Pengujian Galur-Galur Dihaploid Padi Gogo

PENGUJIAN GALUR-GALUR DIHAPLOID PADI GOGO

SUHAIMI BIN SATTU

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Galur-Galur
Dihaploid Padi Gogo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013

Suhaimi Bin Sattu
NIM A24088005

ABSTRAK
SUHAIMI BIN SATTU. Pengujian Galur-Galur Dihaploid Padi Gogo. Dibimbing
oleh HENI PURNAMAWATI dan BAMBANG S PURWOKO.
Kebutuhan beras sebagai sumber makanan utama penduduk Indonesia terus
meningkat seiring dengan pertambahan penduduk tiap tahunnya. Salah satu
masukan teknologi untuk meningkatkan produktivitas ialah menggunakan
genotipe padi gogo yang unggul. Galur tersebut dapat diperoleh dari kultur antera.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji karakter agronomi dan hasil galur-galur
padi gogo dihaploid dari kultur antera dan membandingkan dengan varietas
pembanding yaitu Batutegi dan Inpago 4. Penelitian dilakukan di lahan percobaan
Babakan, University Farm, Institut Pertanian Bogor. Penelitian disusun dalam
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan empat ulangan. Peubah
yang diamati adalah tinggi tanaman vegetatif, tinggi tanaman generatif, jumlah
anakan vegetatif, jumlah anakan produktif, umur berbunga, umur panen, panjang
malai, jumlah gabah bernas per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah
gabah total, persentase gabah bernas per malai, persentase gabah hampa per malai,
bobot 1 000 butir gabah, dan hasil gabah per petak. Hasil penelitian menunjukkan

genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap peubah yang diamati. Terdapat galur
yang produktivitasnya lebih tinggi dibanding varietas pembanding yaitu GM6,
GM7, dan GM8.
Kata kunci: dihaploid, kultur antera, uji daya hasil

ABSTRACT
SUHAIMI BIN SATTU. Yield Trial of Doubled Haploid Line of Upland Rice.
Under supervision of HENI PURNAMAWATI and BAMBANG S PURWOKO
Demand for rice as a main food source of Indonesia's population continues to
increase along with the population increase each year. An important input to
increase rice productivity is the use of superior genotype. The good lines may be
obtained through anther culture. This research was to study the agronomic traits
and yield of doubled haploid lines of upland rice obtained from anther culture and
compared to the check varieties Batutegi and Inpago 4. The study was conducted
in field trials Babakan, University Farm, Bogor Agricultural University. Research
was arranged in a randomized complete block design with four replications.
Variables measured were vegetative plant height, generative plant height, number
of vegetative tillers, number of productive tillers, flowering time, harvesting time,
panicle length, number of pithy grain per panicle, number of empty grains per
panicle, number of total grains, the percentage of pithy grain per panicle, the

percentage of empty grains per panicle, weight of 1 000 grains, and grain yield per
plot. The result showed that genotype gave very significant effect on the observed
variables. There were lines whose productivity was higher than the check
varieties: GM6, GM7, and GM8.
Key words: anther culture, doubled haploid, yield trial

PENGUJIAN GALUR-GALUR DIHAPLOID PADI GOGO

SUHAIMI BIN SATTU

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skripsi : Pengujian Galur-Galur Dihaploid Padi Gogo
Nama
: Suhaimi bin Sattu
NIM
: A24088005

Disetujui oleh

Dr Ir Heni Purnamawati, MSc. Agr.
Pembimbing I

Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Ketua Departemen


Tanggal Lulus

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah sehingga penelitian dan penulisan skripsi dengan judul
“Pengujian Galir-Galur Dihaploid Padi Gogo” dapat diselesaikan. Penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh pihak yang
membantu dalam pelaksanaan penelitian, terutama:
1. Mama, Bapa, Matua, Paklong, dan keluarga yang saya cintai dan yang telah
banyak memberi saya dukungan.
2. Ibu Dr Ir Heni Purnamawati, MSc. Agr dan Bapak Prof Dr Ir Bambang S
Purwoko, MSc selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing
skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan terhadap penulis
selama kegiatan perkuliahan, melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi.
3. Staf pengajar dan staf komisi pendidikan Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
4. Pak Adang dan para petani yang telah banyak membantu di lapangan semasa
pelaksanaan penelitian.
5. Meyrinda, Ipan, Erik, Gayo, dan teman-teman Agronomi dan Hortikultura

angkatan 46 yang membantu dalam proses penelitian.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat terhadap kemajuan
di bidang pertanian di Indonesia.

Bogor, Juli 2013
Suhaimi Bin Sattu

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Padi Gogo

x
x

x
1
1
1
2
2

Budidaya Padi Gogo

2

Teknik Pemuliaan Konvensional

4

Pemanfaatan Teknologi Kultur Antera

5

Pengujian Daya Hasil


6

BAHAN DAN METODE
Tempat dan waktu

7
7

Alat dan Bahan

7

Rancangan Percobaan

7

Analisis Data

7


Pelaksanaan Percobaan

8

Pengamatan

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian

10
10

Karakter Agronomi Galur Dihaploid Hasil Kultur Antera

11

Pembahasaan Umum


16

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

17
17

Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

17
18
21
26

DAFTAR TABEL

1 Analisis ragam pengaruh genotipe pada karakter agronomi galur
dihaploid hasil kultur antera
2 Hasil rataan tinggi tanaman vegetatif, tinggi tanaman generatif,
jumlah anakan total dan jumlah anakan produktif
3 Hasil Rataan Umur Berbunga dan Umur Panen
4 Hasil rataan panjang malai, jumlah gabah total, jumlah gabah bernas, dan
jumlah gabah hampa
5 Hasil rataan persen gabah bernas, persen gabah hampa, bobot 1 000 butir,
dan produktivitas

11
12
13
14
15

DAFTAR GAMBAR
1 Gejala penyakit blas dan hawar daun bakteri yang terjadi di lapangan

16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Deskripsi varietas Batutegi
Deskripsi varietas Inpago 4
Data iklim
Foto penelitian

22
23
24
25

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan beras sebagai sumber makanan utama penduduk Indonesia terus
meningkat seiring dengan pertambahan penduduk tiap tahunnya. Menurut BPS
(2010) penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 237.641 juta jiwa dengan laju
pertumbuhan penduduk sebesar 1.49% per tahun. Pada tahun 2010 tingkat
konsumsi beras di Indonesia rata-rata mencapai 139.51 kg/kapita/tahun. Produksi
padi di Indonesia mencapai rata-rata 69 juta ton dengan luas sebesar 13.45 juta
hektar (BPS 2011).
Menurut Irawan et al. (2001), dari tahun 1981 sampai tahun 1999 telah
terjadi alih fungsi lahan sawah seluas 1.6 juta hektar dimana sekitar 1 juta hektar
diantaranya terjadi di Pulau Jawa. Apabila diasumsikan, produktivitas lahan
sawah sebesar 6.0 ton/ha GKP maka kehilangan produksi akan mencapai 9.6 juta
ton GKP/tahun (Agus et al. 2004). Selain permasalahan tersebut, terjadinya
fenomena degradasi kesuburan lahan dan perubahan iklim akibat pemanasan
global menyebabkan produktivitas padi sawah irigasi cenderung melandai.
Berkaitan dengan prakiraan terjadinya penurunan produksi tersebut, maka
diperlukan usaha-usaha pengembangan lahan potensial lainnya termasuk di
dalamnya lahan kering khususnya lahan padi gogo.
Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering yang kebanyakan
menggunakan lahan marjinal. Terdapat beberapa masalah dalam pertanaman padi
gogo diantaranya adalah kekeringan, hama penyakit, dan kesuburan lahan. Selain
itu terdapat fase–fase kritis padi gogo, yaitu pada fase awal pertumbuhan,
primordial bunga hingga munculnya bunga, dan pengisian biji. Jika terjadi
kekeringan pada fase tersebut akan menurunkan hasil dan meningkatkan
persentase gabah hampa (Purwono dan Purnamawati 2008). Lahan kering
memiliki potensi ditanami padi gogo. Menurut Toha dan Hawkins (1990) di
Indonesia tingkat hasil padi gogo yang pernah dicapai adalah 6.8 ton/ha pada
pertanaman varietas Poso di Boyolali. Namun demikian kurang tersedianya
varietas unggul baru yang berpotensi tinggi dibanding varietas yang selama ini
ditanam petani menyebabkan padi gogo lahan kering relatif kurang berkembang.
Untuk menghasilkan varietas unggul diperlukan beberapa cara antaranya
adalah mendapatkan galur baru antara lain dengan pemuliaan kultur antera. Kultur
antera dilaporkan dapat menghasilkan tanaman dihaploid atau galur murni (Zapata
1985) dalam waktu singkat. Metode ini akan meningkatkan efisiensi pembentukan
tanaman ideal dan varietas padi lahan kering yang diinginkan. Dari penelitian
sebelumnya telah diperoleh galur dihaploid dan telah dilakukan evaluasi. Menurut
Safitri (2010), galur-galur dihaploid yang dihasilkan masih perlu dievaluasi lebih
lanjut, baik karakter agronomi maupun ketahanannya terhadap hama dan penyakit.
Pengujian galur-galur dihaploid padi gogo diperlukan untuk mendapatkan galur
padi gogo unggul yang berpotensi lebih tinggi.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji penampilan agronomi galur-galur
padi gogo dihaploid dan membandingkan dengan varietas pembanding.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Padi Gogo
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan
terkemuka di dunia dan makanan pokok sebagian besar penduduk dunia. Tanaman
ini termasuk ke dalam keluarga Gramineae (rumput-rumputan), subfamili
Oryzidae, dan genus Oryza. Pada dasarnya tanaman padi terdiri atas dua fase
utama, yaitu fase vegetatif dan fase generatif (reproduksi). Pada fase vegetatif
terjadi pertumbuhan akar, batang, dan daun sedangkan fase generatif terdiri atas
pertumbuhan malai, gabah, dan bunga (Manurung dan Ismunadji 1988).
Sistem perakaran padi adalah sistem perakaran serabut yang terdiri atas akar
seminal dan akar adventif. Akar seminal muncul dari benih yang berkecambah,
kemudian diikuti dengan pertumbuhan akar adventif. Munculnya akar adventif
terjadi secara akropetal diantara batang utama dan anakan mengikut pola
perkembangan daun. Daun padi terdiri atas helai daun seperti pita dan pelepah
daun yang menyelubungi batang. Panjang dan warna daun berbeda tergantung
varietas padi yang ditanam. Menurut De Datta (1981) padi mempunyai batang
yang tegak, berbentuk silindris, dan berongga kecuali bagian buku pada batang.
Pertumbuhan batang primer bermula dari buku paling bawah yang kemudian
menghasilkan batang sekunder dan seterusnya.
Malai padi terdiri atas bunga-bunga padi dan timbul dari buku yang paling
atas. Bunga padi adalah bunga telanjang, berkelamin dua, dengan bakal buah di
bawah serta jumlah benang sari enam buah. Buah padi atau beras terdiri atas
endosperma yang erat terbalut oleh kulit ari, kulit luar terdiri atas kulit biji dan
dinding buah berpadu menjadi satu (Soemartono et al. 1984). Tanaman padi gogo
memiliki karakteristik yang berbeda dibanding dengan padi sawah. Menurut
Chang dan Vargara (1975), padi gogo memiliki tinggi tanaman yang melebihi
padi sawah, berbatang lebih tebal, akarnya lebih dalam, anakan lebih sedikit, daun
lebih panjang, dan lebih lebar serta lebih tebal.
Budidaya Padi Gogo
Budidaya padi gogo umumnya diusahakan dengan cara yang sederhana
dengan menanam varietas-varietas lokal yang sudah beradaptasi dengan keadaan
setempat. Padi gogo adalah padi yang dibudidayakan di lahan tegalan secara tetap
sehingga telah beradaptasi dengan kondisi lahan kering. Petani dapat menanam
secara monokultur atau tumpang sari dengan tanaman pangan lain seperti jagung
dan kacangan-kacangan (Harahap et al. 1995).
Padi gogo merupakan salah satu alternatif bagi petani untuk diusahakan di
lahan kering. Selain untuk memenuhi kebutuhan pangan di daerah setempat,
pengembangan usahatani padi gogo diharapkan dapat mendukung peningkatan
produksi padi nasional. Pada saat ini untuk perluasan areal tanam dan peningkatan
hasil padi gogo telah dilakukan dengan penyediaan teknologi yang meliputi:
penyediaan varietas unggul, teknik budidaya tanpa olah tanah (TOT), konservasi
lahan, sistem usahatani dan pengelolaan tanaman, serta sumberdaya secara
terpadu (Toha 2008).

3

Teknik budidaya tanpa olah tanah (TOT) dengan menggunakan herbisida
glifosat memberikan harapan besar untuk pengembangan tanah serta dapat
mengurangi masukan pupuk karena pemanfaatan hijauan setempat sebagai mulsa.
Dengan pemanfaatan teknik tersebut rata-rata hasil padi gogo diperoleh mencapai
3,55 ton/ha, khususnya dari varietas Cirata, Way Rarem dan Towuti masingmasing mencapai 3.67, 3.58, dan 3.40 ton/ha (Pirngadi et al. 2001). Olah tanah
minimal dapat dilakukan pada tanah yang bertekstur remah dan sedikit gulma
(Makarim et al. 2005).
Lahan kering yang digunakan masyarakat umum banyak mengarah kepada
lahan kering dengan kebutuhan air tanaman yang tergantung sepenuhnya pada air
hujan dan tidak pernah tergenang air secara tetap (Notohadiprawiro 1989). Terkait
dengan sebaran pola hujan, pertanaman padi gogo membutuhkan curah hujan
>200 mm minimum 4 bulan secara berurutan. Pertanaman padi gogo sebaiknya
dilakukan pada awal musim hujan yaitu, pada awal bulan basah dan dapat dipanen
pada bulan-bulan kering. Bulan basah adalah bulan dimana curah hujan mencapai
>200 mm/bulan dan bulan kering adalah dimana curah hujan 30 cm).
Rata-rata panjang malai galur-galur yang diuji berkisar 20-25 cm. Panjang
malai pembanding yaitu varietas Batutegi dan Inpago 4 berkisar 21-23 cm. Galur
GM2 memiliki malai terpanjang, sedangkan galur yang memiliki malai terpendek
adalah galur GM1 dan GM5. Panjang malai varietas Batutegi dan Inpago 4
berbeda nyata dengan Galur GM2 (Tabel 4).
Jumlah Gabah
Jumlah gabah bernas galur-galur yang diuji berkisar 58-107 butir. Varietas
pembanding mempunyai jumlah gabah bernas yang lebih banyak berkisar 102107 butir (Tabel 4). Jumlah gabah bernas galur GM1, GM3, GM4, GM5 ,GM6,
dan GM8 berbeda nyata dengan varietas pembanding sedangkan galur GM2 dan
GM7 tidak berbeda nyata. Jumlah gabah hampa galur-galur yang diuji berkisar
25-107 butir. Jumlah gabah hampa galur GM1, GM3, GM4, GM5 ,GM6, GM7,
dan GM8 berbeda nyata dengan varietas pembanding Batutegi dan Inpago 4,
sedangkan galur GM2 tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding. Varietas
Batutegi dan Inpago 4 mempunyai jumlah gabah hampa yang lebih banyak
berkisar 99-107 butir.
Jumlah gabah total varietas Batutegi berbeda nyata dengan galur
GM1,GM2, GM3, GM4, GM5 ,GM6, GM7, dan GM8, sedangkan jumlah gabah
total galur GM2 tidak berbeda nyata dengan varietas Inpago 4. Secara umum
jumlah gabah total varietas pembanding lebih tinggi dari galur yang diuji.

14

Tabel 4 Hasil rataan panjang malai, jumlah gabah total, jumlah gabah bernas,
dan jumlah gabah hampa
Galur/varietas

GM1
GM2
GM3
GM4
GM5
GM6
GM7
GM8
Batutegi
Inpago 4

Panjang
malai (cm)
20.1
25.2
24.7
23.2
20.1
23.4
22.0
20.5
21.7
23.3

e
a
ab
bc
e
bc
cd
de
cde
bc

Jumlah gabah
bernas/malai z)
72.2
91.6
74.3
64.7
60.5
62.1
87.3
58.1
107.4
102.2

bc
ab
bc
c
c
c
ab
c
a
a

Jumlah gabah
hampa/malai z)
33.3
85.4
55.7
56.1
39.9
37.9
35.5
25.4
107.7
99.8

cd
a
b
bc
bc
bc
cd
d
a
a

Jumlah
gabah
total/malai
105.5 cd
176.9 b
125.3 c
107.6 cd
100.5 cd
100.0 cd
122.8 c
83.6 d
215.1 a
201.9 ab

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5% ; z): hasil tranformasi logaritma
(log x + 1) dan angka merupakan hasil awal sebelum ditransformasi.

Hasil rataan persen gabah bernas galur-galur yang diuji berkisar 51-71%,
yang nilainya lebih tinggi daripada pembanding yaitu varietas Batutegi dan
Inpago 4 (Tabel 5). Varietas pembanding mempunyai persen gabah bernas 49%.
Berdasarkan uji lanjut gabah isi Galur GM1, GM4, GM5, GM6, GM7, dan GM8
berbeda nyata dengan varietas pembanding dan galur GM2 dan GM3 tidak
berbeda nyata dengan pembanding. Menurut Vergara (1995), persentase gabah isi
yang diharapkan bagi varietas unggul adalah ≥ 80% dari gabah total. Namun galur
yang diuji dan varietas pembanding yang ditanam tidak ada yang memiliki gabah
bernas ≥ 80% dari gabah total.
Persen gabah hampa yang diuji berkisar 28-50 %. Varietas Batutegi dan
Inpago 4 memiliki persen gabah hampa tertinggi. Galur GM1, GM4, GM5, GM6,
GM7, dan GM8 menghasilkan persen gabah hampa yang nyata lebih sedikit
daripada varietas pembanding Batutegi dan Inpago 4. Persen gabah hampa galur
GM2 dan GM3 tidak berbeda nyata dengan pembanding (Tabel 5). Persen gabah
hampa varietas pembanding hampir sama dari persen gabah isi. Menurut Vergara
(1995), penyebab kehampaan bulir diantaranya rebah, kurang intensitas cahaya,
serangan penyakit, pemberian pupuk terlalu banyak serta suhu rendah sedangkan
kelembaban tinggi pada masa pembentukan malai dan pembungaan.

15

Tabel 5 Hasil rataan persen gabah bernas, persen gabah hampa, bobot 1 000
butir, dan produktivitas
Galur/Varietas

GM1
GM2
GM3
GM4
GM5
GM6
GM7
GM8
Batutegi
Inpago 4

Persen gabah
bernas
(%)
68.5 ab
51.8 de
57.1 cde
59.9 bcd
60.3 bcd
62.1 abc
71.0 a
69.4 ab
49.7 e
49.9 e

Persen gabah
hampa
(%)
31.5 de
48.2 ab
42.9 abc
40.1 bcd
39.7 bcd
37.9 cde
28.9 e
30.6 de
50.3 a
50.1 a

Bobot 1 000
butir (g)
23.8
26.5
29.0
23.0
22.5
22.0
21.5
23.5
19.5
21.0

c
b
a
cd
cde
cde
de
c
f
ef

Produktivitas
(ton/ha) z)
1.30
1.49
0.98
1.01
1.60
1.98
2.46
2.09
1.78
1.86

cd
bc
d
d
bc
ab
a
ab
bc
abc

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, z): hasil tranformasi
logaritma (log x + 1) dan angka merupakan hasil awal sebelum ditransformasi

Bobot 1 000 butir`
Rata-rata bobot 1 000 butir galur-galur yang diuji lebih tinggi dibandingkan
dengan varietas pembanding (Tabel 5). Bobot 1 000 butir yang tertinggi adalah
galur GM3 (29 gram), sedangkan yang terendah adalah varietas Batutegi (19.5
gram). Berdasarkan hasil uji lanjut diketahui semua galur yang diuji menghasilkan
bobot 1 000 butir yang nyata lebih berat daripada varietas pembanding Batutegi.
Galur GM4, GM5, GM6, dan GM7 bobot 1 000 butir gabahnya tidak berbeda
nyata dengan pembanding Inpago 4. Benih dengan densitas dan bobot 1 000 butir
yang tinggi menunjukkan tingkat pengisian biji yang lebih baik (Wahyuni et al.
2004). Menurut Ma et al. (2006) untuk tipe tanaman ideal diperlukan bobot 1 000
butir antara 28-30 gram. Pada penelitian ini hanya galur GM3 saja yang memiliki
bobot tipe tanaman ideal yaitu seberat 29.0 gram.
Peng et al. (1999) melaporkan penyebab rendahnya pengisian biji pada padi
tipe baru adalah apikal dominan yang kecil pada malai, susunan gabah pada malai,
dan terbatasnya seludang pembuluh untuk pengangkutan asimilat. Hasil penelitian
Kobata dan Iida (2004) menyatakan bahwa rendahnya pengisian biji pada padi
tipe baru disebabkan karena rendahnya efisiensi partisi asimilat ke biji.
Produktivitas
Produktivitas galur-galur yang diuji berkisar 1-2.5 ton/ha. Dari hasil
perhitungan terdapat 3 galur yaitu GM6 (1.98 ton/ha), GM7 (2.46 ton/ha), dan
GM8 (2.09 ton) yang mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dari galur lain
dan varietas pembanding Batutegi (1.78 ton/ha) dan Inpago 4 (1.86 ton/ha) (Tabel
5). Jika dilihat dari Galur GM1, GM2, GM3, dan GM4 memiliki produktivitas
yang sangat rendah berkisar 1-1.5 ton/ha. Galur-galur ini adalah tanaman yang
banyak sekali terserang penyakit blas dan juga hawar daun bakteri. Penyakit blas,
yang merupakan salah satu masalah dalam produksi padi dapat menyebabkan
kehilangan hasil berkisar antara 1-50% (Koga 2001). Cendawan Pyricularia
grisea sebagai penyebab peyakit blas dapat merusak daun (leaf blast), buku (node
blast), dan leher malai (neck blast).

16

Rendahnya produktivitas galur-galur dan varietas pembanding juga
disebabkan serangan walang sangit. Walang sangit (L. oratorius L) adalah hama
yang menyerang tanaman padi setelah berbunga dengan cara menghisap cairan
bulir padi menyebabkan bulir padi menjadi hampa atau pengisiannya tidak
sempurna.

Gambar 1 Gejala penyakit blas (A) dan hawar daun bakteri (B) yang
terjadi di lapangan
Pengamatan penyakit dilakukan secara visual dengan cara mengamati gejala
yang terjadi pada setiap tanaman contoh. Serangan juga terjadi pada tanaman
bukan contoh. Gejala penyakit blas kelihatan pada bagian daun yang berwarna
coklat kemerahan, ditandai adanya bercak-bercak kecil pada daun berwarna ungu
kekuningan. Semakin lama bercak menjadi besar, berbentuk seperti belah ketupat
dengan bagian tengahnya berupa titik berwarna putih atau kelabu dengan bagian
tepi kecoklatan. Serangan juga menyebabkan pada pangkal malai membusuk,
berwarna kehitaman dan mudah patah (busuk leher). Gejala hawar daun bakteri
diawali dengan bercak kelabu umumnya di bagian pinggir daun. Pada varietas
yang rentan bercak berkembang terus, dan akhirnya membentuk hawar. Pada
keadaan yang parah, pertanaman terlihat kering seperti terbakar. Pada galur GM6,
GM7, dan GM8 tidak ditemukan gejala serangan penyakit blas dan hawar daun
bakteri.

Pembahasaan Umum
Galur GM1, GM2, dan GM3 memiliki beberapa karakter agronomi yang
diuji lebih baik dari galur lain dan varietas pembanding. Seperti tinggi tanaman
lebih rendah, jumlah anakan produktif lebih banyak dan ada beberapa karakter
yang lebih unggul dari varietas pembanding dan galur–galur lainnya. Namun,
ketiga galur ini diduga rentan terhadap penyakit blas dan hawar daun bakteri
dibanding galur-galur lain dan varietas pembanding. Galur GM4 mempunyai daya
tumbuh kurang baik sehingga harus disulam beberapa kali. Pada galur GM5
terdapat serangan penggerek batang. Serangan terjadi sebesar 3% dari total
rumpun dalam petakan setiap ulangan. Hal ini sangat dikhawatirkan karena dapat
mempengaruhi hasil. Produktivitas kelima galur di atas juga lebih rendah jika
dibandingkan dengan galur lain dan varietas pembanding sehingga galur-galur
tersebut tidak menjadi galur ungulan pada penelitian ini.

17

Galur GM6, GM7, dan GM8 memiliki keunggulan terhadap galur lain dan
varietas pembanding pada beberapa karakter agronomi seperti tinggi tanaman
yang lebih rendah, jumlah anakan produktif lebih banyak, umur berbunga dan
panen yang lebih awal, persen gabah bernas lebih tinggi, bobot 1 000 butir yang
lebih berat dan produktivitas yang lebih tinggi seperti yang terlihat pada Tabel 24. Galur-galur ini berpotensi dikembangkan.
Menurut penelitian Ornai (2010), varietas Batutegi juga pernah ditanam di
lokasi yang sama dan diperoleh hasil sebesar 1.88 ton/ha. Jumlah tersebut tidak
banyak berbeda dengan hasil penelitian ini. Menurut Kushartanti et al. (2011)
varietas pembanding Batutegi dan Inpago 4 masing-masing dapat mencapai hasil
rata-rata sebesar 3.00 ton/ha dan 4.15 ton/ha. Hasil yang diperolehi varietas
Batutegi dan Inpago 4 ini tidak sesuai dengan literatur yang ada (Lampiran 1 dan
2).
Produktivitas yang rendah disebabkan beberapa faktor pembatas biotik dan
abiotik seperti serangan hama dan penyakit, pertumbuhan gulma yang cepat,
kondisi lahan penelitian yang agak berbatu ataupun suboptimum, dan faktor iklim
seperti lama penyinaran matahari dan intensitas radiasi matahari yang rendah serta
hari hujan dan kelembapan yang tinggi. Menurut Yoshida dan Parao (1976)
intensitas cahaya yang diperlukan untuk produksi padi maksimum adalah 400
Cal/Cm2 pada fase pertumbuhan dan 475 Cal/Cm2 pada fase pengisian. Makin
tinggi intensitas cahaya matahari pada saat tanaman dalam fase reproduktif
sampai pemasakan gabah, maka makin baik hasil padi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Terdapat beberapa galur padi gogo dihaploid yang menghasilkan
produktivitas lebih tinggi dari pembanding yaitu galur GM6 (1.98 ton/ha), GM7
(2.46 ton/ha), dan GM8 (2.09 ton/ha). Varietas pembanding menghasilkan 1.78
ton/ha (Batutegi) dan 1.86 ton/ha (Inpago 4).
Galur GM7 lebih unggul dibandingkan galur-galur lain karena mempunyai
produktivitas paling tinggi (2.46 ton/ha), jumlah gabah total lebih tinggi (122
bulir), persen gabah bernas tertinggi (71.0%), persen gabah hampa terendah
(28.9%), umur panen (108.5 hari) yang termasuk berumur genjah.

Saran
Perlu dilakukan pengujian galur GM6, GM7, dan GM8 di lokasi yang
berbeda untuk mendapatkan informasi produktivitas.

DAFTAR PUSTAKA
Agus F, Irawan. 2004. Alih Guna dan Aspek Lingkungan Lahan Sawah. Tanah
Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Di dalam: Toha HM. 2006. Padi
Gogo dan Pola Pengembanganya. Subang (ID): Balai Penelitian Tanaman
Padi.
Allard RW. 1960. Principles of Plant Breeding. New York (US): J Wiley.
Badan Litbang Pertanian. 2010. Pemanfaatan Teknik Kultur Antera pada
Pemuliaan Tanaman Padi [Internet]. Bogor (ID): [diunduh 2013 juli 10].
Tersedia pada: http://www.litbang.deptan.go.id/berita/on