Keragaan galur galur padi potensial aromatik IPB pada dataran tinggi

(1)

KERAGAAN GALUR-GALUR

PADI POTENSIAL AROMATIK IPB

PADA DATARAN TINGGI

PURWITO DJOKO YUWONO

A24070168

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

1

RINGKASAN

PURWITO DJOKO YUWONO. Keragaan Galur-Galur Padi Potensial Aromatik IPB pada Dataran Tinggi. (Dibimbing oleh HAJRIAL ASWIDINNOOR).

Perakitan padi aromatik memadukan antara sifat produktivitas dan produksi yang tinggi dengan sifat kualitas beras yang baik. Sifat aromatik merupakan hal yang disukai konsumen. Peneliti IPB telah merakit galur-galur padi potensial aromatik yang merupakan hasil persilangan antara varietas aromatik Sintanur dengan Fatmawati dan Fatmawati dengan padi aromatik yang berasal dari dataran tinggi Toraja, Sulawesi Selatan (Pinjan, Pulu Mandoti, dan Lambau). Galur-galur aromatik tersebut telah diteliti keragaan karakter aromanya pada dataran rendah Bogor dan Pusakanagara, Subang dengan masing-masing dua musim tanam. Hasil yang didapat pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar galur-galur yang diteliti tidak mengekspresikan karakter aroma yang optimal. Hanya galur hasil persilangan varietas Sintanur dan Fatmawati (IPB 140-F-6) yang mengekspresikan karakter aromatik secara konsisten melalui pengujian aroma yang dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji keragaan aroma galur-galur padi potensial aromatik IPB yang ditanam pada dataran tinggi. Hipotesis penelitian ini adalah keragaan karakter aroma galur-galur padi potensial aromatik IPB terekspresi pada dataran tinggi. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Sukaresmi, Cianjur, Jawa Barat dengan ketinggian tempat 900 mdpl.

Rancangan percobaan yang akan digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Perlakuan yang digunakan yaitu genotipe sebagai faktor tunggal. Perlakuan terdiri atas 24 genotipe, masing-masing genotipe diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 72 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan ditanam dalam satu petak berukuran 4 m x 2.8 m dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa galur-galur padi potensial aromatik IPB mengekspresikan keragaan karakter aroma pada dataran tinggi.


(3)

2

Pengujian aroma menggunakan dua metode yaitu metode pengujian dimasak dan metode menggunakan tabung reaksi. Galur-galur IPB 149-F-2-1-1, IPB 117-F-28-4-1, dan IPB 117-F-20-1-1 memiliki karakter aromatik dengan skor tertinggi pada pengujian metode dimasak. Galur IPB 140-F-6-1-1 memiliki karakter aromatik dengan skor tertinggi pada pengujian metode tabung reaksi. Galur-galur IPB 140-F-6-1-1 dan IPB 117-F-28-4-1 menunjukkan aroma yang tetap stabil pada kedua metode pengujian aroma. Kedua galur tersebut memiliki karakter aromatik yang kuat dan memiliki produksi GKG yang tinggi yaitu masing-masing 8.8 dan 8.47 ton/ha.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa galur-galur hasil persilangan yang menggunakan tetua aromatik dari dataran tinggi menunjukkan lebih banyak galur yang mengekspresikan aroma.


(4)

KERAGAAN GALUR-GALUR PADI POTENSIAL AROMATIK IPB PADA DATARAN TINGGI

Aroma Appearance of IPB Potential Aromatic Promising Rice Lines in Highland

Purwito Djoko Yuwono1 dan Hajrial Aswidinnoor2

1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB, A24070168

2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB, Dr. Ir. M.Sc.

Abstract

IPB researcher had breed potential promising aromatic rice lines. It has result by crossing between Sintanur and Fatmawati variety with local aromatic rice from Toraja, South Sulawesi, namely Pinjan, Lambau, and Pulu Mandoti. The lines had not appearance the aroma character in lowland experiment site that. The lines probably have attached gen that could appearance aroma in highland. In this research, experiment site on Cianjur highland at Sukaresmi Distric. The objective of this research were to test aroma appearance of IPB potential aromatic promising lines in highland. The hypothesis of this research were aroma appearance of IPB potential aromatic promising lines were expressed on highland.. Hopeful, the lines could appearance the aroma character. This research was done from January until June 2011, used 21 IPB potential aromatic lines with 3 check variety, there are Ciherang, Sintanur, and Sarinah. Aroma tested were used 2 method, there are test tube and coocked method. From aroma tested, all of the lines have appearanced aroma. Line IPB 149-F-2-1-1, IPB 117-F-28-4-1, and IPB 117-F-20-1-1 have the highest score for aroma by coocked method. Line IPB 140-F-6-1-1 have the highest score for aroma by test tube method.


(5)

3

KERAGAAN GALUR-GALUR

PADI POTENSIAL AROMATIK IPB

PADA DATARAN TINGGI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PURWITO DJOKO YUWONO

A24070168

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(6)

4

Judul

:

KERAGAAN GALUR-GALUR PADI POTENSIAL

AROMATIK IPB PADA DATARAN TINGGI

Nama

:

PURWITO DJOKO YUWONO

NIM

:

A24070168

Menyetujui, Pembimbing Skripsi

Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc NIP 19590929 198303 1 008

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP 19611101 198703 1 003


(7)

5

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purworejo, Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 12 Maret 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari bapak Sukoto dan Ibu Puryati.

Tahun 2001 penulis lulus dari SD Citayam 4 Kota Depok, kemudian pada tahun 2004 penulis menyelesaikan studi di SMP Negeri 2 Depok. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 1 Depok pada tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur SPMB. Selanjutnya pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Tahun 2011 penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Penulis juga aktif diberbagai organisasi. Tahun 2007-2008 sebagai pengurus BEM TPB. Selanjutnya tahun 2009-2010 penulis menjabat sebagai ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian. Penulis juga aktif dalam karya ilmiah melalui Program Kreativitas Mahasiswa tahun 2009 sampai 2011.


(8)

6

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah Tuhan semesta alam yang memberikan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyusun Skripsi dengan judul Keragaan Galur-Galur Padi Potensial Arpmatik IPB pada Dataran Tinggi. Penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada,

1. Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan skripsi.

2. Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si. dan Ir. Heni Purnamawati, M.Sc.Agr. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu dan bapak yang telah memberikan semangat, doa, investasi dan inspirasi dalam pelaksanaan penelitian dan skripsi.

4. Staf pengajar dan Staf Komisi Pendidikan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.

5. Haji Umar dan Mang Subkhi yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian.

6. Hesti Paramita Sari yang telah menemani, memberikan bantuan, semangat, kasih sayang dan pengertian kepada penulis. Semoga semua harapan dan cita-cita kita diridhoi Allah SWT.

7. Trisnani Yuda Fitri, Nasrul Haq, Hesti Paramita Sari, Riska Aprisa, Endang Wijayanti, Afifah Farida, Lia Juwita, Dita Actaria, Rahmat Hadi Wibowo, dan Yusufa Putri yang telah penjadi panelis dalam pelaksanaan penelitian.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan bagi yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2011


(9)

7

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN. ... ix

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA... 4

Padi Aromatik... 4

Metode Pemuliaan Padi Aromatik ... 5

BAHAN DAN METODE... 7

Tempat dan Waktu... 7

Bahan dan Alat... 7

Metode Penelitian... 8

Pelaksanaan... 8

Pengamatan... 9

Pengamatan aroma nasi... 9

Pengamatan karakter agronomi dan produksi... 10

Analisis Data... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN... 13

Kondisi Umum... 13

Uji Aroma... 15

Produksi Gabah Kering Giling (GKG) ... 18

Karakter Agronomi... 21

KESIMPULAN... 26

SARAN... 26

DAFTAR PUSTAKA... 27


(10)

8

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Daftar Genotipe Perlakuan……… 7

2. Karakter Aroma dengan Metode Dimasak………...… 16

3. Karakter Aroma dengan Metode Tabung Reaksi………. 17

4. Karakter Aroma pada Gabungan Kedua Metode……….. 18

5. Produksi GKG (k.a. 14%) Galur-galur Aromatik dan Varietas Pembanding………... 19

6. Nilai Rataan Karakter Vegetatif Galur-Galur aromatik dan Varietas Pembanding ………... 22

7. Nilai Rataan Karakter Generatif Galur-Galur Aromatik dan Varietas Pembanding……….... 23

8. Nilai Rataan Masa Generatif Galur-Galur Aromatik dan Varietas Pembanding……….... 24


(11)

9

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Keragaan tanaman pada masa vegetatif... 13 2. Keragaan tanaman pada masa pembungaan... 14 3. Keragaan galur IPB 140-F-6-1-1 pada masa pengisian gabah... 20 4. Keragaan galur IPB 117-F-28-4-1 saat menjelang panen………. 20


(12)

10

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Iklim di Lokasi Penelitian……….... 30

2. Gambar Pelaksanaan Uji Aroma………... 31

3. Deskripsi Varietas Ciherang ……… 32

4. Deskripsi Varietas Sintanur………..………… 33


(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi merupakan salah satu tanaman pangan penting di dunia yang menjadi makanan pokok bagi sekitar 2.7 milyar penduduk di Asia. Permintaan yang tinggi akan beras akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya populasi penduduk dunia. Hal tersebut memerlukan peningkatan supplai beras sebesar 70% hingga tahun 2025 (IRRI, 1993). Populasi penduduk yang mengkonsumsi beras mengalami pertumbuhan rata-rata 1.8% tiap tahunnya. Produksi beras harus ditingkatkan agar seimbang dengan pertumbuhan penduduk sehingga kecukupan pangan terpenuhi (Nanda, 2001).

Beras merupakan bahan pangan utama sebagian besar masyarakat Indonesia yang harus tersedia dalam jumlah yang cukup, berkualitas, dan terjangkau. Deptan (2011) melaporkan bahwa pada tahun 2010 Indonesia memiliki luas areal panen padi yaitu 12 147 637 ha dengan produksi sebesar 63 018 116 ton dan produktivitas 5.2 ton/ha gabah kering giling.

Program pemuliaan tanaman padi untuk menghasilkan varietas berdaya hasil tinggi diperlukan untuk pencapaian swasembada pangan. Varietas berdaya hasil tinggi menjadi komponen dalam upaya mendukung program keamanan pangan. Namun demikian, pengembangan pemuliaan varietas padi tidak hanya difokuskan pada peningkatan produksi dan produktivitas tetapi juga untuk perbaikan kualitas beras yang menggabungkan rasa, aroma, dan kandungan nutrisi agar beras menjadi produk yang kompetitif dalam perdagangan (Lestari, 2010).

Sebagian besar padi yang dibudidayakan dengan kualitas hasil tinggi adalah padi aromatik. Tiap varietas padi memiliki produktivitas, kualitas, penampilan beras dan aroma yang berbeda. Beberapa varietas padi aromatik diproduksi di negara India, Pakistan, Bangladesh, Thailand, Filipina, Indonesia, Iran, Afghanistan, dan Amerika Serikat (Cruz dan Khush, 2000). Padi aromatik yang dibudidayakan di Indonesia memiliki tekstur nasi yang lembut (pulen). Petani lokal membudidayakan padi aromatik pada lahan sawah dengan varietas yang ditanam antara lain Pandanwangi dan Rojolele. Namun varietas tersebut


(14)

2

memiliki waktu tanam yang panjang (panen lebih dari 125 hari) dan mudah terserang hama dan penyakit utama.

Perakitan padi aromatik memadukan antara sifat produktivitas dan produksi yang tinggi dengan sifat kualitas beras yang baik. Sifat aromatik merupakan hal yang disukai konsumen. Beberapa varietas unggul aromatik telah dilepas antara lain Sintanur tahun 2001 dan Gilirang (PTB) tahun 2002 (Las et al., 2003). Peneliti IPB telah merakit galur-galur padi potensial aromatik yang merupakan hasil persilangan antara varietas aromatik Sintanur dengan Fatmawati dan Fatmawati dengan padi aromatik yang berasal dari dataran tinggi Toraja, Sulawesi Selatan (Pinjan, Pulu Mandoti, dan Lambau). Galur-galur aromatik tersebut telah diteliti keragaan karakter aromanya pada dataran rendah Bogor dan Pusakanagara, Subang dengan masing-masing dua musim tanam. Hasil yang didapat pada penelitian Lestari (2010) menunjukkan bahwa sebagian besar galur-galur yang diteliti tidak mengekspresikan karakter aroma yang optimal. Hanya galur hasil persilangan varietas Sintanur dan Fatmawati (IPB 140-F-6) yang mengekspresikan karakter aromatik secara konsisten melalui pengujian aroma yang dilakukan. Galur-galur hasil persilangan antara tetua aromatik dataran tinggi Toraja dengan varietas Fatmawati tidak konsisten mengekspresikan karakter aromatik melalui pengujian yang dilakukan.

Ketinggian lokasi penanaman dapat menjadi pengaruh bagi galur-galur padi potensial aromatik IPB untuk dapat mengekspresikan karakter aroma yang didapat dari tetuanya. Lingkungan pada dataran tinggi berpotensi untuk mempertahankan senyawa aroma yang terkandung dalam padi aromatik. Padi aromatik mengandung senyawa volatil yang memberikan ekspresi aroma pada berasnya (Webber et al., 2000). Lin et al. (1990) menyatakan bahwa senyawa 2-acetyl-1-pyrroline merupakan karakteristik aroma pada varietas padi aromatik yang merupakan senyawa volatil utama pada daun pandan (Pandanus amaryllifolius) berdasarkan analisis Buttery et al. (1983). Senyawa volatil

merupakan senyawa yang mudah menguap dan mengeluarkan aroma saat menerima kondisi panas pada lingkungannya. Kandungan senyawa volatil pada padi aromatik dapat dipertahankan pada butiran beras sejak saat masih dalam pertanaman. Kondisi lingkungan dataran tinggi yang memiliki suhu udara sejuk


(15)

3

dan intensitas cahaya rendah dapat berpotensi untuk mempertahankan kandungan senyawa volatil aroma pada padi aromatik. Dengan demikian penelitian galur-galur padi potensial aromatik IPB pada dataran tinggi ditujukan untuk mendapatkan karakter aroma pada beras yang dihasilkan.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji keragaan galur-galur padi potensial aromatik IPB pada dataran tinggi.

Hipotesis

Keragaan karakter aroma galur-galur padi potensial aromatik IPB terekspresi pada dataran tinggi.


(16)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Padi Aromatik

Padi merupakan salah satu komoditas pangan utama di dunia. Terdapat perbedaan pemilihan jenis padi yang digunakan pada tiap budaya. Padi aromatik adalah jenis padi yang popular di Asia dan sangat digemari di Eropa bahkan Amerika. Varietas padi aromatik menguasai pasar dengan harga yang lebih tinggi daripada varietas non-aromatik karena aroma, rasa, dan teksturnya. (Webber, et al., 2000). Sebagian besar padi yang dibudidayakan dengan kualitas hasil tinggi adalah padi aromatik. Beberapa jenis varietas padi aromatik yaitu Basmati (India dan Pakistan), Dulhabhog (Bangladesh), Khao Dawk Mali dan Leuang Hawn (Thailand), Azucena dan Milfor (Filipina), Rojolele (Indonesia), Sadri (Iran), Barah (Afghanistan), dan Della (Amerika Serikat). Varietas tersebut memiliki karakter bentuk beras yang panjang ramping, kandungan amilosa sedang, suhu gelatinisasi sedang, rasio pemanjangan yang tinggi, dan aroma yang kuat (Cruz dan Khush, 2000).

Padi aromatik mengandung senyawa volatil yang memberikan ekspresi aroma pada berasnya. Pemulia tanaman dan ahli pangan telah menentukan kandungan senyawa volatil yang terdapat pada padi aromatik (Webber et al., 2000). Yajima, et al. (1978) menganalisis kandungan senyawa volatil dari beras aromatik yang sudah dimasak. Terdapat fraksi senyawa volatil yang diisolasi dengan kandungan 4.8 ppm dari berat nasi yang terdiri dari 66 persen fraksi asam, 33 persen fraksi netral, dan 1 persen fraksi basa. Identifikasi tersebut menemukan 100 senyawa yang terdiri dari 13 hidrokarbon, 13 alkohol, 16 aldehid, 14 keton, 14 asam, 8 ester, 5 fenol, 3 piridin, 6 pirazin, dan 8 senyawa lainnya.

Buttery et al., (1982) mengisolasi dan mengidentifikasi 2-acetyl-1-pyrroline sebagai senyawa penting pada komponen aroma. Paule dan Powers (1989) menyatakan bahwa 2-acetyl-1-pyrroline pada varietas Basmati 370 (padi aromatik Pakistan) dan terdapat korelasi positif antara 2-acetyl-1-pyrroline dengan sifat aroma pada padi aromatik. Lin et al. (1990) menyatakan bahwa 2-acetyl-1-pyrroline merupakan karakteristik aroma pada varietas padi aromatik. Hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat di Asia adalah memasukkan daun pandan


(17)

5

(Pandanus amaryllifolius) pada saat memasak beras non-aromatik untuk memberikan aroma. Buttery et al. (1983) menganalisis daun pandan dan menemukan 2-acetyl-1-pyrroline sebagai komponen senyawa voliatil utama pada aromanya. Terdapat korelasi antara 2-acetyl-1-pyrroline pada daun pandan dan padi aromatik. Konsentrasi 2-acetyl-1-pyrroline pada daun pandan memiliki skala 10 kali lebih besar dibandingkan dengan padi aromatik dan 100 kali lebih besar daripada padi non-aromatik.

Metode Pemuliaan Padi Aromatik

Pemuliaan padi bertujuan untuk menghasilkan varietas-varietas baru yang lebih baik dari varietas-varietas standar yang banyak ditanam petani. Varietas tersebut lazimnya disebut varietas unggul yang memiliki kelebihan sifat dibanding varietas standar, misalnya tentang potensi hasil, umur, ketahanann terhadap hama dan penyakit utama, toleransi terhadap tekanan lingkungan, mutu beras dan rasa nasi (Harahap, 1982). Menurut Susanto et al. (2003) upaya perakitan varietas padi di Indonesia ditujukan untuk menciptakan varietas yang berdaya hasil tinggi dan sesuai untuk kondisi ekosistem, sosial, budaya, serta minat masyarakat.

Padi aromatik sebagai varietas penghasil padi yang memiliki aroma dan kualitas yang baik serta diminati masyarakat masih memiliki daya hasil yang rendah. Sebagian jenis padi aromatik yang dibudidayakan adalah kultivar lokal. Penelitian untuk perbaikan padi aromatik diawali dengan pemuliaan galur murni. Kultivar lokal yang ditanam oleh petani memberikan keragaman poplasi yang luas untuk dikembangkan (Singh et al., 2000).

Pemuliaan suatu tanaman biasanya dimulai dengan pembentukan populasi yang selanjutnya dilakukan seleksi terhadap populasi tersebut dan diakhiri dengan pengujian terhadap tanaman hasil seleksi tersebut. Menurut Harahap (1982) pembentukan populasi dilakukan dengan mengadakan persilangan antara beberapa varietas tetua untuk menggabungkan sebanyak mungkin sifat-sifat yang baik ke dalam suatu populasi hibrida. Beberapa tipe persilangan yang biasa dilakukan antara lain:

1. Silang tunggal yaitu persilangan antara dua tetua.


(18)

6

3. Silang puncak yaitu persilangan antara F1 dengan suatu varietas atau galur lain.

4. Silang ganda yaitu persilangan antara dua hibrida.

Populasi yang telah dibentuk melalui proses di atas lalu diseleksi. Menurut Harahap et al. (1982) metode seleksi yang umur dipakai pada pemuliaan padi adalah bulk dan pedigree. Harahap (1982) menyatakan bahwa selain kedua metode tersebut terdapat metode lain yaitu metode bulk tanam rapat dan metode

back cross.

Bollich et al. (1992) menyatakan bahwa pemuliaan varietas padi aromatik relatif lebih mudah dilakukan dengan menggunakan metode back cross. Sifat aromatik relatif mudah untuk diwariskan karena berdasarkan berbagai penelitian diketahui bahwa hanya ada satu atau dua pasang gen yang mempengaruhi. Pada persilangan padi aromatik dan padi non-aromatik, tanaman F1 akan memiliki

genotipe heterozigot untuk ekspresi aroma. Akan tetapi benih yang dihasilkan pada F1 akan bersegregasi untuk mengekspresikan aroma. Ekspresi aroma terdapat

pada daun dan beras yang dihasilkan.

Setelah mendapatkan galur dengan sifat-sifat yang diinginkan maka dilakukan uji daya hasil. Uji daya hasil merupakan salah satu tahapan dalam program pemuliaan tanaman yang bertujuan mengevaluasi keberadaan gen-gen yang diinginkan pada suatu genotipe yang selanjutnya dipersiapkan sebagai galur unggul baru.


(19)

7

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kawung Luwuk, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dengan ketinggian tempat 900 mdpl dan laboratorium pasca panen Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, pada bulan Januari sampai Juni 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 21 galur potensial aromatik IPB dan tiga varietas unggul pembanding yaitu Ciherang, Sintanur, dan Sarinah. Berikut adalah genotipe yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 1. Daftar Genotipe Perlakuan

No Genotipe Tetua Persilangan

1 IPB 116-F-3-1-1 Pinjan* x Fatmawati

2 IPB 116-F-46-1-1 Pinjan x Fatmawati

3 IPB 140-F-1-1-1 Sintanur* x Fatmawati 4 IPB 140-F-6-1-1 Sintanur x Fatmawati

5 IPB 149-F-2-1-1 Lambau* x Fatmawati

6 IPB 117-F-7-2-1 Fatmawati x Pulu Mandoti*

7 IPB 117-F-7-6-1 Fatmawati x Pulu Mandoti

8 IPB 117-F-7-7-1 Fatmawati x Pulu Mandoti

9 IPB 117-F-14-2-1 Fatmawati x Pulu Mandoti

10 IPB 117-F-14-4-1 Fatmawati x Pulu Mandoti

11 IPB 117-F-15-2-1 Fatmawati x Pulu Mandoti

12 IPB 117-F-15-4-1 Fatmawati x Pulu Mandoti


(20)

8

*) sumber tetua aromatik

Dosis pupuk yang digunakan setara dengan 300 kg Urea/ha, 125 kg SP-36/ha, dan 125 kg KCl/ha. Pestisida yang digunakan mengandung bahan aktif dimenhipo 400 g/l, difenokonazol 250 g/l, fipronil 50 g/l, dan streptomisin sulfat. Alat yang digunakan yaitu alat pertanian yang umum digunakan untuk budidaya padi, penggiling gabah, timbangan, tabung reaksi, spatula, aluminium foil, kompor gas, alat masak nasi, piring dan sendok nasi.

Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang akan digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Perlakuan yang digunakan yaitu genotipe sebagai faktor tunggal. Perlakuan terdiri atas 24 genotipe, masing-masing genotipe diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 72 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan ditanam dalam satu petak berukuran 4 m x 2.8 m dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm.

Pelaksanaan

Benih dari tiap genotipe ditebar pada petak persemaian. Benih yang ditebar sebelumnya direndam terlebih dahulu. Pemupukan pada lahan persemaian

14 IPB 117-F-19-1-1 Fatmawati x Pulu Mandoti

15 IPB 117-F-20-1-1 Fatmawati x Pulu Mandoti

16 IPB 117-F-21-4-1 Fatmawati x Pulu Mandoti

17 IPB 117-F-28-4-1 Fatmawati x Pulu Mandoti

18 IPB 117-F-45-2-1 Fatmawati x Pulu Mandoti

19 IPB 117-F-50-1 Fatmawati x Pulu Mandoti

20 IPB 117-F-80-1-1 Fatmawati x Pulu Mandoti

21 IPB 117-F-80-2-1 Fatmawati x Pulu Mandoti

22 Ciherang

IR18349-53-1-3-13/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64

23 Sintanur Lusi/B7136C-MR-22-1-5(Bengawan Solo)


(21)

9

dilakukan pada 5 HSS (hari setelah semai) dengan dosis pupuk Urea 10 g/m2. Pemeliharaan persemaian dilakukan setiap hari hingga siap untuk dipindah tanam. Bibit padi siap ditanam pada umur 20 HSS. Bibit tiap genotipe ditanam pada petak-petak berukuran 4 m x 2.8 m. Jumlah bibit tiap lubang tanam adalah satu bibit dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Pada umur padi satu MST (minggu setelah tanam) dilakukan penyulaman.

Pemupukan tanaman dilakukan sebanyak tiga kali. Pemupukan pertama dilakukan saat tanaman berumur 5 HST yaitu 45 kg N/ha, 33.75 kg P2O5/ha dan

33.75 kg K2O/ha yang berupa 25 kg Urea/ha dan 225 kg NPK 15-15-15/ha.

Pemupukan kedua saat tanaman berumur 22 HST yaitu 45 kg N/ha, 11.25 kg P2O5/ha, dan 11.25 kg K2O/ha yang berupa 75 kg Urea/ha dan 75 kg NPK

15-15-15/ha. Pemupukan ketiga saat tanaman berumur 45 HST yaitu 45 kg N/ha dan 30 kg K2O/ha berupa 100 kg Urea/ha dan 50 kg KCl/ha. Pemeliharaan tanaman

dilakukan secara optimal yang meliputi penyiangan gulma, pengaturan air, dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Tanaman dipanen saat 90% malai telah menguning.

Pengamatan A. Pengamatan aroma nasi

Gabah kering giling yang dihasilkan dari tiap genotip digiling (rice mill) untuk mendapatkan beras pecah kulit. Beras pecah kulit kemudian disosoh kembali untuk memutihkan beras. Setelah mendapatkan beras yang putih lalu dilakukan pengujian aroma pada nasi. Pengujian aroma dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan tabung reaksi (Sha dan Linscombe, 2004) dan dengan cara di masak (Allidawati dan Kustianto, 1989).

1. Pengujian dengan cara dimasak. Pengujian dengan cara dimasak ini menggunakan satu sampel untuk tiap ulangan sehingga terdapat tiga sampel untuk tiap genotipe. Untuk tiap sampel, beras sebanyak 200 g dimasak dengan 300 ml air selama 30 menit menggunakan rice cooker. Setelah nasi masak lalu didinginkan. Pengujian dilakukan oleh sepuluh panelis. Sepuluh panelis tersebut menilai aroma untuk tiga sampel pada tiap genotip.


(22)

10

2. Pengujian menggunakan tabung reaksi. Pengujian dengan menggunakan tabung reaksi dilakukan pada tiap genotipe. Beras dari tiap genotipe terdiri dari tiga ulangan. Pengujian dilakukan pada tiap ulangan dari masing-masing genotipe. Pada tiap sampel, satu gram beras dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan dengan 10 ml air aquades, kemudian tabung reaksi ditutup dengan menggunakan aluminium foil hingga rapat. Didihkan air 200 ml pada panci. Setelah mendidih tabung dipanaskan pada air mendidih selama 15 menit lalu didinginkan. Setelah dingin, aluminium foil dilepas dan kemudian dilakukan pengujian aroma pada nasi. Pengujian dilakukan oleh sepuluh panelis. Sepuluh panelis tersebut menilai aroma untuk sembilan sampel pada tiap genotip.

3. Penilaian aroma nasi. Penilaian aroma nasi dilakukan oleh sepuluh orang panelis terpilih. Panelis tersebut adalah yang memiliki penciuman yang baik sehingga dapat menentukan dan membedakan aroma dari tiap genotipe. Penilaian aroma nasi dilakukan pada siang hari pukul 10.00 – 13.00. Panelis yang melakukan penilaian harus sudah sarapan pada pagi hari dan tidak makan sampai dilakukan penilaian.

Nasi disajikan pada piring kecil kemudian dicium aroma nasinya. Panelis mencatat skor nilai aroma pada lembar yang disediakan. Penilaian aroma dilakukan dengan menggunakan skor 0 – 3. Skor 0 untuk nasi tanpa aroma, skor 1 untuk nasi aroma rendah, skor 2 untuk nasi aroma sedang, dan skor 3 untuk nasi yang memiliki aroma kuat.

Penilaian aroma nasi dari masing-masing pengujian tersebut dijumlahkan dan dirata-ratakan sehingga didapatkan nilai aroma untuk masing-masing genotipe. Penilaian yang sudah didapat rata-ratanya tersebut kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok nilai untuk menentukan karakter aromatik dari tiap genotipe. Pengelompokan tersebut yaitu aromatik (nilai > 1), aroma sedang (nilai 0.5 – 1.0) dan tanpa aroma (nilai < 0.5). Berdasarkan penilaian tersebut dapat diketahui keragaan karakter aroma dari masing-masing genotipe.


(23)

11

B. Pengamatan karakter agronomi, komponen produksi, dan produksi

Pengamatan dilakukan pada fase generatif dan setelah panen yang dilakukan pada satuan percobaan dan tanaman contoh.

Pengamatan Satuan Percobaan

1. Hari berbunga. Ditentukan pada saat 80 % dari tanaman dalam petak percobaan berbunga.

2. Hari panen. Ditentukan pada saat 90% malai dalam petak percobaan telah menguning.

3. Produksi GKG. Hasil GKG ubinan (kg/m2) dikonversi menjadi hasil GKG per hektar (ton/ha) pada kadar air 14%.

Pengamatan Tanaman Contoh

1. Tinggi tanaman. Pengukuran dilakukan mulai dari permukaan tanah hingga ujung malai.

2. Panjang batang. Pengukuran dilakukan mulai dari permukaan tanah hingga buku malai.

3. Panjang dan lebar daun bendera. Panjang diukur dari bagian leher hingga ujung daun bendera. Lebar diukur pada bagian daun yang terlebar. 4. Total anakan. Dari lima rumpun tanaman contoh per galur dihitung

jumlah dan rataan anakan total.

5. Jumlah anakan produktif. Dihitung dari anakan yang menghasilkan malai.

6. Panjang malai. Diukur dari bagian buku malai hingga ujung malai. Data diperoleh dari lima rumpun contoh yang diambil secara acak, tiap rumpun diambil tiga malai yang mewakili panjang, sedang, dan pendek.

7. Total gabah per malai. Jumlah gabah dalam satu malai. 8. Gabah isi dan persentase gabah isi per malai.

% Gabah isi × 100%


(24)

12

Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam dengan uji F pada taraf nyata 5%, jika berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji t–Dunnet pada taraf 5% (Gomez dan Gomez, 1995).


(25)

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian dilaksanakan di dataran tinggi bertempat di Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur yang beriklim basah. Ketinggian lokasi 900 m dpl dengan suhu udara rendah, curah hujan tinggi, kelembaban tinggi dan lamapenyinaran matahari relatif rendah. Suhu harian berkisar antara 19.1 – 22 oC dengan rata-rata suhu 20.5 oC. Curah hujan terendah terdapat pada bulan Januari yaitu 162.6 mm/bulan dan tertinggi pada bulan April dengan curah hujan 414.1 mm/bulan. Curah hujan yang tinggi menyebabkan hari berbunga dan hari panen menjadi lebih lambat.

Kelembaban udara di lokasi penelitian tinggi yaitu antara 80 – 96% dengan rata-rata kelembaban 86%. Lama penyinaran matahari cenderung rendah karena lokasi merupakan daerah pegunungan dengan penutupan awan sering terjadi saat siang menjelang sore hari. Lama penyinaran yang tercatat antara 0 – 9.4 jam per hari dengan rata-rata berkisar antara 3 – 5 jam per hari (Lampiran 1). Lama penyinaran yang rendah didukung dengan curah hujan tinggi mengakibatkan umur vegetatif tanaman menjadi lebih lama.


(26)

14

Tipe tanah yang terdapat di lokasi penelitian yaitu jenis Andisol dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Tanah ini dapat menahan air dengan kapasitas yang tinggi dan tahan terhadap erosi. Tanah jenis ini relatif subur dan memiliki tekstur fisik yang baik untuk pertumbuhan akar tanaman. Petakan tanah berbentuk terasering yang memudahkan masuknya air irigasi dari tempat yang lebih tinggi.

Kondisi awal pertanaman tanaman sering di sulam karena banyak yang rebah karena hanya ditanam satu bibit per lubang tanam. Penyulaman dilakukan dari satu minggu setelah tanam (MST) hingga 3 MST. Penyulaman dilakukan dengan menggunakan bibit yang umurnya sama.

Gambar 2. Keragaan tanaman pada masa pembungaan.

Hama yang menyerang pada awal pertanaman (3-5 MST) yaitu keong mas (Pomacea canaliculata). Pengendalian dilakukan dengan pengambilan keong secara manual. Penyakit yang menyerang pada masa vegetatif yaitu hawar daun bakteri (Xanthomonas campestris) namun hanya sedikit pertanaman yang terserang. Pada masa pembibitan, bibit terserang hama putih (Nymphula depunctalis) sehingga bibit berwarna putih pucat dan mati. Hama penggerek batang (Scirpophaga innotata ) menyerang hingga 5 MST. Walang sangit


(27)

15

(Leptocorisa oratorius) menyerang pada masa pengisian gabah yang mengakibatkan gabah isi rendah terutama pada galur IPB F-18-1-1, IPB 117-F-7-6-1 dan IPB 117-F-7-7-1.

Uji Aroma

Karakter aroma merupakan suatu nilai kualitas yang menunjukkan karakter utama dari padi aromatik. Pengujian karakter aroma dilakukan dengan dua metode yaitu metode dimasak dan metode tabung reaksi. Berdasarkan hasil pengujian aroma didapatkan bahwa semua galur mengekspresikan karakter aroma. Pada pengujian dengan acara dimasak didapatkan 14 galur teruji aromatik dan 7 galur aroma sedang yang ditunjukkan pada Tabel 2. Pada pengujian dengan tabung reaksi didapatkan 7 galur teruji aromatik dan 14 galur aroma sedang yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Skor aroma tertinggi pada metode dimasak terdapat pada galur IPB 149-F-2-1-1, IPB 117-F-28-4-1, dan IPB 117-F-20-1-1 dengan nilai rataan masing-masing 1.7; 1.6; dan 1.5. Galur IPB 140-F-6-1-1 memiliki nilai aroma tertinggi (1.5) pada metode tabung reaksi. Skor aroma dari galur-galur yang teridentifikasi aromatik tidak ada yang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Sintanur yang digunakan sebagai pembanding aroma. Sintanur memiliki skor 2.3 pada metode dimasak dan skor 1.8 pada metode tabung reaksi.

Pada metode menggunakan tabung reaksi terdapat sedikit perbedaan dalam status aroma. Galur-galur IPB 117-F-7-2-1, IPB 117-F-14-2-1, IPB 117-F-14-4-1, IPB 117-F-15-2-1, IPB 117-F-15-4-1, IPB 117-F-20-1-1, IPB 117-F-50-1, dan IPB 117-F-80-2-1 berstatus aromatik pada pengujian dimasak sedangkan pada pengujian tabung reaksi berstatus aroma sedang. Galur IPB 117-F-7-7-1 dan IPB 117-F-80-1-1 pada pengujian dimasak berstatus aroma sedang sedangkan pada pengujian tabung reaksi berstatus aromatik.

Pada pengujian aroma yang dilakukan dengan menggunakan kedua metode tersebut, semua galur mengekspresikan keragaan karakter aromanya. Karakter aroma galur-galur tersebut terbagi pada dua golongan, yaitu aromatik dan aroma sedang. Pengujian dengan metode dimasak menampilkan karakter aroma dengan golongan aromatik yang lebih banyak daripada aroma sedang, (a)


(28)

16

sedangkan pada pengujian metode tabung reaksi menampilkan golongan aromatik yang lebih sedikit karena faktor jumlah beras yang digunakan lebih sedikit sehingga aroma yang tercium menjadi lebih lemah.

Tabel 2. Karakter Aroma dengan Metode Dimasak

Genotipe Skor Aroma Aroma

U1 U2 U3 Rataan

IPB 116-F-3-1-1 0.4 0.9 0.4 0.6 aroma sedang

IPB 116-F-46-1-1 0.3 0.6 1.6 0.9 aroma sedang

IPB 140-F-1-1-1 0.5 1.2 0.5 0.8 aroma sedang

IPB 140-F-6-1-1 1.8 1.0 1.3 1.3 aromatik

IPB 149-F-2-1-1 1.2 2.2 1.5 1.7 aromatik

IPB 117-F-7-2-1 1.1 1.4 0.8 1.1 aromatik

IPB 117-F-7-7-1 1.5 0.3 1.2 0.9 aroma sedang

IPB 117-F-7-6-1 0.3 0.7 1.5 0.9 aroma sedang

IPB 117-F-14-2-1 1.2 1.0 1.9 1.4 aromatik

IPB 117-F-14-4-1 1.3 1.3 1.0 1.2 aromatik

IPB 117-F-15-2-1 0.9 0.9 1.4 1.1 aromatik

IPB 117-F-15-4-1 1.6 1.2 1.1 1.2 aromatik

IPB 117-F-18-1-1 1.5 1.3 1.3 1.2 aromatik

IPB 117-F-19-1-1 0.8 1.0 1.2 1.0 aroma sedang

IPB 117-F-20-1-1 1.2 1.8 1.4 1.5 aromatik

IPB 117-F-21-4-1 0.9 1.3 1.1 1.1 aromatik

IPB 117-F-28-4-1 1.3 1.0 2.4 1.6 aromatik

IPB 117-F-45-2-1 1.7 0.4 1.2 0.9 aromatik

IPB 117-F-50-1 0.8 2.4 0.8 1.4 aromatik

IPB 117-F-80-1-1 0.6 0.8 0.7 0.7 aroma sedang

IPB 117-F-80-2-1 1.1 1.2 1.5 1.4 aromatik

Ciherang 0.6 0.4 0.3 0.4 tanpa aroma

Sintanur 2.6 2.2 2.1 2.3 aromatik

Sarinah 0.5 0.4 0.3 0.4 tanpa aroma

Keterangan: Skor < 0.5: tanpa aroma; skor 0.5 - 1.0: aroma sedang; skor > 1: aromatik

Golongan aromatik menandakan bahwa karakter aroma yang kuat dari galur-galur yang diuji. Perbandingan kedua metode pengujian yang dilakukan nampak pada tingkat aroma yang dihasilkan. Metode pengujian dimasak menghasilkan tingkat aroma yang lebih tinggi dibandingkan metode tabung reaksi. Metode pengujian dimasak lebih mudah dan lazim untuk diaplikasikan daripada metode tabung reaksi, sehingga metode ini lebih baik digunakan untuk menguji karakter aroma pada beras.


(29)

17

Tabel 3. Karakter Aroma dengan Metode Tabung Reaksi.

Genotipe Skor Aroma Aroma

U1 U2 U3 Rataan

IPB 116-F-3-1-1 0.6 0.6 1.0 0.8 aroma sedang

IPB 116-F-46-1-1 0.8 0.7 1.2 0.9 aroma sedang

IPB 140-F-1-1-1 1.1 0.7 1.0 0.9 aroma sedang

IPB 140-F-6-1-1 1.8 1.3 1.5 1.5 aromatik

IPB 149-F-2-1-1 1.2 1.0 1.1 1.0 aroma sedang

IPB 117-F-7-2-1 0.9 1.1 1.0 1.0 aroma sedang

IPB 117-F-7-7-1 1.2 1.1 0.9 1.1 aromatik

IPB 117-F-7-6-1 1.0 0.8 0.7 0.8 aroma sedang

IPB 117-F-14-2-1 1.0 0.5 0.9 0.8 aroma sedang

IPB 117-F-14-4-1 0.6 0.6 0.9 0.7 aroma sedang

IPB 117-F-15-2-1 0.8 0.4 0.7 0.6 aroma sedang

IPB 117-F-15-4-1 0.9 0.3 0.9 0.7 aroma sedang

IPB 117-F-18-1-1 1.0 1.1 1.2 1.1 aromatik

IPB 117-F-19-1-1 1.0 0.7 0.7 0.7 aroma sedang

IPB 117-F-20-1-1 1.1 0.7 0.8 0.8 aroma sedang

IPB 117-F-21-4-1 1.2 1.1 0.9 1.0 aromatik

IPB 117-F-28-4-1 1.2 1.0 1.4 1.2 aromatik

IPB 117-F-45-2-1 1.1 1.1 1.0 1.0 aromatik

IPB 117-F-50-1 0.7 0.5 0.8 0.6 aroma sedang

IPB 117-F-80-1-1 1.2 1.0 1.1 1.1 aromatik

IPB 117-F-80-2-1 0.8 0.5 0.7 0.6 aroma sedang

Ciherang 0.2 0.2 0.2 0.2 tanpa aroma

Sintanur 1.8 1.8 1.7 1.8 aromatik

Sarinah 0.2 0.1 0.2 0.2 tanpa aroma

Keterangan: Skor < 0.5: tanpa aroma; skor 0.5 - 1.0: aroma sedang; skor > 1: aromatik

Penggabungan skor aroma dari kedua metode digunakan untuk mengetahui kestabilan tingkat aroma pada galur-galur yang digunakan. Penggabungan skor aroma ditunjukkan pada Tabel 4. Galur-galur IPB 140-F-6-1-1, IPB 149-F-2-1-140-F-6-1-1, dan IPB 117-F-28-4-1 tetap menunjukkan karakter aroma yang kuat dengan skor tertinggi pada tingkat aromatik.

Sebagian dari galur-galur yang pada penelitian ini telah diuji karakter aromanya pada lokasi pertanaman dataran rendah pada penelitian Lestari (2010), yaitu hanya galur IPB 140-F-6-1-1 yang mengekspresikan karakter aroma. Pengujian aroma yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa lokasi pertanaman pada dataran tinggi dapat menampilkan keragaan karakter aroma pada galur-galur padi potensial aromatik IPB. Galur-galur yang digunakan mewarisi


(30)

18

sifat aroma dari tetuanya dan dapat mengekspresikannya pada lokasi sesuai tempat asalnya, yaitu dataran tinggi.

Tabel 4. Karakter Aroma pada Gabungan Kedua Metode

Genotipe MD MTR Rataan Aroma

IPB 116-F-3-1-1 0.6 0.8 0.7 aroma sedang

IPB 116-F-46-1-1 0.9 0.9 0.9 aroma sedang

IPB 140-F-1-1-1 0.8 0.9 0.9 aroma sedang

IPB 140-F-6-1-1 1.3 1.5 1.4 aromatik

IPB 149-F-2-1-1 1.7 1.0 1.4 aromatik

IPB 117-F-7-2-1 1.1 1.0 1.1 aromatik

IPB 117-F-7-7-1 0.9 1.1 1.0 aroma sedang

IPB 117-F-7-6-1 0.9 0.8 0.9 aroma sedang

IPB 117-F-14-2-1 1.4 0.8 1.1 aromatik

IPB 117-F-14-4-1 1.2 0.7 1.0 aroma sedang

IPB 117-F-15-2-1 1.1 0.6 0.9 aroma sedang

IPB 117-F-15-4-1 1.2 0.7 1.0 aroma sedang

IPB 117-F-18-1-1 1.2 1.1 1.2 aromatik

IPB 117-F-19-1-1 1.0 0.7 0.9 aroma sedang

IPB 117-F-20-1-1 1.5 0.8 1.2 aromatik

IPB 117-F-21-4-1 1.1 1.0 1.1 aromatik

IPB 117-F-28-4-1 1.6 1.2 1.4 aromatik

IPB 117-F-45-2-1 0.9 1.0 1.0 aroma sedang

IPB 117-F-50-1 1.4 0.6 1.0 aroma sedang

IPB 117-F-80-1-1 0.7 1.1 0.9 aroma sedang

IPB 117-F-80-2-1 1.4 0.6 1.0 aroma sedang

Ciherang 0.4 0.2 0.3 tanpa aroma

Sintanur 2.3 1.8 2.1 aromatik

Sarinah 0.4 0.2 0.3 tanpa aroma

Keterangan: MD = Metode Dimasak; MTR: Metode Tabung Reaksi Skor < 0.5: tanpa aroma; skor 0.5 - 1.0: aroma sedang; skor > 1: aromatik

Produksi Gabah Kering Giling (GKG)

Gabah kering giling (GKG) merupakan nilai produksi dari tanaman padi. Produksi GKG dinyatakan dalam satuan ton per hektar (ton/ha) yang didapat dari konversi produksi gabah per luasan petak percobaan. Produksi GKG galur-galur aromatik dan varietas pembanding ditunjukkan pada Tabel 5.


(31)

19

Tabel 5. Produksi GKG (k.a. 14%) Galur-galur Aromatik dan Varietas Pembanding

No Genotipe Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rataan

………ton/ha………..

1 IPB 116-F-3-1-1 7.03 7.34 7.19 7.19

2 IPB 116-F-46-1-1 5.31 6.56 6.25 6.04c

3 IPB 140-F-1-1-1 5.47 5.31 5.31 5.36abc

4 IPB 140-F-6-1-1 8.33 8.33 9.72 8.80ab

5 IPB 149-F-2-1-1 6.94 4.86 8.33 6.71

6 IPB 117-F-7-2-1 5.63 5.00 4.69 5.10abc

7 IPB 117-F-7-7-1 4.53 5.31 5.16 5.00abc

8 IPB 117-F-7-6-1 6.41 6.56 5.47 6.15c

9 IPB 117-F-14-2-1 6.56 5.94 6.25 6.25c

10 IPB 117-F-14-4-1 6.25 5.78 6.56 6.20c

11 IPB 117-F-15-2-1 5.78 6.25 7.03 6.36c

12 IPB 117-F-15-4-1 6.41 6.56 6.88 6.61

13 IPB 117-F-18-1-1 1.25 1.56 2.03 1.61abc

14 IPB 117-F-19-1-1 7.03 7.03 7.19 7.08

15 IPB 117-F-20-1-1 6.72 6.72 7.03 6.82

16 IPB 117-F-21-4-1 5.00 5.47 5.31 5.26abc

17 IPB 117-F-28-4-1 9.17 8.33 7.92 8.47b

18 IPB 117-F-45-2-1 5.63 5.47 6.41 5.83ac

19 IPB 117-F-50-1 5.78 5.94 5.63 5.78ac

20 IPB 117-F-80-1-1 5.00 4.84 6.25 5.36abc

21 IPB 117-F-80-2-1 4.53 5.47 5.94 5.31abc

22 Ciherang 7.34 7.50 7.03 7.29

23 Sintanur 6.25 7.03 7.81 7.03

24 Sarinah 7.97 7.66 8.44 8.02

Keterangan: KK = 9.02%

a = berbeda nyata dengan Ciherang pada taraf 5% b = berbeda nyata dengan Sintanur pada taraf 5% c = berbeda nyata dengan Sarinah pada taraf 5%

Produksi GKG galur-galur aromatik berkisar antara 1.61 – 8.80 ton/ha. Produksi dari galur-galur IPB 140-F-1-1-1 (5.36 ton/ha), IPB 117-F-7-2-1 (5.10 ton/ha), IPB F-7-7-1 (5.00 ton/ha), IPB F-18-1-1 (1.61 ton/ha), IPB 117-F-21-4-1 (5.26 ton/ha), IPB 117-F-80-1-1 (5.36 ton/ha), dan IPB 117-F-80-2-1 (5.31 ton/ha) lebih rendah dibandingkan dengan varietas Ciherang, Sintanur, dan Sarinah. Ketiga varietas tersebut memiliki produksi masing-masing 7.29 ton/ha, 7.03 ton/ha, dan 8.02 ton/ha.

Galur-galur yang memiliki produksi lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding yaitu galur IPB 140-F-6-1-1 dan IPB 117-F-28-4-1 dengan produksi masing-masing yaitu 8.80 ton/ha dan 8.47 ton/ha. Produksi tertinggi yaitu pada


(32)

20

galur IPB 140-F-6-1-1 yang berbeda nyata terhadap varietas Ciherang dan Sintanur.

Gambar 3. Keragaan galur IPB 140-F-6-1-1 pada masa pengisian gabah.

Gambar 4. Keragaan galur IPB 117-F-28-4-1 saat menjelang panen.


(33)

21

Produksi terendah pada galur IPB 117-F-18-1-1 dengan 1.61 ton/ha yang berbeda nyata dengan ketiga pembanding. Serangan walang sangit (Leptocorisa oratorius) yang tinggi menyebabkan galur tersebut berproduksi rendah.

Terdapat galur-galur dengan karakter aroma kuat yang memiliki produksi yang tinggi. Karakter aroma galur-galur tersebut tergolong dalam aromatik dalam dua metode pengujian aroma yang dilakukan. Galur-galur IPB 140-F-6-1-1 dan IPB 117-F-28-4-1 merupakan galur aromatik yang menghasilkan produksi GKG tinggi.

Karakter Agronomi

Produksi GKG galur-galur aromatik sebagian besar lebih rendah dibandingkan varietas pembanding. Hal ini disebabkan oleh komponen hasil dari galur-galur tersebut. Purohit dan Majumder (2009) menyatakan bahwa potensi hasil dipengaruhi oleh kaarakter jumlah anakan produktif, jumlah gabah isi per malai dan bobot 1000 butir gabah isi. Seluruh galur memiliki total anakan dan jumlah anakan produktif yang lebih sedikit dibandingkan dengan ketiga varietas pembanding Ciherang, Sintanur, dan Sarinah yang masing-masing memiliki total anakan 19, 15, dan 16 batang dan jumlah anakan produktif 16, 14, dan 13 batang. Galur-galur yang memiliki jumlah anakan produktif sama banyaknya dengan varietas Sarinah yaitu IPB 149-F-2-1-1, dan IPB 117-F-28-4-1.

Sebagian besar galur-galur yang digunakan memiliki karakter tinggi tanaman, panjang batang, panjang daun bendera, lebar daun bendera, total gabah per malai, jumlah gabah isi per malai, dan bobot 1000 butir yang lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding. Galur-galur tersebut masing-masing memiliki tinggi tanaman berkisar antara 83.40 – 108.73 cm, panjang batang 57.93 – 82.27 cm, panjang daun bendera 27.73 – 35.73 cm, lebar daun bendera 1.53 – 2.65 cm, total gabah 213 – 325 butir/malai, gabah isi 86 – 205 butir/malai, dan bobot 1000 butir sebesar 26.35 – 31.69 g (Tabel 6 dan Tabel 7).

Galur IPB 117-F-50-1 memiliki tinggi tanaman tertinggi yaitu 108.73 cm. Galur IPB 140-F-6-1-1 memiliki daun bendera terlebar, persentase gabah isi tertinggi (85.1%) dan bobot 1000 butir yang tinggi (31.19 g) (Tabel 6 dan Tabel 7). Hal ini memberikan dampak yang baik bagi produksi. Galur tersebut memiliki


(34)

22

produksi GKG tertinggi dibanding galur-galur lainnya dan ketiga varietas pembanding.

Tabel 6. Nilai Rataan Karakter Vegetatif Galur-Galur aromatik dan Varietas Pembanding

No Genotipe TT PB TA AP PD LD

1 IPB 116-F-3-1-1 99.13a 71.93 11abc 10a 28.47a 1.53 2 IPB 116-F-46-1-1 97.07abc 71.07 12a 10a 33.27ac 1.67 3 IPB 140-F-1-1-1 105.27a 82.27a 9abc 7abc 35.20ac 1.86 4 IPB 140-F-6-1-1 104.20a 78.53a 13a 11a 35.73ac 1.98 5 IPB 149-F-2-1-1 107.27a 81.00a 14a 13 29.47a 1.93 6 IPB 117-F-7-2-1 105.40ac 77.33a 12ac 10a 28.80a 1.87 7 IPB 117-F-7-7-1 104.80a 77.93a 12a 10a 32.13a 2.65abc 8 IPB 117-F-7-6-1 103.47a 73.73 12ac 10a 33.67ac 1.70 9 IPB 117-F-14-2-1 100.93a 75.40a 10abc 10a 30.07a 2.11 10 IPB 117-F-14-4-1 101.93a 75.13 10abc 10 32.93ac 2.34abc 11 IPB 117-F-15-2-1 98.73a 73.93 13a 11a 31.00a 1.96 12 IPB 117-F-15-4-1 98.73a 73.60 11abc 10a 29.87a 2.15c 13 IPB 117-F-18-1-1 83.40bc 57.93bc 15a 12 28.93a 2.04 14 IPB 117-F-19-1-1 103.27a 77.00a 10abc 10a 27.73a 2.57abc 15 IPB 117-F-20-1-1 103.13a 77.07a 9abc 9ab 30.53a 2.41abc 16 IPB 117-F-21-4-1 106.53a 81.33a 13a 12 27.73a 2.37abc 17 IPB 117-F-28-4-1 103.73a 79.40a 14a 13 29.27a 2.00 18 IPB 117-F-45-2-1 99.80a 73.87 11abc 9a 30.93a 2.00abc 19 IPB 117-F-50-1 108.73abc 81.87 13a 12 28.07a 2.30abc 20 IPB 117-F-80-1-1 101.93a 73.67 11abc 10a 32.40a 2.55abc 21 IPB 117-F-80-2-1 95.40a 68.47b 12ac 10a 29.47a 1.80

22 Ciherang 89.47 66.00 19 16 20.80 1.70

23 Sintanur 103.60 79.00 15 14 30.00 1.75

24 Sarinah 99.07 74.67 16 13 25.53 1.60

Keterangan: TT = Tinggi Tanaman (cm) PD = Panjang Daun Bendera (cm) PB = Panjang Batang (cm) LD = Lebar Daun Bendera (cm) TA = Total Anakan (batang) Keterangan lain seperti Tabel 5. AP = Anakan Produktif (batang)

Panjang malai dari tiap galur tidak berbeda nyata terhadap ketiga varietas pembanding, kecuali galur IPB 117-F-45-2-1 yang berbeda nyata lebih panjang dibandingkan varietas Ciherang, Sintanur, dan Sarinah. Panjang malai galur-galur berkisar antara 23.47 – 29.73 cm, sedangkan varietas pembanding Ciherang, Sintanur, dan Sarinah memiliki panjang malai masing-masing 23.67, 24.6, dan 24.4 cm.

Galur IPB 117-F-18-1-1 (1.61 ton/ha) memiliki produksi GKG paling rendah dibandingkan galur-galur lainnya dan ketiga varietas pembanding. Hal ini


(35)

23

disebabkan oleh total gabah dan jumlah gabah isi yang sedikit. Galur tersebut juga terserang hama walang sangit yang menyebabkan sebagian besar gabah tidak berisi.

Tabel 7. Nilai Rataan Karakter Generatif Galur-Galur Aromatik dan Varietas Pembanding

No Genotipe PM TG GI %GI BG

1 IPB 116-F-3-1-1 27.20 248 180abc 72.5 26.35ab

2 IPB 116-F-46-1-1 26.00 249 166ab 66.7abc 26.65ab

3 IPB 140-F-1-1-1 23.67 311abc 181abc 58.1abc 27.06ac

4 IPB 140-F-6-1-1 25.67 213 181abc 85.1 31.19abc

5 IPB 149-F-2-1-1 26.27 299ab 194abc 64.8abc 30.25abc

6 IPB 117-F-7-2-1 28.07 233 164b 70.3 29.22abc

7 IPB 117-F-7-7-1 26.87 235 117ac 49.9abc 28.30bc

8 IPB 117-F-7-6-1 29.73 248 115ac 46.3abc 28.52bc

9 IPB 117-F-14-2-1 25.53 325abc 205abc 62.9abc 31.69abc 10 IPB 117-F-14-4-1 26.80 315abc 198abc 62.9abc 31.37abc 11 IPB 117-F-15-2-1 24.80 297ab 190abc 64.1abc 30.90abc 12 IPB 117-F-15-4-1 25.13 306ab 195abc 63.5abc 30.34abc 13 IPB 117-F-18-1-1 26.13 214 86ac 40.0abc 28.54bc 14 IPB 117-F-19-1-1 26.27 285ab 192abc 67.3abc 27.85c 15 IPB 117-F-20-1-1 26.07 279ab 187abc 67.1abc 26.71bc 16 IPB 117-F-21-4-1 25.20 289ab 170ab 59.0abc 27.01ac 17 IPB 117-F-28-4-1 24.33 283ab 200abc 70.8 27.29ac 18 IPB 117-F-45-2-1 26.60abc 240 155 64.5abc 27.57c

19 IPB 117-F-50-1 26.87 248 162b 65.3abc 29.48abc

20 IPB 117-F-80-1-1 28.27 244 158 64.5abc 28.58bc

21 IPB 117-F-80-2-1 26.93 256 168ab 65.7abc 28.24bc

22 Ciherang 23.47 192 153 80.1 28.23

23 Sintanur 24.60 188 149 79.1 27.43

24 Sarinah 24.40 213 166 77.9 26.01

Keterangan: PM = Panjang Malai (cm) BG = Bobot 1000 Butir Gabah Isi (g) TG = Total Gabah per Malai (butir) GI = Gabah Isi (butir)

Keterangan lain seperti Tabel 5.

Tanaman mulai berbunga pada 92-108 hari setelah semai (HSS). Galur yang cepat berbunga yaitu IPB 140-F-6-1-1 (92 HSS) yang nyata lebih cepat dibanding dengan varietas Ciherang, Sintanur dan Sarinah. Hal ini menandakan bahwa galur tersebut memiliki umur vegetatif yang lebih lama. Rata-rata hari berbunga pada galur-galur terjadi pada 99 HSS. Galur IPB 116-F-46-1-1 (97 HSS), IPB 117-F-15-2-1 (98 HSS) , IPB 117-F-15-4-1 (98 HSS), IPB 117-F-45-2-1 (97 HSS), dan IPB 117-F-45-2-1117-F-45-2-17-F-80-2-117-F-45-2-1 (96 HSS) berbeda nyata lebih cepat


(36)

24

dibandingkan dengan varietas Sintanur. Varietas Ciherang, Sintanur, dan Sarinah memiliki waktu berbunga berturut-turut 101, 99, dan 103 HSS.

Tabel 8. Nilai Rataan Masa Generatif Galur-Galur Aromatik dan Varietas Pembanding

No Genotipe HB HP

(HSS) (HSS)

1 IPB 116-F-3-1-1 99 132

2 IPB 116-F-46-1-1 97c 121ac

3 IPB 140-F-1-1-1 98 124ac

4 IPB 140-F-6-1-1 92abc 119abc

5 IPB 149-F-2-1-1 102 130

6 IPB 117-F-7-2-1 99 134b

7 IPB 117-F-7-7-1 100 133b

8 IPB 117-F-7-6-1 99 128c

9 IPB 117-F-14-2-1 101 136b

10 IPB 117-F-14-4-1 100 131

11 IPB 117-F-15-2-1 98c 125ac

12 IPB 117-F-15-4-1 96c 128c

13 IPB 117-F-18-1-1 100 135b

14 IPB 117-F-19-1-1 100 131

15 IPB 117-F-20-1-1 101 136b

16 IPB 117-F-21-4-1 101 131

17 IPB 117-F-28-4-1 99 129c

18 IPB 117-F-45-2-1 97c 121ac

19 IPB 117-F-50-1 108abc 142ab

20 IPB 117-F-80-1-1 100 134b

21 IPB 117-F-80-2-1 96c 124ac

22 Ciherang 101 132

23 Sintanur 99 126

24 Sarinah 103 136

Keterangan: HB = Hari Berbunga HP = Hari Panen

Keterangan lain seperti Tabel 5.

Hari panen dihitung sejak hari semai sampai panen. Panen dilakukan dari 119 – 142 HSS. Galur yang pertama kali panen adalah IPB 140-F-6-1-1(119 HSS)


(37)

25

yang berbeda nyata lebih awal daripada ketiga pembanding. Rata-rata umur panen adalah 130 HSS. Hari panen seluruh genotipe cenderung lebih lama karena lokasi terletak pada dataran tinggi dengan curah hujan tinggi, suhu udara rendah, dan lama penyinaran yang singkat.


(38)

26

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Karakter aroma pada seluruh galur-galur padi potensial aromatik IPB terekspresi pada dataran tinggi. Galur IPB 149-F-2-1-1, IPB 117-F-28-4-1, dan IPB 117-F-20-1-1 memiliki karakter aromatik dengan skor tertinggi pada pengujian metode dimasak. Galur IPB 140-F-6-1-1 memiliki karakter aromatik dengan skor tertinggi pada pengujian metode tabung reaksi. Galur IPB 140-F-6-1-1 dan IPB 140-F-6-1-1140-F-6-1-17-F-28-4-140-F-6-1-1 memiliki karakter aromatik dan produksi yang tinggi.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai senyawa-senyawa aroma yang terkandung dalam galur padi aromatik IPB dan hubungan antara aroma dengan tingkat kesukaan terhadap nasi.


(39)

27

DAFTAR PUSTAKA

Allidawati dan B. Kustianto. 1989. Metode uji mutu beras dalam program pemuliaan padi. Dalam Ismunadji M., M. Syam dan Yuswadi (Eds.). Padi Buku 2. Puslitbangtan. Bogor.

Buttery, R.G., B.O. Juliano, and J. Turnbaugh. 1983. Cooked rice aroma and 2-acetyl-1-pyrroline. J. Agric Food Chem. 31:823-826.

Cruz, N.D. and G.S. Khush. 2000. Rice grain quality evaluation procedures, p. 15-28. In R.K. Singh, U.S. Singh, and G.S. Khush (Eds.). Aromatic Rices. Oxford & IBH Publishing Co. Pvt. Ltd. New Delhi. India.

Deptan. 2011. Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Nasional. http://www.deptan.go.id. [18 Agustus 2011].

Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. (Terjemahan). E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah. UI Press. Jakarta. 85 Hal.

Harahap, Z. 1982. Pedoman Pemuliaan Padi. LIPI. Bogor. 30 hal.

IRRI (International Rice Research Institute). 1989. IRRI towards 2000 and beyond. (IRRI), Los Banos, Philippines.

International Rice Research Institute. 2002. Standard Evaluation System for Rice. International Rice Research Institute. Manila, Philippines. 56p.

IRRI (International Rice Research Institute). 1993. 1993 – 1995: IRRI Rice Almanac, Los Banos, Philippines.

Khush, G.S. 2000. New plant type of rice for increasing the genetic yield potential, p. 99-108. In J.S. Nanda (Ed.). Rice Breeding and Genetics: Research Priorities and Challenges. Science Publisher, Inc. Enfield. USA. Las I., B. Abdullah, dan A.A. Darajat. 2003. Padi tipe baru dan padi hibrida

mendukung ketahanan pangan, Tabloid Sinar Tani [30 Juli 2003] http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/one/23/pdf/Padi%20Tipe%20Baru %20dan%20Padi%20Hibrida%20Mendukung%20Ketahanan%20Pangan. pdf. [17 Desember 2010].

Lestari, A.P. 2010. Genotipe Environment Interaction of Yield Components, Yield, and Aroma in Aromatic New Plant Type (NPT) Promising Rice Lines. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 88 hal.

Lin, C.F., R.C.Y. Hsieh, and B.J. Hoff. 1990. Identification and quantification of the pop-corn-like aroma in Lousiana aromatic Della rice (Oryza sativa). J. Food Sci. 35:1466-1467.


(40)

28

Nanda, J.S. 2001. Rice breeding and genetics: research perspectives, p. 9-19. In

J.S. Nanda (Ed.). Rice Breeding and Genetics: Research Priorities and Challenges. Science Publisher, Inc. Enfield. USA.

Paule, C.M. and J.J. Power. 1989. Sensory and chemical examination aromatic and non –aromatic rices. J Food Sci. 54:343-346.

Purohit, S. and M.K. Majumder.2009. Selection of high yielding rice variety from a cold tolerant three-way rice (Oryza sativa L.) cross involving. Indica, Japonica, and wide compatible variety. Middle-East J. Sci. Res 4(1):28.31. Sha, X.Y., dan S.D. Linscombe. 2004. Development of special purpose aromatic

rice varieties in the United States.

http://www.cropscience.org.au/icsc2004/poster/5/1/1/515_sha.htm. [10 Februari 2011]

Suhartatik, E. 2003. Teknik pemupukan nitrogen untuk padi tipe baru dan padi hibrida. J. Puslitbangtan 28:4-5.

Suprihatno B., AA. Darajat, Satoto, SE. Baehaki, Suprihanto, A. Setyono, SD. Indrasari, MY. Samaullah, dan H. Sembiring. 2010. Deskripsi Varietas Padi. BB Padi. Sukamandi. 109 hal.

Susanto, U., A.A. Darajat, dan B. Suprihatno. 2003. Perkembangan pemuliaan padi sawah di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 22(3): 125 – 131.

Webber, D.J., R. Rohilla, and U.S. Singh. 2000. Chemistry and biochemistry of aroma in scented rice., p. 29-46. In R.K. Singh, U.S. Singh, and G.S. Khush (Eds.). Aromatic Rices. Oxford & IBH Publishing Co. Pvt. Ltd. New Delhi. India.

Yajima, I., T. Yanai, M. Nakamura. 1978. Volatile flavour components of cooked rices. Agric Biol. Chem. 42:1229-1233.


(41)

29


(42)

30

Lampiran 1. Data Iklim di Lokasi Penelitian

Bulan Suhu (

o

C) CH

mm/bulan RH (%)

Lama Penyinaran (jam)

Max Min Rataan Max Min Rataan

Januari 21.9 19.8 20.5 162.6 84.0 7.3 0.0 2.0

Pebruari 21.5 19.5 20.6 194.5 85.0 8.0 0.3 3.2

Maret 22.0 19.1 20.4 285.0 86.0 9.0 0.0 2.2

April 21.6 19.8 20.8 414.1 86.0 9.4 0.3 4.0

Mei 21.9 19.9 20.7 293.0 87.0 9.4 0.0 3.7

Keterangan: CH = curah hujan Max = maksimum RH = kelembaban nisbi Min = minimum


(43)

31


(44)

32

Lampiran 3. Deskripsi Varietas Ciherang

Nomor seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1

Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64

Golongan : Cere

Umur tanaman : 116 – 125 hari Bentuk tanaman : Tegak

Tinggi tanaman : 107 – 115 cm Anakan produktif : 14 – 17 batang

Warna kaki : Hijau

Warna batang : Hijau

Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna

Warna daun : Hijau

Muka daun : Kasar pada sebelah bawah

Posisi daun : Tegak

Daun bendera : Tegak

Bentuk gabah : Panjang ramping

Warna gabah : Kuning bersih

Kerontokan : Sedang

Kerebahan : Sedang

Tekstur nasi : Pulen

Kadar amilosa : 23%

Indeks glikemik : 54,9 Bobot 1000 butir : 28 g Rata-rata hasil : 6,0 t/ha Potensi hasil : 8,5 t/ha Ketahanan terhadap

Hama : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3

Penyakit : Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah

sampai 500 m dpl.

Pemulia : Tarjat T, Z. A. Simanullang, E. Sumadi dan Aan A. Daradjat

Alasan utama dilepas

: Lebih tahan HDB dibanding IR64, produktivitas tinggi, mutu dan rasa nasi setara IR64, indeks glikemik rendah Dilepas tahun : 2000


(45)

33

Lampiran 4. Deskripsi Varietas Sintanur

Asal persilangan : Lusi/B7136C-MR-22-1-5 (Bengawan Solo)

Golongan : Cere

Umur tanaman : 115 – 125 hari

Bentuk tanaman : Tegak

Tinggi tanaman : 115 – 125 cm Anakan produktif : 16 – 20 batang

Warna kaki : Hijau

Warna batang : Hijau

Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna

Muka daun : Kasar

Warna daun : Hijau

Posisi daun : Tegak sampai miring

Daun bendera : Tegak

Bentuk gabah : Sedang

Warna gabah : Kuning bersih

Kerontokan : Sedang

Kerebahan : Agak tahan

Tekstur nasi : Pulen

Kadar amilosa : 18%

Indeks glikemik : 91 Bobot 1000 butir : 27 g Rata-rata hasil : 6,0 t/ha Potensi hasil : 7,0 t/ha Ketahanan terhadap

Hama : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2

Rentan terhadap wereng coklat biotipe 3 Penyakit : Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III,

rentan terhadap strain IV dan VIII Sifat khusus : Wangi mulai dipertanaman

Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 550 m dpl.

Pemulia : Adijono P., Soewito T., Suwarno, B. Kustianto, Allidawati B.S., Shagir Sama

Teknisi : Sularjo, Supartopo, Pantja HS, Indarjo, M.A. Barata dan Koesnang

Alasan utama dilepas : Aromatik


(46)

34

Lampiran 5. Deskripsi Varietas Sarinah

Metode seleksi : Galur murni

Asal persilangan : Populasi S3254-2G-21-2 (Populasi Garut)

Golongan : Cere

Umur tanaman : 110 – 125 hari

Bentuk tanaman : Tegak

Tinggi tanaman : 107 – 116 cm Anakan produktif : 15 – 20 batang

Warna kaki : Hijau

Warna batang : Hijau

Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna

Warna daun : Hijau

Muka daun : Kasar

Posisi daun : Tegak

Daun bendera : Tegak

Bentuk gabah : Ramping

Warna gabah : Kuning bersih

Kerontokan : Mudah

Tekstur nasi : Pulen

Kadar amilosa : 23,3 %

Indeks glikemik : 90 Bobot 1000 butir : 25,5 g Rata-rata hasil : 6,98 t/ha Potensi hasil : 8,0 t/ha Ketahanan terhadap

Hama : Agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 1

agak rentan biotipe 2 dan 3

Penyakit : Rentan terhadap tungro

Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah dataran sedang sampai tinggi (>800 m dpl)

Instansi pengusul : Balitpa, Distan Kab. Garut dan Distan Provinsi Jabar

Pemulia : Aan A. Daradjat, Z. A. Simanullang

Tim peneliti : A. Rifki, Dede Kusdiaman, Triny S. Kadir, I. Djatnika, M. Noch, Waluyo, Mariani P., Hamzah B., Mamat R., Supardi, Hardedi, M. Jumadi, Hendi A.M, Asep D., Dadang S., Gugum G., Diah Chandra, dan Ilma Hilmayanti

Alasan utama dilepas : Beradaptasi spesifik lokasi di dataran tinggi (>700 m dpl)


(1)

29


(2)

30 Lampiran 1. Data Iklim di Lokasi Penelitian

Bulan Suhu (

o

C) CH

mm/bulan RH (%)

Lama Penyinaran (jam)

Max Min Rataan Max Min Rataan

Januari 21.9 19.8 20.5 162.6 84.0 7.3 0.0 2.0

Pebruari 21.5 19.5 20.6 194.5 85.0 8.0 0.3 3.2

Maret 22.0 19.1 20.4 285.0 86.0 9.0 0.0 2.2

April 21.6 19.8 20.8 414.1 86.0 9.4 0.3 4.0

Mei 21.9 19.9 20.7 293.0 87.0 9.4 0.0 3.7

Keterangan: CH = curah hujan Max = maksimum


(3)

31 Lampiran 2. Gambar Pelaksanaan Uji Aroma


(4)

32 Lampiran 3. Deskripsi Varietas Ciherang

Nomor seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1

Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64

Golongan : Cere

Umur tanaman : 116 – 125 hari Bentuk tanaman : Tegak

Tinggi tanaman : 107 – 115 cm Anakan produktif : 14 – 17 batang

Warna kaki : Hijau

Warna batang : Hijau

Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna

Warna daun : Hijau

Muka daun : Kasar pada sebelah bawah Posisi daun : Tegak

Daun bendera : Tegak

Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih

Kerontokan : Sedang

Kerebahan : Sedang

Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23% Indeks glikemik : 54,9 Bobot 1000 butir : 28 g Rata-rata hasil : 6,0 t/ha Potensi hasil : 8,5 t/ha Ketahanan terhadap

Hama : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3

Penyakit : Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah

sampai 500 m dpl.

Pemulia : Tarjat T, Z. A. Simanullang, E. Sumadi dan Aan A. Daradjat

Alasan utama dilepas

: Lebih tahan HDB dibanding IR64, produktivitas tinggi, mutu dan rasa nasi setara IR64, indeks glikemik rendah Dilepas tahun : 2000


(5)

33 Lampiran 4. Deskripsi Varietas Sintanur

Asal persilangan : Lusi/B7136C-MR-22-1-5 (Bengawan Solo)

Golongan : Cere

Umur tanaman : 115 – 125 hari Bentuk tanaman : Tegak

Tinggi tanaman : 115 – 125 cm Anakan produktif : 16 – 20 batang

Warna kaki : Hijau

Warna batang : Hijau

Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna

Muka daun : Kasar

Warna daun : Hijau

Posisi daun : Tegak sampai miring

Daun bendera : Tegak

Bentuk gabah : Sedang

Warna gabah : Kuning bersih

Kerontokan : Sedang

Kerebahan : Agak tahan

Tekstur nasi : Pulen

Kadar amilosa : 18%

Indeks glikemik : 91 Bobot 1000 butir : 27 g Rata-rata hasil : 6,0 t/ha Potensi hasil : 7,0 t/ha Ketahanan terhadap

Hama : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2 Rentan terhadap wereng coklat biotipe 3 Penyakit : Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III,

rentan terhadap strain IV dan VIII Sifat khusus : Wangi mulai dipertanaman

Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 550 m dpl.

Pemulia : Adijono P., Soewito T., Suwarno, B. Kustianto, Allidawati B.S., Shagir Sama

Teknisi : Sularjo, Supartopo, Pantja HS, Indarjo, M.A. Barata dan Koesnang

Alasan utama dilepas : Aromatik


(6)

34 Lampiran 5. Deskripsi Varietas Sarinah

Metode seleksi : Galur murni

Asal persilangan : Populasi S3254-2G-21-2 (Populasi Garut)

Golongan : Cere

Umur tanaman : 110 – 125 hari Bentuk tanaman : Tegak

Tinggi tanaman : 107 – 116 cm Anakan produktif : 15 – 20 batang

Warna kaki : Hijau

Warna batang : Hijau

Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna

Warna daun : Hijau

Muka daun : Kasar

Posisi daun : Tegak

Daun bendera : Tegak

Bentuk gabah : Ramping

Warna gabah : Kuning bersih

Kerontokan : Mudah

Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23,3 % Indeks glikemik : 90 Bobot 1000 butir : 25,5 g Rata-rata hasil : 6,98 t/ha Potensi hasil : 8,0 t/ha Ketahanan terhadap

Hama : Agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 agak rentan biotipe 2 dan 3

Penyakit : Rentan terhadap tungro

Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah dataran sedang sampai tinggi (>800 m dpl)

Instansi pengusul : Balitpa, Distan Kab. Garut dan Distan Provinsi Jabar

Pemulia : Aan A. Daradjat, Z. A. Simanullang

Tim peneliti : A. Rifki, Dede Kusdiaman, Triny S. Kadir, I. Djatnika, M. Noch, Waluyo, Mariani P., Hamzah B., Mamat R., Supardi, Hardedi, M. Jumadi, Hendi A.M, Asep D., Dadang S., Gugum G., Diah Chandra, dan Ilma Hilmayanti

Alasan utama dilepas : Beradaptasi spesifik lokasi di dataran tinggi (>700 m dpl)