Instrumen penelitian

E. Instrumen penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data jenis kelamin, data motivasi dan data kinerja petugas Satpol PP Dinas Provinsi DKI Jakarta. Data jenis kelamin diperoleh melalui teknik dokumentasi, sehingga dalam penelitian ini tidak dilakukan pengembangan instrumen dan uji coba Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data jenis kelamin, data motivasi dan data kinerja petugas Satpol PP Dinas Provinsi DKI Jakarta. Data jenis kelamin diperoleh melalui teknik dokumentasi, sehingga dalam penelitian ini tidak dilakukan pengembangan instrumen dan uji coba

1. Instrumen Motivasi Kerja

a. Definisi Konseptual

Motivasi pada dasarnya merupakan motif atau dorongan dari dalam atau luar diri seseorang untuk bekerja dengan tekun dan fokus agar dapat mencapai tujuan perusahaan maupun tujuan pribadinya sehingga akan meningkatkan kinerja pegawai dalam suatu organisasi. Motivasi manusia akan terdorong jika dia diberi tanggung jawab dan dihadapkan kepada tantangan-tantangan. manusia bekerja semata- mata bukan karena rasa takut, terancam, diarahkan atau sebatas imbalan saja. Ada beberapa alasan manusia bekerja, antara lain: adanya kebutuhan dan tuntutan untuk hidup layak, adanya komitmen dalam bentuk tugas pokok dan fungsinya menuntut dia bekerja, dorongan untuk berprestasi, dan adanya harapan serta rasa ingin mencapai tujuan secara cepat dengan kesadaran akan tujuan.

b. Definisi Operasional

Bedasarkan definisi konseptual tersebut, secara operasional motivasi dapat didefinisikan sebagai penilaian terhadap motif, harapan, dan komitmen. Dalam upaya untuk mengukur tingkat motivasi petugas Satpol PP maka peneliti menggunakan angket yang terdiri atas 15 item pernyataan dengan nilai skor jawaban terdiri dari skala 1 (sangat tidak setuju) hingga nilai tertinggi yaitu 5 (sangat setuju).

2. Instrumen Kinerja

a. Definisi Konseptual

Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang petugas Satpol PP dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Adapun peningkatan kinerja dapat diidentifikasi melalui hasil kerja yang sebesar-besarnya dari pekerjaan tersebut. Peningkatan kinerja suatu petugas Satpol PP dapat ditingkatkan salah satunya dengan pemberian insentif dan penghargaan terhadap produktivitas kerjanya.

b. Definisi Operasional

Bedasarkan definisi konseptual tersebut, secara operasional kinerja dapat didefinisikan sebagai penilaian terhadap hasil, insentif, dan produktifitas. untuk mengukur tingkat kinerja petugas satpol PP maka peneliti menggunakan angket yang terdiri atas 15 item pernyataan dengan nilai skor jawaban terdiri dari skala 1 (sangat tidak setuju) hingga nilai tertinggi yaitu 5 (sangat setuju).

3. Kisi-kisi Instrumen

a. Kisi-kisi instrumen

Dalam rangka pengukuran keseluruhan variabel penelitian terdiri atas

15 item digunakan skala ordinal dengan rentang skala 1 (satu) hingga

5 (lima). Adapun kisi-kisi keempat variabel pertanyaan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Nomor

Variabel Dimensi

Indikator

Jumlah Jawaban

Butir

Segenap kemampuan dan  Sangat Setuju

tenaga

 Setuju

Kepuasan dari pekerjaan

 Tidak Setuju

Hasrat yang kuat dalam

bekerja

 Sangat

Mencari tantangan baru

Tidak Setuju.

Mampu bekerja Pekerjaan menantang. Membuat jadwal

Motivasi

Menerapkan program

Memiliki jalur karir yang

Harapan baik

Menunjukkan loyalitas

Adanya penerapan sanksi yang adil Termotivasi dalam segala 12,13,14,

15 hal

Komitmen Adanya kesempatan untuk

maju

Nomor

Variabel Dimensi

Indikator

Jumlah Jawaban

Butir

Kebebasan menjalankan ibadah Tanggung jawab

 Sangat Setuju

Kinerja

Puas dengan pekerjaan

(Y)

 Setuju Hasil

Pekerjaan tepat waktu

Menyelesaikan pekerjaan

Keyakinan bekerja

Tidak Setuju.

Pemberian bomus

2 Insentif

Menyelesaikan pekerjaan

tenang Mebutuhkan kemampuan

8 Produktif Tenang dan nyaman

Hasl pekerjaan Mendalami pengetahuan

tugas Menjaga kesehatan

Mengabdikan diri

dan

pikiran

b. Pembobotan

Perhitungan pembobotan menggunakan skala Likert untuk pertanyaan yang diberikan pilihan yang ditentukan berdasarkan skala Likert, seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 3.4. Skala Likert dalam Lembar Kuesioner/Angket

Jawaban

Skor Nilai

Sangat Setuju

Setuju

Cukup

Tidak Setuju

SangatTidakSetuju

Sumber: Sugiyono, (2002 ; 74) Jawaban yang telah diberi diisi oleh responden, kemudian dijumlahkan

untuk dijadikan skor penelitian terhadap variabel-variabel yang diteliti. Data dari kuesioner disebut dengan data primer.

F. Uji coba instrumen

1) Pengujian Validitas Instrumen

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara butir satu dengan yang lain dari variable A atau B, apakah ada keselarasan antara butir. Selanjutnya, butir tersebut valid atau tidak dapat diketahui dengan cara mengkorelasikan antara skor butir dengan skor total. Bila harga korelasi di bawah 0,361 maka dapat disimpulkan bahwa butir instrument tersebut tidak valid sehingga perlu diperbaiki atau dibuang karena tidak selaras dengan butir yang lain. Dan sebaliknya jika

harga korelasi di atas 0,361 maka butir instrument tersebut valid. 59

Dari hasil uji coba perhitungan validitas dilakukan terhadap jawaban 30 reponden dan kemudian mereduksi item-item yang tidak

59 Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. (Alfabete:IKAPI. Bandung, 2002), hlm. 287.

valid. Nilai α (tingkat kepercayaan) yang digunakan untuk uji validitas dan uji reabilitas adalah 0,05 dengan derajat bebas N-2 sehingga sampel

30 responden didapatkan nilai r-tabel 0,361. Dan hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS.v.17, dihasilkan validitas data sebagai berikut :

Tabel 3.5. Hasil Uji Validitas Instrumen Motivasi Kerja

Item-Total Statistics

Perny Corrected Cronbach's

ataan Scale Mean if Scale Variance Item-Total Alpha if Item

Item Deleted if Item Deleted Correlation Deleted X_1

Corrected Cronbach's

ataan Scale Mean if Scale Variance Item-Total Alpha if Item

Item Deleted if Item Deleted Correlation Deleted X_6

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertanyaan 1 sampai dengan pertanyaan 15 dinyatakan valid karena nilai korelasinya lebih 0,361. Jadi kesimpulannya bahwa secara keseluruhan pertanyaan yang ada dalam Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertanyaan 1 sampai dengan pertanyaan 15 dinyatakan valid karena nilai korelasinya lebih 0,361. Jadi kesimpulannya bahwa secara keseluruhan pertanyaan yang ada dalam

Tabel 3.6. Hasil Uji Validitas Instrumen Kinerja

Item-Total Statistics

Perny Scale Mean

Corrected Cronbach's ataan

Scale

Variance if Item-Total Alpha if Item Deleted Item Deleted Correlation

if Item

Deleted Y_1

.883 Perny Scale Mean

Corrected Cronbach's ataan

Scale

Variance if Item-Total Alpha if Item Deleted Item Deleted Correlation

if Item

Deleted Y_4

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertanyaan 1 sampai dengan pertanyaan 15 dinyatakan valid karena nilai korelasinya lebih 0,361. Jadi kesimpulannya bahwa secara keseluruhan pertanyaan yang ada dalam kuesioner kinerja tersebut dapat digunakan untuk menganalisis penelitian tersebut.

2) Pengujian Reliabilitas Instrumen

Pengujian reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur derajat ketepatan alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini. Pada tahap ini pengujian dilakukan dengan menggunakan teknik alpha Cronbach. Untuk keperluan tersebut maka butir-butir instrument penelitian yang telah valid dibelah menjadi dua kelompok yaitu bagian genap dan bagian ganjil. Pengujian variabel dengan menggunakan program SPSS versi 12. for windows. Hasil perhitungan reliabilitas kemudian dikonsultasikan dengan tabel interpretasi nilai reliabilitas di bawah ini.

Tabel Interpretasi Nilai Reliabilitas 60

NILAI ALPA

KRITERIA

Alpha < 0.7 kurang meyakinkan (inadequate) Alpha > 0.7

baik (good)

Alpha > 0.8 istimewa (excellent)

Tabel 3.7. Hasil Analisis Reliabilitas

Reliability Statistics

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS v.17 Berdasarkan pengujian tersebut, 15 pernyataan tentang motivasi dinyatakan realibel karena memililiki r hitung ( α) sebesar = 0,908 (nilai alpha). Dengan nilai r hitung ( α) sebesar = 0,908 maka relaibilitas

60 Nunnally, Jum C., psychometrics 2nd edition,, (New york: Mc Graw Hill, 2002)

h, 245 h, 245

Tabel 3.8. Hasil Analisis Reabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

N of Items

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS v.17

Berdasarkan pengujian tersebut, 15 pernyataan tentang kinerja dinyatakan realibel karena memililiki r hitung ( α) sebesar = 0,887 (nilai alpha). Dengan nilai r hitung ( α) sebesar = 0,887 maka relaibilitas instrumen Kinerja Petugas Satpol PP memiliki kriteria reliabilitas yang sangat tinggi.

G. Analisis data

Data yang sudah diperoleh dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Analisis deskriptif digunakan untuk menyajikan data dalam bentuk histogram, grafik, perhitungan mean, median, modus, simpangan baku, dan rentang teoritik masing-masing variabel.

Selanjutnya dilakukan analisis inferensial untuk menguji hipotesis melalui analisis varian (anava) dengan dua faktor. Anava yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menguji hipotesis (1) main effect yaitu efek A dan B, (2) interaction effect yakni efek interaksi A-B dan (3) simple effect.

Sebelum dilakukan uji hipotesis, maka perlu diuji persyaratan analisis data, yaitu uji normalitas dan homogenitas. Uji normalitas dilaksanakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal, sedangkan uji homogenitas dilaksanakan untuk mengetahui apakah data penelitian yang telah dikumpulkan berasal dari populasi yang homogen. Untuk menguji normalitas data digunakan rumus uji Lilliefors, dan untuk menguji homogenitas data digunakan rumus uji Barlett.

H. hipotesis statistik

1. Main effect :

H 0 :μ A1 = μ A2

H 1 :μ A1 > μ A2

2. Interaction effect

H 0 :μ A-B = μ A-B

H 1 :μ A-B > μ A-B

3. Simple Effect :

1) H 0 :

μ A1B1 = μ A2B1

μ A1B1  μ A2B1

2) H 0 :

μ A1B2 = μ A2B2

μ A1B2  μ A2B2

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Sebaran Skor Model Competence based Education and Training petugas satpol PP (A1)

Hasil analisis data 40 orang petugas satpol PP yang menggunakan Model Competence based Education and Training menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan empiriknya dari 78 sampai 134. Harga rerata (mean) sebesar 105,08; simpangan baku (standar deviation) sebesar 17,433 median sebesar 102,5 dan modus sebesar 122.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor Model Competence based Education and Training petugas satpol PP.

Tabel 4.1:

Distribusi frekuensi skor Model Competence based Education and Training petugas satpol PP (A1)

f. Kumulatif No

Nilai

f. Absolut

f. Relatif

Skor Model Competence based Education and Training petugas

satpol PP (A1)

78,5 - 87,5 87,5 - 96,5 96,5 - 105,5 105,5 -

114,5 - 123,5 - 134

2. Sebaran Skor Model Pelatihan Konvensional Petugas Satpol PP (A2)

Hasil analisis data 40 orang petugas satpol PP yang menggunakan model pelatihan konvensional menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan empiriknya dari 61 sampai 112. Harga rerata (mean) sebesar 75,5; simpangan baku (standar deviation) sebesar 14,245 median sebesar

71 dan modus sebesar 67. Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor model pelatihan konvensional petugas satpol PP.

Tabel 4.2:

Distribusi frekuensi skor Model Pelatihan Konvensional petugas

satpol PP (A2)

f. f. Kumulatif No

Nilai

f. Relatif

Skor Model Konvensional Petugas Satpol PP (A2)

95,5 - 104 104 - 112,5

3. Sebaran Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (B1).

Hasil analisis data motivasi kerja 40 orang petugas satpol PP yang memiliki motivasi kerja tinggi menunjukkan bahwa rentangan Hasil analisis data motivasi kerja 40 orang petugas satpol PP yang memiliki motivasi kerja tinggi menunjukkan bahwa rentangan

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor motivasi kerja petugas satpol PP yang memiliki motivasi kerja tinggi.

Tabel 4.3:

Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (B1)

f. Kumulatif No

Nilai

f. Absolut

f. Relatif

1 74,5 - 84,5

2 84,5 - 94,5

3 94,5 - 104,5

4 104,5 - 114,5

5 114,5 - 124,5

6 124,5 - 134,5

Jumlah

Gambar 4.3:

Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP yang memiliki Motivasi Tinggi (B1)

Series1 4

74,5 - 84,5 84,5 - 94,5 94,5 -

4. Sebaran Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP yang memiliki Motivasi Kerja rendah (B2).

Hasil analisis data motivasi kerja 40 orang petugas satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan empiriknya dari 61 sampai 103. Harga rerata (mean) sebesar 77,25; simpangan baku (standar deviation) sebesar 13,167 median sebesar 73 dan modus sebesar 67.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor motivasi kerja petugas satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah.

Tabel 4.4:

Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (B2)

f. Kumulatif No

Nilai

f. Absolut

f. Relatif

Gambar 4.4: Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP yang memiliki Motivasi Rendah (B2)

61,5 - 68,5 68,5 - 75,5 75,5 - 82,5 82,5 - 88,5 88,5 - 95,5 95,5 - 103

5. Sebaran Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A1B1).

Hasil analisis data 20 orang petugas satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang Hasil analisis data 20 orang petugas satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. petugas satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki motivasi kerja tinggi.

Tabel 4.5:

Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A1B1).

f. Kumulatif No

Nilai

f. Absolut

f. Relatif

1 102,5 - 107,5

2 107,5 - 112,5

3 112,5 - 117,5

4 117,5 - 122,5

5 122,5 - 127,5

6 127,5 - 134,5

Jumlah

Gambar 4.5:

Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki

Motivasi Kerja Tinggi (A1B1).

6. Sebaran Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A1B2).

Hasil analisis data motivasi kerja 20 orang petugas satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan empiriknya dari 78 sampai 103. Harga rerata (mean) sebesar 89,3; simpangan baku (standar deviation) sebesar 6,681 median sebesar 90 dan modus sebesar 90.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah.

Tabel 4.6:

Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A1B2).

f. Kumulatif

No Nilai

f. Absolut

f. Relatif

Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki

Motivasi Kerja Rendah (A1B2).

78,5 - 82,5 82,5 - 86,5 86,5 - 90,5 90,5 - 94,5 94,5 - 98,5 98,5 - 103,5

7. Sebaran Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A2B1).

Hasil analisis data motivasi kerja 20 orang petugas satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan empiriknya dari 74 sampai 112. Harga rerata (mean) sebesar 85,8; simpangan baku (standar deviation) sebesar 1,369 median sebesar 77,5 dan modus sebesar 76.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi.

Tabel 4.7:

Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi

(A2B1).

f. Kumulatif No

Nilai

f. Absolut

f. Relatif

1 74,5 - 80,5

2 80,5 - 86,5

3 86,5 - 92,5

4 92,5 - 98,5

5 98,5 - 104,5

6 104,5 - 112,5

Jumlah

Gambar 4.7:

Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A2B1).

74,5 - 80,5 80,5 - 86,5 86,5 - 92,5 92,5 - 98,5 98,5 - 104,5 104,5 - 112,5

8. Sebaran Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A2B2).

Hasil analisis data motivasi kerja 20 orang petugas satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Rendah menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan empiriknya dari 61 sampai 68. Harga rerata (mean) sebesar 65,2; simpangan baku (standar deviation) sebesar 2,353 median sebesar 66 dan modus sebesar 67.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Rendah.

Tabel 4.8:

Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja

Rendah (A2B2).

f. Kumulatif No

Nilai

f. Absolut

f. Relatif

Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A2B2).

61,5 - 62,5 62,5 - 63,5 63,5 - 64,5 64,5 - 65,5 65,5 - 66,5 66,5 - 68,5

Apabila hasil-hasil keseluruhan deskripsi data tersebut di atas dinyatakan dalam bentuk tabel, maka diperoleh data-data sebagai berikut:

Tabel 4.9: Rekapitulasi deskripsi data rata-rata model pelatihan dan Motivasi kerja terhadap kinerja petugas satuan polisi pamong praja

Skor Hasil

NO Kelompok

Sebaran Skor

1 Education and Training 40 134

petugas satpol PP (A1)

Petugas Satpol PP (A2) Sebaran Skor Motivasi

Kerja Petugas Satpol PP

3 yang memiliki Motivasi 40 134

Kerja Tinggi (B1).

Sebaran Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP

4 yang memiliki Motivasi 40 103

Kerja rendah (B2).

Sebaran Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Com-

5 petence based Education 20 134

and Training

yang

memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A1B1).

Skor Hasil

NO Kelompok

Sebaran Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti

pelatihan Model Com-

6 petence based Education 20 103

and Training

yang

memiliki Motivasi Kerja Rendah (A1B2).

Sebaran Skor Petugas

Satpol PP yang mengikuti

ya- ng memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A2B1)

Sebaran Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti

ya- ng memiliki Motivasi Kerja Rendah (A2B2).

B. Pengujian Persyaratan Analisis Data

Pengujian atau uji hipotesis dengan analisis varian dua jalan (Two-way ANOVA) memerlukan persyaratan analisis data: (1) sampel diambil secara acak; (2) ukuran sampel minimum dipenuhi; (3) data sampel masing-masing variabel berdistribusi normal dan homogen.

Persyaratan pertama dan kedua telah dipenuhi sebab sampel penelitian diambil secara acak dengan ukuran sampel 80 orang (>30 kasus). 61 Pengujian

persyaratan ketiga yaitu bahwa sebaran data penelitian berdistribusi normal. Masing-masing untuk variabel Y, X1 dan X2 melalui piranti lunak SPSS diuji

normalitas dan homogenitasnya. 62

62 Masri Singarimbun, dkk. 1989, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, p. 171. Singgih Santoso, 2002, Buku Latihan SPSS Statistik Multivarian, Jakarta: Elexmedia

1. Uji Normalitas

Uji normalitas terhadap sebaran data di atas, yaitu data kinerja petugas Satpol PP berdasarkan pemberian model pelatihan dan Motivasi kerja petugas satpol PP (data kelompok A1B1, A2B1, A1B2 dan A2B2 sebagai mana dibahas pada deskripsi data di awal Bab 4 ini). Secara manual uji normalitas dapat

dilakukan dengan uji Lilliefors atau dapat juga dengan Chi-square, 63 dari hasil perhitungan menggunakan uji Lilliefors skor petugas Satpol PP yang mengikuti

pelatihan Model Competence based Education and Training dan metode konvensional yang dikelompokkan berdasarkan motivasi kerja yang dimiliki. Adapun kriteria pengujiannya adalah jika L hitung >L tabel maka data berdistribusi normal dan jika L hitung <L tabel maka data tidak berdistribusi normal.

Hasil perhitungan uji Lilliefors Skor petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki motivasi tinggi (A1B1) diperoleh L hitung sebesar 0,1438. Untuk L tabel dengan α sebesar 0,05 pada tabel Lilliefors sebesar 0,1900. Jika dibandingkan L hitung (0,1438) > L tabel (0,1900), maka dapat disimpulkan bahwa data Skor petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki motivasi tinggi (A1B1) adalah berdistribusi normal. Sedangkan untuk hasil perhitungan uji Lilliefors Skor petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki motivasi rendah (A1B2) diperoleh L hitung sebesar 0,1102. Untuk L tabel

dengan α sebesar 0,05 pada tabel Lilliefors sebesar 0,1900. Jika dibandingkan

H.R. Santosa Nurwani, 1999, Statistika Terapan (Teknik Analisa Data), Jakarta: Program

L hitung (0,1102) > L tabel (0,1900), maka dapat disimpulkan bahwa data Skor petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki motivasi rendah (A1B2) adalah berdistribusi normal.

Untuk hasil perhitungan uji Lilliefors Skor petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan model konvensional yang memiliki motivasi tinggi (A2B1) diperoleh L hitung sebesar 0,1706. Untuk L tabel dengan α sebesar 0,05 pada tabel Lilliefors sebesar 0,1900. Jika dibandingkan L hitung (0,1706) > L tabel (0,1900), maka dapat disimpulkan bahwa data Skor petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan model konvensional yang memiliki motivasi rendah (A2B1) adalah berdistribusi normal. Sedangkan untuk hasil perhitungan uji Lilliefors Skor petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan model konvensional yang memiliki

motivasi rendah (A2B2) diperoleh L hitung sebesar 0,1517. Untuk L tabel dengan α sebesar 0,05 pada tabel Lilliefors sebesar 0,1900. Jika dibandingkan L hitung (0,1517) > L tabel (0,1900), maka dapat disimpulkan bahwa data Skor petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan model konvensional yang memiliki motivasi rendah (A2B2) adala berdistribusi normal.

Dari perhitungan uji normalitas dengan menggunakan Uji Liliefors keempat kelompok data di atas, maka dapat dirangkumkan dalam tabel di bawah ini:

Tabel Tabel 4.10: Tabel Pengujian Normalitas

Sumber L hitung L tabel Kesimpulan Data

A1B1

Data Berdistribusi Normal A1B2

Data Berdistribusi Normal A2B1

Data Berdistribusi Normal A2B2

Data Berdistribusi Normal

2. Uji Homogenitas Variansi Uji homogenitas variansi dimaksudkan untuk menguji homogenitas varian antar kelompok-kelompok skor Y yang dikelompokkan berdasarkan kesamaan nilai X. Pengujian homogenitas dilakukan dengan menggunakan Uji F. Yakni menghitung rasio antara varians terbesar dengan varians terkecil dari kelompok yang diuji. Hasilnya adalah sebagai berikut:

a. Pengujian Homogenitas Variansi A1B1 atas A2B1 Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas variansi motivasi bekerja kelompok data A1B1 atas kelompok data A2B1 diperoleh output SPSS sebagai berikut:

Tabel 4.12:

Test of Homogeneity of Variances

A1B1

Levene Statistic

df1

df2

Sig.

1.328 a 11 63 .230

Test of Homogeneity of Variances

A1B1

Levene Statistic

F Sig. Between Groups

Sum of Squares

df Mean Square

.505 .858 Within Groups

Adapun kriteria pengujian homogenitas variansi ini adalah sebagai berikut:

a) Distribusi data dinyatakan homogen bila nilai Sig. (dibaca: probabilitas signifikasi) baik pada tabel Test of Homogenity of Variances maupun tabel ANOVA di atas lebih besar dari 0, 05.

b) Distribusi data dinyatakan tidak homogen bila nilai Sig. baik pada tabel Test of Homogenity of Variances maupun tabel ANOVA di

atas lebih kecil dari 0, 05. 64 Dengan memperhatikan nilai Sig. pada tabel Test of Homogenity of

Variances sebesar 0, 230 dan pada tabel ANOVA sebesar 0,858, maka dinyatakan bahwa homogenitas variansi A1B1 atas A2B1 terpenuhi.

64 Santoso.2002., Loc.Cit.

b. Pengujian Homogenitas Variansi A1B1 atas A1B2 Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas variansi hasil belajar Bahasa Indonesia kelompok data A1B1 atas kelompok data A1B2 diperoleh output SPSS sebagai berikut:

Tabel 4.14:

Test of Homogeneity of Variances

A1B1

Levene Statistic

F Sig. Between Groups

Sum of Squares

df Mean Square

.942 .578 Within Groups

Adapun kriteria pengujian homogenitas variansi ini adalah sebagai berikut:

a) Distribusi data dinyatakan homogen bila nilai Sig. (dibaca: probabilitas signifikansi) baik pada tabel Test of Homogenity of Variances maupun tabel ANOVA di atas lebih besar dari 0, 05.

b) Distribusi data dinyatakan tidak homogen bila nilai Sig. baik tabel Test of Homogenity of Variances maupun tabel ANOVA di atas lebih kecil dari 0,

05. 65 Dengan memperhatikan nilai Sig. pada tabel Test of Homogenity of

Variances sebesar 0, 251 dan pada tabel ANOVA sebesar 0,578; maka dinyatakan bahwa homogenitas variansi A1B1 atas A1B2 terpenuhi.

65 Ibid.

c. Pengujian Homogenitas Variansi A1B1 atas A2B2 Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas variansi hasil belajar Bahasa Indonesia kelompok A1B1 atas kelompok data A2B2 diperoleh output SPSS sebagai berikut:

Tabel 4.16:

Test of Homogeneity of Variances

A1B1

Levene Statistic

F Sig. Between Groups

Sum of Squares

df Mean Square

1.671 .206 Within Groups

Adapun kriteria pengujian homogenitas variansi ini adalah sebagai berikut:

a) Distribusi data dinyatakan homogen bila nilai Sig. (dibaca: probabilitas signifikansi) baik pada tabel Test of Homogenity of Variances maupun tabel ANOVA di atas lebih besar dari 0, 05.

b) Distribusi data dinyatakan tidak homogen bila nilai Sig. baik pada tabel Test of Homogenity of Variances maupun tabel ANOVA di atas lebih kecil

dari 0, 05. 66

66 Ibid.

Dengan memperhatikan nilai Sig. (dibaca: probabilitas signifikansi) pada tabel Test of Homogenity of Variances sebesar 0,569 dan pada tabel ANOVA sebesar 0,206; maka dinyatakan bahwa homogenitas variansi A1B1 atas A2B2 terpenuhi.

Dengan terpenuhinya normalitas dan homogenitas data, maka penelitian korelasional ini dapat dilakukan dengan menggunakan data mentah (raw score) dari keempat kelompok data kinerja Petugas Satpol PP tersebut.

C. Pengujian Hipotesa

Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan teknik Analisis Variansi (ANAVA) dua jalan. Tujuan ANAVA dua jalan adalah menyelidiki dua pengaruh utama dan satu pengaruh interaksi. Pengaruh utama dibedakan atas model Pelatihan dan motivasi kerja petugas satpol PP. Hasil perhitungan ANAVA dua jalan disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.18

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:kinerja_Petugas

Type III Sum of

Source

Squares

Df Mean Square

Corrected Model

144.159 Model_pelatihan

31691.238 a 3 10563.746

238.728 motivasi_kerja

185.568 Model_pelatihan *

8.181 motivasi_kerja

Corrected Total

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:kinerja_Petugas

Type III Sum of

Source

Squares

Df Mean Square

Corrected Model

144.159 Model_pelatihan

31691.238 a 3 10563.746

238.728 motivasi_kerja

185.568 Model_pelatihan *

8.181 motivasi_kerja

a. R Squared = ,851 (Adjusted R Squared =

1. Kinerja Petugas Satpol PP yang diberi Model Pelatihan CBET lebih besar

dari pada Kinerja Petugas Satpol PP yang diberi Model Pelatihan Konvensional.

Berdasarkan Tabel 4.18 di atas pada bagian atau kolom source baris kedua tertulis model pelatihan dan kolom terkanan atau kolom F (dibaca:

F hitung ) pada baris yang sama tertulis 238.728 lebih besar dari F tabel = 4,88 untuk taraf signifikansi 0,01 (F hitung = 238,728 > F tabel = 4,88). Hal ini berarti bahwa H 0 ditolak dan H 1 diterima. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa bentuk Pelatihan CBET mempengaruhi kinerja petugas Satpol PP. Ini berarti perbedaan bentuk Pelatihan dalam CBET menentukan variasi atau keberagaman kinerja petugas Satpol PP. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan, ”Rata-rata kinerja petugas satpol PP yang diberi pelatihan CBET lebih tinggi daripada kinerja petugas Satpol PP yang diberi pelatihan konvensional ”, diterima dan teruji kebenarannya.

2. Kinerja Petugas Satpol PP yang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja tinggi adalah lebih tinggi dari pada kinerja petugas satpol PP yang diberi model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi kerja tinggi.

Berdasarkan Tabel 4.18 di atas bagian atau kolom source baris

ketiga tertulis motivasi kerja dan kolom F (dibaca: F hitung ) pada baris yang sama tertulis 158,568 lebih besar dari F tabel = 4,88 untuk taraf signifikansi 0,01

(F hitung = 158,568 > F tabel = 4,88). Hal ini berarti H 0 ditolak dan H 1 diterima.

Dengan demikian bahwa motivasi kerja mempengaruhi kinerja petugas Satpol PP . Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan, ”Rata-rata Kinerja Petugas Satpol PP yang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja tinggi lebih tinggi dari pada kinerja petugas satpol PP yang diberi model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi kerja tinggi ”, diterima. Kesimpulannya kedua jenis model pelatihan memberikan kinerja yang berbeda pada petugas Satpol PP.

3. Kinerja Petugas Satpol PP yang diberi Model Pelatihan CBET dan memiliki Motivasi Kerja Rendah adalah lebih tinggi dari pada Kinerja Petugas Satpol PP yang diberi Model Pelatihan Konvensional dan memiliki Motivasi Kerja Rendah.

Berdasarkan Tabel 4.18 di atas bagian atau kolom source baris

ketiga tertulis motivasi kerja dan kolom F (dibaca: F hitung ) pada baris yang sama tertulis 158,568 lebih besar dari F tabel = 4,88 untuk taraf signifikansi 0,01

(F hitung = 158,568 > F tabel = 4,88). Hal ini berarti H 0 ditolak dan H 1 diterima. Hal (F hitung = 158,568 > F tabel = 4,88). Hal ini berarti H 0 ditolak dan H 1 diterima. Hal

4. Terdapat pengaruh interaksi antara Model Pelatihan dengan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Petugas Satpol PP.

Berdasarkan Tabel 4.18 di atas pada bagian atau kolom source baris keempat tertulis Model Pelatihan*Motivasi kerja dan kolom F (dibaca: F hitung ) pada baris yang sama tertulis 8,181 lebih besar dari F tabel = 4,88 untuk taraf

signifikansi 0,01 (F hitung = 8,181 > F tabel = 4,88). Hal ini berarti H 0 ditolak dan H 1

diterima. menunjukkan bahwa Ho : μ A-B = μ A-B ditolak. Ini berarti interaksi antara model pelatihan dan motivasi kerja menentukan variasi atau keberagaman kinerja petugas Satpol PP. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan, ”Terdapat pengaruh interaksi antara model pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja petugas satpol PP ”, diterima dan teruji kebenarannya.

Secara umum analisa ini lazimnya dilanjutkan lagi untuk mengetahui atau mengindikasikan rata-rata kinerja petugas Satpol PP tersebut di atas yang berbeda satu dari lainnya, atau mencari mana diantara A1B1, A2B1 dan A1B2 dan A2B2 yang paling tinggi.

Analisis biasanya dilanjutkan dengan uji Turkey 67 karena dalam hal ini jumlah data setiap kelompok sama banyaknya yaitu n = 40. Perhitungan uji

Turkey melalui piranti lunak SPSS hanya dapat dilakukan bila setiap variabel bebas yang diteliti dibedakan atas 3 level atau lebih. Variabel Model pelatihan dan motivasi kerja petugas satpol PP dalam penelitian ini hanya dibedakan atas 2 level bentuk model pelatihan (CBET dan konvensional), dan 2 level tipe motivasi kerja (Tinggi dan Rendah).

Dengan kata lain, untuk mengetahui interaksi mana yang paling berpengaruh mengakibatkan kinerja petugas Satpol PP mencapai skor yang maksimal dapat dilakukan cukup dengan hanya melihat skor rata-rata dari 4 kelompok data (A1B1, A2B1, A1B2 dan A2B2) tersebut. Hasilnya adalah sebagai berikut:

67 Ibid.

Tabel 4.19

Perbandingan Skor Rata-rata Kinerja Petugas Satpol PP

Kelompok Data Peringkat Rata-rata Ki-

Rata-rata Kinerja

Petugas Satpol nerja Petugas Satpol No.

Petugas Satpol PP

PP PP

1 A1B1

2 A1B2

3 A2B1

4 A2B2

Berdasarkan Tabel 4.20 di atas dapat dinyatakan dua hal sebagai berikut:

a. Interaksi antara Model Pelatihan dan motivasi kerja mengakibatkan kinerja petugas Satpol PP dapat mencapai skor yang maksimal. Sebaliknya, skor terburuk atau paling rendah dari kinerja petugas satpol PP diakibatkan oleh interaksi model Pelatihan konvensional dengan petugas yang memiliki motivasi kerja rendah

b. Interaksi A1B1 dan A1B2 yang kontradiktif, artinya dengan bentuk model pelatihan yang sama (model CBET) namun petugasnya berada dalam dua kelompok motivasi yang berbeda mengakibatkan kinerja mereka juga berbeda justru menunjukkan adanya interaksi yang signifikan antara model pelatihan dan motivasi yang dimiliki petugas Satpol PP.

D. Interpretasi Hasil Penelitian

Hipotesis penelitian pertama yang menyatakan, “tidak terdapat perbedaan rata-rata kinerja petugas Satpol PP yang mengikuti model pelatihan CBET dan yang mengikuti model pelatihan konv ensional” tidak dapat diterima. Sehingga hipotesis yang diterima adalah hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa ”Rata-rata kinerja petugas Satpol PP yang mengikuti model pelatihan CBET lebih tinggi daripada petugas yang diberi model pelatihan konvensio nal”, diterima dan teruji kebenarannya. Hal itu selanjutnya membuktikan bahwa kinerja petugas Satpol PP yang memiliki motivasi kerja tinggi dan diberi model pelatihan CBET lebih tinggi daripada petugas yang memiliki motivasi kerja rendah dan diberi model pelatihan konvensional.

Hipotesis penelitian keempat yang menyatakan, ”Terdapat pengaruh interaksi antara model pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja petugas Satpol PP ”, diterima dan teruji kebenarannya. Hal itu selanjutnya membuktikan bahwa petugas yang mengikuti model pelatihan yang tidak sama dan motivasi kerjanya juga berbeda, kinerja satu dengan lainnya berbeda pula.

E. Pembahasan

Penelitian ini mengungkapkan bahwa Model Pelatihan dan motivasi kerja secara signifikan mempengaruhi variasi kinerja petugas Satpol PP. Kinerja petugas Satpol PP yang diberi Pelatihan CBET lebih tinggi dari pada kinerja petugas Satpol PP yang diberi pelatihan konvensional. Seperti terlihat Penelitian ini mengungkapkan bahwa Model Pelatihan dan motivasi kerja secara signifikan mempengaruhi variasi kinerja petugas Satpol PP. Kinerja petugas Satpol PP yang diberi Pelatihan CBET lebih tinggi dari pada kinerja petugas Satpol PP yang diberi pelatihan konvensional. Seperti terlihat

70 78,5 (lihat tabel 4.2). dari perbedaan rentang skor ini dapat dikatakan bahwa model pelatihan yang diberikan kepada petugas Satpol PP memberikan dampak pada peningkatan skor kinerja petugas Satpol PP. Kinerja petugas Satpol PP yang diberi pelatihan CBET lebih tinggi karena dengan menggunakan pelatihan CBET seorang petugas satpol PP latih untuk mampu mengerjakan tugas dan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pelatihan ini dilaksanakan melalui proses pelatihan yang bermakna dimana kompetensi di refleksikan kepada kebutuhan utama dalam menjalankan tugas Satpol PP, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Hasil pelatihan CBET berupa kinerja merupakan fokus dari hasil pelatihan CBET. Model pelatihan CBET mengakui pengalaman belajar petugas satpol PP sebelumnya, sehingga petugas satpol PP dalam pelatihan tidak dituntut untuk mengikuti proses pelatihan sampai akhir akan tetapi jika petugas satpol PP lulus mengikuti ujian kompetensi maka mereka memperoleh kelulusan.

CBET merupakan salah satu pendekatan dalam pengembangan kompetensi sumber daya manusia yang berfokus pada hasil akhir (outcome). CBET sangat fleksibel dalam proses kesempatan untuk memperoleh kompetensi dengan berbagai cara. Hasil CBET menuntut persyaratan dan CBET merupakan salah satu pendekatan dalam pengembangan kompetensi sumber daya manusia yang berfokus pada hasil akhir (outcome). CBET sangat fleksibel dalam proses kesempatan untuk memperoleh kompetensi dengan berbagai cara. Hasil CBET menuntut persyaratan dan

Tujuan CBET adalah agar peserta didik dan latih mampu mengerjakan tugas dan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Secara khusus, tujuan utama CBET adalah menghasilkan kompetensi dalam menggunakan ketrampilan yang ditentukan untuk pencapaian standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam berbagai pekerjaan dan jabatan. Aplikasi metode pelatihan CBET memerlukan perancangan yang matang dan sesuai dengan kondisi dari peserta didik. Petugas satpol PP menjalankan tugas yang begitu variatif dan memiliki resiko perkerjaan yang tinggi, dimana petugas Satpol PP harus berhadapan dengan masyarakat, khususnya ketika berhadapan dengan masyarakat yang melanggar ketetapan Pemerintah Daerah Prov. DKI Jakarta. Di sisi lain petugas Satpol PP merupakan pelayan masyarakat untuk menjaga ketertiban, maka seorang petugas Satpol PP dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Beban pekerjaan seorang petugas Satpol PP yang cukup tinggi ini tentunya harus diimbangi dengan kemampuan kompetensi yang tinggi yang harus dimiliki oleh seorang petugas Satpol PP. Kesadaran akan kebutuhan kompetensi yang tinggi ini telah nampak pada petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan CBET, hal ini dapat dilihat dari skor petugas Satpol PP Tujuan CBET adalah agar peserta didik dan latih mampu mengerjakan tugas dan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Secara khusus, tujuan utama CBET adalah menghasilkan kompetensi dalam menggunakan ketrampilan yang ditentukan untuk pencapaian standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam berbagai pekerjaan dan jabatan. Aplikasi metode pelatihan CBET memerlukan perancangan yang matang dan sesuai dengan kondisi dari peserta didik. Petugas satpol PP menjalankan tugas yang begitu variatif dan memiliki resiko perkerjaan yang tinggi, dimana petugas Satpol PP harus berhadapan dengan masyarakat, khususnya ketika berhadapan dengan masyarakat yang melanggar ketetapan Pemerintah Daerah Prov. DKI Jakarta. Di sisi lain petugas Satpol PP merupakan pelayan masyarakat untuk menjaga ketertiban, maka seorang petugas Satpol PP dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Beban pekerjaan seorang petugas Satpol PP yang cukup tinggi ini tentunya harus diimbangi dengan kemampuan kompetensi yang tinggi yang harus dimiliki oleh seorang petugas Satpol PP. Kesadaran akan kebutuhan kompetensi yang tinggi ini telah nampak pada petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan CBET, hal ini dapat dilihat dari skor petugas Satpol PP

Pelatihan konvensional berbeda dengan pelatihan CBET, dimana kegiatan pelatihan yang lebih banyak menekankan pada input (masukan berupa misalnya materi, kriteria peserta dan lain lain) dan proses serta produk yang banyak variasi dalam upaya meningkatkan kinerja peserta. Model pelatihan ini karena terlalu banyak variasi kadang-kadang output yang ingin dicapai menjadi tidak terukur. Banyaknya variasi dari hasil (produk) yang dicapai dalam pelatihan konvensional ini menyebabkan peserta pelatihan kurang termotivasi untuk mengikuti pelatihan. Karena perbadaan pencapaian hasil pelatihan pada setiap peserta pelatihan merupakan hal yang wajar, sehingga peserta kurang termotivasi untuk meraih suatu kondisi tertentu sebagai capaian hasil pelatihan. Hal inilah yang kemudian dapat berakibat pada motivasi peserta pelatihan. Seperti terlihat pada tabel 4.7, bahwa sebagian besar (55%) petugas satpol PP yang mengikuti pelatihan konvensional yang memiliki motivasi kerja tinggi berada pada rentangan skor terendah dalam rentangan skor motivasi tinggi.

Memperhatikan pelatihan model konvensional, kriteria keberhasilan selalu ditentukan oleh pihak penyelenggara. Peserta latih hanya menjadi objek pelatihan yang tidak dapat menentukan kehendak yang ingin dicapainya sendiri sebagaimana dalam CBET.

Secara kualitatif dengan memperhatikan hasil analisis variasi dua arah (Two-way ANOVA) pada Tabel 4.18 di atas khususnya nilai F hitung kekuatan pengaruh model pelatihan lebih besar daripada motivasi kerja petugas satpol

PP serta interaksi antar keduanya terhadap kinerja petugas satpol PP. Hal ini dapat dipahami, mengingat motivasi dapat timbul dari dalam (intrinsik) dan luar diri individu (ekstrinsik). Model pelatihan yang diberikan kepada anggota Satpol PP merupakan suatu kondisi lingkungan yang dapat merangsang motivasi ekstrinsik seorang petugas satpol PP. Pelatihan CBET merupakan pelatihan yang lebih menekankan seseorang untuk menguasai bidang kompentesi dalam tugas pekerjaannya. Sehingga, ketika seorang petugas Satpol PP mengikuti pelatihan ini, ia akan termotivasi untuk dapat mengusai kompetensi yang menjadi tuntutan dalam pekerjaannya. Hal ini yang memungkinkan metode pelatihan CBET ini dapat merangsang petugas Satpol PP untuk meningkatkan kinerjanya.

F. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini membuktikan bahwa model pelatihan dan motivasi kerja memberi pengaruh yang signifikan terhadap variasi kinerja petugas Satpol PP. Ditemukan pula bahwa adanya interaksi antara model pelatihan dengan motivasi kerja petugas satpol PP yang diberikan model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja tinggi memiliki potensi kinerja yang lebih berkualitas daripada lainnya. Namun demikian, bagaimanapun terdapat beberapa keterbatasan penelitian sebagai berikut:

1. Dipahami bahwa tidak tertutup kemungkinan adanya faktor-faktor lain disamping model pelatihan dan motivasi kerja, yang mempengaruhi variasi kinerja petugas satpol PP. Misalnya, pada kondisi (iklim kerja) yang berbeda, juga terdapat faktor lain yang lebih dominan berpengaruh 1. Dipahami bahwa tidak tertutup kemungkinan adanya faktor-faktor lain disamping model pelatihan dan motivasi kerja, yang mempengaruhi variasi kinerja petugas satpol PP. Misalnya, pada kondisi (iklim kerja) yang berbeda, juga terdapat faktor lain yang lebih dominan berpengaruh

2. Ditinjau dari sisi jumlah cakupan sampel, sangat mungkin dengan cakupan sampel lebih luas, namun penelitian ini tentu akan berbeda pula. Artinya, dengan jumlah responden yang lebih besar ada kemungkinan hasil penelitiannya berbeda. Hal inilah yang menjadikan hasil penelitian ini menjadi terbatas referensinya.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh beberapa temuan penelitian sebagai berikut: Pertama, Secara keseluruhan kinerja petugas Satpol PP yang diberikan model pelatihan Competence Based Education and Training (CBET) lebih tinggi daripada kelompok petugas Satpol PP yang diberikan model pelatihan Konvensional. Dengan demikian untuk meningkatkan kinerja petugas satpol PP, diperlukan pemberian model pelatihan Competence Based Education and Training (CBET).

Kedua, Bagi petugas satpol PP yang memiliki motivasi kerja tinggi, kinerja petugas Satpol PP yang diberikan model pelatihan Competence Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dari pada petugas Satpol PP yang diberi model pelatihan konvensional. Dengan demikian, untuk meningkatkan kinerja petugas Sapol PP yang memiliki motivasi kerja tinggi perlu diberikan model pelatihan Competence Based Education and Training (CBET).

Ketiga, Bagi petugas Satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah, kinerja petugas Satpol PP yang diberikan model pelatihan Competence Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dari pada petugas Satpol PP yang diberi model pelatihan konvensional. Dengan demikian, untuk meningkatkan kinerja petugas Sapol PP yang memiliki motivasi kerja rendah Ketiga, Bagi petugas Satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah, kinerja petugas Satpol PP yang diberikan model pelatihan Competence Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dari pada petugas Satpol PP yang diberi model pelatihan konvensional. Dengan demikian, untuk meningkatkan kinerja petugas Sapol PP yang memiliki motivasi kerja rendah

Dari hasil temuan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan kinerja petugas Satpol PP dapat dilakukan melalui kegiatan penerapan model pelatihan Competence Based Education and Training (CBET) dengan mempertimbangkan motivasi kerja Petugas satpol PP.

B. Implikasi

Dari hasil analisis data yang dihasilkan dalam penenlitian ini telah terbukti bahwa model pelatihan Competence Based Education Training (CBET) dapat meningkatkan kinerja dan motivasi Petugas Satpol PP di Provinsi DKI Jakarta sehingga secara statistik dapat dikatakan hubungan yang signifikan dan bersifat positif. Implikasi dari pelatihan Competence Based Education Training (CBET) adalah dengan memberikan sertifikasi kepada petugas satpol PP yang telah memiliki kemampuan dan sikap yang sesuai dengan standar dalam menerapkan tugas pokok dan fungsinya kedalam kegiatan area tugas di lapangan. Sertifikasi ini merupakan alat yang digunakan untuk menunjukkan bahwa seorang petugas satpol PP yang telah mengikuti proses sertifikasi dapat menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan yang baik dan sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Proses sertifikasi ini hendaknya dilaksanakan melalui program pelatihan yang selanjutnya diadakan penilaian (assessment). Hasil penilaian dari proses sertifikasi ini adalah diketahuinya level kompetensi dari setiap petugas satpol PP.

C. Saran

1. Dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di lingkungan satpol PP Provinsi DKI Jakarta sebaiknya menggunakan metode Pelatihan Comptence Based Education Learning (CBET) karena sudah terbukti dapat meningkatkan kinerja dan motivasi karyawan secara signifikan.

2. Model Pelatihan Competence Based Education Learning (CBET) dilakakukan dalam berbagai level untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam mengembangkan sumber daya manusia di satpol PP Provinsi DKI Jakarta.

3. Melakukan pelatihan untuk Instruktur Model Pelatihan Competence Based Education Learning (CBET) kepada pegawai terseleksi sehingga dapat melakukan pelatihan secara internal. Hal ini penting mengingat bahwa jumlah pegawai di satpol PP Provinsi DKI Jakarta berjumlah ribuan orang, sehingga diperlukan percepatan dalam mengembangkan potensi sumber daya manusia di satpol PP.

4. Melakukan program sertifikasi bagi petugas satpol PP. Sehingga melalui program ini dapat merangsang petugas satpol PP untuk meningkatkan kualitas dirinya sendiri. Sertifikasi ini mengacu kepada pelaksanaan tugas dan fungsi pokok dari petugas satpol PP.