Potensi bakteri simbion tumbuhan laut lamun sebagai penghambat terjadinya biofouling di Laut
POTENSI BAKTERI SIMBION
TUMBUHAN LAMUN SEBAGAI PENGHAMBAT
TERJADINYA BIFOULING DI LAUT
BINTANG MARHAENI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Potensi Bakteri
Simbion Tumbuhan Lamun sebagai Penghambat Terjadinya Biofouling di Laut”
adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir disertasi.
Bogor, April 2011
Bintang Marhaeni
C561060031
ABSTRACT
BINTANG MARHAENI. Potential of Bacterial Simbionts of Seagrass as
Preventing Marine Biofouling. Under direction of DIETRIECH GEOFFREY
BENGEN, RICHARDUS KASWADJI, and OCKY KARNA RADJASA.
Biofouling is defined as the attachment and growth of microorganisms
(microbial fouling) and macroorganisms (macrofouling) on solid surface.
Biofouling bacteria also result on surface of marine plant seagrass as symbiotic.
Bacteria-seagrass association that occur on the surface have been known to
produce secondary metabolites that have important ecological roles, including
prevention from pathogen infection and fouling organisms. A research aimed at
the bacterial symbionts of seagrass Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii and
Syringodium isoetifolium as defense marine biofouling was performed. Bacterial
symbionts including endophytes and epiphytes were isolated from the seagrass.
Marine biofilm-forming bacteria had been isolated from the fiber and wooden
panels from the surrounding colonies. Epiphyte isolate found more than
endophyte isolate, however more biological activity was found among endophyte
compare to epiphyte against biofilm-forming bacteria. Bacterial endophyte
inhibited more biofilm-forming bacteria than epiphyte. Extract endophytes and
epiphytes bacteria also inhabited biofilm-forming bacteria. Field experimental of
extract bacteria show that extract of two bacteria spesies cannot obtained fouling
organisms identified as Virgibacillus genus and one identified as Bacillus genus.
Bacterial symbionts of seagrass in this experiment show potential source as
natural marine antifouling.
Keywords : biofouling, seagrass, endophyte, epiphyte, biofilm-forming bacteria.
RINGKASAN
BINTANG MARHAENI. Potensi Bakteri Simbion Tumbuhan Lamun
sebagai Penghambat Terjadinya Biofouling di Laut. Dibimbing oleh Dietriech
Geoffrey Bengen., Richardus Kaswadji., dan.Ocky Karna Radjasa.
Biofouling adalah penempelan dan pertumbuhan organisme pada permukaan
substrat baik yang bersifat abiotik maupun biotik yang berada di bawah
permukaan air. Biofouling dibedakan menjadi microfouling yaitu pembentukan
biofilm (kolonisasi bakteri dan mikroalga) dan macrofouling yaitu penempelan
makroorganisme (kolonisasi avertebrata dan makroalga). Tahapan proses
biofouling dimulai dari terbentuknya biofilm secara biokimia pada permukaan
substrat diikuti penempelan mikroba atau microfouling dan tahap akhir adalah
penempelan macrofouling. Biofouling banyak terjadi pada berbagai struktur di
lingkungan laut dan telah menjadi permasalahan yang serius. Usaha
penanggulangan biofouling di laut banyak dilakukan dengan cara pengecatan
menggunakan cat antifouling sintetis yang mengandung logam berat dan TBT
(tributyltin). Aplikasi cat tersebut pada kenyataannya menyebabkan timbulnya
pencemaran lingkungan karena merusak kehidupan organisme non-target yang
merupakan spesies ekonomis penting. Hal tersebut menyebabkan penggunaan
TBT sebagai antifoulant pada saat ini tidak boleh digunakan lagi. Berawal dari
permasalahan tersebut maka penelitian potensi bakteri simbion tumbuhan lamun
sebagai penghambat biofouling dilaut telah dilakukan.
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2008 sampai Maret 2010.
Tahap awal dari penelitian ini adalah isolasi bakteri simbion tumbuhan lamun
(epifit dan endofit) dari jenis Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii dan
Syringodium isoetifolium yang tumbuh di perairan Teluk Awur, Jepara, Jawa
Tengah. Penjebakan bakteri pembentuk biofilm yang digunakan untuk menguji
kemampuan bakteri simbion lamun dilakukan pada tempat tumbuh lamun
tersebut. Terhadap isolat bakteri yang diperoleh dilakukan pengkulturan murni
terlebih dahulu sebelum digunakan untuk pengujian kemampuan penghambatan
bakteri simbion lamun terhadap pertumbuhan bakteri biofilm. Pengujian
penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri biofilm dilakukan terhadap isolat
bakteri dan ekstrak isolat bakteri simbion lamun. Kegiatan ini dilakukan di
Laboratorium Jurusan Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang. Aplikasi
lapang terhadap penempelan macrofouling dilakukan untuk menguji kemampuan
penghambatan bakteri simbion lamun yang teruji memiliki kemampuan maksimal
pada pengujian skala laboratorium dilakukan di perairan Kamal Muara, Jakarta
Utara. Identifikasi bakteri potensial antifouling dilakukan di laboratorium
Bioteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan UIN
Yogyakarta. Pengamatan suksesi proses biofouling dilakukan pada substrat kayu
dan fiber di perairan Muara Baru. Jakarta Utara. Analisis data uji hambat
dilakukan dengan Analisis Ragam Rancangan Acak Kelompok (RAK).
Penelusuran homologi bakteri dilakukan dengan program BLAST dan Analisis
Filogenetik dengan software ARB.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa isolat bakteri simbion epifit
ditemukan lebih banyak dibandingkan bakteri simbion endofit namun demikian
dilihat dari persentase bakteri terisolasi yang aktif pada uji hambat lebih banyak
persentase bakteri endofit yang aktif dibandingkan bakteri epifit. Kemampuan
penghambatan bakteri simbion endofit lebih besar baik zona hambatnya maupun
kemampuan menghambat banyaknya jumlah isolat bakteri biofilm. Kemampuan
penghambatan ekstrak bakteri simbion lamun (epifit dan endofit) terhadap bakteri
lebih kecil dibandingkan isolat bakteri. Pada aplikasi lapang uji penghambatan
macrofouling terhadap ekstrak bakteri lamun yang dicampurkan dengan cat tanpa
antifoulant sintetis dengan perbandingan 50 : 50 memperlihatkan ada tiga ekstrak
isolat bakteri simbion lamun yaitu bakteri simbion epifit pada Enhalus acoroides
(EA 6), bakteri simbion epifit Thalassia hemprichii (TB 3) dan bakteri simbion
endofit Syringodium isoetifolium (ESJ 1) tidak ditemukan macrofouling. Ketiga
bakteri tersebut merupakan bakteri yang memiliki kemampuan penghambatan
maksimal pada uji penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri biofilm. Hasil
identifikasi molekuler bakteri memperlihatkan bahwa dua isolat bakteri tersebut
tergolong genus Virgibacillus dan satu isolat bakteri adalah genus Bacillus . Hasil
isolasi bakteri biofilm memperlihatkan bahwa jumlah isolat bakteri biofilm
(microfouling) yang terisolasi dari substrat kayu dan fiber permukaan kasar lebih
banyak dibandingkan permukaan halus. Pengamatan terhadap macrofouling pada
suksesi proses biofouling memperlihatkan kecenderungan yang sama yaitu
permukaan kasar lebih banyak dibandingkan permukaan halus dan jumlah
organisme fouling pada substrat kayu lebih banyak dibandingkan substrat fiber.
Kata kunci : biofouling, lamun, bakteri endofit, bakteri epifit, bakteri biofilm.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
POTENSI BAKTERI SIMBION TUMBUHAN LAMUN
SEBAGAI PENGHAMBAT TERJADINYA
BIOFOULING DI LAUT
BINTANG MARHAENI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Malikusworo Hutomo.
Dr. Iwan Saskiawan.
Penguji pada Ujian Terbuka : Prof .Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA
Dr. Sarjiya Antonius.
Judul Disertasi
Nama
NIM
: Potensi Bakteri Simbion Tumbuhan Laut Lamun sebagai
Penghambat terjadinya Biofouling di Laut
: Bintang Marhaeni
: C 561060031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA
Ketua
Ocky Karna Radjasa, Ph.D
Anggota
Dr. Ir. Richardus Kaswadji, MSc
Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir.Neviaty P. Zamani., MSc
Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian : 5 April 2011
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2008 sampai Maret 2010
adalah mencari sumber alternatif antifoulant alami ramah lingkungan, dengan
judul Potensi Bakteri Simbion Tumbuhan Lamun sebagai Penghambat Terjadinya
Biofouling di Laut.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof.Dr.Ir. Dietriech Geoffrey
Bengen, DEA, Bapak Dr. Ir. Richardus Kaswadji, MSc dan Bapak Drs. Ocky
Karna Radjasa, MSc, Ph D selaku pembimbing. Kepada Bapak Dr. Ir. Agus Oman
Sudrajat yang telah memimpin sidang baik pada Ujian Tertutup maupun Ujian
Terbuka dan Ibu Dr. Neviaty P. Zamani sebagai ketua Program Studi Ilmu
Kelautan kami ucapkan terima kasih banyak. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Rektor Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Dekan
Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman, Pimpinan dan Staf
Sekolah Pascasarjana IPB, Pimpinan dan Staf Program Studi Ilmu Kelautan IPB
yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Doktor
dan atas segala bantuan dan pelayanan Bagian Administrasi yang diberikan
selama proses studi.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ditjen DIKTI yang telah
memberikan bantuan beasiswa dan dana penelitian melalui BPPS-DIKTI, Pihak
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto yang telah memberikan bantuan dana
untuk penyelesaian disertasi. Kepada keluarga penulis juga mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya terutama suami Drs. Noor Abiyoso Syakhrie dan
anak-anak tercinta Aisyah Amanda Kirana, Annisa Dian Kirani dan Alyya
Meigita Karina serta Orang Tua yang telah senantiasa memberikan suport baik
moril maupun materiil kepada penulis. Kepada segenap pimpinan dan staf
laboratorium jurusan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro
Semarang kami ucapkan terimakasih atas bantuannya selama penelitian serta
rekan-rekan sesama mahasiswa Ilmu Kelautan dan rekan-rekan pengajar di
Jurusan Perikanan dan Kelautan Unsoed yang telah banyak memberikan motivasi.
Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada rekan-rekan yang bersama-sama
menuntut ilmu di IPB atas segala motivasi dan bantuannya semoga kita semua
akan selalu menjadi sahabat dimanapun kita berada.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjarnegara, Jawa Tengah dari orang tua Ibu Soekijati
dan Bapak Drs. Didi Sayidi (Alm) pada tanggal 3 Juli 1966. Kuliah S1
diselesaikan di Jurusan Biologi Lingkungan, Fakultas Biologi, Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto lulus tahun 1989 dan kuliah S2 di Program Studi
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor lulus tahun 1999 dengan beasiswa TMPD
dari Ditjen DIKTI. Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa doktoral
Pascasarjana Program Studi Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dengan
beasiswa melalui BPPS-DIKTI dan sekarang menjadi kandidat untuk gelar doktor
pada di Departemen Ilmu Kelautan FPIK-IPB.
Riwayat pekerjaan penulis dimulai sebagai Staf Peneliti di Program Tropical
Aquatic Biology, SEAMEO-BIOTROP tahun 1990–1995, selanjutnya sebagai
staf pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
pada tahun 1993–2004 dan pada saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar di
jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto dari tahun 2004–sekarang.
Sebuah artikel berjudul Screening of Bacterial Symbionts of Seagrass
Enhalus acoroides against Biofilm-Forming Bacteria telah diterbitkan pada bulan
Februari 2010 di Journal of Coastal Development 13(2). Karya ilmiah tersebut
merupakan bagian dari penelitian Program S3 penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
PENDAHULUAN..............................................................................................
Latar belakang .....................................................................................................
Perumusan Masalah ............................................................................................
Tujuan Penelitian ................................................................................................
Manfaat Penelitian ..............................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................................
Kebaharuan Penelitian (Novelty Penelitian) .......................................................
1
1
2
5
5
5
5
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 6
Ekobiologi Lamun .............................................................................................. 6
Sumber-sumber Antifoulant Alami ..................................................................... 10
Biofouling ............................................................................................................ 15
BAHAN DAN METODE .................................................................................. 22
Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................. 22
Prosedur Penelitian.............................................................................................. 24
Isolasi Bakteri Epifit ..................................................................................... 24
Isolasi Bakteri Endofit................................................................................... 24
Isolasi Bakteri Pembentuk Biofilm ............................................................... 25
Uji Penghambatan Bakteri Simbion Lamun (epifit dan endofit)
terhadap Pertumbuhan Bakteri Biofilm ......................................................... 26
Uji Penghambatan Ekstrak Bakteri Simbion Lamun (epifit dan endofit)
terhadap Pertumbuhan Bakteri Biofilm ......................................................... 27
Uji Aplikasi Lapang Penghambatan Ekstrak Bakteri Simbion Lamun
terhadap Penempelan Macrofouling ............................................................. 27
Identifikasi Bakteri ........................................................................................ 28
Analisis Pohon Filogenetik ........................................................................... 29
Uji Penempelan Macrofouling pada jenis substrat kayu dan fiber ............... 30
Pengamatan Parameter Fisik-Kimia Perairan ............................................... 30
HASIL ............................................................................................................... 31
Identifikasi Tumbuhan Lamun ............................................................................ 31
Isolasi Bakteri Simbion Lamun (epifit dan endofit) ........................................... 32
Uji Penghambatan Bakteri Simbion Lamun (epifit dan endofit) terhadap
Pertumbuhan Bakteri Biofilm .............................................................................. 32
Uji Penghambatan Ekstrak Bakteri Simbion Lamun terhadap Pertumbuhan
Bakteri Biofilm .................................................................................................... 35
xii
Uji Aplikasi Lapang Penghambatan Ekstrak Bakteri Simbion Lamun
terhadap penempelan Macrofouling.................................................................... 37
Isolasi Bakteri Pembentuk Biofilm ...................................................................... 38
Suksesi Proses Biofouling pada Jenis Substrat Kayu dan Fiber.......................... 39
Pengamatan Parameter Fisik-Kimia Perairan ..................................................... 40
Identifikasi Bakteri .............................................................................................. 44
Analisis Filogenetik ............................................................................................ 45
PEMBAHASAN ................................................................................................ 47
Identifikasi Tumbuhan Lamun ............................................................................ 47
Isolasi Bakteri Simbion Lamun (epifit dan endofit) ........................................... 47
Uji Penghambatan Bakteri Simbion Lamun (epifit dan endofit) terhadap
Pertumbuhan Bakteri Biofilm .............................................................................. 49
Uji Penghambatan Ekstrak Bakteri Simbion Lamun
terhadap
Pertumbuhan Bakteri Biofilm .............................................................................. 51
Uji Penghambatan Ekstrak Bakteri Simbion Lamun terhadap
Macrofouling ....................................................................................................... 53
Isolasi Bakteri Pembentuk Biofilm ...................................................................... 55
Pengamatan Suksesi Proses Biofouling pada Jenis Substrat Kayu dan Fiber ..... 57
Pengamatan Parameter Fisik-Kmia Perairan ...................................................... 62
Identifikasi Bakteri .............................................................................................. 63
KESIMPULAN ................................................................................................. 67
SARAN ............................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 70
LAMPIRAN ....................................................................................................... 76
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Hasil identifikasi bakteri simbion lamun. ..................................................... 44
2. Hasil identifikasi bakteri biofilm ................................................................... 44
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Latar belakang penelitian .............................................................................. 2
2. Kerangka perumusan masalah....................................................................... 4
3. Rangkaian peristiwa microfouling dan macrofouling (Egan, 2001) ............. 17
4. Peta lokasi pengambilan contoh daun lamun ................................................ 23
5. Cara melakukan isolasi bakteri epifit dari daun lamun ................................. 24
6. Cara melakukan isolasi bakteri endofit dari daun lamun .............................. 25
7. Pemasangan substrat kayu dan fiber dengan posisi empat mata
angin untuk penjebakan bakteri pembentuk biofilm. .................................... 26
8. Substrat kayu yang dicat dengan campuran cat tanpa antifoulant
dan ekstrak bakteri untuk aplikasi lapang ..................................................... 28
9. Balok kayu dan fiber yang digunakan dalam percobaan biofouling ............. 30
10. Morfologi jenis lamun yang digunakan sebagai objek penelitian ................. 31
11. Hasil isolasi bakteri simbion epifit (a) dan endofit (b) ................................. 32
12. Jumlah isolat bakteri epifit dan endofit terisolasi dari 3 jenis lamun. ........... 32
13. Besar zona hambat maksimum (mm) uji penghambatan bakteri
simbion lamun (epifit dan endofit) terhadap pertumbuhan bakteri
biofilm ........................................................................................................... 33
14. Jumlah bakteri biofilm yang dihambat pada uji penghambatan
bakteri simbion lamun (epifit dan indofit) terhadap pertumbuhan
bakteri biofilm ............................................................................................... 34
15. Persentase bakteri simbion lamun (epifit dan indofit) yang aktif
pada uji penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri biofilm .................... 35
16. Zona hambat maksimum uji penghambatan ekstrak bakteri simbion
lamunn (epifit dan endofit) terhadap pertumbuhan bakteri biofilm ............. 36
17. Jumlah biofilm yang dihambat pada uji penghambatan ekstrak
bakteri simbion lamun (epifit dan endofit) terhadap pertumbuhan
bakteri biofilm ............................................................................................... 37
18. Jumlah macrofouling pada uji aplikasi lapang ekstrak bakteri
simbion lamun terhadap penempelan macrofouling ..................................... 38
19. Jumlah isolat bakteri biofilm yang terisolasi dari substrat kayu dan
fiber ............................................................................................................... 38
20. Jumlah macrofouling pada Uji penempelan macrofouling pada
substrat kayu dan fiber .................................................................................. 39
xv
21. Suksesi proses biofouling pada substrat fiber dan kayu satu minggu
pertama pengamatan...................................................................................... 40
22. Parameter lingkungan perairan pada saat isolasi bakteri simbion
lamun (epifit dan endofit).............................................................................. 41
23. Parameter lingkungan perairan pada saat uji aplikasi lapang ekstrak
bakteri terhadap macrofouling ...................................................................... 42
24. Parameter lingkungan perairan pada saat pengamatan suksesi
biofouling ...................................................................................................... 43
25. Hasil analisis pohon filogenetik bakteri simbion lamun (epifit dan
endofit) .....................................................................................................................45
26. Hasil analisis filogenetik bakteri biofilm ..................................................................46
27. Zona hambat pada uji penghambatan ekstrak bakteri simbion E.
acoroides, T. hemprichii dan S. isoetifolium terhadap pertumbuhan
bakteri biofilm ............................................................................................... 53
28. Jenis macrofouling yang mendominasi pada uji aplikasi lapang
penempelan macrofouling pada substrat uji yang dicampur dengan
ekstrak bakteri ............................................................................................... 55
29. Jenis macrofouling yang mendominasi pada pengamatan suksesi
biofouling ...................................................................................................... 60
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Pembuatan media isolasi bakteri ................................................................... 76
2. Sterilisasi alat dan bahan ............................................................................... 77
3. Ekstraksi bakteri ............................................................................................ 77
4. Kultur pada media cair .................................................................................. 77
5. Hasil analisis ragam zona hambat bakteri epifit E. acoroides
terhadap bakteri biofilm................................................................................. 78
6. Hasil analisis ragam zona hambat bakteri epifit T. hemprichi terhadap
bakteri biofilm...........................................................................................................78
7. Hasil analisis ragam zona hambat bakteri epifit S. isoetifolium
terhadap bakteri biofilm................................................................................. 78
8. Hasil analisis ragam zona hambat bakteri endofit T. hemprichi
terhadap bakteri biofilm................................................................................. 78
9. Hasil analisis ragam zona hambat bakteri endofit E. acoroides
terhadap bakteri biofilm................................................................................. 79
10. Hasil analisis ragam zona hambat bakteri endofit S. isoetifolium
terhadap bakteri biofilm................................................................................. 79
11. Analisis ragam (Anova) uji daya hambat ekstrak bakteri simbion
epifit E. acoroides terhadap bakteri biofilm .................................................. 79
12. Analisis ragam (Anova) uji daya hambat ekstrak bakteri simbion
epifit T. hemprichi terhadap bakteri biofilm .................................................. 79
13. Analisis ragam (Anova) uji daya hambat ekstrak bakteri simbion
epifit S. isoetifolium terhadap bakteri biofilm ............................................... 79
14. Analisis ragam (Anova) uji daya hambat ekstrak bakteri simbion
endofit E. acoroides terhadap bakteri biofilm ............................................... 80
15. Analisis ragam (Anova) uji daya hambat bakteri simbion endofit T.
hemprichi terhadap bakteri biofilm ............................................................... 80
16. Analisis ragam (Anova) uji daya hambat bakteri simbion endofit S.
isoetifolium terhadap bakteri biofilm............................................................. 80
17. Hasil analisis ragam uji macrofouling terhadap ekstrak bakteri
simbion lamun ............................................................................................... 80
18. Hasil analisis ragam perlakuan perbedaan jenis dan permukaan
substrat .......................................................................................................... 81
19. Pengkodean bakteri simbion lamun dan bakteri biofilm ............................... 81
20. Sequen bakteri hasil identifikasi molekuler..............................................................82
xvii
PENDAHULUAN
Latar belakang
Peristiwa biofouling pada berbagai benda di lingkungan laut telah
mengakibatkan masalah bagi pelaku industri maritim khususnya dalam bidang
transportasi laut seperti perkapalan dan struktur pelabuhan. Biofouling yang
terjadi pada badan kapal mengakibatkan peningkatan kekasaran dan menambah
beban daya tarik kapal sehingga menyebabkan konsumsi bahan bakar semakin
meningkat. Masalah biofouling juga dapat terjadi pada jaring budidaya, pipanisasi
bawah laut dan struktur pelabuhan.
Usaha penanggulangan biofouling telah dilakukan dengan beberapa metode
antara lain dengan melakukan pengerokan dan pengecatan dengan cat yang
mengandung bahan antifouling sintetis. Pengerokan organisme penempel pada
badan kapal memerlukan cara tertentu dengan terlebih dahulu melakukan
pendaratan kapal. Hal ini menyebabkan kerugian besar bagi industri perkapalan
karena pada masa itu kapal tidak bisa melakukan aktifitasnya di laut. Pengecatan
dengan antifouling sintetis banyak dilakukan dengan pengecatan antifouling yang
mengandung tembaga (logam berat) dan TBT (tributyltin) sebagai unsur aktif
yang paling efektif (Willemsen and Ferrari 1993), diacu dalam Abarzua and
Jakubowski 1995). Cat antifouling ini mencegah terjadinya biofouling dengan
mewujudkan biosida yang efektif dan konstan. Sejak tahun 1970 triaryltin dan
trialkiltin (turunan tributyltin) meningkat penggunaannya sebagai cat antifouling
karena kemampuannya sangat baik dalam mencegah penempelan organisme laut.
Penggunaannya dilakukan dengan cara melapisi cat pada dasar kapal dan jaring
budidaya (Suzuki et al. 1992 diacu dalam Abarzua and Jakubowski 1995). Pada
kenyataannya aplikasi cat berbahan TBT ini mengalami peluruhan dan
menyebabkan timbulnya pencemaran pada lingkungan perairan. TBT merusak
banyak bentuk kehidupan organisme laut lain yang merupakan spesies ekonomis
penting selain organisme fouling. Organisasi Maritim Internasional (IMO) telah
melarang pemakaian bahan-bahan tersebut pada kapal yang secara efektif dimulai
pada 17 September 2008 (Mayavu et al. 2009, IMO 2007, diacu dalam Qian
2
2010). Berdasarkan hal tersebut maka alternatif yang efisien dari penggunaan
TBT sebagai antifoulant pada saat ini sudah tidak dapat digunakan lagi. Oleh
karena itu pencarian alternatif antifoulant alami yang ramah lingkungan sangat
diperlukan pada saat ini (Mayavu et al. 2009). Hal tersebut dapat dijelaskan
melalui Gambar 1 mengenai latar belakang penelitian.
MASALAH BIOFOULING
KONVENSI INTERNASIONAL
BIOFOULING
-Perkapalan, Pipanisasi bawah laut, Jaring
budidaya laut, struktur pelabuhan
Upaya Penanganan
Pengerokan
(Tidak efisien)
PENGECATAN ANTIFOULANT
SINTETIS
(penggunaan Cat yang
Mengandung TBT
(trybuthyltin) dan Logam
Berat)
PENGAWASAN SISTEM ANTI PENCEMARAN
BAHAN-BAHAN BERBAHAYA PADA KAPAL
Oleh
ORGANISASI MARITIM INTERNASIONAL (IMO)
DI INGGRIS 2001
PELARANGAN PENGGUNAAN CAT YANG
MENGANDUNG BAHAN KIMIA TBT (trybutyl tin),
LOGAM BERAT
BERLAKU MULAI 1 JANUARI 2008
PELURUHAN
PERLU DICARI ALTERNATIF
PENCEMARAN LINGKUNGAN
ANTIFOULANT ALAMI RAMAH LINGKUNGAN
Gambar 1 Latar belakang penelitian.
Perumusan Masalah
Biofouling adalah penempelan dan pertumbuhan organisme pada permukaan
substrat abiotik maupun biotik yang berada di bawah permukaan air. Biofouling
dibedakan menjadi microfouling yaitu pembentukan biofilm (kolonisasi bakteri
dan mikroalga) dan macrofouling yaitu penempelan makroorganisme (kolonisasi
avertebrata dan makroalga) (Railkin 2004). Menurut Egan (2001) proses
pembentukan komunitas biofouling terjadi melalui suatu proses dimana kolonisasi
pada suatu permukaan terjadi sebagai hasil suksesi dari beberapa tahap. Mulamula terjadi penempelan bahan organik pada suatu permukaan substrat yang
bersih kemudian diikuti dengan penempelan bakteri atau microfouling yang
kemudian membentuk lapisan eksopolisakarida (EPS) dan tahap akhir adalah
penempelan macrofouling. Dalam hal ini terbentuknya biofilm merupakan syarat
utama terjadinya biofouling sehingga untuk melakukan penghambatan terjadinya
3
macrofouling dapat dilakukan dengan cara memutus rantai dengan melakukan
penghambatan terjadinya biofilm bakteri.
Biofouling yang terjadi pada benda mati sangat dipengaruhi oleh jenis
substrat dan tekstur permukaan substrat sehingga pemilihan substrat yang tepat
pada benda yang terendam di perairan sangat diperlukan. Organisme laut yang
hidup dalam perairan juga mengalami peristiwa biofouling namun tidak semua
organisme mengalami biofouling yang kompleks karena banyak organisme laut
terutama organisme laut sesil memiliki kemampuan pertahanan diri dengan
menghasilkan metabolit sekunder. Tumbuhan laut merupakan organisme sesil
yang dikenal sebagai sumber metabolit sekunder. Metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh organisme tersebut memiliki fungsi penting memberikan
pertahanan kimia dalam melawan infeksi dan fouling (Davis et al. 1989). Menurut
Sammarco dan Coll (1992), metabolit sekunder pada organisme laut berperan
penting dalam fungsi ekologis terutama untuk perlindungan terhadap predator,
kompetisi ruang hidup, reproduksi dan antifouling. Penelitian yang telah
dilakukan membuktikan beberapa metabolit sekunder yang dimiliki oleh
tumbuhan lamun menunjukkan adanya aktivitas farmakologi dan merupakan
kandidat baru sebagai bahan obat-obatan. Jika kita melakukan produksi bahanbahan tersebut dari tumbuhan lamun maka kita akan memerlukan suplai biomas
lamun dalam jumlah banyak secara kontinyu. Hal yang mengkhawatirkan adalah
terjadinya masalah suplai biomas lamun tersebut. Maka hal tersebut jika
dilaksanakan dapat mengundang terjadinya permasalahan baru terjadinya
eksploitasi berlebihan terhadap keberadaan lamun padahal kita ketahui bahwa
ekosistem lamun merupakan ekosistem tempat kehidupan banyak organisme laut.
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan upaya eksplorasi terhadap tumbuhan
lamun tanpa melakukan pengrusakan terhadap komunitas lamun itu sendiri.
Tumbuhan lamun adalah tumbuhan yang hidup terendam air sehingga
organisme ini juga tak luput dari terjadinya biofilm pada permukaan tubuhnya.
Organisme pembentuk biofilm pada permukaan organisme hidup adalah hanya
organisme yang mampu bersimbiosis dengan organisme yang menjadi inangnya.
Bakteri merupakan organisme utama pembentuk biofilm yang selalu menjadi
pioner terjadinya biofouling baik pada benda mati maupun organisme hidup.
4
Bakteri yang bersimbiosis pada organisme hidup sebagai inangnya merupakan
bakteri yang hidup bersimbiosis mutualisme. Bakteri simbion ini dapat
menghasilkan senyawa hasil metabolit sekunder yang sama dengan inangnya
sehingga jika kita mampu mengisolasi bakteri simbion tumbuhan lamun dan
berhasil mengkulturnya maka kita bisa mendapatkan metabolit sekunder berupa
bahan bioaktif yang sama dengan yang dihasilkan oleh tumbuhan lamun tersebut.
Dengan cara ini maka kekhawatiran akan terjadinya eksploitasi berlebihan
terhadap biomas lamun dapat terhindarkan. Salah satu fungsi metabolit sekunder
yang dihasilkan tumbuhan lamun adalah sebagai antifouling dengan demikian
besar kemungkinan bahwa bakteri simbion lamun juga mampu menghasilkan
metabolit sekunder yang dapat digunakan sebagai antifouling. Hal ini merupakan
terobosan untuk mendapatkan sumber antifoulant alami yang ramah lingkungan
karena dengan hanya melakukan isolasi bakteri kita hanya memerlukan bagian
tumbuhan lamun dalam jumlah kecil dan antifoulant yang dihasilkan berasal dari
organisme bukan bahan sintetis sehingga ramah lingkungan. Untuk melihat
keterkaitan pada penjelasan diatas dapat dilihat pada Gambar 2 tentang kerangka
perumusan masalah.
BENDA MATI
DIPENGARUHI
JENIS SUBSTRAT
BIOFOULING
•Mikrofouling
•Makrofouling
PROSES BIOFOULING
ORGANISME LAUT
TUMBUHAN
LAMUN
Metabolit sekunder (Bioaktif)
Fungsi Ekologis:
-Anti predator,anti parasit,antifouling
PEMILIHAN
SUBSTRAT
Pemutusan Siklus
Bakteri simbion
Epifit & Endofit
(Bioaktif mirip inang)
Biomas lamun
Isolasi bakteri
Pemanenan
Pengkulturan
Masalah suplai
Ramah lingkungan
Tidak
Ramah lingkungan
CARA PENANGANAN
MASALAH BIOFOULING
SUMBER ANTIFOULANT
ALAMI
Gambar 2 Kerangka perumusan masalah
5
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bakteri simbion tumbuhan lamun
yang berpotensi sebagai penghambat terjadinya biofouling di laut.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi tersedianya sumber alternatif
antifoulant alami yang ramah lingkungan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini diawali dengan isolasi bakteri simbion lamun epifit dan
endofit pada lamun jenis Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii. dan
Syringodium isoetifolium yang tumbuh di perairan Teluk Awur, Jepara, Jawa
Tengah. Pengujian kemampuan penghambatan bakteri simbion lamun dilakukan
pada isolat bakteri dan ekstrak isolat bakteri simbion epifit dan endofit terhadap
bakteri biofilm dari substrat kayu dan fiber yang memiliki permukaan kasar dan
halus. Aplikasi lapang terhadap penempelan makrofouling di laut dilakukan
terhadap ekstrak isolat bakteri simbion epifit dan endofit lamun yang dipilih
berdasarkan kemampuan penghambatan yang tinggi pada uji penghambatan isolat
bakteri simbion lamun terhadap pertumbuhan isolat bakteri biofilm. Pengamatan
terhadap proses biofouling pada substrat kayu dan fiber yang memiliki permukaan
kasar dan halus yang dipaparkan pada air laut hingga diperoleh makroorganisme
penempel. Isolasi bakteri biofilm dilakukan pada substrat kayu dan fiber yang
memiliki permukaan kasar dan halus yang diletakkan pada lokasi dimana
dilakukan isolasi bakteri simbion tumbuhan lamun yang digunakan untuk
pengujian penghambatan bakteri simbion lamun terhadap pertumbuhan bakteri
biofilm.
Kebaharuan Penelitian (Novelty Penelitian)
Bakteri simbion lamun (epifit dan endofit) pada lamun jenis Enhalus
acoroides, Thalassia hemprichii dan Syringodium isoetifolium memiliki
kemampuan menghambat biofouling di laut.
TINJAUAN PUSTAKA
Ekobiologi Lamun
Lamun adalah tumbuhan laut yang memiliki arti penting dalam siklus
ekologi pada perairan dangkal pantai tropis dan subtropis, khususnya
berhubungan dengan produktivitas lautan. Tumbuhan ini merupakan produsen
yang tinggi di daerah tropis. Salah satu hal penting dari lamun adalah memiliki
daya adaptasi pada kondisi yang terendam air (hydrofit). Tumbuhan ini memiliki
perkembangan rhizoma yang baik (secara horizontal) yang biasanya terdapat di
bawah permukaan substrat dan asosiasinya saling menutup satu dengan yang lain.
Hal tersebut menyebabkan tumbuhan lamun di lokasinya berperan pada proses
sedimentasi karena dapat menangkap serasah dan menstabilkan substrat. Semua
jenis tumbuhan lamun memiliki alternatif munculnya daun dari dua kedudukan
biasanya muncul dari bagian yang berdiri tegak berupa tunas pendek atau dari
rhizoma (Tomlinson 1974, diacu dalam Dawes 1981). Akar yang muncul dan
berkembang dari rhizoma sama baiknya seperti yang keluar dari bagian dasar dari
setiap bagian yang berdiri tegak. Lamun biasanya memiliki akar yang lebat dan
berkulit. Daunnya rata, berbentuk seperti pita, atau silindris jika dilihat dari irisan
melintang. Tumbuhan ini dapat menahan gerakan air. Bunganya kecil dan muncul
dari dasar tandan daun. Stamen (antera), pistil (style) dan stigma menjulur di atas
petal. Biasanya pollen dikeluarkan dengan lapisan bergelatin yang akan terbawa
oleh arus air. Butiran polen memanjang (elongated) (Famili Potamogetonaceae)
atau seperti bola (spherical) (Famili Hydrocharitaceae) dan tersusun saling
melekat berbentuk monili seperti rantai.
Salah satu cara mengidentifikasi spesies lamun adalah dengan mengenali
bentuk morfologi daun, akar, rhizoma, bunga dan buah. Akar pada tumbuhan
lamun tidak berfungsi penting dalam pengambilan nutrien karena daun dapat
menyerap nutrien secara langsung dari dalam air laut. Tumbuhan tersebut dapat
menyerap nutrien dan melakukan fiksasi nitrogen melalui tudung akar. Untuk
menjaga agar tubuhnya tetap mengapung di dalam kolom air, tumbuhan ini
dilengkapi dengan ruang udara (Fortes 1990).
7
Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka dengan pasang surut dan
perairan pantai atau goba yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil dan patahan
karang mati dengan kedalaman sampai empat meter. Pada perairan yang sangat
jernih, beberapa jenis lamun ditemukan tumbuh sampai kedalaman 8–15 meter
bahkan sampai 40 meter (Larkum et al. 1989). Padang lamun dapat berbentuk
vegetasi tunggal yaitu tersusun atas satu jenis lamun yang tumbuh membentuk
padang lebat atau vegetasi campuran yang terdiri dari 2 sampai 12 jenis yang
tumbuh bersama-sama pada satu substrat. Pertumbuhan lamun sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor internal seperti kondisi fisiologis dan metabolisme, serta faktor
eksternal seperti zat hara (nutrien) dan tingkat kesuburan perairan. Faktor-faktor
eksternal (lingkungan) yang mempengaruhi distribusi dan pertumbuhan ekosistem
padang lamun adalah (1) kecerahan, (2) temperatur, (3) salinitas, (4) substrat dan
(5) kecepatan arus.
Lamun yang ditemukan di perairan Indonesia terdiri dari tujuh genus. Tiga
diantaranya : Enhalus, Thalassia dan Halophila termasuk Famili Hidrocharitaceae,
sedangkan empat genus lainnya adalah Halodule, Cymodocea, Syringodium dan
Thalassodendron yang termasuk Famili Potamogetonaceae (Nontji 1987, diacu
dalam Dahuri 2003). Kekayaan jenis yang dijumpai di Indonesia menurut Den
Hartog (1970), diacu dalam Dahuri (2003) terdapat 13 jenis lamun yaitu:
Cymodocea serrulata, C. rotundata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, H.
pinifolia, Halophila minor, H. ovalis, H. decipiens, H. spinulosa, H. sulawesii,
Thalassia hemprichii, Syringodium isoetifolium dan Thalassodendron ciliatum.
Lamun jenis Thalassia sp. merupakan jenis yang jumlahnya bisa berlimpah dan
memiliki penyebaran yang luas. Hal demikian juga terjadi di Indonesia.
Ekosistem padang lamun merupakan habitat dan sumber makanan bagi
binatang laut. Pemakanan tumbuhan langsung terhadap tumbuhan lamun hanya
terbatas pada beberapa spesies. Alga penempel dapat ditemukan sebagai epifit
pada daun lamun. Terdapat 113 epifit dan 120 spesies makroalga teridentifikasi
ditemukan di helaian daun lamun dan komunitas lamun di Florida. Meskipun
banyak binatang yang langsung makan daun lamun, namun komunitas epifit
seperti biofilm bakteri, diatom dan alga juga memberikan makanan terhadap
8
binatang kecil sebagai dasar dari rantai makanan yang akan dikonsumsi oleh
anakan ikan dan udang (Dawes 1981).
Tumbuhan lamun di perairan biasanya cepat terkoloni oleh mikroorganisme
seperti bakteri dan mikroalga. Selanjutnya akan terjadi penempelan makroalga
dan avertebrata namun hal ini tidak akan terjadi jika makrofita tersebut memiliki
mekanisme pertahanan diri secara kimia dan fisika (Larkum 1989). Menurut
Larkum (1989) jangka waktu hidup bagian-bagian yang berbeda dari lamun juga
akan berakibat pada diversitas dan biomas dari epifit. Jangka waktu hidup daun
tumbuhan lamun berkisar antara 1 sampai 4 bulan. Kecepatan pertumbuhan daun
lamun juga akan berbeda pada habitat dan variasi musim yang berbeda dan terjadi
perubahan kecepatan pertumbuhan. Distribusi epifit pada daun lamun dipengaruhi
oleh:
1. Umur relatif dari bagian yang berbeda pada setiap permukaan daun
2. Urutan bagian pada perkembangan daun yang berbeda dalam setiap tanaman
3. Arah permukaan daun dan lingkungan sekelilingnya.
4. Jenis epifit pada tumbuhan lamun yang merupakan simbiosis.
Simbiosis tumbuhan dengan organisme lain dapat terjadi baik pada
permukaan tanaman itu sendiri (epifit) seperti umumnya pada tumbuhan air dan
dapat bersifat endofit atau di dalam jaringan tanaman. Menurut Prihatiningtias
(2006) mikroba endofit merupakan mikroba yang hidup dalam jaringan tumbuhan
tanpa menimbulkan gejala penyakit pada tumbuhan inangnya. Hubungan antara
mikroba endofit dan tumbuhan inangnya merupakan suatu bentuk hubungan
simbiosis mutualisme atau sebuah hubungan yang saling menguntungkan.
Mikroba endofit dapat memperoleh nutrisi untuk melengkapi siklus hidupnya dari
tumbuhan inangnya dan sebaliknya tumbuhan inang memperoleh proteksi
terhadap patogen oleh senyawa yang dihasilkan mikroba endofit. Mikroba endofit
yang diisolasi dari tumbuhan yang menghasilkan bahan bioaktif diketahui
memiliki aktivitas yang lebih besar bahkan dapat memiliki aktivitas yang lebih
besar dibandingkan aktivitas tumbuhan inangnya. Dilihat dari sisi efisiensi maka
hal ini sangat menguntungkan karena siklus hidup mikroba endofit lebih singkat
dibandingkan siklus hidup tumbuhan inangnya. Hal ini dapat menghemat waktu
yang dibutuhkan untuk mendapatkan senyawa tersebut dan jumlah senyawa yang
9
diproduksi dapat dibuat dalam skala yang besar. Keuntungan lain yang dapat
diperoleh yaitu menjaga kelestarian tumbuhan tersebut agar tidak dieksploitasi
secara terus menerus yang akhirnya dapat mengakibatkan kepunahan.
Simbiosis diartikan sebagai hidup bersama atau terjadinya hubungan yang
permanen diantara dua organisme yang berbeda. Keeratan hubungan ini dapat
dibedakan
sebagai
ektosimbion
atau
episimbion
dimana
kolonisasi
mikroorganisme terjadi pada permukaan luar dan endosimbion adalah kolonisasi
mikroorganisme yang terjadi di dalam sel inangnya. Endosimbion seringkali
memperlihatkan adaptasi yang spesifik dalam kehidupan intraseluler inangnya.
Seringkali mikroorganisme yang terlibat simbiosis dapat hidup tanpa inang, tetapi
pada situasi yang lain mereka dapat kehilangan kemampuannya untuk hidup
terpisah dari inangnya. Interaksi diantara mikroorganisme yang tipenya berbeda
dan diantara mikroorganisme dengan organisme hidup yang lebih tinggi
tingkatannya seperti binatang dan tumbuhan merupakan hal penting yang
mendasar dalam ekologi di lingkungan lautan (Munn 2004). Beberapa penelitian
menunjukkan besarnya potensi bakteri endofit banyak dilakukan pada tumbuhan
darat seperti pada tanaman Sambung nyawa Gynura procumbens sebagai
antimikroba (Simarmata 2007), tumbuhan obat Taxus brevifolia menghasilkan
antikanker (Prihatiningtias 2006), tanaman Jati belanda Guazumae folium
menghasilkan pelangsing (Syarmalina dan Hanafi 2006).
Tan et al. (2001), diacu dalam Radji (2005) mengatakan bahwa setiap
tumbuhan tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang
mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder yang diduga
sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik dari tanaman inangnya ke mikroba
endofit. Dalam hal ini tumbuhan lamun juga merupakan tumbuhan tingkat tinggi.
Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai
dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat
diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang
diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang
tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih
mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur. Karena endofit yang diisolasi
dari suatu tanaman dapat menghasilkan metabolit sekunder sama dengan tanaman
10
aslinya atau bahkan dalam jumlah yang lebih tinggi, maka kita tidak perlu
menebang/mengambil tanaman aslinya yang kemungkinan besar memerlukan
waktu lama untuk dapat dipanen (Strobel et al. 2003, diacu dalam Radji 2005).
Sumber-sumber Antifoulant Alami
Tumbuhan laut mempunyai pergerakan terbatas dibandingkan vertebrata laut
oleh karena itu tumbuhan laut mampu mengembangkan sistem pertahanan diri
dengan memproduksi senyawa kimia (chemical defense). Senyawa kimia yang
dihasilkan berguna untuk mencegah dan mempertahankan diri dari serangan
predator, media kompetisi, mencegah infeksi bakteri, membantu proses reproduksi
dan mencegah sengatan sinar ultra violet (Kubanek et al. 2003; Harper et al. 2001,
diacu dalam Murniasih 2005). Selain itu senyawa kimia tersebut juga merupakan
respon terhadap kompetisi dengan lingkungannya. Fungsi lain dari metabolit
sekunder adalah: (1) sebagai media interaksi dengan organisme lain, seperti
hubungan antara predator maupun kompetitor, komensalisme dan mutualisme. (2)
mencegah terjadinya infeksi dari mikroorganisme (antifouling), dan (3) sebagai
media dalam proses reproduksi, seperti feromon.
Menurut Shafer et al. (2007) tumbuhan laut dan avertebrata merupakan
sumber yang kaya akan bahan aktif biologi berupa metabolit sekunder, beberapa
diantaranya memberikan kepentingan fungsi ekologis seperti pertahanan kimia
yang potensial untuk melawan predator. Metabolit tersebut juga memberikan
pertahanan kimia sebagai antimikroba untuk mencegah terjadinya infeksi dan
fouling. Metabolit sekunder pada mulanya diasumsikan sebagai hasil samping
atau limbah dari organisme sebagai akibat produksi metabolit primer yang
berlebihan. Namun dengan perkembangan ilmu pengetahuan, terbukti bahwa
metabolit sekunder diproduksi oleh organisme sebagai respon terhadap
lingkungannya (William et al. 1989, diacu dalam Murniasih 2005). Organisme
laut, khususnya yang hidup di daerah tropis untuk kelangsungan hidupnya
menghadapi berbagai tantangan, harus berkompetisi untuk mendapatkan ruang
tumbuh, sinar dan makanan. Oleh karena itu, Harper et al. (2001) diacu dalam
Murniasih (2005), menyimpulkan bahwa organisme laut dalam mengembangkan
berbagai system mekanisme pertahanan diri, diantaranya adalah dengan tingkah
11
laku (behavioral misalnya cryptic, nocturnal), fisik (sclerites, pengerasan
permukaan tubuh) dan substansi kimia “chemical defense”.
Metabolit sekunder banyak dihasilkan oleh organisme laut sesil seperti
rumput laut, lamun, karang dan lainnya dan merupakan sebuah perspektif baru
dalam mencegah pertumbuhan yang pesat dari epibiont (fouling) dan dapat
berpotensi digunakan sebagai antifoulant (Pereira 2003). Metabolit sekunder dari
organisme laut yang dapat berperan sebagai antifouling juga dapat diisolasi dari
beberapa organisme laut lain termasuk bakteri, sponge, ascidian, bryozoa dan
gorgonia (Davis et al. 1989; Clare 1996, diacu dalam Pereira 2003).
Seringkali terjadi kondisi dimana beberapa organisme laut tidak terlapisi
oleh biofilm yang kompleks pada permukaan tubuhnya. Menurut Armstrong et al.
(2000) tumbuhan laut dan avertebrata laut memiliki bakteri pada permukaan
tubuhnya yang menghasilkan komponen untuk menghambat penempelan
organisme. Suatu peran perlindungan oleh beberapa strain bakteri epibiotik hadir
pada permukaan tubuhnya dengan mengeluarkan bahan kimia yang menghambat
biofouling oleh organisme lain (Armstrong et al. 2000). Produksi komponen
bioaktif oleh bakteri dan inangnya dilakukan secara bekerjasama untuk
melindungi permukaan inangnya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terjadi
simbiosis antara bakteri dan inangnya. Kerjasama atau simbiosis ini sering
dilakukan untuk menghasilkan bahan bioaktif. Bertambahnya bukti keterlibatan
mikroba simbion sebagai sumber yang bisa diandalkan dari komponen turunan
beberapa organisme laut, menjadikan mikroba laut simbion sebagai hal penting di
bidang biologi laut dan produk alami laut karena potensinya tersebut merupakan
alternative menyelesaikan masalah suplai produk alami dari laut tanpa melakukan
pemanenan biomas inang secara berlebihan (Li 2009). Simbiosis organisme laut
dengan bakteri dapat menghasilkan bahan aktif hasil metabolit sekunder yang
memiliki peran penting bagi inangnya (Kelecom 2002). Peran penting metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh bakteri simbion epifit adalah memberikan
perlindungan lingkungan permukaan organisme inangnya dengan
TUMBUHAN LAMUN SEBAGAI PENGHAMBAT
TERJADINYA BIFOULING DI LAUT
BINTANG MARHAENI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Potensi Bakteri
Simbion Tumbuhan Lamun sebagai Penghambat Terjadinya Biofouling di Laut”
adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir disertasi.
Bogor, April 2011
Bintang Marhaeni
C561060031
ABSTRACT
BINTANG MARHAENI. Potential of Bacterial Simbionts of Seagrass as
Preventing Marine Biofouling. Under direction of DIETRIECH GEOFFREY
BENGEN, RICHARDUS KASWADJI, and OCKY KARNA RADJASA.
Biofouling is defined as the attachment and growth of microorganisms
(microbial fouling) and macroorganisms (macrofouling) on solid surface.
Biofouling bacteria also result on surface of marine plant seagrass as symbiotic.
Bacteria-seagrass association that occur on the surface have been known to
produce secondary metabolites that have important ecological roles, including
prevention from pathogen infection and fouling organisms. A research aimed at
the bacterial symbionts of seagrass Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii and
Syringodium isoetifolium as defense marine biofouling was performed. Bacterial
symbionts including endophytes and epiphytes were isolated from the seagrass.
Marine biofilm-forming bacteria had been isolated from the fiber and wooden
panels from the surrounding colonies. Epiphyte isolate found more than
endophyte isolate, however more biological activity was found among endophyte
compare to epiphyte against biofilm-forming bacteria. Bacterial endophyte
inhibited more biofilm-forming bacteria than epiphyte. Extract endophytes and
epiphytes bacteria also inhabited biofilm-forming bacteria. Field experimental of
extract bacteria show that extract of two bacteria spesies cannot obtained fouling
organisms identified as Virgibacillus genus and one identified as Bacillus genus.
Bacterial symbionts of seagrass in this experiment show potential source as
natural marine antifouling.
Keywords : biofouling, seagrass, endophyte, epiphyte, biofilm-forming bacteria.
RINGKASAN
BINTANG MARHAENI. Potensi Bakteri Simbion Tumbuhan Lamun
sebagai Penghambat Terjadinya Biofouling di Laut. Dibimbing oleh Dietriech
Geoffrey Bengen., Richardus Kaswadji., dan.Ocky Karna Radjasa.
Biofouling adalah penempelan dan pertumbuhan organisme pada permukaan
substrat baik yang bersifat abiotik maupun biotik yang berada di bawah
permukaan air. Biofouling dibedakan menjadi microfouling yaitu pembentukan
biofilm (kolonisasi bakteri dan mikroalga) dan macrofouling yaitu penempelan
makroorganisme (kolonisasi avertebrata dan makroalga). Tahapan proses
biofouling dimulai dari terbentuknya biofilm secara biokimia pada permukaan
substrat diikuti penempelan mikroba atau microfouling dan tahap akhir adalah
penempelan macrofouling. Biofouling banyak terjadi pada berbagai struktur di
lingkungan laut dan telah menjadi permasalahan yang serius. Usaha
penanggulangan biofouling di laut banyak dilakukan dengan cara pengecatan
menggunakan cat antifouling sintetis yang mengandung logam berat dan TBT
(tributyltin). Aplikasi cat tersebut pada kenyataannya menyebabkan timbulnya
pencemaran lingkungan karena merusak kehidupan organisme non-target yang
merupakan spesies ekonomis penting. Hal tersebut menyebabkan penggunaan
TBT sebagai antifoulant pada saat ini tidak boleh digunakan lagi. Berawal dari
permasalahan tersebut maka penelitian potensi bakteri simbion tumbuhan lamun
sebagai penghambat biofouling dilaut telah dilakukan.
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2008 sampai Maret 2010.
Tahap awal dari penelitian ini adalah isolasi bakteri simbion tumbuhan lamun
(epifit dan endofit) dari jenis Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii dan
Syringodium isoetifolium yang tumbuh di perairan Teluk Awur, Jepara, Jawa
Tengah. Penjebakan bakteri pembentuk biofilm yang digunakan untuk menguji
kemampuan bakteri simbion lamun dilakukan pada tempat tumbuh lamun
tersebut. Terhadap isolat bakteri yang diperoleh dilakukan pengkulturan murni
terlebih dahulu sebelum digunakan untuk pengujian kemampuan penghambatan
bakteri simbion lamun terhadap pertumbuhan bakteri biofilm. Pengujian
penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri biofilm dilakukan terhadap isolat
bakteri dan ekstrak isolat bakteri simbion lamun. Kegiatan ini dilakukan di
Laboratorium Jurusan Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang. Aplikasi
lapang terhadap penempelan macrofouling dilakukan untuk menguji kemampuan
penghambatan bakteri simbion lamun yang teruji memiliki kemampuan maksimal
pada pengujian skala laboratorium dilakukan di perairan Kamal Muara, Jakarta
Utara. Identifikasi bakteri potensial antifouling dilakukan di laboratorium
Bioteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan UIN
Yogyakarta. Pengamatan suksesi proses biofouling dilakukan pada substrat kayu
dan fiber di perairan Muara Baru. Jakarta Utara. Analisis data uji hambat
dilakukan dengan Analisis Ragam Rancangan Acak Kelompok (RAK).
Penelusuran homologi bakteri dilakukan dengan program BLAST dan Analisis
Filogenetik dengan software ARB.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa isolat bakteri simbion epifit
ditemukan lebih banyak dibandingkan bakteri simbion endofit namun demikian
dilihat dari persentase bakteri terisolasi yang aktif pada uji hambat lebih banyak
persentase bakteri endofit yang aktif dibandingkan bakteri epifit. Kemampuan
penghambatan bakteri simbion endofit lebih besar baik zona hambatnya maupun
kemampuan menghambat banyaknya jumlah isolat bakteri biofilm. Kemampuan
penghambatan ekstrak bakteri simbion lamun (epifit dan endofit) terhadap bakteri
lebih kecil dibandingkan isolat bakteri. Pada aplikasi lapang uji penghambatan
macrofouling terhadap ekstrak bakteri lamun yang dicampurkan dengan cat tanpa
antifoulant sintetis dengan perbandingan 50 : 50 memperlihatkan ada tiga ekstrak
isolat bakteri simbion lamun yaitu bakteri simbion epifit pada Enhalus acoroides
(EA 6), bakteri simbion epifit Thalassia hemprichii (TB 3) dan bakteri simbion
endofit Syringodium isoetifolium (ESJ 1) tidak ditemukan macrofouling. Ketiga
bakteri tersebut merupakan bakteri yang memiliki kemampuan penghambatan
maksimal pada uji penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri biofilm. Hasil
identifikasi molekuler bakteri memperlihatkan bahwa dua isolat bakteri tersebut
tergolong genus Virgibacillus dan satu isolat bakteri adalah genus Bacillus . Hasil
isolasi bakteri biofilm memperlihatkan bahwa jumlah isolat bakteri biofilm
(microfouling) yang terisolasi dari substrat kayu dan fiber permukaan kasar lebih
banyak dibandingkan permukaan halus. Pengamatan terhadap macrofouling pada
suksesi proses biofouling memperlihatkan kecenderungan yang sama yaitu
permukaan kasar lebih banyak dibandingkan permukaan halus dan jumlah
organisme fouling pada substrat kayu lebih banyak dibandingkan substrat fiber.
Kata kunci : biofouling, lamun, bakteri endofit, bakteri epifit, bakteri biofilm.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
POTENSI BAKTERI SIMBION TUMBUHAN LAMUN
SEBAGAI PENGHAMBAT TERJADINYA
BIOFOULING DI LAUT
BINTANG MARHAENI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Malikusworo Hutomo.
Dr. Iwan Saskiawan.
Penguji pada Ujian Terbuka : Prof .Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA
Dr. Sarjiya Antonius.
Judul Disertasi
Nama
NIM
: Potensi Bakteri Simbion Tumbuhan Laut Lamun sebagai
Penghambat terjadinya Biofouling di Laut
: Bintang Marhaeni
: C 561060031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA
Ketua
Ocky Karna Radjasa, Ph.D
Anggota
Dr. Ir. Richardus Kaswadji, MSc
Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir.Neviaty P. Zamani., MSc
Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian : 5 April 2011
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2008 sampai Maret 2010
adalah mencari sumber alternatif antifoulant alami ramah lingkungan, dengan
judul Potensi Bakteri Simbion Tumbuhan Lamun sebagai Penghambat Terjadinya
Biofouling di Laut.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof.Dr.Ir. Dietriech Geoffrey
Bengen, DEA, Bapak Dr. Ir. Richardus Kaswadji, MSc dan Bapak Drs. Ocky
Karna Radjasa, MSc, Ph D selaku pembimbing. Kepada Bapak Dr. Ir. Agus Oman
Sudrajat yang telah memimpin sidang baik pada Ujian Tertutup maupun Ujian
Terbuka dan Ibu Dr. Neviaty P. Zamani sebagai ketua Program Studi Ilmu
Kelautan kami ucapkan terima kasih banyak. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Rektor Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Dekan
Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman, Pimpinan dan Staf
Sekolah Pascasarjana IPB, Pimpinan dan Staf Program Studi Ilmu Kelautan IPB
yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Doktor
dan atas segala bantuan dan pelayanan Bagian Administrasi yang diberikan
selama proses studi.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ditjen DIKTI yang telah
memberikan bantuan beasiswa dan dana penelitian melalui BPPS-DIKTI, Pihak
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto yang telah memberikan bantuan dana
untuk penyelesaian disertasi. Kepada keluarga penulis juga mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya terutama suami Drs. Noor Abiyoso Syakhrie dan
anak-anak tercinta Aisyah Amanda Kirana, Annisa Dian Kirani dan Alyya
Meigita Karina serta Orang Tua yang telah senantiasa memberikan suport baik
moril maupun materiil kepada penulis. Kepada segenap pimpinan dan staf
laboratorium jurusan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro
Semarang kami ucapkan terimakasih atas bantuannya selama penelitian serta
rekan-rekan sesama mahasiswa Ilmu Kelautan dan rekan-rekan pengajar di
Jurusan Perikanan dan Kelautan Unsoed yang telah banyak memberikan motivasi.
Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada rekan-rekan yang bersama-sama
menuntut ilmu di IPB atas segala motivasi dan bantuannya semoga kita semua
akan selalu menjadi sahabat dimanapun kita berada.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjarnegara, Jawa Tengah dari orang tua Ibu Soekijati
dan Bapak Drs. Didi Sayidi (Alm) pada tanggal 3 Juli 1966. Kuliah S1
diselesaikan di Jurusan Biologi Lingkungan, Fakultas Biologi, Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto lulus tahun 1989 dan kuliah S2 di Program Studi
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor lulus tahun 1999 dengan beasiswa TMPD
dari Ditjen DIKTI. Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa doktoral
Pascasarjana Program Studi Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dengan
beasiswa melalui BPPS-DIKTI dan sekarang menjadi kandidat untuk gelar doktor
pada di Departemen Ilmu Kelautan FPIK-IPB.
Riwayat pekerjaan penulis dimulai sebagai Staf Peneliti di Program Tropical
Aquatic Biology, SEAMEO-BIOTROP tahun 1990–1995, selanjutnya sebagai
staf pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
pada tahun 1993–2004 dan pada saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar di
jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto dari tahun 2004–sekarang.
Sebuah artikel berjudul Screening of Bacterial Symbionts of Seagrass
Enhalus acoroides against Biofilm-Forming Bacteria telah diterbitkan pada bulan
Februari 2010 di Journal of Coastal Development 13(2). Karya ilmiah tersebut
merupakan bagian dari penelitian Program S3 penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
PENDAHULUAN..............................................................................................
Latar belakang .....................................................................................................
Perumusan Masalah ............................................................................................
Tujuan Penelitian ................................................................................................
Manfaat Penelitian ..............................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................................
Kebaharuan Penelitian (Novelty Penelitian) .......................................................
1
1
2
5
5
5
5
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 6
Ekobiologi Lamun .............................................................................................. 6
Sumber-sumber Antifoulant Alami ..................................................................... 10
Biofouling ............................................................................................................ 15
BAHAN DAN METODE .................................................................................. 22
Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................. 22
Prosedur Penelitian.............................................................................................. 24
Isolasi Bakteri Epifit ..................................................................................... 24
Isolasi Bakteri Endofit................................................................................... 24
Isolasi Bakteri Pembentuk Biofilm ............................................................... 25
Uji Penghambatan Bakteri Simbion Lamun (epifit dan endofit)
terhadap Pertumbuhan Bakteri Biofilm ......................................................... 26
Uji Penghambatan Ekstrak Bakteri Simbion Lamun (epifit dan endofit)
terhadap Pertumbuhan Bakteri Biofilm ......................................................... 27
Uji Aplikasi Lapang Penghambatan Ekstrak Bakteri Simbion Lamun
terhadap Penempelan Macrofouling ............................................................. 27
Identifikasi Bakteri ........................................................................................ 28
Analisis Pohon Filogenetik ........................................................................... 29
Uji Penempelan Macrofouling pada jenis substrat kayu dan fiber ............... 30
Pengamatan Parameter Fisik-Kimia Perairan ............................................... 30
HASIL ............................................................................................................... 31
Identifikasi Tumbuhan Lamun ............................................................................ 31
Isolasi Bakteri Simbion Lamun (epifit dan endofit) ........................................... 32
Uji Penghambatan Bakteri Simbion Lamun (epifit dan endofit) terhadap
Pertumbuhan Bakteri Biofilm .............................................................................. 32
Uji Penghambatan Ekstrak Bakteri Simbion Lamun terhadap Pertumbuhan
Bakteri Biofilm .................................................................................................... 35
xii
Uji Aplikasi Lapang Penghambatan Ekstrak Bakteri Simbion Lamun
terhadap penempelan Macrofouling.................................................................... 37
Isolasi Bakteri Pembentuk Biofilm ...................................................................... 38
Suksesi Proses Biofouling pada Jenis Substrat Kayu dan Fiber.......................... 39
Pengamatan Parameter Fisik-Kimia Perairan ..................................................... 40
Identifikasi Bakteri .............................................................................................. 44
Analisis Filogenetik ............................................................................................ 45
PEMBAHASAN ................................................................................................ 47
Identifikasi Tumbuhan Lamun ............................................................................ 47
Isolasi Bakteri Simbion Lamun (epifit dan endofit) ........................................... 47
Uji Penghambatan Bakteri Simbion Lamun (epifit dan endofit) terhadap
Pertumbuhan Bakteri Biofilm .............................................................................. 49
Uji Penghambatan Ekstrak Bakteri Simbion Lamun
terhadap
Pertumbuhan Bakteri Biofilm .............................................................................. 51
Uji Penghambatan Ekstrak Bakteri Simbion Lamun terhadap
Macrofouling ....................................................................................................... 53
Isolasi Bakteri Pembentuk Biofilm ...................................................................... 55
Pengamatan Suksesi Proses Biofouling pada Jenis Substrat Kayu dan Fiber ..... 57
Pengamatan Parameter Fisik-Kmia Perairan ...................................................... 62
Identifikasi Bakteri .............................................................................................. 63
KESIMPULAN ................................................................................................. 67
SARAN ............................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 70
LAMPIRAN ....................................................................................................... 76
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Hasil identifikasi bakteri simbion lamun. ..................................................... 44
2. Hasil identifikasi bakteri biofilm ................................................................... 44
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Latar belakang penelitian .............................................................................. 2
2. Kerangka perumusan masalah....................................................................... 4
3. Rangkaian peristiwa microfouling dan macrofouling (Egan, 2001) ............. 17
4. Peta lokasi pengambilan contoh daun lamun ................................................ 23
5. Cara melakukan isolasi bakteri epifit dari daun lamun ................................. 24
6. Cara melakukan isolasi bakteri endofit dari daun lamun .............................. 25
7. Pemasangan substrat kayu dan fiber dengan posisi empat mata
angin untuk penjebakan bakteri pembentuk biofilm. .................................... 26
8. Substrat kayu yang dicat dengan campuran cat tanpa antifoulant
dan ekstrak bakteri untuk aplikasi lapang ..................................................... 28
9. Balok kayu dan fiber yang digunakan dalam percobaan biofouling ............. 30
10. Morfologi jenis lamun yang digunakan sebagai objek penelitian ................. 31
11. Hasil isolasi bakteri simbion epifit (a) dan endofit (b) ................................. 32
12. Jumlah isolat bakteri epifit dan endofit terisolasi dari 3 jenis lamun. ........... 32
13. Besar zona hambat maksimum (mm) uji penghambatan bakteri
simbion lamun (epifit dan endofit) terhadap pertumbuhan bakteri
biofilm ........................................................................................................... 33
14. Jumlah bakteri biofilm yang dihambat pada uji penghambatan
bakteri simbion lamun (epifit dan indofit) terhadap pertumbuhan
bakteri biofilm ............................................................................................... 34
15. Persentase bakteri simbion lamun (epifit dan indofit) yang aktif
pada uji penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri biofilm .................... 35
16. Zona hambat maksimum uji penghambatan ekstrak bakteri simbion
lamunn (epifit dan endofit) terhadap pertumbuhan bakteri biofilm ............. 36
17. Jumlah biofilm yang dihambat pada uji penghambatan ekstrak
bakteri simbion lamun (epifit dan endofit) terhadap pertumbuhan
bakteri biofilm ............................................................................................... 37
18. Jumlah macrofouling pada uji aplikasi lapang ekstrak bakteri
simbion lamun terhadap penempelan macrofouling ..................................... 38
19. Jumlah isolat bakteri biofilm yang terisolasi dari substrat kayu dan
fiber ............................................................................................................... 38
20. Jumlah macrofouling pada Uji penempelan macrofouling pada
substrat kayu dan fiber .................................................................................. 39
xv
21. Suksesi proses biofouling pada substrat fiber dan kayu satu minggu
pertama pengamatan...................................................................................... 40
22. Parameter lingkungan perairan pada saat isolasi bakteri simbion
lamun (epifit dan endofit).............................................................................. 41
23. Parameter lingkungan perairan pada saat uji aplikasi lapang ekstrak
bakteri terhadap macrofouling ...................................................................... 42
24. Parameter lingkungan perairan pada saat pengamatan suksesi
biofouling ...................................................................................................... 43
25. Hasil analisis pohon filogenetik bakteri simbion lamun (epifit dan
endofit) .....................................................................................................................45
26. Hasil analisis filogenetik bakteri biofilm ..................................................................46
27. Zona hambat pada uji penghambatan ekstrak bakteri simbion E.
acoroides, T. hemprichii dan S. isoetifolium terhadap pertumbuhan
bakteri biofilm ............................................................................................... 53
28. Jenis macrofouling yang mendominasi pada uji aplikasi lapang
penempelan macrofouling pada substrat uji yang dicampur dengan
ekstrak bakteri ............................................................................................... 55
29. Jenis macrofouling yang mendominasi pada pengamatan suksesi
biofouling ...................................................................................................... 60
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Pembuatan media isolasi bakteri ................................................................... 76
2. Sterilisasi alat dan bahan ............................................................................... 77
3. Ekstraksi bakteri ............................................................................................ 77
4. Kultur pada media cair .................................................................................. 77
5. Hasil analisis ragam zona hambat bakteri epifit E. acoroides
terhadap bakteri biofilm................................................................................. 78
6. Hasil analisis ragam zona hambat bakteri epifit T. hemprichi terhadap
bakteri biofilm...........................................................................................................78
7. Hasil analisis ragam zona hambat bakteri epifit S. isoetifolium
terhadap bakteri biofilm................................................................................. 78
8. Hasil analisis ragam zona hambat bakteri endofit T. hemprichi
terhadap bakteri biofilm................................................................................. 78
9. Hasil analisis ragam zona hambat bakteri endofit E. acoroides
terhadap bakteri biofilm................................................................................. 79
10. Hasil analisis ragam zona hambat bakteri endofit S. isoetifolium
terhadap bakteri biofilm................................................................................. 79
11. Analisis ragam (Anova) uji daya hambat ekstrak bakteri simbion
epifit E. acoroides terhadap bakteri biofilm .................................................. 79
12. Analisis ragam (Anova) uji daya hambat ekstrak bakteri simbion
epifit T. hemprichi terhadap bakteri biofilm .................................................. 79
13. Analisis ragam (Anova) uji daya hambat ekstrak bakteri simbion
epifit S. isoetifolium terhadap bakteri biofilm ............................................... 79
14. Analisis ragam (Anova) uji daya hambat ekstrak bakteri simbion
endofit E. acoroides terhadap bakteri biofilm ............................................... 80
15. Analisis ragam (Anova) uji daya hambat bakteri simbion endofit T.
hemprichi terhadap bakteri biofilm ............................................................... 80
16. Analisis ragam (Anova) uji daya hambat bakteri simbion endofit S.
isoetifolium terhadap bakteri biofilm............................................................. 80
17. Hasil analisis ragam uji macrofouling terhadap ekstrak bakteri
simbion lamun ............................................................................................... 80
18. Hasil analisis ragam perlakuan perbedaan jenis dan permukaan
substrat .......................................................................................................... 81
19. Pengkodean bakteri simbion lamun dan bakteri biofilm ............................... 81
20. Sequen bakteri hasil identifikasi molekuler..............................................................82
xvii
PENDAHULUAN
Latar belakang
Peristiwa biofouling pada berbagai benda di lingkungan laut telah
mengakibatkan masalah bagi pelaku industri maritim khususnya dalam bidang
transportasi laut seperti perkapalan dan struktur pelabuhan. Biofouling yang
terjadi pada badan kapal mengakibatkan peningkatan kekasaran dan menambah
beban daya tarik kapal sehingga menyebabkan konsumsi bahan bakar semakin
meningkat. Masalah biofouling juga dapat terjadi pada jaring budidaya, pipanisasi
bawah laut dan struktur pelabuhan.
Usaha penanggulangan biofouling telah dilakukan dengan beberapa metode
antara lain dengan melakukan pengerokan dan pengecatan dengan cat yang
mengandung bahan antifouling sintetis. Pengerokan organisme penempel pada
badan kapal memerlukan cara tertentu dengan terlebih dahulu melakukan
pendaratan kapal. Hal ini menyebabkan kerugian besar bagi industri perkapalan
karena pada masa itu kapal tidak bisa melakukan aktifitasnya di laut. Pengecatan
dengan antifouling sintetis banyak dilakukan dengan pengecatan antifouling yang
mengandung tembaga (logam berat) dan TBT (tributyltin) sebagai unsur aktif
yang paling efektif (Willemsen and Ferrari 1993), diacu dalam Abarzua and
Jakubowski 1995). Cat antifouling ini mencegah terjadinya biofouling dengan
mewujudkan biosida yang efektif dan konstan. Sejak tahun 1970 triaryltin dan
trialkiltin (turunan tributyltin) meningkat penggunaannya sebagai cat antifouling
karena kemampuannya sangat baik dalam mencegah penempelan organisme laut.
Penggunaannya dilakukan dengan cara melapisi cat pada dasar kapal dan jaring
budidaya (Suzuki et al. 1992 diacu dalam Abarzua and Jakubowski 1995). Pada
kenyataannya aplikasi cat berbahan TBT ini mengalami peluruhan dan
menyebabkan timbulnya pencemaran pada lingkungan perairan. TBT merusak
banyak bentuk kehidupan organisme laut lain yang merupakan spesies ekonomis
penting selain organisme fouling. Organisasi Maritim Internasional (IMO) telah
melarang pemakaian bahan-bahan tersebut pada kapal yang secara efektif dimulai
pada 17 September 2008 (Mayavu et al. 2009, IMO 2007, diacu dalam Qian
2
2010). Berdasarkan hal tersebut maka alternatif yang efisien dari penggunaan
TBT sebagai antifoulant pada saat ini sudah tidak dapat digunakan lagi. Oleh
karena itu pencarian alternatif antifoulant alami yang ramah lingkungan sangat
diperlukan pada saat ini (Mayavu et al. 2009). Hal tersebut dapat dijelaskan
melalui Gambar 1 mengenai latar belakang penelitian.
MASALAH BIOFOULING
KONVENSI INTERNASIONAL
BIOFOULING
-Perkapalan, Pipanisasi bawah laut, Jaring
budidaya laut, struktur pelabuhan
Upaya Penanganan
Pengerokan
(Tidak efisien)
PENGECATAN ANTIFOULANT
SINTETIS
(penggunaan Cat yang
Mengandung TBT
(trybuthyltin) dan Logam
Berat)
PENGAWASAN SISTEM ANTI PENCEMARAN
BAHAN-BAHAN BERBAHAYA PADA KAPAL
Oleh
ORGANISASI MARITIM INTERNASIONAL (IMO)
DI INGGRIS 2001
PELARANGAN PENGGUNAAN CAT YANG
MENGANDUNG BAHAN KIMIA TBT (trybutyl tin),
LOGAM BERAT
BERLAKU MULAI 1 JANUARI 2008
PELURUHAN
PERLU DICARI ALTERNATIF
PENCEMARAN LINGKUNGAN
ANTIFOULANT ALAMI RAMAH LINGKUNGAN
Gambar 1 Latar belakang penelitian.
Perumusan Masalah
Biofouling adalah penempelan dan pertumbuhan organisme pada permukaan
substrat abiotik maupun biotik yang berada di bawah permukaan air. Biofouling
dibedakan menjadi microfouling yaitu pembentukan biofilm (kolonisasi bakteri
dan mikroalga) dan macrofouling yaitu penempelan makroorganisme (kolonisasi
avertebrata dan makroalga) (Railkin 2004). Menurut Egan (2001) proses
pembentukan komunitas biofouling terjadi melalui suatu proses dimana kolonisasi
pada suatu permukaan terjadi sebagai hasil suksesi dari beberapa tahap. Mulamula terjadi penempelan bahan organik pada suatu permukaan substrat yang
bersih kemudian diikuti dengan penempelan bakteri atau microfouling yang
kemudian membentuk lapisan eksopolisakarida (EPS) dan tahap akhir adalah
penempelan macrofouling. Dalam hal ini terbentuknya biofilm merupakan syarat
utama terjadinya biofouling sehingga untuk melakukan penghambatan terjadinya
3
macrofouling dapat dilakukan dengan cara memutus rantai dengan melakukan
penghambatan terjadinya biofilm bakteri.
Biofouling yang terjadi pada benda mati sangat dipengaruhi oleh jenis
substrat dan tekstur permukaan substrat sehingga pemilihan substrat yang tepat
pada benda yang terendam di perairan sangat diperlukan. Organisme laut yang
hidup dalam perairan juga mengalami peristiwa biofouling namun tidak semua
organisme mengalami biofouling yang kompleks karena banyak organisme laut
terutama organisme laut sesil memiliki kemampuan pertahanan diri dengan
menghasilkan metabolit sekunder. Tumbuhan laut merupakan organisme sesil
yang dikenal sebagai sumber metabolit sekunder. Metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh organisme tersebut memiliki fungsi penting memberikan
pertahanan kimia dalam melawan infeksi dan fouling (Davis et al. 1989). Menurut
Sammarco dan Coll (1992), metabolit sekunder pada organisme laut berperan
penting dalam fungsi ekologis terutama untuk perlindungan terhadap predator,
kompetisi ruang hidup, reproduksi dan antifouling. Penelitian yang telah
dilakukan membuktikan beberapa metabolit sekunder yang dimiliki oleh
tumbuhan lamun menunjukkan adanya aktivitas farmakologi dan merupakan
kandidat baru sebagai bahan obat-obatan. Jika kita melakukan produksi bahanbahan tersebut dari tumbuhan lamun maka kita akan memerlukan suplai biomas
lamun dalam jumlah banyak secara kontinyu. Hal yang mengkhawatirkan adalah
terjadinya masalah suplai biomas lamun tersebut. Maka hal tersebut jika
dilaksanakan dapat mengundang terjadinya permasalahan baru terjadinya
eksploitasi berlebihan terhadap keberadaan lamun padahal kita ketahui bahwa
ekosistem lamun merupakan ekosistem tempat kehidupan banyak organisme laut.
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan upaya eksplorasi terhadap tumbuhan
lamun tanpa melakukan pengrusakan terhadap komunitas lamun itu sendiri.
Tumbuhan lamun adalah tumbuhan yang hidup terendam air sehingga
organisme ini juga tak luput dari terjadinya biofilm pada permukaan tubuhnya.
Organisme pembentuk biofilm pada permukaan organisme hidup adalah hanya
organisme yang mampu bersimbiosis dengan organisme yang menjadi inangnya.
Bakteri merupakan organisme utama pembentuk biofilm yang selalu menjadi
pioner terjadinya biofouling baik pada benda mati maupun organisme hidup.
4
Bakteri yang bersimbiosis pada organisme hidup sebagai inangnya merupakan
bakteri yang hidup bersimbiosis mutualisme. Bakteri simbion ini dapat
menghasilkan senyawa hasil metabolit sekunder yang sama dengan inangnya
sehingga jika kita mampu mengisolasi bakteri simbion tumbuhan lamun dan
berhasil mengkulturnya maka kita bisa mendapatkan metabolit sekunder berupa
bahan bioaktif yang sama dengan yang dihasilkan oleh tumbuhan lamun tersebut.
Dengan cara ini maka kekhawatiran akan terjadinya eksploitasi berlebihan
terhadap biomas lamun dapat terhindarkan. Salah satu fungsi metabolit sekunder
yang dihasilkan tumbuhan lamun adalah sebagai antifouling dengan demikian
besar kemungkinan bahwa bakteri simbion lamun juga mampu menghasilkan
metabolit sekunder yang dapat digunakan sebagai antifouling. Hal ini merupakan
terobosan untuk mendapatkan sumber antifoulant alami yang ramah lingkungan
karena dengan hanya melakukan isolasi bakteri kita hanya memerlukan bagian
tumbuhan lamun dalam jumlah kecil dan antifoulant yang dihasilkan berasal dari
organisme bukan bahan sintetis sehingga ramah lingkungan. Untuk melihat
keterkaitan pada penjelasan diatas dapat dilihat pada Gambar 2 tentang kerangka
perumusan masalah.
BENDA MATI
DIPENGARUHI
JENIS SUBSTRAT
BIOFOULING
•Mikrofouling
•Makrofouling
PROSES BIOFOULING
ORGANISME LAUT
TUMBUHAN
LAMUN
Metabolit sekunder (Bioaktif)
Fungsi Ekologis:
-Anti predator,anti parasit,antifouling
PEMILIHAN
SUBSTRAT
Pemutusan Siklus
Bakteri simbion
Epifit & Endofit
(Bioaktif mirip inang)
Biomas lamun
Isolasi bakteri
Pemanenan
Pengkulturan
Masalah suplai
Ramah lingkungan
Tidak
Ramah lingkungan
CARA PENANGANAN
MASALAH BIOFOULING
SUMBER ANTIFOULANT
ALAMI
Gambar 2 Kerangka perumusan masalah
5
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bakteri simbion tumbuhan lamun
yang berpotensi sebagai penghambat terjadinya biofouling di laut.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi tersedianya sumber alternatif
antifoulant alami yang ramah lingkungan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini diawali dengan isolasi bakteri simbion lamun epifit dan
endofit pada lamun jenis Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii. dan
Syringodium isoetifolium yang tumbuh di perairan Teluk Awur, Jepara, Jawa
Tengah. Pengujian kemampuan penghambatan bakteri simbion lamun dilakukan
pada isolat bakteri dan ekstrak isolat bakteri simbion epifit dan endofit terhadap
bakteri biofilm dari substrat kayu dan fiber yang memiliki permukaan kasar dan
halus. Aplikasi lapang terhadap penempelan makrofouling di laut dilakukan
terhadap ekstrak isolat bakteri simbion epifit dan endofit lamun yang dipilih
berdasarkan kemampuan penghambatan yang tinggi pada uji penghambatan isolat
bakteri simbion lamun terhadap pertumbuhan isolat bakteri biofilm. Pengamatan
terhadap proses biofouling pada substrat kayu dan fiber yang memiliki permukaan
kasar dan halus yang dipaparkan pada air laut hingga diperoleh makroorganisme
penempel. Isolasi bakteri biofilm dilakukan pada substrat kayu dan fiber yang
memiliki permukaan kasar dan halus yang diletakkan pada lokasi dimana
dilakukan isolasi bakteri simbion tumbuhan lamun yang digunakan untuk
pengujian penghambatan bakteri simbion lamun terhadap pertumbuhan bakteri
biofilm.
Kebaharuan Penelitian (Novelty Penelitian)
Bakteri simbion lamun (epifit dan endofit) pada lamun jenis Enhalus
acoroides, Thalassia hemprichii dan Syringodium isoetifolium memiliki
kemampuan menghambat biofouling di laut.
TINJAUAN PUSTAKA
Ekobiologi Lamun
Lamun adalah tumbuhan laut yang memiliki arti penting dalam siklus
ekologi pada perairan dangkal pantai tropis dan subtropis, khususnya
berhubungan dengan produktivitas lautan. Tumbuhan ini merupakan produsen
yang tinggi di daerah tropis. Salah satu hal penting dari lamun adalah memiliki
daya adaptasi pada kondisi yang terendam air (hydrofit). Tumbuhan ini memiliki
perkembangan rhizoma yang baik (secara horizontal) yang biasanya terdapat di
bawah permukaan substrat dan asosiasinya saling menutup satu dengan yang lain.
Hal tersebut menyebabkan tumbuhan lamun di lokasinya berperan pada proses
sedimentasi karena dapat menangkap serasah dan menstabilkan substrat. Semua
jenis tumbuhan lamun memiliki alternatif munculnya daun dari dua kedudukan
biasanya muncul dari bagian yang berdiri tegak berupa tunas pendek atau dari
rhizoma (Tomlinson 1974, diacu dalam Dawes 1981). Akar yang muncul dan
berkembang dari rhizoma sama baiknya seperti yang keluar dari bagian dasar dari
setiap bagian yang berdiri tegak. Lamun biasanya memiliki akar yang lebat dan
berkulit. Daunnya rata, berbentuk seperti pita, atau silindris jika dilihat dari irisan
melintang. Tumbuhan ini dapat menahan gerakan air. Bunganya kecil dan muncul
dari dasar tandan daun. Stamen (antera), pistil (style) dan stigma menjulur di atas
petal. Biasanya pollen dikeluarkan dengan lapisan bergelatin yang akan terbawa
oleh arus air. Butiran polen memanjang (elongated) (Famili Potamogetonaceae)
atau seperti bola (spherical) (Famili Hydrocharitaceae) dan tersusun saling
melekat berbentuk monili seperti rantai.
Salah satu cara mengidentifikasi spesies lamun adalah dengan mengenali
bentuk morfologi daun, akar, rhizoma, bunga dan buah. Akar pada tumbuhan
lamun tidak berfungsi penting dalam pengambilan nutrien karena daun dapat
menyerap nutrien secara langsung dari dalam air laut. Tumbuhan tersebut dapat
menyerap nutrien dan melakukan fiksasi nitrogen melalui tudung akar. Untuk
menjaga agar tubuhnya tetap mengapung di dalam kolom air, tumbuhan ini
dilengkapi dengan ruang udara (Fortes 1990).
7
Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka dengan pasang surut dan
perairan pantai atau goba yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil dan patahan
karang mati dengan kedalaman sampai empat meter. Pada perairan yang sangat
jernih, beberapa jenis lamun ditemukan tumbuh sampai kedalaman 8–15 meter
bahkan sampai 40 meter (Larkum et al. 1989). Padang lamun dapat berbentuk
vegetasi tunggal yaitu tersusun atas satu jenis lamun yang tumbuh membentuk
padang lebat atau vegetasi campuran yang terdiri dari 2 sampai 12 jenis yang
tumbuh bersama-sama pada satu substrat. Pertumbuhan lamun sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor internal seperti kondisi fisiologis dan metabolisme, serta faktor
eksternal seperti zat hara (nutrien) dan tingkat kesuburan perairan. Faktor-faktor
eksternal (lingkungan) yang mempengaruhi distribusi dan pertumbuhan ekosistem
padang lamun adalah (1) kecerahan, (2) temperatur, (3) salinitas, (4) substrat dan
(5) kecepatan arus.
Lamun yang ditemukan di perairan Indonesia terdiri dari tujuh genus. Tiga
diantaranya : Enhalus, Thalassia dan Halophila termasuk Famili Hidrocharitaceae,
sedangkan empat genus lainnya adalah Halodule, Cymodocea, Syringodium dan
Thalassodendron yang termasuk Famili Potamogetonaceae (Nontji 1987, diacu
dalam Dahuri 2003). Kekayaan jenis yang dijumpai di Indonesia menurut Den
Hartog (1970), diacu dalam Dahuri (2003) terdapat 13 jenis lamun yaitu:
Cymodocea serrulata, C. rotundata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, H.
pinifolia, Halophila minor, H. ovalis, H. decipiens, H. spinulosa, H. sulawesii,
Thalassia hemprichii, Syringodium isoetifolium dan Thalassodendron ciliatum.
Lamun jenis Thalassia sp. merupakan jenis yang jumlahnya bisa berlimpah dan
memiliki penyebaran yang luas. Hal demikian juga terjadi di Indonesia.
Ekosistem padang lamun merupakan habitat dan sumber makanan bagi
binatang laut. Pemakanan tumbuhan langsung terhadap tumbuhan lamun hanya
terbatas pada beberapa spesies. Alga penempel dapat ditemukan sebagai epifit
pada daun lamun. Terdapat 113 epifit dan 120 spesies makroalga teridentifikasi
ditemukan di helaian daun lamun dan komunitas lamun di Florida. Meskipun
banyak binatang yang langsung makan daun lamun, namun komunitas epifit
seperti biofilm bakteri, diatom dan alga juga memberikan makanan terhadap
8
binatang kecil sebagai dasar dari rantai makanan yang akan dikonsumsi oleh
anakan ikan dan udang (Dawes 1981).
Tumbuhan lamun di perairan biasanya cepat terkoloni oleh mikroorganisme
seperti bakteri dan mikroalga. Selanjutnya akan terjadi penempelan makroalga
dan avertebrata namun hal ini tidak akan terjadi jika makrofita tersebut memiliki
mekanisme pertahanan diri secara kimia dan fisika (Larkum 1989). Menurut
Larkum (1989) jangka waktu hidup bagian-bagian yang berbeda dari lamun juga
akan berakibat pada diversitas dan biomas dari epifit. Jangka waktu hidup daun
tumbuhan lamun berkisar antara 1 sampai 4 bulan. Kecepatan pertumbuhan daun
lamun juga akan berbeda pada habitat dan variasi musim yang berbeda dan terjadi
perubahan kecepatan pertumbuhan. Distribusi epifit pada daun lamun dipengaruhi
oleh:
1. Umur relatif dari bagian yang berbeda pada setiap permukaan daun
2. Urutan bagian pada perkembangan daun yang berbeda dalam setiap tanaman
3. Arah permukaan daun dan lingkungan sekelilingnya.
4. Jenis epifit pada tumbuhan lamun yang merupakan simbiosis.
Simbiosis tumbuhan dengan organisme lain dapat terjadi baik pada
permukaan tanaman itu sendiri (epifit) seperti umumnya pada tumbuhan air dan
dapat bersifat endofit atau di dalam jaringan tanaman. Menurut Prihatiningtias
(2006) mikroba endofit merupakan mikroba yang hidup dalam jaringan tumbuhan
tanpa menimbulkan gejala penyakit pada tumbuhan inangnya. Hubungan antara
mikroba endofit dan tumbuhan inangnya merupakan suatu bentuk hubungan
simbiosis mutualisme atau sebuah hubungan yang saling menguntungkan.
Mikroba endofit dapat memperoleh nutrisi untuk melengkapi siklus hidupnya dari
tumbuhan inangnya dan sebaliknya tumbuhan inang memperoleh proteksi
terhadap patogen oleh senyawa yang dihasilkan mikroba endofit. Mikroba endofit
yang diisolasi dari tumbuhan yang menghasilkan bahan bioaktif diketahui
memiliki aktivitas yang lebih besar bahkan dapat memiliki aktivitas yang lebih
besar dibandingkan aktivitas tumbuhan inangnya. Dilihat dari sisi efisiensi maka
hal ini sangat menguntungkan karena siklus hidup mikroba endofit lebih singkat
dibandingkan siklus hidup tumbuhan inangnya. Hal ini dapat menghemat waktu
yang dibutuhkan untuk mendapatkan senyawa tersebut dan jumlah senyawa yang
9
diproduksi dapat dibuat dalam skala yang besar. Keuntungan lain yang dapat
diperoleh yaitu menjaga kelestarian tumbuhan tersebut agar tidak dieksploitasi
secara terus menerus yang akhirnya dapat mengakibatkan kepunahan.
Simbiosis diartikan sebagai hidup bersama atau terjadinya hubungan yang
permanen diantara dua organisme yang berbeda. Keeratan hubungan ini dapat
dibedakan
sebagai
ektosimbion
atau
episimbion
dimana
kolonisasi
mikroorganisme terjadi pada permukaan luar dan endosimbion adalah kolonisasi
mikroorganisme yang terjadi di dalam sel inangnya. Endosimbion seringkali
memperlihatkan adaptasi yang spesifik dalam kehidupan intraseluler inangnya.
Seringkali mikroorganisme yang terlibat simbiosis dapat hidup tanpa inang, tetapi
pada situasi yang lain mereka dapat kehilangan kemampuannya untuk hidup
terpisah dari inangnya. Interaksi diantara mikroorganisme yang tipenya berbeda
dan diantara mikroorganisme dengan organisme hidup yang lebih tinggi
tingkatannya seperti binatang dan tumbuhan merupakan hal penting yang
mendasar dalam ekologi di lingkungan lautan (Munn 2004). Beberapa penelitian
menunjukkan besarnya potensi bakteri endofit banyak dilakukan pada tumbuhan
darat seperti pada tanaman Sambung nyawa Gynura procumbens sebagai
antimikroba (Simarmata 2007), tumbuhan obat Taxus brevifolia menghasilkan
antikanker (Prihatiningtias 2006), tanaman Jati belanda Guazumae folium
menghasilkan pelangsing (Syarmalina dan Hanafi 2006).
Tan et al. (2001), diacu dalam Radji (2005) mengatakan bahwa setiap
tumbuhan tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang
mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder yang diduga
sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik dari tanaman inangnya ke mikroba
endofit. Dalam hal ini tumbuhan lamun juga merupakan tumbuhan tingkat tinggi.
Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai
dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat
diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang
diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang
tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih
mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur. Karena endofit yang diisolasi
dari suatu tanaman dapat menghasilkan metabolit sekunder sama dengan tanaman
10
aslinya atau bahkan dalam jumlah yang lebih tinggi, maka kita tidak perlu
menebang/mengambil tanaman aslinya yang kemungkinan besar memerlukan
waktu lama untuk dapat dipanen (Strobel et al. 2003, diacu dalam Radji 2005).
Sumber-sumber Antifoulant Alami
Tumbuhan laut mempunyai pergerakan terbatas dibandingkan vertebrata laut
oleh karena itu tumbuhan laut mampu mengembangkan sistem pertahanan diri
dengan memproduksi senyawa kimia (chemical defense). Senyawa kimia yang
dihasilkan berguna untuk mencegah dan mempertahankan diri dari serangan
predator, media kompetisi, mencegah infeksi bakteri, membantu proses reproduksi
dan mencegah sengatan sinar ultra violet (Kubanek et al. 2003; Harper et al. 2001,
diacu dalam Murniasih 2005). Selain itu senyawa kimia tersebut juga merupakan
respon terhadap kompetisi dengan lingkungannya. Fungsi lain dari metabolit
sekunder adalah: (1) sebagai media interaksi dengan organisme lain, seperti
hubungan antara predator maupun kompetitor, komensalisme dan mutualisme. (2)
mencegah terjadinya infeksi dari mikroorganisme (antifouling), dan (3) sebagai
media dalam proses reproduksi, seperti feromon.
Menurut Shafer et al. (2007) tumbuhan laut dan avertebrata merupakan
sumber yang kaya akan bahan aktif biologi berupa metabolit sekunder, beberapa
diantaranya memberikan kepentingan fungsi ekologis seperti pertahanan kimia
yang potensial untuk melawan predator. Metabolit tersebut juga memberikan
pertahanan kimia sebagai antimikroba untuk mencegah terjadinya infeksi dan
fouling. Metabolit sekunder pada mulanya diasumsikan sebagai hasil samping
atau limbah dari organisme sebagai akibat produksi metabolit primer yang
berlebihan. Namun dengan perkembangan ilmu pengetahuan, terbukti bahwa
metabolit sekunder diproduksi oleh organisme sebagai respon terhadap
lingkungannya (William et al. 1989, diacu dalam Murniasih 2005). Organisme
laut, khususnya yang hidup di daerah tropis untuk kelangsungan hidupnya
menghadapi berbagai tantangan, harus berkompetisi untuk mendapatkan ruang
tumbuh, sinar dan makanan. Oleh karena itu, Harper et al. (2001) diacu dalam
Murniasih (2005), menyimpulkan bahwa organisme laut dalam mengembangkan
berbagai system mekanisme pertahanan diri, diantaranya adalah dengan tingkah
11
laku (behavioral misalnya cryptic, nocturnal), fisik (sclerites, pengerasan
permukaan tubuh) dan substansi kimia “chemical defense”.
Metabolit sekunder banyak dihasilkan oleh organisme laut sesil seperti
rumput laut, lamun, karang dan lainnya dan merupakan sebuah perspektif baru
dalam mencegah pertumbuhan yang pesat dari epibiont (fouling) dan dapat
berpotensi digunakan sebagai antifoulant (Pereira 2003). Metabolit sekunder dari
organisme laut yang dapat berperan sebagai antifouling juga dapat diisolasi dari
beberapa organisme laut lain termasuk bakteri, sponge, ascidian, bryozoa dan
gorgonia (Davis et al. 1989; Clare 1996, diacu dalam Pereira 2003).
Seringkali terjadi kondisi dimana beberapa organisme laut tidak terlapisi
oleh biofilm yang kompleks pada permukaan tubuhnya. Menurut Armstrong et al.
(2000) tumbuhan laut dan avertebrata laut memiliki bakteri pada permukaan
tubuhnya yang menghasilkan komponen untuk menghambat penempelan
organisme. Suatu peran perlindungan oleh beberapa strain bakteri epibiotik hadir
pada permukaan tubuhnya dengan mengeluarkan bahan kimia yang menghambat
biofouling oleh organisme lain (Armstrong et al. 2000). Produksi komponen
bioaktif oleh bakteri dan inangnya dilakukan secara bekerjasama untuk
melindungi permukaan inangnya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terjadi
simbiosis antara bakteri dan inangnya. Kerjasama atau simbiosis ini sering
dilakukan untuk menghasilkan bahan bioaktif. Bertambahnya bukti keterlibatan
mikroba simbion sebagai sumber yang bisa diandalkan dari komponen turunan
beberapa organisme laut, menjadikan mikroba laut simbion sebagai hal penting di
bidang biologi laut dan produk alami laut karena potensinya tersebut merupakan
alternative menyelesaikan masalah suplai produk alami dari laut tanpa melakukan
pemanenan biomas inang secara berlebihan (Li 2009). Simbiosis organisme laut
dengan bakteri dapat menghasilkan bahan aktif hasil metabolit sekunder yang
memiliki peran penting bagi inangnya (Kelecom 2002). Peran penting metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh bakteri simbion epifit adalah memberikan
perlindungan lingkungan permukaan organisme inangnya dengan