Analisis biaya penggunaan sistem kabel layang untuk penyaradan kayu pinus di areal produksi terbatas, (Studi kasus di Hutan Pinus,RPH Mandalagiri, BKPH Cikajang, KPH Garut, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat)
Wahyu Setio Widodo (E02495025). Analisis Biaya Penggunaan Sistem Kabel Layang untuk
Penyaradan Kayu Pinus di Areal Produksi Terbatas, (Studi Kasus di Hutan Pinus,
R P H Mandalagiri, BKPH Cikajang, KPH Garut, Perum Perhutani Unit I11 Jawa Barat).
Di bawah bintbingan Ir. Tjetjep Ukman K, MM. dan Ir. M. Widianto, M. for Sci.
Perum Perhutani merupakan BUMN yang mengelola sumber daya alam yang cukup penting di
Indonesia yaitu sumber daya hutan te~utama di Pulau Jawa. Pengelolaan hutan secara lestari
~nerupakan proses pengelolan hutan untuk mencapai tujuan pengelolaan yang diinginkan yaitu
menyangkut produksi hasil dan jasa hutan yang berkesinambungan dengan dampak negatif lingkungan
yang minimal. Satu diantara manlaat hutan adalah penghasil kayu sebagai bahan baku indushi melalui
sera~igkaiankegiatan pemanenan kayu.
Penggunaan tenaga sarad mekanis harus mempertimbangkan segi teknis dan ekonomis. Salah
satu alat sarad mekanis yang dlgunakan adalah sistem kabel atau skyline di daerah bertopografi berat
dengan model Endless ryIer Syslem, untuk meliingkatkan produktivitas kerja dan memperkenalkan
teknologi baru alat-alat berat terutaliia di Unit I11 Jawa Barat.
Penelitian ini untuk melakukan studi penyaradan dengan sistem Skyline dengan tujuan untuk
mengetahui koinponen biaya operasional pemasangan skyline, mengetahui biaya penyaradan sbline
yang digunakan yaitu alat tahun 1980 dan membandingkan biaya penyaradan skyl~nebila investasi
barn tabun 1999 dan mengetahui pengaruh jarak lateral, jarak lurus dan volume kayu yang disarad
terhadap biaya penyaradan dengan s!qli~~e.
Tahapan pemasangan skyline ini dikerjakan dalam waktu 23 hari atau 161 jam kerja karena
rumitnya pelaksanaan dan memerlukan tenaga kerja yang cakap dan berpengalaman dengan jumlah
tenaga kerja 11 orang dan upah pekerja sebesar Rp 12.500,OOhari. Kegiatan pemasangan alat tersebut
adalah penempatan yarder, pedirian lower, guide tree, spar tree, stump-slump dan anchor, pemasangan
-
block-block operasi, pemasangan kabel operasi dan uji coha operasi.
Tahapan operasi penyaradan dilakukan dalam waktu 5 bulan atau 910 jam kerja yang
melibatkan 6 orang pekerja yaitu operator 1 orang, chokeman 3 orang dan platformman 2 orang
dengan upah pekerja Rp 15.000,00/hari.
Setelah tahap kegiatan pengeluaran kayu dari petak tebang telah habis maka tahapan
selanjutnya adalal~pembongkaran alat yang memerlukan waktu lebih eepat yaitu 7 hari atau 49 jam
kerja dengan upah pekerja Rp 17.000,00/hari karena tenaga kerjanya sudah berpengalaman dalam
pemasangan alat sehingga untuk pembongkaran tidak menjadi masalah. Proses pembongkaran skyline
inii secara garis besar sebagai berikut : Pengendoran skyline, pembongkaran skyline, pembongkaran
kabel operasi, pembongkaran block-block operasi, tiang penyangga dan perlengkapannya.
Produktivitas merupakan rasio antara jumlah hasil kegiatan produksi dengan satuan waktu.
Berdasarkan hasil pengamatan kenyataan dilapangan total waktu kerja penyaradan kayu Pinus dengan
skyline selama 6 bulan atau 1120 jam kerja dengan volume hasil tebangan yang diperoleh sebesar
2500 m3,jadi produktivitas kenyataan dilapangan penyaradan sky1;iline ini adalah 2.23 m3/jam.
Kemudian berdasarkan pengamatan contoh data tiap-tiap elemen waktu kerja penyaradan
dengan skyline didapatkan hasil bahwa penggunaan Yarder model Y-252E (67 Ps) dengan jenis kayu
Pinus berbentuk sortimen short wood (150 cm) yang jarak sarad lurus rata-rata 430.05 m dan jarak
sarad samping rata-rata 10.39 m produktivitas rata-rata per-trip dengan skyline adalah sebesar
6.35 m3/jam. Berarti ada perbedaan produktivitas yang cukup tinggi yaitu 4.12 m3/jam.
Skyline yang digunakan dilokasi penelitian tahun 1980, didapatkan total biaya usaha sarad
sebesar Rp 34.416.562,00/operasionalatau loo%, kemudian bila untuk investasi barn pembelian alat
taliun 1999, total biaya usaha sarad lehih besar yaitu Rp 156.272.620,00/operasionalatau loo%, ha1
ini ka~enaperbedaan harga kedua alat yang tinggi. Rincian total biaya usaha penyaradan ini terdiri dari
koniponen biaya tetap, biaya variabel dan upah pekerja. Biaya tetap untuk pembelian alat tahun 1980
sebesar Rp 9.879.100,00/operasionalatau 28.70 % yaitu dengan meniasukkan biaya me~nilikiyarn'cr,
perlengkapan alat, biaya pasang dan bongkar alat. Sedangkan biaya tetap bila investasi balu,
pembelian alat tahun 1999 yaitu sebesar Rp 55.604.220,00/ operasional atau 35.58 %.
Biaya variabel untuk alat tahun 1980 sebesar Rp 12.837.462,00/operasionalatau 37.30 %,
dengan
~ue~nasukkan
biaya depresiasi alat, biaya operasi, pemeliharaan, perbaikan alat,
biaya
perbaikan jalan, biaya kompensasi pesanggem dan biaya kelengkapan pekeja. Bila untuk investasi
baru skylme tahun 1999, biaya variabel yaitu Rp 88.968.400,00/operasional atau 56.93 %, dengan
biaya penggantian alat yang paling berpengaruh, ha1 ini menunjukkan bahwd untuk penggantian alat
terutama kabel operasi sangat mahal dengan masa pakai yang pendek bila dibandingkan dengan biaya
operasi yang sangat rendah.
Kemudian biaya upah tenaga kerja yang digunakan operasi adalah operator dan pembantunya,
--
unhk alat lama dan haru adalah sama sebesar Rp 11.700.000/operasional, hanya berheda
prosentasenya, untuk alat 1980 sebesar 34 % dari total hiaya usaha, sedangkan alat 1999 sebesar
7.49%, ha1 ini dapat dilihat bahwa upah tenaga kerja lebih murah daripada harga alat baru. Pekerja
mendapatkan gaji sesuai dengan Upah Minimum Regional atau UMR dan sistem pembayaran dengan
upah harian untuk satu pekerja sebesar Rp 15.000,OOlhari.
Biaya kerja penyaradan kayu Pinus dilapangan dengan alat sarad skyline tahun beli 1980
sebesar Rp 7,831,711trip atau
Rp 6.532,42/m3
. Sedangkan
untuk skyline tahun 1999 sebesar
Rp 35.560,79/hip atau Rp 29.661,23/hip
Untuk mengetahui tingkat produksi minimal kayu Pinus yang harus disarad maka akan
dibandingkan biaya tetap, biaya variabel dan harga jual kayu dengan asumsi bahwa biaya penyaradan
sekitar 30% dari biaya total pemanenan kayu (Soenarso et al, 1974).
Untuk sistem penjualan di Perum Perhutani digunakan Harga Jual Dasar (HJD). Adapun
potensi yang akan dikeluarkan dari lokasi penelitian adalah 2500 m3 dengan panjang rata-rata 1.50 m
dan rata-rata diameter antara 40 cm keatas. Berdasarkan HJD Pinus yang berlaku, maka sortimen ini
menlpunyai harga Rp 224.000,00/m3, sehingga nilai harga jual dasar kayu hasil penyaradan
diperkirakan menjadi Rp 67.200,00/m3 (30%).
S e h i n ~ atingkat produksi kayu minimal yang barus disarad hanya dengan skyline untuk
pe~nbeliantahun 1980 sebesar 158 m3/operasional atau 1.80 hdoperasional, sedangkan Untuk alat
tahun 1999, tingkat produksi minimal kayu Pinus yang harus disarad hanya dengan skyline adalah
1.156 m3/ope~asionalatau 13.16 haloperasional kemudian bila untuk mengusahakan kayu Pinus dari
tebangan sampai ke TPKh, aka0 ditambah dengan variahel lain seperti :
a.
biaya penebangan sebesar
Rp 6.000,00/m3,
b.
biaya penyardan manual sebesar Rp 15.000,00/m3,
c.
biaya pengkaplingan kayu Rp 1000/m3,
d.
biaya muat bongkar Rp 7.800,00/m3 dan
e.
biaya angkutan ke TPKh Rp 12.500,00/m3,
maka tingkat produksi minimal yang harus disarad untuk alat pembelian tahun 1980 sebesar
488 m310perasional atau 5.55 hdoperasional, hasil ini menunjukkan bahwa dengan potensi 2500 m3
penggunaan sistem penyaradan kombinsi antara skyline dengan manual masih relevan untuk
dioperasikan dan tnasih mendapatkan keuntungan.
Sedangkan mengusahakan kayu Pinus sampai di TPKh, tingkat produksi minimal sebesar
9.599 m3/operasional atau 13.16 hdoperasional, hasil ini menunjukkan bahwa dengan potensi 2500 m3
penggunaan siste~n penyaradan kombinsi antara skyline dengan manual tidak relevan untuk
dioperasikan dan tidak mendapatkan keuntungan, ha1 ini karena harga kayu Pinus yang terlalu murah
sedangkan investasi alat cukup mahal untuk mengoperasikan di hutan Pinus. Tetapi bila digunakan
untuk mengusahakan kayu Pinus dengan mendapatkan keuntungan maka potensi di petak tebang harus
lebih besar dari BEPnya, dengan asumsi bahwa keadaan alat dapat bekerja dengan baik dan normal.
Pengamh biaya penyaradan untuk skyline 1980 terhadap jarak sarad samping, jarak sarad lurus
dan volume dihasilkan persamaan Y = 4914 + 13.4 XI
+ 5.46 X2 - 2818 X3.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa setiap penambahan jarak sarad lateral sebesar 1 m akan
meningkatkan biaya penyaradan dalam setiap tripnya sebesar Rp 13,40 I m3dengan dibatasi jarak sarad
lateral maksimum dari skyline adalah 120 m, penambahan jar& sarad lurus sebesar 1 m akan
meningkatkan biaya penyaradan sebesar
Rp 5,46 1 m3 dengan dibatasi jarak sarad lurus maksimum
yaitu bentangan kabel utama dari head tree ke tail tree yaihl 595 m dan penambahan volume 1 m"
kayu yang disarad akan menurunkan biaya penyaradan sebesar Rp 2818,OO / m3 dengan dibatasi
kemampuan maksimum skyline untuk membawa muatan dengan perhitungan kapasitas tarik drum
maksimum 3000 kg atau bila dikonvesi ke dalam satuan kubikasi yaitu 1.8 m3.
Dalam persamaan tersebut mendapatkan nilai R' sebesar 88.1%, yang beraiti variasi biaya
penyaradan dapat dijelaskan oleh ketiga faktor tersebut dan sisanya 11.9%, variasinya dapat dijelaskan
oleh faktor lain.
Untuk skyline tahun 1999, pengaruh biaya penyaradan terhadap jarak sarad samping, jarak
sarad lurus dan volume dihasilkan persanlaan Y = 22314 + 61.0 X1
+ 24.8 X2 -
12793 X3. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa setiap penambahan jarak sarad lateral sebesar 1 rn akan meningkatkan biaya
penyaradan dalam setiap tripnya sebesar Rp 61,000 1 m3, dengan dibatasi jarak sarad lateral maksimu~n
dari skyline adalah 120 m yaitu panjang kabel lifting yang merupakan jarak vertikal tertinggi antara
pennukaan tanah dengan kabel utama penambahan jarak sarad lurus sebesar 1 In akan meningkatkan
biaya penyaradan sebesar
Rp 24.80 I tn3 dengan dibatasi jarak sarad lurus maksimum adalah
sepanjang kabel utama yang terbentang dari head tree ke tail tree yaitu 595 m dan penambahan
volume 1 m3 kayu yang disarad akan menurunkan biaya penyaradan sebesar Rp 1279,OO / m3 dengan
dibatasi ken~ampuanmaksimu~nskyline untuk membawa muatan dengan perbitungan kapasitas tarik
drum nialtsimum 3000 kg atau bila dikonvesi ke dalam satuan kubikasi yaitu 1.8 ni3.
Dalani persamaan tersebut ~nendapatkannilai R' sebesar 88.3%, yang berarti variasi biaya
penyaradan dapat dijelaskan oleh ketiga faktor tersebut dan sisanya 11.7%, variasinya dapat dijelaskan
oleh faktor lain.
Hal-ha1 yang perlu diperhatikan dan ditaati oleb pekerja pada waktu pemasangan, operasi dan
pe~nbongkaranalat mengenai keselatnatan kerja dari suatu unit skyline adalah penggunaan helm
pengaman, sarung tangan dan sepatu yang kuat, pas dan tidak mudah terpeleset, tetapi untuk waktu
pasang dan bongkar alat perlu peralatan untuk nieuianjat pohon seperti sabuk pengaman, sepatu panjat
dan lain-lain yang diperlukan untuk metnanjat pohon atau tiang buatan. Selain itu juga perlu
perlengkapan P3K yaitu Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan yang harus tersedia di lokasi.
Penyaradan Kayu Pinus di Areal Produksi Terbatas, (Studi Kasus di Hutan Pinus,
R P H Mandalagiri, BKPH Cikajang, KPH Garut, Perum Perhutani Unit I11 Jawa Barat).
Di bawah bintbingan Ir. Tjetjep Ukman K, MM. dan Ir. M. Widianto, M. for Sci.
Perum Perhutani merupakan BUMN yang mengelola sumber daya alam yang cukup penting di
Indonesia yaitu sumber daya hutan te~utama di Pulau Jawa. Pengelolaan hutan secara lestari
~nerupakan proses pengelolan hutan untuk mencapai tujuan pengelolaan yang diinginkan yaitu
menyangkut produksi hasil dan jasa hutan yang berkesinambungan dengan dampak negatif lingkungan
yang minimal. Satu diantara manlaat hutan adalah penghasil kayu sebagai bahan baku indushi melalui
sera~igkaiankegiatan pemanenan kayu.
Penggunaan tenaga sarad mekanis harus mempertimbangkan segi teknis dan ekonomis. Salah
satu alat sarad mekanis yang dlgunakan adalah sistem kabel atau skyline di daerah bertopografi berat
dengan model Endless ryIer Syslem, untuk meliingkatkan produktivitas kerja dan memperkenalkan
teknologi baru alat-alat berat terutaliia di Unit I11 Jawa Barat.
Penelitian ini untuk melakukan studi penyaradan dengan sistem Skyline dengan tujuan untuk
mengetahui koinponen biaya operasional pemasangan skyline, mengetahui biaya penyaradan sbline
yang digunakan yaitu alat tahun 1980 dan membandingkan biaya penyaradan skyl~nebila investasi
barn tabun 1999 dan mengetahui pengaruh jarak lateral, jarak lurus dan volume kayu yang disarad
terhadap biaya penyaradan dengan s!qli~~e.
Tahapan pemasangan skyline ini dikerjakan dalam waktu 23 hari atau 161 jam kerja karena
rumitnya pelaksanaan dan memerlukan tenaga kerja yang cakap dan berpengalaman dengan jumlah
tenaga kerja 11 orang dan upah pekerja sebesar Rp 12.500,OOhari. Kegiatan pemasangan alat tersebut
adalah penempatan yarder, pedirian lower, guide tree, spar tree, stump-slump dan anchor, pemasangan
-
block-block operasi, pemasangan kabel operasi dan uji coha operasi.
Tahapan operasi penyaradan dilakukan dalam waktu 5 bulan atau 910 jam kerja yang
melibatkan 6 orang pekerja yaitu operator 1 orang, chokeman 3 orang dan platformman 2 orang
dengan upah pekerja Rp 15.000,00/hari.
Setelah tahap kegiatan pengeluaran kayu dari petak tebang telah habis maka tahapan
selanjutnya adalal~pembongkaran alat yang memerlukan waktu lebih eepat yaitu 7 hari atau 49 jam
kerja dengan upah pekerja Rp 17.000,00/hari karena tenaga kerjanya sudah berpengalaman dalam
pemasangan alat sehingga untuk pembongkaran tidak menjadi masalah. Proses pembongkaran skyline
inii secara garis besar sebagai berikut : Pengendoran skyline, pembongkaran skyline, pembongkaran
kabel operasi, pembongkaran block-block operasi, tiang penyangga dan perlengkapannya.
Produktivitas merupakan rasio antara jumlah hasil kegiatan produksi dengan satuan waktu.
Berdasarkan hasil pengamatan kenyataan dilapangan total waktu kerja penyaradan kayu Pinus dengan
skyline selama 6 bulan atau 1120 jam kerja dengan volume hasil tebangan yang diperoleh sebesar
2500 m3,jadi produktivitas kenyataan dilapangan penyaradan sky1;iline ini adalah 2.23 m3/jam.
Kemudian berdasarkan pengamatan contoh data tiap-tiap elemen waktu kerja penyaradan
dengan skyline didapatkan hasil bahwa penggunaan Yarder model Y-252E (67 Ps) dengan jenis kayu
Pinus berbentuk sortimen short wood (150 cm) yang jarak sarad lurus rata-rata 430.05 m dan jarak
sarad samping rata-rata 10.39 m produktivitas rata-rata per-trip dengan skyline adalah sebesar
6.35 m3/jam. Berarti ada perbedaan produktivitas yang cukup tinggi yaitu 4.12 m3/jam.
Skyline yang digunakan dilokasi penelitian tahun 1980, didapatkan total biaya usaha sarad
sebesar Rp 34.416.562,00/operasionalatau loo%, kemudian bila untuk investasi barn pembelian alat
taliun 1999, total biaya usaha sarad lehih besar yaitu Rp 156.272.620,00/operasionalatau loo%, ha1
ini ka~enaperbedaan harga kedua alat yang tinggi. Rincian total biaya usaha penyaradan ini terdiri dari
koniponen biaya tetap, biaya variabel dan upah pekerja. Biaya tetap untuk pembelian alat tahun 1980
sebesar Rp 9.879.100,00/operasionalatau 28.70 % yaitu dengan meniasukkan biaya me~nilikiyarn'cr,
perlengkapan alat, biaya pasang dan bongkar alat. Sedangkan biaya tetap bila investasi balu,
pembelian alat tahun 1999 yaitu sebesar Rp 55.604.220,00/ operasional atau 35.58 %.
Biaya variabel untuk alat tahun 1980 sebesar Rp 12.837.462,00/operasionalatau 37.30 %,
dengan
~ue~nasukkan
biaya depresiasi alat, biaya operasi, pemeliharaan, perbaikan alat,
biaya
perbaikan jalan, biaya kompensasi pesanggem dan biaya kelengkapan pekeja. Bila untuk investasi
baru skylme tahun 1999, biaya variabel yaitu Rp 88.968.400,00/operasional atau 56.93 %, dengan
biaya penggantian alat yang paling berpengaruh, ha1 ini menunjukkan bahwd untuk penggantian alat
terutama kabel operasi sangat mahal dengan masa pakai yang pendek bila dibandingkan dengan biaya
operasi yang sangat rendah.
Kemudian biaya upah tenaga kerja yang digunakan operasi adalah operator dan pembantunya,
--
unhk alat lama dan haru adalah sama sebesar Rp 11.700.000/operasional, hanya berheda
prosentasenya, untuk alat 1980 sebesar 34 % dari total hiaya usaha, sedangkan alat 1999 sebesar
7.49%, ha1 ini dapat dilihat bahwa upah tenaga kerja lebih murah daripada harga alat baru. Pekerja
mendapatkan gaji sesuai dengan Upah Minimum Regional atau UMR dan sistem pembayaran dengan
upah harian untuk satu pekerja sebesar Rp 15.000,OOlhari.
Biaya kerja penyaradan kayu Pinus dilapangan dengan alat sarad skyline tahun beli 1980
sebesar Rp 7,831,711trip atau
Rp 6.532,42/m3
. Sedangkan
untuk skyline tahun 1999 sebesar
Rp 35.560,79/hip atau Rp 29.661,23/hip
Untuk mengetahui tingkat produksi minimal kayu Pinus yang harus disarad maka akan
dibandingkan biaya tetap, biaya variabel dan harga jual kayu dengan asumsi bahwa biaya penyaradan
sekitar 30% dari biaya total pemanenan kayu (Soenarso et al, 1974).
Untuk sistem penjualan di Perum Perhutani digunakan Harga Jual Dasar (HJD). Adapun
potensi yang akan dikeluarkan dari lokasi penelitian adalah 2500 m3 dengan panjang rata-rata 1.50 m
dan rata-rata diameter antara 40 cm keatas. Berdasarkan HJD Pinus yang berlaku, maka sortimen ini
menlpunyai harga Rp 224.000,00/m3, sehingga nilai harga jual dasar kayu hasil penyaradan
diperkirakan menjadi Rp 67.200,00/m3 (30%).
S e h i n ~ atingkat produksi kayu minimal yang barus disarad hanya dengan skyline untuk
pe~nbeliantahun 1980 sebesar 158 m3/operasional atau 1.80 hdoperasional, sedangkan Untuk alat
tahun 1999, tingkat produksi minimal kayu Pinus yang harus disarad hanya dengan skyline adalah
1.156 m3/ope~asionalatau 13.16 haloperasional kemudian bila untuk mengusahakan kayu Pinus dari
tebangan sampai ke TPKh, aka0 ditambah dengan variahel lain seperti :
a.
biaya penebangan sebesar
Rp 6.000,00/m3,
b.
biaya penyardan manual sebesar Rp 15.000,00/m3,
c.
biaya pengkaplingan kayu Rp 1000/m3,
d.
biaya muat bongkar Rp 7.800,00/m3 dan
e.
biaya angkutan ke TPKh Rp 12.500,00/m3,
maka tingkat produksi minimal yang harus disarad untuk alat pembelian tahun 1980 sebesar
488 m310perasional atau 5.55 hdoperasional, hasil ini menunjukkan bahwa dengan potensi 2500 m3
penggunaan sistem penyaradan kombinsi antara skyline dengan manual masih relevan untuk
dioperasikan dan tnasih mendapatkan keuntungan.
Sedangkan mengusahakan kayu Pinus sampai di TPKh, tingkat produksi minimal sebesar
9.599 m3/operasional atau 13.16 hdoperasional, hasil ini menunjukkan bahwa dengan potensi 2500 m3
penggunaan siste~n penyaradan kombinsi antara skyline dengan manual tidak relevan untuk
dioperasikan dan tidak mendapatkan keuntungan, ha1 ini karena harga kayu Pinus yang terlalu murah
sedangkan investasi alat cukup mahal untuk mengoperasikan di hutan Pinus. Tetapi bila digunakan
untuk mengusahakan kayu Pinus dengan mendapatkan keuntungan maka potensi di petak tebang harus
lebih besar dari BEPnya, dengan asumsi bahwa keadaan alat dapat bekerja dengan baik dan normal.
Pengamh biaya penyaradan untuk skyline 1980 terhadap jarak sarad samping, jarak sarad lurus
dan volume dihasilkan persamaan Y = 4914 + 13.4 XI
+ 5.46 X2 - 2818 X3.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa setiap penambahan jarak sarad lateral sebesar 1 m akan
meningkatkan biaya penyaradan dalam setiap tripnya sebesar Rp 13,40 I m3dengan dibatasi jarak sarad
lateral maksimum dari skyline adalah 120 m, penambahan jar& sarad lurus sebesar 1 m akan
meningkatkan biaya penyaradan sebesar
Rp 5,46 1 m3 dengan dibatasi jarak sarad lurus maksimum
yaitu bentangan kabel utama dari head tree ke tail tree yaihl 595 m dan penambahan volume 1 m"
kayu yang disarad akan menurunkan biaya penyaradan sebesar Rp 2818,OO / m3 dengan dibatasi
kemampuan maksimum skyline untuk membawa muatan dengan perhitungan kapasitas tarik drum
maksimum 3000 kg atau bila dikonvesi ke dalam satuan kubikasi yaitu 1.8 m3.
Dalam persamaan tersebut mendapatkan nilai R' sebesar 88.1%, yang beraiti variasi biaya
penyaradan dapat dijelaskan oleh ketiga faktor tersebut dan sisanya 11.9%, variasinya dapat dijelaskan
oleh faktor lain.
Untuk skyline tahun 1999, pengaruh biaya penyaradan terhadap jarak sarad samping, jarak
sarad lurus dan volume dihasilkan persanlaan Y = 22314 + 61.0 X1
+ 24.8 X2 -
12793 X3. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa setiap penambahan jarak sarad lateral sebesar 1 rn akan meningkatkan biaya
penyaradan dalam setiap tripnya sebesar Rp 61,000 1 m3, dengan dibatasi jarak sarad lateral maksimu~n
dari skyline adalah 120 m yaitu panjang kabel lifting yang merupakan jarak vertikal tertinggi antara
pennukaan tanah dengan kabel utama penambahan jarak sarad lurus sebesar 1 In akan meningkatkan
biaya penyaradan sebesar
Rp 24.80 I tn3 dengan dibatasi jarak sarad lurus maksimum adalah
sepanjang kabel utama yang terbentang dari head tree ke tail tree yaitu 595 m dan penambahan
volume 1 m3 kayu yang disarad akan menurunkan biaya penyaradan sebesar Rp 1279,OO / m3 dengan
dibatasi ken~ampuanmaksimu~nskyline untuk membawa muatan dengan perbitungan kapasitas tarik
drum nialtsimum 3000 kg atau bila dikonvesi ke dalam satuan kubikasi yaitu 1.8 ni3.
Dalani persamaan tersebut ~nendapatkannilai R' sebesar 88.3%, yang berarti variasi biaya
penyaradan dapat dijelaskan oleh ketiga faktor tersebut dan sisanya 11.7%, variasinya dapat dijelaskan
oleh faktor lain.
Hal-ha1 yang perlu diperhatikan dan ditaati oleb pekerja pada waktu pemasangan, operasi dan
pe~nbongkaranalat mengenai keselatnatan kerja dari suatu unit skyline adalah penggunaan helm
pengaman, sarung tangan dan sepatu yang kuat, pas dan tidak mudah terpeleset, tetapi untuk waktu
pasang dan bongkar alat perlu peralatan untuk nieuianjat pohon seperti sabuk pengaman, sepatu panjat
dan lain-lain yang diperlukan untuk metnanjat pohon atau tiang buatan. Selain itu juga perlu
perlengkapan P3K yaitu Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan yang harus tersedia di lokasi.