTAR GAMBAR ..............................................................................

viii 

DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

ix 

LEMBAR PERNYATAAN .....................................................................



LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................

xi 

PENDAHULUAN ...................................................................................




Latar Belakang ...........................................................................
Tujuan ........................................................................................




TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................



Telur Ayam ................................................................................
Jarak pagar .................................................................................
Fermentasi ..................................................................................
Rhizophus Oligosporus ..............................................................
Enzim .........................................................................................



12 
12 
13 

MATERI DAN METODE .......................................................................

15 

Lokasi dan Waktu ......................................................................
Materi .........................................................................................
Prosedur .....................................................................................
Rancangan Percobaan ................................................................

16 
16
18
19 

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................

21 

Bungkil Biji Jarak Pagar Hasil Fermentasi ................................
Pengaruh Perlakuan Terhadap Kualitas Telur ...........................
Berat Kuning Telur ....................................................................
Berat Putih Telur ........................................................................
Berat Kerabang Telur .................................................................
Warna Kuning Telur .................................................................
Haugh Unit .................................................................................

21 
22 
22
24
24
25
25

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................

27 

Kesimpulan ................................................................................
Saran ..........................................................................................

27
27

UCAPAN TERIMAKASIH .....................................................................

28 

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................

29 

LAMPIRAN .............................................................................................

32 

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Komposisi Kimia Bungkil Biji Jarak dengan Pengolahan dan
Tanpa Pengolahan ..................................................................

7

2. Komposisi Kimia Bungkil Ekstraksi Jatropha curcas Varietas
Beracun dan Non-Racun (% Bahan Kering) .........................

8

3. Komposisi Kimia Bungkil Biji Jarak Tanpa Pengolahan dan
Melalui Fermentasi dengan Rhizopus oryzae .........................

8

4. Kandungan Zat Antinutrisi Penting dalam Bungkil Biji Jarak
dari Varietas Beracun dan Non-Racun ....................................

9

5. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ransum Ayam
Petelur Umur 18 Minggu ........................................................

17

6. Antinutrisi Bungkil Biji Jarak Pagar Sebelum dan Sesudah
Fermentasi ..............................................................................

20

7. Kualitas Telur Penelitian .......................................................

21

8. Ratan Konsumsi Ransum Ayam Petelur
umur 18 – 24 Minggu .............................................................

22

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Jatropha curcas L ..........................................................................

5

2. Manfaat Tanaman Jarak Pagar .....................................................



DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Bobot Telur............................................................................

32

2. Bobot Kuning Telur ..................................................................

32

3. Persen Bobot Kuning Telur ......................................................

32

4. Bobot Putih Telur ....................................................................

32

5. Persen Bobot Putih Telur ..........................................................

33

6. Bobot Kerabang Telur...............................................................

33

7. Persen Bobot Kerabang Telur ...................................................

33

8. Tebal Kerabang Telur ...............................................................

33

9. Skor Kuning Telur ...................................................................

33

10. Haugh Unit . ...............................................................................

34

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pakan, kualitas dan kuantitas DOC (Day Old Chick) serta manajemen
pemeliharaan merupakan faktor penting dalam produksi unggas. Biaya pakan
merupakan komponen terbesar (sekitar 70%) dalam budidaya ayam petelur,
karenanya pakan sangat menentukan efisiensi produksi dan mutu hasil ternak.
Penggunaan minyak biji jarak pagar sebagai bahan bakar alternatif
menghasilkan bungkil dalam jumlah yang cukup besar. Bungkil biji jarak pagar
(BBJP) memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik, tetapi mempunyai kelemahan
dengan adanya kandungan racun seperti curcin dan phorbolesther. Beragam upaya
baik secara fisik, kimia, maupun biologi perlu dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan racun tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan
melakukan fermentasi BBJP menggunakan Rhizopus oligosphorus, yaitu kapang
yang menghasilkan enzim protease yang dapat merombak senyawa protein menjadi
asam amino, sehingga dapat meningkatkan nilai nutrisi BBJP.
Kandungan protein kasar BBJP berkulit yang ada di Indonesia sekitar 19%21%, sedangkan BBJP tanpa kulit berkisar 45%-50%.

Komposisi asam amino,

persentase asam amino esensial, dan kandungan mineral BBJP hampir sama dengan
biji-bijian lain.

Kandungan nutrisi yang sangat potensial dapat dijadikan bahan

pakan lokal ternak pengganti sebagian bungkil kedele yang masih diimpor atau
pengganti 100% dedak padi.
Fermentasi BBJP menggunakan Rhizopus oryzae sangat efektif menurunkan
kadar lemak, sehingga diduga menurunkan kadar phorbolester dan sangat efektif
menurunkan kadar antitripsin BBJP, tetapi BBJP fermentasi tersebut masih
mengandung serat kasar dan asam fitat tinggi (Sumiati et al., 2008a). Suplementasi
enzim selulase dan fitase ke dalam ransum yang mengandung BBJP fermentasi
dengan Rhizopus oligosporus diharapkan dapat menanggulangi permasalahan
kandungan serat dan asam fitat tersebut. Suplementasi ini diharapkan dapat
meningkatkan nilai nutrisi dan pengguan penggunaan BBJP sebagai pakan ternak,
khususnya ternak unggas, untuk menghasilkan performa dan kualitas telur yang
optimal.
1
 

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memplajari kualitas telur ayam (ISA
Brown) yang diberi ransum mengandung bungkil biji jarak pagar (BBJP) yang
difermentasi dengan Rhizopus oligosphorus.

2
 

TINJAUAN PUSTAKA
Telur Ayam
Kompoisi Telur
Telur ayam pada umumnya memiliki berat sekitar 50-57 g per butir, yang
terdiri atas 11% bagian kulit telur, 50% bagian putih telur, 31% bagian kuning telur
(Anung, 2010). Telur adalah sumber protein bermutu tinggi yang kaya akan vitamin
dan mineral. Protein telur termasuk sempurna, karena mengandung semua jenis asam
amino esensial dalam jumlah cukup dan seimbang.
Secara kimiawi, telur terdiri atas 13% protein, dan 12% lemak. Telur
mengandung asam lemak esensial, vitamin A, vitamin B Kompleks, vitamin D, dan
mineral seperti zat besi, fosfor, kalsium, sodium dan magnesium dalam jumlah yang
cukup. Nilai nutrisi tertinggi telur terdapat pada bagian kuning telur (50% protein)
dan semua lemak terdapat pada kuning telur. Adapun putih telur yang berjumlah
sekitar 60% dari seluruh telur mengandung 5 jenis protein dengan sedikit karbohidrat
(Tri et al., 1993). Komposisi zat makanan dalam 100 gram telur ayam adalah :
energi 162 kal; protein 12,8 g; lemak 11,5 g; karbohidrat 0,7 g; kalsium 54 g; fosfor
180 g; besi 2,7 mg; vitamin A 900 IU; vitamin B 0,1; dan air 72 g (Direktorat Gizi
Departemen Kesehatan RI, 1979).
Kualitas Telur

North dan Bell (1990) berpendapat bahwa untuk menentukan kualitas telur
yaitu dengan melihat telur secara eksterior dan interior. Secara eksterior adalah
dengan melihat bentuk telur, bobot dan tebal kerabang, sedangkan secara interior
adalah dengan mengukur bagian dalam telur seperti kuning telur, putih telur, Haugh
Unit dan ada atau tidaknya cacat pada kuning telur. Kualitas bagian luar telur
(kerabang) tidak banyak berpengaruh terhadap kualitas bagian dalam telur, jika telur
tersebut langsung dikonsumsi.

Kualitas kerabang telur yang rendah sangat

berpengaruh terhadap kualitas internal telur jika telur disimpan atau diawetkan.
Kualitas internal telur tidak dapat dipertahankan dalam waktu yang lama tanpa
perlakuan khusus.
Pada suhu yang tidak sesuai, telur akan mengalami kerusakan setelah
disimpan lebih dari dua minggu yang ditandai dengan penurunan kualitas bagian
3
 

dalam telur (isinya tidak mengumpul lagi) saat dipecah. Putih telur menjadi encer
dan warna putih berubah kecoklatan (North dan Bell, 1990).
Menurut Wahju (1997), kualitas telur meliputi kualitas kulit telur, derajat
kekentalan atau kualitas albumen, kualitas atau nilai gizi yang ditujukan untuk
kepentingan konsumen, bebas kerusakan-kerusakan misalnya bintik darah dan
kualitas kuning telur. Faktor-faktor yang mempengarui kualitas telur tersebut
diantaranya adalah kandungan zat makanan, penyakit, temperatur, genetik dan umur
ayam. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas telur adalah lama dan suhu
penyimpanan (Silversides dan Scott, 2001).
Kerusakan Telur
Telur memiliki sifat mudah rusak meliputi kerusakan yang nampak dari luar
dan kerusakan yang baru dapat diketahui setelah telur pecah. Kerusakan telur terjadi
secara alami, fisik maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.
Mikroba dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit telur,
baik melalui air, udara, maupun kotoran ayam.

Telur yang telah dipecah akan

mengalami kontak langsung dengan lingkungan, sehingga lebih mudah rusak
dibandingkan dengan telur yang masih utuh (Hartoko, 2010).
Kerusakan dapat terjadi secara mekanis, yaitu kerabang retak atau pecah.
Proses pembersihan kerabang dari kotoran yang menempel pada kerabang
menggunakan air (pencucian) atau menggunakan ampelas menjadikan kerabang tipis
dan pori-pori bertambah besar. Kondisi demikian menyebabkan terjadinya
kehilangan udara dari kantung udara, penguapan air dari putih telur, dan introduksi
mikroorganisme ke dalam telur.

Kehilangan CO2 dan O2 mengakibatkan

peningkatan derajat keasaman dalam telur. Penguapan air dari dalam telur
menyebabkan konsentrasi putih telur menjadi rendah (encer) sehingga menurunkan
berat telur. Invasi mikroorganisme ke dalam telur dapat mengakibatkan kebusukan.
Umumnya telur yang kotor akan lebih awet daripada yang telah dicuci (Haryoto,
1996; Rasyaf, 1991; Riyanto, 2001).

4
 

Jarak Pagar
Tanaman Jarak Pagar
Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tumbuhan semak berkayu yang
banyak ditemukan di daerah Tropis. Tanaman ini dikenal sangat tahan kekeringan
dan telah lama dikenal sebagai bahan pengobatan dan racun. Tanaman ini dikenal
dengan berbagai nama di Indonesia: jarak kosta, jarak budeg (Sunda); jarak gundul,
jarak pager (Jawa); kalekhe paghar (Madura); jarak pager (Bali); lulu mau, paku
kase, jarak pageh (Nusa Tenggara); kuman nema (Alor); jarak kosta, jarak wolanda,
bindalo, bintalo, tondo utomene (Sulawesi); ai huwa kamala, balacai, dan kadoto
(Maluku). Tanaman ini semakin mendapat perhatian sebagai sumber bahan bakar
hayati untuk mesin diesel karena kandungan minyak bijinya (Haryadi, 2005).
Tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada tanah yang
kurang subur, tetapi memiliki drainase yang baik dan tidak tergenang air. Tanaman
jarak tumbuh optimal pada suhu sekitar 18-30 ºC dengan ketinggian 0-2.000 m di
atas permukaan laut serta curah hujan antara 300-1200 mm (Haryadi, 2005).
Tanaman Jarak Pagar disajikan pada Gambar 1.
.

Gambar 1. Tanaman dan Bunga Jarak Pagar (Jatropha curcas L)
5
 

Pemanfaatan Pohon Jarak Pagar
Secara ekonomi, tanaman jarak pagar dapat dimanfaatkan mulai dari daun,
buah,kulit dan batangnya. Menurut Guibitz et al. (1998), kegunaan pohon jarak
diilustrasikan pada Gambar 2.
Jarak pagar (Jatropha curcas L)

-Kayu bakar
-Pelindung tanaman

 ‐Pengendalian erosi

-Tanaman pagar

Daun
- Pengembangan ulat sutra
- Obat obatan
- Zat anti radang

Biji
- Insektisida
- Pakan ternak

Lateks
- Protease penyembuh luka
(Kurkina)
- Obat - obatan

Buah

Cangkang biji
- Material bakaran
- Biogas
- Pupuk

Kulit buah
- Material bakaran
- Pupuk hijau
- Produksi biogas

Bungkil biji
- Pakan ternak
(varietas non toksik)

Minyak biji
- Produksi sabun
- Bahan bakar
- Insektisida
- Obat-obatan
Gambar 2. Manfaat Tanaman Jarak Pagar
Sumber: Guibitz et al.1998

Potensi Bungkil Biji Jarak sebagai Pakan Ternak
Potensi terbesar Jarak Pagar ada pada buah yang terdiri dari biji (inti biji dan
kulit biji) dan cangkang (kulit). Bagian inti biji dijadikan bahan pembuatan biodiesel
ebagai sumber energi pengganti solar. Hasil eksktraksi inti biji akan menghasilkan
minyak jarak pagar dan bungkil ekstraksi. Bungkil ekstraksi menghasilkan pupuk
dan sebagai bahan pembangkit biogas. Bungkil ekstraksi setelah proses detoksifikasi
dapat digunakan sebagai pakan ternak (Departemen Teknik Kimia ITB, 2005).
6
 

Bungkil ekstraksi setelah proses detoksifikasi dapat digunakan sebagai pakan ternak
(Departemen Teknik Kimia ITB, 2005).
Produktivitas tanaman jarak berkisar antara 3,5-4,5 kg biji/pohon/tahun.
Produksi akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari satu tahun dan bila
dipelihara dengan baik, tanaman pagar dapat berumur 20 tahun. Populasi tanaman
antara 2.500-3.300 pohon/ha menghasilkan 8-15 ton biji/ha.

Rendemen minyak

sebesar 35% tiap hektar lahan dapat menghasilkan 2,5 ton/minyak/ha/tahun
(Hariyadi, 2005) dan bungkil biji jarak sekitar 5,2-9,75 ton/ha/tahun. Komposisi
kimia BBJP disajikan pada Tabel 2. Komposisi kimia bungkil biji jarak tanpa diolah
dan yang telah mengalami beberapa proses pengolahan baik secara kimia dan biologi
dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 3.
Tabel 1. Komposisi Kimia Bungkil Biji Jarak dengan Pengolahan dan Tanpa
Pengolahan
Komponen

Jenis Pengolahan
TP***

EMeth

Rory

Tvir

87,44

90,18

94,01

92,00

5,63

6,87

5,95

5,65

Protein (%)

24,71

31,41

22,39

28,18

Lemak (%)

5,8

4,29

0,39

1,35

Serat Kasar (%)

32,58

39,23

44,22

44,80

Beta-N (%)

18,72

8,38

21,06

12,02

Ca (%)

1,00

0,71

0,68

0,99

P (%)

0,99

0,89

0,35

0,55

3.893,00

3.852,00

3.948,00

3.952,00

0,61

0,47

0,38

0,32

10,18

8,29

7,45

8,29

Bahan Kering (%)
Abu (%)

Energi Bruto (kkal/kg)
Tanin (%) **
Asam Fitat (%) **

Sumber : Sumiati et al. (2008a)
* Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB
** Hasil Analisis Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Puslitbang Pertanian, Bogor.
*** TP : Tanpa Pengolahan, Emet : Ekstraksi Metanol, Rory : Fermentasi dengan Rhizopus oryzae,
Tvir : Fermentasi dengan Trichoderma viridae.

7
 

Tabel 2. Komposisi Kimia Bungkil Ekstraksi Jatropha curcas Varietas Beracun dan
Non-racun (% Bahan Kering)
Komponen

Varietas Beracun

Varietas Non-racun

56,4

63,8

Lemak (%)

1,5

1,0

Abu (%)

9,6

9,8

4.346,9

4.299,2

9,0

9,1

Protein Kasar (%)

Energi Bruto (MJ/kg)
NDF (%)
Sumber: Makkar et al. (1998)

Tabel 3. Komposisi Kimia Bungkil Biji Jarak Tanpa Pengolahan dan Melalui
Fermentasi dengan Rhizopus oryzae
Komponen *
Bahan Kering (%)
Abu (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Serat Kasar (%)
Beta-N (%)
Ca (%)
P (%)
Gross Energi
(kkal/kg)
Asam Fitat (%) **
Aktivitas Tripsin
inhibitor (%) **

J. curcas tanpa diolah
84,99
5,83
24,71
5,8
32,58
16,27
1,00
0,99
3.893,00

J.curcas terfermentasi
94,01
5,95
22,39
0,39
44,22
21,06
0,68
0,35
3.984,00

10,18
23,75

7,45
7,61

Sumber : Sumiati et al. (2009)
* Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB
** Asam Fitat dan Aktivitas Tripsin Hasil Analisis Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor

Kandungan Racun dan Antinutrisi pada Bungkil Biji Jarak Pagar
Pengeluaran minyak dengan mesin pengepres menyisakan 16% minyak dan
kadar protein bungkil sekitar 35%.
pengganti bungkil kedelai.

Bungkil biji jarak sangat potensial sebagai

Namun, bungkil biji jarak mengandung senyawa

antinutrisi dan racun yang merugikan ternak bila digunakan sebagai pakan (Wina,
2008).

8
 

Herrera et al. (2006) menyatakan bahwa, antinutrisi yang terkandung dalam
bungkil biji jarak pagar berupa lektin, trypsin inhibitor, saponin, dan asam fitat.
Racun utama bungkil biji jarak pagar adalah forbolester (Becker dan Makkar, 1998).
Senyawa forbolester dapat mematikan ternak. Oleh karena itu upaya pertama dalam
dalam meningkatkan nilai tambah bungkil biji jarak adalah dengan menghilangkan
(detoksifikasi) senyawa forbolester baik secara fisik, kimiawi, biologis dan
kombinasi fisik dan kimiawi. Detoksifikasi secara biologis dapat melalui fermentasi,
meskipun masih sangat terbatas. Pada proses fermentasi, mikroba akan memecah
senyawa-senyawa kompleks seperti racun dan antinutrisi (Wina, 2008). Senyawa
racun antinutrisi yang terdapat dalam BBJP dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Zat Antinutrisi Penting dalam Bungkil Biji Jarak dari Varietas
Beracun dan Non-Racun
Komponen

Varietas Beracun

Varietas non-racun

Forbolester (mg/g biji)

2,79

0,11

Total fenol (% asam tannin eq,)

0,36

0,22

Tannin (% asam tannin eq,)

0,04

0,02

Fitat (% bahan kering)

9,40

8,90

Saponin (% diosgenin eq,)

2,60

3,40

21,30

26,50

102,00

51,00

Inhibitor tripsin (mg tripsin yang
dihambat per g sampel)
Lectin (1 /mg bungkil yang
memproduksi Haemaglutinasi
per ml medium)
Sumber: Francis et al. (2005)

Forbolester
Jarak Pagar mengandung komponen toksik utama phobolester (phorbol-12myristate 13-acetate) pada bagian biji (Makkar dan Becker, 1997; Becker dan
Makkar, 1998) yang bersifat molluscicidal (Inga et al. 2002) dan bisa diperoleh
dengan ekstraksi menggunakan pelarut metanol (Rug et al. 2006).

Phobolester

stabil terhadap pemanasan (Wink, 1993; Martínez-Herrera et al. 2006) pada suhu 160
o

C selama 30 menit (Makkar dan Becker, 1997b). Biji dan minyak biji jarak pagar

ditemukan bersifat toksik pada tikus (Aregheore et al., 1998), sapi, domba, kambing,
manusia, dan ayam (Makkar dan Becker, 1999). Aregheore et al. (2003) melaporkan
bahwa terjadi tingkat kematian yang tinggi dan perubahan patologi yang parah pada
9
 

ayam Hisex Brown yang diberi ransum mengandung 0,5% biji Jatropha curcas.
Leeson dan Summers (2001) melaporkan bahwa pengaruh racun biji jarak pada ayam
terjadi pada pemberian 2% dan 4% tepung biji jarak selama 3 minggu (0-3 minggu).
Perlakuan tersebut memperlihatkan pengaruh yang sangat dramatis terhadap
pertumbuhan, yaitu rataan bobot badan pada umur 21 hari adalah 677, 240 dan 148
g/ekor untuk masing-masing perlakuan 0%, 3%, dan 4% biji jarak dalam ransum.
Selain kandungan racun dan antinutrisi, kandungan fraksi serat yang tinggi juga
dapat menjadi faktor pembatas dalam ransum ternak. Pengupasan cangkang dari biji
jarak pagar tidak dilakukan dalam proses ekstraksi minyak jarak karena pemisahan
cangkang dari biji jarak membutuhkan tenaga dan biaya ekstra yang relatif besar.
Efek Negatif Penggunaan Bungkil Biji Jarak Pagar
Penggunaan bungkil biji jarak dalam ransum dapat memberikan efek negatif
pada hewan yang mengkonsumsinya pada taraf pemberian yang tinggi. Sumiati et al,
(2007). Penggunaan bungkil biji jarak dalam ransum sebesar 5%-15% sangat nyata
menurunkan konsumsi ransum dan pertumbuhan ayam broiler. Angka mortalitas
100% dicapai umur 22 hari (ransum dengan tambahan 5% bungkil biji jarak), 13 hari
(ransum dengan tambahan 10% bungkil biji jarak) dan 7 hari (ransum dengan
tambahan 15% bungkil biji jarak). Wardoyo (2007) menyatakan bahwa penggunaan
5% bungkil biji jarak tanpa detoksifikasi pada mencit masih mungkin digunakan,
sedangkan penggunaan 10% bungkil biji jarak pada mencit dapat menyebabkan
kematian sebesar 50% dalam waktu 40 hari dan 15% bungkil biji jarak menyebabkan
kematian 100% dalam waktu 29 hari. Lusiana (2007) menyatakan bahwa efektivitas
penggunaan bungkil biji jarak terdetoksifikasi dalam ransum dan adanya fase
recovery terhadap performa ayam broiler mengalami kematian sebanyak 22 ekor
(12,57%) dari 175 ekor total ayam penelitian. Pemberian bungkil biji jarak pada
ransum ayam broiler dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan dan mortalitas
yang tinggi (Hidayah, 2007). Hasil penelitian Fajariah (2007) menunjukkan bahwa
pemberian bungkil biji jarak yang terdetoksifikasi kepada mencit menyebabkan
penurunan bobot badan drastis dan diakhiri dengan kematian. Adam (1974)
menyatakan bahwa pemberian Jatropha curcas dalam ransum mengakibatkan
terjadinya perubahan patologi pada usus halus, hati, jantung, ginjal dan pembuluh
darah.
10
 

Detoksifikasi Bungkil Biji Jarak Pagar
Pemberian BBJP dapat diberikan kepada ternak setelah melalui proses
pengolahan. Hal ini disebabkan oleh kandungan racun dan antinutrisi dalam bungkil
biji jarak yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan bungkil biji jarak
terlebih dahulu sebelum diberikan pada ternak (Aregheore et al., 2003).
Proses Biologis. Komponen racun dalam BBJP dapat dikurangi atau dihilangkan
melalui poses biologis seperti fermentasi menggunakan Rhizopus oligosporus
(Sumiati dan Sudarman, 2006; Sumiati et al., 2009) dan menghasilkan performa
ayam broiler dan ayam kampung yang lebih baik dibandingkan tanpa pengolahan.
Rhizopus oryzae dapat digunakan untuk mendegradasi zat toksik pada bungkil biji
jarak (Tabri et al., 1997). Perlakuan biologi dapat memperbaiki kualitas nutrisi
BBJP yang ditandai dengan peningkatan kandungan bahan kering, protein kasar,
Beta-N, dan fosfor dengan lebih efisien karena persentase kehilangan bobot paling
kecil. Pengolahan bungkil biji jarak pagar secara biologis difermentasi dengan
Rhizopus oligoporus adalah perlakuan yang terbaik dibandingkan dengan perlakuan
yang diolah secara fisika dan kimia (Nurbaeti, 2007).
Proses Fisikawi. Senyawa anti tripsin dan lektin bersifat labil terhadap panas oleh
sebab itu pada umumnya pemanasan akan menurunkan kandungan kedua senyawa
ini dalam bungkil.

Pemanasan dengan cara disangrai tidak mempengaruhi

kandungan protein, lemak atau abu, tetapi terjadi penurunan yang cukup drastis
terhadap aktivitas lektin dan anti tripsin sedangkan kandungan fitat dan phorbolester
tidak mengalami perubahan (Makkar et al., 1998). Proses fisikawi lain melalui
radiasi tidak berhasil menurunkan kandungan senyawa antinutrisi dan racun bungkil
biji jarak (Herrera et al., 2006).
Proses Kimiawi. Proses detoksifikasi secara kimiawi dapat menggunakan larutan
basa seperti natrium hidroksida (NaOH), kalsium hidrosida (Ca(OH)2) atau kombinasi
larutan natrium hidroksida (NaOH) dengan natrium hipoklorit (NaOCl). Penggunaan
larutan NaOH 4% atau kombinasi dengan larutan natrium hipoklorit 10%-25% dapat
11
 

menghilangkan aktivitas lektin tetapi tidak mampu menurunkan kadar forbolester
(Areghore et al., 2003). Nurhikmawati (2007) menyatakan bahwa perlakuan kimia
menurunkan kandungan curcin paling besar yaitu sebesar 77,78%.
Kombinasi Proses Fisik dan Kimiawi.

Proses detoksifikasi secara fisik dan

kimiawi secara sendiri-sendiri tidak mampu menghilangkan senyawa antinutrisi dan
racun dalam BBJP. Kombinasi perlakuan fisik dan kimiawi dapat meningkatkan
efektivitas detoksifikasi. Pengolahan secara fisika, kimia, dan biologis meningkatkan
efisiensi penggunaan protein, dan energi metabolis, serta mempertahankan kandungan
gizi sehingga meningkatkan palatabilitas ransum dibandingkan dengan ransum yang
mengandung BBJP tanpa pengolahan. Wina et al. (2008) menyatakan bahwa perlu
upayakan teknologi detoksifikasi melalui proses kombinasi fisik, kimiawi, atau
biologis yang murah dan mudah diaplikasikan untuk mendetoksifikasi bungkil biji
jarak. Perlakuan kombinasi fisika dan kimia mampu memperbaiki performa ayam
broiler sampai setara dengan perlakuan kontrol setelah masa recovery selama tujuh
hari (Lusiana, 2008).
Fermentasi
Fermentasi adalah proses penguraian unsur organik komplek terutama
karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang biasanya terjadi dalam keadaan anerob dan diiringi dengan
pembebasan gas. Berdasarkan jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi menjadi
dua, yaitu fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi
medium padat adalah proses fermentasi yang menggunakan medium tidak larut tetapi
cukup mengadung air untuk keperluan mikroorganisme, sedangkan fermentasi
medium cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi dalam
fase cair (Hardjo et al., 1989).
Rhizophus oligosporus
Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim protease yang berfungsi
merombakan senyawa kompleks protein menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana.
Fardiaz (1992) mendefinisikan fermentasi sebagai proses pemecahan karbohidrat dan
asam amino. Fermentasi oleh berbagai kapang, khamir dan bakteri dapat terjadi
12
 

secara anaerobik fakultatif. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi
adalah karbohidrat, sedangkan asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa
jenis bakteri tertentu. Gandjar (1977) menyatakan bahwa Rhizopus oligosporus
bersifat proteolitik yang menghasilkan enzim protease, enzim ini akan merombak
senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang sederhana, sehingga akan
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar nitrogen dan asam amino. Jamur dalam
pertumbuhannya memperoleh karbon dari substrat untuk merangsang jamur yang
optimum dan peningkatan kandungan zat-zat makanan substrat yang lebih dari
sebelumnya (Amri, 1998). Rhizopus oligosporus digunakan sebagai mikroba untuk
fermentasi karena selain dapat memecah protein dan lemak, juga dapat menguraikan
protein sebagai bahan pengemulsi yang terdapat dalam santan dan memecah emulsi
santan sehingga terjadi pemisahan fraksi air, minyak dan protein. Rhizopus
oligosporus tumbuh pada kisaran 5-37 ºC, dan optimum pada suhu 25 ºC.
Mahajati (2008) menyatakan bahwa penggunaan 5% bungkil biji jarak
difermentasi kapang Rhizopus oligosporus dalam ransum masih dapat ditolerir oleh
mencit. Hal ini sesuai dengan penelitian Nurbaeti (2007) bahwa perlakuan biologis
dengan penggunaan fermentasi Rhizopus oligosporus dapat menghasilkan respon
terbaik dalam meningkatkan efesiensi penggunaan protein dan energi metabolis pada
unggas.
Enzim
Enzim merupakan katalis hayati yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi
kimia, tanpa enzim itu sendiri berubah atau terkonsumsi setelah reaksi selesai.
Enzim merupakan biokatalisator untuk ikut serta dalam reaksi biologi. Reaksi kimia
akan berjalan lambat tanpa bantuan enzim. Enzim menurut cara kerjanya menyerang
molekul substrat diklasifikasikan menjadi dua enzim yaitu enzim endogenus dan
eksogenus. Enzim endogenus menyerang substrat pada ikatan interior sedangkan
enzim eksogenus mendekati substrat dari satu atau ujung luar yang lain (Buhler et
al., 1998).

13
 

Enzim Fitase
Enzim fitase yang diproduksi secara komersial adalah hasil encoding gen
pada Aspergillus niger. Produksi enzim berasal dari Aspergillus niger var. vacuum
perlu diteliti lebih lanjut mengenai aktivitasnya. Enzim fitase komersial asal
Aspergillus niger itu sendiri sudah digunakan sebagai pakan aditif pada hewan
monogastrik di Eropa (Wodzinski dan Ullah, 1996). Asam fitat memiliki sepuluh
group fosfat yang dapat dilepaskan oleh fitase pada kecepatan yang berbeda dan di
dalam urutan yang berbeda pula. Wyss et al. (1998) meneliti kinetika pelepasan
fosfat dan kinetik dari penggabungan kembali reaksi lanjutan, baik pada produk akhir
dari degradasi asam fitat oleh berbagai macam enzim fitase. Disimpulkan bahwa
hasil penelitian seluruh enzim fitase yang dihasilkan oleh fungi melepaskan lima dari
sepuluh group fosfat, dan produk akhirnya berupa mio-inositol 2- monofosfa.
Ravindran et al. (1999) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan,
konsumsi ransum dan konversi ransum ayam broiler menurun dengan tingginya asam
fitat dalam ransum, akan tetapi performan tersebut dapat diperbaiki dengan
penambahan enzim fitase mikroba (3-fitase). Jacob et al. (2000) melaporkan bahwa
suplementasi enzim 3-fitase 0,01% dalam ransum ayam broiler yang berbasis
gandum-bungkil kedelai (wheat-soybean meal diet) dapat menurunkan viskositas isi
saluran halus dan nyata (P