261936893 Agus Sutiyono Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja pdf

PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI (COMPETENCE BASE EDUCATION AND

TRAINING) DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA

PETUGAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

Studi Experimen pada Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta

AGUS SUTIYONO No. Reg. 7627070790

Disertasi yang Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mendapatkan Gelar Doktor PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2010

ABSTRAK

Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competence Base Education and Training) dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Studi Experimen pada Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta)

Secara operasional penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kinerja antara petugas Satpol PP yang mengikuti model pendidikan dan pelatihan dengan mempertimbangkan motivasi kerja Petugas Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Hasil hipotesis penelitian menunjukkan bahwa: (1) motivasi kerja mempengaruhi kinerja petugas Satpol PP (2) bentuk Pelatihan CBET mempengaruhi kinerja petugas Satpol PP. Ini berarti perbedaan bentuk Pelatihan dalam CBET menentukan variasi atau keberagaman kinerja petugas Satpol PP; (3) interaksi antara model pelatihan dan motivasi kerja menentukan variasi atau keberagaman kinerja petugas Satpol PP; (4) terdapat perbedaan antara Kinerja Petugas Satpol PP yang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja tinggi adalah lebih tinggi dari pada kinerja petugas satpol PP yang diberi model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi kerja tinggi.

Penelitian dilakukan pada bulan November 2008 sampai dengan April 2009 di Dinas Ketentraman dan Ketertiban (Tramtib) DKI Jakarta dengan penelitian metode quasi eksperimen. Sampel diambil dengan teknik stratified cluster random sampling. Untuk kelompok pelatihan konvensional dan metode CBET ditentukan sampel sejumlah 40 orang, sehingga total sampel adalah 80 orang responden.

Hasil temuan tentang pengaruh Pelatihan Competence Base Education and Training (CBET) dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas Satuan Polisi Pamong Praja menunjukkan Pertama, bahwa kinerja petugas satpol PP yang diberi pelatihan CBET lebih tinggi daripada kinerja petugas Satpol PP yang diberi pelatihan konvensional, dengan nilai F hitung sebesar 305,6247 lebih besar dari

F tabel sebesar 7,01 dengan taraf signifikansi 0,01 (F hitung = 305,6247 > F tabel (0,01)(1;76) = 7,01), Kedua, Terdapat pengaruh interaksi antara model pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja petugas satpol PP, dengan nilai F hitung sebesar 4,3907 lebih besar dari F tabel sebesar 3,97 dengan taraf signifikansi 0,05 (F hitung = 4,3907 > F tabel (0,05)(1;76) = 3,97. Ketiga, Kinerja Petugas Satpol PP yang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja tinggi lebih tinggi dari pada kinerja petugas satpol PP yang diberi model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi kerja tinggi dengan nilai F hitung sebesar 119,8039 lebih besar dari F tabel sebesar 7,35 dengan taraf signifikansi 0,01 (F hitung = 119,8039 > F tabel (0,01)(1;38) = 7,35). Keempat, kinerja petugas Satpol PP yang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja rendah adalah lebih tinggi dari pada kinerja petugas satpol PP yang diberi model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi kerja renda, dengan nilai F hitung sebesar 105,769 lebih besar dari F tabel sebesar 7,35 dengan taraf signifikansi 0,01 (F hitung = 105,769 > F tabel (0,01)(1;38) = 7,35)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai dijadikan landasan untuk menyusun konsep dan strategi baru dalam pengembangan pendidikan dan pelatihan petugas satpol PP guna mempersiapkan personil SDM dengan kompetensi yang memadai dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dari petugas Satpol PP.

ABSTRACT

THE EFFECT OF COMPETENCE BASED EDUCATION AND TRAINING (CBET) AND WORK MOTIVATION ON CIVIL SERVANTS’ WORKS (An Experimental Study Towards Civil Servants in Jakarta)

Operationally, this research aimed to find out the differences in working of civil servants who join the training and education by considering their work motivation in Jakarta.

The result of this research hypothesis shows that (1) the motivation in working influences the civil servants’ work; (2) the form of CBET training influences the civil servants’ work. It means that there is a different form of

training in CBET that can determine variations o n civil servants’ work; (3) the interaction between the training model and the work motivation determine

variations in civil servants’ work; (4) there are differences between the civil servants who join the CBET training and the civil servants who do not. The civil servants who join the CBET training have higher motivation in working and vise versa.

This reasearch conducted on November 2008 until April 2009 at Dinas Ketentraman dan Ketertiban DKI Jakarta by using quation experiment method. Research samples taken by using stratified cluster random technique. For the members of conventional training and CBET method, 40 people are taken as samples, therefore the total samples are 80 people.

The results finding about Competence Based Education and Training (CBET) and work motivation toward civil servants’ work show first, the work of civil servants that join CBET training are higher than civil servants’s work that join

a conventional training, with F counting 305,6247, higher than 7,01 F table with 0,01 signification (F counting = 305,6247 > F table (0,01)(1;76) = 7,01). Second, there is an influence between the training model and work motivation towards civil servants’ work with F counting 4,3907 which is higher than 3,97 F tabel with 0,05 signification level (F counting = 4,3907 > F table (0,05)(1;76) = 3,97. Third, the work of civil servants that join CBET training and have higher motivation in working, are higher than civil servants’s work that join a conventional training with high motivation in working, with F counting 119,8039 > F tablel (0,01)(1;38) = 7,35). Fourth, the work of civil servants who join CBET training and have low motivation in working is still higher than the work of civil servants who join the conventional training with low motivation too, with 105,769 which is higher than 7,35 F table with 0,01 signification (F counting = 105,769 > F table (0,01)(1;38) = 7,35). The result of this research is hoped can be used as a guidence to produce a new concept and strategy in education development and training toward civil servants. This research is also hoped can design human resources with high competency in running their primary duties and functions as civil servants.

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada ALLAH yang telah melimpahkan hamat dan hidayah-Nya, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ditulis sedagai syarat untuk menempuh ujian dan memperoleh gelar doktor di Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.

Sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih atas selesainya disertasi ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada Prof. Dr. Made Putrawan, M.Pd selaku promotor utama dalam penulisan disertasi, beliau telah menginspirasi saya untuk dapat berbuat yang terbaik dalam displin ilmu yang saya tekuni. Jadilah terus inspirator untuk kesuksesan dan kebahagiaan orang lain. Kepada Prof. Dr. Bedjo Sujanto, M.Pd, Rektor Universitas Negeri Jakarta yang bukan hanya menjadi Co promotor dalam menyelesaikan studi ini tetapi juga motivator dan postur yang membakar semangat dan antusias saya untuk saya dapat menyelesaikan program S3 ini. Beliau selalu menjadi penyemangat dalam begitu banyak hal dalam kehidupan saya. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Djaali, Direktur PPs UNJ, yang telah memberikan bimbingan dan pengetahuan yang amat berharga bagi penulis. Kepada Prof. Dr. Mukhlis R. Luddin, MA, penulis sampaikan terima kasih atas bantuan dan arahannya yang amat berharga dalam penyelesaian disertasi ini.

Terima kasih kepada Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi DKI Jakarta atas kerja samanya sehingga pengambilan data penelitian dapat berjalan dengan lancar. Kepada segenap pimpinan Satuan Polisi Pamong Praja Terima kasih kepada Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi DKI Jakarta atas kerja samanya sehingga pengambilan data penelitian dapat berjalan dengan lancar. Kepada segenap pimpinan Satuan Polisi Pamong Praja

Ayahku (Bapak Karnomo Alm,), Nenek ku (Biyung), Ibu ku, Istriku dan Anakku yang selalu memberi warna dan jejak yang jelas dalam pengabdian terbaik untuk masyarakat. Gelar ini penulis dedikasikan untuk perjuangan yang Nenek/Bapak/Ibu/Istri dan anak yang telah mendukung dengan sabar, tekun sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini dengan baik. Begitu banyak teman, sahabat yang terus menginspirasi penulis untuk terus dapat melakukan yang terbaik dalam perjalanan hidup ini.

Dr.Karnadi, M,Si, Dr.Maruf Akbar, Prof.Dr.Mulyono,M.Pd terima kasih atas semua support yang Bapak berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Tuhan telah mengirimkan semua orang-orang yang selalu memberikan penulis semangat untuk memberikan yang terbaik. Kepada semua pihak yang sangat intens memberikan support penulis sampaikan terima kasih, ALLAH Maha Penyayang yang akan memberikan dan membalas semua kebaikan yang telah dilakukan.

Jakarta, Januari 2010

Penulis,

DAFTAR ISI

1 Kata Pengantar

Abstrak

4 Daftar Isi

6 Daftar Tabel

8 Daftar Gambar

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Identifikasi Masalah

C. Pembatasan Masalah

D. Rumusan Masalah

E. Kegunaan Hasil Penelitian

BAB II ACUAN TEORITIK, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kerangka Teori

2. Pendidikan dan Pelatihan

3. Motivasi Kerja

B. Hasil Penelitian yang relevan

C. Kerangka Berfikir

D. Hipotesis Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

B. Tempat dan Waktu Penelitian

C. Metode dan Desain Penelitian

D. Populasi dan Sample

E. Instrumen Penelitian

F. Ujicoba Instrumen

81

G. Teknik Analisis Data

81

H. Hipotesis Statistik

83

BAB IV HASIL PENELITIAN

83

A. Deskripsi Hasil Penelitian

96

B. Pengujian Persyaratan Analisis Data

C. Pengujian Hipotesa 104

D. Interpretasi Hasil Penelitian 110

E. Pembahasan 110

F. Keterbatasan Penelitian 114

BAB IV KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

116

A. Kesimpulan 116

B. Implikasi 117

C. Saran 118 Daftar Pustaka

119 Biografi Penulis

121

DAFTAR TABEL TABEL KETERANGAN HAL

Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Kinerja

29 Tabel 2.2

55 Tabel 3.1

Dimensi dan Indikator Motivasi Kinerja

66 Tabel 3.2.

Rancangan Faktorial A x B

68 Tabel 3.3.

Sampel Penelitian

71 Tabel 3.4

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

73 Tabel 3.5

Skala Likert

74 Tabel 3.6

Hasil Uji Validitas Instrumen Motivasi Kerja

76 Tabel 3.7

Hasil Uji Validitas Instrumen Kinerja

77 Tabel 3.8

Hasil Analisis Reliabilitas

78 Tabel 4.1

Hasil Analisis Reabilitas

81 Education and Training petugas satpol PP (A1) Tabel 4.2

Distribusi frekuensi skor Model Competence based

83 Konvensional petugas satpol PP (A2) Tabel 4.3

Distribusi frekuensi skor Model Pelatihan

84 PP yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (B1) Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol

Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Kerja Petugas

86 Satpol PP yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (B2)

Tabel 4.5

Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang

mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja

TABEL KETERANGAN HAL

Tinggi (A1B1). Tabel 4.6

Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang

mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A1B2).

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang

mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A2B1)

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang

mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A2B2)

Tabel 4.9 Rekapitulasi Deskripsi Data Rata-Rata Model

Pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja petugas satuan polisi pamong praja

Tabel 4.10 Tests of Normality

Tabel 4.11

Rekapitulasi Deskripsi Uji Normalitas Kinerja

Petugas Satpol Pp Berdasarkan Model Pelatihan Dan Motivasi Kerja .

Tabel 4.12

98 Test of Homogeneity of Variances

Tabel 4.13 ANOVA

Tabel 4.14

Test of Homogeneity of Variances 100

Tabel 4.15 ANOVA 100 Tabel 4.16

Test of Homogeneity of Variances 101 Tabel 4.17

ANOVA 101

TABEL KETERANGAN HAL

Tabel 4.18 Tests of Between-Subjects Effects 103 Tabel 4.19

Perbandingan Skor Rata-rata 107 Kinerja Petugas Satpol PP

DAFTAR GAMBAR

Gambar Keterangan Hal

Gambar 2.1 Indikator Kinerja

24 Gambar 4.1

82 petugas satpol PP (A1) Gambar 4.2

Skor Model Competence based Education and Training

83 Gambar 4.3

Skor Model Konvensional Petugas Satpol PP (A1)

Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP

85 yang memiliki Motivasi Tinggi (B1)

Gambar 4.4 Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP

86 yang memiliki Motivasi Rendah (B2) Gambar 4.5

Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model

88 Competence based Education and Training yang memiliki

Motivasi Kerja Tinggi (A1B1) Gambar 4.6

Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti

89 pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A1B2).

Gambar 4.7 Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan

91 Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A2B1).

Gambar 4.8 Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan

92 Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A2B2).

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Memasuki era otonomi daerah tahun 2003, terjadi perbagai perubahan mendasar dalam kehidupan masyarakat. Arus perubahan yang tidak menentu menjadikan masyarakat kehilangan pijakan, sehingga memunculkan berbagai kecenderungan pelanggaran tatanan hidup kemasyarakatan. Mengantisipasi hal tersebut peran tugas dan fungsi lembaga-lembaga pemerintahan khususnya penatalaksana penegakan hukum dan ketertiban, diharapkan mampu mengantisipasi perubahan dimaksud sesuai dengan amanat Undang-Undang Pemerintah Daerah Nomor 22 Tahun 1999, Pasal 120 yang mengatur tentang

keberadaan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). 1 Pengarusutamaan Satpol PP ditekankan pada upaya dalam membina

ketenteraman ketertiban masyarakat (tramtibmas), memberi peringatan dini dan penanggulangan pemeliharaan tramtibmas. penegakan peraturan daerah (perda) yang harus ditaati oleh semua pihak dengan kewenangan prosedural. Upaya ini diwujudkan dalam bentuk sistem perlindungan masyarakat, dimana kepentingan masyarakat sebagai hal yang utama. Kepentingan utama dimana pendekatan pengayoman, pencegahan, pembinaan hingga penindakan atas pelanggaran peraturan yang berlaku dalam masyarakat.

1Undang-undang Pemerintah Daerah Nomor 22 Tahun 1999, (Jakarta: Departemen Dalam

Menatalaksanakan tugas-tugas atas kewenangan tersebut, Satpol PP selalu berpijak pada protab dalam sistem yang telah baku dimana mengikat keberadaan dari Satpol PP untuk bertindak dalam kerangka kewenangan prosedural yang harus jelas dan terukur. Kerangka yang menjadi pijakan bagi petugas untuk mejalankan tugas pelayanan sehari-hari.

Keberadaan Satpol PP di DKI Jakarta, saat ini diperkirakan lebih 8.000 personel terdiri dari laki-laki dan perempuan yang tersebar di lima wilayah yaitu:

Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat 2 . Hanya saja yang sudah ditetapkan secara resmi dalam Surat Keputusan

Gubernur DKI Jakarta sampai dengan tahun 2003 belum ada separuhnya, sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Suatu jumlah yang sangat tidak memadai untuk melakukan layanan perlindungan dan upaya penegakan peraturan daerah. Dimana perbandingan idealnya adalah 1:900, untuk menjangkau luas wilayah DKI 661,260Km2 dengan kuantitas penduduk

diperkirakan 12.000.000 jiwa. 3 Memenuhi harapan masyarakat atas upaya perlindungan dan

ketertiban, merupakan tantangan tersendiri bagi kelembagaan Satpol PP, khususnya aparat/petugas satpol PP itu sendiri dalam memenuhi tugas pokok dan fungsinya. Dimana perlu didukung oleh kualitas sumber daya optimal, anggaran operasional dan sarana prasarana aparat Satpol PP yang memadai.

Sumber daya manusia, anggaran operasional dan sarana prasarana aparat memiliki sisi lemah terutama berkenaan dengan kemampuan skill dan

3 Berita Jakarta.Com, Media On Line DKI Jakarta, Jakarta 26.09.2007, diunduh 15 Maret 2009.

manajerial khususnya pemahaman, pendalaman pengetahuan indikator aspek hukum dalam menjalankan tugas-tugas di lapangan. Faktor-faktor penyebab utamanya adalah minimnya kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh petugas Satpol PP. Ketersediaan sumber daya manusia yang maksimal belum dapat dipenuhi dalam sistem perekrutan aparat. Belum adanya standar layanan minimal sampai dengan saat ini menyulitkan ruang gerak petugas Satpol PP. Sistem tata kerja kelembagaan yang ada masih belum sinergis dari hulu hingga hilir, dimana menempatkan petugas Satpol PP sebagai ujung tombak dalam menyelesaikan suatu permasalahan pada sisi hilirnya, tanpa pelibatan proses sejak awal.

Kurangnya alokasi rutin yang dianggarkan oleh Anggaran Pembangunan Belanja daerah (APBD), operasionalisasi kegiatan lebih bersifat projektif, akibatnya sarana dan prasarana yang bersifat fasilitas keperluan dinas belum memadai. Petugas Satpol PP pada umumnya memiliki status kepegawaian yang masih bersifat honorer dengan gaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR) nasional.

Tugas operasional lapangan dan penetapan sanksi masih menjadi kendala bagi petugas Satpol PP. Hambatan pelaksanaan tugas aparat Satpol PP di luar anggaran rutin umumnya pada pelaksanaan tugas penertiban, terutama masih banyaknya oknum tertentu yang melindungi pelaku-pelaku pelanggar Perda yang kebanyakan pada sektor hiburan malam dan prostitusi. Sementara itu penerapan sanksi yang bersifat pemaksaan terkendala oleh aturan hukum akibat otoritas yang terbatas khususnya menyangkut sanksi penangkapan, penahanan dan kurungan.

Berkaitan dengan kesulitan tugas di lapangan, tugas aparat satpol PP dilapangan perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah daerah. Selain pengetahuan tentang hukum Dinas Tramtib, petugas juga harus dibekali dengan pengetahuan yang luas tentang masalah kemasyarakatan termasuk di dalamnya kemampuan penanggulangan penyakit masyarakat (patologi sosial) seperti masalah alkoholisme, kenakalan remaja, miras, gelandangan, dan pelacuran. sehingga ungkapan ketidaktahunan tentang berbagai fenomena sosial di dalam masyarakat terutama di kota yang menjadi wilayah tugasnya dapat dihindari dan diantisipasi dengan tepat.

Petugas Satpol PP bukan hanya semata merupakan kekuasaan belaka. Namun lebih sebagai pengayom, pencegah maupun penegak perlindungan dan ketertiban. Petugas satpol PP dituntut untuk dapat melindungi masyarakat dari kekerasan yang berujung pada pelanggaran HAM. Tingkat kemajuan masyarakat yang tinggi diiringi dengan kecenderungan munculnya segala bentuk ketidakadilan, kesenjangan dan distorsi. Sehingga bila harapan masyarakat tidak dapat dipenuhi, tersalurkan dan terselesaikan secara memadai, akan dapat menyebabkan gejolak emosional, kerusuan sosial dan gangguan ketentraman dan ketertiban masyarakat. Berbagai kecenderungan tersebut memunculkan krisis kepercayaan dan mengakibatkan menurunnya kewibawaan pemerintah. Sehingga respon dalam menangkal berbagai friksi sosial yang terjadi di masyarakat menjadi sangat rendah.

Masyarakat tidak dapat begitu saja menyerahkan sepenuhnya upaya pemenuhan keamanan, perlindungan dan ketertiban pada petugas Satpol PP. Masyarakat juga berkewajiban untuk turut serta secara aktif dalam Masyarakat tidak dapat begitu saja menyerahkan sepenuhnya upaya pemenuhan keamanan, perlindungan dan ketertiban pada petugas Satpol PP. Masyarakat juga berkewajiban untuk turut serta secara aktif dalam

Kebersamaan yang sinergis antara masyarakat dan pemerintah menjadikan petugas Satpol PP lebih bersemangat dan bertanggung jawab dalam penegakan perda. Satpol PP sebagai satuan organisasi perlu memilliki kemampuan untuk menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan segala daya dan potensi sumber daya secara optimal. Kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang terfokus pada peningkatan kompetensi yang semestinya dimiliki oleh setiap petugas untuk dapat lakukan tugas tanggung jawab dan fungsinya sebagai pengayom masyarakat. Melalui assesment dari hulu sampai hilir, didukung pendidikan dan pelatihan yang berbasis kompetensi akan mengarahkan seseorang pada kemampuan standart, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada persesuaian kompetensi terhadap kebutuhan pengembangan organisasi.

Kebutuhan akan pengembangan diri dan organisasi dapat dimotivasi dari diri sendiri, dengan upaya memperoleh kebebasan dan otonomi untuk menumbuhkan semangat kerja. Pimpinan yang tanggap akan dapat mengetahui motivasi dari bawahannya, sehingga dapat membuka jalan menuju produktivitas kerja yang diharapkan organisasi. sehingga akan mendorong motivasi, semangat kerja dan meningkatkan prestasi dan produktivitas kerja, serta meningkatkan antusias kebersamaan dalam menjalankan tugas-tugas perorangan dan Kebutuhan akan pengembangan diri dan organisasi dapat dimotivasi dari diri sendiri, dengan upaya memperoleh kebebasan dan otonomi untuk menumbuhkan semangat kerja. Pimpinan yang tanggap akan dapat mengetahui motivasi dari bawahannya, sehingga dapat membuka jalan menuju produktivitas kerja yang diharapkan organisasi. sehingga akan mendorong motivasi, semangat kerja dan meningkatkan prestasi dan produktivitas kerja, serta meningkatkan antusias kebersamaan dalam menjalankan tugas-tugas perorangan dan

Motivasi dapat ditempatkan sebagai bagian yang fundamental dari kegiatan manajemen. Seseorang yang termotivasi dalam melakukan pekerjaannya, maka dengan sendirinya kinerja seseorang tersebut dengan sendirinya akan meningkat juga. Memenuhi harapan tersebut, kinerja petugas satpol PP perlu didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai. Kualitas sumber daya manusia dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan yang baik. Salah satunya adalah melalui Competency Based Education and Training (CBET).

Melalui Competency Based Education and Training (CBET) diharapkan dapat meningkatkan motivasi petugas Satpol PP dan meingkatkan kinerja dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak perlindungan dan ketertiban. Motivasi yang ada pada petugas satpol PP harus senantiasa dipacu, karena tanpa motivasi kerja yang tinggi yang dilakukan oleh organisasi belumlah optimal. Masih perlu ditingkatkan agar memberikan kinerja yang baik dilapangan. Kinerja yang baik tentunya harus ditunjang oleh kualitas SDM yang baik. Sehingga dipandang perlu untuk meningkatkan kompetentisi petugas satpol PP. Sehingga dapat diketahui sejauhmana Competency Based Education and Training (CBET) dan motivasi berpengaruh terhadap peningkatan kinerja. Sehingga melalui penelitian ini akan menemukan relevansinya.

B. Identifikasi Masalah

Mengacu pada konsep otonomi daerah yang diamanatkan Undang Undang No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintah Daerah. Pasal 120 menekankan pada keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), yang bertugas membina ketenteraman ketertiban masyarakat, memberi peringatan dini, pemeliharaan, penanggulangan, dan penegakan peraturan daerah (perda) yang harus ditaati oleh semua pihak dengan kewenangan prosedural dimana mengacu pada kepentingan terbaik untuk masyarakat.

Mengacu pada pemahaman diatas, maka penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Bagaimana mengembangkan kualitas sumber daya petugas Satpol PP?

2. Bagaimana strategi yang dapat digunakan dalam mengembangkan kualitas sumber daya petugas Satpol PP?

3. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam mengembangkan kualitas sumber daya petugas Satpol PP?

4. Bagaimana meningkatkan kinerja petugas Satpol PP?

5. Bagaimana strategi yang dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas kinerja petugas Satpol PP?

6. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas kinerja petugas Satpol PP?

7. Bagaimana mengembangkan motivasi petugas Satpol PP dalam melaksanakan tupoksinya?

8. Bagaiman strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan motivasi petugas Satpol PP dalam melaksanakan tupoksinya?

9. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam mengembangkan motivasi kerja petugas Satpol PP?

10. Bagaimana pengaruh pendekatan competency-based education and training (CBET) terhadap peningkatan kinerja petugas Satpol PP ?

11. Bagaimana pengaruh pendekatan competency-based education and training (CBET) terhadap pengembangan motivasi petugas Satpol PP ?

12. Bagaimana pengaruh pendekatan Competency-based Education and Training (CBET) terhadap peningkatan kinerja petugas Satpol PP perempuan ?

13. Bagaimana pengaruh pendekatan competency-based education and training (CBET) terhadap pengembangan motivasi petugas Satpol PP perempuan ?

14. Apakah terdapat korelasi antara pendekatan Competency-based education and training (CBET), terhadap pengembangan motivasi petugas Satpol PP perempuan ?

C. Pembatasan masalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pembahasan tentang pengaruh motivasi dan pelatihan terhadap kinerja petugas Satpol PP didalam lingkup Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

D. Perumusan Masalah

Dari identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka dalam penelitian ini perumusan masalah dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan kinerja antara petugas satpol PP yang mengikuti model pelatihan Competency Based Education and Training (CBET) dengan model pelatihan konvensional ?

2. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja petugas satpol PP ?

3. Apakah kinerja petugas Satpol PP yang memiliki motivasi kerja tinggi dan mengikuti pelatihan model Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dibandingkan kinerja satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti pelatihan konvensional ?

4. Apakah kinerja petugas Satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah dan mengikuti model pelatihan konvensional lebih tinggi daripada kinerja petugas satpol PP yang memiliki motivasi rendah dan mengikuti Competency Based Education and Training (CBET)?

E. Kegunaan hasil penelitian

Penelitian ini baik secara teoritis maupun praktis mempunyai berbagai manfaat sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritik Hasil penelitian dapat dijadikan landasan untuk menyusun konsep dan strategi baru dalam pengembangan pendidikan dan pelatihan petugas satpol PP guna mempersiapkan personil SDM yang memadai dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dari petugas Satpol PP.

2. Kegunaan Praktis Penelitian yang dilakukan di Dinas Satpol PP provinsi DKI ini diharapkan dapat memberikan masukkan atau rekomendasi khususnya kepada pihak manajemen dalam peningkatan kompetensi petugas Satpol PP yang lebih baik di masa yang akan datang dengan mengutamakan kepentingan terbaik untuk masyarakat.

BAB II KERANGKA TEORITIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

Acuan teori yang merupakan landasan konseptual dalam penelitian menekankan pada kajian tentang kinerja, model pendidikan dan pelatihan, serta motivasi petugas Satpol PP.

A. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Satpol PP merupakan perangkat aparat pelaksana layanan perlindungan dan penegak hukum dalam konteks institusi ketenteraman dan ketertiban (tramtib) di lingkungan dimana ditugaskan. Kinerja Satpol PP mengacu pada tugas pokok dan fungsinya sebagai pembina ketenteraman ketertiban masyarakat (tramtibmas), pemberi layanan perlindungan, pemberi peringatan dini dan penanggulangan pemeliharaan tramtibmas, dan penegak peraturan daerah (perda). Secara keseluruhan ruang geraknya dijiwai untuk kepentingan terbaik bagi masyarakat, dan sesuai dengan tatanan nilai yang berlaku dalam masyarakat secara umum. Tuntutan tugas aparat Satpol PP yang bagitu luas ini tentu merupakan suatu beban kerja tersendiri. Kuantitas beban kerja yang demikian berat tentunya merupakan permasalahan kinerja yan spesifik bagi aparat satpol PP.

Karena tentunya suatu organisasi, dalam hal ini Satpol PP sangat menginginkan adanya peningkatan kinerja sesuai dengan standar yang Karena tentunya suatu organisasi, dalam hal ini Satpol PP sangat menginginkan adanya peningkatan kinerja sesuai dengan standar yang

Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun dengan mengedepankan kapasitas sumber daya. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan sumberdaya manusianya akan mempengaruhi sikap dan perilaku sumber daya tersebut dalam menjalankan kinerja.

Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan, konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi sehingga seseorang berupaya untuk melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja harus dapat diejawantahkan sebagai apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya.

Fremont dalam internet Journal (2000) memberikan konsep umum tentang prestasi adalah kinerja = f (kesanggupan, usaha dan kesempatan). Persamaan ini menampilkan faktor atau variabel pokok yang menghasilkan prestasi, mereka adalah masukan (inputs) yang jika digabung, akan

menentukan hasil usaha perorangan dan kelompok. Kesanggupan (ability) adalah fungsi dari pengetahuan dan skill manusia dan kemampuan teknologi. Ia memberikan indikasi tentang berbagai kemungkinan prestasi. Usaha (effort) adalah fungsi dari kebutuhan. Sasaran, harapan dan imbalan. Besar kemampuan terpendam manusia yang dapat direalisir itu bergantung pada tingkat motivasi individu dan/atau kelompok untuk mencurahkan usaha fisik dan mentalnya. Tetapi tak akan ada yang terjadi sebelum manajer memberikan kesempatan (opportunity) kepada kesanggupan dan usaha individu untuk dipakai dengan cara-cara yang bermakna. Prestasi organisasi adalah hasil dari sukses individu dan kelompok dalam mencapai sasaran yang relevan.

Pada organisasi atau unit kerja di mana input dapat teridentifikasi secara individu dalam bentuk kuantitas misalnya pabrik jamu, indikator kinerja pekerjaannya dapat diukur dengan mudah, yaitu banyaknya output yang dicapai dalam kurun waktu tertentu. Namun untuk unit kerja kelompok

atau tim, kinerja tersebut agak sulit, dalam hubungan ini Simamora 4 (1995 : 132) mengemukakan bahwa kinerja dapat dilihat dari indiktor-indikator

sebagai berikut : 1) keputusan terhadap segala aturan yang telah ditetapkan organisasi, 2) Dapat melaksanakan pekerjaan atau tugasnya tanpa kesalahan (atau dengan tingkat kesalahan yang paling rendah), 3) Ketepatan dalam menjalankan tugas.

4 Anoraga, Panji dan Sri Suyati. 1995. Perilaku Keorganisasian.Cetakan Pertama. Penerbit Dunia Pustaka

Ukuran kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke dalam penilaian perilaku secara mendasar meliputi: (1) kualitas kerja; (2) kuantitas kerja; (3) pengetahuan tentang pekerjaan; (4) pendapat atau pernyataan yang disampaikan; (5) keputusan yang diambil; (6) perencanaan kerja; (7) daerah organisasi kerja.

Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi. Sehubungan dengan itu maka upaya untuk mengadakan penilain kinerja merupakan hal yang sangat penting.

Kinerja mempunyai hubungan yang erat dengan masalah produktivitas, karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi. Jadi untuk mendapatkan gambaran tentang kinerja seseorang, maka perlu pengkajian khusus tentang kemampuan dan motivasi. Faktor- faktor utama yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan kemauan. Memang diakui bahwa banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga tetap tidak menghasilkan kinerja. Demikian pula halnya banyak orang mau tetapi tidak mampu juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa- apa.

Senada dengan pemahaman diatas, Mangkunegara berpendapat bahwa kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang Senada dengan pemahaman diatas, Mangkunegara berpendapat bahwa kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang

dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Irawan yang mengemukakan bahwa kinerja merupakan satu-satunya petunjuk yang dapat kita percayai untuk menyimpulkan apakah suatu organisasi, unit atau pegawai sukses atau gagal, berprestasi

atau tidak. 6 Menurut Hariandja kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan

oleh pegawai atau perilaku nyata yang dinyatakan sesuai dengan perannya dalam organisasi atau instansi. 7 Sedangkan Husein mendefinisikan kinerja

sebagai hasil kerja yang dicapai seseorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya yang dibebankan kepadanya. 8

Handoko mendefinisikan kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya

yang didasarkan atas kecakapan pengalaman dan kesungguhan waktu. 9 Sedangkan definisi kinerja menurut Gomes adalah ungkapan seperti out

Mangkunegara, Anwar P., Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, (PT. Refika Aditama, 6 Bandung: 2005), hlm. 9.

7 Irawan, Prasetya et.al, Manajemen Sumber Daya Manusia, (STIA-LAN: Jakarta, 2002), hlm. 11. Hariandja, Marihot Tua Efendi,Drs.,M.Si., Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan,

Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan Produktivitas Pegawai, Edisi I, Cetakan 8 ketiga, (Bumi Aksara, Jakarta: 2005), hlm. 195.

Husein, Umar. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, Edisi Revisi, (Gramedia Pustaka 9 Utama, Jakarta: 2002), hlm. 14.

Handoko T. Hani, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, (BPFE, Yogyakarta: Handoko T. Hani, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, (BPFE, Yogyakarta:

Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha organisasi untuk mencapai tujuannya, sehingga berbagai kegiatan harus dilakukan orgisasi atau instansi untuk meningkatkannya. Salah satu diantaranya adalah melalui penilaian kinerja. Menurut Efendi Hariandja Penilaian kinerja merupakan salah satu proses organisasi atau instansi

dalam menilai kinerja pegawainnya 11 . Tujuan dilakukannya penilaian kinerja secara umum adalah untuk memberikan feedback kepada pegawai dalam

upaya memperbaiki tampilan kerja dan upaya meningkatkan produktivitas organisasi. Secara khusus dilakukan dengan berbagai kebijaksanaan terhadap pegawai seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan latihan.

Dikemukakan oleh Tika bahwa kinerja adalah hasil-hasil fungsi pekerjaan (motivasi, kecakapan, persepsi peranan) seseorang dalam suatu organisasi atau instansi yang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk

mencapai tujuan organisasi atau instansi. 12 Berkaitan dengan motivasi kerja, Victor Vroom yang dikutip dalam Efendi Hariandja tentang teori

motivasi expentansi, mengatakan bahwa salah satu unsur penting dalam motivasi adalah adanya kemungkinan bahwa seseorang dapat mencapai kinerja yang diharapkan, yang disebut dengan expectancy, disamping adanya hubungan yang jelas antara kinerja dengan reward/imbalan yang

11 Mangkunegara, Op Cit, hlm. 9. 12 Hariandja, Op Cit, hlm. 195.

Moh. Pabundu Tika, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan (Bumi Aksara, Moh. Pabundu Tika, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan (Bumi Aksara,

Kinerja di dalam suatu organisasi dilakukan oleh segenap sumber daya manusia dalam organisasi atau instansi, baik unsur pimpinan maupun pekerja. Banyak sekali aspek maupun faktor yang dapat mempengaruhi sumberdaya manusia dalam menjalankan kinerjanya. Adapun aspek-aspek

standar pekerjaan menurut Mangkunegara 14 terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek kualitatif meliputi: (1) Proses kerja dan kondisi

pekerjaan; (2) Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan; (3) Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan; dan (4) Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja. Sedangkan aspek kualitatif meliputi: (1) Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan; (2) Tingkat kemampuan dalam bekerja; (3) Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan

mesin/peralatan; dan (4) Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen). Ukuran-ukuran keberhasilan dalam pekerjaan dapat ditentukan dengan tepat dan lengkap, dan diuraikan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dan diukur secara cermat dan tepat. Sehingga dalam pelaksanaan pengelolaan kinerja karyawan, hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang (karyawan).

menggunakan

Menurut Robbins yang dikutip oleh Rivai dan Basri mengemukakan bahwa kinerja adalah sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau

14 Hariandja, Op Cit, hlm. 198.

Ability (A), motivasi atau Motivation (M) dan kesempatan atau Opportunity (O), yaitu kinerja = f(A x M x O) 15 ”. Dengan demikian, kinerja ditentukan

oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kesempatan kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-rintangan yang mengendalikan karyawan itu. Sedangkan menurut Davis dan Newstrom yang di kutip Husein yang menyebutkan variabel-variabel yang mampu mempengaruhi tingkat prestasi dan kinerja (performance) organisasi, yakni : kewenangan organisasi,

kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungan organisasi. 16 Sementara menurut Wibowo mengemukakan bahwa faktor yang

dapat mempengaruhi sumber daya manusia dalam menjalankan kinerjanya, terdapat faktor yang berasal dari dalam diri sumber daya manusia sendiri maupun dari luar dirinya antara lain: (1) Kemampuan berdasar pada pengetahuan dan keterampilan, kompetensi yang sesuai dengan pekerjaannya, motivasi kerja dan kepuasan kerja, kepribadian, sikap dan perilaku; (2) Kepemimpinan dan gaya kepemimpinan dalam organisasi atau instansi, yaitu: bagaimana pemimpin menjalin hubungan dengan pegawai, bagaimana mereka memberi penghargaan kepada pegawai yang berprestasi,

mengembangkan serta memberdayakan pegawainya; (3) Sumber dana, bahan, peralatan, teknologi, dan mekanisme kerja yang berlangsung dalam organisasi; dan (4) Lingkungan kerja atau situasi kerja yang merupakan faktor lingkungan

15 Veithzel Rivai dan, Ahmad F.M. Basri, Performance Appraisal (PT. Raja Grafindo Persada, 16 Jakarta: 2005), hlm. 15.

kerja internal organisasi atau instansi, seperti kondisi hubungan antarmanusia di dalam organisasi, baik antara atasan dengan bawahan

maupun diantara rekan sekerja. 17 Berpijak dari berbagai pandangan para pakar di atas terdapat

banyak variabel yang mempengaruhi pencapaian kinerja organisasi yaitu faktor kepemimpinan, faktor motivasi, faktor disiplin dan faktor kinerja dari sumber daya manusia dalam hal ini adalah pegawai.

Menurut Simamora dalam Mangkunegara bahwa upaya peningkatan kinerja (performance) pegawai dipengaruhi oleh tiga faktor, diantaranya :

1) Faktor individual, yang berupa kapasitas untuk mengerjakan sesuatu, terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang dan demografi.

2) Faktor psikologis, berupa persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan motivasi, yang dapat membentuk keinginan mencapai sesuatu.

3) Faktor organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu. Terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan

(imbalan), struktur dan job design. 18 Memahami hal tersebut, kinerja pegawai akan tercipta bila di

dukung oleh adanya kesiapan yang dimiliki karyawan itu sendiri baik secara kemampuan, mental (psikologis) dan adanya dukungan dari organisasi berupa kesempatan. Karena acapkali terjadi, meski seorang individu

17 Wibowo, Manajemen Kinerja, (Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2005), hal.65-66 . 18 Mangkunegara, Op Cit., hlm. 14.

bersedia dan mampu, tetapi bisa saja ada rintangan yang ada dapat menjadi penghambat yang cukup berarti.

Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain dikemukakan Amstrong dan Baron (1998,16) yang dikutip oleh Wibowo yaitu, sebagai berikut :

a) Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.

b) Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan pimpinan dan team leader.

c) Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.

d) System factors, ditunjukkan oleh system kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi.

e) Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal. 19

Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang bersumber dari pegawai sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari pegawai sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya. Sementara itu, dari segi organisasi atau instansi dipengaruhi oleh seberapa baik pemimpin memberdayakan pegawainya, bagaimana mereka memberikan penghargaan pada pegawai, dan

19 Wibowo, Op Cit., hlm. 74-75.

bagaimana mereka membantu meningkatkan kemampuan kinerja pegawai melalui coaching, mentoring dan counselling. 20

Indikator kinerja atau performance indikators kadang-kadang dipergunakan secara bergantian dengan ukuran kinerja (performance measures), tetapi banyak pula yang membedakannya. Pengukuran kinerja berkaitan dengan hasil yang dikuantitatifkan dan mengusahakan data setelah kejadian. Sementara itu, indikator kinerja dipakai untuk aktivitas yang hanya dapat ditetapkan secara kualitatif atas dasar perilaku yang dapat diamati. Menurut Hersey, Blanchard, dan Jhonson yang di kutip oleh

Nengah 21 , terdapat tujuh indikator kinerja, yang digambarkan sebagai berikut:

20 Ibid, hlm. 76.

21 Wibowo, Op Ciit, hlm.386.

competenc

e feedback

motive goals

Gambar 1: Indikator Kinerja

Gambar ketujuh indikator kinerja diatas dapat dijelaskan, sebagai berikut:

1) Goals (tujuan) merupakan suatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai dimasa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan merupakan arah ke mana kinerja harus dilakuakan. Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

2) Standard (standar) merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang dinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan dapat tercapai. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan bawahan.

3) Feedback (umpan balik) merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja. Masukan berupa feedback 3) Feedback (umpan balik) merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja. Masukan berupa feedback

4) Means (alat atau sarana) merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan.

5) Competence (kompetensi) merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

6) Motive (motif) merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Pimpinan memfasilitasi motivasi kepada karyawan dengan insentif berupa uang, memberikan pengakuan, menetapkan tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau, meminta umpan balik, memberikan kebebasan melakukan pekerjaan termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya yang diperlukan dan menghapuskan tindakan yang mengakibatkan disintesif.

7) Opportunity (peluang) merupakan peluang untuk menunjukkan prestasi kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan adanya 7) Opportunity (peluang) merupakan peluang untuk menunjukkan prestasi kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan adanya

Kinerja amat bergantung sejauh mana upaya seseorang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Tujuan yang telah ditetapkan ini merupakan tujuan yang terukur dan dapat diobservasi oleh seluruh anggota organisasi sehingga tujuan merupakan sesuatu yang konkrit dan nyata bukan merupakan hal yang abstrak dan mengawang jauh dari kenyaataan. Kemampuan organisasi untuk meramu bentuk dari tujuan yang ingin dicapai menjadi amat penting, karena hal itu dapat memberikan kejelasan kepada anggota organisasi untuk mencapai target tujuan yang hendak dicapai.

Sarana dan kompetensi merupakan faktor pendukung yang penting yang diperlukan oleh setiap anggota untuk mencapai tujuan organisasi. Sarana dan kompetensi memungkinkan seorang anggota organisasi dapat mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

Motif yang dimiliki seorang anggota organisasi merupakan hal yang cukup penting dalam usaha mendorong seorang anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kemampuan seorang pemimpin untuk memfasilitasi motif dari setiap anggotanya menjadi faktor kunci bagi kelancaran pergerakan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

Peluang yang diperoleh oleh seorang anggota organisasi juga memegang peranan penting bagi anggota untuk turut andil mencapai tujuan

22 Wibowo, Op Cit., hlm. 77-80.

organisasi. Ketersedian waktu yang dimiliki oleh seorang anggota organisasi memegang peranan penting guna menunjukkan prestasi kerjanya secara optimal sesuai dengan kebutuhan upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Prestasi kerja seorang anggota organisasi perlu ditunjang oleh kemampuan untuk memenuhi syarat yang ditetapkan oleh organisasi untuk melakukan suatu pekerjaan.