PEMBERDAYAAN POTENSI PULAU-PULAU TERLUAR DAN WILAYAH PERBATASAN RI

3.2. Beragam Masalah Akibat Terabaikan

Masalah lain akibat terabaikannya pulau-pulau terluar dan wilayah perbatasan RI adalah munculnya beragam persoalan yang terjadi di wilayah perbatasan, mulai dari kemerosotan nilai budaya, lunturnya nasionalisme, kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang rendah, gangguan keamanan, teroris, infiltrasi dan tepat pelarian orang- orang yang termasuk daftar pencarian orang (DPO), meningkatnya jumlah pelintas batas tanpa izin, penyelundupan (tenaga kerja, hasil bumi, dan barang) yang makin marak, perdagangan manusia (human trafficking), dan makin banyaknya lahan konsensi yang terlantar.

Sebagai contoh, kepulauan terluar di Sulawesi Utara, yaitu Pulau Miangas, Pulau Marore dan Pulau Marampit. Menurut Wakil Kepala Polda (Wakapolda) Sulawesi Utara, Kombes John Kalangi (2006), 32 saat itu sempat beredar peta pariwisata

Filipina yang memasukkan ketiga pulau tersebut sebagai wilayah negara Filipina. Ketiga pulau tersebut sebenarnya terletak di Kabupaten Sangihe dan Talaud, namun jaraknya ke ibu kota Kabupaten lebih jauh dibandingkan dengan ke kota di Filipina Selatan. Dampaknya, secara sosial dan budaya, masyarakat setempat merasa lebih memiliki kedekatan sosial dengan Filipina dibandingkan dengan Indonesia. Karena, kebutuhan sehari-hari, sarana transportasi dan telekomunikasi dipenuhi dari negara Filipina.

John Kalangi terus menjelaskan dengan mengata kan, “Dulu, penduduk di pulau- pulau itu terpasang foto Presiden Marcos di rumahnya, dan tebiasa berbahasa Tagalog. Pernah satu kali ada bentrokan antara aparat dan masyarakat yang tidak terselesaikan, lalu mereka menaikkan bendera Filipina”. Sebuah penjelasan yang

32 http ://cetak.kompas.com, tanggal 02/12/2009 32 http ://cetak.kompas.com, tanggal 02/12/2009

Timur yang perbatasan dengan Malaysia, lebih memilih berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara Malaysia. Alasannya, di daerah Malaysia, mereka mendapatkan pekerjaan, atau pendidikan dan terpenuhi kebutuhan hidupnya secara layak, jika dibandingkan dengan kampung asalnya di Indonesia.

3.3. Kejahatan Tingkat Tinggi

Akibat lain dari tidak terurusnya wilayah perbatasan adalah kawasan perbatasan menjadi lintasan surga bagi sindikat kejahatan tingkat tinggi yang merugikan Indonesia sendiri. Dalam Rapat Koordinasi Pengamanan Wilayah Perbatasan NKRI yang digelar oleh National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia di Mabes Polri

(11/2/2009), 34 terungkap sejumlah permasalahan di 14 Polda yang berbatasan dengan negara lain. Berdasarkan data dari ke-14 Polda tersebut, terungkap bahwa

perkara kriminalitas lintas negara yang kerap ditemui di wilayah tersebut, senantiasa bermuara pada minimnya pengamanan di kawasan perbatasan. Jenis kriminalitas tersebut, antara lain adalah terorisme, perdagangan manusia, narkoba, penyelundupan bahan bakar minyak, bahan pokok, senjata api, berbagai barang konsumsi, hingga manusia. Ada juga kejahatan pembalakan liar, perambahan hasil laut ilegal, penembangan ilegal, pengerukan pasir ilegal, hingga perompakan di lautan.

Sekali lagi, ironisnya, justru semua bentuk kejahatan tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi, yang membawa dampak sosial secara signifikan dan menyebabkan kerugian negara yang tidak sedikit. Kapolri, yang saat itu dijabat oleh Jenderal Pol. Bambang Hendarso Danuri, melalui Irwasum Komjen Pol. Yusuf Manggabarani menegaskan :

“Masih kurang efektifnya sistem pengamanan di wilayah perbatasan darat dan perairan dapat menjadi peluang bagi pihak lain untuk mencari

keuntungan. .... Pelaku kejahatan lintas negara juga semakin memanfaatkan

33 Liputan khusus hari kemerdekaan RI ke-65, tanggal 17 Agustus 2010, Trans7. 34 Op.cit.

iptek, khususnya transportasi dan telekomunikasi. Pengorganisasian semakin rapi 35 , sehingga makin sulit diidentifikasi”.

Berkaitan dengan kurang optimalnya pemerintah dalam mengurus pulau-pulau terluar dan wilayah perbatasan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang saat itu masih dijabat oleh M. Ma‟ruf, mengatakan bahwa selama ini keberadaan pulau-

pulau terluar masih digarap secara sektoral dan belum menjadi prioritas bagi pemerintah. Selain itu, infrastruktur pendukung dan anggaran untuk pengelolaannya pun masih sangat minim. Pulau terluar juga tidak dibangun oleh pemerintah daerah karena dianggap tidak memberikan sumbangan bagi pendapatan asli daerah (PAD) secara langsung. “Kebijakan pembangunan masih cenderung inward looking, s 36 ehingga pulau terluar hanya menjadi halaman belakang” ujar M. Ma‟ruf.

3.4. Perpres No. 78/2005

Tampaknya, kehilangan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan ke tangan Malaysia pada tahun 2002, telah membuat pemerintah Indonesia mulai lebih serius dalam memperhatikan pulau-pulau terluar dan wilayah perbatasan RI. Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 78/2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar pada tanggal 29 Desember 2005 setidaknya telah menunjukkan niat yang serius dari pemerintah pusat dalam mengurus wilayahnya di perbatasan. Dengan adanya

Perpres ini, menurut Menkopolhukam saat itu, Widodo AS, 37 maka pengelolaan pulau-pulau terluar akan dilakukan lintas sektoral, lintas lembaga, antara lain Deplu,

DKP, Bakosurtanal, Badan Oceanografi TNI AL, BPN, Depdagri, TNI, Polri, serta melibatkan koordinasi antara pusat dan daerah. Dengan begitu, keberadaan pulau- pulau terluar diharapkan tidak akan lagi menjadi daerah perbatasan yang rawan sengketa dengan negara lain.

Dalam pandangan Menkopolhukam, tujuan utama pengelolaan pulau-pulau terluar adalah mengamankan keutuhan wilayah NKRI dan menyejahterakan masyarakat. Sebuah tujuan pengelolaan yang tidak lagi selalu mengandalkan

35 Ibid 36 Berita Nasional, Pemerintah akan Urus 92 Pulau Terluar, 20 April 2006, Bakosurtanal.

37 Ibid 37 Ibid

an (Wirayudha, 2002). 38 Dalam kaitan ini, maka beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah

adalah melakukan pembinaan mengenai pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam (SDA), membangun infrastruktur dan sarana perhubungan, serta pembinaan wilayah dan pertahanan. Khusus untuk pulau-pulau atau kawasan yang tidak dapat dihuni, namun sangat rawan sengketa dengan negara tetangga, seperti di kawasan Ambalat, yang diklaim juga oleh Malaysia, pemerintah pusat perlu menetapkannya sebagai wilayah karantina, salah satunya dengan memasang mercusuar.

Selain itu, perlu pula dikembangkan kegiatan ekonomi di di kawasan pulau-pulau terluar atau wilayah perbatasan, terutama kawasan yang memiliki kandungan sumber daya alam tambang dan minyak. Indonesia harus mengerahkan dana dan upaya secara terpadu untuk mengamankan wilayahnya sendiri, antara lain untuk membangun pos-pos pengamatan dan pembangunan mercusuar, baik di darat maupun di laut, terutama di wilayah yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Kehadiran kegiatan ekonomi di wilayah tersebut, menurut Juwono Soedarsono (Menhan saat itu), merupakan salah satu bentuk pertahanan yang efektif agar negara lain tidak mudah mengklaim wilayah RI sebagai bagian dari wilayah mereka.

38 Lihat Atep Afia Hidayat, 2010, Urgensi Pembentukan Badan Otorita Perbatasan, Netsains.Com

“Kehadiran kegiatan ekonomi” kata Juwono lagi “adalah bentuk pematokan perbatasan yang paling bagus dan efektif”. 39

Upaya lain dari pemerintah pusat dalam melindungi pulau-pulau terluar adalah dengan cara melaporkan keberadaan sekitar 3.047 pulau terluar Indonesia kepada UN Working Group of Expert on Geographical Names, sebuah badan khusus milik PBB yang mencatat nama-nama pulau sebuah negara. Sepanjang tahun 2006 saja pemerintah telah berhasil menamai sekurangnya 1.466 pulau kecil terluar di wilayah RI di antara 8.168 pulau terluar yang belum bernama. Penamaan tersebut, tentu saja berdasarkan atas Perpres No. 78 Tahun 2005. Sebuah langkah kecil, namun memiliki makna yang sangat penting dan strategis dalam upaya mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI.

3.5. Peran TNI

Dalam sebuah acara serah terima jabatan di Mabes TNI, Cilangkap, Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono menegaskan bahwa TNI akan mengutamakan peran pengawasan dan perlindungan di daerah-daerah perbatasan, dengan penekanan perhatian pada pulau-pulau terluar. Daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar, kata Panglima TNI , menjadi prioritas dalam program pembangunan lima tahun ke depan. Penjagaan dan perlindungan terhadap daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar dianggap sejalan dengan visi TNI dalam mempertahankan kedaulatan negara. Untuk mendukung program tersebut, TNI akan menambah dan memperkuat alat utama sistem persenjataan (alutsista) sebagai sarana

pengembangan kekuatan secara bertahap dan pasti. 40 Secara khusus, TNI AL sebagai institusi militer, memilki keunikan tersendiri jika

dibandingkan dengan TNI AD dan TNI AU. Keunikan ini berlaku universal. Sesuai teori Kent Both, selain peran militer, matra laut juga memiliki peran diplomasi dan polisionil. Peran diplomasi dilaksanakan oleh TNI AL dengan dikirimnya KRI ke negara lain untuk menjalin dan mempererat pesahabatan antarnegara. Hal ini

39 Op. Cit 40 TEMPO Interaktif, Panglima TNI Prioritaskan Lindungi Daerah Perbatasan, Sabtu, 2 Oktober 2010.

seringkali disebut dengan istilah “Gun Boat Diplomacy”, atau diplomasi kapal perang. Tampilan kapal perang suatu negara akan memunculkan citra yang bisa memperkuat pelaksanaan diplomasi negara yang bersangkutan. Sedangkan untuk peran polisionil, TNI AL berkewajiban melaksanakan fungsi keamanan sekaligus melaksankan penindakan terhadap kegiatan-kegiatan yang melanggar hukum.

Selain peran khusus melaksanakan diplomasi dan polisionil di lautan, TNI AL memiliki tugas lain dalam kategori operasi militer, yaitu kegiatan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Hal ini sesuai dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI Pasal 7 Ayat 2, yaitu antara lain membantu korban bencana alam, SAR (Search and

Rescue), dan bantuan kemanusiaan (humanitarian assistance). Kondisi geografis wilayah Indonesia rentan terhadap bencana alam. Ini menuntut kemampuan TNI AL untuk bisa melaksanakan OMSP tersebut sebab hingga kini hanya sarana kapal milik TNI AL yang mampu menembus pulau-pulau terpencil apabila terjadi bencana alam.

Pada sisi lain, mayoritas penduduk Indonesia tinggal di pesisir. Kondisi kesejahteraan mereka tak jarang menjadi terancam ketika jalur distribusi barang dan bahan pangan terputus akibat bencana atau ombak besar. Hanya TNI yang tetap bisa mencapai mereka. Oleh sebab itu, tak salah jika dikatakan TNI AL dituntut bisa membantu menyalurkan bahan pangan dan kebutuhan pokok lainnya. Inilah OMSP lain yang sejatinya menjadi tugas TNI AL. KRI pun tidak hanya bisa membantu menyalurkan kebutuhan yang diperlukan masyarakat di daerah kepulauan, tetapi bisa juga membantu membawa hasil produksi penduduk untuk dipasarkan di pulau

lain atau menjadikan KRI sebagai “mobile market” bekerja sama dengan lembaga lain demi kesejahteraan rakyat.

Untuk itu TNI AL harus bisa menjadi motivator untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 41 TNI AL berkewajiban memberdayakan wilayah pesisir

untuk bisa menopang pertahanan nasional di lautan dan pulau-pulau terdepan. Sehingga sarana dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat harus secara rutin

41 Lihat Agus Susilo Kaeri, Menjadikan TNI AL Sebagai Simpul Pertahanan dan Kesejahteraan, Artikel Digital 41 Lihat Agus Susilo Kaeri, Menjadikan TNI AL Sebagai Simpul Pertahanan dan Kesejahteraan, Artikel Digital

Untuk itu SBJ (Surya Baskara Jaya) yang merupakan program khusus TNI AL dalam memberdayaan pulau-pulau terpencil dan membantu masyarakat dengan membangun infrastruktur dan pelayanan kesehatan harus terus selalu ditingkatkan. Sebab, program itu bermanfaat bagi masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan dan juga bagi TNI AL apabila terjadi krisis atau perang.